angkatan 20.docx

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra Indonesia berkembang dari waktu ke waktu, bahkan sebelum bahasa Indonesia diresmikan pada 28 Oktober 1928. Pada zaman dahulu bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kerajaan dan bahasa sastra, hasil-hasil sastra berbahasa Melayu yang tidak tertulis juga sudah ditemukan sejak abad ke-19. Sementara itu, pondasi pendirian sastra Indonesia baru tegak berdiri pada tahun 1920-an dengan munculnya Balai Poestaka. Sejak saat itu sastra berkembang sampai saat ini, sastra Indonesia secara umum terbagi oleh beberapa periode, yaitu angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950, angkatan 1966, dan angkatan 1970— sekarang. Sastra di Indonesia sudah ada sejak dulu sekali bahkan mungkin sudah ada sejak zaman purbakala dimana manusia-manusia purba memulai untuk menggambar dan menulis sesuatu di dalam gua-gua, sehingga menghasilkan karya-karya sastra. Tetapi karya-karya tersebut kemudian menghilang karena perkembangan zaman yang mungkin kurang maju. Lebih pastinya karya sastra di Indonesia dimulai sejak zaman “Angkatan Pujangga Lama” sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra Indonesia didominasi oleh karya-karya sastra berbahasa 1

Upload: edogawa

Post on 17-Jan-2016

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Angkatan 20.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra Indonesia berkembang dari waktu ke waktu, bahkan sebelum

bahasa Indonesia diresmikan pada 28 Oktober 1928. Pada zaman dahulu bahasa

Melayu dipakai sebagai bahasa kerajaan dan bahasa sastra, hasil-hasil sastra

berbahasa Melayu yang tidak tertulis juga sudah ditemukan sejak abad ke-19.

Sementara itu, pondasi pendirian sastra Indonesia baru tegak berdiri pada tahun

1920-an dengan munculnya Balai Poestaka. Sejak saat itu sastra berkembang

sampai saat ini, sastra Indonesia secara umum terbagi oleh beberapa periode,

yaitu angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950,

angkatan 1966, dan angkatan 1970—sekarang.

Sastra di Indonesia sudah ada sejak dulu sekali bahkan mungkin sudah

ada sejak zaman purbakala dimana manusia-manusia purba memulai untuk

menggambar dan menulis sesuatu di dalam gua-gua, sehingga menghasilkan

karya-karya sastra. Tetapi karya-karya tersebut kemudian menghilang karena

perkembangan zaman yang mungkin kurang maju. Lebih pastinya karya sastra di

Indonesia dimulai sejak zaman “Angkatan Pujangga Lama” sebelum abad ke-20.

Pada masa ini karya sastra Indonesia didominasi oleh karya-karya sastra

berbahasa akar (bahasa melayu), seperti syair, pantun, gurindam, dan hikayat.

Budaya melayu klasik dan pengaruh Islam yang kuat mempengaruhi sebagian

besar wilayah pesisir pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Setelah adanya

“Angkatan Pujangga Lama”, muncul lah “Angkatan Sastra Melayu Lama” yang

muncul antara sekitar tahun 1870-1942. Setelah “Angkatan Sastra Melayu

Lama”, muncul lah “Angkatan Balai Pustaka” yang akan kami bahas dalam

makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan dalam latar belakang

masalah, maka penulis ingin mengantarkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Sastrawan Angkatan 20?

2. Mengapa disebut angkatan Balai Pustaka atau Angkatan 20?

1

Page 2: Angkatan 20.docx

3. Bagaimana ciri – ciri karya angkatan Balai Pustaka atau angkatan 20?

4. Siapa tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka atau Angakatan 20 dan apa

saja hasil karya yang dihasilkannya?

5. Apa contoh karya angkatan Balai Pustaka atau angkatan 20 ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Untuk mendapatkan pengetahaun lebih tentang sastrawan angkatan 20

atau disebut juga angkatan Balai Pustaka.

2. Untuk Mengetahui Pengertian Sastrawan Angkatan 20 dan disebut

angkatan Balai Pustaka atau Angkatan 20

3. Untuk mengetahui ciri – ciri karya angkatan Balai Pustaka atau

angkatan 20

4. Untuk Mengetahui tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka atau

Angakatan 20 dan apa saja hasil karya yang dihasilkannya

5. Untuk mengetahui contoh karya angkatan Balai Pustaka atau angkatan

20 

2

Page 3: Angkatan 20.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Angkatan 20

Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an

kegiatannya dikenal banyak pembaca. Berawal ketika pemerintah Belanda

mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000

setiap tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru

meningkatkan pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en

Volkslectuur, yang dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka,

didirikan dengan tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi

penduduk pribumi yang menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat.

Sebagai pusat produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi

signifikan, yaitu:

1. merekrut dewan redaksi secara selektif

2. membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis

3. menentukan kriteria literer

4. mendominasi dunia kritik sastra

Pada masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu

standar yang yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa,

atau Sumatera. Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang

diperkirakan lebih mampu mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai

dewan redaksi. Beberapa diantaranya adalah Armjin Pene dan Alisjahbana.

Angkatan Balai Poestaka baru mengeluarkan novel pertamanya yang

berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920-an. Novel

yang mengangkat fenomena kawin paksa pada masa itu menjadi tren baru bagi

dunia sastra. Novel-novel lain dengan tema serupa pun mulai bermunculan.

2.2 Mengapa Disebut Angkatan Balai Pustaka

Balai Pustaka disebut angkatan 20an atau populernya dengan sebutan

angkatan Siti Nurbaya. Nama Balai Pustaka menunjuk pada dua pengertian:

1. Sebagai nama penerbit 

2. Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia

3

Page 4: Angkatan 20.docx

Balai Pustaka mempunyai pengaruh terhadap perkembangan sastra

Indonesia yaitu dengan keberadaanya maka sastrawan Indonesia dapat

melontarkan apa yang menjadi beban pikirannya melalui sebuah tulisan yang

dapat dinikmati oleh dirinya sendiri dan juga orang lain (penikmat sastra). Balai

Pustaka mempunyai tujuan untuk memberikan konsumsi berupa bacaan kepada

rakyat yang berisi tentang politik pemerintahan kolonial, sehingga dengan hal itu

Balai Pustaka telah memberikan informasi tentang ajaran politik kolonial.

Berdasarkan penyataan tersebut maka dengan didirikannya Balai Pustaka telah

memberikan manfaat kepada rakyat Indonesia karena sasrta Indonesia  menjadi

berkembang.

2.3 Ciri-ciri Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka

Adapun ciri-ciri karya sastra pada masa Balai Poestaka, yaitu:

1. Gaya Bahasa        : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.

2. Alur                    : Alur Lurus.

3. Tokoh                    : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh

narator ).

4. Pusat Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.

5. Terdapat digresi   : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting,

yang dapat menganggu kelancaran teks.

6. Corak          : Romantis sentimental.

7. Sifat             : Didaktis (pendidikan)

8. Latar belakang sosial: Pertentangan paham antara kaum muda dengan

kaum tua.

9. Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan

masyarakat.

10. Puisinya berbentuk syair dan pantun.

11. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum

muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.

12. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.

Selain mengambil latar belakang kehidupan masyarakat Minangkabau,

pada sebagian karya sastranya, masih terdapat beberapa ciri-ciri lainnya yang

cukup mencolok di antara karya sastra lainnya, di antaranya adalah:

4

Page 5: Angkatan 20.docx

1. Karya sastra angkatan balai pustaka pada umumnya hanya

berceritakan mengenai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan

kehidupan masyarakat sehari-hari.

2. Karya-karya pada angkatan balai pustaka juga tidak berbicara

mengenai politik, kemiskinan, dan nilai-nilai sekularisasi.

3. Para penulisnya lebih bersifat kompromistis terhadap keadaan politik

pada masa itu, pengarang berusaha untuk bersikap ramah dan baik

terhadap pemerintah kolonial agar karya-karya yang mereka hasilkan

dapat diterbitkan.

Karya-karya yang ada pada angkatan balai pustaka memang dibuat

sedemikian rupa agar tidak menyinggung perpolitikan kaum kolonial. Karya-

karya dari balai pustaka disortir secara ketat untuk mengurangi kemungkinan ada

karya-karya yang berbau menentang pemerintahan kolonial. Contoh paling

dekatnya adalah karya Siti Nurbaya. Dalam karya tersebut kita dapat melihat

bahwa Syamsul Bahri yang diposisikan sebagai tokoh protagonis lebih memilih

untuk menjadi bagian dari tentara kolonial demi membalaskan amarahnya ke

Datuk Maringgih. Syamsul Bahri dalam roman tersebut terkesan tidak nasionalis,

sedangkan Datuk Maringgih berada pada pihak yang membangkang aturan-aturan

kolonial terlepas dari sifatnya yang buruk dan licik. Hal ini bukan dikarenakan

tidak adanya rasa nasionalisme pada diri bangsa Indonesia, namun lebih didasari

atas aturan ketat syarat pempublikasian karya sastra yang diatur oleh pihak

penerbit balai pustaka. Adapun aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Netral dari visi dan misi yang berkaitan dengan ajaran agama.

2. Netral dari visi dan misi yang berkaitan dengan propaganda politik.

3. Karya yang akan diterbitkan adalah karya yang memiliki nilai

mendidik.

Karena syarat dan ketentuan yang ketat dari pihak penerbit balai pustaka,

maka tidak kita temukan karya-karya yang mengacu kepada kritikan terhadap

perpolitikan kaum kolonial pada masa itu. Karya-karya tersebut terlebih dahulu

disaring agar bisa lulus penyeleksian karya-karya yang akan dipublikasi.

2.4 Tokoh-Tokoh Angkatan Balai Pustaka Beserta Hasil Karyanya

Tokoh-tokoh yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka diantaranya

adalah:

5

Page 6: Angkatan 20.docx

1. Nur Sutan Iskandar

Nur Sutan Iskandar (lahir

di Sungai Batang, Sumatera

Barat, 3 November

1893 – meninggal di Jakarta, 28

November 1975 pada umur 82

tahun) adalah sastrawan

Angkatan Balai Pustaka.

Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur. Seperti

umumnya lelaki Minangkabau lainnya Muhammad Nur mendapat

gelar ketika menikah. Gelar Sutan Iskandar yang diperolehnya

kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad Nur pun

lebih dikenal sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.

Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909, Nur Sutan

Iskandar bekerja sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke

Jakarta. Di sana ia bekerja di Balai Pustaka, pertama kali sebagai

korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai

Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat

menjadi Kepala Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-

1945.

Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan terproduktif di

angkatannya. Selain mengarang karya asli ia juga menyadur dan

menerjemahkan buku-buku karya pengarang asing seperti Alexandre

Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan Doyle.

Karya – karya nya :

1. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)

2. Cinta yang Membawa Maut (Jakarta: Balai Pustaka, 1926)

3. Salah Pilih (Jakarta: Balai Pustaka, 1928)

4. Abu Nawas (Jakarta: Balai Pustaka, 1929)

5. Karena Mentua (Jakarta: Balai Pustaka, 1932)

6. Tuba Dibalas dengan Susu (Jakarta: Balai Pustaka, 1933)

7. Dewi Rimba (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)

8. Hulubalang Raja (Jakarta: Balai Pustaka, 1934)

6

Page 7: Angkatan 20.docx

9. Katak Hendak Jadi Lembu (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)

10. Neraka Dunia (Jakarta: Balai Pustaka, 1937)

11. Cinta dan Kewajiban (Jakarta: Balai Pustaka, 1941)

12. Jangir Bali (Jakarta: Balai Pustaka, 1942)

13. Cinta Tanah Air (Jakarta: Balai Pustaka, 1944)

14. Cobaan (Turun ke Desa) (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)

15. Mutiara (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)

16. Pengalaman Masa Kecil (Jakarta: Balai Pustaka, 1949)

17. Ujian Masa (Jakarta: JB Wolters, 1952, cetakan ulang)

18. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas II

(Jakarta: JB Wolters, 1952)

19. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas III

(Jakarta: JB Wolters, 1952)

20. Peribahasa (Karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman

Datuk Majoindo. Jakarta: JB Wolters, 1946)

21. Sesalam Kawin (t.t.)

2. Abdoel Moeis

Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, 3 Juli

1883 – meninggal di Bandung,

Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada

umur 75 tahun adalah seorang

sastrawan, politikus, dan

wartawan Indonesia. Dia

merupakan pengurus besar

Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili

organisasi tersebut. Abdul Muis dikukuhkan sebagai Pahlawan

Nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus

1959.

