antihistamin

17

Click here to load reader

Upload: mada-dwi-hari

Post on 29-Sep-2015

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

1. AntihistaminPenurunan efek histamin dalam tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara. Antagonis fisiologis terutama epinefrin bekerja melawan histamin pada otot polos yang dapat digunakan untuk anafilaksis sistemik. Selain itu, juga dapat dilakukan pelepasan inhibitor yang menurunkan degranulasi sel mast yang dipicu oleh antigen IgE seperti kromolin dan nedokromil. Reseptor antagonis histamin merupakan jalan lain yang dapat dipakai untuk menurunkan efek histamin. Antihistamin terdiri atas empat golongan yaitu, AH1, AH2, AH3, dan AH4. AH3, dan AH4 masih belum dapat digunakan secara klinis (Katzung, 2010).

A. Antihistamin Penghambat Reseptor H1(AH1)Atihistamin H1 merupakan salah satu obat terbanyak dan terluas digunakan di seluruh dunia. Fakta ini membuat perkembangan sekecil apapun yang berkenaan dengan obat ini menjadi suatu hal yang sangat penting. Semisal perubahan dalam penggolongan antihistamin H1. Dulu antihistamin H1 dikenal sebagai antagonis reseptor histamin H1. Namun baru-baru ini seiring perkembangan ilmu farmakologi molekular, antihistamin H1 lebih digolongkan sebagai inverse agonist ketimbang antagonis reseptor histamin H1.Suatu obat disebut sebagai inverse agonist bila terikat dengan sisi reseptor yang sama dengan agonis, namun memberikan efek berlawanan. Jadi, obat ini memiliki aktivitas intrinsik (efikasi negatif) tanpa bertindak sebagai suatu ligan. Sedangkan suatu antagonis bekerja dengan bertindak sebagai ligan ynag mengikat reseptor atau menghentikan kaskade pada sisi yang ditempati agonis. Beda dengan inverse agonist, suatu antagonis sama sekali tidak berefek atau tidak mempunyai aktivitas intrinsik.

a. Penggolongan Antihistamin H1 (AH1)Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia, yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan fenotiazin. Penemuan antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat sedatif, akhirnya menggeser popularitas penggolongan ini. Antihistamin kemudian lebih dikenal denagn penggolongan baru atas dasar efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.. Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang segnifikan. Generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergenik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem syaraf pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan lebih banyak terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak. Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa metabolit (desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memproleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta efek samping lebih minimal.

b. FarmakologiSebagaiineverse agonist, antihistamin H1beraksi dengan bergabung bersama dan menstabilkan reseptor H1yang belum aktif, sehingga berada pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamin H1ini bisa mengurangi permeabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta napas. Secara klinis, antihistamin H1generasi pertama ditemukan sangat efektif berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal, sepertirhinorrhea, pruritus, dansneezing. Tapi, obat ini kurang efektif untuk mengontrolnasal congestionyang terkait dengan reaksi fase akhir.Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan juga bisa menurunkan lipofilitas, sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini juga memiliki kemampuan anti alergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamin generasi baru ini mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks ion kalsium melintasi sel mast atau membran basofil plasma, atau menghambat pelepasan ion kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efekanti-platelet activating factorAntihistamin H1diduga juaga memiliki efek antiflamasi. Hal ini terlihat dari studyin vitro desloratadine, suatu antihistamin H1generasi ketiga. Studi menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator inflamatori, seperti menghambatpelepasan intracelluler adhesion molecule-1(ICAM-1) oleh sel epitel nasal, sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan tambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara segnifikan bisa memperbaikinasal congestionpada beberapadouble-blind,placebo-controlled studies. Efek ini tak ditemukan pada generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk manguak misteri dari efek tambahan ini.

c. Efek lain antihistamin 1:1. Efek SedasiAntihistamin H1generasi pertama memiliki efek sedasi yang cukup besar sehingga berguna sebagai bantuan tidur dan tidak sesuai untuk penggunaan pada siang hari. Sedangkan Antihistamin H1generasi kedua hanya mempunyai sedikit atau tidak mempunyai kerja sedatif atau stimulatif. Obat antihistamin H1generasi kedua (atau metabolitnya) juga mempunyai efek autonomik yang lebih sedikit dari antihistamin H1generasi pertama.2. Efek Anti mual dan Anti muntahBeberapa antihistamin H1generasi pertama mempunyai aktivitas bermakna dalam mencegah terjadinya motion sickness (mabuk kendaraan), tetapi kurang efektif jika sudah terjadi mabuk.3. Efek Anti ParkinsonismeDiduga karena efek antikolinergik, beberapa natihistamin H1, mempunyai efek supresi akut yang bermakna pada gejala-gejala parkinsonisme yang dikaitkan dengan penggunaan obat parkinsonisme tersebut.4. Kerja antikolinoseptorBanyak agen dari generasi pertama, khususnya di dalam subgrup ethanolamine dan ethylendiamine, mempunyai efek menyerupai atropin yang bermakna pada reseptor muskarinik perifer.5. Kerja penyekat adrenoseptorEfek penyekat reseptor alfa dapat dibuktikan untuk beberapa antihistamin H1, khususnya di dalam subgrup phenothiazine, misalnya promethazine. Kerja tersebut dapat mengakibatkan hipotensi ortotastik pada orang-orang yang rentan. Penyekatan pada reseptor beta tidak terjadi.6. Kerja penyekat serotoninEfek penyekatan yang kuat terhadap reseptor serotonin telah dibuktikan pada beberapa generasi pertma H1, terutama cyproheptadine Obat tersebut digunakan sebagai antiserotonin, tetapi obat tersebut mempunyai struktur kimia yang menyerupai antihistamin phenothiazine dan merupakan suatu obat penyekat H1yang kuat.7. Anestesi lokalAntihistamin H1 generasi pertama merupakan anastesi lokal yang efektif. Diphenhidramine dan promethazine kadang digunakan sebagai anastesi lokal pada pasien alergi terhadap obat-obat anastetik lokal yang konvensional.

