antropologi

Upload: marlina-wirmas

Post on 07-Mar-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Essay terkait fan fiction dalam budaya antropologi

TRANSCRIPT

  • KETIMPANGAN WILAYAH ANTAR PROVINSI DI PULAU

    SUMATERA DAN PENGARUHNYA TERHADAP BUDAYA

    MASYARAKAT

    Marlina Wirmas 15412056

    Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung

    __________________________________________________________________________________

    I. PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan negara kepulaun

    yang terdiri dari ribuan pulau dan merupakan

    pertemuan dari 3 lempeng benua yang

    memberikan keuntungan tersendiri bagi

    indonesia. Dengan letak geografis yang sangat

    strategis ini, berbagai kekayaan sumber daya

    alam tersebar ke seluruh wilayah Indonesia.

    Selain itu Indonesia juga memiliki banyak potensi

    baik dari segi sumber daya alam maupun

    sumberdaya lainnya. Tetapi sayangnya masih

    terdapat beberapa wilayah yang belum dapat

    mengembangkan daerahnya sendiri sehingga

    terjadilah ketimpangan wilayah antar Indonesia.

    Pembangunan di Indonesia yang kurang

    merata dan sebagian besar masih terpusat di

    Pulau Jawa dan sekitarnya, membuat Indonesia

    sangat rawan terhadap ketimpangan, baik dari

    segi ekonomi, sosial-pendidikan, pembangunan,

    modernisasi, yang membuat beberapa wilayah

    Indonesia menjadi tertinggal dan tidak dapat

    berkembang.

    Perhitungan nilai ketimpangan antar

    wilayah sebaiknya dilakukan sebagai dasar untuk

    melakukan pembangunan wilayah, karena pada

    prinsipnya perencanaan wilayah dilakukan untuk

    mengurangi ketimpangan yang terjadi antar

    wilayah. Sehingga dalam penelitian ini kami akan

    menganalisis nilai ketimpangan wilayah yang

    terjadi di Indonesia, khususnya di Pulau

    Sumatera.

    Pemilihan Pulau Sumatera sebagai

    wilayah analisis kami disebabkan oleh beberapa

    pertimbangan. Pertama, Pulau Sumatera memiliki

    letak geografis Pulau Sumatera di Indonesia,

    yaitu dekat dengan Singapura, Malaysia dan

    India. Hal ini bisa menjadi potensi

    pengembangan Pulau Sumatera ke depannya.

    Seperti Batam yang telah dikembangkan karena

    letak strategisnya yang dekat dengan Singapura.

    Untuk mengembangkan potensi ini sebaiknya

    diketahui dahulu apakah terjadi ketimpangan di

    pulau ini sehingga wilayah yang timpang tersebut

    harus mendapatkan perhatian khusus agar

    pembangunannya dapat merata. Kemudian yang

    kedua, beberapa wilayah di Pulau Sumatera

    memiliki keunggulan khusus di bidang sumber

    daya alam, yaitu adanya potensi pertambangan.

    Sehingga dalam penelitian ini ngin dilihat apakah

    potensi sumberdaya ala mini akan

    memepengaruhi munculnya ketimpangan wilayah

    di Pulau Sumatera.

    Adanya pemekaran wilayah di Pulau

    Sumatera seharusnya dapat membantu

    meningkatkan perekonomian dan pembangunan

    di daerah pemekaran tersebut. Melalui indeks

    ketimpangan, ingin dilihat apakah wilayah yang

    telah mengalami pemekaran ini pembangunannya

    dapat lebih baik sehingga dapat mengurangi

    terjadinya ketimpangan atau malah sebaliknya.

    Di lain pihak ketimpangan yang terjadi

    antar wilayah juga diikuti dengan perbedaan

    budaya dari masyarakatnya. Wilayah yang

    memiliki ketimpangan lebih tinggi memiliki

    karakteristik budaya yang berbeda disebabkan

    oleh pembangunan yang tidak merata di dalam

    wilayah tersebut. Pada tulisan ini nantinya juga

    akan dibahas mengenai pengaruh ketimpangan

    wilayah terhadap budaya masyarakat.

    II. TUJUAN

    1. Bagaimana kondisi ketimpangan wilayah

    antar provinsi di Pulau Sumatera?

    2. Bagaimana kondisi ketimpangan wilayah di

    masing-masing provinsi di Pulau Sumatera?