Karya – karya :

1) Salah Asuhan (novel 1928, difilmkan Asrul Sani 1972),

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto

dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar

Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of

Indonesia

7

Page 8: Angkatan 20.docx

2) Pertemuan Jodoh (novel 1933)

3) Surapati (novel 1950)

4) Robert Anak Surapati(novel 1953)

Hasil Terjemahan :

1) Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923)

2) Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)

3) Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922)

4) Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950)

5)

3. Marah Roesli

Marah Roesli atau sering kali

dieja Marah Rusli (lahir di

Padang, Sumatera Barat, 7

Agustus 1889 – meninggal di

Bandung, Jawa Barat, 17

Januari 1968 pada umur 78

tahun) adalah sastrawan

Indonesia angkatan Balai Pustaka. Keterkenalannya karena karyanya

Siti Nurbaya (roman) yang diterbitkan pada tahun 1920 sangat banyak

dibicarakan orang, bahkan sampai kini. Siti Nurbaya telah melegenda,

wanita yang terpaksa kawin karena keadaan ekonomi orang tuanya,

dengan lelaki yang tidak diinginkannya.

Karya - karyanya :

1) Siti Nurbaya. Jakarta : Balai Pustaka. 1920 mendapat hadiah dari

Pemerintah RI tahun 1969.

2) Lasmi. Jakarta : Balai Pustaka. 1924.

3) Anak dan Kemenakan. Jakarta : Balai Pustaka. 1956.

4) Memang Jodoh (naskah roman dan otobiografis)

5) Tesna Zahera (naskah Roman)

Terjemahannya:

Gadis yang Malang (novel Charles Dickens, 1922).

4. Aman Datuk Madjoindo

8

Page 9: Angkatan 20.docx

Lahir di Supayang, Solok, Sumatera Barat, 5 Maret 1896. Meninggal

di Sirukam, Solok, Sumatera Barat, 5 September 1969 pada umur 73

tahun.

Karya-karyanya yaitu :

1) Si Doel Anak Betawi (1956)

2) Menebus Dosa (1932)

3) Rusmala Dewi (1932, bersama S. Hardjosoemarto)

4) Sebabnya Rafiah Tersesat (1934, bersama S. Hadjosoemarto)

5) Si Cebol Rindukan Bulan (1934)

6) Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)

7) Syair Si Banto Urai (1931)

8) Syair Gul Bakawali (1936)

9) Cerita Malin Deman dan Putri Bungsu (1932)

10) Cindur Mata (1951)

11) Hikayat Si Miskin (1958)

12) Hikayat Lima Tumenggung (1958)

5. Muhammad Kasim

Lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 1886. Antara lain

bersama Suman Hs., M. Kasim termasuk pelopor penulisan cerita

pendek dalam jajaran sastra Indonesia baku. Ia semula mempunyai

pekerjaan tetap sebagai guru sekolah dasar. Tahun 1922, mulai dikenal

sebagai penulis melalui novelnya yang pertama terbitan Balai Pustaka,

yakni Moeda Teroena. Pada tahun 1924 ia memenangkan sayembara

menulis buku anak-anak. Karyanya kemudian diterbitkan dengan judul

Pemandangan dalam Doenia Kanak-kanak (Si Samin). Ia juga dikenai

sebagai penulis cerita pendek yang kemudian diterbitkan sebagai buku

Teman Doedoek (1936).

Novel maupun cerpennya bercerita tentang penduduk

perkampungan Sumatera dengan gaya sederhana dan penuh humor.

Namun Kasim sendiri lebih menunjukkan karya-karyanya itu kepada

para pembaca muda daripada orang dewasa. Karya terjemahannya

adalah Niki Bahtera (Dari In Woelige Dagen karya C.J. Kieviet) dan

9

Page 10: Angkatan 20.docx

Pangeran Hindi (dari De Vorstvan Indie karya Lew Wallace), masing-

masing tahun 1920 dan 1931

6. Tulis Sutan Sati

Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898 di Bukittinggi dan meninggal

pada zaman Jepang. Beliau adalah

penyair dan sastrawan Indonesia

Angkatan Balai Pustaka. Karya-

karyanya terdiri atas asli dan

saduran, baik roman maupun syair.

