antropologi fh

28
PERSEPSI HUKUM TERHADAP PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI DAERAH WISATA GUNUNG KLOTOK (Studi didaerah wisata gunung Klotok) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena meningkatnya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau yang lebih dikenal dengan urbanisasi terjadi karena masing-masing kota mempunyai daya tarik tersendiri bagi para imigran. Urbanisasi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam proses pembangunan ekonomi, baik di negara maju maupun sedang berkembang. Keterbatasan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pendatang menyebabkan mereka lebih memilih pada jenis kegiatan usaha yang tidak terlalu menuntut pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Pilihan mereka jatuh pada sektor informal yaitu pedagang kaki lima atau sebagai pedagang asongan .

Upload: mochamad-bayu-kresna

Post on 23-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

FH

TRANSCRIPT

BAB I

PERSEPSI HUKUM TERHADAP PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI DAERAH WISATA GUNUNG KLOTOK

(Studi didaerah wisata gunung Klotok)BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Fenomena meningkatnya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau yang lebih dikenal dengan urbanisasi terjadi karena masing-masing kota mempunyai daya tarik tersendiri bagi para imigran. Urbanisasi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam proses pembangunan ekonomi, baik di negara maju maupun sedang berkembang.

Keterbatasan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pendatang menyebabkan mereka lebih memilih pada jenis kegiatan usaha yang tidak terlalu menuntut pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Pilihan mereka jatuh pada sektor informal yaitu pedagang kaki lima atau sebagai pedagang asongan .Keberadaan Pedagang Kaki Lima merupakan suatu realita saat ini, bersamaaan dengan tumbuh dan berkembangnya geliat perekonomian di suatu kota . Hak-hak mereka untuk mendapatkan rejeki yang halal di tengah sulitnya mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapan tentunya tidak bisa dikesampingkan. Kehadiran mereka bermanfaat bagi masyarakat luas terutama bagi yang sering memanfaatkan jasanya.

Namun keberadaan pedagang kaki lima memunculkan permasalahan sosial dan lingkungan berkaitan dengan masalah kebersihan, keindahan dan ketertiban suatu kota.

Ruang - ruang publik yang seharusnya merupakan hak bagi masyarakat umum untuk

mendapatkan kenyamanan baik untuk berolah raga, jalan kaki maupun berkendara menjadi terganggu. Tidak dapat dipungkiri bila saat ini banyak kualitas ruang kota atau trotoar kita semakin menurun dan masih jauh dari standar minimum sebuah kota yang nyaman, terutama pada penciptaan maupun pemanfaatan ruang terbuka yang kurang memadai.Kehadiran kegiatan Pedagang Kaki Lima selalu melanggar aturan atau norma dan dapat menyebabkan kemacetan, pencemaran, sampah, memampetkan aliran pembuangan air, mengganggu kesehatan dan kebersihan lingkungan serta dapat mengganggu ketertiban masyarakat.Dari fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa, pedagang kaki lima masih menjadi persoalan di wisata gunung klotok. Penolakan penertiban berjualan sampai pada kondisi kebersihan suatu ruang lingkup perkotaan membuat dan membuat pemerintah serta satpol pp harus bekerja keras utuk menertibkan pedagang kaki lima Rumusan Masalah1. Bagaimana persepsi hukum pedagang kaki lima terhadap penertiban yang dilakukan oleh pemerintah Kota Kediri?

2. Apa yang menjadi kendala dalam penertiban pedagang kaki lima yang berada dikawasan gunung Klotok kota Kediri?3. Bagaimana upaya pemerintah kota Kediri dalam penertiban pedagang kaki lima yang berada ditrotoar area wisata gunung klotok?

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui dan menganalisa solusi penertiban pedagang kaki lima di trotoar kawasan wisata gunung klotok. Manfaat Penelitian1. Berguna bagi pedagang kaki lima agar dapat berjualan tanpa mengganggu pejalan kaki.