d. FarmakokinetikSetelah pemberian oral atau parenteral, Antihistamin H1diabsorbsi secara baik. Pemberian antihistamin H1secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan maksimal setelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati. Antihistamin H1diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. Waktu paruh antihistamin H1sangat bervariasi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1menjadi lebih pendek pada anak dan lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima ketokonazol, eritromosin, atau menghambatmicrosomal oxygenaselainnya.

e. IndikasiAntihistamin H1 berguna untuk pengobatan simptomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Antihistamin generasi pertama digunakan untuk mengatasi hipersitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.

f. Efek sampingPada dosis, terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi obat antar individu, kadang-kadang efek ini sangat menganggu sehingga terapi perlu dihentikan.Efek samping antihistamin H1 Generasi pertama:1. Alergi :Fotosentivitas, shock anafilaksis, ruam, dermatitis2. Kardiovaskular :Hipotensi postural, refleks takikardia, palpitasi, trombosis vena pada sisi injeks.3. S.Syaraf pusat :Sedasi, pusing, gangguan koordinas, bingung, rx.extraparamidal(dosis tinggi)4. Gastrointestinal :Apigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)5. Genitourinari :Urinary frequency, urinary retention, dysuria6. Respiratori :Dada sesak, mulut kering, epitaksis dan nasal burning (nasa spray)7. g. KontraindiksiAntihistamin generasi pertama1. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural2. Bayi baru lahir atau premature3. Ibu menyusui4. Narrow-angle glaucoma5. Stenosing peptic ulcer6. Hipertropi prostat simptomatik7. Bladder neck obstruction8. Penyumbatan pylorodudenal9. Gejala saluran napas atas (termasuk asma)10. Pasien tua11. Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)

B. Anthistamin Penghambat Reseptor H2(AH2)Reseptor histamin H2berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung, perangsangan jantung. Beberapa jaringan ototpolos pembuluh darah mempunyai kedua reseptor yaitu H1dan H2.Sejak tahun 1978 di Amerika Serikat telah diteliti peran potensial H2cemitidine untuk penyakit kulit. Pada tahun 1983, ranitidine ditemukan pula sebagai antihistamin H2.Baik simetidine dan ratidine diberikan dalam bentuk oral untuk mengobati penyakit kulita. StrukturAntihistamin H2secara struktur hampir mirip dengan histamin. Simetidin mengandung komponen imidazole, dan ranitidin mengandung komponen aminomethylfuran moiety.

b. FarmakodinamikSimetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.

c. FarmakokinetikBioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya 15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin.

d. Mekanisme aksiWalaupun simetidin dan ranitidin berfungsi sama yaitu menghambat reseptor H2, namun ranitidin lebih poten. Simetidin juga menghambat histamin N-methyl transferase, suatu enzim yang berperan dalam degrasi histamin. Tidak seperti ranitidin, simetidin menunjukkan aktivitas antiandrogen, suatu efek yang diketahui tidak berhubungan dengan kemampuan menghambat raseptor H2.Simetidin tampak meningkatkan sistem imun dengan menghambat aktivitas sel T supresor. Hal ini disebabkan oleh blokade resptor H2yang dapat dilihat dari supresor limfosit T. Imunitas humoral dan sel dapat dipengaruhi.

e. Indikasi :Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2sama efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk penyembuhan awal tukak lambung dan duodenum. Antihistamin H2juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada sindromZollinger-Ellison.Penggunaan antihistamin H2dalam bidang dermatologi seringkali digunakan ranitidin atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti urtikaria dan pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi.

f. Efek sampingInsiden efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan dengan pemhambatan terhadap reseptor H2,beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain :1. Nyeri kepala2. Pusing3. Malaise4. Mialgia5. Mual6. Diare7. Konstipasi8. Ruam kulit9. Pruritus10. Kehilangan libido11. Impoten

g. Kontraindikasi1. Kehamilan2. Ibu menyusui