angulasi molar ketiga selama dan setaleh perawatan pasien orthodontic remaja
TRANSCRIPT
Angulasi Molar Ketiga Selama dan Setelah Perawatan
Pasien Orthodontik Remaja
Jon Årtun*, Lukman Thalib** and Robert M. Little***Departments of *Developmental and Preventive Sciences and **Community Medicine (Biostatistics), Facultyof Medicine, Kuwait University, Kuwait, ***Department of Orthodontics, Faculty of Dentistry, University ofWashington, Seattle, USA
Ringkasan : tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengauh terapi ekstraksi
premolar pada angulasi molar ketiga selama perawatan aktif, dan untuk menguji signifikansi
perubahan tersebut pada impaksi selanjutnya dari molar ketiga. Sefalogram lateral dibuat
sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan dan pada follow up jangka panjang (T3)dari 157
pasien yang dirawat dengan non-ekstraksi (non-exo) atau dengan ekstraksi empat premolar
(exo), semua didiagnosis dengan akurat untuk impaksi vibandingkan dengan erupsi paling
sedikit satu molar ketiga pada penilaian T3.
Model regresi linear menunjukkan bahwa molar ketiga rahang atas yang ditegakkan
lebih banyak dari T1 sampai T2 (P<0.05) dan kurang miring ke distal pada T2 (P<0.01) pada
pasien exo dari pada pasien non-exo. Tidak ada perbedaan yang dideteksi pada mandibula
( P>0.05). model regresi juga menunjukkan penegakan molar ketiga rahang atas dan rahang
bawah yang samadari T1 sampai T2 dan angulasi yang sama dari molar ketiga rahang atas
pada T2 pasien dengan erupsi dan impaksi (P>0.05), tetapi molar ketiga rahang bawah lebih
miring ke mesial pada T2 dari pasien yang impaksi (P<0.01). uji chi-square menunjukkan
frekuensi yang lebih tinggi dari angulasi distal yang lebih besar dari 30 derajat, juga sejumlah
angulasi mesial dari molar ketiga rahang bawah pada T2 (P<0.01) pada pasien dengan
impaksi dari pada pasien dengan erupsi.
Pendahuluan
Cusp molar ketiga miring ke mesial pada mandibula dan ke distal pada maksilla pada waktu
kalsifikasi (Sicher;1965). Sekitar 43 persen dari impaksi molar ketiga dapat diklasifikasikan
sebagai mesial dalam mandibula, sementara sekitar 25 persen mungkin diklasifikansikan
sebagai distal dalam maksilla (Peterson;1998). Penegakan yang tidak memuaskan selama
akhir pembetukan akar oleh karenanya dapat menjadi penyebab umum impaksi molar ketiga
dan terjadi lebih sering pada mandibula daripada maksilla. Peningkatan tipping dapat juga
lebih sering pada mandibula karena impaksi horizontal terjadi sekitar 3 persen dari kasus
1
mandibula tetapi sangat jarang pada maksila (Peterson;1998). Perkembangan over-uprighting
di sisi lain dapat menjadi lebih sering pada maksila dengan sekitar 12 persen impaksi maksila
diklasifikasikan sebgai mesial, sementara hanya 6 persen impaksi mandibula yang
diklasifikasikan sebagai distal (Peterson;1998).
Penilaian longitudinal menunjukkan bahwa rata-rata subjek tanpa riwayat perawatan
orthodontik mengalami penegakan molar ketiga rahang bawah selama awal masa remaja
(Richardson, 1973; Richardson dkk., 1984). Akan tetapi, variasi perubahan individu mungkin
beasar, dan sedikit molar ketiga yang dapat mengalami peningkatan angulasi mesial selama
awal(Richardson, 1973) dan akhir (Richardson dkk., 1984) masa remaja, kadang-kadang
bahkan menunjukkan tanda awal penegakan sebelum berubah ke posisi yang lebih miring
antara usia 14 dan 17 tahun (richardson dkk., 1984). Perubahan dalam angulasi molar ketiga
rahang bawah dapat juga diamati setelah usia 18 tahun, khususnya dalam bentuk
pengurangan tipping mesial (shiller, 1979; sewerin dan von Wowern, 1990; Richardson,
1992; hattab, 1997; kruger dkk., 2001), yang kadang-kadang dapat ditampilkan sebagai
perubahan dati angulasi mesial menjadi distal (sewerin dan von Wowern, 1990). Akan tetapi,
kesempatan erupsi dapat menjadi terbatas jika tipping melebihi 30 derajat pada usia 18 tahun
(shiller, 1979; hattab, 1997). Walaupun informasi pada perubahan angulasi molar ketiga
rahang atas sebelum dan selama masa remaja sangat terbatas, perubahan setelah usia 18
tahun muncul sebagai variable dalam maksila seperti pada mandibula (kruger dkk., 2001).