2. Berguna bagi pejalan kaki di kawasan wisata gunung klotok agar dapat beraktivitas.3. Berguna bagi pemerintah agar dapat mengembalikan tata ruang di kawasan wisata gunung klotok.BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA.Pedagang Kaki Lima

Tempat wisata atau obyek wisata adalah sebuah tempat rekreasi/tempat berwisata. Obyek wisata dapat berupa obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut, atau berupa obyek wisata bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah.

Menurut Ir. Wibowo Gunawan dalam bukunya Standar Perancangan Jalan Perkotaan, trotoar memiliki pengertian sebagai bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki. Umumnya ditempatkan sejajar dengan jalur lalu lintas, dan harus terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik. Pengertian tersebut mengatakan bahwa antara trotoar merupakan tempat berjalan kaki yang berada bersebelahan dengan jalan raya, keadaan trotoar dan jalan raya harus memiliki batas yang memisahkan keduanya. Pemisah yang dibuat tersebut digunakan untuk keamanan pejalan kaki agar pemakai jalan raya tidak memasuki wilayah trotoar dan dapat membahayakan pejalan kaki.

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah Pedagang Kaki Lima juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.

Menurut Breman, pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu.

B. Pedagang Kaki Lima Sektor Informal di Kawasana Wisata Gunung Klotok Industri pariwisata menjadi sektor andalan dalam pertumbuhan ekonomi. Industri pariwisata telah membuktikan dirinya sebagai alternatif kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam suatu proses evolusi daripada dianggap sebagai sekelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan (inputs) modal dan pengelolaan (managerial) yang besar.Wirosardjono ciri-ciri sektor informal, antara lain, sebagai berikut: 1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaan.

2. Tidak tersentuh oleh oeraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga kegiatannya sering dikatakan liar.

3. Modal, peralatan, dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian.

4. Tidak mempunyai tempat tetap.

5. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.

6. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus sehingga dapat menyerap bermacam-macam tingkatan tenaga kerja.

7. Umumnya satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama.

8. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan, dan sebagainya.

C. Masalah Keberadaan Pedagang Kaki LimaPKL keberadaannya memang selalu dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada beberapa alasan, yaitu diantaranya: 1. Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.2. PKL membuat tata ruang kota menjadi kacau.3. Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.4. Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.5. PKL menyebabkan kerawanan sosial.

C.i Dampak Positif dari Hadirnya PKL

Pada umumnya barang-barang yang di perdagangkan Pedagang Kaki Lima memiliki harga yang tidak tinggi, tersedia di banyak tempat, serta barang yang beragam, Sehingga Pedagang Kaki Lima banyak menjamur di sudut-sudut kota, karena memang sesungguhnya pembeli utama adalah kalangan menengah kebawah yang memiliki daya beli rendah, Dampak positif terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi karena keberadaan Pedagang Kaki Lima menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi kota karena sektor informal memiliki karakteristik efisien dan ekonomis.Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten dan modal yang digunakan kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang besar.

C.ii Dampak Negatif dari Hadirnya PKLPedagang Kaki Lima mengambil ruang dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau terabaikan tetapi juga pada ruang yang jelas peruntukkannya secara formal. Pedagang Kaki Lima secara illegal berjualan hampir di seluruh jalur pedestrian,ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen.Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan Pedagang Kaki Lima tersebut. Keberadaan Pedagang Kaki Lima yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki berdesak-desakan, sehingga dapat timbul tindak kriminal (pencopetan) Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko Dan sebagian dari barang yang mereka jual tersebut mudah mengalami penurunan mutu yang berhubungan dengan kepuasan konsumen

D. Undang Undang Yang Terkait Pedagang Kaki Lima1. Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat (2) : Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil. Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindunga, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk, menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi dipasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, sertalokasi lainnya. b. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.Dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam menyikapi fenomena adanya pedagang kaki lima, harus lebih mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil. Walaupun didalam Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban) terdapat pelarangan Pedagang Kaki Lima untuk berjualan di trotoar, jalurhijau, jalan, dan badan jalan, serta tempat-tempat yang bukan peruntukkannya.2. Hak pejalan kaki telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan No. 22/2009.

a. Pasal 25 ayat 1 Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa : fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat.b. Pasal 93 ayat 2 Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki.c. Pasal 106 ayat 2 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.