Karya-karyanya yang asli berbentuk roman adalah Sengsara

Membawa Nikmat (1928), Tidak Tahu Membalas Guna (1932), Tak

Disangka (1932), dan Memutuskan Pertalian (1932), sedangkan karya-

karya sadurannya dalam bentuk syair adalah Siti Marhumah Yang

Saleh (saduran dari cerita Hasanah yang saleh), Syair Rosina (saduran

tentang hal yang sebenarnya terjadi di Betawi pada abad lampau),

Sabai nan Aluih (saduran dari sebuah kaba Minangkabau dalam

bentuk prosa beriman).

7. Selasih dan Sa’adah Alim 

Selasih sering memakai nama samaran Seleguri atau Sinamin. Lahir

tahun 1909

Karya-karyanya: Kalau Tak Ujung (1933), Pengaruh Keadaan (1973).

Sa’adam Alim

Karya-karyanya: Pembalasannya (1941) – sebuah sandiwara, Taman

Penghibur Hati (1941) – kumpulan cerpen, Angin Timur angina Barat

(Preal S. Buck) – karya terjemahan.

8. Merari Siregar

Merari Siregar (lahir di

Sipirok, Sumatera Utara pada

13 Juli 1896 dan wafat di

Kalianget, Madura, Jawa Timur

10

Page 11: Angkatan 20.docx

pada 23 April 1941) adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai

Pustaka.

Merari Siregar pernah bersekolah di Kweekschool Oost en West di

Gunung Sahari, Jakarta. Pada tahun 1923, dia bersekolah di

sekolah swasta yang didirikan oleh vereeniging tot van Oost en

West, yang pada masa itu merupakan organisasi yang aktif

memperakiekkan politik etis Belanda.

Setelah lulus sekolah Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di

Medan. Kemudian dia pindah ke Jakarta dan bekerja di Rumah

Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Terakhir

dia pindah ke Kalianget, Madura, tempat ia bekerja di Opium end

Zouregie sampai akhir hayatnya.

Karya-karyanya :

Novel

1) Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1 tahun

1920,Cet.4 1965.

2) Binasa Karena Gadis Priangan. Jakarta: Balai Pustaka 1931.

3) Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi. Jakarta:

Balai Pustaka 1924.

4) Cinta dan Hawa Nafsu. Jakarta: t.th.

Saduran

1) Si Jamin dan si Johan. Jakarta: Balai Pustaka 1918.

9. I Gusti Njoman Pandji Tisna 

Anak Agung Pandji Tisna (lahir di Buleleng, 11 Februari

1908 – meninggal 2 Juni 1978 pada umur 70 tahun), dalam sumber

lain disebutkan meninggal tahun 1976 yang dikenal pula dengan

nama A.A. Pandji Tisna, Anak Agung Nyoman Pandji Tisna atau I

Gusti Nyoman Pandji Tisna, adalah keturunan ke-11 dari dinasti raja

Buleleng di Bali Utara, Anglurah Pandji Sakti. Nama Anak Agung

Pandji Tisna dipergunakan sejak tahun 1938, diubah dari nama I

Gusti Njoman Pandji Tisna.

11

Page 12: Angkatan 20.docx

Karya – Karyanya :

1) I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan) (1955)

2) I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)

3) Sukreni Gadis Bali (1936) (pertama-tama terbit dalam bahasa

Bali, kini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa lain)

4) "Bali Taruniyan Dedenekuge Kathawa", edisi bahasa Sinhala

terj. Dr. P. G. Punchihewa

5) "The Rape of Sukreni", edisi bahasa Inggris, terj. George

Quinn

6) Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)

7) "Panglajar djadi tjoelik", (1940) terjemahan bahasa Sunda oleh

Soerjana

Buku tentang Anak Agung Pandji Tisna dan karyanya

1) The Last King of Singaraja, Bali, oleh Prof. I Gusti Ngurah

Gorda

2) Warna lokal Bali dalam novel Sukreni gadis Bali karya Anak

Agung Pandji Tisna oleh Made Pasek Parwatha

10. Paulus Supit

Paulus Supit seorang pengarang berasal dari Menado menulis sebuah

roman tentang perjuangan sebuah keluarga yang taat beragama dalam

menghadapi berbagai ranjau kehidupan, berjudul Kasih Ibu (1932).

