anemia defisiensi besi - simdos.unud.ac.id · dari radang usus non tropical (celiac sprue). yang...
TRANSCRIPT
1
RESPONSI
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Pembimbing :
dr. Renny A. Rena, Sp.PD-FINASIM
Mahasiswa :
I Wayan Rivandi Pradiyadnya M (1202005127)
Ida Ayu Mas Suryani (1202005126)
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
2
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pengalaman belajar lapangan
yang berjudul “Thallasemia” ini tepat pada waktunya. Pengalaman belajar lapangan ini
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan maupun
bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp. PD-KHOM, selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
3. dr. dr. Renny A. Rena, Sp.PD-FINASIM
4. , selaku pembimbing dalam penyusunan responsi kasus ini, atas bimbingannya.
5. Dokter residen yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas masukannya.
6. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan responsi kasus ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa pengalaman belajar lapangan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan
semoga pengalaman belajar lapangan ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan
kedokteran.
Denpasar, April 2017
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Definisi 2
2.2 Patofisiologi 2
2.3 Klasifikasi 6
2.4 Epidemiologi 6
2.5 Etiologi 7
2.6 Patogenesis 8
2.7 Manifestasi Klinis 9
2.8 Diagnosis Laboratorium 11
2.9 Diagnosis 13
2.10 Diagnosis Banding 15
2.11 Penatalaksanaan 16
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita 19
3.2 Anamnesis 19
3.3 Pemeriksaan Fisik 21
3.4 Pemeriksaan Penunjang 23
3.5 Diagnosis Kerja 24
3.6 Terapi 24
3.7 Rencana Diagnosis 24
3.8 Monitoring 25
BAB IV KESIMPULAN 26
DATAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia
defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium
yang menunjukan cadangan besi kosong. Hal ini disebabkan tubuh manusia
mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh
mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan.
Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi
maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan
turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena
kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang
sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh.
Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi
yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur,
jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta
wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita
defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun
kurangnya intake besi dalam jangka panjang.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai,
terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga. Anemia ini mengenai lebih
dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat
merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 DEFINISI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai oleh anemia
hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC meningkat, saturasi transferin.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :
. Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl
. Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
. Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl
. Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl
. Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl
Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di rumah sakit atau
praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :
1. Hemoglobin < 10 g/dl
2. Hematokrit < 30 %
3. Eritrosit < 2,8 juta/mm³
2. 2 PATOFISIOLOGI
A. METABOLISME BESI
Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat
dalam jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi evolusinya alat penyerapan besi
dalam usus, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal
dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan berubah di mana sebagian besar
6
berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi
yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.
B. KOMPOSISI BESI DALAM TUBUH
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh :
a. Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam
tubuh
b. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang
c. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya
untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.
Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free icon), tetapi selalu
berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat
seperti radikal bebas.
Tabel 1. Kandungan besi seorang laki-laki dengan BB 75 kg
A. Senyawa besi fungsional Hemoglobin
Mioglobin
Enzim-enzim
2300 mg
320 mg
80 mg
B. Senyawa besi transportasi Transferin 3 mg
C. Senyawa besi cadangan Feritinin
Hemosiderin
700 mg
300 mg
Total 3803 mg
Tabel1. menggambarkan komposisi besi pada seorang laki-laki dengan berat badan 75
kg. Jumlah besi pada perempuan pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuh
yang juga lebih kecil.
7
C. ABSORPSI BESI
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus. Untuk
memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi
paling banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan oleh
struktur epitel usus yang memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi dibagi
menjadi 3 fase :
1. Fase luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap
diserap di duodenum
2. Fase mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu
proses yang aktif.
3. Fase korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi
oleh sel-sel yang memerlukan serta penyimpanan besi (storage)
Fase luminal
Besi dalam makanan terdapat 2 bentuk yaitu :
. Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, absorpsi tinggi, tidak dihambat
oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.
. Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, absorpsi rendah,
dipengaruhi oleh bahan pemacu dan penghambat sehingga bioavailabilitasnya
rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat factors” dan
vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat,
dan serat (fibre). Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi
dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi
bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.