3. Adapun denda dan sanksi terhadap pelanggaran Undang-Undang Lalulintas dan Angkutan Jalan No. 22/2009 pasal 284a. Pasal 284 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).E. Wewenang Satpol PP Kota Kediri

Wewenang Satpol PP :

1. Melakukan tindak penertiban Non Yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur/Badan Hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah.

2. Menindak warga/masyarakat, aparatur/Badan Hukum, yang menggangu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

3. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

4. Melakuakn tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur/Badan Hukum, yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah.

5. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur/Badan Hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda atau Peraturan Kepala Daerah.

Polisi Pamong Praja mempunyai hak kepegawaian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan mendapatkan fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan

Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:

a.Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di msyarakat;b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum;c. Melaporkan kepada Kepolisian Negara atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana;d. Menyerahkan kepada PPNS atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

BAB III

METODE PENELITIAN1. Jenis Penelitian dan metode Pendekatan

Jenis penelitian yang dilakukan adalah pendekatan social legal perilaku pedagang mengenai penertiban didaerah wisata gunung Klotok, maka jenis penelitian ini adalah langsung kepada para penjual yang berjualan disekitar trotoar wisata gunung klotok dan menggunakan pendekatan empiris. Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah perilaku aktual, yaitu suatu tindakan yang berkaitan dengan informasi yang menunjukkan apa yang telah benar-benar terjadi dan dilakukan dengan pendekatan secara deskriftif.

2. Pemilihan Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di wisata gunung klotok di Kota Kediri. Alasan, karena didaerah tersebut banyak pedagang yang menggunakan trotoar untuk berjualan dan sangat mengganggu para pejalan kaki dan warga sekitar dalam beraktifitas.3. Jenis dan Sumber data

Jenis penelitian dalam Penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris.Penelitian Hukum yang mempergunakan sumber data primer. Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a. Data Primer, yaitu data yang akan diperoleh secara langsung dari sumbernya mengenai masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan, melalui wawancara dengan narasumber yang dianggap memiliki keterkaitan dan kompetensi dengan permasalahan yang ada, dalam penelitian ini adalah para penjual / pedagang kaki lima yang berjualan disekitar trotoar area wisata gunung klotok yang ada di Kota Kediri.

b. Data Sekunder, adalah data-data yang siap pakai dan dapat membantu menganalisa serta memahami data primer. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder ini akan diperoleh dengan berpedoman pada literatur-literatur sehingga dinamakan penelitian kepustakaan. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dengan memerhatikan peraturan perundang-undangan yang ada maupun melalui pendapat para sarjana atau ahli hokum, dalam penelitian ini adalah beberapa skripsi tentang hukum maupun skripsi di bidang lain sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini. Terkait dengan perda kewenangan satpol PP Peraturan Daerah Kota Kediri Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja4. Teknik Memperoleh Data

Penulis menggunakan teknik wawancara. Penulis melakukan proses wawancara terhadap narasumber secara langsung sebagai sumber informasi agar dapat diketahui tanggapan, pendapat, dan harapan dari narasumber yang berkaitan dengan para pedagang kaki lima yang berjualan ditrotoar diarea wisata gunung klotok yang ada di Kota Kediri. Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara dilakukan Penulis dalam hal meminta pandangan narasumber terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini yaitu terkait dengan presepsi hukum dalam komunitas pedagang kaki lima wisata gunung klotok.

5. Sample, Populasi dan Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan data yang akan dianalisis. Sedangkan cara pengambilan data disebut tekhnik sampling. Populasi adalah seluruh objek yang akan diteliti, atau dapat dikatakan populasi merupakan jumlah manusia ataupun fenomena yang mempunyai karakteristik sama. Dalam penelitian ini sebagai sampelnya adalah beberapa pedagang kaki lima yang berjualan disekitar area wisata gunung klotok di Kota Kediri. Populasinya adalah semua yang terlibat dalam komunitas pedagang kaki lima yang berjualan diarea wisata gunung klotok di kota kediri, akan tetapi untuk menyingkat waktu, maka penulis menggunakan teknik sampling. Dalam penelitian ini teknik sampling menggunakan tekhnik random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dimana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel dalam hal ini adalah pedagang.