Ruangan di bawah molar ketiga ditemukan secara signifikan kurang miring pada
anak-anak pre remaja dengan migrasi mesial dari molar pertama karena kehilangan dini mlar
sulung, yang menyatakan bahwa migrasi mesial meningkatkan orientasi ruangan molar ketiga
dengan membuat mereka mampu berkembang lebih jauh ke depan (Tait, 1982). Penemuan
bahwa molar ketiga cenderung tegak pada maksila (whitney dan Sinclair, 1987; Staggers,
1990; Orton-gibbs dkk., 2001) dan pada mandibula (Staggers, 1990; Orton-gibbs dkk., 2001)
selama perawatan orthodontik dengan ekstraksi molar kedua dapat diinterpretasikan sebagai
dukungan untuk terapi ini. Akan tetapi, variasi individu dalam perubahan sangat besar, dan
sebuah penelitian menemukan bahwa rata-rata pasien menunjukkan peningkatan yang kecil
dalam tipping cusp molar ketiga rahang bawah ralatif terhadap dataran oklusal (whitney dan
Sinclair, 1987). Sebagai tambahan lagi, perubahan tersebut dapat menjadi nilai prediktif
terbatas untuk erupsi selanjutnya, karena impaksi molar ketiga setelah ekstraksi molar kedua
sangat jarang (Gooris dkk., 1990; Orton-gibbs dkk., 2001). Sangat sedikit usaha yang telah
2
dilakukan untuk mengevaluasi nilai prediktif dari derajat angulasi molar ketiga yang berbeda
selama tahap perkembangan yang berbeda untuk erupsi selanjutnya. Akan tetapi, Richardson
(1977) melaporkan bahwa molar ketiga rahang bawah yang impaksi lebih miring ke mesial
pada usia 10 sampai 11 tahun dari pada yang telah erupsi.
Penutupan dengan orthodontik dari lokasi ekstraksi premolar telah dihubungkan
dengan penegakan yang signifikan dari molar keriga rahang bawah (Elsey dan Rock, 2000).
Akan tetapi, kurangnha perbandingan dengan kelompok perwakilan dari pasien non-ekstraksi
menghalangi kesimpulan mengenai perbedaan antara kategori dua pasien. Dokumentasi
peningkatan relative dalam penegakan molar ketiga rahang atas dn rahang bawah pada pasien
ekstraksi selama perawatan aktif mungkin menjadi salah satu dari mekanisme potensial yang
menjelaskan pengurangan yang baik dalam jumlah impaksi pada pasien orthodontik remaja
yang dirawat dengan, dibandingkan dengan tanpa ekstraksi premolar (kim dkk., 2003). Salah
satu dari usaha yang sangat sedikit dalam menggali masalah ini tidak berhasil dalam
menegakkan hipotesis (Staggers dkk., 1992). Akan tetapi, sample ektraksi dan non-ekstraksi
relative kecil, dan efek apapun dari perbedaan besar antar kelompok dalam usia pra
perawatan pada angulasi mlar ketiga awal tidak dikontrol, mengurangi kesempatan
mendeteksi adanya perbedaan dalam perubahan perawatan. Sebagai tambahan lagi,
perbedaan dalam angulasi post perawatan tidak dinilai, dan status impaksi akhir tidak dicatat
(Staggers dkk., 1992).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh terapi ekstraksi
premolar pada angulasi molar ketiga selama perawatan aktif, dan untuk menguji signifikansi
dari perubahan tersebut pada impaksi selanjutnya dari molar ketiga.