8
Fase mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejenum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks.
Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme yang dapat mengatur penyerapan
besi melalui mukosa usus.
Fase korporeal
Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel
usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi
transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.
Banyaknya absorpsi besi tergantung pada
1. Jumlah kandungan besi dari makanan
2. Jenis besi dalam makanan : besi heme atau besi non-heme
3. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan
4. Kecepatan eritropoesis
D. SIKLUS BESI DALAM TUBUH
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh
besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap.
Besi yang diserap setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam
jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferin
akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang
sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg/hari.
Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi
memerlukan esi 17 mg, sdeangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag
karena terjadinya hemolisis infektif (hemolisis intramedular). Besi yang dapat pada
eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan
9
pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat
dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien.
2. 3 KLASIFIKASI
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan :
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi
untuk eritropoesis belum terganggu.
2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoesis) : cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia.
2. 4 EPIDEMIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini,
didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti pada tabel 1.
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki-laki dewasa 6 % 3 % 16-50 %
Wanita tak hamil 20 % 17-21 % 25-48 %
Wanita hamil 60 % 39-46 % 46-92 %
Tabel 1. Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia
2. 5 ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi,
gannguan absorpsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun :
10
Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang.
- Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas : hemoptoe
Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas
besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin
C , dan rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir
indentik dengan pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi
jarang sebagai penyebab utama. Penyebab pendarahan paling sering pada laki-laki
ialah pendarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing
tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena
meno-metrorhgia.
Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis.
Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu,
terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi
tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus
halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum
11
proximal ikut terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor
dari radang usus non tropical (celiac sprue).
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
Wanita menstruasi
Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan
daging dan telur selama bertahun-tahun.
Menderita penyakit maag.
Penggunaan aspirin jangka panjang
Kanker kolon
Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan
brokoli dan bayam.
2. 6 PATOGENESIS
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kkebutuhan besi yang
meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika
cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan
kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi
dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka
cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada
fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free
protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin
12
menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC)
meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan
jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut
sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan
gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gelaja lainnya.
2. 7 MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka
gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
13
Gambar 2
Koilonychia (kuku sendok)
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
Gambar 3
glossitis karena atrofi papil lidah
14
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Gambar 4
Angular cheilosis / stomatitis angularis
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telpak tangan berwarna
kuning seperti jerami. Pada anemia karena pendarahan kronik akibat kanker kolon
dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejala lain tergantung dari
lokasi tersebut.
2. 8 DIAGNOSIS LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat
dijumpai adalah :
1. Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit didapatkan anemia hipokromik
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat.
15
MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi
besi dan thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan
berlangsung lama. RDW (red cell distribution witdh) meningkat yang
menandakan adanya anisositosis. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi
besi. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala
anemia yang menyolok karena anemia timbul perlahan-lahan.
Hapusan darah mennunjukan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel target dan sel pensil. Leukosit dan trombosit normal.
Pada kasus ankilostomiasis sering disertai eosinofilia.
2. Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350 g/dl, dan saturasi
transferin < 15 %
3. Kadar serum feritinin < 20 g/dl.
4. Protoforfirin eritrosit meningkat ( > 100 g/dl)
5. Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-
kecil (micronormoblast) dominan.
6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin kadar reseptor
transferin meningkat.
7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan
cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif).
8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi
antara lain :
- Pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan semikuantitatif (Kato Katz)
- Pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake dan
barium inloop.
16
Hemoglobin and Hematocrit Values Diagnostic of Anemia
2. 9 DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang
tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah
menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut
off point anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah
memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan
penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
17
Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi
(tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi
modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan
MCHC < 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d :
a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi
transferin < 15% atau
b. Serum feritinin < 20 g/dl atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan
cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau
d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang
setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi
besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis
pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah
kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan sumber
pendarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar
20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya.
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi
besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Pada
suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3 % pasien
infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang
dijumpai. Jika tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah
samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi
saluran cerna atas atau bawah.