Buku ini menarik karena daerah asal pengarangnya dan yang

dilukiskannya pun adalah kehidupan sebuah keluarga sederhana di

Tomoholon.

11. Soeman H.S

Soeman Hasibuan (lahir di

Bengkalis, Riau, 4 April

1904 – meninggal di

Pekanbaru, Riau, 8 Mei

1999 pada umur 95 tahun)

atau lebih di kenal dengan

nama Soeman Hs adalah

12

Page 13: Angkatan 20.docx

seorang Sastrawan dari Riau asal Tapanuli. Ia digolongkan sebagai

sastrawan dari Angkatan Balai Pustaka.

Karya-karyanya :

1) Kasih Tak Terlarai, terbitan Balai Pustaka, Jakarta tahun 1930.

2) Percobaan Setia, terbitan Balai Pustaka, Jakarta tahun 1931.

3) Mencari Pencuri Anak Perawan, terbitan Balai Pustaka, Jakarta,

tahun 1932.

4) Kasih Tersesat, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1932.

5) Kawan Bergelut (kumpulan cerpen), terbitan Balai Pustaka,

Jakarta, tahun 1938.

6) Tebusan Darah, terbitan Dunia Pengalaman, Medan tahun 1939.

7) "Pertjobaan Setia" (1940)

8) "Mentjari Pentjuri Anak Perawan" (1932)

9) "Kasih Ta' Terlarai" (1961)

10) "Kawan Bergelut" (kumpulan cerpen)

11) "Tebusan Darah"

12. H.S.D. Muntu

Haji Said Daeng Muntu atau lebih dikenal dengan H.S.D. Muntu

merupakan salah seorang pujangga dari angkatan Balai Pustaka.

Beliau lahir di Padang, Sumatera Barat sekitar pada awal abad ke-20.

Namun, ketika menginjak usia anak-anak, beliau pindah ke Makasar.

Kepindahannya tersebut dikarenakan mengikuti orang tuanya yang

dibawa paksa oleh Belanda.

Setelah dewasa beliau menjadi orang yang sangat berpengaruh di

daerah Makasar yaitu menjadi pemimpin Muhammadiyah se-

Sulawesi. Oleh karena itu, beliau mendapat tambahan gelar Daeng

yaitu  suatu gelar kebangsawanan dari adat Bugis.

Semasa menjadi pemimpin Muhammadiyah, beliau juga ikut aktif

dalam menciptakan karya sastra dengan bergabung ke dalam

Angkatan Balai Pustaka.  Karyanya berupa Roman antara lain berjudul

“Pembalasan” dan” Karena Kerendahan Budi”. Roman “Pembalasan”

dibuat pada tahun 1935 yang bercerita tentang pekhianatan seorang

pembantu yang mendapat kepercayaan dari tuannya. Roman ini

13

Page 14: Angkatan 20.docx

mengambil latar tempat di daerah Goa yang ketika itu daerah tersebut

sudah mulai dikuasai oleh Belanda. Sementara  roman “Karena

Kerendahan Budi” dibuat pada tahun 1941 yang bercerita tentang

persoalan sosial dan pendidikan.

2.5 Contoh Karya Angkatan Balai Pustaka atau Angkatan 20

Ada banyak karya angkatan balai pustaka, namun disini penulis hanya

melampirkan salah satu karya dari angkatan Balai Pustaka.

Siti Nurbaya

Karya Marah Roesli

Alur

Di Kota Padang pada awal abad ke-20, Samsulbahri dan Sitti Nurbaya –

anak dari bangsawan Sutan Mahmud Syah dan Baginda Sulaiman – adalah

tetangga dan teman kelas yang masih remaja. Mereka mulai jatuh cinta, tetapi

hanya bisa mengakui hal tersebut setelah Samsu mengaku bahwa dia hendak ke

kota Batavia (sekarang Jakarta) untuk melanjutkan pendidikannya. Setelah

menghabiskan waktu bersama di daerah perbukitan, Samsu dan Nurbaya

berciuman di depan rumah. Ketika ditangkap basah oleh ayah Nurbaya serta para

tetangga, Samsu dikejar dari Padang dan pergi ke Batavia.

