analisis semiotika foto pada buku tanah yang...

138
ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANG KARYA MAMUK ISMUNTORO Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Dwinda Nur Oceani 1112051100039 JURUSAN JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M  

Upload: buidung

Post on 20-May-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANG

KARYA MAMUK ISMUNTORO

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Dwinda Nur Oceani

1112051100039

JURUSAN JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H / 2018 M

 

Page 2: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

 

Page 3: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

 

Page 4: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

 

Page 5: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

iv

ABSTRAK

Dwinda Nur Oceani

1112051100039

Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk

Ismuntoro.

Foto dokumenter menjadi medium yang begitu relevan untuk menyampaikan

sebuah realita sosial. Dalam hal ini, yaitu tragedi besar luapan Lumpur Lapindo di

Sidoarjo yang terjadi pada tahun 2006, sebuah bencana non alamiah akibat campur tangan

manusia atas lingkungan. Berangkat dari tragedi tersebut seorang fotografer dokumenter

Mamuk Ismuntoro membuat catatan visual berupa buku foto Tanah yang Hilang. Karya

tersebut hadir atas keresahannya sebagai warga terdampak. Selamat tujuh tahun ia

mendokumentasikan gambaran atas kehidupan sehari-hari masyarakat dan lansekap

kondisi, situasi desa terdampak.

Dengan latar belakang di atas, muncul pertanyaan apa kandungan makna denotasi

dan konotasi yang terkandung dalam foto-foto Mamuk Ismuntoro? Apa makna mitos

yang terkandung dalam foto-fotonya? Ketiga tahap pemaknaan tersebut terkait bagaimana

kondisi area desa dan keadaan masyarakat terdampak, pasca terjadinya luapan Lumpur

Lapindo yang menenggelamkan beberapa desa di Sidoarjo dalam foto yang dibuat oleh

Mamuk Ismuntoro.

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan

kualitatif. Dalam penelitian ini foto-foto yang dikaji menggunakan metode analisis

semiotika Roland Barthes. Metode analisis ini menekankan pada makna denotasi,

konotasi, dan mitos yang dimaknai oleh penulis dengan memperkaya temuan maknanya

terkait hak-hak korban luapan Lumpur Lapindo yang terenggut.

Dari penelitian ini dapat dilihat makna denotasi yakni gambaran bagaimana

situasi desa-desa terdampak yang terendam dan kondisi masyarakat pasca luapan Lumpur

Lapindo. Dari analisa makna konotasi terungkap bahwa foto-foto karya Mamuk

Ismuntoro dalam buku Tanah yang Hilang menggambarkan kemuraman dan ingatan akan

masa lalu yang telah sirna. Hal tersebut dapat dilihat dari dominasi warna foto dan pose

subyek foto yang menghadap ke arah kiri. Serta gambar lansekap dan kehidupan sehari-

hari masyarakat memperlihatkan rasa kehilangan atas sesuatu yang dimiliki dahulu.

Dalam analisa makna mitos yang terbangun, diketahui bahwa apa yang terjadi di area

terdampak luapan Lumpur Lapindo ialah tentang hilangnya kehidupan sosial, hak-hak

dasar sebagai manusia, juga keputusasaan yang dilatarbelakangi oleh kemusnahan.

Dalam hal ini peran penting negara pun sirna diakibatkan adanya kepentingan orang yang

berkuasa.

Kata kunci: Lumpur Lapindo, Semiotika, Makna, Foto, Tanah yang Hilang

 

Page 6: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn, puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam juga tak lupa penulis curahkan

kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan para keluarga, para sahabat, juga kita

sebagai pengikutnya, semoga kelak akan mendapatkan petunjuk di hari akhir.

Dengan penuh rasa syukur, akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya

Mamuk Ismuntoro”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam

memperoleh gelar Strata 1 (S1) di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orangtua

dan nenek, yaitu mama Zaidah Destiana, nenek Djamilah, dan ayah Achmad

Apip. Serta dua kaka penulis, yaitu Ade Eka Putri Aksari dan Firman Achmad

Roygan yang menjadi penyemangat terbesar dalam hidup, tiada hentinya

mendoakan, memberikan restu, serta kasih sayang di setiap waktu. Terima kasih

selama ini sudah mengerti, bersabar, dan percaya. Semoga mereka selalu dalam

lindungan Allah SWT.

 

Page 7: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

vi

Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan doa

dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dekan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief

Subhan, M.A. Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M. Ed,

Ph.D. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dr. Hj. Roudhonah,

M.Ag, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si.

2. Kholis Ridho, M.Si selaku Ketua Program Studi Jurnalistik dan Dra. Hj.

Musfirah Nurlaily, M.A selaku sekretaris Program Studi Jurnalistik yang

telah meluangkan waktu, dan memberikan semangat agar penulis segera

menyelesaikan penelitian ini.

3. Rachmat Baihaky, MA, dosen pembimbing penulis yang sudah banyak

bersabar, memberikan waktu, semangat, dan pikirannya dalam

membimbing penulis.

4. Dosen penguji yaitu Drs. Jumroni , M.Si dan Rubiyanah, M.A. terima

kasih untuk berbagai koreksi yang diberikan untuk penulis.

5. Seluruh dosen dan segenap staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat serta

bantuan dalam hal akademis.

6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi yang

telah menyediakan buku serta fasilitas lainnya sehingga penulis mendapat

banyak referensi dalam penelitian ini.

 

Page 8: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

vii

7. Mamuk Ismuntoro, yang sudah mau meluangkan waktu di tengah

kesibukannya. Berbagi pengalaman dan cerita dalam proses penggarapan

buku foto Tanah yang Hilang. Terima kasih karena sudah membuat karya

foto yang luar biasa dan menginspirasi penulis. Edi Purnomo, Ridzki

Noviansyah dan Reynaldo Sembiring yang juga telah membantu penulis

dalam memberi informasi dan mau berdiskusi bersama mengenai

penelitian ini.

8. Ka Isafitri selaku korban atau warga terdampak, yang sudah bersedia

penulis ajak berdiskusi terkait tragedi Lumpur Lapindo.

9. Grup penuh berkah, Annisa R, Anisa I, Indah, Nanda, Lukman, dan

Faathir. Terima kasih karena selalu ada, mengingatkan dan tidak pernah

bosan memberi semangat pada penulis.

10. Teman-teman Jurnalistik B dan A 2012, yang telah berproses bersama,

terima kasih untuk semua cerita di perkuliahan. Khususnya Eva Fauziah.

Dari Jurnalistik angkatan 2013 penulis juga mau mengucapkan terima

kasih kepada Atika Fauziyah atas dukungannya.

11. Kakak-kakak terkasih Anisa Azalia, Hana Sayyida, Hanggi Tyo, Meimei,

Zaenatul Nafisa, Alex, Zakaria, Sheila dan Suhainti Harahap yang selalu

ada untuk berbagi keresahan dan memberi semangat di waktu sulit. Doa

dan dukungan kalian sangat berarti. Tidak lupa juga dengan Pak Fahmy,

Mba Dedeh Erawati dan Mba Dwi Ratna yang telah memberi warna dan

menjadi bagian dari perjalanan karir penulis.

 

Page 9: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

viii

12. Keluarga besar KLISE Fotografi, khususnya Dika, Uci, Bang Jali, Bang

Chris, Bang Aldi, Ananta, Iyos, dan semua angkatan yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

13. Perkumpulan positif ku, Geng Berani Mimpi Febriyani Wulandari dan

Yuli Astuti, kalo kata anak Jaksel you girls are amazing!. Tidak lupa juga

untuk temen-temen dari Youth Coalition for Girls terima kasih untuk

tambahan semangatnya dan terus mendorong penulis untuk berpikir kritis,

khususnya Sanita Rini, Anita, Rizqi dan tim litbang, who run the world?

GIRLS!. Lalu, Bentara Muda Ka Diah, Ka Diana, Ka Vy, Ka Kondang,

Asmo, dan Ka Purnama terima kasih untuk dukungannya.

14. KKN Kebangsaan penempatan Desa Dayang Suri, Kab. Siak, Riau. Geng

Cendol ku para pemuda-pemudi yang mencintai kebhinekaan negeri ini,

Nim, Nihel, Marlan, Anas, Teguh, Yana, Teti, Nazrah, dan Robi.

Dukungan dan doa kalian sangat berarti, semoga sampai tua nanti tetap

begitu.

15. Temen-temen dan pengajar workshop Galeri Foto Jurnalistik Antara

angkatan XX “Pijar Lintang khususnya Abi Rafdi Aufar yang memberikan

berbagai referensi kepada penulis untuk penelitian ini dan tidak lupa juga

tim manajemen GFJA, Terima Kasih.

 

Page 10: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

ix

16. Terima kasih untuk semua pihak yang telah mendoakan dan membantu

penulis sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini. Tanpa mengurangi

rasa hormat dan terima kasih penulis, mohon maaf bila ada nama yang

tidak tertulis. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan

kalian semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat.

Wassalamualaikum. Wr.Wb

Penulis

Dwinda Nur Oceani

 

Page 11: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN............................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN............................................................................. iii

ABSTRAK ..................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ......... ......................................... 5

1. Batasan Masalah ................................................................... 5

2. Rumusan Masalah ................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7

1. Manfaat Teoritis ................................................................... 7

2. Manfaat Praktis…….............................................................. 7

E. Metodologi Penelitian ................................................................. 7

1. Paradigma Penelitian ............................................................ 7

2. Pendekatan Penelitian……........…………………………… 8

3. Metode Penelitian ................................................................. 9

4. Definisi Operasional............................................................... 9

 

Page 12: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

xi

5. Sumber Data ……………….......………………………….. 10

6. Subjek dan Objek Penelitian ............................................... 11

7. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 11

8. Teknik Analisis Data ............................................................ 12

F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 12

G. Sistematika Penulisan .................................................................. 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Fotografi ............................................................ 15

1. Pengertian Fotografi............................................................... 15

2. Unsur-unsur Fotografi ........................................................... 16

3. Aliran-aliran Fotografi ......................................................... 20

4. Fotografi Jurnalistik ............................................................. 22

5. Fotografi Dokumenter........................................................... 23

B. Tinjauan Umum Semiotika.......................................................... 25

1. Pengertian Semiotika …………………………………........ 25

2. Tokoh-tokoh Semiotik ……………………………….......... 27

3. Semiotika Roland Barthes.................................................... 29

BAB III GAMBARAN UMUM BUKU TANAH YANG HILANG

KARYA MAMUK ISMUNTORO

A. Gambaran Umum Buku Foto Tanah yang Hilang Karya

Mamuk Ismuntoro....................................................................... 37

B. Gambaran Umum Lumpur Lapindo............................................ 39

C. Profil Mamuk Ismuntoro............................................................. 42

D. Sejarah Fotografi Indonesia......................................................... 44

 

Page 13: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

xii

E. Perkembangan Fotografi Dunia.................................................... 48

F. Gambaran Umum dan Sejarah Buku Foto.................................... 49

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Data Foto 1: Pria sedang berdoa …….......................... 55

B. Analisis Data Foto II: Kompleks Pemakaman …………............ 62

C. Analisis Data Foto III: Pria Berjalan di Reruntuhan Desa........... 68

D. Analisis Data Foto IV: Rumah-rumah Terkubur Lumpur…........ 75

E. Analisis Data Foto V: Garuda Tertutup Kain ……...................... 82

F. Analisis Data Foto VI: Pengantin wanita di Pengungsian............ 89

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 98

B. Saran ......................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

LAMPIRAN .................................................................................................

 

Page 14: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

xiii

DAFTAR GAMBAR

A. Gambar 1. Foto Pertama ...........................……........................... 55

B. Gambar 2. Foto Kedua..................................... …………........... 62

C. Gambar 3. Foto Ketiga................................................................ 68

D. Gambar 4. Foto Keempat................................................…........ 75

E. Gambar 5. Foto Kelima…..............................……..................... 82

F. Gambar 6. Foto Keenam............................................................. 89

 

Page 15: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari sebuah jurnal sosiologi1, Oliver-smith mendefinisikan bencana

sebagai perjumpaan antara kerentanan sosial-ekonomi suatu masyarakat dan

kekuatan menghancurkan atau memusnahkan itu tidak melulu pada gejala alamiah

tetapi juga gejala non alamiah yang terjadi akibat campur tangan manusia atas

lingkungan. Bahwa semua yang terjadi dalam sebuah tragedi besar tidak melulu

terjadi begitu saja karena kehendak Tuhan, melainkan manusia itu sendiri yang

menciptakan bencana dari tangan kecilnya. Dalam hal ini pembahasan merujuk

pada tragedi luapan Lumpur Lapindo.

Tepat pada posisi 200 meter barat daya sumur Banjarpanji-1 milik PT

Lapindo Brantas Inc. Pada 29 Mei 2006 terjadi sebuah tragedi yang berujung

bencana bagi masyarakat Sidoarjo. Semburan lumpur pertama kali di Desa Reno

Kenongo, Porong, Sidoarjo. Lapindo merupakan perusahaan milik swasta yang

bergerak di bidang perminyakan dan gas bumi. Hingga tahun 2015, lumpur sudah

meneggelamkan tiga kecamatan yaitu, Porong, Jabon, dan Tanggulangin yang jika

ditotal terdapat 10 desa terdampak. Tragedi ini memengaruhi berbagai elemen-

elemen kehidupan di daerah sekitar terdampak, tidak hanya manusia tetapi

makhluk lainnya seperti tumbuhan dan binatang. Bangunan-bangunan yang

menyokong perekonomian warga, fasilitas umum, fasilitas desa, dan lain-lainnya

juga turut terdampak.

1 Anto Novenanto, Membangun Bencana: Tinjauan kritis atas Peran Negara dalam

Kasus Lapindo, MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 2016. h. 162.

 

Page 16: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

2

Di awal-awal tahun terjadinya semburan, penyebutan tragedi ini masih

simpang-siur, dan setelah adanya pembahasan oleh pemerintah maka pada 22

Januari 2008 di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diputuskan bahwa

semburan lumpur sebagai fenomena alam (bencana) dan tidak ada hubungannya

dengan aktivitas pengeboran Lapindo.2 Namun menjadi sebuah problematika

ketika tim peneliti yang berasal dari Australia menulis sebuah jurnal di situs

Nature Geoscience3 pada 20 Desember 2007 yang berjudul Triggering of the Lusi

Mud Eruption: Earthquake versus drilling initiation, mengungkapkan bahwa

luapan Lumpur Lapindo tidak dipicu oleh gempa Yogyakarta, tetapi aktivitas

pengeboran atau Tingay dan tim menyebutnya sebagai konsekuensi dari

pengeboran.

Lumpur Lapindo terus menyemburkan lumpur panasnya tetapi kini

intensitasnya cenderung mengurang tidak seperti awal-awal kejadian. Tidak ada

yang bisa memprediksi kapan semburan akan berakhir. Seperti halnya proses ganti

rugi atas korban dilakukan secara bertahap dan terkesan seperti proses jual beli

tanah.

Bukan hanya proses pertanggungjawaban atas hak-hak korban yang telah

terenggut. Jika ditelisik, dapat dilihat lagi hal terkait hak-hak para korban sebagai

manusia yang juga hidup berdampingan dengan lingkungan. Sudahkah pihak PT

2 Anto Novenanto, Melihat Kasus Lapindo Sebagai Bencana Sosial, laporan penelitian

yang dibiayai: Center for Religious and Cross -cultural Studies (CRCS)—Universitas Gadjah

Mada, Institute of Cultural Anthropology and Development Sociology (CA/DS)—Leiden

University, dan beasiswa Study in Netherlands (STUNED)—NUFFIC/NESO. 2010. h 12. 3 Nature Geoscience merupakan sebuah jurnal ilmiah bulanan yang berisi hasil riset-riset

para ilmuan atau periset dari berbagai negara dan universitas. Jurnal ini diterbitkan oleh Nature

Publishing Group.

 

Page 17: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

3

Lapindo Brantas memenuhi berbagai pertanggungjawaban atas hak-hak warga

terdampak yang telah terenggut, ini yang menjadi perhatian.

Berangkat dari peristiwa ini seorang warga Sidoarjo yang juga terdampak

dan memiliki rumah tidak jauh dari lokasi kejadian berinisiatif mencatat sebuah

tragedi besar yang terjadi di dekatnya. Berupa catatan visual, ialah Mamuk

Ismuntoro pria kelahiran Surabaya tahun 1975, bercerita dengan pendekatan

dokumenter yang dibuatnya selama kurung waktu tujuh tahun.

Dalam keterbatasannya Mamuk menghadirkan sebuah tragedi besar

melalui buku foto, dengan perspektif pribadinya terhadap Lumpur Lapindo yang

telah merenggut kehidupan sosial daerah sekitar ia tinggal juga warga desa dari

beberapa kecamatan di Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam buku Tanah yang Hilang

terdapat dua genre yang berbeda, yakni lanskap dan potret masyarakat.4 Dari situ

tampak Mamuk ingin menghadirkan sebuah situasi sosial daerah terdampak

Lumpur Lapindo.

Penduduk atau korban dari Bencana Lumpur Lapindo hingga tahun 2015

tidak diketahui jumlah pastinya karena dari pemerintah tidak pernah merilis

berapa jumlah resmi penduduk yang terdampak luapan Lumpur Lapindo sejak

2006. Namun, informasi yang didapat dari pemberitaan Tempo yaitu, kurang

lebih 25.000 jiwa mengungsi akibat rusaknya 10.462 unit rumah, 77 tempat

ibadah, 23 sekolah, 4 kantor pemerintahan, 30 pabrik, dan 360 hektar sawah.5

4 http://pannafoto.org/publication/tanah-yang-hilang/ diakses pada 11/02/2017

5https://nasional.tempo.co/read/423932/alasan-komnas-ham-sebut-lumpur-lapindo-

kejahatan/full&view=ok diakses pada 11/02/2017

 

Page 18: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

4

Sebuah rekam jejak tentang hilangnya kampung halaman. Berdasarkan

teknik penggarapan sebuah proyek foto dokumenter membutuhkan waktu yang

cukup lama, maka ini bukan sekedar foto yang menggambarkan sebuah proses

atau how to tapi sebuah realita sosial yang terjadi di masyarakat dan dikemas

menjadi sebuah catatan. Sejarah yang didokumentasikan dan menjadi faktual

karena fakta-fakta yang terungkap dari sepanjang perjalanan dokumentasi yang

dilakukan.

Berbekal pendidikan Jurnalistik di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi –

Almamater Wartawan Surabaya, Mamuk juga mendapat beasiswa ―Advanced

Photojournalism Course‖ tahun 2007, yang diselenggarakan oleh PannaFoto

Institute dan World Press Photo di Jakarta.6 Mamuk membukukan catatan visual

ini dengan judul Tanah yang Hilang.

Buku foto dokumenter ini juga pernah dimuat media dan ditampilkan di

beberapa festival buku foto internasional, seperti media The Jakarta Post, IPA

(Invisible Photographer Asia), International Photobook dummy Award

dipamerkan di empat negara di Eropa, Photobook Festival di Jerman tahun 2015,

menjadi satu dari 40 buku foto yang dipamerkan dalam Asia-Pacific Photobook

Archive di Photo Ireland Festival 2015, Photobook month di Galeri Foto

Jurnalistik Antara tahun 2015 dan Fotografie Forum Frankfurt turut dipamerkan

dan menjadi bagian dari pameran Beyond Transisi di Jerman tahun 2015.

Lalu apakah yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Mamuk Ismuntoro

dalam buku foto Tanah yang Hilang. Dengan dasar itulah penulis mencoba

6 Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang, Jakarta, PannaFoto Institute, 2014.

 

Page 19: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

5

menganalisis maksud yang terkandung dalam buku foto Tanah yang Hilang

dengan metode analisis semiotika.

Dengan dasar pemikiran di atas, maka penulis memutuskan untuk

melakukan penelitian dengan judul ―Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah

yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro‖.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Pada penelitian ini pembahasan difokuskan pada Buku Foto Tanah yang

Hilang karya Mamuk Ismuntoro yang dipublikasi pada 2014. Buku tersebut

menceritakan tentang suatu kehilangan tetapi bukan hanya sekedar kehilangan

tanah melainkan hak-hak dasar sebagai manusia yaitu hilangnya kehidupan sosial

yang dulunya ada sebelum Lumpur Lapindo menenggelamkan tiga kecamatan di

Sidoarjo. Penulis membatasi pada enam foto saja, karena bagi penulis keenam

foto tersebut sudah mewakili pesan yang ingin disampaikan oleh fotografer.

Dalam proses pemilihan dari 26 foto di dalam buku menjadi enam foto, penulis

menggunakan teknik sampling purposif. Sampling tersebut mengacu pada tujuan

penelitiannya, jadi teknik sampling ini mencakup hal-hal yang diseleksi atas dasar

kriteria-kriteria tertentu yang dibuat penulis berdasarkan tujuan penelitian.7 Pada

penelitian ini penulis menyeleksinya sesuai dengan pembahasan yang memang isi

dari seluruh rangkaian fotonya menceritakan kehidupan sehari-hari masyarakat

Sidoarjo dan lansekap kondisi desa-desa terdampak. Dua hal tersebut menjadi

poin utama atau kriteria yang akan penulis ungkap dan maknai.

7 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

2006.) h. 158.

 

Page 20: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

6

Dikarenakan dua poin utama tersebut merupakan tutur bahasa visual, jadi

tampak jelas jika adanya repetisi atau gambar-gambar serupa. Daripada itu agar

memudahkan proses memaknai masing-masing gambar penulis memutuskan

untuk memilih enam foto yang mewakilkan. Terdapat tiga foto yang meliputi

kehidupan sehari-hari masyarakat terdampak dan tiga foto lainnya mengenai

kondisi area dan lingkungan terdampak. Keenam foto tersebut mewakilkan dan

relevan dengan tujuan penulis ingin mengungkap makna dalam foto-foto yang

dibuat oleh Mamuk Ismuntoro terkait pesan isu lingkungan dan hak asasi

manusia.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

a. Apa makna denotasi pada enam foto karya Mamuk Ismuntoro yang

terkandung dalam buku foto Tanah yang Hilang?

b. Apa makna konotasi pada enam foto karya Mamuk Ismuntoro yang

terkandung dalam buku foto Tanah yang Hilang?

c. Apa makna mitos pada enam foto karya Mamuk Ismuntoro yang

terkandung dalam buku foto Tanah yang Hilang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami makna denotasi dalam enam foto karya

Mamuk Ismuntoro yang terkandung dalam buku foto Tanah yang Hilang.

 

Page 21: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

7

2. Untuk mengetahui dan memahami makna konotasi dalam enam foto karya

Mamuk Ismuntoro yang terkandung dalam buku foto Tanah yang Hilang.

3. Untuk mengetahui dan memahami makna mitos dalam enam foto karya

Mamuk Ismuntoro yang terkandung dalam buku foto Tanah yang Hilang.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian dan salah satu

referensi tambahan untuk memahami lebih dalam lagi foto melalui simbol atau

tanda dengan metode analisis semiotika. Karena pada setiap foto atau karya

akan memiliki makna yang berbeda-beda.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para penggiat fotografi

khususnya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang menekuni fotografi dokumenter dan jurnalistik. Serta lebih memahami

makna dan fungsi dari sebuah buku foto yang menjadi penting untuk dijadikan

sebuah penelitian.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivis. Paradigma ini merupakan pandangan yang bersifat subyektif,

didasari dari pandangan yang diteliti. Mereka yang diteliti diperlakukan sebagai

 

Page 22: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

8

subyek penelitian yang memiliki pandangan tertentu atas apa yang menjadi

perhatian penulis. Dengan itu data dalam paradigma konstruktivis harus

mencerminkan apa yang dirasakan dan yang ingin disampaikan oleh subyek

penelitian.

Dalam konstruktivis digunakan teknik pelaporan yang menceritakan ulang

pandangan subyek (konstruksi). Penulis sebagai penyampai kembali subyek

penulis. Maka dari itu penulis menggunakan paradigma konstruktivis untuk

memahami dan menyampaikan kembali proses penggambaran kondisi dan

masalah yang ada dari Lumpur Lapindo dalam buku Tanah yang Hilang.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan

memiliki tahapan. Karena sebelum hasil-hasil penelitian kualitatif memberi

sumbangan kepada ilmu pengetahuan, tahapan penelitian kualitatif melampaui

berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah, yang mana seorang peneliti menangkap

berbagai fakta dan fenomena-fenomena sosial, melaui pengamatan di lapangan,

kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya mengaitkan dengan teori

berdasarkan apa yang diamati.8

Jika penulis sederhanakan, pendekatan kualitatif merupakan penelitian

dengan cara mencari atau memulainya dengan akibat lalu sebab (induktif).

Melakukan observasi ke lapangan megumpulkan berbagai data, lalu masuk tahap

teorisasi, menganalisa dengan menggunakan teori-teori, maka setelah itu akan

8 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu

Sosial Lainnya, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2008), hal.6.

 

Page 23: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

9

menemukan temuan-temuan sebab. Akibat lalu sebab merupakan produk berpikir

kualitatif.

3. Metode Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode analisis semiotika,

karena semiotika merupakan ilmu tentang tanda. Seperti yang dikatakan

Preminger bahwa fenomena sosial dalam masyarakat dan budaya itu merupakan

tanda-tanda.9 Semiotika itu mempelajari aturan-aturan dan sistem-sistem yang

memungkinkan tanda itu memiliki arti atau makna.

Penelitian ini mengungkap makna dari foto, maka dari itu penulis

menggunakan semiotika Roland Barthes untuk membaca foto yang terdiri dari

tiga tahap pemaknaan diawali dengan denotasi, lalu konotasi, dan yang terakhir

adalah mitos.

4. Definisi Operasional

Operasional merupakan konsep yang bersifat abstrak untuk memudahkan

pengukuran suatu variabel. Atau dapat juga diartikan sebagai pedoman dalam

melakukan suatu kegiatan ataupun pekerjaan penelitian. Definisi operasional juga

dapat dikatakan suatu definisi yang memiliki arti tunggal dan diterima secara

objektif.

Maka dari itu perlu dijelaskan beberapa definisi operasional dalam

penelitian ini, yaitu diambil dari semiotika Rolland Barthes untuk mengungkap

makna dalam foto dengan, definisi operasional denotasi, konotasi, dan mitos.

9 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.265.

 

Page 24: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

10

Semiotika itu mempelajari aturan-aturan dan sistem-sistem yang memungkinkan

tanda itu memiliki arti atau makna.

Denotasi adalah tahap yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda

pada realitas, menghasilkan makna langsung, dan pasti. Denotasi tidak

mengonstruksi pemaknaan terlalu jauh, karena dapat dimaknai dan ditanggapi

secara langsung. Konotasi merupakan tahap lanjutan dari denotasi yang memberi

makna secara langsung, tahapan ini membentuk makna baru yang berasal dari

pemahaman, latar belakang pengetahuan, pengalaman si pembuat makna.

Konotasi mengacu pada lensa budaya yang kita gunakan untuk menafsirkan

gambar.10

Lalu mitos, tercipta ketika masyarakat meyakini sebuah pemahaman

atau budaya.11

Merujuk pada fungsi mitos yang terdapat di buku Semiotika

Negativa, bahwa mitos berfungsi untuk mendistorsi makna dari sistem semiotik

tingkat pertama yaitu denotasi (makna sebenarnya) sehingga makna itu tidak lagi

menunjuk pada kenyataan yang sebenarnya.

Seperti itu pemaparan definisi operasional dalam penelitian ini, sebab

definisi operasional menjadi acuan untuk menganalisis secara teoritis.

5. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi dua, yaitu sumber data primer

dan sekunder. Sumber data primer merupakan sasaran utama dalam penelitian ini

sedangkan sumber data sekunder merupakan pengaplikasian dari sumber data

primer sebagai pendukung dan penguat dalam penelitian.

10

Douglas Harper, Visual Sociology,(New York: the Taylor & Francis Group, 2012)h.

118 11

Benny H Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, h. 4

 

Page 25: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

11

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil foto yang dipilih

penulis sesuai dengan objek penelitian. Penulis lebih memfokuskan pada enam

foto yang sekiranya sudah mewakili isi buku foto dokumenter Tanah yang Hilang

karya Mamuk Ismuntoro, karena menurut penulis enam foto tersebut sudah

mewakilkan pesan apa yang ingin disampaikan seorang Mamuk Ismuntoro.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari wawancara bersama Mamuk

Ismuntoro yang karyanya akan diteliti, selain itu dengan pengajar fotografi Edy

Purnomo, pengamat buku foto Ridzky Noviansyah, dan aktivis lingkungan yang

juga dosen yaitu Raynaldo dari ICEL (Indonesian Center for Environmental Law).

6. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Buku Foto Dokumenter Tanah yang Hilang

Karya Mamuk Ismuntoro. Sedangkan objek pada penelitian ini adalah enam foto

yang ada di dalam buku, sekiranya enam foto dengan konsep lanskap dan daily

life tersebut sudah mewakili apa yang ingin disampaikan oleh fotografer.

7. Teknik Pengumpulan Data

Pada pengumpulan data penulis menggunakan teknik observasi,

wawancara mendalam dan dokumentasi. Observasi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah mengumpulkan, menentukan dan mengamati foto dari

Mamuk Ismuntoro yang menjadi subyek penelitian. Lalu wawancara dilakukan

untuk menggali lebih dalam lagi data yang telah didapat.

Ada beberapa jenis wawancara yang bisa digunakan, berdasarkan

strukturnya terdapat dua jenis yaitu pertama, wawancara relatif tertutup, penulis

 

Page 26: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

12

memfokuskan wawancara pada topik khusus dan terarah, kedua wawancara

terbuka, memulainya dengan sesuatu yang umum dan bebas membahas apa saja

namun perlahan pembahasannya mendalam dan mengerucut.12

Penulis

menerapkan wawancara pada topik khusus dan terarah dengan Mamuk Ismuntoro,

Edy Purnomo, Ridzki Noviansyah, dan Raynaldo. Metode yang juga dapat

memperkuat data adalah dengan dokumentasi, seperti pemberitaan, catatan, atau

arsip yang berkaitan dengan Lumpur Lapindo dan buku foto Tanah yang Hilang.13

8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan analisis semiotika Roland Barthes

yakni mengetahui makna denotasi, konotasi, dan mitos di dalam buku Foto Tanah

yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro mengenai sebuah pengalihfungsian tanah

dari tanah produktif menjadi tanah mangkrak dan hilangnya kehidupan sosial

yang dulu ada di lokasi terjadi dan terdampak semburan Lumpur Lapindo.

F. Tinjauan Pustaka

Penulis menemukan beberapa tinjauan pustaka yang menginspirasi penulis

dalam proses penelitian . Beberapa di antaranya yaitu:

―Makna Bencana dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotika Foto

Terhadap Karya Kemal Jufri Pada Pameran Aftermath: Indonesia In Midst Of

Catastrophes Tahun 2012)‖ Karya Isye Naisila Zulmi, ―Analisis Semiotika

Terhadap Foto Karya Romi Perbawa Berjudul The Riders Of Destiny Pada Ajang

12

Majalah Ilmiah Pawiyatan Vol. XX, Teknkik Pengumpulan Data dalam Penelitian

Kualitatif, 2013. h 87. 13

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006),

h.110.

 

Page 27: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

13

Pameran The Jakarta International Photo Summit Tahun 2014‖ karya M.

Hendartyo Hanggi W, dan ―Analisis Semiotik Foto pada Buku Orangutan Rhyme

& Blues‖ karya Andika Febriana. Ketiga skripsi tersebut juga meneliti tanda-tanda

dan mengungkap makna dari foto dengan menggunakan metode analisis

semiotika. Namun subyek atau foto yang akan penulis teliti tentu berbeda dan

berasal dari sumber yang berbeda.

Penelitian ini akan mengungkap makna dari foto-foto dalam buku Tanah

yang Hilang yang megisahkan tentang sebuah tragedi besar yaitu semburan

Lumpur Lapindo yang mengalihfungsikan tanah, terenggutnya hak-hak dasar

manusia dan hilangnya kehidupan sosial.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Pembahasan mengenai berbagai dasar tentang peneitian yang berisi

pendahuluan di mana di dalam itu terdapat latar belakang masalah, batasan dan

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian,

tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan yang seluruhnya mendasari penelitian

“Analisis Semiotika Foto Pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk

Ismuntoro.”

BAB II : Penjabaran mengenai landasan teori yang digunakan untuk penelitian

ini, yaitu berisi tentang tinjauan umum mengenai fotografi (pengertian fotografi,

unsur-unsur fotografi, aliran-aliran fotografi, fotografi jurnalistik dan fotografi

dokumenter), tinjauan umum tentang pemaknaan visual dan semiotika.

BAB III : Pemaparan mengenai gambaran umum tentang Lumpur Lapindo,

Gambaran Umum Buku Tanah yang Hilang, profil Mamuk Ismuntoro, sejarah

 

Page 28: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

14

fotografi dunia dan Indonesia, perkembangan fotografi dunia, gambaran umum

dan sejarah buku foto.

BAB IV : Pemaparan temuan dan analisis data foto-foto yang telah penulis

pilih dalam buku Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro dengan

menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran bagi

mahasiswa/i Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta serta para pegiat fotografi dan buku foto khususnya fotografi

dokumenter.

 

Page 29: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Fotografi

1. Pengertian Fotografi

Seperti yang diungkapkan oleh Helmut Gernshein dalam buku On

Photograph.1

“Photography is the only “language” understood in all parts of the world,

and bridging all nations and cultures, it links the family man. Independent of

political influence where people are free it reflects truthfully life and events,

allows us to share in the hopes and despire of others, and illuminates political

and social conditions. We become the eye-witnesses of the humanity and

inhumanity of mankind….”.

Sepakat dengan pernyataan di atas, bahwa fotografi merupakan sebuah

bahasa. Peneliti perlu jabarkan secara rinci, mengapa fotografi dapat dikatakan

sebagai bahasa visual. Tidak cukup dengan pengertian mendasar apa itu fotografi?

Tetapi fotografi juga melibatkan perasaan agar pesan dapat tersampaikan dengan

baik sesuai realita yang ada.

Untuk mencapai tahap tersebut perlu ada pemahaman terkait teknis, unsur

dan elemennya. Juga lalu siapa yang berpengaruh pada perkembangan fotografi di

Indonesia dan dunia. Agar semakin lengkap cakrawala mengenai apa itu fotografi

dan bagaimana memaknai sebuah visual? Peneliti akan menjabarkan satu persatu

pada paragraf berikutnya.

1 Susan Sontag, On Photography, (New York : Picador USA, 1977), h. 192.

 

Page 30: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

16

Fotografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu

photos yang berarti cahaya, dan graphos yang artinya melukis atau menulis.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fotografi adalah seni dan hasil proses

gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan.2 Fotografi juga

bagian dari seni hanya saja memiliki cara yang berbeda. Melukis dilakukan di atas

kanvas dengan kuas untuk memberi warna dan bentuk, sedangkan fotografi

menggunakan cahaya serta mediumnya adalah sebuah teknologi yang disebut

kamera.

2. Unsur-Unsur Fotografi

Beranjak pada pembahasan selanjutnya, terkait teknis dan pesan pada

fotografi. Tidak akan menjadi sebuah karya yang baik dan menarik tanpa adanya

teknik yang baik pula. Fotografi hidup dengan adanya unsur teknis dalam

prosesnya. Fotografi juga sebagai media komunikasi, terdapat unsur pesan dan

makna. Berikut pemaparan terkait teknis dan pesan pada fotografi.

a. Unsur Teknis Fotografi

1. Segitiga Fotografi

Biasa disebut dengan Triangle Photography, merupakan dasar utama dari

teknis fotografi. Untuk memahami dasar teknis pencahayaan dalam kamera

ada tiga elemen dasar yang harus dipahami yaitu, shutter speed, aperture atau

diafragma, dan ISO (International Standardization Organization).

Shutter speed adalah kecepatan membuka jendela rana untuk menangkap

cahaya yang masuk ke sensor kamera. Ketika tombol shutter ditekan, maka

2 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia, 2013), h. 398.

 

Page 31: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

17

rana dalam kamera akan terangkat untuk memproses masuknya cahaya.

Proses cepat, lambat dan banyak atau sedikitnya cahaya yang masuk

tergantung pengaturannya. Pengaturannya dapat ditentukan dengan angka

atau numerik yang terdapat di layar kamera, terdapat urutan detiknya yaitu,

1/1000, 1/800, 1/500, 1/250, 1/125, 1/30, 1”, 5”, 15”, 30” dan bulb. 1/15

maksudnya adalah 1 detik dibagi 15 begitu juga seterusnya, sedangkan

speedbulb adalah kecepatan yang diatur oleh pemotret sesuai keinginannya

dan disesuaikan dengan kebutuhannya

Adapun efek yang akan dihasilkan dari penggunaan shutter speed

(pergerakan) dari moving hingga freezing. Dengan kecepatan rendah seperti

1/30, 1”, 5”, 15”, 30” yang akan dihasilkan ada moving (tak beraturan) atau

shaking (goyang/guncang). Kecepatan yang rendah akan membuka rana lebih

lama dan cahaya yang masuk akan semakin banyak. Untuk menghasilkan

efek freezing (membeku) pada subyek yang bergerak kecepatan rana yang

digunakan lebih tinggi seperti 1/250, 1/500, 1/800, 1/1000, s/d 1/4000, namun

cahaya yang masuk akan lebih sedikit karena rana terbuka dan tertutup

dengan begitu cepat.