18
2. 10 DIAGNOSIS BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti :
anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan
keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
Anemia
defisiensi besi
Anemia akibat
penyakit
kronik
Thalassemia
Anemia
sideroblastik
Derajat anemia Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi serum Menurun < 30 Menurun < 50 Normal/ Normal/
TIBC
Meningkat >
360
Menurun < 300 Normal/ Normal/
Saturasi
transferin
Menurun
< 15 %
Menurun/N
10-20
Meningkat
>20%
Meningkat
>20 %
Besi sumsum
tulang
Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
ring sideroblast
Protoporfirin
eritrosit
Meningkat Meningkat Normal Normal
Feritinin serum
Menurun
< 20 g/l
Normal
20-200 g/l
Meningkat
>50 g/l
Meningkat
>50 g/l
Elektofoesis-Hb
N N Hb. A2
meningkat
N
19
2. 11 PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia
defisiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacemen theraphy).
a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan
aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis
anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi
elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi
besi 50 mg/hari dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate,
dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas
dan efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus.
b. Terapi besi parenteral
Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih
mahal. Indikasi :
. intoleransi terhadap pemberian oral
. kepatuhan terhadap berobat rendah
. gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan
besi
. penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi
20
. keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral.
. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trisemester tiga atau sebelum operasi.
. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada
anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml)
iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric
gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan
secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul
adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut dan sinkop.
Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar
hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg.
Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut :
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali
pemberian.
c. Pengobatan lain
. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein
terutama yang berasal dari protein hewani.
. Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan
absorpsi besi.
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
21
. Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi
darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi
adalah :
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
- Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang sangat menyolok.
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti
pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.
Respon terhadap terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan memberikan
respon baik bila : Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah hari
10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10
minggu.
Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan :
1. Dosis besi kurang
2. Masih ada pendarahan cukup banyak
3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun, atau
pada saat yang sama ada defisiensi asam folat.
5. Diagnosis defisiensi besi salah
Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan
yang tepat.
22
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Penderita
Nama : SYR
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Suku : NTT
Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jalan Bedahulu V No2B Denpasar
Tanggal Pemeriksaan : 31 Maret 2017
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Lemas
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh rekannya ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 31 Maret
2017 pukul 17.43 karena lemas. Lemas dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu. Lemas di
rasakan pada seluruh badan. Awalnya keluhan lemas muncul tiba-tiba setelah pasien
melakukan aktivitas sebagai satpam di tempat kerjanya. Lemas dirasakan hingga
mengganggu aktivitas dan dirasakan oleh pasien sepanjang hari. Lemas dikatakan membaik
bila pasien beristirahat dan memberat bila pasien beraktivitas, pasien juga mengeluhkan
pusing.
23
Pusing dialami oleh pasien bersamaan dengan keluhan lemas. Pasien mengatakan
pusing yang dialami semakin memberat 2 hari sebelum datang ke UGD RSUP Sanglah.
Pusing dialami hilang timbul namun pusing dirasakan hingga pasien sulit beraktivitas seperti
biasa. Keluhan pusing membaik apabila pasien beristirahat namun pusing dialami kembali
ketika pasien beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan nyeri purut.
Nyeri perut yang dialami pasien sejak 2 minggu yang lalu, nyeri perut dirasakan
hilang timbul seperti ditusuk-tusuk di daerah bawah, dan disertai dengan nyeri saat BAK.
BAK dikatakan berwarna kemerahan sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkn demam.
Demam disertai menggigil dirasakan sejak 1minggu yang lalu, suhu saat demam
bekisar antara 37,5-38,5 derajat dan disertai keringat di malam hari, demam dikatakan
semakin berat saat malam hari, BAB cair sejak 3 hari yang lalu dengan frekuensi 4-5x/hari.
Pasien mengatakan ada penurunan berat badan sebanyak 4kg dan nafsu makan
menurun.