    3. Bagaimana ketimpangan antar wilayah

    mempengaruhi budaya masyarakat?

    III. GAMBARAN UMUM

    Pulau Sumatera merupakan salah satu

    pulau terbesar di Indonesia, luasnya sebesar

    443.065,8 km2. Pulau ini berbatasan langsung

    dengan Samudera Hindia di sebelah barat, Selat

    Malaka di sebelah timur, Selat Sunda di sebelah

    selatan, dan Teluk Benggala di sebelah utara. Di

    pulau ini terdiri dari sepuluh provinsi, yaitu

  • Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera

    Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau,

    Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka

    Belitung, dan Lampung.

    Seperti wilayah lain di Indonesia, Pulau

    Sumatera memiliki sumber daya alam yang

    sangat kaya. Dari lima provinsi kaya di

    Indonesia, tiga provinsi terdapat di Pulau

    Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Riau dan

    Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama dari pulau

    Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak

    bumi, timah, bauksit, batubara dan gas alam.

    Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera juga banyak

    menghasilkan barang tambang, seperti penghasil

    gas alam di Arun (Nangroe Aceh Darussalam),

    penghasil minyak bumi di Pangkalan Brandan

    (Sumatera Utara), Duri, Dumai, dan Bengkalis

    (Riau), Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera

    Selatan), penghasil batubara di Tanjung Enim

    (Sumatera Selatan), penghasil bauksit di

    Tanjungpinang (Kepulauan Riau), dan penghasil

    semen di Indarung (Sumatera Barat).

    Dari segi kependudukan, pulau ini

    memiliki jumlah penduduk pada tahun 2010

    sebanyak 52.210.926 jiwa dengan kepadatan

    penduduk sebesar 96 jiwa/km. Suku yang ada di

    pulau ini juga sangat beragam, mulai dari Suku

    Aceh, Batak, Melayu, Minangkabau, Besemah,

    Suku Rejang, Ogan, Komering, dan Lampung. Di

    wilayah pesisir timur Sumatera dan di beberapa

    kota-kota besar seperti Medan, Batam,

    Palembang, Pekanbaru, dan Bandar Lampung,

    banyak bermukim etnis Tionghoa. Penduduk

    pulau Sumatera hanya terkonsentrasi di wilayah

    Sumatera Timur dan dataran tinggi Minangkabau.

    Mata pencaharian penduduk Sumatera sebagian

    besar sebagai petani, nelayan, dan pedagang.

    IV. TINJAUAN KETIMPANGAN WILAYAH

    DAN BUDAYA MASYARAKAT

    Ketimpangan wilayah pada dasarnya

    disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan

    sumberdaya alam dan perbedaan kondisi geografi

    yang terdapat pada masing masing wilayah. Teori ketimpangan wilayah salah satunya

    dikemukakan oleh J.G Williamson, salah satu

    tujuan perencanaan wilayah adalah untuk

    mengurangi Indeks Ketimpangan wilayah.

    Berikut ini adalah rumus perhitungan Indeks

    ketimpangan wilayah menurut Williamson

    y

    n

    fiyyi

    vw

    2)(

    Dimana :

    fi = Penduduk daerah ke-i

    n = Penduduk nasional

    yi = Pendapatan perkapita daerah ke-i

    = Pendapatan perkapita nasional

    Semakin tinggi nilai vw yang di

    dapatkan, maka ketimpangan antara wilayah

    (daerah) satu dengan wilayah nasional semakin

    tinggi. Sedangkan jika nilai vw yang didapatkan

    rendah atau mendekati not, maka ketimpangan

    antar wilayah tersebyt semakin rendah.

    Suatu wilayah (negara) yang memiliki

    pendapatan per kapita yang rendah, memiliki

    ketimpangan wilayah yang kecil. Namun,

    semakin tinggi nilai pendapatan per kapita, maka

    ketimpangan antarwilayah akan semakin tinggi,

    dan seterusnya nilai ketimpangan wilayah

    menjadi rendah kembali seiring dengan

    meningkatnya pendapatan per kapita yang

    dialami suatu wilayah (negara).

    Selain pendapatan per kapita, variabel

    lain yang dapat dijadikan acuan dalam

    mengetahui ketimpangan antarwilayah adalah

    kemauan politik (intervensi), luas wilayah

    (semakin luas wilayah suatu negara, disparitasnya

    semakin kecil) karena semakin mungkin

    menyebar.

    Indeks ketimpangan wilayah antara

    negara satu dengan negara lain berbeda,

    dikarenakan karakter masing-masing negara

    berbeda. Nilai indeks yang tinggi di satu wilayah

    belum tentu tinggi bagi wilayah yang lain. Hal ini

    dikarenakan perbedaan masing-masing wilayah

    (negara). Dengan demikian, nilai indeks tidak

    memiliki batasan terendah dan batasan tertinggi

    secara umum (internasional), melainkan nilai

    indeks yang rendah dan tinggi sangat berbeda

    antar wilayah.

    V. TINJAUAN KEBUDAYAAN

    Kebudayaan adalah suatu kelompok cara-

    cara merasa, berfikir dan bertingkah laku, yang

    sudah menjadi kebiasaan dari sejumlah manusia

    tertentu sehingga dapat dipandang sebagai ciri2

    masyarakat itu. Semua faktor itu saling

    mempengaruhi dan mempunyai tugas-tugas

    tertentu di dalam keseluruhan hubungan-

    hubungan kebudayaan itu. Oleh sebab itu, setiap

    perubahan besar dalam lingkungan bagian yang

    satu mempengaruhi lingkungan bagian yang lain

    dan dengan demikian mengakibatkan perubahan

    susunan pula. Jadi kebudayaan adalah suatu

  • bentuk hidup masyarakat, yang agak tetap dan

    berlaku untuk beberapa generasi. (Behrendf, 1974

    : 36)

    Industrialisasi merupakan aspek dari

    paham modernisasi yang pada tingkatan negara-

    negara berkembang ternyata mempunyai

    kelemahan-kelemahan mendasar, walaupun

    paham modernisasi terlanjur menjadi rujukan

    utama dalam proses pembangunan (Dove,

    1985:45).

    Soemardjan mengatakan perubahan sosial

    adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga

    kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang

    mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk

    didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola

    kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam

    masyarakat (dalam, Soekanto, 1974: 217).

    Perubahan sosial merupakan bagian dari

    perubahan budaya. Soekanto (1990) mengatakan

    perubahan dalam kebudayaan mencakup semua

    bagian, yang meliputi kesenian, ilmu

    pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya.

    Soemardjan (1982) mengemukakan

    bahwa perubahan sosial dan perubahan

    kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu

    keduanya bersangkut paut dengan suatu cara

    penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan

    dalam cara suatu masyarakat memenuhi

    kebutuhannya.

    Menurut Soekanto (1990), penyebab

    perubahan sosial dalam suatu masyarakat

    dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari

    dalam dan luar. Faktor penyebab yang berasal

    dari dalam masyarakat sendiri antara lain

    bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk,

    penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat,

    terjadinya pemberontakan atau revolusi.

    Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat

    adalah lingkungan fisik sekitar, peperangan,

    pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

    V. ANALISIS

    Ketimpangan Antar Provinsi di Pulau

    Sumatera

    Berdasarkan hasil perhitungan VW

    indeks antar provinsi, didapatkan angka 0,609.

    Angka ini berdasarkan Analisis Kesenjangan

    Wilayah, tergolong ketimpangan sedang yang

    rentang indeks VW-nya adalah 0,3-0,7. Ini berarti

    terdapat beberapa provinsi yang memiliki PDRB

    perkapita jauh melebihi rata-rata PDRB perkapita

    provinsi lainnya.

    Terdapat dua provinsi yaitu Riau dan

    Kep. Riau yang PDRB perkapitanya jauh

    melebihi provinsi lainnya, sehingga memengaruhi

    perhitungan VW indeks. Kedua provinsi ini

    memiliki PDRB perkapita yang tinggi karena

    terdapat industri dan migas yang menjadi sektor

    andalannya. Selain itu letak geografis yang

    strategis berdekatan dengan Singapura

    menjadikan pertumbuhan kedua sektor ekonomi

    tersebut pesat dan sangat maju jika dibandingkan

    dengan ke-delapan provinsi lainnya di Pulau

    Sumatera.

    Ketimpangan Antar Kabupaten/ Kota setiap

    Provinsi di Pulau Sumatera

    Berdasarkan data Analisis Kesenjangan

    Wilayah Tahun 2013 oleh Bappenas, didapatkan

    hasil VW Indeks untuk masing-masing provinsi

    di Pulau Sumatera sebagai berikut:

    Tabel 1.