Aperture atau diafragma (fokus) adalah besar kecilnya bukaan pada

lensa, dan biasa diistilahkan seperti keran air, jika dibuka besar maka cahaya

yang masuk akan banyak dan jika diafragma ditutup maka cahaya yang

masuk akan sedikit. Dalam hitungan numeriknya jika bukaan semakin besar

maka angkanya akan semakin kecil dan sebaliknya. Diafragma angkanya

disesuaikan dengan lensanya ada yang dari 1.0, 1.2, 1.4, 1.8, 2.0, 2.8, 3.5, 4.5,

5.0, 5.6, 6.3, sampai dengan bukaan terkecil itu 36.

 

Page 32: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

18

Diafragma dapat memengaruhi ruang tajam atau Depht of Field (DOF),

dan menghasilkan dua efek yaitu, ruang tajam luas dan ruang tajam sempit.

Efek tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemotret.

International Standardization Organization (ISO), yang juga dikenal

dengan sebutan ASA ini merupakan bagian kepekaan kamera terhadap cahaya

yang ada. ISO juga menggunakan numerik atau angka, mulai dari ISO 100,

200, 400, 800, 1000, 1250, 1600, 3200, 6400 dan yang tertinggi sampai

12800.

ISO memengaruhi hasil kejernihan sebuah foto, dan yang pasti dapat

menentukan cahaya gelap atau terang dalam foto. Jika menggunakan ISO

yang tinggi 800 s/d 12800 itu dapat memberikan efek noise/grain atau kasar.

ISO tinggi digunakan ketika di dalam ruangan atau saat cahaya begitu minim.

Jika disederhanakan shutter speed merupakan cara untuk mengatur

seberapa lama menentukan waktu ketika cahaya masuk ke dalam kamera,

kalau diafragma seberapa banyak cahaya masuk ke dalam kamera, dan ISO

merupakan kontrol seberapa sensitif kamera terhadap cahaya.3

2. Elemen Visual

Elemen visual merupakan apa yang ada di dalam suatu foto, komponen-

komponen yang terdapat di dalam sebuah karya foto. Seperti yang

disampaikan seorang pengajar Kelas Dasar Fotografi di Galeri Foto

Jurnalistik Antara yaitu Mosista Pambudi, berangkat dari sebuah penjelasan

3 Henry Carrol, Read This If You Want To Take Great Photographs.(London: Laurence

King Publishing, 2014), h. 31.

 

Page 33: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

19

mengenai Visual Literacy di situs www.noodletools.com karya Debbie

Abilock.

Ada bagian membaca visual atau bahasa visual. Dijelaskan dalam

presentasinya bahwa terdapat enam elemen, yaitu, garis, skala, bentuk,

tekstur, pola dan cahaya. Dari berbagai elemen itulah dapat tercipta sebuah

makna dan tuntunan dalam proses pembuatan sebuah karya foto.

3. Komposisi

“You don’t take a photograph, you make it,” begitu kata Ansel Adams.

Bayangkan komposisi adalah sebuah fondasi dari sebuah gambar atau foto.

Serupa seperti bangunan, fondasi itu harus kuat dan komposisi harus kuat

dan baik agar menghasilkan gambar yang kuat dan sarat makna.4 Komposisi

merupakan gabungan dari elemen-elemen visual yang sudah dijelaskan di

atas.

Pengertian mengenai komposisi fotografi tidak jauh berbeda dengan

pengertian komposisi lainnya. Komposisi itu digunakan untuk menyatukan

berbagai elemen dalam proses pembuatan sebuah karya foto, agar pesan yang

ingin dikirimkan oleh fotografer dapat tersampaikan. Dengan penempatan

posisi juga berbagai hal yang disertakan dalam sebuah karya, itu akan

menjadi lebih menarik untuk dilihat lebih lama.

Kompisisi yang baik akan menghantarkan mata pelihat foto untuk mau

melihat secara spesifik ke mana arah cerita yang fotografer maksud. Pada

4 Henry Carrol, Read This If You Want To Take Great Photographs, h. 9.

 

Page 34: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

20

intinya, adanya komposisi itu dalam kesederhanaan untuk memperindah

sebuah karya juga melengkapi pesan yang ingin disampaikan.

Namun dalam panduan dasar fotografi yang didapat dari presentasi

pengajar kelas dasar Mosista Pambudi di Galeri Foto Jurnalistik Antara5 ada

beberapa istilah yang digunakan, yaitu, rule of third (sepertiga dua pertiga),

simplicity, golden ratio, membingkai subyek, simetris, dan asimetris.

3. Aliran-aliran Fotografi

Dari berbagai teknis yang ada dalam fotografi sudah peneliti jelaskan di

atas. Selain teknis, masyarakat kini menyadari bahwa fotografi tidak hanya

memotret subyek yang ada di depan matanya, namun ada hal-hal berkonsep

yang juga turut mewarnai hasil dari fotonya. Hal ini merupakan

perkembangan dunia fotografi kini dengan berbagai macam konsep yang

diusung, mereka berangkat dari aliran-aliran fotografi yang berbeda.

Mengadaptasi dari sebuah situs atau platform yaitu, LensCulture.6 Dari

situs tersebut aliran fotografi terbagi menjadi beberapa kategori, di antaranya

adalah fine art atau seni rupa, konseptual, hitam putih, landscape atau

pemandangan alam, portraiture, kontemporer, arsitektur, abstrak, panggung,

fotografi jalanan atau yang biasa masyarakat kini kenal dengan street

photography, jurnalistik, dan dokumenter.

5 Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) adalah suatu lembaga pendidikan fotografi

dokumenter dan jurnalistik yang diadakan oleh Kantor Berita Antara setiap tahunnya sejak 1992. 6 LensCulture adalah sebuah jaringan fotografi atau majalah online yang membahas

tentang fotografi kontemporer dalam seni, media, politik, komersial dan budaya popular di dunia.

Lensculture hadir sejak tahun 2004 dengan editor Jim Casper. Tidak hanya sebagai website yang

menyediakan hasil-hasil foto terbaik, tetapi Lensculture juga memberikan ruang kepada para

fotografer-fotografer di seluruh dunia untuk berpartisipasi dengan mengadakan penghargaan

fotografi perkategori.

 

Page 35: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

21

Kategori fine art memberikan ruang bagi pembuat foto untuk lebih

mengeksplorasi. Menggabungkan unsur seni rupa dengan fotografi, seperti

membuat foto dengan sentuhan seperti sebuah lukisan. Kategori konseptual,

hasil foto yang proses produksinya sedemikian rupa serta dikonsepkan secara

matang. Tidak dengan tiba-tiba menjadi karya foto begitu saja, setiap

detailnya begitu diperhatikan dan hasil akhir akan sesuai dengan rencana

awal.

Black and white, kategori yang berisi foto-foto dengan latar warna

keseluruhan hitam dan putih, dan memiliki maksud tertentu kenapa

menggunakan dua warna tersebut. Dibutuhkan keahlian fotografer dalam

kategori fotografi hitam dan putih. Landscape atau pemandangan, kategori

yang memang menampilkan foto-foto alam, perkotaan, pedesaan atau daerah-

daerah yang digambarkan secara keseluruhan. Cenderung hasilnya

menggambarkan keindahan atau kearifan.

Portraiture, kategori yang berisi foto-foto subyek dengan latar

belakang cerita yang sangat kuat atau menarik. Kontemporer, kategori ini

membahas isu-isu klasik yang digabungkan dengan perkembangan zaman.

Panggung, kategori foto panggung berisi foto-foto pementasan seperti musik

dan teater.

Street photography, keindahan fotografi jalanan adalah sifatnya yang

demokratis dan terbuka, bahwa setiap orang dapat berpartisipasi di dalamnya

di mana pun mereka tinggal, kamera apa yang mereka pakai, atau subyek

 

Page 36: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

22

untuk difoto.7 Dijelaskan dari sebuah situs yang membahas tentang fotografi

jalanan, pemaparannya seperti ini, fotografi jalanan adalah tentang

menangkap esensi kemanusiaan, bentuk seni yang indah dan spontan. Butuh

kesabaran dan keberuntungan untuk mendapatkan foto yang bagus dan

bermakna. Tapi ketidakpastiannya adalah yang membuatnya menarik dan

bermanfaat.8

4. Fotografi Jurnalistik

Pada Senin 16 April 1877, saat surat kabar harian The Daily Graphic

di New York memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon di

halaman pertama,9 hal itu menjadi awal mula munculnya foto jurnalistik.

Seperti kata Kenneth Kobre profesor yang memimpin Jurusan Foto Jurnalistik

di San Fransisco State University dalam bukunya Photojournalism: The

Professionals’ Approach bahwa foto jurnalistik bukan hanya melengkapi

berita di sebuah edisi sebagai ilustrasi atau hiasan untuk mengisi bagian abu-

abu sebuah halaman. Fotografi jurnalistik merupakan produk jurnalistik, di

mana foto memiliki nilai berita.10

Foto menjadi medium terbaik yang ada

untuk melaporkan peristiwa secara ringkas dan efisien.

Dalam buku The Visual Dictionary of Photography11

dipaparkan

bahwa fotografi jurnalistik merupakan pengumpulan berita meggunakan

media gambar atau foto. Dengan ketepatan waktu dan objektivitas dan tujuan

7 http://erickimphotography.com/blog/2013/08/07/what-is-street-photography-2/ diakses

pada 10/04/2018 8 https://expertphotography.com/what-is-street-photography/ diakses pada 10/04/2018

9 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 1

10 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 17

11 David Prakel, The Visual Dictionary of Photography, (Switzerland: AVA Publishing

SA, 2010) h. 187

 

Page 37: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

23

pembuatannya itu untuk menceritakan sebuah tragedi, atau kisah dan

memungkinkan untuk menjadi sebuah esai panjang.

Namun dalam halnya pembuatan berita, foto juga tidak dapat berdiri

sendiri, melainkan beriringan dengan hadirnya caption. Dua-duanya saling

berkaitan dan melengkapi irama cerita, tulisan keterangan itu perlu untuk

sedikit menjabarkan apa yang terjadi di balik sebuah peristiwa atau memberi

keterangan waktu dan lokasi kejadian.

Dalam sebuah foto berita yang terus diulas adalah tentang

kemanusiaan, lingkungan dan bencana yang selalu menarik untuk diberitakan.

Kategori fotografi jurnalistik berdasarkan standar World Press Photo juga

dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu, foto spot, berita umum, berita alam dan

lingkungan, sains dan teknologi, daily life, seni dan budaya, foto ilustrasi,

feature, foto cerita, portraiture, dan foto olahraga.12

5. Fotografi Dokumenter

Marry Warner, dalam bukunya yang berjudul “Photography : A

Cultural History”, mengungkapkan definisi dokumenter secara umum, yaitu

segala sesuatu representasi non-fiksi di buku atau media visual13

. Menurut

majalah life, fotografi dokumenter adalah visualisasi dunia nyata yang

dilakukan oleh seorang fotografer yang ditunjukan untuk mengomunikasikan

sesuatu yang penting, untuk memberi pendapat atau komentar, yang tentunya

dimengerti oleh khalayak.

12

Worldpressphoto.org diakses pada diakses pada 17/05/2018 13

https://sites.google.com/site/edufotografi/home/6-keahlian-khusus/2-

dokumentasi#TOC-Pengertian Foto-Dokumenter diakses pada 24/08/2016 pukul. 10.51 WIB.

 

Page 38: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

24

Fotografi dokumenter hadir sebagai induk daripada fotografi jurnalistik,

seperti yang diungkapkan Taufan Wijaya dalam bukunya Foto Jurnalistik14

bahwa sebelumnya, foto dokumenter sebagai akar dari foto jurnalistik telah

dikenal di tanah air sejak abad ke-19. Dalam sebuah workshop fotografi yang

diadakan oleh Galeri Foto Jurnalistik Antara dengan menghadirkan seorang

fotografer senior Kantor Berita Reuters Bea Wiharta mengatakan

kehadirannya juga menjadi sebuah cerita yang faktual, apakah ceritanya akan

menjadi panjang atau pendek itu tergantung dari si pemotret namun foto

dokumenter dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang untuk

mengumpulkan fakta-fakta, dan kedalaman cerita juga segala kemungkinan

yang akan terjadi ke depanya tidak dapat dielakan, maka pendekatan ini biasa

disebut dengan long term project atau proyek jangka panjang. Karena jangka

pengambilannya yang panjang dengan adanya riset yang dilakukan, fotografi

menjadi begitu faktual.

Adapun beberapa tokoh yang mempelopori fotografi dokumenter, salah

satunya adalah David Octavius Hill dan Robert Adamson, pada proyeknya

yang dimulai pada tahun 1843 membuat gambaran referensi pekerjaan besar

dan bersejarah para 470 pendeta Skotlandia.15

Dan proyek itu dilaksanakan

untuk memperingati pembebasan gereja di Skotlandia. Dari rangkaian

proyeknya, Hill dan Adam mulai mengembangkan antusiasnya pada tugas dan

calotype process, dan mereka mulai melanjutkan mengumpulkan koleksi

dokumentasinya menjadi proyek jangka panjang.

14

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik,.hal. 7 15

Michael Langford, The Master Guide to Photography,(New York: Alfred A.Knopf,Inc,

1982), h. 348.

 

Page 39: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

25

a. Unsur Pesan Fotografi

Setiap pembuatan sebuah karya cipta pasti terdapat maksud atau pesan

yang ingin disampaikan. Namun dalam halnya membuat foto, unsur teknis

tidak dapat dikesampingkan. Dari teknis dapat tercipta sebuah makna, tetapi

belum cukup hanya teknis, seperti yang peneliti sampaikan di atas, bahwa

fotografi melibatkan perasaan. “Rasa” tercipta dari akal pikiran dan hati, lalu

ditangkap melalui pandangan mata seorang fotografer atau penyampai pesan.

Asumsi peneliti juga diperkuat dari teori yang digali oleh Paul

Messaris dan dipaparkan dalam buku Kisah Mata karya Seno Gumira

Ajidarma16

, bahwa gambar-gambar yang dihasilkan oleh manusia, termasuk

fotografi itu dapat dibaca. Foto sebagai media visual, bukan hanya

dimungkinkan untuk menarik suatu makna, melainkan makna itu dapat

direkayasa untuk tampil dengan gagasan menghujam. Sebuah foto jadinya

bukan hanya representasi visual obyek yang direproduksinya, melainkan

mengandung pesan.

B. Tinjauan Umum Tentang Semiotika

1. Pengertian Semiotika

Istilah semiotika atau semiotic yang dimunculkan pada akhir abad ke-19

oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce, merujuk kepada

“doktrin formal tentang tanda-tanda”, yang menjadi dasar semiotika adalah

16

Seno Gumira Ajidharma, Kisah Mata, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h 26-27

 

Page 40: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

26

konsep tentang tanda.17

Konsep tentang tanda ini ada kaitannya dalam

kehidupan.

Dalam buku Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya Ben H Hoed18

dikatakan bahwa semiotika merupakan ilmu yang mengkaji tanda dalam

kehidupan manusia. Dalam kehidupan terdapat dan dilihat juga sebagai tanda,

maka dari itu ada hal yang harus diberi makna. Semiotika membantu manusia

untuk memahami maksud dari sebuah tanda. Kehadirannya memperkuat alasan

bahwa tidak semua hal itu dapat diungkapkan dan ditampakan secara langsung

melainkan dengan sumber tanda-tanda dan diungkap melalui ilmu atau teori

agar memiliki landasan.

Dalam bahasa, kata semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani,

semeion yang berarti “tanda” atau seme, yang berarti “penafsir tanda”.19

Ada

tanda maka ada makna, dua hal yang memang tidaklah terpisahkan. Bayangkan

jika dalam kehidupan tidak ada tanda-tanda yang dibuat secara sengaja ataupun

tidak, maka kehidupan bermasyarakat pun tidak ada gunanya. Dikarenakan

hidup yang tidak bermakna, tidak terjalin hubungan satu dengan yang lain,

termasuk komunikasi. Komunikasi berawal dari tanda, sebelum memulai

percakapan biasanya satu pihak memberikan sinyal atau tanda-tanda untuk

memulai percakapan, maka dari itu terjadilah sebuah komunikasi yang

bermakna. Intinya, dengan tanda manusia dapat berkomunikasi dan

meghasilkan sebuah makna.

17

Alex sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013) h. 13 18

Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya UI Depok, 2008), h. 3 19

Alex sobur, Semiotika Komunikasi, h. 16

 

Page 41: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

27

Dari beberapa referensi dapat ditarik kesimpulan, ada beberapa ranah

dalam menganalisis semiotika yaitu, teks, audio, audiovisual, dan gambar atau

foto. Karena dalam penelitian ini, peneliti menganalisa foto karya Mamuk

Ismuntoro dan ingin mengungkap berbagai makna yang terkandung. Dirasa

analisis semiotika tepat menjadi pisau bedah dalam mengolah dan memaknai

foto-foto yang diteliti.

Peneliti sudah membahas tentang semiotik secara umum namun dirasa

kurang jika tanda-tanda sendiri tidak dijelaskan. Lalu apa itu tanda-tanda?

Dalam buku Alex Sobur dikatakan bahwa tanda-tanda merupakan awal

dimulanya komunikasi. Dengan adanya tanda-tanda manusia dapat memulai

komunikasi dan memaknainya bersama. Dari situ dapat dipastikan juga bahwa

foto merupakan salah satu media menyampaikan pesan (komunikasi), dan di

setiap foto terdapat tanda-tanda yang berujung makna. Dilengkapi pula dengan

apa yang disampaikan oleh Marcel Danesi pada bukunya Pesan, Tanda dan,

Makna20

ia menjelaskan bahwa tanda itu berkaitan dengan sesuatu yang berupa

warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika dan lain sebagainya.

Tanda yang dimaksud di sini juga bukan gambaran akan bunyi melainkan

sejenis warna dan lain-lainnya.

2. Tokoh-tokoh Semiotik

Teori semiotik ini tidak begitu saja hadir, terdapat beberapa tokoh yang

mengokohkan kehadirannya di antaranya ada Charles Sanders Peirce,

Ferdinand de Saussure, dan Roland Barthes yang menjadi tokoh pokok

20

Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2012), h. 6

 

Page 42: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

28

pembahasan di penelitian ini. Ketiga tokoh di atas terkenal dan sama-sama

mengembangkan teori tentang tanda, namun mereka memiliki pemikiran dan

kekhasannya masing-masing. Charles Sanders Peirce seorang filsuf dari

Amerika pemikir yang argumentatif. 21

Kutipan penjelasan dari Pierce, tanda

“is something which stands to somebody for something in some respect or

capacity.”

Dalam lingkungan semiotik Peirce menyampaikan bahwa secara umum

tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi manusia. Peirce juga membagi tanda

menjadi, ikon, indeks dan simbol. 22

Ikon adalah hubungan antara tanda dan

objek, jadi dapat dikatakan mengacu kemiripan, contohnya foto atau peta.

Indeks menunjukan hubungan sebab akibat, lebih mengacu pada sebuah

kenyataan, contohnya adanya asap pasti ada api. Simbol, tanda yang

menunjukan secara alamiah penanda dan petandanya, jadi ketiganya digunakan

sebagai medium pesan.

Pierce menekankan bahwa proses pembentukan makna itu tidaklah

berstruktur seperti apa yang disampaikan Saussure, tetapi proses itu terjadi

secara alami yang diserap melaui panca indera manusia lalu diproses melaui

pegetahuan, pikiran atau kognisi seseorang, dan jadilah sebuah makna. Proses

pemaknaan sebuah tanda baginya tidak rumit melainkan terjadi secara alami.

Ferdinand de Saussure, melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk dan

makna.23

Saussure menamai ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda dalam

masyarakat itu sebagai semiologie, yang merupakan bagian daripada psikologi

21

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 39 22

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 41 23

Benny H Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, h. 3

 

Page 43: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

29

sosial. Saussure menggunakan istilah signifiant (penanda) dan signifie

(petanda), ia melihat tanda sebagai sesuatu yang terstruktur dan menstruktur di

dalam kognisi manusia.

Dari referensi yang peneliti baca bahwa antara objek dan makna itu tidak

bersifat pribadi melainkan sosial, karena tanda-tanda itu berkembang dari

kehidupan masyarakat. Dalam pemahaman Saussure, semiotik ini masih

memiliki benang merah dengan psikologi sosial, maka dari itu ia menyebutnya

dengan semiologi. Lalu, dari semiologi itu nanti akan dapat ditemukan juga

menunjukan proses dan hal-hal yang menjadikan sesuatu itu sebagai tanda.

3. Semiotika Roland Barthes

Pada pembahasan sebelumnya kita fokus pada pengertian semiotika

secara umum, lalu siapa saja tokoh-tokoh yang berpengaruh pada

perkembangan semiotika sebagai ilmu. Dalam pembahasan berikut masih

seputar tokoh semiotika, namun yang membedakan adalah dalam penelitian ini

secara khusus mengadopsi teori yang dikembangkan lagi oleh Roland Barthes

dan pada bagian ini peneliti mendiskusikan semiotika Roland Barthes lebih

mendalam lagi.

Semiotika Barthes diturunkan dari teori bahasa menurut de Saussure,

atau dapat dikatakan Barthes meneruskan apa yang sudah ditemukan oleh

Saussure. Dalam analisis atas bahasa, kemudian bahasa diartikan dalam

pengertian umum, termasuk gambar, bunyi, dan lain-lain yang bukan termasuk

suara alamiah.

 

Page 44: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

30

Bagi Barthes semiotika tidak hanya tentang penanda dan petanda saja,

tetapi tanda itu sendiri yang mengikat keduanya secara keseluruhan. 24

Barthes

menyebut subyek penelitiannya dengan bahasa “teks”, namun teks di sini

memiliki makna yang luas, tidak diartikan begitu saja dalam konteks sebuah

bahasa atau linguistik. Sebutan teks itu mencakup berita, film, iklan, fashion,

foto, fiksi, puisi, dan drama. Dengan kata lain, foto atau hal-hal yang berkaitan

dengan visual juga disebut dengan teks yang dimaksud oleh Barthes.

Semua komunikasi manusia memiliki kedua ciri ini dan begitu juga

Roland Barthes membahas semiotika dalam fotografi memiliki dua tahap untuk

pemaknaan yaitu denotasi dan konotasi. Konsep tentang denotasi dan konotasi

mejadi kunci analisis Roland Barthes. Ketika konotasi menjadi sangat

kompleks dalam kombinasi simbol dan makna, kita memiliki apa yang disebut

mitos Roland Barthes.25

Makna denotasi adalah tahap yang menjelaskan hubungan penanda dan

petanda pada realitas, menghasilkan makna langsung, dan pasti. Tetapi gambar

tidak pernah menunjukan seperti kata “tanda berhenti” dan dengan demikian

semiotika mengacu pada konotasi ketika berbicara tentang bagaimana simbol

visual beroperasi.

Denotasi tidak mengonstruksi pemaknaan terlalu jauh,

karena dapat dimaknai dan ditanggapi secara langsung.

24

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h 123 25

Douglas Harper, Visual Sociology,(New York: the Taylor & Francis Group, 2012) h.

118

 

Page 45: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

31

Jelas saja mengapa denotasi dikatakan sebagai semiotik tingkat

pertama, dikarenakan proses membaca sebuah tanda sesuai realita dalam hal ini

adalah foto atau gambar. Seperti ketika melihat elemen warna merah yang

terdapat dalam foto, ya warna tersebut dikatakan merah tanpa embel-embel

lain, belum terkonstruksi menjadi makna lain seperti merah itu berarti berani.

Konotasi mengacu pada lensa budaya yang kita gunakan untuk

menafsirkan gambar.26

Tidak hanya latar belakang budaya namun makna

subyektif dan berhubugan dengan emosional. Jika disederhanakan, konotasi

merupakan tahap lanjutan dari denotasi yang memberi makna secara langsung,

nah tahapan ini membentuk makna baru yang berasal dari pemahaman, latar

belakang pengetahuan, pengalaman si pembuat makna. Kalau dalam

pembahasan tadi denotasi memberi makna tidak terlalu jauh dan sesuai apa

yang dilihat seperti warna merah, berbeda dengan konotasi makna dari warna

merah menjadi lebih dalam lagi, tidak kasatmata. Warna merah dikonotasikan

berani, marah, terang dan lain sebagainya.

Barthes pun menjelaskan bahwa dalam kehidupan masyarakat

didominasi dengan konotasi. Lalu ketika masyarakat mulai meyakini konotasi

yang ada, dan berkembang akan mejadi mitos.27

Dalam bukunya Semiotika dan

Dinamika Sosial Budaya Benny H Hoed meyatakan bahwa tahapan

pembentukan makna tidak berhenti sampai di situ, ketika mitos begitu diyakini

dan dipercayai oleh masyarakat maka akan menjadi sebuah ideologi.

26

Douglas Harper, Visual Sociology, h. 118 27

Benny H Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, h. 4

 

Page 46: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

32

Dengan kata lain, denotasi28

yaitu makna paling nyata dari tanda (sign),

bekerja dalam tingkatan objektif. Berbeda dengan konotasi yang menjadi tahap

kedua dalam proses pemaknaan, hadirnya terjadi ketika adanya interaksi antara

tanda dengan perasaan, dan nilai-nilai kebudayaan si pembaca makna.

Tahapan pemaknaan setelah adanya denotasi dan konotasi, Barthes juga

menyertakan mitos dalam tahapannya. Mitos tercipta ketika masyarakat

meyakini sebuah pemahaman atau budaya.29

Merujuk pada fungsi mitos yang

terdapat di buku Semiotika Negativa, bahwa mitos berfungsi untuk mendistorsi

makna dari sistem semiotik tingkat pertama yaitu denotasi (makna sebenarnya)

sehingga makna itu tidak lagi menunjuk pada kenyataan yang sebenarnya.

Mitos berasal dari sudut pandang masyarakat akan sesuatu lalu

diadaptasi dan menjadi suatu kewajaran bagi masyarakat yang terus

ditanamkan. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan beberapa aspek

tentang apa yang terjadi pada manusia dan atau alam.30

Seperti mitos zaman

dulu berkaitan dengan hidup dan mati, manusia dan dewa, dan mitos masa kini,

mengenai feminisitas, maskulinitas dan kesuksesan.

Ketika disederhanakan lagi, mitos merupakan bagian dari tahap kedua

dalam semiotika Barthes. Tanda baru ini terbentuk dari konotasi yang menjadi

sebuah denotasi maka jadilah mitos. Kalau terus mengumpamakannya dengan

teori dan bahasa yang kurang sederhana, maka dalam hal ini peneliti memberi

contoh agar lebih mudah untuk dipahami, contohnya seperti sebuah rumah tua

atau yang sudah berdiri kokoh sedari lama dikonotasikan sebagai rumah

28

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 21 29

Benny H Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, h. 4 30

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22

 

Page 47: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

33

berhantu, dianggap keramat dan itu terus dibicarakan oleh masyarakat banyak

dan dipercayai, jika terus menerus begitu maka menjadi sebuah mitos di

masyarakat. Pada akhirnya rumah tua itu berhantu menjadi denotasi, pada titik

itu lah dapat disebut sebagai mitos.

Berlanjut dari fungsi yang masih berkaitan, terkadang kita atau

masyarakat sulit mengidentifikasi mitos karena sudah menjadi budaya. Dalam

buku Semiotika Negativa karya ST. Sunardi31

dipaparkan ciri-ciri dari mitos,

yaitu ciri pertama distortif, unsur yang mendistorsi adalah konsep. Konsep atau

makna awal melebar tapi hanya satu sisi tidak menyeluruh. Lalu ciri kedua

intensional, yaitu mitos dibuat bukan tanpa maksud, tetapi ciri ini membuat

mitos hadir untuk memberikan dampak yang kuat terhadap personal. Ciri

ketiga statement of fact, yaitu ciri ini terdapat pesan yang tidak lagi personal

namun universal, ajakan tetapi lebih dari itu menjadi bukti bahwa konsep itu

faktual. Terakhir, ciri keempat yakni motivasional, bentuk mitosnya

mengandung motivasi, atau ada sesuatu yang ditujui.

Selain serangkaian tahap pemaknaan, Barthes juga memaparkan bahwa

terdapat tiga aspek yang mendukung dalam sebuah pemaknaan visual atau

khususnya fotografi, yaitu operator yang merupakan fotografer, spektator

yakni yang melihat fotonya, dan spektrum yaitu apapun yang difoto.32

Dalam

hal ini Barthes memposisikan diri sebagai penikmat yang mengajukan sebuah

teori untuk mengamati foto. Ketiga aspek tersebut pun dapat menghasilkan

31

ST. Sunardi, Semiotika Negativa, h. 89-92 32

Seno Gumira Ajidharma, Kisah Mata, (Yogyakarta: Galang Press, 2002) h. 28

 

Page 48: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

34

berbagai penafsiran, dikarenakan sang operator dan spektator memiliki

pemikiran dan pengalaman yang berbeda.

Barthes pun menjabarkan lagi bahwa terdapat dua hal dalam foto,

studium dan punctum.33

Studium, suatu kesan yang mendorong pemandang

untuk bereaksi suka dan tidak suka, menyatakan indah dan tidak indah, dan

bersifat politis atau terdapat sejarah. Berbalik dengan punctum sebagai inti atau

detail dalam sebuah foto yang membuat pemandang tertarik, sehingga

pemandang akan mengingat dan terus memandangi foto.

Roland Barthes juga melihat fotografi memiliki kekuatan linguistiknya

sendiri. Namun seperti Berger, ia mengarah ke filosofi bukan proses, Berger

memusatkan perhatiannya dengan “mempelajari asumsi” mengenai realitas,

begitu juga Barthes. 34

Terdapat enam prosedur konotasi dalam membaca foto, yang terdapat di

buku Image Music Text Rolland Barthes, di antaranya trick effect, pose, object,

photogenia, aestheticism, dan syntax35

.

1. Trik efek atau manipulasi, prosedur ini berkaitan dengan menambahkan,

mengurangi bahkan mengganti obyek dalam foto. Tahapan analisa

mengenai keaslian foto, apakah terdapat editan, dan ada unsur pemalsuan

atau tidak. Dari situ dapat dinilai apakah sebuah foto dihasilkan dengan

secara alami atau artifisial, atau bahkan bernilai sejarah.

33

Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata, h. 28 34

Ashley La Grange, Basic Critical Theory for Photographers, (Oxford: Elsevier, 2005),

h. 21 35

Rolland Barthes, Image Music Text, (London: Harper Collins Publishers, 1977), h. 21-

24

 

Page 49: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

35

2. Pose atau gestur tubuh, tahap ini menampilkan sikap, ekspresi, atau gerak

tubuh yang memiliki nilai-nilai tertentu di masyarakat dan bermakna

konotasi. Seperti, ketika seseorang duduk dan menunduk, dan pemahaman

akan gestur tubuh seperti itu adalah orang tersebut seperti sedang sedih,

putus asa, kelelahan atau sebagainya. Selain itu dalam pose juga

membahas arah menghadap seperti kanan yang dikonotasikan dengan

masa depan dan arah kiri yaitu masa lalu.

3. Objek, merupakan sesuatu yang ditata sedemikian rupa dan apa yang

menjadi elemen-elemen dari foto itu memiliki makna tertentu.

Menentukan objek (foto) menjadi begitu penting karena ada kaitannya

dengan apa yang ingin disampaikan.

4. Fotogenia

Merupakan penjelasan mengenai tahap produksi foto, berkesinambungan

dengan aspek teknis untuk menghasilkan makna tertentu. Penjabarannya

pun dari pencahayaan sampai dengan proses cetak. Dalam fotogenia pesan

yang dikonotasikan adalah gambar itu sendiri atau foto yang dihasilkan.

5. Estetika

Estetika kaitannya lebih erat dengan warna, komposisi, dan pencahayaan.

Pembahasannya cukup teknis, hampir mirip dengan fotogenia namun

prioritasnya ada pada komposisi, untuk hasil yang baik.

6. Sintaksis

Melihat foto secara keseluruhan, makna muncul dari satu kesatuan atau

keseluruhan foto yang ditampilkan. Tetapi bisa juga jika hanya satu foto

 

Page 50: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

36

dan dilengkapi dengan caption. Dari satu kesatuan dan menjadi urutan

akan menghasilkan makna konotasi lainnya.

Keenam tahapan atau prosedur tersebut akan turut dijelaskan dan

dipergunakan untuk membahas foto yang sudah dipilih dari buku foto Tanah

Yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro, pada bab empat skripsi ini.

 

Page 51: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

37

BAB III

Gambaran Umum Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

A. Gambaran Umum Buku Foto Tanah yang Hilang karya Mamuk

Ismuntoro

Mamuk Ismuntoro mencatat sebuah tragedi besar yang terjadi di Indonesia

adalah bencana Lumpur Lapindo. Catatan yang Mamuk buat ini berupa catatan

visual yang dibukukan olehnya. Dalam keterbatasannya Mamuk menghadirkan

sebuah tragedi dan bencana melalui buku foto Tanah yang Hilang dengan

pendekatan dokumenter.

Dalam wawancara bersama Mamuk, ia memaparkan bahwa alasannya

memilih pendekatan dokumenter karena memang dasar visual yang ia pelajari

adalah dokumenter. Daerah terdampak ini memiliki kedekatan dengannya,

karena ia juga warga Sidoarjo, yang tinggal di salah satu di antara tiga

kecamatan terdampak. Pada saat itu Mamuk dan keluarga terpapar bau

menyengat seperti belerang hampir setiap hari.1

Buku ini hadir untuk menceritakan realitas sosial dan dikemas dengan dua

genre yaitu lanskap dan kehidupan sehari-hari. “Saya pikir, peristiwa ini tidak

hanya soal orang-orang, namun juga tanah kelahiran mereka, yang bagi saya

bisa diwakili dengan cara visual yang sederhana dan umum sebenarnya, yakni

lanskap. Cerita tentang manusia selalu menarik bagi manusia lainnya, itu

teorinya, dan ini bisa diwakili lewat cerita sehari-hari,” begitu ungkap Mamuk.

Baginya, catatan visual ini bisa jadi alternatif artefak sosial peristiwa yang

skalanya besar.

1 Wawancara dengan Mamuk Ismuntoro melalui email pada 05/07/2018.

 

Page 52: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

38

Buku foto Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini merupakan

buku foto ketiga yang dipublikasikan oleh PannaFoto Institute2. Dalam buku

ini Mamuk menawarkan perspektif pribadinya terhadap tragedi di wilayah

tempat tinggalnya, Sidoarjo, Jawa Timur. Foto-fotonya menampilkan lanskap

pedesaan, potret warga yang terdampak bencana, dan kehidupan sosial yang

terenggut oleh semburan lumpur panas Lapindo.3

Tanah yang Hilang adalah bagian dari serial buku foto, portofolio, yang

bertujuan mengangkat karya-karya fotografer Indonesia.

Buku foto dokumenter ini juga pernah dimuat media dan ditampilkan di

beberapa festival buku foto internasional, seperti media The Jakarta Post, IPA

(Invisible Photographer Asia), International Photobook dummy Award

dipamerkan di empat Negara di Eropa pada tahun 2013, Photobook Festival di

Jerman tahun 2015, menjadi satu dari 40 buku foto yang dipamerkan dalam

Asia-Pacific Photobook Archive di Photo Ireland Festival 2015, Photobook

month di Galeri Foto Jurnalistik Antara tahun 2015 dan Fotografie Forum

Frankfurt turut dipamerkan dan menjadi bagian dari pameran Beyond Transisi

di Jerman tahun 2015.4

2 PannaFoto Institute merupakan organisasi non-profit yang berbasis di Jakarta,

Indonesia. Didirikan pada tahun 2006 oleh Sinartus Sosrodjojo dan timnya, PannaFoto Institute

berfungsi sebagai platform untuk pendidikan dan menumbuhkan pemahaman fotografi melalui

program interdisipliner dengan dukungan dari World Press Photo Foundation di Belanda. 3 Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang.

4 Wawancara dengan Mamuk Ismuntoro melalui email pada 05/07/2018.

 

Page 53: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

39

B. Gambaran Umum Lumpur Lapindo

Lumpur Lapindo, danau lumpur terbesar tercipta setelah uap, air, dan

lumpur keluar dari perut bumi secara bersamaan pada 29 Mei 2006 di Desa

Siring, Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Tragedi ini sempat menjadi perdebatan,

siapa yang bertanggung jawab dan apa penyebabnya? Saat awal kejadian,

Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (Migas) membuat rilis dalam situs web

resminya menyatakan bahwa semburan lumpur pertama efek dari gelombang

seismik kuat akibat gempa Yogyakarta, pada 26 Mei 2006. Gempa tersebut

terjadi tepat dua hari sebelum semburan pertama di Banjar Panji 1, namun

pernyataan tersebut dibantah oleh seorang peneliti berasal dari Australia

bernama Mark Tingay.

Dalam penelitiannya yang dirilis oleh Nature Geoscience berjudul

Initiation of the Lusi Mudflow Disaster, Tingay mengatakan di bagian

kesimpulan bahwa semburan pertama kali terjadi karena kesalahan saat proses

dan efek dari pengeboran bukan terjadi secara alami.5 Jadi SKK Migas terkesan

terburu-buru dalam membuat sebuah pernyataan kepada publik saat itu. Turut

menyertakan peneliti-peneliti dalam mengungkap asal mulanya semburan,

peneliti yang menyatakan penyebabnya faktor alam adalah peneliti yang

memang dipekerjakan oleh PT. Lapindo Brantas untuk memperkuat argumen

mereka atas tragedi Lumpur Lapindo.

Setelah satu tahun berselang, sangkalan dari PT. Lapindo Brantas

disambut dengan laporan dari Neal Adams Services, sebuah lembaga konsultan

pengeboran dari Houston, Texas, Amerika Serikat, yang disewa oleh Medco

5Mark Tingay, Initiation of The Lusi Mudflow Disaster: Nature Geoscience Vol 8, (2015);

493. https://www.nature.com/articles/ngeo2472

 

Page 54: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

40

E&P Indonesia untuk menyelidiki semburan di Sumur Banjar Panji 1.6 Mereka

memberi catatan bahwa eksplorasi gas oleh PT. Lapindo Brantas, berujung

pada munculnya gelembung hidrogen sulfida pada permukaan. Meski

demikian, hal ini tetap menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Walau

peneliti dalam dan luar negeri sampai aktivis lingkungan turun tangan, ujung

kepastian penyebab semburan lumpur belum didapatkan.

Dari berbagai ketidakpastian yang ada terdapat alasan dan latar belakang

penyebutan tragedi ini dengan sebutan Lumpur Lapindo oleh para aktivis

lingkungan. Seperti yang disampaikan oleh Reynaldo Sembiring, Wakil

Direktur Pelaksana dari Indonesian Center for Environmental Law, ketika

penyebutannya adalah Lumpur Sidoarjo ini berkaitan erat dengan act of god

atau bencana alam. Bahwa diketahui lumpur itu muncul dari adanya aktivitas

signifikan yang disebabkan oleh manusia, yakni PT. Lapindo Brantas yang

melakukan eksplorasi di daerah sekitar permukiman padat penduduk dan

memberikan dampak kerugian yang dirasakan oleh masyarakat.7

Dalam waktu tiga minggu saja, lumpur sudah mengubur 90 ha area padat

penduduk. Jeda seminggu setelah itu, area yang terbenam lumpur mencapai

145 ha, hingga akhir tahun 2006 lumpur yang merendam area warga semakin

melebar sampai 450 ha. Menyusul ledakan pipa gas bawah tanah milik PT

Pertamina yang meruntuhkan tanggul di Timur Laut pada 22 November 2006.

Meskipun usaha membendung dan membuang sebagian lumpur ke Selat

Madura, melalui Kali atau Kanal Porong sudah dilakukan, luapan lumpur tidak

6 Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang: Jakarta, PannaFoto Institute, 2014.

7 Wawancara dengan Raynaldo Sembiring selaku Wakil Direktur Pelaksana di kantor

Indonesian Center for Environmental Law pada 13/07/18

 

Page 55: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

41

juga surut. Luas area terdampak semakin melebar, genangan lumpur terus

melebar dengan berbagai upaya yang gagal untuk menutup pusat semburan.8

Daerah terdampak di antaranya terdapat tiga kecamatan Porong, Jabon,

dan Tanggulangin. Dari masing-masing kecamatan terdapat tiga desa, ditotal

menjadi sembilan desa. Tragedi Lumpur Lapindo bukan hanya tentang ganti

rugi kepada warga, tetapi ini erat kaitannya dengan isu lingkungan dan hak

asasi manusia yang terkesampingkan.

Dikutip dari situs web Jaringan Advokasi Tambang, WALHI pada tahun

2008 bahwa tanah dan air di area sekitar lumpur mengandung PAH9

(Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) hingga 2000 kali di atas ambang batas

normal.10

Selain itu, pada air Sungai Porong terdapat timbal dengan level di

atas normal, kontaminasi logam berat juga ada dalam sumur warga di desa-

desa sekitar semburan Lumpur Lapindo. Mengakibatkan air sumur di sekitaran

semburan tidak dapat dikonsumsi oleh warga. Hak atas hidup layak sudah

terkesampingkan, yakni hak atas lingkungan hidup.

Komnas HAM menemukan 15 jenis pelanggaran terhadap korban Lumpur

Lapindo, namun yang begitu disoroti adalah pelanggaran atas hak lingkungan

hidup.11

Adanya sebuah ekosistem berarti terdapat lingkungan hidup, yaitu

ruang yang ditempati oleh manusia dan makhluk lainnya, kehadirannya tidak

dapat berdiri sendiri dan saling membutuhkan. Di dalam ekosistem terdapat

8 Anton Novenanto, Membangun Bencana: Tinjauan Kritis atas Peran Negara dalam

Kasus Lapindo: MASYARAKAT Jurnal Sosiologi Vol 20, No.2 (2016); 173. 9 Polisiklik hidrokarbon aromatik (PAHs) merupakan bahan kimia yang muncul secara

alami dalam batu bara, minyak mentah, dan bensin. PAH yang dihasilkan dari sumber-sumber ini

dapat mengikat atau membentuk partikel kecil di udara. Efek yang diberikan kepada manusia

adalah iritasi mata, gangguan pernapasan, hingga kanker. 10

https://www.jatam.org/2017/05/29/dampak-multidimensional-11-tahun-kasus-

semburan-lumpur-lapindo/# diakses pada 19/07/18 11

Wacana HAM Edisi 3, Ecoside dan HAM di Indonesia, (Jakarta: Media Komunikasi

KomnasHAM, 2013), h. 3-4.

 

Page 56: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

42

makna penting lingkungan hidup yang menjadi satu kesatuan. Ketika

lingkungan hidup dirusak maka efeknya akan menyengsarakan kehidupan

manusia dan makluk lainnya dan jelas kaitannya dengan pelanggaran hak asasi

manusia.

Penulis mengutip lagi paparan dari Reynaldo Sembiring, “Atas tragedi ini

PT. Lapindo Brantas harus bertanggung jawab mutlak atas kerugian-kerugian

yang telah ditimbulkan. Dalam hukum lingkungan, dikenal istilah pencemar

pembayar yang berarti bahwa siapapun pihak yang melakukan pencemaran

lingkungan, maka dialah yang bertanggung jawab membayar semua dampak

dari pencemaran yang telah dilakukan,” dengan tegas Reynaldo sampaikan.

Namun kembali lagi, ini masih menjadi problematika dan perdebatan yang

belum menemukan ujungnya.

C. Profil Mamuk Ismuntoro

Mamuk Ismuntoro kelahiran 1975, di Surabaya, Jawa Timur. Mamuk

menempuh pendidikan tingkat akhirnya di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi –

Almamater Wartawan Surabaya.12

Mamuk remaja suka melihat foto-foto di majalah. Tiba suatu hari terbesit

keinginan untuk bisa memotret seperti apa yang ada di majalah. Ketika

memasuki akhir kuliah tahun 1998 ia bergabung di harian Suara Indonesia,

yang kini menjadi harian Radar Surabaya. Kecintaannya terhadap fotografi

bersambut ketika mengenyam pendidikan jurnalistik di Sekolah Tinggi Ilmu

12

Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang.

 

Page 57: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

43

Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya, sembari kuliah ia menjalankan

tugasnya di surat kabar harian.

Mamuk bergelut selama lima tahun dalam jurnalisme foto koran, ia

memutuskan untuk melanjutkannya ke sebuah majalah seni dan budaya,

Mossaik pada akhir 2002. Mamuk mulai menemukan ruang yang cukup luas

untuk bereksplorasi dalam foto-foto majalah. Kebijakan visual di majalah

terbitan Suara Surabaya Media ini membuat Mamuk memulai debutnya untuk

menggarap foto-foto feature.

Mamuk mendapatkan beasiswa Advanced Photojournalism Course, tahun

2007, yang diselenggarakan oleh PannaFoto Institute dan World Press Photo di

Jakarta. Ia menjadi salah satu lulusan terbaik dan meraih juara dua dalam

International Photo Competition pada 2008. Berlanjut ketika tahun 2013, ia

mendapatkan beasiswa untuk mengikuti Photobook Masterclass yang

diselenggarakan oleh Goethe Institute dan Galeri Foto Juralistik Antara.

Sejak tahun 2006, Mamuk menggagas sebuah komunitas fotografi

jurnalistik bernama Matanesia. Ia berkomitmen untuk mengelola komunitas di

tengah aktivitas memotret dan mengajar fotografi. Pada tahun 2014 Mamuk

merilis buku foto pertamanya yakni “Tanah yang Hilang”. Buku foto tersebut

merupakan proyek pribadinya, yang berisi pandangan personal terhadap

peristiwa luapan lumpur di Sidoarjo. Sebuah dokumenter tragedi besar di

Indonesia.13

Karena ini merupakan sebuah proyek foto dokumenter, maka

Mamuk mengerjakannya sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Peristiwa

ini begitu memiliki relasi yang kuat dengannya, begitu personal.

13

Wawancara dengan Mamuk Ismuntoro melalui email pada 05/07/ 2018.

 

Page 58: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

44

D. Sejarah Fotografi Indonesia

Perkembangan fotografi saat ini begitu pesat dengan akses referensi yang

mudah, kemajuan teknologi kamera dan semakin terjangkaunya kebutuhan

peralatan fotografi. Jika dibandingkan dengan zaman dulu hanya segelintir

orang yang dapat menikmati bagaimana mengolah film dan kamera. Karena

pada masa awal fotografi dibutuhkan waktu delapan jam untuk dapat

menghasilkan sebuah foto.

Diawali oleh Louise Jacques Mande Daguerre yang terlatih sebagai

pelukis atau desainer panggung teater pada tahun 1814 sampai dengan 1818.

Atas ketertarikannya dengan teknik optical untuk memproduksi sebuah gambar

sungguhan. Daguerre tertarik untuk bekerjasama dengan Joseph Nicephore

Niepce yang memiliki temuan proses mencetak foto yang sempurna, disebut

Heliografi.14

Namun, lahirnya fotografi digagas oleh seorang pria Prancis bernama

Joseph Nicephore Niepce pada tahun 1826, yang bereksperimen dengan

temuannya, proses cetak litografi. Niepce menghasilkan dan membuat sebuah

gambar pertama kali melalui bahan yang bereaksi terhadap cahaya dengan

pencahayaan selama kurang lebih delapan jam.

Niepce merekam bayangan atap gudang dan rumah merpati dari balik

jendela. Cahaya yang ditangkap oleh kamera membentuk bayangan pada pelat

logam yang dilapisi dengan aspal.15

Proses fotografi yang dilakukan oleh

14

Chris Dickie, Little Book of Big Ideas (Photography The 50 most influential

photographers in the world), (London: A&C Black Publisher, 2009), h. 11. 15

Rita Gani Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto, (Bandung: Simbiosa Rekatama

Media, 2013 ) h.5.

 

Page 59: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

45

Niepce ini dikenal dengan nama heliography (heliografi), yakni proses

menciptakan gambar cetakan dengan bantuan aspal, minyak lavender, dan

cahaya matahari.

Pada Januari 1839, Daguerre yang juga berkebangsaan Prancis

mengumumkan hasil eksperimen fotografinya yang disebut daguerreotype, ia

tampilkan produksi gambarnya untuk sebuah diorama di Paris. Lalu ada Henry

Fox Talbot (calotype) yang memungkinkan proses cetakan negatif ke positif

dapat diproses dan menghasilkan beberapa salinan, dan Sir John Herschel lah

orang pertama yang mengidentifikasi bahwa cetakan negatif dan positif itu

dapat difinalisasi dengan sodium sulfat agar tahan lama atau permanen.

Kemajuan fotografi pun tercatat setelah George Eastman menciptakan film

kemudian kamera melalui perusahaan Kodak Eastman. Itulah sekilas tentang

sejarah perkembangan terciptanya fotografi pada abad 19-an.

Fotografi tidak akan menjadi apa-apa jika hanya mengandalkan alat,

namun ada sosok di balik kamera tersebut atau biasa disebut dengan istilah

man behind the gun yaitu para fotografer-fotografer berpengaruh di dunia.

Penulis akan menjabarkan beberapa fotografer berpengaruh di dunia di

antaranya adalah Robert Capa co founder dari Magnum Photos, ia mendapat

julukan fearless war photographer dari Little Book of Big Ideas (The 50 most

influential photographers in the world). 16

The Falling Soldier merupakan

karyanya yang mendunia dan kontroversial, foto yang langsung diambil oleh

Capa, seorang serdadu perang yang tertembak mati. Lalu ada Dorothea Lange

fotografer perempuan dari Amerika dengan genre dokumenter, karyanya di

16

Chris Dickie, Little Book of Big Ideas (Photography The 50 most influential

photographers in the world), h. 32.

 

Page 60: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

46

tahun 1930an yang menceritakan tentang potret keputusasaan para buruh

migran di Amerika, begitu menarik simpati masyarakat.

Henri Cartier Bresson fotografer yang berasal dari Prancis, seperti yang

dijabarkan The Master Guide of Photography, tipikal Bresson adalah

menampilkan situasi sebenar-benarnya tetapi unsur eksentrik pun tak luput dari

gaya pengambilan gambarnya, atau masyarakat ramah dengan istilah Decisive

Moment17

yang ia ciptakan. Juga ada W. Eugene Smith salah satu fotografer

berpengaruh yang juga bagian dari Magnum Photos, karya foto yang begitu

terkenal dan membuat masyarakat terenyuh adalah dengan judul Minamata

Disease dipublikasi pada tahun 1971. 18

Mengisahkan seorang ibu yang sedang

memandikan anaknya yang terkena peyakit Minamata saat itu.

Di Indonesia, fotografi diperkirakan masuk pada tahun 1841 oleh Juriaan

Munich, seorang utusan kementerian kolonial lewat jalur Batavia.19

Lalu ada

Kassian Cephas seorang pribumi yang berupaya memotret dan melestarikan

peninggalan arkeologis dan budaya Jawa. Dari sebuah situs web yang berisi

artikel tentang fotografi yaitu 1000kata, Cephas mendapat julukan fotografer

pribumi pertama, dimulai dengan ia bekerja sebagai fotografer profesional

untuk Sultan Yogyakarta pada tahun 1861.20

Foto atau karya pertama Cephas

adalah tentang Barabudur dan Berangka tahun 1872.

Dahulu Cephas memiliki studio fotonya sendiri yang biasa dijadikan

tempat untuk foto keluarga, atau potret seseorang. Studio fotonya berada di

17

Decisive Moment jika diartika adalah memotret yang tepat atau puncak dari suatu

kejadian. Istilah ini pertama kali dicetus oleh Henrie Cartier Bresson. 18

Michael Langford, The master guide to photography, (New York: Alfred A. Knopf Inc,

1982), h. 353. 19

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 7. 20

www.1000kata.com/2011/03/kassian-cephas-jurufoto-pribumi-pertama/ diakses pada

05/07/18

 

Page 61: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

47

Lodji Ketjil. Selain potret orang, Cephas juga membuat foto bangunan, jalanan,

dan monumen kuno yang berada di dalam kota ataupun luar kota.

Sejarah fotografi jurnalistik Indonesia juga diwakili oleh kantor berita

Domei, surat kabar Asia Raya, dan agensi foto Indonesia Press Photo Service

(IPPHOS). Pada tahun 1942 kator berita Domei mejadi alat propaganda yang

dimiliki oleh Jepang. Sebagian tugas fotografer adalah merekam situasi politik.

Alex Mendur menjadi kepala desk foto saat itu. Lalu ada yang kita kenal

dengan nama IPPHOS, digawangi oleh Mendur bersaudara Alex dan Frans

Mendur, J.K Umbas, F.F Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda. Dari

arsip-arsip IPPHOS yang fenomenal adalah foto ketika Ir. Soekarno

membacakan teks proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1994, mungkin jika

Alex dan Frans Mendur tidak mendokumentasikan kejadian bersejarah itu,

Indonesia tidak memiliki bukti visual bahwa proklamasi kemerdekaan telah

dikumandangkan. 21

Tepat pada bulan Ramadan atau 17 Agustus waktu subuh, Alex dan Frans

Mendur telah mendengar informasi akan ada peristiwa penting terkait

perjuangan. Pukul 10.00 WIB proklamasi berhasil diabadikan pada sebuah

negatif film, sialnya tentara Jepang mengetahui bahwa Mendur bersaudara

mendokumentasikan peristiwa tersebut. Namun dengan sigap Frans sempat

menyembunyikan roll film miliknya di bawah pohon depan kantor Asia Raya,

sebelum pelat-pelat negatif kameranya dihancurkan oleh tentara Jepang.

Berita proklamasi tersiar di surat kabar pada keesokan harinya, namun foto

hasil jepretan Mendur bersaudara baru dimuat pada Februari 1946 di harian

21

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 9.

 

Page 62: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

48

Merdeka. IPPHOS merekam sejarah, pergolakan politik dan semangat juang

dalam mencapai kemerdekaan.

E. Perkembangan Fotografi Dunia

Seiring berjalannya waktu, teknologi terus berkembang dan era digital

masuk. Kini fotografi lebih mudah diakses, maka dari itu pergerakan foto

jurnalistik dan berbagai genre yang ada pun juga berkembang pesat. Untuk

kirim, produksi dan menyampaikan lagi ke masyarakat kini aksesnya mudah.

Adanya agensi-agensi foto juga penghargaan atau kompetisi yang

bergengsi pun menjadi satu acuan perkembangan. Seperti adanya kompetisi

tertinggi bagi para pegiat foto jurnalistik dan dokumenter di seluruh dunia

yaitu, World Press Photo. World Press Photo sudah ada sejak 1955. Kontes ini

terus berkembang di dunia dan menjadi kompetisi fotografi paling prestisius,

dan melalui kesuksesan itu mereka dapat menunjukan karya-karya terbaik foto

jurnalistik dan dokumenter di dunia melalui worldwide exhibition program

kepada jutaan masyarakat.22

World Press Photo menjadi tolak ukur bagi para fotografer jurnalistik dan

dokumenter. Penghargan yang diadakan setiap tahunnya, menelurkan karya-

karya terbaik dari isu-isu sosial, politik, ekonomi dan berbagai hal yang sedang

menjadi pembahasan dunia. World Press Photo tidak menutup mata dengan

kehadiran teknologi yang terus berkembang, yaitu kategori multimedia menjadi

bagian baru yang menarik karena menyatukan visual (foto dan video) beserta

audio jadi satu kesatuan produk jurnalistik atau dokumenter.

22

www.worldpressphoto.org/about diakses pada 17/05/2018.

 

Page 63: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

49

Selain World Press Photo, juga terdapat kontes fotografi tigkat dunia yang

cukup menarik simpatik banyak pegiat fotografi, yaitu Lens Culture. Sedikit

berbeda dengan kontes fotografi sebelumnya, Lens Culture terkesan lebih

kontemporer dengan kategori yang lebih banyak dan menyertakan fotografi

fine art, sehingga tidak sekaku World Press Photo. Semakin bermacam juga

peserta kontesnya, dari berbagai macam genre fotografi. Lens Culture juga

megeluarkan edisi majalah daring untuk mempermudah penikmat fotografi

mengakses, karya dan referensi dari berbagai belahan dunia.

Berkisah tentang sejarah dan perkembangan fotografi, tidak hanya sosok

dari fotografer dan karya tunggal atau ceritanya saja yang penting untuk

dipaparkan. Adanya pemaparan ini juga hasil dari pencarian penulis dari buku-

buku fotografi. Buku menjadi medium yang penting bagi para fotografer

terdahulu juga kini.

Mengarsipkan sejarah dalam bentuk buku dengan elemen penting yaitu

visual dan diiringi teks merupakan cara untuk menjadikan sebuah karya abadi.

Tanpa adanya buku tidak akan ada literatur, tidak akan ada bukti sejarah yang

tercatat, begitu pula dengan buku foto. Terkait pemaparan sebelumnya, buku

foto dokumenter karya Mamuk Ismuntoro merupakan medium yang penulis

pilih untuk dijadikan penelitian dan khususnya beberapa foto yang terdapat di

dalam buku foto Tanah yang Hilang.

F. Gambaran Umum dan Sejarah Buku Foto

Sekitar tahun 1843, seorang ahli ilmu tumbuh-tumbuhan dan biologi, Anna

Atkins mempelajari trik sederhana dan murni dari temannya, fotografer dan

 

Page 64: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

50

seorang penemu yaitu John Herschel23

. Proses awal yang begitu sederhana

untuk membuat sebuah buku foto dengan menekan bagian dari tumbuh-

tumbuhan seperti daun atau bunga ke kertas yang peka terhadap cahaya, Atkins

bisa membuat gambar.24

Tidak lama Atkins mengumpulkan cukup banyak gambar untuk sebuah

buku, ia menerbitkan sendiri buku pertamanya yang berjudul Photographs of

British Algae: Cyanotype Impressions, buku ilustrasi tumbuh-tumbuhan pada

Oktober 1843. Teknik yang ia gunakan adalah Cyanotype, teknik alami yang

diciptakan oleh Sir John Herchel dengan menggunakan cetakan berwarna biru.

Buku tersebut merupakan buku foto pertama di dunia dan dibuat oleh

Anna Atkins. Begitu mengenai sejarah singkatnya yang penulis sisipkan dalam

bab ini sebagai satu unsur terpenting dari penelitian ini, karena apa yang diteliti

oleh penulis merupakan rangkaian foto yang terdapat di dalam buku foto.

Apa itu buku foto? Menjadi sebuah pertanyaan di awal ketika penulis

memutuskan untuk meneliti sebuah buku foto. Terjawab secara umum oleh

Martin Parr dan Gerry Badger, mereka memaparkan bahwa buku foto adalah

buku yang ada dan atau tanpa teks, dimana pesan utama itu berada pada foto

yang ditampilkan.25

23

John Frederick William Herchel atau yang dikenal Sir John Herchel kelahiran 7 Maret

1792, ia seorang astronom, matematikawan, ahli biologi, dan fotografer. Ia memiliki peran penting

dalam perkembangan atau sejarah fotografi di dunia. Sir John Herchel memberi kontribusi pada

pengembangan ilmu proses foto sampai bisa menjadi sebuah cetakan foto untuk pertama kalinya

cetakan negatif menjadi cetakan positif, temuannya disebut dengan Cyanotype. 24

https://www.telegraph.co.uk/culture/photography/10774134/The-photobook-today.html

diakses pada 06/07/2018 25

Martin Parr and Gerry Badger The Photobook: A History Volume I, (London: Phaidon

Press Limited, 2004), h 6.

 

Page 65: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

51

Dalam prosesnya, buku foto dibuat atau dikarang oleh fotografernya, lalu

dalam proses editing dan penataan dibantu oleh editor. Buku foto memiliki

karakter yang spesifik, bahkan dalam proses cetaknya menggunakan alat cetak

sendiri untuk fine art exhibition, berbeda dengan alat mencetak kertas.

Bagaimanapun hasil penyajiannya nanti, prosesnya tidak dapat dikatakan

sederhana. Sebuah buku foto itu sebaiknya menjadi cerita yang dikemas

dengan fotografi dan dengan tema yang logis, bermakna dalam, berurut,

memiliki rasa, klimaks, dan berusaha sempurna dalam segi penyampaian agar

pesan tersampaikan kepada para pembaca, begitu yang diungkap oleh Lincoln

Kirstein.26

Dalam sebuah pengantar dari The Photobook: A History Volume I

dijelaskan bahwa buku foto telah menjadi dasar untuk berekspresi dan

penyebarluasan bagi fotografer sejak para praktisi terdahulu meletakan hasil

gambar mereka ke dalam album.27

Berlanjut pada pembahasan kenapa buku foto menjadi penting saat ini bagi

fotografer dan penikmat fotografi sampai tahap akademisi? Atau sebagai

penyampai pesan yang utuh atas sebuah cerita yang sifatnya mendalam

terhadap sebuah isu? Ada dua fotografer yang berinisiatif membuat sebuah

buku. Buku tersebut pembahasannya fokus pada sejarah buku foto dan

berbagai elemennya. Mereka adalah Garry Badger seorang kurator, penulis dan

fotografer, lalu ada Martin Parr, fotografer Magnum Photo yang berasal dari

Inggris.

26

Martin Parr and Gerry Badger The Photobook: A History Volume I h. 8. 27

Martin Parr and Gerry Badger The Photobook: A History Volume I

 

Page 66: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

52

Zaman terus berkembang, fotografi juga mengenal istilah kontemporer,

dalam kaitannya dengan buku foto, ini merupakan sebuah pembahasan yang

menarik. Bagi fotografer kontemporer, buku foto adalah dasar sumber

informasi mengenai fotografi.28

Pembahasannya meliputi isu apa saja yang

terjadi saat ini, siapa yang membuat karya, dan sesuatu yang baru atau inovasi.

Fotografer menemukan media atau metode dan mendapatkan ide melalui buku

foto dengan berbagai genre yang ada. Dipahami saat ini bahwa buku foto

menjadi penting bagi fotografer ataupun penikmat fotografi, sampai pada

akhirnya hampir setiap fotografer memiliki ambisi untuk membuat buku

fotonya sendiri.

Buku foto menjadi penting karena pada dasarnya buku adalah sebuah

pengantar ide, berisi sejarah peradaban dari masa ke masa, dan penanda

perubahan.29

Dengan begitu, buku foto yang berisi berbagai isu dan sisipan

perkembangan zaman dari berbaga genre fotografi menjadi hal yang penting

dan diperkuat lagi dengan ungkapan Barbara W. Tuchman30

“Without books,

history is silent, literature dumb, science crippled, thought and speculation at a

standstill. Without books, the development of civilization would have been

impossible.” Begitu pula halnya dengan buku foto, yang membedakan

hanyalah lebih banyak visual yang disuguhkan dibanding teks. Apa yang

diungkap oleh Barbara mewakilkan kehadiran buku foto di tengah masyarakat

urban dan fotografer kontemporer.

28

Martin Parr and Gerry Badger The Photobook: A History Volume I, h. 9 29

Darius D. Himes and Mary Virginia Swanson, Publish Your Photography Book,(New

York: Princeton Architectural Press, 2011), h. 13. 30

Barbara W Tuchmen, seorang penulis dan sejarawan dari Amerika kelahiran New

York, 30 Januari 1912. Ia sejarawan yang sangat populer di Amerika pada pertengan abad 20,

selain itu ia juga pernah meraih penghargaan tertinggi bagi para penulis, peneliti dan jurnalis yaitu

Pulitzer Prize pada tahun 1963.

 

Page 67: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

53

Bidang fotografi yang juga penulis geluti selalu dikaitkan dengan hasil

akhir sebuah pameran, sebagai media untuk publikasi karya dan capaian

tertinggi seorang fotografer. Namun, jika dilihat lagi buku foto lebih mudah

diakses dibandingkan sebuah pameran yang berjangka waktu. Durasinya tidak

terbatas, abadi untuk sebuah buku, dapat dijadikan bukti sejarah atas apa yang

pernah ditoreh.

Bahwa saat ini pencapaian buku foto sudah masuk ke dalam bidang

ilmiah.31

Khususnya di jurusan sejarah seni pada level perkuliahan banyak

mengambil referensi dari buku fotografi sebagai panduan dan arahan dalam

membuat karya. Literatur buku foto yang pertama kali dikeluarkan adalah buku

Fotografia Publica: Photography in Print from 1919-1939 dari Horacio

Fernandez.32

Buku foto tersebut berisi tentang Perang Dunia I.

Kembali pada pembahasan mengenai penjelasan apa yang Martin Parr dan

Gerry Badger uraikan ialah gagasan dan ide dari buku fotografi sebagai sesuatu

yang lebih dari sekedar batasan halaman dan kumpulan cetakan gambar

CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, and Key). Jadi buku foto memiliki nilai

tersendiri, bukan lagi bicara halaman dan cetakan saja tetapi terdapat

orisinalitas karya, pesan, makna, pengaruh yang kuat atas karya yang dibuat,

dan proses produksi sampai publikasi secara teknis.

Pendapat dari pemerhati buku foto masa kini penulis rasa penting untuk

menjadi acuan, penguatan argumen, dan diskusi dalam penelitian buku foto,

khususnya buku foto yang menjadi subyek dari penulis yakni Tanah yang

31

Darius D. Himes and Mary Virginia Swanson, Publish Your Photography Book, h. 15. 32

Darius D. Himes and Mary Virginia Swanson, Publish Your Photography Book, h. 17.

 

Page 68: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

54

Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini. Bagi seorang pengamat buku foto dan co

founder dari The Jakarta Photobook yaitu Ridzki Noviansyah, buku foto adalah

sebuah karya fotografis yang berbentuk buku dan berisi nilai yang berupa ide

atau narasi dari fotografer. Buku foto juga terkadang memiliki nilai ekstrinsik

di mana desain, material, dan jumlah menambah nilai terhadap buku foto itu

sendiri.33

Terkait dengan apa yang Mamuk Ismuntoro buat, “Seperti layaknya buku

foto yang lain, saya rasa Tanah yang Hilang memiliki nilai ekstrinsik dan

intrinsik yang dapat diteliti. Selain itu bagaimana peran desain yang

mendukung foto-foto yang ada di dalam buku. Namun yang paling penting

adalah bagaimana Mamuk menggambarkan tentang tragedi soal tanah yang

cukup pelik di Indonesia,” ungkap Ridzki Noviansyah.

Rupanya peran desain buku dan tata letak foto begitu signifikan baginya,

selain isu pelik yang menjadi pokok pembahasan, dengan desain buku foto

Mamuk yang menyerupai akta tanah membantu pembaca memahami maksud

pembuatan buku foto, sebuah pesan tersirat bagi pembaca. Maka dari itu setiap

detilnya menjadi penting bagi sebuah buku foto dan orang-orang yang terlibat

dalam penggarapannya.

33

Wawancara melalui email dengan Ridzki Noviansyah, pengamat dan co founder

The Jakarta Photobook pada 15/07/18

 

Page 69: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

55

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Data Foto I

Foto yang dibahas berikut ini adalah Seorang pria sedang berdoa di

makam keluarganya, di desa Besuki, Jabon, Sidoarjo. 2011. Berikut

tampilan foto yang akan dianalisa:

Gambar 1. Foto Pertama

Sumber: Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

1. Tahap Denotasi

Dalam foto pertama ini terdapat seorang pria yang mengenakan

kain sarung, kemeja batik, peci, dan sendal jepit, jongkok dengan tangan

menutupi wajah. Di sekeliling pria tersebut terdapat alang-alang dan

beberapa batu bertuliskan nama. Tepat di hadapannya terdapat sebuah

nisan yang tampak setengah terkubur. Terdapat alang-alang di bagian

 

Page 70: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

56

depan foto sedangkan di belakang pria tersebut terdapat bagian makam

yang retak tidak beraturan.

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect

Rangkaian narasi visual yang berada dalam buku foto Tanah yang

Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini menggunakan pendekatan

dokumenter. Dengan pendekatan tersebut setiap karya foto dokumenter

yang diciptakan tidak melalui proses manipulasi. Kejadian sebenar-

benarnya dan tidak dibuat-buat merupakan pedoman utamanya.

Hanya saja terdapat sedikit cropping di masing-masing sudut.

Penulis mendapatkan penjelasan dari fotografer melalui wawancara,

menurutnya, hasil akhir ini hampir tidak melakukan cropping, kalau

pun ada itu hanya sedikit sekali. Hal terpenting adalah hasil dari

cropping tidak mengurangi makna atau pesan dari foto tersebut.

b. Pose

Dalam foto pertama ini terlihat seorang pria berjongkok dengan

meletakan tangan di wajahnya. Gerakan berjongkok seperti ia ingin

merasa lebih dekat dengan makam keluarganya. Gerakan tangan

menutupi wajah seperti ia sedang berdoa. Pria tersebut menghadap ke

arah kiri, seperti mengingat akan masa lalunya dengan keluarga yang

telah pergi untuk selamanya.

c. Objek

Pria tersebut mengenakan penutup kepala yang biasa disebut

dengan songkok atau peci. Bagi masyarakat Indonesia, peci identik

 

Page 71: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

57

dengan agama Islam. Mengenakan pakaian dengan motif batik

merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Batik biasa

dikenakan pada momen-momen yang dirasa penting. Dari situ terlihat,

berkunjung ke makam merupakan hal yang penting bagi pria tersebut.

Penting dalam hal ini ialah mendoakan keluarga yang telah tiada dan

seolah-olah sebagai bentuk komunikasi keduanya.

Pria tersebut mengenakan sarung sebagai pengganti celana. Sarung

biasa digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai atribut sehari-hari

bahkan sarung juga sering digunakan dalam ritual keagamaan. Selain

digunakan untuk beribadah, benda yang hampir diproduksi oleh setiap

daerah di Indonesia ini juga memiliki fungsi berbeda-beda. Dapat

digunakan untuk padu padan baju tradisional, upacara adat, hingga

pesta pernikahan.1 Tetapi seringkali memang digunakan untuk

kegiatan keagamaan atau beribadah, datang ke makam kerabat dan

memanjatkan doa dengan setelan kemeja juga sarung. Tidak aneh

rasanya ketika melihat pria mengenakan sarung untuk sehari-hari atau

ritual keagamaan. Selain songkok dan sarung, yang terlihat dalam foto

adalah alas kaki berupa sendal jepit berbahan karet yang

menggambarkan kesederhanaan.

Di hadapan pria tersebut terdapat sebuah nisan dari makam

keluarganya. Nisan bertuliskan nama merupakan penanda adanya

makam. Alang-alang merupakan tumbuhan liar, hal itu menunjukan

bahwa makam yang ada di dalam foto tersebut seperti tidak terurus.

1 https://www.sarungbhs.co.id/post/article/sarung-tenun-kain-tradisi-yang-multifungsi

diakses pada 28/08/2018.

 

Page 72: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

58

Berdasarkan keterangan Mamuk Ismuntoro selaku fotografer. Pria

dalam foto pertama ini bernama Zainul Arifin, seorang warga desa

Jabon yang berkunjung ke makam keluarganya di desa terdampak

lumpur.

d. Fotogenia

Tahap ini merupakan tahap di mana foto dibaca melalui teknis

pengambilan gambar, proses produksi sampai dengan jadi suatu

produk. Teknik tersebut meliputi pencahayaan dan penyuntingan, lalu

sudut pandang (angle), komposisi, efek gerak, efek diam, efek

kecepatan, efek kabur, dan hasil akhir tata letak atau desain. Dalam hal

ini desain pada buku foto.

Pada foto pertama ini pencahayaannya menggunakan cahaya

alami, tidak ada tambahan cahaya. Terlihat bahwa pria tersebut

mengunjungi makam keluarganya menjelang sore hari. Sudut

pandangnya sejajar antara fotografer dengan subyeknya sehingga

terlihat jelas apa yang dilakukan oleh subyek dalam foto. Dalam istilah

fotografi disebut dengan eye level. Efek yang digunakan adalah diam,

tidak ada pergerakan dalam foto pertama ini. Penulis melihat dengan

posisi seperti itu, pria tersebut tidak banyak bergerak karena sedang

memanjatkan doa dengan sungguh-sungguh.

Teknik yang digunakan ruang tajam sempit dengan memfokuskan

pada pria pembaca doa. Ada pun hal penguat dari rangkaian, tata letak

dan desain buku foto Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro.

Dalam wawancara yang dilakukan dengan Edy Purnomo seorang

 

Page 73: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

59

pengajar dan pengamat fotografi dari Pannafoto Institute, ia

mengatakan bahwa desain buku foto ini pun dikemas seperti sertifikat

tanah atau akta tanah, agar terasa dekat dengan masyarakat. Mamuk

selaku fotografer menyampaikan dalam wawancara, proses editing

hanya menggunakan photoshop. Tools yang digunakan seputar

penambahan atau pengurangan terang gelap, saturasi warna yang

dikurangi, kontras ditambahkan agar terlihat lebih gelap, dan pekat

warnanya. Hasil editing tersebut memberikan rasa muram, kelam, dan

ketegasan pada foto.

e. Estetisisme

Terdapat komposisi dalam penempatan pria dalam foto tersebut, ia

berada di posisi kanan dan diberikan ruang yang lebih luas pada sisi

kiri. Pemilihan komposisi 2/3 ruang lebih di sisi kiri untuk

menyertakan makam-makam yang ada di kiri atas foto, sebuah

penjelasan tempat. Terdapat latar depan (foreground) alang-alang yang

membentuk sebuah bingkai. Latar belakang (background) terdapat

makam dan alang-alang dan pohon-pohon yang tidak terurus. Jelas

yang menjadi point of interest-nya adalah Zainul Arifin sehingga yang

melihat foto langsung tertuju pada pria tersebut.

Penulis melihat latar depan seperti adanya sebuah batasan atau

belenggu terhadap apa yang sedang dihadapi. Pada latar belakang

menjelaskan lokasi dan keadaan sekitar makam tempat Zainul Arifin

memanjatkan doa di makam keluarganya. Namun terlihat bahwa

makam tersebut dan makam lainnya tidak terurus.

 

Page 74: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

60

f. Sintaksis

Tahap ini merupakan pengamatan keseluruhan elemen dalam

sebuah karya. Foto biasa beriringan dengan teks, untuk memberikan

informasi tambahan. Dalam foto pertama ini fotografer menyertakan

teks singkat atau yang biasa disebut keterangan foto. Isi dari

keterangannya “Zainul Arifin berdoa di makam keluarganya di desa

Besuki, Jabon, Sidoarjo, 2011.”

Pada rangkaian dalam Buku Foto Tanah yang Hilang karya

Mamuk Ismuntoro, foto pertama menjadi foto pembuka untuk potret

keseharian. Penulis mencoba melihatnya sebagai pengantar pada

sebuah kisah kehilangan, rasa pilu, dan disertai dengan iringan doa

yang dipanjatkan pada makam keluarga. Sebagai pembuka arah

pembahasan pada foto-foto lanjutannya. Dari berbagai aspek yang

dijelaskan di atas, didapati makna konotasi dari foto pertama.

3. Tahap Mitos

Makam sebagai tempat peristirahatan terakhir terdapat di berbagai

daerah tanpa terkecuali. Salah satunya ada di desa terdampak Lumpur

Lapindo yaitu Desa Besuki, Jabon, Sidoarjo. Kawasan yang harus

dikosongkan segera, karena antisipasi luberan lumpur yang semakin

meluas.

Adapun makna mitos yang terbangun dari foto ini adalah akhir

pada sebuah kehidupan. Terdapat unsur keterpaksaan untuk pindah dari

desa yang disebabkan oleh tercemarnya air, dan lingkungan yang rusak.

 

Page 75: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

61

Hadirnya Lumpur Lapindo menjadi akhir dari sebuah kehidupan yang

digambarkan dengan adanya makam dan manusia. Manusia sebagai

makhluk hidup yang dihadapkan dengan pemakaman, seperti bertemu

dengan titik penghujung, yaitu sebuah akhir atau kematian. Jika diuraikan

kembali ada seorang bapak yang mengunjungi makam dari sanak saudara.

Menghantarkan doa bagi yang telah lebih dahulu menghadap Sang

Pencipta. Seperti yang juga disampaikan Mamuk, ini gambaran seorang

warga yang masih mengunjungi makam keluarganya. Walau sebagian

makam telah dipindahkan oleh keluarganya ke tempat yang baru.

Keberadaan seorang warga dengan pakaian yang mengidentitaskan dirinya

sebagai seorang muslim dan Indonesia sekali.

Batik, sarung, peci dan cara tangannya menutup wajah, begitu

caranya menghajatkan permintaan kepada Sang Pencipta. Ini seperti

sebuah tanda dan doa perpisahan sebelum warga seutuhnya meninggalkan

Desa Besuki. Dalam konteks hak dan lingkungan, Raynaldo dari Indonesia

Center Environmental Law menyampaikan bahwa isi dari foto ini

menggambarkan permasalahan lingkungan dan pencemaran tidak hanya

tentang mendapatkan akses hidup yang sehat dan baik. Ada hal-hal yang

terenggut yaitu cultural right atau dapat dikatakan hak atas budaya yang

biasa dilakukan seperti datang mendoakan keluarga ke pemakaman.

Kasus Lumpur Lapindo ini bukan hanya menghilangkan tanah

kelahiran tetapi keterikatan sosial dan budaya antarwarga dan leluhur.

Dalam masyarakat Jawa, penghormatan akan leluhur merupakan sesuatu

 

Page 76: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

62

yang penting dan cukup diagungkan.2 Contohnya setiap tahun mendekati

bulan Ramadan selalu melakukan ritual tabur bunga dan memanjatkan doa

bersama di makam keluarga dan leluhur. Namun ketika makam tersebut

tenggelam dan tidak tersisa lagi, ritual tersebut pun hilang. Kini warga

hanya dapat memanjatkan doa untuk para pendahulunya di tepi tanggul

Lumpur Lapindo.

B. Analisi Data Foto II

Foto yang dibahas berikut ini adalah taman pemakaman Islam yang

terendam oleh air di Desa Reno Kenongo, Sidoarjo. 2007. Berikut

tampilan foto yang akan dianalisa:

Gambar 2. Foto Kedua

Sumber: Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

2 http://korbanlumpur.info/2014/10/rekomendasi-penuntasan-permasalahan-lumpur-

lapindo-kepada-pemerintahan-baru/ diakses pada 08.00 WIB, 27/08/2018.

 

Page 77: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

63

1. Tahap Denotasi

Dalam foto kedua ini terdapat bangunan berwarna putih yang

bertuliskan huruf Arab berwarna hijau. Foto tersebut ditampilkan menjadi

dua halaman. Bangunan tersebut merupakan bagian dari kompleks

pemakaman. Bangunan tersebut tampak terendam air. Di bagian belakang

bangunan terdapat pohon-pohon tanpa daun yang berjajar. Bagian kiri atas

bangunan tersebut terlihat sedikit hancur.

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect

Rangkaian narasi visual yang berada dalam buku foto Tanah yang

Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini menggunakan pendekatan

dokumenter. Dengan pendekatan tersebut diketahui bahwa setiap karya

foto dokumenter yang diciptakan tidak melalui proses manipulasi.

Kejadian sebenar-benarnya dan tidak dibuat-buat merupakan pedoman

utamanya.

Hanya saja terdapat sedikit cropping di masing-masing sudut.

Penulis mendapatkan penjelasan dari fotografer melalui wawancara

yang dilakukan. Menurutnya hasil akhir ini hampir tidak melakukan

cropping, kalau pun ada, itu hanya sedikit sekali serta cropping yang

dihasilkan tidak mengurangi makna atau pesan dari foto tersebut.

b. Pose

Buku foto Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro memiliki

dua genre yaitu lansekap dan potret keseharian manusia. Pada foto

kedua, ini merupakan lansekap sebuah kompleks pemakaman yang

 

Page 78: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

64

terendam air dan ditumbuhi pohon-pohon. Namun, pohon-pohon

tersebut sudah tidak tampak lagi daun-daun yang menghiasi. Pada

tahap ini penulis mengaitkan pose pada keterwakilan unsur-unsur atau

objek dari foto dikarenakan tidak ada unsur manusia. Seperti pohon-

pohon yang mengering mewakilkan sebuah kemusnahan.

c. Objek

Pada tahap ini penulis melihat bangunan berwarna putih,

pepohonan, dan air yang merendam kedua elemen tersebut. Bangunan

putih bertuliskan huruf Arab berwarna hijau itu merupakan sebuah

gerbang masuk menuju kompleks pemakaman muslim yang ada di

Desa Reno Kenongo. Warna putih pada bangunan, ditambah dengan

adanya huruf Arab berwarna hijau dan bertuliskan Lailahaillallahu

muhammadurosullullah melambangkan sebuah kesucian.

Warna hijau sendiri identik dengan kehidupan dan Islam. Terdapat

esensi kesakralan, jika diartikan dalam bahasa Indonesia ialah tiada

Tuhan selain Allah dan Muhammad ialah utusan Allah, berkaitan

dengan keyakinan dan hubungan antara pencipta dan manusia. Selain

itu, terdapat pohon-pohon kamboja yang sudah mati berjajar dan

terendam air yang berasal dari semburan Lumpur Lapindo. Dalam foto

kedua ini bisa dilihat bahwa terdapat tiga hal yang saling menguatkan.

Pohon-pohon tersebut telah mati, gapura kompleks pemakaman mulai

berlumut dan kompleks pemakaman tersebut sudah tidak dapat

digunakan kembali akibat semburan Lumpur Lapindo.

 

Page 79: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

65

d. Fotogenia

Pada tahap ini membaca foto seputar teknis pengambilan gambar,

proses produksi sampai dengan jadi suatu produk. Teknik tersebut

meliputi pecahayaan dan editing, lalu sudut pandang (angle),

komposisi, efek gerak, efek diam, efek kecepatan, efek kabur, dan hasil

akhir tata letak atau desain. Dalam hal ini desain pada buku foto.

Foto kedua pencahayaannya menggunakan cahaya alami, tidak ada

tambahan cahaya. Terlihat jelas foto ini diambil pada siang hari. Efek

yang digunakan adalah diam, karena tiga hal yang disebutkan tadi

tidak bergerak, hanya air yang tampak sedikit bergelombang. Ada pun

hal penguat dari rangkaian, tata letak dan desain buku foto Tanah yang

Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini. Dalam wawancara yang

dilakukan dengan Edy Purnomo seorang pengajar dan pengamat

fotografi dari Pannafoto Institute. Ia mengatakan bahwa desain buku

foto ini pun dikemas seperti sertifikat tanah atau akta tanah, agar terasa

dekat dengan masyarakat.

Mamuk selaku fotografer menyampaikan dalam wawancara,

proses editing hanya menggunakan photoshop. Tools yang digunakan

seputar penambahan atau pengurangan terang gelap, saturasi warna

yang dikurangi, kontras ditambahkan agar terlihat lebih gelap, dan

pekat warnanya. Hasil penyuntingan tersebut memberikan rasa muram,

kelam, dan ketegasan pada foto.

 

Page 80: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

66

e. Estetisisme

Format yang digunakan pada foto kedua ini horizontal. Komposisi

foto terdapat tiga tatanan atau tingkat dari bawah ke atas. Tampak

seperti berlapis, dari yang paling bawah terdapat genangan air, gapura

kompleks pemakaman, dan pohon-pohon kamboja yang sudah mati.

Dalam tahap ini, penulis melihat Mamuk membuat foto ini dalam porsi

yang sangat pas. Dengan dua halaman dijadikan satu, foto terlihat tidak

ada unsur lain yang ingin dipaparkan selain kompleks pemakaman

yang sudah tidak terlihat lagi makam-makamnya karena terendam air

dan pohon-pohon tidak lagi tumbuh, tetapi mengering dan mati.

f. Sintaksis

Pada rangkaian foto, ini salah satu yang memperkuat dengan gaya

lansekap tidak ada unsur manusia. Foto kedua penjelasan melalui teks

hanya tempat dan tahun pengambilan foto saja, Desa Reno Kenongo,

2007. Foto ini memberi nilai dan pesan yang berkaitan dengan

lingkungan, kehidupan, dan hubungan antara manusia dan Sang

Pencipta yang menjadi sisi pelengkap dari rangkaian foto keseharian

manusia di dalam buku foto Tanah yang Hilang karya Mamuk

Ismuntoro.

3. Tahap Mitos

Seperti yang disampaikan oleh Mamuk dalam wawancara, hilangnya

kehidupan digambarkan melalui makam yang tenggelam di Desa

Renokenongo. Ketenangan makluk hidup direnggut dengan kejadian hasil

 

Page 81: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

67

tangan manusia. Lumpur Lapindo dan genangan air hujan mematikan

kehidupan di luar manusia yaitu ekosistem. Memberi dampak, merusak dan

menghentikan berbagai aspek.

Sewajarnya kompleks pemakaman menjadi tempat peristirahatan terakhir

ketika manusia telah wafat. Tidak lagi terlihat adanya kesunyian dan

ketenangan seperti kompleks pemakaman lainnya. Pohon yang berperan

sebagai bagian dari ekosistem kini telah mati bukan akibat musim.

Lokasi tersebut tampak seperti sebuah artefak, pajangan atas hasil

kekeliruan tangan manusia. Makna mitos yang terbangun dalam foto ini

adalah kehidupan yang benar-benar hilang, kompleks pemakaman yang

tidak lagi terlihat karena terendam dan rusaknya ekosistem. Pohon-pohon

kering sama dengan kematian. Kemudian bahasa Arab yang tertera

merepresentasikan Tuhan, bahwa Tuhan berkuasa atas segala sesuatu.

Termasuk mendatangkan dan memberikan kehidupan maupun kemusnahan.

Gambar ini ingin mempertegas mitos cobaan berupa tragedi ataupun

bencana itu dari Tuhan datangnya. Tetapi tidak dipungkiri juga bahwa

bencana banyak datang diciptakan oleh tangan-tangan manusia.

Dalam hal ini terdapat sebuah pelanggaran atas hak lingkungan hidup

yang tercatat dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.3 Hak atas lingkungan hidup yang baik dan

sehat telah terenggut. Adapun pemberlakuan sanksi pidana kepada para

perusak lingkungan. Namun, pada akhirnya pasal-pasal mengenai ketentuan

pidananya hanya menjadi secarik kertas yang tidak ada maknanya. Ketika

3 Wacana Ham edisi 3 tahun 2013 bagian wacana utama. Hal 5.

 

Page 82: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

68

perihal ini dihadapkan kepada para pemilik modal yang didukung oleh

pihak penguasa.4

C. Analisis Data Foto III

Foto yang dibahas berikut ini adalah Seorang pria berumur 50 tahun,

warga desa Reno Kenongo, Porong, Sidoarjo, berjalan di rerutuhan

desanya yang tergenang air untuk mencari batu bata bekas. 2007. Berikut

tampilan foto yang akan dianalisa:

Gambar 3. Foto Ketiga

Sumber: Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

1. Tahap Denotasi

Dalam foto ini terdapat seorang pria berkumis mengenakan topi

menghadap ke arah kiri. Kedua tangan pria tersebut berpegangan pada

papan bambu dengan posisi badan setengah terendam air. Di belakang pria

4 Wacana Ham edisi 3 tahun 2013. Hal 5

 

Page 83: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

69

tersebut terdapat bangunan-bangunan tidak utuh dan pohon-pohon yang

sudah tidak ada lagi daunnya. Terlihat juga awan yang sedikit gelap.

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect

Dalam foto ketiga juga tidak menggunakan trick effect. Tidak

merubah sama sekali keaslian foto saat diambil dengan kamera. Satu

elemen pun tidak ada yang dihilangkan atau ditambahkan. Rangkaian

narasi visual yang berada dalam buku foto Tanah yang Hilang karya

Mamuk Ismuntoro ini menggunakan pendekatan dokumenter. Dengan

pendekatan tersebut diketahui bahwa setiap karya foto dokumenter

yang diciptakan tidak melalui proses manipulasi. Kejadian sebenar-

benarnya dan tidak dibuat-buat merupakan pedoman utamanya.

Jadi apa yang terdapat dalam foto merupakan kejadian sebenar-

benarnya dan tanpa rekayasa. Hanya saja terdapat sedikit cropping di

masing-masing sudut. Penulis mendapatkan penjelasan dari fotografer

melalui wawancara yang dilakukan. Menurutnya hasil akhir ini hampir

tidak melakukan cropping, kalau pun ada itu hanya sedikit sekali. Hal

terpenting adalah cropping yang dihasilkan tidak mengurangi makna

atau pesan dari foto tersebut.

b. Pose

Sikap tubuh atau gestur dalam foto ketiga terlihat seorang pria

berkumis bernama Nasir yang sedang berjalan di antara reruntuhan

desanya yang tergenang air. Nasir menghadap ke arah kiri dengan

 

Page 84: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

70

tangan berpegangang pada sampan yang terbuat dari bambu. Arah

kepala Nasir yang menghadap ke kiri seakan sedang mengingat masa

lalu. Mengingat berbagai kenangan dan sejarah masa lalunya di desa

sebelum terdampak tragedi Lumpur Lapindo. Tangan memegang

papan bambu, penulis memaknainya seperti orang yang sedang

bingung untuk menggantungkan hidupnya. Dengan latar belakangnya

rumah-rumah yang sudah runtuh, pohon-pohon yang sudah mati dan

awan mendung, terasa begitu suram.

c. Objek

Ada beberapa objek dalam foto ketiga ini, yaitu dengan point of

interest seorang pria berkumis yang memakai topi dan menghadap ke

arah kiri sambil berpegangan pada papan. Lalu, ada pohon-pohon mati,

rumah-rumah yang sudah tidak utuh lagi dan air yang merendam

semua objek. Berbagai objek yang ada di dalam foto tersebut saling

berkaitan atau memperkuat makna dan pesan.

Objek-objek tersebut secara keseluruhan menggambarkan seorang

korban Lumpur Lapindo sedang kembali ke desa untuk melihat,

mengingat keadaan desa yang telah rusak. Dipertegas dengan paparan

fotografer bahwa Nasir berjalan mengelilingi desa untuk megumpulkan

puing atau batu bata yang masih tersisa walau sudah terendam air. Air

yang merendam seluruh desa juga salah satu unsur yang mematikan

roda kehidupan di desa tersebut.

 

Page 85: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

71

d. Fotogenia

Pada tahap ini membaca foto seputar teknis pengambilan gambar,

proses produksi sampai menjadi suatu produk. Teknik tersebut

meliputi pecahayaan dan editing, lalu sudut pandang (angle),

komposisi, efek gerak, efek diam, efek kecepatan, efek kabur, dan hasil

akhir tata letak atau desain. Pada foto ketiga ini pencahayaannya tetap

menggunakan cahaya alami, berasal dari matahari. Efek yang

digunakan adalah diam walaupun ada unsur manusia tetapi fotografer

memilih untuk membuat objek menjadi diam. Fotografer menerapkan

sudut pandang sesuai posisi mata hanya saja posisi dia berada lebih

tinggi daripada objek utama. Ada pun hal penguat dari rangkaian, tata

letak dan desain buku foto Tanah yang Hilang karya Mamuk

Ismuntoro ini.

Dalam wawancara yang dilakukan dengan Edy Purnomo seorang

pengajar dan pengamat fotografi dari Pannafoto Institute. Ia

mengatakan bahwa desain buku foto ini sengaja dikemas seperti

sertifikat tanah atau akta tanah, agar terasa dekat dengan masyarakat.