Bahan dan Metode
Sampel
Sefalogram lateral, radiografi panoramik dan/atau periapikal, dan model studi dari sebelum
(T1) dan setelah (T2) perawatan dan minimal 10 tahun post-retensi (T3) dari semua pasien
tanpa deformitas dentofasial, asimetris wajah yang parah, atau gigi yang hilang selain empat
premolar, dan yang pernah dirawatn secara non-ekstraksi (non-exo; n=242) atau dengan
ekstraksi (exo) dari empat premolar (n=315) oleh mahasiswa kedokteran gigi dan/atau
mahasiswa lulusan di Department of Orthodontiks di University of Washington, diperiksa.
Total 389 pasien memiliki bukti radiografik adanya satu atau lebih molar ketiga yang sedang
3
berkembang pada T1 dan/atau T2. Pasien dengan pencabutan semua molar ketiga sebelum
penutupan apical akar, atau tanpa identifikasi radiografik dari ujung akar molar ketiga yang
tersis, dihilangkan. Sampel akhir terdiri dari 157 pasien, dengan rata-rata 12,3 tahun (SD 1.8)
pada T1, 15.3 tahun (SD 1.9) pada T2, dan 30,2 tahun (SD 4.4) pada T3, dimana 132 pasien
dapat dinilai pada maksila dan 134 mandibula. Perawatan non-ex dilakukan pada 51pasien
dan perawatan ex pada 106 pasien. Maloklusi angle klas I,II, dan III muncul pada 63, 85, dan
9 pasien pada sampel, secara berturut-turut. Uji t independent menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam usia (P>0.05), dan uji Chi square menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam distribusi klas angle (P>0.05) antara pasien yang dipilih dan
dikeluarkan. Akan tetapi, wanita diwakili dalam 56 dan 67 persen, dan kasus ex pada 66 dan
56 persen pasien yang dipilih dan dikeluarkan, secara berturut-turut (P<0.05, Chi square).
Impaksi dan erupsi
Impaksi molar ketiga didefinisikan sebagai erupsi yang tidak sempurna dari T2 dan T3
karena posisi yang relative miring terhadap molar kedua atau ramus ascendens, kurangnya
ruangan, dengan bukti radiografik adanya penutupan apical. Erupsi molar ketiga ini
didefinisikan sebagai adanya oklusi penuh pada T2 dan T3.
Angulasi molar ketiga
Angulasi molar ketiga rahang atas diukur pada sefalogram lateral sebagai sudut antara
permukaan oklusal dan dataran oklusal (U8/OP) juga sudut antara permukaan oklusal dan
dataran palatal (U8/PP) pada T1, T2, dan T3. Angulasi distal dicatat positif dan angulasi
mesial negative (Gambar 1). Dengan demikian, angulasi molar ketiga rahang bawah diukur
terhadap dataran mandibula (L8/MP) dan oklusal (L8/OP) pada tiga periode waktu, dengan
angulasi mesial yang diukur sebagai positif dan distal negative (gambar 1). Pada sedikit
subjek dengan asimetris, molar ketiga yang paling parah angulasinya diukur.
4
Gambar 1. Sudut yang digunakan untuk menentukan angulasi dari molar ketiga rahang atas terhadap dataran oklusal (U8/OP) dan palatal (U8/PP), dan dari molar ketiga rahang bawah terhadap dataran oklusal (L8/OP) dan mandibula (L8/MP).
Kesalahan metode
Reprodusibilitas dari pengukuran dinilai dengan menganalisis secara statistic perbedaan
antara pengukuran double yang diambil sedikitnya seminggu terpisah dari 10 radiografi yang
dipilih secara acak. Kesalahan dihitung dari persamaan :
Dimana D adalah perbedaan antara pengukuran pangkat dua dan N adalah jumlah pngukuran
double (Dahlberg, 1940). Kesalahannya adalah 0.58, 0.57, dan 0.44 untuk U8/PP pada T1,
T2, dan T3; 0.56, 0.48, dan 0.42 untuk U8/OP pada T1, T2, dan T3; 0.61, 0,60, dan 0,43
untuk L8/MP pada T1, T2, dan T3; dan 0.55, 0.53, dan 0.38 utnuk L8/OP pada T1, T2, dan
T3.
Analisa Data
Impaksi rahang atas dan rahang bawah dinilai sebagai ‘ada’ jika salah satu atau kedua molar
ketiga tersebut didiagnosis impaksi. Pada rahang atas, angulasi pada T2 seperti juga impaksi
pada T3 dari molar ketiga dinilai sebagai mesial dalam keadaan dengan U8/OP<0, sebagai
vertical dengan 10≤U8/OP≤0, dan sebagai distal dengan U8/OP>10. Dengan demikian,
angulasi dan impaksi dari molar ketiga rahang bawah dinilai sebagai mesial dengan
5
L8/OP>10, sebagai vertical dengan 0≤L8/OP≤10, dan sebagai distal dengan L8/OP<0 pada
T2 dan T3, secara berturut-turut. Jumlah dan persentase subjek dengan inklinasi mesial,
vertical dan distal pada T2 dan impaksi pada T3 dalam setiap rahang dihitung. Juga, jumalah
dan persentase subjek yang sesuai dengan impaksi mesial, vertical, dan distal pada T3 dalam
masing-masing tiga kategori angulasi ini pada T2 dihitung pada setiap rahang. Perubahan
perawatan pada angulasi molar ketiga rahang atas dan rahang bawah dihitung dengan
mengurangi T2 U8/PP dan T2 L8/MP dari U1 U8/PP dan T1 L8/MP, secara berturut-turut.
Model regresi linear digunakan untuk menguji perbedaan dalam perubahan pasien ex dan
non-ex juga antara mereka dengan impaksi dan erupsi dengan menyesuaikan variasi karena
perbedaan antar kelompok dalam usia T2, jenis kelamin, dan klasifikasi Angel. Model regresi
yang sama juga dipakai untuk menguji perbedaan dalam T2 U8/OP dan T2 L8/OP antara
pasien ex dan non-ex juga antara mereka dengan impaksi dan erupsi, menyesuaikan terhadap
pengaruh apapun dari perancu seperti di atas. Uji Chi square digunakan untuk menentukan
perbedaan dalam bagian pasien dengan perubahan yang parah dalam angulasi dari T1 ke T2
dan angulasi yang parah pada T2 antara pasien ex dan non-ex juga
Hasil
Perawatan ex versus non-ex
Sementara pengurangan dalam sudut U8/PP dari T1 ke T2 lebih besar pada pasien ex dari
pada non-ex (P<0.05, table 1), peningkatan dalam sudut ini terjadi dengan frekuensi yang
sama (P>0.05) pada pasien ex (14/69) dan non-ex (10/28). Pasien non-ex menunjukkan sudut
T2 U8/OP yang lebig besar daripada pasien ex (P<0.05, table 1), dan bagian pasien dengan
T2 U8/OP>30 derajat lebih tinggi (P<0.05) pada subjek non-ex (14/37) daripada subjek ex
(17/3). Akan tetapi, frekuensi sudut negatif T2 U8/OP adalah sama (P>0.05) pada pasien ex
(6/83) dan non-ex (1/37).
Penurunan dalam sudut L8/MP sama pada dua kelompok dari T1 sampai T2 (P>0.05,
table 1), tanpa perbedaan dalam frekuensi peningkatan antara pasien ex (17/53) dan non-ex
(2/16)(P>0.05). tidak ada perbedaan yang dideteksi pada T2 L8/OP antara kelompok (P>0.05,
table 1), dan bagian pasien dengan sudut T2 L8/OP>40 derajat sama pada subjek non-ex
(4/31) dan ex (17/89)(P>0.05). Tidak ada pasien non-ex dan hanya satu pasien ex yang
memiliki sudut T2 L8/OP negative (-1.0 derajat).
6
Tabel 1. Perubahan (derajat) dalam angulasi molar ketiga rahang atas (T1 U8/PP-T2 U8/PP) dan rahang bawah (T1 L8/MP-T2 L8 MP) dari sebelum (T1) samapai setelah (T2) perawatan akhir juga sebagai angulasi (derajat) molar ketiga rahang atas (T2 U8/OP) dan rahang bawah (T2 L8/OP) pada T2 pada pasien orthodontik remaja yang dirawat dengan dan tanpa ekstraksi empat molar.
impaksi versus erupsi
Penurunan dalam sudut U8/PP dari T1 dan T2 sama ketika membandingkan pasien dengan
erupsi selanjutnya dan impaksi dari molar ketiga (P>0.05, table 2). Akan tetapi, peningkatan
dalam sudut U8/PP (gambar 2) lebih sering (P<0.01) pada mereka dengan impaksi (11/24)
daripada erupsi (P>0.05, table 2), frekuensi T2 U8/OP>30 derajat (Gambar 2) lebih tinggi
(P<0.01) pada mereka dengan impaksi (15/34) daripada mereka dengan erupsi (16/86). Juga,
sudut negatif T2 U8/OP ditemukan hanya pada 1 dari 86 pasien dengan erupsi, bertentangan
dengan 6 dari 34 pasien dengan impaksi (P<0.05).
Penurunan dalam sudut L8/MP dari T1 sampai T2 sama pada kedua kelompok pasien
(P>0.05, table 2), dan peningkatan dalam sudut L8/MP terjadi dengan frekuensi yang sama
(P>0.05) pada pasien dengan impaksi selanjutnya (5/15) dan erupsi (14/54) dari molar ketiga
rahang bawah. T2L8/OP lebih besar pada mereka dengan impaksi daripada mereka dengan
erupsi (P<0.01, table 2), dan T2L8/OP>40 derajat lebih sering (P<0.01) pada impaksi (14/35,
Gambar 3) daripada pasien erupsi (7/85). Molar ketiga pada pasien dengan sudut T2L8/MP
telah erupsi.
7
Table 2. Perubahan (derajat) dalam angulasi molar ketiga rahang atas (T1 U8/PP-T2 U8/PP) dan rahang bawah (T1 L8/MP-T2 L8 MP) dari sebelum (T1) samapai setelah (T2) perawatan aktif seperti juga angulasi (derajat) molar ketiga rahang atas (T2 U8/OP) dan rahang bawah (T2 L8/OP) pada T2 pada pasien orthodontik remaja dengan erupsi selanjutnya dan impaksi molar ketiga pada follow up.
Gambar 2. Sefalogram sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan non-ekstraksi pada usia 12.7 dan 16.2 tahun, juga post-retensi jangka panjang (T3) pada usia 27.2 tahun dari pasien yang mengizinkan diagnosis yang akurat dari kedua molar ketiga rahang atas dan satu molar ketiga rahang bawah pada T3. Perhatikan tipping distal 4.0 derajat dari molar ketiga rahang atas dari T1 sampai T2 relatif terhadap dataran palatal dan impaksi mesial 1 derajat pada T3 relatif terhadap dataran oklusal. Juga perhatikan penegakan 7.5 derajat dari molar ketiga rahang bawah dari T1 samapai T2 relatif terhadap dataran mandibula dan impaksi distal sebesar 3.5 derajat pada T3 relatif terhadap dataran oklusal.
8
Gambar 3. Sefalogram sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan ekstraksi empat premolar pada usia 14.2 dan 16.7 tahun, juga post-retensi jangka panjang (T3) pada usia 29 tahun dari pasien yang mengizinkan diagnosis yang akurat dari keseluruhan empat molar ketiga pada T3. Perhatikan posisi molar ketiga rahang bawah yang asimetris dengan tipping mesial sebesar 8.5 derajat dari molar ketiga rahang bawah yang paling parah kemiringannya dari T1 ke T2 relatif terhadap dataran mandibula. Pada T3 relatif terhadap dataran oklusal. Juga perhatikan penegakan 7.5 derajat dari molar ketiga rahang bawah dari T1 samapai T2 relatif erupsi dari molar ketiga rahang atas ke posisi miring ke distal relatif terhadap dataran oklusal.
Angulasi pada T2 versus T3
Sebagian besar dari impaksi molar ketiga berada di distal pada rahang atas (table 3), dimana
hanya satu yang dapat diklasifikasikan sebagai horizontal (gambar 4). Tidak ada pasien
dengan molar ketiga rahang atas yang miring ke mesial pada T2 yang mengalami impaksi
distal, sementara 4.8 persen dari mereka dengan inklinasi distal pada T2 mengalami impaksi
mesial (table 3, gambar 2). Untuk 95 subjek dengan erupsi, rata-rata nilai sudut T3 U8/OP
adalah 5.09 derajat (SD 7.15), berkisar dari -5.5 sampai ±31.5 derajat, dan hanya 45 yang
memiliki T3 U8/OP dalam kisaran -2.0≤±2.0 derajat.
Sebagian besar impaksi berada mesial pada mandibula (table 4), dua dari ini
dklasifikasikan sebagai horizontal. Hanya dua molar ketiga rahang bawah yang dinilai
sebagai vertical dan satu sebagai distal pada T2 dan keduanya telah erupsi. Dari mereka yang
miring ke mesial pada T2 8.5 persen mengalami impaksi distal (Tabel 4, Gambar 3 dan 4).
Untuk 92 subjek dengan erupsi, rata-rata nilai sudut T3 L8/OP adalah 5.84 derajat (SD 7.15)
yang berkisar dari -7.0 sampai ±30.0 derajat, dan hanya 36 yang memiliki T3 L8/OP dalam
kisaran -2.0 ≤±2.0 derajat.
9
Table 3. Jumlah Subjek dengan Erupsi Seperti juga pada Impaksi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Atas pada Follow up (T3) di Antara Subjek dengan Angulasi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Atas pada Akhir Perawatan Aktif.
Gambar 4. Sefalogram sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan ekstraksi empat premolar pada usia 13.2 dan 15.6 tahun, juga post-retensi jangka panjang (T3) pada usia 30.1 tahun dari pasien yang mengizinkan diagnosis yang akurat dari keempat molar ketiga. Perhatikan penegakan molar ketiga rahang atas sebesar 12 derajat dari T1 sampai T2 relatif terhadap dataran palatal dan impaksi distal sebesar 40.5 derajat pada salah satunya, dan impaksi horizontal dari yang lainnya, Pada T3 relatif terhadap dataran oklusal. Juga perhatikan penegakan molar ketiga rahang bawah sebesar 4.0 derajat dari T1 sampai T2 terhadap dataran mandibula dan impaksi distal sebesar 12.0 derajat pada T3 relatif terhadap dataran oklusal.
10
Table 4. Jumlah Subjek dengan Erupsi Seperti juga pada Impaksi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Bawah pada Follow up (T3) di Antara Subjek dengan Angulasi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Bawah pada Akhir Perawatan Aktif.
Pembahasan
Penemuan ini bertentangan dengan Staggers dkk (1992), dan berpendapat bahwa
terapi ekstraksi premolar memiliki pengaruh yang baik pada angulasi molar ketiga rahang
atas pada rata-rata pasien orthodontik remaja (Tabel 1). Mekanismenya mungkin bahwa
pergerakan mesial dari molar berhubungan dengan penutupan lokasi ekstraksi (Kim dkk,
2003). Akan tetapi, peningkatan yang relative ini dalam penegakan pada pasie ex versus
pasien non-ex tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam impaksi molar ketiga rahang atas
yang telah dicatat antara dua kelompok pasien (Kim dkk, 2003), karena analisis regresi
mengusulkan jumlah penegakan yang sama selama perawatan aktif dan angulasi yang sama
pada akhir perawatan aktif dalam rata-rata pasien dengan impaksi selanjutnya dan erupsi
(Tabel 2).
Elsey dan Rock (2000) menyimpulkan bahwa penutupan lokasi ekstraksi premolar
rahang bawah sering mengizinkan peningkatan dalam posisi molar ketiga yang belum erupsi.
Akan tetapi, kesimpulan ini berdasarkan rata-rata penegakan hanya sekitar 7 derajat pada
pasien ekstraksi, tanpa perbandingan dengan kelompok yang mewakili pasien non-ekstraksi.
Penemuan dalam penelitian ini mengusulkan perubahan yang sama dalam angulasi molar
ketiga rahang bawah selama perawatan aktif pada pasien yang dirawat dengan dan tanpa
ekstraksi premolar (Tabel 1). Hipotesis yang ditetapkan oleh Tait (1982) bahwa pergerakan
mesial dari molar rahang bawah setelah ekstraksi meningkatkan orientasi ruangan molar
11
ketiga dengan membuat mereka mampu untuk berkembang lebih jauh ke depan masih
dipertanyakan. Analisis regresi juga menyatakan bahwa jumlah penegakan selama perawatan
adalah nilai prediktif minimal untuk impaksi. Akan tetapi, molar ketiga rahang bawah yang
impaksi muncul lebih miring ke mesial pada akhir perawatan aktif daripada yang erupsi
(Tabel 2).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya (Whitney dan Sinclair, 1987; Staggers, 1990;
Staggers dkk, 1992) variasi yang luas dalam perubahan angulasi molar ketiga rahang bawah
selama perawatan aktif ditemukan pada pasien ex seperti pada pasien non-ex (Tabel 1),
dengan beberapa pasien yang menunjukkan peningkatan dalam jumlah angulasi distal
(Gambar 2). Analisis chi square mengindikasikan bahwa tipping distal dari cups molar ketiga
rahang atas selama perawatan aktif seperti juga angulasi distal yang parah relative terhadap
dataran oklusal lebih dari 30 derajat pada akhir perawatan dapat menjadi factor resiko untuk
impaksi. Walaupun penegakan dari molar ketiga rahang atas selama perawatan dapat
dianggap baik, penemuan ini mengindikasikan bahwa over-uprighting sampai perluasan yang
dibentuk oleh angulasi mesial relative terhadap dataran oklusal pada akhir perawatan, dapat
menjadi factor resiko untuk impaksi (Tabel 3).
Penemuan sebelumnya (Whitney dan Sinclair, 1987; Staggers, 1990; Staggers dkk,
1992) tentang variasi yang luas dalam perubahan angulasi molar ketiga rahang bawah selama
perawatan didukung. Variasi tampak sama pada pasien ex dan non-ex, dengan frekuensi yang
sama dari subjek yang menunjukkan tipping mesial. Akan tetapi, over-uprighting sampai
angulasi distal dari molar ketiga rahang bawah sebelum akhir perawatan aktif mungkin sangat
jarang (Tabel 4). Sementara analisis chi square berpendapat bahwa tipping mesial dari molar
ketiga rahang bawah selama perawatan adalah nilai prediktif minimal untuk impaksi, angulasi
mesial yang parah lebih dari 40 derajat pada akhir perawatan dapat menjadi factor resiko
(Gambar 3).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya (Shiller, 1979; Serewin dan von Wowern,
1990; Richardson, 1992; Hattab, 1997; Kruger dkk, 2001) penemuan ini mengemukakan
bahwa perubahan dalam angulasi molar ketiga dari satu arah terhadap yang lainnya menjadi
lazim pada kedua rahang selama tahap akhir perkembangan akar (Tabel 3 dan 4, Gambar 2, 3,
dan 4). Molar ketiga rahang atas yang miring ke distal dan molar rahang bawah yang miring
ke mesial pada akhir perawatan dapat erupsi, juga menjadi impaksi ke mesial, vertical, atau
distal. Penemuan baru-baru ini mengusulkan bahwa kurang dari persen molar ketiga yang
12
erupsi mengalami angulasi yang ideal dalam lengkung gigi. Kesimpulan yang sama telah
dibuat mengenai molar ketiga rahang bawah yang erupsi setelah ekstraksi molar kedua
(Gooris dkk, 1990).
Pengukuran angulasi molar ketiga pada sefalogram lateral, seperti dalam penelitian ini
dan sebelumnya (Richardson dkk, 1984; Whitney dan Sinclair, 1987), dapat menjadi bias
karena perbedaan angulasi antara gambaran kontralateral yang berbayang ke atas. Masalah
yang sama muncul dalam penelitian sefalometrik pada perubahan dalam posisi gigi posterior,
dan hanya dapat diatasi jika pengukuran dilakukan pada headfilm 60 derajat dari sisi kanan
dan kiri. Prevalensi dan keparahan dari perbedaan bilateral pada angulasi molar ketiga tidak
dicatat dalam penelitian yang menilai catatan tersebut (Richardson, 1973, 1977, 1992; Tait
1982). Asimetris minor yang tidak terdeteksi tidak mungkin mempengaruhi hasil statistic dari
penelitian ini, karena kisaran yang relatif luas dari pengukuran individual ini (Tabel 1 dan 2),
dan asimetris parah (Gambar 3 dan 4) jarang diamati. Juga dapat dikritik bahwa perhitungan
perubahan dalam angulasi molar ketiga relative terhadap dataran mandibula dan palatal pada
setiap periode waktu dapat salah diinterpretasikan dalam kejadian perubahan remodeling dari
prossesus palatal dan tepi mandibula seiring dengan waktu. Akan tetapi, perubahan tersebut
kemungkinannya kecil selama periode waktu perawatan yang relative singkat dari subjek
dalam penelitian ini.
Dari 157 subjek dalam sampel, 132 dapat dinilai pada rahang atas dan 134 pada
rahang bawah, yang mewakili setiap kasus dari kumpulan besar pasien yang mengizinkan
diagnosis impaksi yang akurat versus erupsi dari molar ketiga. Sebagai tambahan, mereka
semua dalam kisaran usia yang cukup pada follow up untuk menyingkirkan kecenderungan
selanjutnya dari gigi yang didiagnosis seperti pada impaksi. Uji statistic juga menjamin
bahwa kasus yang dipilih sama dengan mereka yang dikeluarkan karena ketidakcukupan
catatan mengenai ini. Akhirnya, pasien dalam kumpulan latar belakang yang besar dipilih
secara acak. Oleh karenanya, sampel dapat menjadi perwakilan dari populasi umum dari
pasien remaja ekstraksi dan non-ekstraksi. Akan tetapi, angulasi molar ketiga sebelum
perawatan dapat diukur pada rahang atas hanya pada 97 pasien dan pada rahang bawah hanya
pada 69 pasien, yang mengurangi kekuatan untuk mendeteksi perbedaan dalam angulasi
molar ketiga selama perawatan aktif, khususnya pada rahang bawah. Sebagai tambahan,
beberapa subkelompok lebih kecil ketika melakukan beberapa uji chi square.
13
Kesimpulan
Penemuan dari penelitian ini mengusulkan bahwa terapi ekstraksi premolar memiliki
pengaruh yang baik pada angulasi molar ketiga, sementara perubahan dalam angulasi molar
ketiga rahang bawah selama perawatan mungkin sama pada pasien yang dirawat dengan dan
tanpa ekstraksi premolar. Penemuan ini juga mengindikasikan bahwa tipping distal dari molar
ketiga rahang atas selama perawatan aktif, lebih dari 30 derajat angulasi distal, dan angulasi
mesial relative terhadap dataran oklusal pada akhir perawatan, adalah factor resiko untuk
impaksi selanjutnya. Sebagai tambahan, molar ketiga rahang bawah yang miring lebih dari 40
derajat ke mesial relative terhadap dataran oklusal pada akhir perawatan mungkin menjadi
resiko peningkatan impaksi. Perubahan dalam angulasi molar ketiga dari satu arah terhadap
arah lainnya umum pada kedua rahang selama tahap akhir perkembangan akar, dan kurang
dari 50% molar ketiga yang erupsi mengalami angulasi yang ideal dalam lengkung gigi.
14