anotasi buku writing cure

5
Tugas Anotasi Oleh : Hilma Fitriyani Magister BK Unj Reguler Judul Buku : Writing Cures Editor : Gillie Bolton, Stephanie Howlett, Colin Lago, Jeanny K. Wright Penerbit : Brunner – Routledge Tahun terbit : 2004 Buku ini secara umum mencoba untuk menampilkan bagaimana menulis menjadi salah satu pilihan cara atau metode yang digunakan sebagai salah satu proses terapi. Terapi menulis dapat dilakukan dalam berbagai setting terapeutik, misalnya saja pada konseling sekolah, tempat kerja atau pun konseling medis atau psikiatris. Di dalam buku ini disampaikan beberapa pengalaman para terapis yang menggunanakan metode menulis dalam terapi yang mereka jalankan, misalnya saja pengalaman seorang terapis menggunakan metode menulis sebagai proses terapi pada konseli-konseli yang mengalami adiksi dan dementia. Selain itu buku ini juga banyak menyampaikan mengenai keterkaitan yang cukup erat antara terapi kognitif dan metode menulis. Salah satu bagian yang dikaji lebih jauh pada anotasi ini adalah pada bagian mengenai menulis secara on-line. Salah satu kontributor tulisan pada buku ini adalah Kate Anthony, yang membahas mengenai therapy on-line – the therapeutic relationship in typed text . Dalam bahasan tersebut, Kate menjelaskan bahwa aktivitas on-line sudah banyak dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk di dalam terapi, namun kajian mendalam mengenai hal ini masih terbatas. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi yang digunakan dalam proses terapi adalah apa yang dilakukan oleh Joseph Weizenbaum pada tahun 1966 dengan program yang bernama ELIZA. Salah satu program dimana ELIZA yaitu sebuah komputer yang diprogram memiliki kemampun konseling Rogerian, sehingga kita dapat menjalankan proses konseling dengan bantuan komputer.

Upload: karta-sasmita

Post on 22-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tulisan ini adalah penyarian salah satu bab dalam buku yang berjudul Writing Cure yang terkait dengan penggunaan teknologi dalam bentuk tulisan sebagai upaya pemulihan diri individu.

TRANSCRIPT

Page 1: Anotasi Buku Writing Cure

Tugas Anotasi

Oleh : Hilma Fitriyani

Magister BK Unj Reguler

Judul Buku : Writing CuresEditor : Gillie Bolton, Stephanie Howlett, Colin Lago, Jeanny K. WrightPenerbit : Brunner – RoutledgeTahun terbit : 2004

Buku ini secara umum mencoba untuk menampilkan bagaimana menulis menjadi salah satu pilihan cara atau metode yang digunakan sebagai salah satu proses terapi. Terapi menulis dapat dilakukan dalam berbagai setting terapeutik, misalnya saja pada konseling sekolah, tempat kerja atau pun konseling medis atau psikiatris. Di dalam buku ini disampaikan beberapa pengalaman para terapis yang menggunanakan metode menulis dalam terapi yang mereka jalankan, misalnya saja pengalaman seorang terapis menggunakan metode menulis sebagai proses terapi pada konseli-konseli yang mengalami adiksi dan dementia. Selain itu buku ini juga banyak menyampaikan mengenai keterkaitan yang cukup erat antara terapi kognitif dan metode menulis.

Salah satu bagian yang dikaji lebih jauh pada anotasi ini adalah pada bagian mengenai menulis secara on-line. Salah satu kontributor tulisan pada buku ini adalah Kate Anthony, yang membahas mengenai therapy on-line – the therapeutic relationship in typed text. Dalam bahasan tersebut, Kate menjelaskan bahwa aktivitas on-line sudah banyak dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk di dalam terapi, namun kajian mendalam mengenai hal ini masih terbatas. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi yang digunakan dalam proses terapi adalah apa yang dilakukan oleh Joseph Weizenbaum pada tahun 1966 dengan program yang bernama ELIZA. Salah satu program dimana ELIZA yaitu sebuah komputer yang diprogram memiliki kemampun konseling Rogerian, sehingga kita dapat menjalankan proses konseling dengan bantuan komputer.