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya/ Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Saat demam pasien meminum
parasetamol 500mg 3x1 dan diktakan membaik.
c. Riwayat Keluarga
Pada keluarga pasien, tidak ada yang memiliki keluhan ataupun gejala yang sama
seperti yang dirasakan oleh pasien. Pada keluarga pasien mengatakan tidak ada yang
memiliki penyakit yang sama, baik dari pihak ayah maupun ibu pasien.
d. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama dari 5 bersaudara. Pasien adalah seorang satpam
yang bekerja di daerah kargo, pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak.
24
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS : E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
RR : 20 x/ menit
Suhu badan : 37.3ºC
Tinggi badan : 175 cm
Berat badan : 68 kg
BMI : 19,6 kg/m2
2. Status General
Mata: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-
THT
Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-
Hidung : sekret (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Lidah : atropi papil lidah (-)
Leher : JVP 0 cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Simetris, retraksi otot nafas (-)
Cor
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V MCL Sinistra, kuat angkat (-)
25
Perkusi : Batas atas jantung ICS II Sinistra, batas bawah jantung pada ICS V,
batas kanan jantung PSL Dextra, batas kiri jantung MCL Sinistra ICS V
Auskultasi: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
− Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
− Palpasi : Vocal fremitus N | N
N | N
N | N
− Perkusi : Sonor | Sonor
Sonor | Sonor
Sonor | Sonor
− Auskultasi : Vesikuler +/+ , ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi: Distensi (-), meteorismus (-)
Auskultasi: Bising usus (+) meningkat
Palpasi: Nyeri tekan (-)
Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Undulasi (-), Shifting dullness (-), nyeri ketok CVA(-)
Ekstremitas
Hangat + / + Oedema - / -
26
3.4 Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Darah Lengkap (1 April 2017)
Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal
WBC 12.40 103/μL TInggi 4,10-11,00
#Ne 9.95 103/μL Tinggi 2,50 -7.50
#Lym 1.33 103/μL Rendah 1,00-4,00
#Mo 0.89 103/μL 0,10-1,25
#Eo 0.11 103/μL 0,00 – 0,50
#Ba 0.13 103/μL Tinggi 0,00 – 0,10
RBC 4.24 103/μL Rendah 4,0 – 5,2
HGB 7,26 g/dl Rendah 12,00 – 16,00
HCT 25.55 % Rendah 36,00 – 46,00
MCV 60,24 Fl Rendah 80,00 –100,00
MCH 17,12 Pg Rendah 26,00 – 34,00
MCHC 28.42 g/dl Rendah 31,00 – 36,00
PLT 454.10 103/μL TInggi 150 – 440
27
3.4.2 Hematologi
3.4.3 Imunoserologi
Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal
Anti-
Salmonella
Thypi IgM
Positive (score
4)
Negative: 2-3
Positive
lemah: score
4
Positive kuat:
6-10
3.5 Diagnosis Kerja
1. Anemia sedang ec Supect ADB dd ACD
2. Suspect Inflammatory Bowel Disease dd Malignancy
3. Obs Febris hari ke 8 ec thypoid
3.6 Terapi
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit
2. Diet 1500 kkal
3. SF 3 x 200mg PO
4. Levefloxacin 1 x 500mg PO
Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal
Malaria
(rapid)
Negatif
Negatif
28
5. Paracetamol 3 x 500mg PO
6. VIT C 3 x 100mg PO
3.7 Rencana Diagnosis
1. Colonoscopy
2. Darah lengkap @24jam
3.8 Monitoring
1. Keluhan
2. Vital sign
29
BAB IV
KESIMPULAN
1.1 KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah memperbaiki etiologi yang menjadi
dasar terjadinya anemia (mengembalikan substrat yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit)
dan meningkatkan Hemoglobin hingga angka 12 gr/dl.
Apabila terjadi anemia defisiensi besi maka segera obati dengan menggunakan
preparat besi dan dicari kausanya serta pengobatan terhadap kausa ini harus juga dilakukan.
Dengan pengobatan yang tepat dan adekuat maka anemia defisiensi besi ini dapat
disembuhkan.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi kelima.
Jakarta. Interna Publishing.
2. Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta. Penerbit
buku kedokteran EGC.
4. Mansjoer, Arif . et all. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC