antibiotik yang aman untuk bumil

18
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Antibiotik ialah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. (Dorland, 2010) Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi. Mekanisme kerja yang terpenting pada antibiotika adalah perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi tanpa merusak jaringan tuan rumah. (Syarif, 2009) Penggunaan antibiotik dapat mengakibatkan efek yang tidak diinginkan pada bayi atau mempengaruhi janin apabila obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil tembus melewati plasenta. Sedangkan penggunaan antibiotik pada ibu menyusui dapat diekskresi ke dalam air susu sehingga diminum atau terminum oleh bayi. Meskipun konsentrasi antibiotik dalam air susu ibu biasanya rendah, tetapi dosis total terhadap bayi dapat menimbulkan masalah. (Syarif, 2009) Sehubungan dengan hal tersebut, penting bagi seorang dokter untuk memahami dengan baik antibiotik mana yang boleh diberikan dan tidak

Upload: esaa-felicia

Post on 20-Sep-2015

27 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

antibiotik yang aman untuk bumil

TRANSCRIPT

6

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Antibiotik ialah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. (Dorland, 2010) Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi. Mekanisme kerja yang terpenting pada antibiotika adalah perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi tanpa merusak jaringan tuan rumah. (Syarif, 2009) Penggunaan antibiotik dapat mengakibatkan efek yang tidak diinginkan pada bayi atau mempengaruhi janin apabila obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil tembus melewati plasenta. Sedangkan penggunaan antibiotik pada ibu menyusui dapat diekskresi ke dalam air susu sehingga diminum atau terminum oleh bayi. Meskipun konsentrasi antibiotik dalam air susu ibu biasanya rendah, tetapi dosis total terhadap bayi dapat menimbulkan masalah. (Syarif, 2009) Sehubungan dengan hal tersebut, penting bagi seorang dokter untuk memahami dengan baik antibiotik mana yang boleh diberikan dan tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan menyusui agar dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien. Diharapkan dengan disusunnya refarat ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai antibiotik yang aman untuk wanita hamil dan menyusui.Dalam tinjauan pustaka, penulis membahas secara singkat mengenai terapi antibiotik, terapi antibiotik pada kehamilan, terapi antibiotik selama laktasi, efek antibiotik untuk wanita hamil dan menyusui, dan antibiotik yang aman untuk wanita hamil dan menyusui.

I.2 Tujuan dan Manfaat

I.2.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui antibiotik yang aman untuk wanita hamil dan menyusui. I.2.2 Tujuan Khususa. Sebagai syarat untuk mengukuti Ujian Akhir Blok.b. Memberi wawasan tentang antibiotik yang aman bagi wanita hamil dan menyusui kepada mahasiswa lain.

I.2.3 ManfaatManfaat yang dapat diperoleh dari disusunnya referat ini adalah mampu memberikan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas mengenai antibiotik yang aman untuk wanita hamil dan menyusui, bagi mahasiswa dan penulis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Terapi Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Cara kerjanya yang terpenting adalah perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi. Selain itu beberapa antibiotik bekerja terhadap dinding sel atau membran sel. (Tjay dan Rahardja, 2007)Obat antibiotik diklasifikasi berdasarkan mekanisme kerjanya sebagai berikut: (1) senyawa-senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk golongan B-laktam dan senyawa lain seperti vankomisin; (2) senyawa-senyawa yang bekerja langsung pada membran sel meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraseluler; (3) senyawa-senyawa yang mengganggu fungsi subunit ribosom untuk tenghambat sintesis protein secara reversibel (contohnya: kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dan klindamisin); (4) senyawa-senyawa yang terikat pada subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein (contohnya, aminoglikosida); (5) senyawa yang memengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri dengan cara menghambat RNA polimerase (contohnya, rifampin), atau topoisomerase (contohnya, kuinolon); (6) antimetabolit, termasuk trimetoprim dan sulfonamida, yang menghambat enzim penting dalam metabolisme folat. (Bunton dkk, 2011)Usia dapat berperan penting dalam terapi antibiotik; bayi baru lahir dan lansia sering mengalami gangguan mekanisme eliminasi antibiotik sehingga mereka rentan terhadap toksisitas obat tertentu. Polimorfisme genetik yang memengaruhi metabolisme obat semakin diperhatikan sebagai faktor penting perbedaan antarindividual dalam efek toksik banyak obat, termasuk antibiotik. Kehamilan, dapat mengalami peningkatan risiko reaksi antibiotik untuk ibu dan janin. Demikian pula, wanita menyusui dapat melewatkan antibiotik ke bayinya, kadang-kadang dengan efek merugikan. Alergi obat merupakan keadaan umum yang terjadi dengan banyak antibiotik, khususnya antibiotik B-laktam. (Bunton dkk, 2011)

II.2 Terapi Antibiotik pada Kehamilan

Kebanyakan obat yang digunakan oleh ibu hamil dapat melintasi plasenta dan menimbulkan efek farmakologis dan efek teratogenik pada embrio dan janin yang sedang berkembang. Faktor-faktor penting yang memengaruhi transfer obat ke plasenta dan efek obat terhadap janin meliputi: (1) sifat fisikokimiawi obat; (2) laju obat melintasi plasenta dan jumlah obat yang mencapai janin; (3) durasi pajanan obat; (4) ciri distribusi ke berbagai jaringan janin yang berbeda; (5) tahap perkembangan plasenta dan janin pada waktu terpajan oleh obat; dan (6) efek obat yang digunakan dalam kombinasi. (Katzung, 2011)Transfer obat melalui plasenta merupakan hal yang perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan abnormalitas pada fetus yang sedang berkembang. Faktor-faktor yang menentukan kemampuan suatu obat dalam menembus plasenta ialah kelarutannya dalam lipid, banyaknya obat yang terikat plasma dan derajat ionisasi dari obat asam atau basa lemah. Plasma pada fetus (pH 7,0-7,2) sedikit lebih asam dibandingkan plasma milik ibunya (pH 7,4) sehingga dapat memerangkap obat yang bersifat basa. Akan tetapi, pandangan yang menganggap bahwa plasenta fetus merupakan sawar absolut terhadap obat merupakan sesuatu yang sangat keliru, antara lain karena adanya transporter yang dapat membawa obat-obat melewati plasenta. Pada tingkat tertentu, fetus terpapar pada semua obat yang dikonsumsi oleh ibunya. (Bunton dkk, 2011)

II.3 Terapi Antibiotik Selama Laktasi

Meskipun terdapat fakta bahwa sebagian besar obat diekskresi ke dalam air susu ibu dalam jumlah yang terlalu kecil untuk menimbulkan efek merugikan bagi kesehatan neonatus, ribuan perempuan yang menggunakan obat tidak menyusui bayinya karena kesalahan persepsi terhadap risiko ini. Kebanyakan obat yang diberikan pada ibu menyusui dapat dideteksi dalam air susu ibu. Untungnya, kadar obat yang tercapai dalam air susu ibu biasanya rendah. Oleh sebab itu, jumlah obat total yang didapat oleh bayi dalam satu hari cukup jauh di bawah jumlah yang disebut sebagai "dosis terapeutik". Jika ibu yang menyusui harus menggunakan obat dan obat yang digunakan relatif aman, ibu tersebut harus secara optimal menggunakan obat 30-60 menit setelah menyusui dan 3-4 jam sebelum menyusui selanjutnya. Hal ini memberi waktu bagi banyak obat untuk dibersihkan dari darah ibu sehingga kadarnya dalam air susu ibu akan relatif rendah. Obat yang tidak memiliki data tentang keamanan harus dihindari selama laktasi atau tindak menyusui dihentikan bila obat ini diberikan. (Katzung, 2011)Sebagian besar antibiotik yang digunakan oleh ibu menyusui dapat dideteksi dalam air susu ibu. Kadar tetrasiklin dalam air susu ibu adalah sekitar 70% kadar serum maternal dan berisiko mewarnai gigi bayi secara permanen. Isoniazid dengan cepat mencapai keseimbangan antara air susu ibu dan darah ibu. Kadar yang dicapai dalam air susu ibu cukup tinggi sehingga tanda-tanda defisiensi piridoksin dapat dijumpai pada bayi jika ibu tidak mendapat suplemen piridoksin. (Katzung, 2011)

II.4 Efek Antibiotik untuk Wanita Hamil dan Menyusui

Efek obat terhadap jaringan reproduktif (payudara, uterus, dll) ibu hamil sesekali diubah oleh lingkungan endokrin yang sesuai untuk setiap tahap kehamilan. Efek obat pada jaringan ibu lainnya (jantung, paru, ginjal, sistem saraf pusat, dll) tidak mengalami perubahan yang berarti selama kehamilan, meskipun konteks fisiologisnya (curah jantung, aliran darah ginjal, dll) dapat mengalami perubahan sehingga memerlukan penggunaan obat yang tidak diperlukan oleh perempuan yang sama ketika tidak hamil. (Katzung, 2011)Pajanan intrauterin tunggal oleh suatu obat dapat memengaruhi struktur janin yang sedang mengalami perkembangan cepat pada waktu pajanan terjadi.a. Mekanisme teratogenik Mekanisme munculnya efek teratogenik akibat berbagai macam obat yang berbeda belum begitu dipahami dan mungkin disebabkan oleh berbagai macam faktor. Contohnya obat dapat berdampak langsung pada jaringan ibu dengan dampak tak langsung atau sekunder pada jaringan janin. Obat dapat mempengaruhi jalannya oksigen atau nutrisi melalui plasenta sehingga berdampak paling besar terhadap jaringan janin yang paling cepat bermetabolisme. Akibatnya, obat dapat memiliki dampak langsung yang penting terhadap proses diferensiasi jaringan yang sedang berkembang. Defisiensi zat yang penting tampaknya berperan menimbulkan beberapa jenis kelainan. Contohnya, suplementasi asam folat selama kehamilan tampaknya menurunkan insiden defek tabung saraf/neural tube (misalnya, spina bifida). Pajanan suatu teratogen secara bersinambungan dapat menghasilkan efek kumulatif atau dapat memengaruhi beberapa organ yang sedang menjalani berbagai macam tahap perkembangan.b. Definisi teratogenUntuk dianggap bersifat teratogenik, suatu zat atau proses harus (1) menimbulkan serangkaian malformasi khas, yang menandakan selektivitasnya terhadap organ target tertentu; (2) memunculkan efeknya pada suatu tahap tertentu dalam perkembangan janin, yakni, selama waktu tertentu dalam organogenesis organ target; dan (3) menunjukkan kejadian yang bergantung pada dosis. Beberapa obat dengan sifat teratogenik yang diketahui atau efek simpang lainnya dalam kehamilan disajikan pada Tabel 2.3.Suatu sistem mengenai potensi teratogenik yang dibuat Food and Drug Administration (Tabel 2.1) yang banyak digunakan merupakan suatu upaya untuk menghitung risiko teratogenik dari A (aman) hingga X (jelas berisiko teratogenik bagi manusia). Sistem ini telah mendapat banyak kritik karena dianggap tidak akurat serta tidak praktis. Contohnya, beberapa obat telah dilabel "X" meskipun terbukti sebaliknya melalui data keamanan pada manusia.c. Memberi konseling pada perempuan mengenai risiko teratogenik Sejak tragedi talidomid, penggunaan obat telah dijalankan dengan cara seolah-olah semua obat berpotensi teratogenik pada manusia; kenyataannya, hanya kurang dari 30 obat yang terbukti memiliki efek demikian, dengan ratusan obat lainnya yang terbukti aman bagi janin. Para klinisi yang ingin memberikan konseling kepada ibu hamil harus memastikan bahwa informasi yang dipunyainya merupakan informasi termutakhir dan berdasar pada temuan dan bahwa ibu memahami batas dasar risiko teratogenik dalam kehamilan (yakni, risiko terjadinya kelainan pada neonatus tanpa adanya pajanan teratogenik yang diketahui) adalah sekitar 3%. Risiko terhadap ibu dan janin yang ditimbulkan oleh suatu penyakit yang tidak diobati juga harus dibahas jika terapi tidak diberikan. (Katzung, 2011)

Tabel 2.1 Kategori risiko teratogenik FDA

KategoriDeskripsi

APenelitian terkontrol pada perempuan gagal menunjukkan adanya risiko terhadap janin pada trimester pertama (dan tidak terbukti adanya risiko pada trimester ketiga), dan kemungkinannya mencederai janin tampaknya sangat kecil.

BPenelitian reproduksi pada binatang tidak menunjukkan adanya risiko janin tetapi penelitian terkontrol pada ibu hamil belum/ tidak dilakukan, atau penelitian reproduksi pada binatang telah menunjukkan adanya efek simpang (selain penurunan fertilitas) yang tidak dikonfirmasi melalui penelitian terkontrol pada perempuan trimester pertama (dan tidak terbukti adanya risiko pada trimester berikutnya).

CPenelitian pada binatang telah menunjukkan adanya efek simpang pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak dilakukan penelitian terkontrol pada perempuan, atau tidak tersedia penelitian terkontrol pada perempuan dan binatang. Obat hanya dapat diberikan jika potensi manfaatnya melebihi potensi risiko pada janin.