Hal lain yang membuat Kate merasa bahwa terapi on-line adalah hal yang cukup penting adalah ketika suatu kecelakaan menimpa dirinya dan dia harus berbaring di tempat tidur dalam waktu yang lama. Situasi ini berhasil dilewatinya dengan penguatan-pengutan on-line yang dilakukan teman-teman Kate.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait penggunaan terapi on-line, antara lain ketidakberlangsungan proses konseling secara tatap muka. Situasi ini dapat menyebabkan proses konseling menjadi hanya sekedar proses pemberian saran, hal ini terjadi karena minimnya interaksi antara konselor dan konselinya. Namun, ketiadaan kontak fisik dapat dapat digantikan dengan upaya-upaya membangun hubungan yang baik yang dilakukan oleh konselor dan konselinya.

Komunikasi melalui tulisan sebagai salah satu cara terapeutik dapat terwuju jika diantara konselor dan konselinya mampu lebih ekspresif dalam tulisan yang dibuatnya, subtle, terorganisir sekaligus kreatif di dalam penulisan. Kemampuan konselor untuk memahami tulisan konselinya juga didasari oleh pemahaman budaya yang dimiliki konselor.

Page 2: Anotasi Buku Writing Cure

Dalam konseling cyber, hubungan antara konselor dan konselinya dibangun dengan cara memasuki konstruksi mental konseli melalui tulisan-tulisan yang dibuatnya dan memberinya respon dengan cara-cara yang sesuai. Dalam konseling tatap muka, bahasa tubuh dan intonasi yang terlihat dapat menjadi salah satu informasi penting bagi konselor. Dalam konseling cyber menggunakan terai menulis, pengganti bahasa tubuh dan intonasi adalah spasi, pause, dan deskripsi kata yang diungkapkan konseli.

Konseling cyber juga harus mendefiniskan ulang apa yang disebut dengan presence, atau kehadiran, menjadi suatu ilusi persepsi tanpa media, artinya adalah ilusi persepsi yang diwujudkan seolah proses ini adalah proses tatap muka yang sesungguhnya.

Hal lain yang dirasakan bermanfaat dari model terapi on-line adalah kepentingan konseli itu sendiri. Pada terapi tanpa tatap muka ini, konseli menjadi jauh lebih nyaman dan terbuka ketika harus mengekspresikan berbagai ide dan perasaannya tanpa ada orang lain yang melihatnya. Internet dianggap media yang cukup netral dalam hubungan antara konselor dan konselinya. Dengan perantara internet, konseling menjadi lebih berpihak kepada konselinya dibanding kepada konselornya. Situasi ini didapat karena perasaan-perasaan konseli yang lebih bebas saat mengungkapkan permasalahan dirinya.

Dengan menjadikan menulis sebagai salah satu metode dalam terapi on-line, maka konselor harus memiliki kemampuan yang baik dalam hal menulis, sehingga beberapa hal detail yang merupakan informasi penting dari konseli dapat ditangkap dengan baik oleh konselornya. Misalnya saja, konselor harus mengerti makna dari tulisan konselinya dengan beberapa tanda baca yang menjadi info tambahan sebagai pengganti gesture dan intonasi. Dengan memahami isi tulisan, konselor dapat merespon dengan tepat tulisan konselinya dan juga mengetahui waktu yang tepat untuk merespon tulisan tersebut.

Terapi on-line ini juga dirasa efisien secara waktu, karena pertemuannya dapat terjadi kapan saja tidak harus menunggu jadwal konseling pada minggu selanjutnya.

