antropologi klasik

14
I. Teori Fungsionalime Malinowski Bronislaw Malinowski (1884 – 1942) merupakan salah satu tokoh antropologi yang menggagas dan berhassil mengemabangkan teori fungsionalisme dalam ilmu antropologi. Dan yang paling penting untuk dicatat adalah bahwa teorinya ia kembangkan dengan menekuni penelitian lapangan. Kepulaun Trobriand diwilayah pasifik dipilihnya menjadi objek penelitian dan dari daerah itu pula dari tangan malinowski lahir berbagai karya tulisan yang sangat dikagumi dikalangan antropologi, salah satu adalah “Argonauts Of The Western Pacific” Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan ata “a functional theory of Culuture”. Dan melalui teori ini banyak antropolog yang sering menggunakan teori tersebut sebagai landasan teoritis hingga decade tahun 1990-an, bahkan dikalangan mahasiswa menggunakan teori ini untuk menganalisisdata penelitian untuk keperluan skripsi dan sebagainya. Tulisan “Argonauts of the Western Pacific” (1922) melukiskan tentang sistem Kula yakni berdagang yang disertai upacara ritual yang dilakono oleh penduduk di kepulauan Trobriand dan kepulauan sekitarnya. Perdagangan tersebut dilakukan dengan menggunakan perahu kecil bercadik menuju pulau lainnya yang jaraknya cukup jauh. Benda-benda yang

Upload: andi-muhammad-yusuf

Post on 11-Jun-2015

4.908 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Antropologi Klasik

I. Teori Fungsionalime Malinowski

Bronislaw Malinowski (1884 – 1942) merupakan salah satu tokoh antropologi

yang menggagas dan berhassil mengemabangkan teori fungsionalisme dalam ilmu

antropologi. Dan yang paling penting untuk dicatat adalah bahwa teorinya ia kembangkan

dengan menekuni penelitian lapangan. Kepulaun Trobriand diwilayah pasifik dipilihnya

menjadi objek penelitian dan dari daerah itu pula dari tangan malinowski lahir berbagai

karya tulisan yang sangat dikagumi dikalangan antropologi, salah satu adalah “Argonauts

Of The Western Pacific”

Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis

fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang

kebudayaan ata “a functional theory of Culuture”. Dan melalui teori ini banyak

antropolog yang sering menggunakan teori tersebut sebagai landasan teoritis hingga

decade tahun 1990-an, bahkan dikalangan mahasiswa menggunakan teori ini untuk

menganalisisdata penelitian untuk keperluan skripsi dan sebagainya.

Tulisan “Argonauts of the Western Pacific” (1922) melukiskan tentang sistem

Kula yakni berdagang yang disertai upacara ritual yang dilakono oleh penduduk di

kepulauan Trobriand dan kepulauan sekitarnya. Perdagangan tersebut dilakukan dengan

menggunakan perahu kecil bercadik menuju pulau lainnya yang jaraknya cukup jauh.

Benda-benda yang diperdagangkan dilakukan dengan tukar menukar (barter) berupa

berbagai macam bahan makanan, barang-barang kerajinan, alat-alat perikanan, selain

daripada itu yang paling menonjol dan menarik perhatian adalah bentuk pertukaran

perhiasana yang oleh penduduk Trobriand sangat berharga dan bernialai tinggi. Yakni

kalung kerang (sulava) yang beradar satu arah mengikuti arah jarum jam, dan sebaliknya

gelang-gelang kerang (mwali) yang beredar berlawanan dari arah kalung kerang

dipertukarkan.

Karangan etnografi dari hasil penelitian lapangan tersebut tidak lain adalah bentuk

perkeonomian masyarakat di kepulauan Trobriand dengan kepulauan sekitarnya. Hanya

dengan menggunakan teknologi sederhana dalam mengarungi topografi lautan pasifik,

namun disis lain tidak hanya itu, tetapi yang menraik dalam karangan tersebut ialah

keterkaitan sistem perdagangan atau ekonomi yang saling terkait dengan unsur

Page 2: Antropologi Klasik

kebudayaan lainnya seperti kepercayaan, sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang

berlaku pada masyarakat Trobriand. Dari berbagai aspek tersebut terbentuk kerangka

etnografi yang saling berhubungan vsatu sama lain melalui fungsi ddari aktifitas tersebut.