DTerbukti positif berisiko terhadap janin manusia, tetapi manfaat yang ditimbulkan oleh penggunaannya pada ibu hamil dapat diterima meskipun terdapat risiko (misalnya, jika obat diperlukan pada keadaan yang mengancam nyawa atau penyakit berat, ketika obat lain yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif).

XPenelitian pada binatang atau manusia menunjukkan adanya kelainan janin, atau terbukti berisiko terhadap janin berdasarkan pengalaman pada manusia, atau keduanya, dan risiko penggunaan obat pada ibu hamil jelas-jelas lebih besar daripada manfaatnya. Obat tersebut dikontraindikasikan pada perempuan yang memang atau mungkin akan mengandung.

(Katzung, 2011)Tabel 2.2 Kategori risiko teratogenik bagi ibu menyusui

KategoriDeskripsi

L1Safest

L2Safer

L3Moderately safe

L4Possibly hazardous

L5Contraindicated

(Medications' and Mothers' Milk by Thomas Hale, PhD (2004 edition))

II.5 Antibiotik yang Aman untuk Wanita Hamil dan Menyusui

Tabe1 2.5 Antibiotik yang aman untuk wanita hamil

Obat Kategori FDA

SefalosporinB

EritromisinB

MetronidazolB

NitrofurantoinB

PenisilinB

RifabutinB

(Cunningham dkk, 2006)

Terdapat banyak sefalosporin oral dan parenteral. Apabila diberikan selama kehamilan, semua sefalosporin menembus plasenta, walaupun waktu paruhnya mungkin lebih singkat selama kehamilan karena meningkatnya bersihan ginjal. Data terbatas mengisyaratkan bahwa sefalosporin tidak menimbulkan efek samping pada mudigahjanin dan sebagai satu kelompok sefalosporin digolongkan dalam kategori B. (Cunningham dkk, 2006)Nitrofurantoin sering digunakan untuk infeksi saluran kemih selama kehamilan. Dalam sebuah studi prospektif terhadap 100 wanita yang diterapi dengan obat ini, tidak dijumpai peningkatan angka kelainan kongenital. (Cunningham dkk, 2006)Semua penisilin dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, walaupun dalam jumlah kecil terdapat dalam darah janin dan air susu ibu. (Tjay dan Rahardja, 2007)

Tabe1 2.6 Antibiotik yang aman untuk wanita menyusui

ObatKategori

Eritromisin-

NitrofurantoinL2

PenicillinL1

SefalosporinL1

(Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008 BPOM dan Medications' and Mothers' Milk by Thomas Hale, PhD (2004 edition))BAB IIIPENUTUP

III.1 Kesimpulan

1. Kehamilan, dapat mengalami peningkatan risiko reaksi antibiotik untuk ibu dan janin. Kebanyakan obat yang digunakan oleh ibu hamil dapat melintasi plasenta dan menimbulkan efek farmakologis dan efek teratogenik pada embrio dan janin yang sedang berkembang. Demikian pula, wanita menyusui dapat melewatkan antibiotik ke bayinya, kadang-kadang dengan efek merugikan.2. Antibiotik yang aman untuk wanita hamil, yaitu: Sefalosporin, Eritromisin, Metronidazol, Nitrofurantoin, Penisilin, dan Rifabutin. 3. Antibiotik yang aman untuk wanita menyusui, yaitu: Eritromisin, Nitrofurantoin, Penicillin, dan Sefalosporin.

III.2 Saran

Pemberian antibiotik jenis tertentu pada wanita hamil dan menyusui bisa sangat membahayakan janin, karena itu harus hati-hati dan perhatikan petunjuk dokter tentang cara pemakaian antibiotik untuk wanita hamil dan menyusui.

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008 Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta: Sagung Seto. 2009.Bunton, L.L; Parker, K..L; Blumenthal, D.K; dan Button, I.L.O. Goodman & Gilmans: Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta: EGC. 2011.Cunningham, F.G; Gant, N.F; Leveno, K.J; Gilstrap III, L.C; Hauth, J.C; dan Wenstrom, K.D. Obstetri Williams Edisi 21 Volume 2. Jakarta: EGC. 2006.Dorland,W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC. 2010.Hale, Thomas. Medications and Mothers' Milk, 12th Edition. 2006. Hale Publishing.http://www.kellymom.com/health/meds/aap-approved-meds.html. Diunduh pada 16 September 2011.Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinis Edisi 10. Jakarta: EGC. 2011.Sanjoyo, R. http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/obat.pdf. Diunduh pada 16 September 2011. Syarif, Amir dkk. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009.Tjay, T.H dan Rahardja, K. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputerindo. 2007.