6. Analisa Data

Metode analisis data yang digunakan adalah untuk mengolah dan menganalisa data yang telah diperoleh selama penelitian tentang presepsi hukum dalam komunitas pengamen jalanan ini adalah analisis kuantitaif. Metode Analisis kuantitatif adalah metode analisis data yang dilakukan dengan cara diperoleh langsung melalui responden, kemudian dideskripsikan sehingga diperoleh pemahaman, persamaan, pendapat, dan perbedaan pendapat mengenai perbandingan bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder dari penelitian yang dilakukan oleh Penulis.

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

( Untuk Pedagang Kaki Lima )

1. Mengapa anda memilih berjualan di area trotoar , padahal sudah di sediakan tempat khusus untuk berjualan ?

2. Apa keuntungan yang di dapat lebih besar bila berjualan di trotoar ?

3. Apakah anda pernah mendapat peringatan oleh satpol PP bila berjualan di area trotoar?

4. Apakah ada hambatan bila berjualan di trotoar ?

5. Apakah anda mengetahui adanya larangan berjualan di trotoar ?

OBSERVASI (PEMBAHASAN

BAB IV

PEMBAHASANA.Gambaran Umum Wisata Gunung Klotok

Secara geografis Kota Kediri terletak di bagian tengah Jawa Timur terletak pada 11115- 11203 Bujur Timur dan 745 - 755 Lintang Selatan. Wilayah Kota Kediri berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Kediri. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Banyakan dan Semen, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wates dan Gurah,

Wisata Gunung Klotok merupakan objek wisata populer di Kotamadya Kediri yang berada di utara kota dan dilengkapi akses jalan raya yang mulus, tersedia angkutan kota dan dekat dengan universitas serta SMA Negeri di Kota Kediri. Dinamakan Selomangleng dikarenakan lokasinya yang berada di lereng bukit (bahasa Jawa: Selo = batu, Mangleng = miring), kira-kira 40 meter dari tanah terendah di kawasan. Gua ini terbentuk dari batu andesit hitam yang berukuran cukup besar, sehingga nampak cukup menyolok dari kejauhan.

Gunung Klotok adalah salah satu gunung yang terdapat di dekat kaki Gunung Wilis. Gunung ini terletak di Mojoroto, Kediri. Ada yang mengatakan bahwa Klotok sebenarnya adalah salah satu bukit dari Gunung Wilis, karena banyak didatangi orang, dan lumayan jauh dari Gunung Wilis itu sendiri, kebanyakan orang menyebutnya dengan Gunung Klotok.B.Persepsi Hukum Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima yang berjualan di area wisata gunung klotok tidak merasa keberadaannya mengganggu para pejalan kaki dan pengguna trotoar di area wisata tersebut . Para pedagang kaki lima dengan keberadaan mereka berjualan di trotoar banyak memberikan keuntungan.Tempat berjualan yang strategis dan berdekatan dengan pengunjung banyak memberikan keuntungan bagi mereka.

Masyarakat yang beranggapan bahwa keberadaan pedagang kaki lima di kawasan wisata gunung klotok bisa dikatakan tidak teratur, umunya mereka tidak tertib dan kumuh karena mereka berjualandi trotoar jalan, bahkan dibadan jalan,sehingga menjadi penyebab kemacetan lalu lintas dan merusakkeindahan tempat wisata.

Di kawasan wisata Gunung Klotok, para pihak pengelola telah menyediakan tempat khusus untuk berjualan,dengan tujuan agar pedagang kaki lima tertata dengan rapi dan tidak mengganggu keindahan tempat wisata. Hanya saja masih banyak pedagang kaki lima yang tidak mau menempati dengan alasan harus membayar pajak.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan musuh terbesar bagi Pedagang Kaki Lima (PKL), dalam melakukan penertiban Satpol. PP sebagai aparat penegakan Peraturan Daerah seringkali terjadinya polemik di masyarakat.