Pokok dari tilisan tersebur oleh Malinowski ditegaskan sebagai bnetuk Etnografi yang

berintegrasi secara fungsional. Selain dari hasil karya etnografinya, tentunya harus

diperhatikan pula upaya-upaya Malinowski dalam mengembangkan konsep teknik dan

metode penelitian. Dan sangat lugas ditekankan pentingnya penelitian yang turun

langsung ketengah-tengah objek masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa mereka agar

dapat memahami apa yang objek lakukan sesuai dengan konsep yang berlaku pada

masyarakat itu sendiri dan kebiasaan yang dikembangkan menjadi metode adalah

pencatatan. Mencatat seluruh aktifitas dan kegiatan atau suatu kasus yang konkret dari

unsur kehidupan. Selain dari pada itu yang patut untuk para peneliti menurut Malinowski

adalah kemampuan keterampilan analitik agar dapat memahami latar dan fungsi dari

aspek yang diteliti, adat dan pranata sosial dalam masyarakat. Konsep tersebut

dirumuskan kedalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek kebudayaan, yakni : 1

1. saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap aspek

lainnya.

2. konsep oleh masyarakat yang bersangkutan.

3. unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara

fungsional.

4. esensi atau inti dari kegiatan /aktifitas tersebut tak lain adalah berfungsi untuk

pemenuhan kebutuhan dasar “biologis” manusia.

Melalui tingkatan abstraksi tersebut malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya

dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan/aktifitas manusia dalam unsur-unsur

kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah

kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya merupakan kebutuahn manusia

yang suka berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini berkembang dalam bentuk yang lebih

solid dalam artian perkumpulan tersebut dilembagakan melalui rekayasa manusia.

II. Teori Struktur Sosial A. R. Radcliffe Brown1 Dikutip dalam Koentjaraningrat (1987) “Sejarah Teori Antropologi I”, UI Press, Jakarta

Page 3: Antropologi Klasik

Teori-teori struktural dalam kajian antropologi sangat beragam namun pada

tulisan ini dan sebagaimana sejarahnya konsep struktural dalam antropologi pertama kali

diajukan oleh A. R Radcliffe Brown (1889 – 1955), ide pokoknya adalah tentang strutur

sosial seperti yang diasumsikan bahwa perumusan dari keseluruhan hubungan atau

jaringan antarindividu dalam masyarakat, hal yang dilihat dalam struktur sosial adalah tak

lain dari prinsip-prinsip kaitan antara berbagai unsur masuarakat seperti status dan peran,

pranata dan lembaga soaial. Selanjutnya dikatakan hubungan intreaksi antara individu

dalam masyarakat merupakan hal yang konkrit sedangkan struktur sosial berada di

belakangnya dan mengendalikan hal yang konkrit tersebut. Jadi struktur sosial tidak

diamati.2

Radcliffe Brown mengemukakan gagasan dan pandangannya terhadap kehidupan

sosial kebudayaan melalui karyanya “The Andaman Islanders”(1922), dalam karangan

tersebut ia menguraikan dan mendeskripsikan aspek kekerabatan upacara yang terkait

dengan mitos yang dilakoni dalam penduduk Andaman. Karyanya hampir bersamaan

dengan terbitnya karya etnografi Malinowski. Dan beberapa tokoh yang telah

mengoreksi kedua karya dari Malinowski dan Radcliffe Brown disimpulkan adanya

kesamaan pandangan dari metode keduanya mendeskripsikan bentuk kebudayaan yakni

aspek struksul sosial yang digambarkan terintegrasi secara fungsional dan hingga kini

santer disebut dengan kerangka konsep struktur-fungsionalisme.

Melalui karangannya Radcliffe Brown juga telah merumuskan metode

pendiskripsian terhadap karangan etnografi. Salah satunya ialah melalui aspek upacara,

yang dirumuskan kedalam beberapa bagian ;

1. agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sintimen dalam

jiwa warganya yang merangsang meraka untuk berperilaku sesuai dengan

kebutuhan mereka.

2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian

mempunyai efek pada solidaritas masyarakat menjadi pokok orientasi dari

sentimenn tersebut.

2 Dalam J. van Baal, (1988) “Sejarah Dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya”, PT. Gramedia, Jakarta. Dalam uraiannya ia juga mengemukakan tentang perihal ketidakmampuan pengertian structural yang merujuk dalam organisasi sosial.