    Indeks Williamson Provinsi di Pulau

    Sumatera

    PROVINSI INDEKS

    WILLIAMSON

    Aceh 0.65

    Sumatera Utara 0.72

    Sumatera Barat 0.34

    Riau 0.66

    Jambi 0.47

    Sumatera Selatan 0.74

    Bengkulu 0.4

    Lampung 0.43

    Kep. Bangka Belitung 0.28

    Kep. Riau 0.38

    Provinsi yang memiliki angka

    ketimpangan tertinggi adalah provinsi Aceh,

    Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan.

    Indeks Williamson di Provinsi Aceh menurun

    setiap tahunnya, berbeda dengan angka Indeks

    Williamson Provinsi Sumatera Utara yang selalu

    naik selama empat tahun dan turun pada tahun

    2011. Sementara itu, untuk Provinsi Riau dan

    Sumatera Selatan menunjukan fluktuasi dalam

    kurun waktu lima tahun tersebut.

    Provinsi yang memiliki angka

    ketimpangan terendah adalah Kepulauan Bangka

    Belitung dan Sumatera Barat. Bangka Belitung

    memilki angka yang naik turun, dan Sumatera

    Barat memiliki angka yang tetap kemudian

    menurun dalam waktu lima tahun tersebut.

  • Perubahan angka ketimpangan pada kedua

    provinsi ini cukup kecil.

    Terdapat empat provinsi yang memiliki

    VW Indeks tertinggi, yaitu Aceh, Sumatera

    Utara, Riau, dan Sumatera Selatan. Provinsi Aceh

    memiliki angka ketimpangan sebesar 0,62 pada

    tahun 2011. Hal ini disebabkan karena terdapat

    satu kota, yaitu Lhokseumawe yang memiliki

    PDRB perkapita paling tinggi sebesar 62.330 juta

    per jiwa, dan sangat jauh perbedaannya dengan

    rata-rata PDRB perkapita provinsi yaitu 18.606

    juta per jiwa pada tahu 2011. Tingginya PDRB

    pada Kota Lhoksumawe disebabkan karena

    terdapat industri migas, yaitu industri petrokimia

    modern yang menjadi penyumbang pemasukan

    tertinggi. Kota ini memiliki SDA berupa gas

    alam, sehingga menarik investor untuk

    mendirikan perusahaan petrokimia disini. Salah

    satu perusahaan terbesar adalah PT. Arun Natural

    Gas Liquefaction (NGL) Co, yang merupakan

    industri pengolahan gas alam cair, dan

    memproduksi gas LPG untuk Pertamina. Seiring

    dengan berkembangnya industri gas alam,

    industr-industri lain juga didirikan dan

    membentuk suatu kawasan industri di Kota ini.

    Pertumbuhan jumlah industri hanya terjadi di

    kota ini dan tidak merambah ke daerah lain di

    Provinsi Aceh, sehingga menyebabkan

    ketimpangan wilayah antar kabupaten/ kota di

    Aceh tergolong tinggi.

    Provinsi kedua yang memiliki indeks

    VW tinggi adalah Sumatera Utara, dengan angka

    0,72 pada tahun 2011. Kabupaten dengan PDRB

    perkapita tertinggi adalah Batubara sebesar

    50.066 juta per jiwa. Sedangkan PDRB perkapita

    rata-rata provinsi adalah sebesar 23.975 juta per

    jiwa. Kontribusi PDRB Kabupaten Batubara yang

    tertinggi adalah dari sektor industri pengolahan,

    yaitu yang berasal dari PT. Indonesia Asahan

    Aluminium (INALUM). Perusahaan ini

    merupakan joint venture Pemerintah Indonesia

    dengan perusahan swasta asal Jepang, yang

    bergerak pada industri peleburan alumunium, dan

    merupakan satu-satunya di Asia Tenggara.

    INALUM banyak membangun berbagai

    infrastruktur di sekitar kawasan industrinya, yaitu

    PLTA Sungai Asahan, Pelabuhan Kuala Tanjung,

    stasiun pembangkit listrik, dan bendungan.

    Industri ini menjadi penyupply alumunium ke

    Jepang dan negara-negara lain, dengan

    pendapatan bersih pertahun lebih dari 50 juta

    dolar. Selain Kabupaten Batubara, Kota Medan

    juga memiliki PDRB perkapita tinggi dengan

    angka 44.214 juta per jiwa. Status Kota Medan

    sebagai kota terbesar di Pulau Sumatera yang

    memiliki beragam sektor ekonomi, menjadikann

    PDRB perkapita kota ini tinggi. Selain kedua

    daerah itu, kab/kota lain di Sumatera Utara

    memiliki PDRB perkapita berkisar antara 10.000-

    25.000 juta perjiwa. Karena terdapat perbedan

    yang jauh antara dua daerah dengan daerah ini,

    maka menghasilkan ketimpangan antar daerah

    yang cukup tinggi di Provinsi Sumatera Utara.

    Provinsi Riau juga tergolong memiliki

    indeks ketimpangan tertinggi di Sumatera dengan

    angka 0,68. PDRB rata-rata provinsi ini tergolong

    tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau

    Sumatera, namun terdapat satu Kabupaten yaitu

    Bengkalis yang memiliki PDRB perkapita

    sebesar 206.862 yang sangat jauh dengan rata-

    rata provinsi sebesar 72.031 juta perjiwa. Analisis

    tingginya pendapatan Bengkalis adalah karena

    terdapat SDA migas dan perkebunan kelapa sawit

    yang melimpah di Kabupaten ini. Beberapa

    perusahaan besar yang berada di kabupaten ini

    antara lain PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI)

    dan BOB Pertamina. Kekayaan alam berupa

    minyak bumi di kabupaten ini mendorong banyak

    perusahaan dan industri datang berinvestasi ke

    kabupaten ini. Perbandingan PDRB Kabupaten

    Bengkalis tanpa migas dengan migas mencapai

    lima kali lipatnya. Hal ini menjadikan sektor

    migaslah yang sangat berpengaruh dalam PDRB

    perkapita Kabupaten Bengkalis. Ketimpangan

    yang terjadi di Provinsi Riau disebabkan oleh

    perbedaan jumlah SDA yang berada pada

    masing-masing daerah.

    Provinsi lain yang memiliki indeks

    ketimpangan antar wilayah tinggi adalah

    Sumatera Selatan, dengan angka ketimpangan

    mencapai 0,74. Kabupaten dengan PDRB

    perkapita tertinggi adalah Musi Banyuasin,

    dengan angka 53.905 juta per jiwa, dengan rata-

    rata provinsi adalah 23.980 juta per jiwa. Seperti

    Bengkalis, kabupaten ini memiliki sektor

    pertambangan dan energi yang melimpah dengan

    sumbangan ke PDRB sebesar 66,86%. Terdapat

    tiga perusahaan migas besar yang berlokasi di

    kabupaten ini, yaitu PT. Conoco Phillips, PT.

    Medco, dan Pertamina.

    Terdapat dua provinsi yang memiliki

    Indeks VW terendah, yaitu Provinsi Kepulauan

    Bangka Belitung dan Sumatera Barat. Provinsi

    Kepulauan Bangka Belitung memiliki angka

    ketimpangan sebesar 0,28 pada tahun 2011. Dari

    tahun ke tahun indeks VW di Provinsi ini

    memang selalu menjadi yang terendah diantara

    provinsi lainnya. Hal ini terjadi karena di provinsi

    tersebut, tidak ada kota/kabupaten yang

  • perkembangannya terlalu mencolok. Hal ini

    terlihat dari data PDRB, pada tahun 2007, sektor

    primer yang menopang perekonomian di provinsi

    tersebut adalah sektor pertanian sebesar 18,67%

    dan sektor pertambangan sebesar 20,40%.

    Pertambangan timah di wilayah tersebut

    jumlahnya semakin sedikit, oleh karena itu sejak

    tahun 2007 Provinsi Bangka Belitung didominasi

    oleh kelompok industri kimia dan bahan

    bangunan, yaitu sebanyak 1187 unit usaha yang

    tersebar di seluruh kabupaten/kota di provinsi

    tersebut.

    Sementara itu, Provinsi Sumatera Barat

    memiliki angka ketimpangan sebesar 0,34 pada

    tahun 2011. Dari tahun ke tahun indeks VW di

    Provinsi Sumatera Barat memang selalu

    menurun. Rendahnya tingkat ketimpangan di

    provinsi Sumatera Barat terjadi karena di provinsi

    tersebut tidak terjadi konsentrasi kegiatan

    ekonomi yang terlalu mencolok di salah satu

    kota/kabupaten. Selain itu, semenjak tahun 2009,

    setelah terjadinya bencana gempa bumi,

    perekonomian di provinsi ini terus membaik,

    dimana terjadi pertumbuhan ekonomi yang

    mencapai 0,90%.

    Dari segi PDRB per kapita dari masing-

    masing kabupaten/kota yang ada di Kepulauan

    Bangka Belitung maupun di Sumatera Barat,

    tidak ada kota/kabupaten yang memiliki nilai

    PDRB yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah.

    Selain itu, sumber daya alam di kedua provinsi

    tersebut juga tidak ada kota/kabupaten yang

    memiliki kekayaan sumber daya alam yang

    terlalu mencolok. Hal inilah yang menyebabkan

    rendahnya tingkat ketimpangan wilayah di

    Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan

    Sumatera Barat.

    Pengaruh Ketimpangan Wilayah dengan

    Kebudayaan Masyarakat

    Terdapatnya sumber daya alam yang

    berbeda di setiap provinsi menyebabkan

    ketimpangan pada antar provinsi dan kabupaten/

    kota di Pulau Sumatera. Sumber daya alam yang

    melimpah kemudian dijadikan industri yang

    kemajuan pembangunan pada daerah yang

    memilikinya. Industri yang hadirpun berskala

    besar dan memiliki pengaruh yang sangat besar

    kepada wilayahnya. Begitu pula dengan sosial

    kependudukan, dimana lahirnya industri secara

    tidak langsung mengubah kebiasaan dan budaya

    masyarakat sekitarnya, yang bisa saja berbeda

    dengan wilayah yang tidak memiliki industri

    besar.

    Sebelum memiliki industri besar, rata-

    rata budaya yang terdapat di wilayah Pulau

    Sumatera masih bersifat tradisional dengan

    semangat gotong royong yang tinggi. Namun

    seterlah hadirnya industri perlahan budaya

    tersebut memudar dikarenakan industri yang

    membawa modenisasi ke sana. Industri yang

    membuka lapangan pekerjaan dalam jumlah besar

    menyebabkan perubahan struktur mata

    pencaharian utama pada penduduk lokal. Selain

    itu banyak juga penduduk yang bermigrasi ke

    sana akibat banyaknya lapangan pekerjaan yang

    terdapat di industri maupun di wilayah

    sekitarnya.

    Pertambahan jumlah penduduk dari luar

    ke dalam wilayah industri tersebut menyebabkan

    heterogenitas budaya di dalam masyarakatnya.

    Disini terjadi perubahan sosial dimana merubah

    pola kelakukan masyarakat di dalamnya.

    Berdasarkan hasil penelitian dampak kehadiran

    industri terhadap kehidupan sosial Masyarakat

    Desa Pesisir Lalang tempat terdapatnya Pabrik

    Inalum di Sumatera Utara (Mhd. Dian Safei,

    2010), diketahui bahwa heterogenitas suku tidak

    menyebabkan permasalahan interaksi antar

    masyarakat. Mereka saling menjalin sillaturrahmi

    ketika terdapat suatu acara maupun musibah.

    Bahkan telah banyak penduduk asli yang

    menikah dengan penduduk pendatang sehingga

    dapat dikatakan kedatangan penduduk baru tidak

    menimbulkan dampak negatif bagi penduduk asli

    dari segi interaksi sosial.

    Dari segi struktur pekerjaan utama

    masyarakat, terjadi perubahan dari yang awalnya

    pada sector pertanian menjadi sector jasa swasta

    dengan bekerja di Pabrik serta sector informal

    seperti berdagang di sekitar pabrik. Ekonomi di

    wilayah ini menjadi tumbuh dan terjadi

    pergeseran wilayah dari yang awalnya masih desa

    menjadi mengkota.

    Modernisasi yang terjadi di wilayah

    tempat industri berada memengaruhi budaya

    masyarakat sekitar. Pergeseran budaya yang

    terjadi adalah menurunnya budaya tolong

    menolong dan gotong royong dalam aktivitas

    masyarakatnya.

    Sebelum terdapatnya industri, dimana

    mayoritas penduduk bekerja pada sector

    pertanian, gotong royong di aktivitas sehari-hari

    masyarakat masih sangat kental terutama pada

    aktivitas pertanian, sekitar rumah tangga, serta

    saat menyelenggarakan acara dan musibah.

    Pada aktivitas pertanian, sebelum

    terdapatnya industri petani melakukan aktivitas

    pengolahan tanah dan pemanenan dibantu oleh

  • tetangga dan masyarakat sekitar tanpa ada

    imbalan. Sebagai gantinya saat penduduk lain

    meminta tolong maka akan dibantu juga oleh

    petani tersebut. Namun ketika banyak penduduk

    yang beralih profesi bekerja di pabrik, semakin

    sedikit terjadi gotong royong dalam kegiatan

    pertanian. Dalam mengolah lahan sampai panen,

    petani sekarang cenderung mengupahkannya

    pada satu orang untuk mengerjakannya.

    Kemudian pada aktivitas rumah tangga

    yang terlihat dalam membangun rumah, biasanya

    penduduk akan saling membantu dalam

    pembangunan saatn menggali pondasi,

    menaikkan kayu penyangga atap, dan

    pemasangan genting. Mereka akan menyediakan

    alat sendiri untuk digunakan dalam

    pembangunan. Namun setelah terjadi perubahan

    wilayah yang menjadi lebih moder, masyarakat

    menginginkan rumah yang dibangun lebih bagus

    dan sempurna sehingga mereka akan cenderung

    memanggil tukang untuk mengerjakan semua

    pembangunan. Selain itu penduduk juga

    merasakan sungkan apabila ingin meminta tolong

    pada orang lain karena ditakutkan akan

    merepotkan.

    Dalam kegiatan penyelenggaraan acara

    seperti pesta dan upacara, sama seperti kegiatan

    sebelumnya, juga diselenggarakan dengan

    bantuan tetangga. Para ibu ibu akan membantu

    pada urusan dapur dan para bapak-bapak akan

    mengurus tempat acara. Sekarang setelah berubah

    menjadi modern, saat menyelenggarakan acara

    masyarakat lebih memilih untuk memanggil

    catering untuk urusan makanan dan meminta

    pertolongan hanya kepada kerabat dan tetangga

    terdekat saja.

    Berdasarkan penjelasan tersebut, maka

    dapat diambil kesimpulan bahwa terdapatnya

    industry pada suatu wilayah akan merubah

    budaya masyrakat setempat dimana menjadi lebih

    modern dan individualis. Masyarakat tidak lagi

    membudayakan gotong royong dalam aktivitas

    sehari-harinya dan lebih memilih untuk

    mengupahkannya.

    Ketimpangan wilayah yang terjadi juga

    memunculkan ketimpangan budaya dimana

    wilayah yang lebih maju akan lebih modern

    karena terdapatnya pembangunan yang lebih

    pesat. Oleh sebab itu ketimpangan wilayah secara

    tidak langsung akan membawa kepada pergeseran

    budaya gotong royong pada wilayah yang lebih

    maju.

    VI. KESIMPULAN

    Analisis mengenai angka ketimpangan

    antar daerah di Pulau Sumatera menunjukkan

    bahwa faktor sumber daya alam menjadi

    penyebab tingginya angka ketimpangan. SDA

    berupa minyak dan gas alam saat ini masih

    menjadi modal utama yang dapat menumbuhkan

    industri dan berdampak kepada tingginnya PDRB

    perkapita suatu daerah, dan menyebabkan

    perbedaan pendapatan yang tinggi antar daerah

    pengahasil migas dengan daerah yang tidak.

    Selain itu, provinsi yang memiliki kota besar

    dengan pembangunan yang pesat, cenderung

    memiliki ketimpangan yang semakin besar

    [Sumut, Sumsel, dan Riau].

    Ketimpangan juga berpengaruh kepada

    pergeseran budaya dimana wilayah yang lebih

    maju dimana terjadi industrialisasi,

    masyarakatnya menjadi lebih modern dan

    individualis sehingga budaya gotong royong yang

    dulu sangat lekat menjadi pudar.

    Sumber:

    Safei, Mhd Dian. 2010. Dampak Industrialisasi

    terhadap Kehidupan Sosial, Ekonomi dan

    Budaya Masyarakat. Skripsi. Departemen

    Antropologi Fisip Universitas Sumatera

    Utara.

    www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1516

    id.wikipedia.org/wiki/Sumatera

    id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Bangka_Belitung

    id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Barat

    mubakab.go.id/index.php/public/potensi_daerah/perta

    mbangan/16

    www.bengkaliskab.go.id/semua-download.html

    www.otoritaasahan.go.id/inalum/think_aluminium.htm

    bappeda.batubarakab.go.id/daftar-grafik/industri-

    pengolahan/

    id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Utara