Pedagang Kaki Lima sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki, untuk itu perlu dilakukan tindakan atau kebijakan dari Pemerintah Daerah agar tidak menimbulkan persoalan di masyarakat.Sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Akan tetapi, sektor informal tidak bisa disebut sebagai perusahaan berskala kecil. Lapisan masyarakat menengah ke bawah dengan ketrampilan, pendidikan, dan akses yang terbatas peluang untuk memasuki sektor formal sangat terbatas. Akhirnya mereka menggeluti sektor informal yang tidak mensyaratkan kriteria yang berlebih. Cukup dengan modal yang terbatas, ditambah dengan ketrampilan dan keuletan, mereka mampu bertahan hidup di perkotaan dan membiayai sekolah putra-putrinya, menabung atau memberi bantuan di daerah atau kampung, mereka kadang-kadang membawa sanak saudara (atau teman kampung) untuk dipekerjakan di tempat usahanya, atau mengajarkan mereka untuk bekerja di sektor informal dan bertahan untuk hidup di kota.

Jenis usaha yang digelar oleh pedagang sektor informal berbagai macam, antara lain warung makan semi permanen di kaki lima, menjajakan makanan dengan gerobak, menjual minuman dan makanan di tempat keramaian, berjualan mainan anak-anak, berjualan alat-alat kebutuhan pelengkap seperti: sabuk kulit, sisir, topi, pakaian, dompet, serta kerajinan dan hiasan rumah tangga, bahkan beberapa bentuk hiburan yang menghasilkan keuntungan seperti mengamen.

Di kawasan wisata Gunung Klotok ditemui puluhan Pedagang Kaki Lima dengan barang jualannya menghiasi trotoar. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya di atas meja dan gerobak adapula yang hanya menggelar terpal di trotoar. Kegiatan yang dilakukan PKL beragam mulai dari warung makan semi permanen, penjual buah dengan gerobak, penjual maianan anak-anak, penjual makanan ringan dengan kendaraan, dan penjual aksesoris yang menggelar terpal sebagai batas teritori berjualan. Semua kegiatan PKL tersebut tidak luput dari pemanfaatan trotoar.

C.Kendala Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Yang Berada di Kawasan Gunung Klotok Kota KediriKehadiran Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu faktor yang menimbulkan persoalan, baik dalam masalah ketertiban, lalulintas, keamanan, maupun kebersihan di setiap daerah termasuk juga di Kabupaten Magelang. Berbagai permasalahan terkait dengan Pedagang Kaki Lima banyak bermunculan yang ternyata merugikan masyarakat sendiri seperti rasa tidak nyaman karena keberadaan Pedagang Kaki Lima yang tidak pada tempatnya sehingga mengganggu kegiatan masyarakat sehari-hari.

Di dalam melakukan penertiban terhadap Pedagang Kaki Lima di kawasan wisata gunung klotok kediri, terdapat beberapa kendala di dalam melakukan penertiban oleh petugas satpol pp. Para pedagang kaki lima yang sulit di kendalikan untuk di tertibkan dan di pindahkan dari tempat mereka berjualan dengan alasan sudah berjualan di tempat tersebut bertahun tahun.

Para pedagang yang dipindahkan dalam razia yang di lakukan oleh pihak satpol pp pada ke esokan hari akan kembali lagi berjualan di trotoar. Belum lagi sikap arogan para pedagang yang tidak mau di pindahkan ke tempat yang telah di sediakan di kawasan wisata gunug klotok dengan berbagai alasan, membuat penertiban pedagang yang di lakukan oleh satpol pp menjadi lambat.

Beberapa kendala yang dihadapi Pengelola kawasan wisata gunung klotok yaitu kurangnya keterlibatan seluruh unsur yang terkait sebagai kebijakan dalam keanggotaan tim penertiban, kurangnya validitas data Pedagang Kaki Lima yang akan ditertibkan.