Page 4: Antropologi Klasik

3. Sentimen itu ditimbulkan dalampikiran individu warga masyarakat sebagai

pengaruh hidup warga masyarakat.

4. Adat istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat

diekspresikan secara kolektif dan berulang pada saattertentu.

5. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas itu dalam jiwa warga

masyarakat dan bertujuan meneruskan kepada warga generasi berikutnya.

Sama halnya dengan Malinowski melalui kerangka konsep dari fungsi dari suatu

pranata, Radcliffe Brown juga memberikan asumsi tentang efek dari suatu keyakinan,

upacara, adat dan aspek kebudayaan lainnya. Ia menggunakan istilah fungsi sosial untuk

merujuk terhadapa gejala dalam kehidupan sosial. Sifat dari metode pendeskripsian

konsep tersebut tidak lain adalah hubungan-hubungan sosial dari kesatuan-kesatun secara

terintegrasi. Selain dari organisasi sosial, juga yang menjadi perhatian adalah aspek

hukum, Radcliffe Brown memberikan istilah hukum dalam aspek teknisnya saja dan

upayanya dalam memberikan batasan teknis pada tataran sistem pengendalian sosial yang

ada dalam masayarakat yang lebih kompleks, karena menurutnya hukum tersbut ada jika

terdapat alat-alat seperti polisi; pengadilan atau penjara. Gejala berlakunya huku pada

masyarakat yang kompleks dibandingkan dengan masyarakat yang tidak meilki hukum,

menurutnya dalam masyarakat yang sederhana yang ada adalah norma-norma dan adat

yang berlaku terhadap masyarakat dan memberikan efek ketaatan secara otomatis, hal ini

terjadi disebabkan oleh sifat kecil dari masyarakat tersebut.

Yang memberikan penekanan terhadap kerangka konseptual Radcliffe Brown

adalah analoginya yang mengarahkan pada bentuk morfologi dan fisiologi (studi biologi)

yang ia lekatkan terhadapa teorinya. Ia mengasumsikan kalau dalam organisme mahluk

terdapat strukutur dari bagian yang saling terkait maka begitu pula terhadap

pengelompokkan kehidupan manusia, seperti yang ia sarankan dalam metode komparasi

terhadap budaya. Lepas dari itu pula ia mengakui bahwa perkembangan kearah ilmu

sosial yang lebih matang terhadap metodologi ilmu alam tidak akan terjadidengan cepat.

Karena berbagai faktor yang dianggap menghambat.

III. Teori Sosial Emile Durkheim

Page 5: Antropologi Klasik

Emile Durkheim lahir pada tahun 1858 di kita Lorraine, Konsep fakta Sosial,

merupakan landasan cara berfikir mengenai masyarakat yang hidup. Di situ ada manusia

berfikir dan bertingkah laku dalam hubungan satu dengan yang lain. Manusi –

manusianya disebut individu serdangkan cara pikiran – pikiran yang mereka keluarkan

dan tingkah laku mereka disebut gejala atau fakta individual.

Dalam befikir dan bertingkah laku manusia dihadapkan pada gejala gejala atau

fakta – fakta sosial. Fakta sosial itu merupakan entitas yang berdri sendiri.fakta – fakta

sosial mempunyai kekuatan memaksa para individu untuk berfikir menurut garis – garis

dan bertindak menurut cara – cara tertentu. Fakta – fakta sosial itu juga mempunyai sifat

umum dalam arti bahwa pengaruhnya biasnaya tidak terbatas kepada satu atau beberapa

individu saja,melainkan kepada sebagaian besar warganya yang bersangkutan.

Fakta – fakta sosial harus dipelajari secara obyektif,dengan memandangnya

sebagai benda,dengan ini Durkheim bermaksud menekankan bahwa ahli sosiologi harus

berusaha menganggap gejala – gejala sosial itu sebagai kejadian – kejadian yang

kongkrit,dengan suatu lokasi tempat yang nyata.

Pandangan mengenai fakta – fakta sosial itu sebagai hal – hal yang mempunyai

entitas sendiri memang sangat penting,walaupun konsepnya mengenai fakta sosial masih

belum seksama. Ia seringkali menyamakan fakta sosial dengan gejala sosial. Gagasan

kolektif merupaka suatu konsep yang menjadi penting sekali dala karyanya, Durkheim

menerangkan bahwa dalam alam pikiran individu warga masyarakat biasnya terjadi

gagasab – gagasan dari proses psikologi dalam organisma seorang individu,yang berupa

penagkapan pengalaman,rasa,sensasi dan yang terjadi sdalam organidma fisik, gagasan

kolektif oleh Durkheim dianggap berda diluar diri para individu. Karena sesudah

tercetuskan mendapat formasi ,dikembangkan dan dimantapkan maka gagasan kolektif

biasanya tersimnpan dalam bahasa dari masyarakat.

