disi 20.docx

4
disi 20, September 2014 | Majalah Resources Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 telah usai. Indonesia sekarang mempunyai Presiden dan Wakil Presiden baru yaitu Joko Widodo-Muhammad Jusuf Kalla (Jokowi-Kalla). Terpilihnya Jokowi-Kalla seperti memunculkan harapan baru bagi rakyat Indonesia yang mendambakan Indonesia yang lebih maju, aman, berkepribadian, dan berdaulat tidak hanya di benua Asia, namun juga di dunia. Salah satu sektor penting yang terkait dengan kedaulatan adalah soal kelautan. Sektor ini menjadi salah satu prioritas visi dan misi dari Jokowi-Kalla pada masa kampanye Pilpres lalu. Merujuk kepada dokumen visi misi yang disampaikan oleh pasangan ini kepada KPU, agenda aksi yang hendak dilakukan adalah dengan melakukan diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian permasalahan perbatasan Indonesia dengan 10 negara tetangga Indonesia; menjamin integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); kedaulatan maritim dan keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan; mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE); mengintensifkan diplomasi pertahanan; dan meredam rivalitas maritim di antara negara-negara besar dan mendorong penyelesaian sengketa teritorial di kawasan. Agenda aksi yang tentu saja sangat menarik dinanti ketika administrasi pemerintah Jokowi-Kalla berjalan. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. Batas-batas wilayah kelautan