Belum adanya dialog yang komunikatif dan transparan antara pengelola kawasan wisata gunung klotok dengan para Pedagang Kaki Lima, kurangnya transparansi pengelola kawasan wisata gunung klotok dalam mensosialisasikan kebijakan Program Penertiban Pedagang Kaki Lima kepada para Pedagang Kaki Lima, kurangnya konsistensi dan ketegasan pengelola kawasan wisata gunung klotok beserta aparatnya di lapangan dalam menegakkan ketentuan dan peraturan yang ada.

D.Upaya Pemerintah Kota Kediri Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Yang Berada di Trotoar Area Wisata Gunung KlotokPenyuluhan ketertiban, kebersihan, keindahan (K3) secara rutin hampir setiap hari. Salah satu upaya kebijakan pemerintah dalam mengembangkan usaha sektor informal dalam hal ketertiban, kebersihan, keindahan (K3) di kawasan wisata gunung klotok kediri.Upaya yang di lakukan oleh pemerintah Kota Kediri adalah dengan mengerahkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas menertibkan para Pedagang Kaki Lima. Sebagai salah satu upaya relokasi terhadap Pedagang Kaki Lima yang berada di tempat wisata gunung klotok,Satpol PP memegang peranan untuk menertibkan PKL yang berada di lokasi tersebut. Walaupun cara yang dipakai dalam penertiban tersebut identik dengan kekerasan, mereka beralasan bahwa mereka hanya melakukan dengan peraturan yang ada.

Menurut salah satu pegawai di Kantor Satpol PP di Kota Kedir, tidak seharusnya Pedagang Kaki Lima menyalahkan Satpol PP jika sampai muncul kekerasan dalam upaya penertiban yang dilakukan di Kawasan wisata gunung klotok. Karena satpol PP hanya berusaha menegakkan peraturan yang telah ada. Karena Satpol PP sebagai pelaksana, bukan pembuat atau pembentuk peraturan tersebut. Berdasarkan sumber data yang diperoleh yang menaungi PKL, Satpol PP Kota Kediri menjelaskan dan mengklarifikasi mengenai beberapa tindakan yang berkaitan dengan relokasi antara lain :

1. Satpol PP melaksanakan tugas untuk mengendalikan para PKL agar tidak berjualan di sembarang tempat yang dapat mengganggu bahkan merampas hak masyarakat lain. Oleh karena itu, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 jo PP 32 Tahun 2004 Satpol PP diberi kewenangan oleh Pemerintah Kota Kediri guna memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.

2. Tugas Satpol PP memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, serta menegakkan Peraturan yang ada.

3. Salah satu tugas Satpol PP adalah Penertiban dan Pembinaan PKL bahwa PKL dilarang melakukan kegiatan usahanya di sekitar trotoar, jalur hijau, stren sungai, dan atau fasilitas umum, kecuali di kawasan tertentu yang ditetapkan dengan peraturan untuk berjualan.Pemerintah dapat menegakkan aturan secara tegas , dengan melakukan sosialisasi pada Pedagang Kaki Lima di daerah wisata gunung klotok . Serta memeberikan pembinaan . Pedagang Kaki Lima di daerah wisata gunung klotok yang mayoritas berasal dari daerah kota Kediri.

Tahapan Penertiban PKL adalah :

1. Sosialisasi2. Memberikan surat peringatan3. Dan jika tetap ada pelanggaran maka akan digusur paksa .

4. Memberdayakan Pedagang Kaki Lima merupakan wewenang dari divisi pengorganisasian dan Humas. Solusinya dengan melakukan patroli setiap hari dan operasi gabungan dua kali dalam setahun untuk pembersihan total Pedagang Kaki Lima yang berada di kawasan wisata gunung klotok. Pedagang Kaki Lima tidak akan hilang begitu saja di daerah kawasan wisata gunung klotok, tetapi dengan adanya upaya dari pemerintah setempat dapat diminimalisir agar pertambahannya tidak drastis.

