anemia defisiensi besi
DESCRIPTION
anemia defisiensi besiTRANSCRIPT
Seorang Bapak dengan Anemia Defisiensi Besi
Ricardo Amalo
102010334
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Arjuna Utara no 6. Jakarta Barat
Kasus
Tn. S, 55 tahun dating ke poliklinik penyakit dalam RS UKRIDA dengan keluhan selama
3-4 bulan belakangan merasa lebih mudah lelah dan naas menjadi berat. Pasien juga tampak
pucat. Pasien mengatakan dirinya rutin berolahraga. Dalam seminggu bias jogging 3-4x. tidak
ada riwayat bengkak pada kaki atau bagian tubuh lain. Ia mengatakan beberapa bulan ini berdiet
dan berhasil menurunkan berat 5 kg dalam waktu 4 bulan.
PF: BB: 75 kg, TB : 168 kg, KU : tampak sakit ringan, kesadaran : CM, TTV: dalam batas
normal. Mata: konjungtiva anemis +/+, PF lain dalam batas normal.
Pendahuluan
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan anemia
yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik dan negara ketiga, oleh karena itu
sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi . Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga
penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak
sosial yang cukup serius. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
beberapa pemeriksaan penunjang. Pada makalah ini akan membahas tentang anemia
defisiensi besi, kemudian anamnesis yang diperlukan, pemeriksaan apa yang di butuhkan,
diagnosis bandingnya sampai etiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan dan
prognosisnya.
Anemia
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit
per millimeter kubuk darah lebih rendah daripada nilai normal. Batas bawah kisaran normal
ditetapkan dua simpang baku di bawah rata rata pada setiap umur tertentu. Diagnosis anemia
pada anaka dipermudah dengan mengingat kembali frekuensi relative berbagai penyebab anemia.
Defisiensi besi dan anemia infeksi akut paling lazim. Anemia karena kelainan kronis mungkin
merupakan frekuensi urutan berikutnya. 1
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung atau tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah
mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud
adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang
tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal.2
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan fakta tentang keadaan penyakit pasien, berikut
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara dapat dilakukan dengan pasien sendiri
yang disebut auto-anamnesis tetapi dapat juga dilakukan dengan menanyai keluarga atau yang
menemani pasien misal pada anak-anak atau bila pasien dalam keadaan gawat dan disebut allo-
anamnesis.2
Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang
tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal yang harus
diperhatikan.Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa
kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit
sudah dapat ditegakkan.2
Beberapa komponen riwayat kesehatan:
Identifikasi data
Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan. Sumber riwayat biasanya
pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman, surat rujukan. 2
Keluhan utama
Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari
perawatan atau rekam medis. 2
Penyakit saat ini
Menjelaskan keluhan utama, bagaimana perkembangan setiap gejala, waktu terjadinya
gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala muncul),
kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi,
atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya gejala), faktor yang meredakan atau
memperburuk gejala tersebut.2
Segi anamnesis penderita yang harus ditekankan adalah kebiasaan diet, data infeksi
terakhir atau penyakit kronis, latar belakang etnik, dan pemajanan terhadap obat atau toksin. Diet
selama bayi terutama berhibungan defisisensi besi. Bayi yang telah diberi susu sapi atau formula
yang tidak difortifikasi dengan besi sebalum umur 9 bulan beresiko terhadap defisiensi besi.1
Penting untuk menegakkan apakah anemia telah berkembang dengan lambat atau dengan
cepat. Anemia yang timbul amat mendadak dapat disertai dengan syok, sedangkan anemia yang
timbul dengan perlahan hanya memperlihatkan gejala pucat. Anemia hemolitik dapat dicurigai
pada penderita yang mempunyai riwayat anemia yang tidak responsive terhadap pengobatan besi
atau yang telah mengalami episode ikterus berulang. Ikterus, dengan atau tanpa adanya
splenomegali, dikenali sebagai bukti adanya proses hemolitik. Pentingnya riwayat keluarga yang
baik patut mendapat penekanan karena anemia sering mempunyai dasar herediter. 1
Pemeriksaan Fisisk
Pemeriksaan fisik pada pasien yang kita lakukan adalah:3.4
1. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, dan suhu. Tekanan darah
normal, nadi meningkat, frekuensi nafas normal atau sedikit meningkat, suhu normal. 3.4
2. Inspeksi
Pada inspeksi akan ditemukan kulit pucat (muka, telapak tangan, konjungtiva, daun
telinga, telapak kaki); 3.4
- kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga
berbentuk seperti sendok (koilonikia);
- atrofi papil lidah dimana permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang;
- stomatitis angularis (keilosis) peradangan pada sudut mulut berwarna pucat
keputihan.