14

Page 15: Angkatan 20.docx

Sementara, Datuk Meringgih, yang iri atas kekayaan Sulaiman dan

mengkhawatirkan persaingan bisnis, berusaha untuk menjatuhkannya. Anak buah

Meringgih menghancurkan hak milik Sulaiman, yang membuatnya menjadi

bangkrut dan terpaksa meminjam uang dari Meringgih. Ketika Meringgih datang

untuk minta utang itu dilunasi, Nurbaya menawarkan diri sebagai istrinya, dengan

syarat utang ayahnya harus dianggap beres; Datuk Meringgih setuju.

Dalam suatu surat ke Samsu, Nurbaya menyatakan bahwa mereka tidak

dapat bersama lagi. Namun, setelah muak dengan watak Meringgih yang kasar

itu, Nurbaya melarikan diri ke Batavia supaya bisa bersama Samsu; mereka

akhirnya jatuh cinta kembali. Setelah dia menerima sepucuk surat yang

menyatakan bahwa ayahnya telah meninggal, Nurbaya kembali ke kota Padang,

di mana dia meninggal setelah makan kue yang ternyata telah diberi racun oleh

anak buah Meringgih. Setelah menerima kabar itu, Samsu berusaha bunuh diri di

taman umum, namun tak berhasil.

Sepuluh tahun kemudian, Meringgih memimpin suatu revolusi melawan

pemerintah Hindia Belanda sebagai protes atas kenaikan pajak. Dalam revolusi

ini, Samsu–yang ternyata menjadi prajurit di bawah pimpinan Belanda dan

dikenal dengan nama Letnan Mas–menemukan dan membunuh Meringgih, tetapi

dia sendiri terluka berat. Setelah bertemu dengan ayahnya dan memohon maaf,

dia meninggal.

15

Page 16: Angkatan 20.docx

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka hati

para penulis untuk mau memperlihatkan hasil karyanya yang dulunya

menggunakan bahasa daerah kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia

sebagai ungkapan rasa bangga berbangsa Indonesia. Saelain itu, dengan

munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka semangat dan kesadaran

para penulis untuk mempersatukan daerah-daerahnya demi keutuhan bangsa

Indonesia.

Disisi lain Balai Pustaka juga dikenal sebagai nama suatu penerbit besar

yang berdiri pada sekitar tahun 1920an yang pada tahun tersebut beriringan

dengan munculnya angkatan Balai Pustaka. Munculnya angkatan Balai Pustaka

memang disesuaikan dengan karya-karya besar yang terkenal pada waktu itu

yang sebagian besar diterbitkan dari penerbit Balai Pustaka Jakarta.

3.2 Saran

Kekayaan Sastra Indonesia hendaknya dapat kita lestarikan. Sebagai

seorang pelajar mengetahui dan menambah wawasan dalam kesustraan tidaklah

salah. Hendaknya Pihak sekolah menambah literatur – literatur berkenaan dengan

sejarah kesustraan Indonesia

16

Page 17: Angkatan 20.docx

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Sutan_Iskandar

http://id.wikipedia.org/wiki/Abdoel_Moeis

http://id.wikipedia.org/wiki/Marah_Roesli

http://vhichaphicha.blogspot.com/2010/10/biografi-aman-datuk-madjoindo.html

http://lukisanhati.blogspot.com/2014/01/sejarah-sastra.html

http://www.goodreads.com/author/show/2459164.Mohammad_Kasim

http://franswilly.blogspot.com/2010/09/tulis-sutan-sati.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Merari_Siregar

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_Agung_Pandji_Tisna

http://worldoftiwi.blogspot.com/2013/01/para-pengarang-balai-pustaka.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs

http:// http://sastralife.wordpress.com/Karya-sastra-angkatan-balaipustaka/

http://jasapembuatanweb.co.id/bahasa/perkembangan-berbagai-bentuk-sastra-

indonesia#ixzz2NPdXZqxp

http://www.yadi82.com/2010/09/sinopsis-novel-sitti-nurbaya.html

17