Upload: saifuru-amari

Post on 17-Nov-2015

250 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ambalat

TRANSCRIPT

disi 20, September 2014 | Majalah ResourcesPemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 telah usai. Indonesia sekarang mempunyai Presiden dan Wakil Presiden baru yaitu Joko Widodo-Muhammad Jusuf Kalla (Jokowi-Kalla). Terpilihnya Jokowi-Kalla seperti memunculkan harapan baru bagi rakyat Indonesia yang mendambakan Indonesia yang lebih maju, aman, berkepribadian, dan berdaulat tidak hanya di benua Asia, namun juga di dunia.Salah satu sektor penting yang terkait dengan kedaulatan adalah soal kelautan. Sektor ini menjadi salah satu prioritas visi dan misi dari Jokowi-Kalla pada masa kampanye Pilpres lalu. Merujuk kepada dokumen visi misi yang disampaikan oleh pasangan ini kepada KPU, agenda aksi yang hendak dilakukan adalah dengan melakukan diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian permasalahan perbatasan Indonesia dengan 10 negara tetangga Indonesia; menjamin integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); kedaulatan maritim dan keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan; mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE); mengintensifkan diplomasi pertahanan; dan meredam rivalitas maritim di antara negara-negara besar dan mendorong penyelesaian sengketa teritorial di kawasan. Agenda aksi yang tentu saja sangat menarik dinanti ketika administrasi pemerintah Jokowi-Kalla berjalan.Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. Batas-batas wilayah kelautan Indonesia dengan negara-negara lain lebih mendominasi daripada batas-batas wilayah darat. Beberapa negara yang berbataskan langsung dengan Indonesia melalui laut adalah India, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Republik Palau, Timor Leste, Papua Nugini, dan Australia. Dari negara-negara di atas, Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste adalah dua negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia via darat.Rezim hukum internasional melalui United Nations Convention Law of The Sea 1982 (UNCLOS 1982) telah menentukan batas-batas kelautan sebuah negara. Batas-batas ini menjadi tolok ukur bagi sebuah negara dalam menentukan batas wilayah kelautan terluar. UNCLOS 1982 menetapkan bahwa zona maritim terdiri dari zona laut teritorial sejauh 12 mil, zona tambahan ataucontiguous zonesejauh 24 mil, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil. Semua jarak ini dihitung dari batas darat/pulau terluar dari sebuah negara (baselines).Berbeda dengan perbatasan darat yang lebih definitif pematokan ukuran dan batas-batasnya, ukuran dan batas-batas kelautan dalam prakteknya seringkali berbeda antar satu negara dengan negara lain meskipun sudah ada UNCLOS 1982. Dari ketiga zona maritim di atas, boleh dikatakan bahwa hanya zona laut teritorial saja yang mutlak diakui sebagai batas kedaulatan sebuah negara. Itupun diakui sepanjang tidak bersinggungan dengan kedaulatan negara lain. Sementara itu, kedaulatan negara pada jarak maksimal zona tambahan (24 mil) dan ZEE (200 mil) ada sepanjang tidak bersinggungan dengan batas kelautan negara tetangga dan sesuai dengan yang disepakati oleh antar negara melalui perjanjian bilateral atau multilateral (maritime boundaries agreement). Apabila perjanjian tadi tidak ada, potensi munculnya konflik atau sengketa perbatasan kelautan dipastikan akan ada.Hingga saat ini, Indonesia telah menyepakati batas-batas wilayah kelautan dengan sejumlah negara yang disebutkan, kecuali dengan Timor Leste dan Republik Palau, sebuah negara kecil yang berada di bagian utara Propinsi Maluku Utara dan Papua Barat. Sejak lepasnya Timor Timur dari Indonesia yang kemudian berubah menjadi Timor Leste, belum ada perjanjian batas wilayah kelautan antara kedua negara. Padahal, terdapat wilayah Timor Leste yang terapit di dalam Propinsi Nusa Tenggara Timur. Eksistensi perjanjian internasional antara Indonesia dan kedua negara ini tentu saja akan memberikan kepastian hukum dan meminimalkan sengketa yang akan terjadi.Di samping Timor Lester dan Republik Palau, Indonesia belum juga mencapai kesepakatan khususnya mengenai ZEE dengan Malaysia terutama di Selat Malaka. Sejauh ini, Indonesia dan Malaysia telah menyepakati perjanjian bilateral terkait zona laut teritorial dan landas kontinen. Namun, terkait ZEE kedua negara ini masih belum sepakat. Tidaklah heran bahwa sering terjadi saling klaim terkait wilayah kelautan oleh kedua negara. Bahkan, penyusupan kapal masing-masing negara melewati batas wilayah yang menjadi sengketa pun kerap terjadi. Dampaknya,Illegal, Unreported and Unregulated (IIU) Fishingsering terjadi. Ketiadaan perjanjian bilateral ini berimplikasi kepada ketidakpastian hukum khususnya yang menyangkut perlindungan kekayaan alam laut Indonesia dan nelayan Indonesia itu sendiri. Dengan adanya perjanjian tadi, batas-batas ZEE dapat ditentukan dan pergesekan antara aparat kedua negara tidak akan terjadi lagi. Selain itu, kedaulatan kelautan Indonesia pun akan terjaga.Apa yang diperlukan dan seharusnya dilakukan oleh pemerintahan baru Jokowi-Kalla? Pertama sekali yang harus dilakukan adalah inventarisasi perjanjian-perjanjian yang telah dan belum ditandatangani oleh Indonesia dengan negara-negara lain yang berbatasan laut dengan Indonesia. Apabila perjanjian telah ditandatangani, analisa sangat penting untuk dilakukan untuk melihat kekurangan atau kelemahan perjanjian dan potensi masalah strategis yang mungkin terjadi yang bakal merugikan Indonesia baik dari segi ekonomi maupun pertahanan dan keamanan. Apabila belum ada perjanjian, maka penting juga untuk melakukan analisa terhadap hal-hal apa yang sebaiknya diatur dan diperjanjikan yang tentu saja dapat menguntungkan para pihak (mutual consent). Ketersediaan data-data penunjang terkait batas wilayah tentu saja adalah keniscayaan dan sangat diperlukan untuk pembuktian serta menunjang negosiasi. Hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia salah satunya adalah karena persoalan kekurangan data sebagai pembuktian klaim.Disamping inventarisasi dan analisa tadi, diplomasi maritim diperlukan untuk mewujudkan komunikasi keinginan Indonesia terhadap negara lain. Hal ini untuk mendorong pembicaraan lebih lanjut dengan negara-negara tetangga tadi. Hasil akhirnya, diplomasi dan pembicaraan tadi diharapkan akan memastikan secara hukum batas-batas wilayah kelautan Indonesia dengan negara-negara lain melalui perjanjian bilateral (maritime boundaries agreement).Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Ego kedaulatan masing-masing negara akan menjadi tantangan serius bagi tercapainya kesepakatan mengenai batas wilayah. Oleh karenanya, diplomat-diplomat handal sangat diperlukan oleh pemerintahan baru Jokowi-Kalla. Para diplomat ini sebaiknya memiliki kompetensi yang sangat baik tidak hanya dalam bidang diplomasi namun juga di bidang hukum, ekonomi, dan kelautan.Muhammad Faiz Aziz**Penulis adalah Peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan mahasiswa Pasca Sarjana pada Fakulti Undang-Undang Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).============================================================================================================================================================================Sumber :Majalah Resources Edisi 20 / Tahun 02 / September 2014, Hal. 88-89Dirilis pada :September 2014