3. Palpasi
Palpasi abdomen tidak ditemukan adanya perbesaran organ. 3.4
4. Auskultasi
Terdengar peningkatan denyut jantung (takikardi) yang merupakan kompensasi.3.4
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
1. Hemoglobin dan hematokrit
Penentuan hemoglobin merupakan langkah pertama untuk mengevaluasi anemia,
pemeriksaan ini membutuhkan analisis laboratorium dan ketelitian dalam memperoleh
sample. Sampel vena biasanya dikumpulkan dalam tabung yang mengandung EDTA.
Hemoglobin biasanya dianalisis secara spektofotometri sesudah sedikit darah sample
(biasanya 20 μL) diencerkan dan diubah menjadi sianmethemoglobin. Jumlah eritrosit dan
korpuskular rata rata diukur dengan tepat menggunkaan penghitungan elektronik. Konversi
dari hemoglobin ke hematokrit dapat diperkirakan dengan mengalikan nilai hemoglobin
dengan 0,3.1
2. Indeks eritrosit
Dari indeks eritrosit, volume korpuskular rata rata (MCV) paling luas digunakan dalam
diagnosis anemia. MCV merupakan satu satunya indeks eritrosit yang diukur secara langsung
dengan penghitungan elektronik. MCV secara khas menurun pada defisiensi besi dan
talasemia minor, normal pada anemia pada penyakit krinis dan kegagalan sumsum tulang
akut, dan meningkat pada retikulositosis (dengan hemolisis atau pasca perdarahan), defisiensi
vitamin B12 atau folat, penyakit hati, atau anemia hipoplastik kronis. 1
Korpuskular hemoglobin rata rata (MCH) biasanya sebanding dengan MCV dan bahkan
dapat lebih bergunadaripada MCV dalam diagnosis defisiensi besi. 1
3. Apusan darah perifer
Apusan darah perifer berguna untuk mengenali kelainan bentuk eritrosit. Kelainan khusus
hampir selalu nyata pada kelainan bentuk eritrosit. Kelainan khusus hampir selalu nyata pada
kelainan membrane eritrosit (sferositosis, stomatositosis) dan pada hemoglobinopati biasa
(penyakit sel sabit, hemoglobin c, talasemia mayor dan minor). 1
4. Hitung retikulosit
Karena jumlah retikulosit pada darah perifer menggambatkan kecepatan pembentukan
eritrosit baru, angka retikulosit atau indeks retikulosit dapat digunakan untuk mengklasifikasi
anemia dalam istilah kinetic. Pada stadium mantap, bila produksi dan destruksi seimbang,
jumlah retikulosit juga menggambarkan kecepatan destruksi. Namun, respon retikulosit
timbul hanya 3-5 hari sesudah mulainya episode hemolitik akut. Angka retikulosit tertinggi
sering terlihat 7-10 hari sesudah mulainya hemolisis atau sesudah terapi dimulai untuk
anemia defisiensi besi. 1
5. Pengukuran hemolisis
Istilah hemolisis mengacu pada peningkatan abnormal kecepatan penghancuran eritrosit.
Hemolisis akut mengakibatkan timbulnya anemia yang cepat, dengan peningkatan
kompensasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang, terdapat penundaan beberapa hari
antara perkembangan anemia akut dan munculnya retikulosit. pada hemolisis kronis, anemia
mungkin timbul mungkin tidak, tergantung pada percepatan penghancuran dan produksi
eritrosit, sehingga kadar hemoglobin normal. Hemolisis berat secara khas ditandai dengan
anemia, peningkatan MCV, retikulosit, dan polikromatofilia. 1
6. Kehilangan darah
Kehilangan darah usus samar susah dinilai. Uji yang paling lazim digunakan berdasarkan
pada kemampuan hemoglobin mengubah senyawa fenol tidak berwarna (guaiak) menjadi
kuinon berwarna. Jenis uji ini ditunjukkan dengan homocult, sederhana dan tidak mahal
tetapi sering gagal mendeteksi kehilang darah secara kecil yang dalam klinis berarti. 1
7. Aspirasi sumsum tulang dan interpretasi
Aspirasi sumsum tulang memberikan ketidakenakan dan tidak boleh dilkukan untuk
alasan yangtidak berarti. Misalnya defisiensi besi, yang dicurigai, anemia sel sabit,
sferositosis herediter, dan talasemia, pemeriksaan ini memberika sedikit informasi yang tidak
dapat diperoleh dari pemeriksaan darah. Sussum tulang biasanya harus dievaluasi bila
memikirkan diagnose leukemia atau bila dicurigai keganasan, kegagalan sumsum tulang atau
penyakit penyimpanan langka tertentu. 1
Anemia Defisiensi besi
Defisiensi besi masih merupakan penyebab anemia tersering, denga n pengecualian
anemia sesaat yang disebabkan oleh infeksi. Dasar kebenaran utama untuk mencegah terjadi
anemia defisiensi besi pada bayi dan anak kecil adalah karena hubungannya dengan
keterlambatan perkembangan. Bukti terbaru juga menunjukkan adanya hubungan defiensi pada
usia kehamilan dini dengan meningkatnya prevalensi bayi dengan berat lahir rendah. 1
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:3
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari : 3
- Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran napas : hemoptoe
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging). 3
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan. 3
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang
dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan
menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama.
Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di
negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita
paling sering karena menormetrorhagia.3
Metabolisme Besi
Diet besi diperlukan terutama untuk produksi protein heme yang berfungsi dalam
pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaan oksigen. senyawa besi yang diketahui berfungsu
metabolic berjumlah sekitar 70-90% dari total besi dalam tubuh, tergantung pada umur.
Kebanyakan dari sisanya, 10-30%, berada dalam senyawa simpanan besi, feritin dan
hemosiderin, terletak terutama dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Hampir semua senyawa
besi dalam tubuh terus menerus dipecah dan diganti ; besi yang dilepas dari pemecahan
hemoglobin dan protein besi lain cukup digunakan untuk mengganti senyawa ini melalui sintesis
baru. Sangat sedikit yang hilang dari tubuh. Pada orang dewasa, asimilasi besi diperlukan hanya
dalam jumlah yang sama dengan kehilangan besi untuk mencegah defisiensi besi; pada anak,
tambahan besi diperlukan untuk pertumbuhan. Kandungan besi diet campuran mendekati 6mg/
1000kkal. ASI dan susu sapi sangat buruk kandungan besinya dan mengandung kurang dari 1,5
mg / 1000 kkal (0,3 – 1,0 mg/L). hampir 90% besi dalam makanan berada dalam bentuk besi
nonheme ; sisanya berupa protein heme, hemoglobin, dan mioglobin, yang terutam terdapat
didalah daging. Absorbsi besi dari susu sapi dibandingkan dengan ASI menurun sedikitnya
sebagian karna tingginya kandungan kalsium, yang bersama besi membentuk senyawa tidak
larut. 1
Sebagian kecil besi diet yang ada dalam bentuk heme diproses secara berbeda dan jauh
lebih mudah diabsorbsi daripada besi nonheme; heme dipecah dari bagian globin molekul
didalam lumen usus dan diasimilasi utuh. Enzim pemecahan heme dalam sel mukosa kemudia
melepaskan ion besi ke sirkulasi. 1
Absorbsi besi nonheme dari makanan campuran dari sekitar empat kali lebih besar bila
sumber protein utama berupa daging, ikan, atau ayam dibandingkan dengan produk susu, susu,
keju, atau telur. Jus jeruk (atau makanana kaya asam askorbat lain) akan menggandakan
penyerapan besi nonheme, sedangkan susu atau the menurunkan sekitar seperempat. Absorbsi
besi oleh bayi biasanya lebih besar daripada dewasa, karena besi diasimilasi ke dalam aliran
darah, besi terikat pada transferin yang membawa besi dan melepaskannya pada sel preekursor
eritroid sumsum tulang dan dalam jumlah yang lebih yang lebih kecil pada hati. Bila besi berada
dalam tubuh, besi ini dihemat dan digunakan kembali dalam derajat yang luar biasa, dan amat
sedikit yang hilang dari tubuh. Dengan demikian, kebanyakan besi yang diperlukan untuk
produksi eritrosis.didaur ulang dari pemecahan eritrosit tua didalam system retikoluendotelial. 1
Patogenesis
Defisiensi besi timbul ketika besi membatasi laju produksi hemoglobin dan senyawa besi
esensial lainnya. Faktor etiologi pada perkembangan defisiensi besi meliputi asupan atau
asimilasi besi dari diet yang tidak cukup, pengenceran besi tubuh karena pertumbuhan yang
cepat, dan kehilangan darah. 1
Gangguan metabolisme besi yang jarang dapat mengakibatkan anemia mikrositik
hipokromik, walaupun tidak ada kehilangan darah atau kekurangan besi dalam diet. Defek ini
meliputi kelainan mobilisasi besi dari tempat penyimpanan dan kekurangan transferin
congenital.1
Manifestasi klinis
Gejala defisiensi besi tidak spesifik. Defisiensi besi ringan biasanya didiagnosis atau
adasar penyaringan laboratorium. Tanda anemia defisiensi-besi berat biasanya serupa dengan
tanda anemia lain. Kelelahan, penurunan toleransi latihan, iritabilitas, kehilangan nafsu makan,
dan pucat dapat ditemukan, tetapi mula timbulnya anemia yang terdapat, yang khas pada
kekurangan besi nutrisional, dapat lepas dari perhatian walaupun kadar hemoglobin dibawah 60
g/L. takikardi dan kardomegali terjadi anemia berat. Defisiensi besi biasanya dikaitkan dengan
anemia, tetapi manifestasinya yang menjadi perhatian lebih besar adalah keterlambatan
perkembangan pada masa bayi dan masa kanak kanak. 1
Diagnosis
Defisiensi besi harus dicurigai berdasarkan riwayat makanan. Bayi cukup bulan yang
telah disusui dengan ASI, merupakan formula rendah besi, setelah 6 bulan, atau susu sapi biasa
harus diuji untuk anemia disekitar usia 9 bulan. Anemia defisiensi besi jarang sebelum usia ini
dan terdapat resiko keterlambatan perkembangan jika defisiensi tetap terdeteksi sampai usia 12
bulan. 1
Nilai MCV dan MCH rendah, jika ada, merupakan dukungan bukti yang kuat, tetapi nilai
ini dapat juga rendah pada talasemia minor. Nilai MCV dan MCH yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis anemia defisiensi besi yang ringan. 1
Uji yang paling lazim digunakan adalah protoporfirin eritrosit, feritin serum, dan
penentuan saturasi transferin. Konsentrasi feritin serum merupakan satu satunya pemeriksaan
darah yang mengevaluasi cadangan besi dengan sendirinya, nilai feritin serum kurang dari 10
μg/L menunjukkan deplesi simpanan besi. Pada seseorang yang terlihat anemic feritin serum <
15 μg/L sangat mengesankan anemia defisiensi besi. 1
Saturasi transferin dihitung dengan membagi kadar besi serum dengan kapasitas
pengikatan – besi total. Paling baik mengambil specimen darah untuk saturasi transferin pada
pagi hari atau awal sore karena nilai rendah paling berarti pada waktu waktu tersebut.
(normalnya terdapar variasi diurnal pada kadar besi serum, biasanya tinggi pada pagi hari dan
rendah pada malam hari). Pada bayi dan anak nilai yang cocok adalah sekitar 12 dan 14%.
Saturasi transferin secara khas menurun pada penyakit radang dan pada defisiensi besi. 1
Protoporfirin eritrosit (EP) berakumulasi dalam eritrosit bila besi yang tersedia tidak
cukup untuk bergabung dengan protoporfirin membentuk heme. Konsentrasi EP meningkat pada
defisiensi besi dan keracunan timbal, dan karna itu digunakan untuk menepis bayi dan anak kecil
di daerah perkotaan, daerah penghasilan rendah tempat kedua keadaan tersebut lazim dijumpai. 1
Diagnosis Banding
1. Anemia Defisiensi Asam Folat
Defisiensi asam folat dapat merupakan akibat asupan diet yang kurang, malabsobsi, atau
interaksi obat. Defisiensi folat dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, karena
folat yang disimpan dalam tubuh hanya sedikit( berbeda dengan vitamin B12). Asupan folat yang
dianjurkan untuk bayi adalah 25-35 mg/ hari. Ketika defisiensi folat berkembang, kelainan
terjadi dalam urutan sebagai berikut: folat serum rendah, hipersegmentasi nucleus neutrofil, folat
eritrosit rendah, sumsum tulang megaloplastik, dan anemia makrositik. 1
Kebanyakan kasus ringan dan tudak berkembang melalui seluruh urutan.
Hipersegmentasi nucleus neutrofil merupakan suatu bantuan laboratorium yang paling berguna
untuk diagnosis dini, karena mudah untuk dideteksi pada sediaan apus darah perifer.
Hipersegmentasi dicurigai bila ada banyak neutrofil dengan nucleus mempunyai 4 lobus atau
lebih; bila diagnosis dicurigai, dapat dikonfirmasi dengan menentuka kadar folat dalam serum
whole blood, atau eritrosit dengan aspirasi sumsum tulang, atau dengan uji coba terapeutik folat.1
2. Anemia Defisiensi B12
Anemia defisiensi B12 pada anak penting karena bahaya kerusakan saraf, irreversible,
kecuali kalau diagnosis dan diobati sejak dini. Kecukupan B12 yang dibutuhkan perhari 2μg /
hari pada orang dewasa dan 0,3 sampai 0,5 / hari pada bayi. Defisiensi diet jarang terjadi kecuali
pada vegetarian ketat yang menghindari semua produk binatang, termasuk susu dan telur, dan
pada individu yang mengkonsumsi diet makrobiotik. Diantara individu ini, anemia megaloplastik
dengan perubahan neurologis dapat terjadi bahkan pada bayi yang diberi ASI karena kadar
vitamin B12 subnormal pada ASI. 1
Produk binatang merupakan satu satunya sumber vitamin B12. Selain defisiensi diet,
kebanyaka defisiensi vitamin B12 merupakan akibat dari tidak adanya atau kelainan faktor
intrinsic dari mukosa lambung atau dari gangguan absorbsi kompleks vitamin faktor intrinsic.
Penurunan vitamin B12 serum dan munculnya hipersegmentasi neutrofil merupakan manifestasi
klinis paling awal. Tanda defisiensi vitamin B12 lambat adalah merupakan megaloplastik dalam
sumsum tulang yang diikuti dengan anemia megaloplastik, leucopenia, trombositopenia dan
ikterus ringan, ini serupa dengan manifestasi dari defisiensi folat. Namun, temuan neurologis
umumnya sangat khas. Temuan ini meliputi demielinisasi kolomna posterior dan lateral pada
medulla spinalis dan disertai dengan parestesia, deficit sensoris, kehilangan refleks tendon
dalam, perlambatan proses mental, bingung, dan efek memori. Perubahan neurologis dapat
mendahului anemia. Defisiensi vitamin B12 dapat dicurigai bila kadar vitamin B12 serum
kurang dari 100pg/μL (75 pmol/L). folat serum biasanya normal ataumeningkat. Namun, folat
eritrosit dapat merupakan sumber kerancuan, karena cenderung menurun pada defisiensi vitamin
B12. 1
Defisiensi ini membutuhkan pengobatan seumur hidup, tetapi dapat dimulai dengan seri
pertama injeksi subkutan bulanan. Dosis yang berkisar 50 dan 100 μg sianokobalamin atau
hidroksikobalamin sekali tiap bulan tetap berhasil. 1
3. Anemia Pada Peradangan Akut dan Kronis
Infeksi akut dan defisiensi besi merupaka penyebab anemia yang paling lazim. Anemia
yang amat ringat sering disertai dengan infeksi akut, seperti otitis media, dan infeksi bakteri atau
virus yang menetap. 1
Ketahanan hidup eritrosis memendek. Peningkatan pengambilan fagositik eritrosit oleh
system retikuloendotelial (RE) yang terangsang mungkin merupakan mekanisme penting.
Gangguan respon sumsum tulang terhadap eritropoetin. Stimulus hipoksik anemia pada
banyak penderita dengan penyakit krinis gagal memicu respon eritropoetik seperti yang
diharapkan pada individu normal. Secara normal, sumsum tulang dapat mengkompensasi
hemolisis ringan dengan meningkatkan kecepatan produksi eritrosit. Pada penyakit
kronis, respon sumsum tulang ini terganggu.
Gangguan penggunaan besi. Kebanyakan besi yang diperlukan untuk menghasilkan
hemoglobin secara normal diambil dari pemecahan eritrosit tua pada system RE;
ditambah dengan pasokan yang lebih kecil dari penyerapan besi diet. Pada infeksi akut
juga pada penyakit kronis, ada gangguan pada kedua rute. Simpanan besi RE biasanya
cukup, Seperti yang ditunjukkan dengan aspirat sumsum tulang, tetapi pelepasan besi
pada serum berkurang. Dalam cara yang sama, penyerapan besi menurun walaupun besi
diet cukup.
Anemia lazim pada bayi dengan otitis media atau dengan demam lebih lama dari tiga hari
patut dicurigfai sebagai anemia akibat infeksi akut atau kronis. Anemia yang disertai infeksi akut
sembuh spontan selama penyembuhan anemia biasanya ringan dengan eritrosit normositik atau
sedikit mikrositik. Pada penderita dengan penyakit ginjal, anemia cenderung lebih berat. Besi
serum, kapasitas pengikatan besi, dan saturasi transferin dapat normal atau menurun.
4. Thalasemia minor
Penyakit thalasemia termasuk penyakit atau kelainan darah yang diturunkan dari orang
tua. Pada thalasemia, ditandai dengan rendahnya kadar Hb yang disebabkan gangguan
kemampuan tubuh memproduksi sejenis protein yang disebut “rantai globin”. Padahal, rantai
globin itulah bahan utama untuk membentuj hemoglobil. Jenis thalasemia dibagi menjadi
thalasemia mayor dan minor. 5
Jenis thalasemia minor adalah penyakit yang disebabkan kelainan genetic yang
diturunkan orang tua. Thalasemia minor umumnya tanpa gejala. Bahkan, thalasemia minor
serong disangka sebagai anemia defisiensi besi.5 Namun, begitu dilakukan pemeriksaan
Sindroma talasemia minor ditandai dengan anemia mikrositik, hipokromik ringan dengan indeks
produksi retikulosit (IPR) rendah. Thalasenia alfa lazim dijumpai di asia tenggara. Apusan darah
tetap normal pada individu dengan cirri thalasemia alfa, kecuali untuk mikrositosis. 6
Pengobatan
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan
pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg
sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg
mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari ang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai
tiga kali normal.
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate.
Sediaan ini harganya lebih mahal, tapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas
ferosus. Terdapat juga sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek samping yang
lebih rendah, tapi dapat mengurangi absorbsi besi. Preparat besi oral sebainya diberikan saat
lambung kososng, tapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah
makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau
setelah makan. Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai
pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual,
muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping, besi diberikan saat makan atau dosis
dikurangi menjadi 3x100 mg.
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan,
setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang
diberikan adalah 100 sampai 200 mg. jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering
kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitammin C,
tapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung besi.3
Pencegahan
Pendidikan kesehatan:3
- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja (memakai alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang.
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi
besi.
Pemberantasan infeksi cacaing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling
sering dijumpai di daerah tropic. 3
Suplementasi besi yaitu pemberian besiprofilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. 3
Peningkatan penggunaan formula yang ditambah – besi, penurunan pemberian susu sapi,
dan penggunaan sereal yang ditambah- besi. Pada anak yang lebih besar, fortifikasi
sereal dan konsumsi daging dan asam askorbat yang lebih besar, peningkat penyerapan
besi, semuanya memainkan peranan didalam pencegahan defisiensi besi. Pada anak dan
dewasa, dampak terbesar pada nutrisis besi diberikan oleh fortifikasi besi berbagai
produk tepung dan mengkonsumsi makanan yang mengandung daging dan / atau asam
askorbat.1
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia mikrositik hipokrom. Untuk
membandingkannya dengan jenis anemia mikrositik hipokrom yang lain dapat dipastikan dengan
melakukan pemeriksaan laboratorium Pada kasus ini anemia defisiensi besi di dapat karena
kurangnya asupan besi dari nutrisi. Pengobatan anemia defisiensi besi dengan menggunakan
preparat besi, dan juga mengedukasi pasien untuk mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat besi seperti daging
Daftar Pustaka
1. Alpers, Ann. Buku ajar pediatric Rudolph. Jakarta: EGC, 2006. hal 1290-304.
2. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2007.h.96-7.
3. Sudoyo,D Arua, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, Jakarta. 2006. h.1131
4. Swartz M H. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC: 1995.h.145, 150
5. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta :
EGC.
6. Behrman ., Richard, E. Esensi pediatric Nelson. Jakarta: EGC, 2010. Hal. 658-65.