IV. Teori Sosial Marcel Mauss

Konsepsi Mauss mengenai intensifikasi integrasi sosial,ia mengembangkan suatu

konsep strukturfungsional yang penting mengenai integrasi sosial masyarakat manusia.

Page 6: Antropologi Klasik

Mauss sendiri memang belum pernah mengunjungi Eskimo,tetpi ia telah membaca lebih

dari 200 buah buku dan karangan mengenai masyarakat Eskimo.

Karangan Mauss dan Beuchat mulai dengan suatu uraian geografi-ekologikal

mengenai lingkungan alam kutub dari daerah pemukiman Eskimo. Kelompok –

kelompok Eskimo yang menjadi bahan analisa mereka berjumlah 51 kesatuan,yang

tersebar. Kasus kehidupan masyarakat Eskimo menurut Mauss dapat memberi kita

pelqajaran bahwa solidaritas sosial daro suatu masyarakat dapat saja megendor dan

menjadi intensif lagi menurut musim,sehingga perlu ada usaha – usaha khusus untuk

berulang – ulang mengintensifkan kembali solidaritas sosial itu. Salah satunya adalah

sentiment keagamaan yang diintensifkan kembali oleh upacara keagamaan

V. Teori Strukturalisme Levi’ Straus

Pandangan Eropa terhadap dimensi kehidupan sosial seperti konsepsi Jean Paul

Sartre tentang eksistensi manusia mendahuli esensi sehingga sebagai subjek, manusia

adalah mahluk yang bebas, otonom (subjektifitas). Sementara itu Claude Levi Staruss

(yang juga orang Perancis) mendemonstrasikan konsepnya menentang pandangan tersbut

dengan mengatakan bahwa manusia tidak sebebas apa yang telah dikemukakan Sartre.

Bagi Levi Strauss, Manusia tidak selalu bertindak sadar da membuat pilihan dam

kebebasan total, tetapi ada struktur yang selalu berada dibalik gejala yang diam-diam,

tanpa disadari bahkan menentukan pilihan-pilihan partikular individu.3 Sampai pada

perkembangan sejarah teori hingga kini Strukturalisme selalu diidentikkan dengan Levi

Strauss yang telah berhasil mengembangkan paradigma yang terbilang sangat fenomenal

dalam pendekatan kebudayaan, lebih dari itu semua uapayanya dalam mengajarkan

kepada kita tentang apa sesungguhnya kebudayaan. Meski begitu, banyak beberapa ahli

antropologi yang mengkritiknya dengan menggagap bahwa kerangka teoritiknya terlalu

menyederhanakan masalah serta pandangannya tentang sistem kekerabatan yang terlalu

meremehkan martabat wanita (bias gender).

Namun, sebelum melangkah lebih jauh, mungkin kita bertanya apa yang ia

maksud dengan “struktur” atau “strukturalisme”? untuk pertanyaan tersebut Heddy Shri

3 Sejarah diskursus yang melingkupi intelektualitas di Perancis seperti yang dituliskan H. Dwi Kristanto, “Strukturalisme Levi Strauss dalam kajian Budaya” dalam Teori Kebudayaan Jakarta

Page 7: Antropologi Klasik

Ahimsa-Putra menerjemahkannya dengan cukup baik. Mengenai struktur, Levi Strauss

mengatakan bahwa struktur adalah model yang dibuat oleh ahli antropologi untuk

memahami atau mejelaskan gejala kebudayaan yang dianalisisnya, yang tidak ada

kaitannya dengan fenomena itu sendiri, dengan kata lain struktur adalah relations of

relations (relasi dari relasi) atau system of relation . Disinilah Levi Strauss berbeda

pandangan dengan Radcliffe Brown yang mengatakan bahwa relasi-relasi empiris antar

individu.4

Struktural yang telah dikembangkan oleh Levi Staruss juga tidak terlepas dari

pengaruh tokoh dan pemikiran lain, yakni Karl Marx, Sigmund Freud dan ilmu geologi.

Yang menarik dari pandangan Marx menurutnya dalah bahwa bentuk-bentuk kondisi

permukaan dalam masyarakat (politik dan ekonomi) yang sekilas tampak sedanya, kacau

balau seprti adanya pemogokan, kemiskinan, ekspliotasi dansebagainya sesungguhnya

dapat dirunut kedalam mata rantai sebab-akibat di bawah permukaan yakni

sekitarpemilikan kapital, saran produksi dan stritur kelas. Sedang melalui Sigmund Freud

menerangkan tentang “ketidaksadaran” dan kemungkinan memetakan struktur jiwa

manusia atau bisa Levi staruss sebutkan dengan “human mind”,dan bahwa dari sedikit

tanda-tanda yang muncul dalam suatu masyarakat (mitologi, ritual dan adat) dapat

disusun sebuah gambar tentang sistem kebudayaan sebuah masyarakat. Levi staruss juga

senang dengan ilmu geologi yang mempelajari tekstur permukaan tanah. Ia kagum

bahwasanya struktur bebatuan yang tersembunyi di bawah tanah dapat dipakai untik

menjelaskan tekstur permukaan bumi. Dari Marx, Freud dan ilmu geologi ini, Levi

Staruss belajar bahwa fenomena di permukaan atau biasa disebutnya dengan “struktur

luar”, yang tampak seadanya ternyata ditentukan oleh “struktur dalam” yang kurang

lebih bersifat teratur dan tetap.

Kecuali ketiga hal tersebut yang paling mempengaruhi tentu saja adalah linguistik

struktural. Seperti Ferdinand de Saussure yang merasa perlu mengkaji dan mengurai

langue dan bukan Parole, Levi Staruss berpendapat bahwa kita perlu melampaui studi

atas gejala yang ada di permukaan (misalnya mitos) dan mengurai logika generatif dalam

sistem kultural. Penggunaan ilmu linguistik sebagai model dalam kajiannya

4 Uraian pandangan tentang Levi Staruss, Heddy Shri Ahimsa Putra (2006) dalam “Strukturalisme Levi Strauss Mitos dan Karya Sastra”, Kepel Press, Yogyakarta

Page 8: Antropologi Klasik

dimungkinkan oleh keyakinan dan pandagannya bahwa bahasa merupakan kondisi bagi

kebudayaan karena material yang digunakan dalam membangun bahsa pada dasarnya

adalah material yang samatipe/jenisnya dengan material yang membentuk kebudayaan.

Apakah material tersebut? Tak lain adalah relasi-relasi logis, oposis, korelasi dan

sebagainya. Baik bahasa maupu kebudayaan merupakan hasil pemikiran manusia

sehingga ada hubungan korelasi diantara keduanya. Selain itu pula ada beberapa asumsi

yang mendasari penggunaan paradigma linguistik struktural dalam menganalisis

kebudayaan, yakni5 :

1. Dalam strukturalisme Levi Straus ini, beberapa aktifitas sosialseperti mitos, ritual-

ritual, sistem kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal dan sebagainya secara

formal dapat dilihat sebagai bahasa yakni sebagaitanda dan simbol yang

menyampaikan pesan tertentu. Ada keteraturan dan keterulangan dalam fenomena-

fenomena tersebut.

2. Kaum strukturalis percaya bahwa dalam diri manusia secara genetis terdapat

kemampuan “structuring”, menyusun suatu struktur tertentu di hadapan gejala-

gejala yang dihadapi.

3. Sebagaimana makna sebuah kata ditentukan oleh relasi-relasinya dengan kat-kata lain

pada suatu titik waktu tertentu (sinkronis), para strukturalis percaya bahwa relasi-

relasi suatu fenomena budaya dengan fenomena lain pad suatu titik tertentulah yang

menentukan makn fenomena tersebut.

4. relasi-relasi pada struktur dalam dapat disederhanakan menjadi oposisi biner.

TUGAS FINAL TEST

MATA KULIAH SEAJARAH TEORI ANTROPOLOGI 1

RANGKUMAN PEMBAHASAN TEORI-TEORI ANTROPOLOGI

5 Lihat H. Dwi Kristanto, “Strukturalisme Levi Strauss dalam kajian Budaya” dalam Teori Kebudayaan Jakarta

Page 9: Antropologi Klasik

ANDI MUHAMMAD YUSUF K

NIM : E 511 05 027

JURUSAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2007