KESIMPULANUtilitas trotoar oleh sektor informal (PKL ilegal) sangat terlihat jelas di kawasan Wahana Wisata Gunung Klotok. Kurangnya perhatian dari pihak pengelola berdampak pada rusaknya ruas trotoar sebagai jalur pedestrian. Dampak lain yang muncul dari utilitas trotoar yang dijamuri oleh PKL ilegal adalah timbulnya sampah di kawasan yang signifikan meningkat saat musim liburan. Pengelolaan dan penataan sektor informal yang kurang tepat, menjadi alasan para pelaku usaha sektor informal lebih memilih melakukan kegiatan yang ilegal, mereka akhirnya meninggalkan tenda yang disediakan oleh pengelola. Para PKL lebih memilih area bermain anak dan ruas trotoar menuju Goa Selomangleng sebagai tempat favorit untuk berjualan. Beberapa tenda yang ada saat ini beralih fungsi menjadi area parkir.Saran

Banyaknya Utilitas trotoar Oleh sektor informal (PKL ilegal) di kawasan Wahana Wisata Gunung Klotok yang ber akibat timbulnya Penyimpangan yang dilakukan oleh para PKL di sepanjang bahu jalan dan trotoar tersebut bukan semata-mata kesalahan dari pihak pedagang. Hal ini dapat dilihat dari sisi lain yaitu pengelola wisata dalam memberikan solusi bagi para PKL tidak tepat pada sasaran. hal tersebut dapat dilihat pada lokasi tempat usaha legal yang disediakan oleh pengelola yang diperuntukan sebagai tempat usaha legal tidak mampu menjadikan tempat itu diminati oleh para PKL. mungkin solusi dari pengelola tempat wisata tersebut dapat di benahi dengan pengaadaan akses jalan di tempat usaha legal yang disediakan menuju ke lokasi wisata, sehingga banyak masyarakat atau pengunjung wahana wisata gunung klotok yang melewati tempat usaha legal yang sudah di sediakan , namun hal tersebut juga harus di barengi dengan sosialisasi serta pembinaan terlebih dahulu kepada Pedagang Kaki Lima di daerah wisata gunung klotok . DAFTAR PUSTAKA

Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota untuk Arsitektur. Jakarta: Bumi Aksara

Manning, Chris & Effendi, Tadjuddin Noer. 1991. Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor Informaldi Kota. Jakarta: YOI.

Sethuraman, S.V. 1996. Urban Poverty and the Informal Sector: A Critical Assessment of Current Strategies. Geneva, International Labour Organization.

Soemadi, M. Djelni. (1993). Usaha Kaki Lima Tetap Merupakan Gantungan Hidup bagi Mereka. Kedaulatan Rakyat, 14 Mei 1993. HYPERLINK "http://b08043115.wordpress.com/arti-tempat-wisata/" http://b08043115.wordpress.com/arti-tempat-wisata/ diakses tanggal 20 April 2014 13.10 WIB

HYPERLINK "http://awindhael.blogspot.com/2013/03/pengertian-trotoar.html" http://awindhael.blogspot.com/2013/03/pengertian-trotoar.html diakses tanggal 20 April 13.30 WIB

HYPERLINK "http://kid161.blogspot.com/2011/07/pedagang-kaki-lima.html" http://kid161.blogspot.com/2011/07/pedagang-kaki-lima.html diakses tanggal 21 April 17.11 WIB

HYPERLINK "http://www.damandiri.or.id/file/frnsiskakorompisbab2.pdf" http://www.damandiri.or.id/file/frnsiskakorompisbab2.pdf , diakses tanggal 22 April 11.00 WIB

Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota untuk Arsitektur. Jakarta: Bumi Aksara

HYPERLINK "http://syukriputra.blogspot.com/2013/12/makalah-kebijakan-pemerintah-terhadap.html" http://syukriputra.blogspot.com/2013/12/makalah-kebijakan-pemerintah-terhadap.html diakses tanggal 2 Mei 13.10 WIB

M. Irfan Islamy, ; 2004, Kebijakan Publik, , Jakarta: Universitas Terbuka. Hal. 228

Sethuraman, S.V. 1996. Urban Poverty and the Informal Sector: A Critical Assessment of Current Strategies. Geneva, International Labour Organization. Hal.126

PAGE