Untuk dapat mempermudah jalannya proses terapi menulis, konselor dapat melakukan verbatim, sehingga konselor dapat terlebih dahulu memahi setiap kata yang diungkapkan konselinya secara utuh. Keuntungan lain dari terapi menulis ini adalah konseli memiliki rekaman catatan yang baik terkait permasalahannya sehingga memungkinkannya menjadikannya media belajar dalam menghadapi persoalan lainnya selanjutnya.

Pada bab yang lain, Jeannie K.Wright menuliskan mengenai membangun terapi on-line berbasiskan tulisan di lingkungan kerja. Bab ini berisikan penelitian-penelitian yang mendukung penyelenggaraan terapi oon-line dalam lingkungan kerja. Beberapa hal yang dibahas di dalamnya adalah alasan-alasan mengapa diperlukan merancang konseling dalam bentuk on-line, beberapa penelitian menjawab bahwa terapi on-line dalam bentuk tulisan diketahui efektif menjadi cara untuk mengurangi stress kerja. Terapi on-line juga membuat efisiensi waktu para pekerja tetap terjaga dengan tetap bisa melakukan konseling tanpa harus meninggalkan tempat bekerjanya. Terapi on-line juga mengurangi hambatan-hambatan yang dimiliki individu yang difable dan juga mereka yang kesulitan mengakses tempat-tempat terapi. Terapi on-line memungkinkan individu tidak merasa sungkan melakukan terapi dengan anggapan bahwa terapi hanya dilakukan oleh mereka yang “sakit”. Terapi on-line juga memberi kesempatan yang lebih besar pada konseli-konseli yang sulit untuk membuka diri. Kontrol

Page 3: Anotasi Buku Writing Cure

yang dimiliki konseli jauh lebih besar pada terapi on-line dibandingkan pada terapi konvensional yang mengharuskan bertatap muka. Konseli memiliki catatan terapi yang lebih rapi dalam proses terapi menulis secara on-line.

Masih banyak yang mempertanyakan apakah konseling terlebih yang dilakukan lewat terapi menulis secara on-line dapat dikatakan sebagai konseling. penelitian yang dilakukan Suler (2001) menunjukkan bahwa banyak dari responden yang mengatakan bahwa ini bukanlah terapi, namun mereka berpendapat bahwa hubungan yang terbangun dalam konseling on-line bisa merupakan hubungan terapeutik. Beberapa bukti empirik juga menunjukkan bahwa tulisan ekspresif memiliki efikasi yang baik terkait pada mengurangi tingkat stress individu dan memperbaiki kekurangan-kekurangan diri.

Konseling on-line juga dianggap lebih murah secara pembiayaan. Konseli-konseli yang bertempat tinggal jauh dari tempat terapi dapat menghemat biaya transportasi. Biaya terapi juga lebih murah karena tidak mengharuskan pertemuan tatap muka dengan biaya yang sudah ditetapkan oleh tempat layanan.

Konseling on-line sedikit sulit untuk mempertahankan asas kerahasiaan Kemajuan teknologi yang begitu pesat membuat kemungkinan-kemungkinan adanya pembajak dalam jaringan on-line. Kondisi ini sudah seharusnya disepakati terlebih dahulu dengan konseli kita.

Beberapa hal yang merupakan kekurangan dari terapi on-line adalah :

1. Resiko rusaknya alat teknologi yang digunakan2. Adanya kemungkinan konseli melupakan password untuk bisa masuk ke akun yang digunakan

dalam proses konseling on-line3. Ketidakhadirannya gesture, intonasi, dan kehadiran konseli dan konselor dalam dunia yang nyata4. Minimnya kejujuran identitas diri konseli, ungkapan emosi dan komunikasi dalam waktu yang

sebenarnya5. Adanya potensi kesalahpahaman dalam mempersepsikan ide atau tulisan yang disampaikan6. Komunikasi jarak jauh memungkinkan minimnya kontrol yang dapat dilakukan konselor dalam

proses konseling yang berlangsung7. Adanya ancaman atas asas kerahasiaan yang berdampak luas terhadap kehidupan konseli.