Mamuk selaku fotografer menyampaikan dalam wawancara, proses

editing hanya menggunakan photoshop. Tools yang digunakan seputar

penambahan atau pengurangan terang gelap, saturasi warna yang

dikurangi, kontras ditambahkan agar terlihat lebih gelap, dan pekat

warnanya. Hasil editing tersebut memberikan rasa muram, kelam, dan

ketegasan pada foto.

 

Page 86: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

72

e. Estetisisme

Dalam foto ketiga ini komposisi subyek utama yaitu Nasir ada di

tengah depan. Kanan kirinya bagian atas ada rumah-rumah yang sudah

tidak utuh dan pohon-pohon yang sudah mati. Penempatannya begitu

pas, jika menggunakan cara melihat dari teori Gestalt yang

disampaikan Edy Purnomo pada kelas Visual Literasi. Terdapat garis

perspektif dari sisi pundak kanan dan kiri subyek utama. Dengan

menggunakan prinsip Gestalt yaitu continuity arah yang dituju dari

kedua sisi itu ialah pepohonan dan rumah, yang memang memiliki

keterkaitan dengan subyek utama.5

Komposisi ini menggambarkan memang subyek utamanya adalah

pria berkumis dan mengenakan topi bernama Nasir. Ia merupakan

warga dari Desa Reno Kenongo, desa yang dulu ia tinggali dan

terdapat kehidupan, namun kini sudah mati dan rusak karena semburan

Lumpur Lapindo.

f. Sintaksis

Pada tahap ini pengamatan dilakukan pada keseluruhan elemen

dalam penyajian sebuah karya. Ini merupakan salah satu dari dua genre

yang diusung Mamuk di dalam buku fotonya, yakni daily life. Dalam

foto ketiga ini teks atau keterangan foto tidak hanya menyebutkan

lokasi. Tertera, Nasir, 50, warga Desa Reno Kenongo, Porong,

Sidoarjo, berjalan di reruntuhan desanya yang tergenang air untuk

mencari batu bata bekas, 2007.6 Dapat disimpulkan pada foto ketiga ini

5 Edy Purnomo, Makalah Kelas Fotografi Visual Literacy, Jakarta, 2018.

6 Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang, Jakarta, PannaFoto Institute, 2014.

 

Page 87: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

73

menggambarkan sedang terjadi sesuatu yang besar terhadap manusia,

yang diwakilkan oleh Nasir pada foto tersebut. Sebagai korban atas

kelalaian manusia lainnya. Ia kehilangan tempat tinggal dan masa lalu,

juga kenangannya selama menjadi warga Desa Reno Kenongo.

3. Tahap Mitos

Dalam foto ketiga, seorang warga terdampak. Latar belakang

tersebut adalah kampung halamannya, tempat ia tinggal dahulu. Pasca

desanya tenggelam ia kehilangan mata pencahariannya dari bertani. Kini

yang dilakukannya adalah mencari batu bata bekas dari rumah-rumah yang

telah ditinggalkan oleh warga. Batu bata tersebut dijual ke pengepul dan

menjadi sumber pendapatannya.7

Mitos yang terbangun dari foto ketiga ini adalah hilangnya sebuah

harapan. Keputusasaan yang dilatarbelakangi oleh kemusnahan dan

kematian. Rumah-rumah tidak utuh hanya tersisa tembok, pohon-pohon

mati. Air hujan yang menggenang juga melambangkan sebuah bencana.

Keputusasaan digambarkan dari arah melihat dan cara tangannya

menggantung. Adanya permasalahan mengenai hilangnya kehidupan dan

penghidupan warga terdampak, yang memang tidak mendapatkan jaminan

atas pekerjaan oleh pihak PT Lapindo Brantas. Dahulu ia bertani karena

terdapat ladang dan sawah yang luas, namun setelah terendam lumpur

semua hilang tak bersisa. Ini menjadi permasalahan yang kurang perhatian.

7 Wawancara dengan Mamuk Ismuntoro pada 01/08/2018.

 

Page 88: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

74

Pelanggaran yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas adalah

menghilangkan mata pencaharian masyarakat terdampak atas kejadian

luapan lumpur. Terdapat undang-undang yang menjadi pelindung bagi

para petani khususnya, karena subyek foto ini merupakan seorang petani.

Perlu rasanya membahas UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang perlindungan

pemberdayaan petani.8 Undang-undang tersebut memberikan jaminan

perlindungan dengan berbagai upaya yang dimiliki untuk membantu petani

dalam menghadapi permasalahan kesulitan mendapatkan sarana dan

prasarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen,

praktik ekonomi biaya tinggi dan perubahan iklim. Maka dari itu

sebenarnya apa yang telah terjadi kepada para petani di Desa

Renokenongo, mereka membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan

secara terarah.

Jika ditarik kembali secara umum di sektor ekonomi dan tenaga

kerja didapat dari website korbanlumpur.info mulai dari usaha mikro,

kecil dan menengah di Sidoarjo mati seketika. Di dekat pusat eksplorasi

gas yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas Brantas, berdiri 24 pabrik.

Lalu ribuan pekerja di sektor informal dan nonformal seperti industri

rumah tangga, pedagang kecil, petani, tambak ikan dan lain sebagainya

harus kehilangan pekerjaan mereka karena hilangnya sarana dan

prasarana.9

8 http://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-19-tahun-2013-tentang-perlindungan-

pemberdayaan-petani/ diakses pada 19.10 WIB, 23/08/2018. 9 http://korbanlumpur.info/2014/10/rekomendasi-penuntasan-permasalahan-lumpur-

lapindo-kepada-pemerintahan-baru/ diakses pada 20.00 WIB, 23/08/2018.

 

Page 89: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

75

D. Analisis Data Foto IV

Foto yang dibahas berikut ini adalah sebuah desa yang terendam oleh

lumpur Lapindo. Tampak terlihat dan tersisa hanya atap-atap rumah dan

pepohonan kering. Desa Siring, Sidoarjo. 2007. Berikut tampilan foto

yang akan dianalisa:

Gambar 4. Foto Keempat

Sumber: Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

1. Tahap Denotasi

Foto yang dimuat dalam dua halaman ini terdapat lumpur

berwarna abu-abu pekat yang mengubur hampir seluruh bagian rumah.

Lumpur tersebut membuat rumah terlihat hanya pada bagian atap. Awan

gelap terlihat di bagian atas foto. Tiang dan pohon-pohon tanpa daun

terlihat di antara rumah-rumah yang terkubur. Di sisi kiri foto terdapat

tanah yang lebih tinggi dari lumpur dan atap rumah.

 

Page 90: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

76

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect

Dalam foto keempat juga tidak menggunakan trick effect. Tidak

merubah sama sekali keaslian foto saat diambil dengan kamera.

Elemen satu pun tidak ada yang dihilangkan atau ditambahkan.

Rangkaian narasi visual yang berada dalam buku foto Tanah yang

Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini menggunakan pendekatan

dokumenter. Dengan pendekatan tersebut dapat dipastikan bahwa

setiap karya foto dokumenter yang diciptakan tidak melalui proses

manipulasi. Kejadian sebenar-benarnya dan tidak dibuat-buat

merupakan pedoman utamanya.

Jadi apa yang terdapat dalam foto merupakan kejadian sebenar-

benarnya dan tanpa rekayasa. Hanya saja terdapat sedikit cropping di

masing-masing sudut. Penulis mendapatkan penjelasan dari fotografer

melalui wawancara yang dilakukan. Menurutnya hasil akhir ini hampir

tidak melakukan cropping, kalau pun ada itu hanya sedikit sekali. Hal

terpenting adalah hasil dari cropping tidak mengurangi makna atau

pesan foto tersebut.

b. Pose

Buku foto Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro memiliki

dua genre yaitu lansekap dan potret keseharian manusia. Foto keempat

merupakan lansekap Desa Siring yang telah mati karena terdampak

Lumpur Lapindo. Melalui foto terlihat bahwa yang tertingal hanya

penampakan atap rumah, pohon-pohon tidak berdaun, dan tiang listrik.

 

Page 91: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

77

Pada tahap ini penulis mengaitkan pose pada keterwakilan unsur-unsur

atau objek dari foto dikarenakan tidak ada unsur manusia. Gesture

yang dapat penulis sampaikan ialah betapa tidak ada lagi kehidupan,

semua mati dan musnah terkubur oleh lumpur.

c. Objek

Terdapat beragam objek dalam foto keempat ini, yaitu lumpur

berwarna abu-abu, awan gelap, rumah-rumah yang hanya terlihat

atapnya, pohon-pohon tidak berdaun, tiang listrik, dan tanggul dari

tanah berada di sisi paling kiri foto. Dari keseluruhan objek, yang

paling terlihat dan menjadi point of interest bagi penulis ialah atap

rumah berjajar. Berjajar atap-atap rumah dari yang tampak sudah

kusam, sampai yang bagian sedikit atas terlihat lebih baru. Objek-

objek dalam foto keempat merupakan gambaran sebuah tragedi besar.

Pengaruh besar atas tragedi yang dibuat oleh ulah manusia selain dari

warga desa tersebut.

Semua objek dan berbagai elemen yang ada nampak jelas terkubur

oleh lumpur berwarna abu-abu pekat. Hilang sudah berbagai kenangan,

sejarah, kehidupan bermasyarakat. Tanggul di situ sebagai salah satu

cara yang dikerahkan untuk menahan aliran lumpur yang berasal dari

pusat semburan Lumpur Lapindo.

d. Fotogenia

Tahap ini yakni membaca foto seputar teknis pengambilan gambar,

proses produksi sampai dengan jadi suatu produk. Teknik tersebut

meliputi pencahayaan dan editing, lalu sudut pandang (angle),

 

Page 92: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

78

komposisi, efek gerak, efek diam, efek kecepatan, efek kabur, dan hasil

akhir tata letak atau desain. Pada foto keempat ini pencahayaannya

tetap menggunakan cahaya alami, berasal dari matahari. Efek yang

digunakan adalah diam. Fotografer menerapkan sudut pandang sesuai

posisi mata hanya saja posisi dia berada lebih tinggi daripada objek

utama. Ada pun hal penguat dari rangkaian, tata letak dan desain buku

foto Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini.

Dalam wawancara yang dilakukan dengan Edy Purnomo seorang

pengajar dan pengamat fotografi dari Pannafoto Institute, ia

mengatakan bahwa desain buku foto ini sengaja dikemas seperti

sertifikat tanah atau akta tanah, agar terasa dekat dengan masyarakat.

Mamuk selaku fotografer menyampaikan dalam wawancara, proses

editing hanya menggunakan photoshop. Tools yang digunakan seputar

penambahan atau pengurangan terang gelap, saturasi warna yang

dikurangi, kontras ditambahkan agar terlihat lebih gelap, dan pekat

warnanya.

Warna awan juga sedikit dibuat lebih tegas warna abu-abunya

dengan dikuranginya highlight. Dari awan yang mendung

menggambarkan kelabu tidak secerah biasanya, ada kesedihan. Hasil

editing tersebut memberikan rasa muram, kelam, dan ketegasan pada

foto.

 

Page 93: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

79

e. Estetisisme

Dalam foto keempat, komposisi yang diterapkan ialah pola lapis.

Terbagi menjadi tiga lapis atau bagian, ada lumpur di bagian bawah

foto, lalu atap-atap, pohon-pohon, tiang listrik, dan tanggul di bagian

tengah. Lalu, di lapisan bagian atas terdapat awan mendung

menampakan kekelaman bagi penulis. Memberi makna ada penyebab

dan akibat. Penyebabnya berasal dari yang paling bawah dan dapat

diartikan sebagai sebuah dasar.

Dalam hal ini, lumpur merupakan penyebab dasarnya.

Mengakibatkan sebuah desa yang dulunya terdapat sebuah kehidupan

menjadi mati dan tidak ada lagi, sunyi, sepi, dan kelabu. Fotografer

bertutur juga dalam komposisi yang dibuatnya. Sebuah lansekap yang

menjelaskan bagian drama atau cerita tragedi Lumpur Lapindo. Visual

tidak lagi bungkam.

f. Sintaksis

Tahap ini merupakan pengamatan pada keseluruhan elemen dalam

penyajian sebuah karya. Ini merupakan salah satu dari dua genre yang

diusung Mamuk di dalam buku fotonya, yaitu lansekap. Dalam foto

keempat ini teks atau keterangan foto hanya menyebut lokasi dan

tahun, tertera, Desa Siring, 2007.10

Dapat disimpulkan pada foto ini

sedang terjadi sesuatu yang besar terhadap lingkungan dan tempat

tinggal manusia, yang diwakilkan dengan adanya rumah-rumah yang

menyisakan atap karena terkubur oleh lumpur.

10

Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang, Jakarta, PannaFoto Institute, 2014.

 

Page 94: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

80

Pepohonan yang sudah mati, tiang-tiang listrik, dan tanggul dari

tanah. Sebuah kehilangan yang disebabkan oleh manusia lainnya.

Kehilangan tempat tinggal dan masa lalu, juga kenangannya selama

menjadi warga Desa Siring. Desa siring kini sudah mati. Peletakan foto

keempat ini dalam buku, terdapat di bagian tengah. Penulis melihat ini

sebagai salah satu pemaparan yang begitu gamblang. Mewakili unsur

hak tinggal yang terbengkalai dan ingin disampaikan oleh fotografer.

3. Tahap Mitos

Dalam foto keempat ini terlihat jelas rumah-rumah yang tenggelam

oleh lumpur. Tersisa hanya atap, ujung tiang listrik, dan pohon-pohon

yang telah mati. Mitos yang terbangun dari foto ini adalah terkuburnya

kehidupan manusia, hilangnya sebuah peradaban. Bagi Mamuk ini

gambaran kehidupan yang tercerabut, tanah kelahiran yang hilang.11

Selain itu pada foto tersebut menjelaskan bahwa korban-korban luapan

lumpur Lapindo kehilangan tempat tinggalnya tanpa persiapan apapun

yang tiba-tiba terkubur oleh lumpur. Korban atau masyarakat terdampak

secara langsung ini benar-benar kehilangan semuanya, mereka hanya

mampu menyelamatkan nyawanya saja.

Lumpur Lapindo telah mematikan segalanya, tidak ada lagi

keriuhan bertetangga antarwarga, ingatan masa lalu yang ikut terkubur

oleh lumpur. Sudah sangat jelas rumah-rumah di Desa Siring tidak dapat

lagi dihuni, lalu bagaimana warga, kemana mereka berlindung dan

tinggal?

11

Wawancara dengan Mamuk Ismuntoro pada 01/08/2018.

 

Page 95: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

81

PT Lapindo Brantas membagi informasi tanggungan mereka untuk

mengganti rugi kepada masyarakat terdampak. Melalui situs resminya

mereka mengunggah laporan LUSI di tahun 2014. Dalam laporannya

mereka menyertakan PT Lapindo Brantas mengambil alih berbagai

tanggung jawab dan salah satunya adalah pembelian tanah dan bangunan

dari masyarakat yang terkena dampak Lumpur Lapindo. Mereka

menawarkan dua skema agar pemukiman kembali, yang pertama

penyediaan pemukiman baru di Kahuripan Nirvana Village (KNV) yang

juga masih aset properti dari Bakrie Group. Skema kedua pembayaran

dalam bentuk cicilan sebesar Rp 15.000.000 perbulan tanpa bermukim di

KNV.12

Dari kedua skema tersebut masyarakat terdampak tidak cukup puas

dengan cara yang dibuat oleh pihak PT Lapindo Brantas, ini sama halnya

seperti proses jual beli, bukan lagi proses ganti rugi dan pengembalian

hak-hak yang telah terenggut. Dalam hal ini yang telah terenggut adalah

hak atas tempat tinggal yang layak, seperti yang tercatat di Pasal 27 Ayat 2

UUD 1945 sebagai warga negara kita memiliki hak untuk mendapatkan

penghidupan yang layak.13

Setiap warga negara berhak untuk hidup secara

layak di Indonesia dan mengusahakan suatu usaha untuk mencapai tujuan

tersebut.

12

http://lapindo-brantas.co.id/ diakses pada 08/06/2018. 13

http://guruppkn.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara-dalam-uud-1945 diakses pada

24/08/2018.

 

Page 96: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

82

E. Analisis Data Foto V

Foto yang dibahas berikut ini adalah bekas ruang kelas Sekolah Dasar

Pejarakan, desa Pejarakan, Kecamatan Jabon, Sidoarjo. 2012. Berikut

tampilan foto yang akan dianalisa:

Gambar 5. Foto Kelima

Sumber: Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

1. Tahap Denotasi

Dalam foto ini terdapat pajangan yang menggantung di tembok.

Pajangan tersebut berbentuk seperti burung bertuliskan Bhinneka Tunggal

Ika. Terdapat kain dan karet gelang yang menutupi pajangan. Selain itu di

bawah pajangan terdapat meja kayu, yang di atasnya terdapat sendok,

gelas, baskom, botol minum, piring, dan kantong plastik.

 

Page 97: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

83

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect

Dalam foto kelima juga tidak menggunakan trick effect. Tidak

merubah sama sekali keaslian foto saat diambil dengan kamera. Satu

pun elemen tidak ada yang dihilangkan atau ditambahkan. Rangkain

narasi visual yang berada dalam buku foto Tanah yang Hilang karya

Mamuk Ismuntoro ini menggunakan pendekatan dokumenter. Dengan

pendekatan tersebut dapat dipastikan bahwa setiap karya foto

dokumenter yang diciptakan tidak melalui proses manipulasi. Kejadian

sebenar-benarnya dan tidak dibuat-buat merupakan pedoman

utamanya.

Jadi apa yang terdapat dalam foto merupakan kejadian sebenar-

benarnya dan tanpa rekayasa. Hanya saja terdapat sedikit cropping di

masing-masing sudut. Penulis mendapatkan penjelasan dari fotografer

melalui wawancara yang dilakukan. Menurutnya hasil akhir ini hampir

tidak melakukan cropping, kalau pun ada itu hanya sedikit sekali. Hal

terpenting adalah cropping yang dihasilkan tidak mengurangi makna

atau pesan dari foto tersebut.

b. Pose

Buku foto Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro memiliki

dua genre yaitu lansekap dan potret keseharian manusia. Pada foto

kelima, ini merupakan bagian daripada kehidupan sehari-hari. Namun,

memang tidak ada unsur manusia sama sekali dalam foto kelima ini.

Pada tahap ini penulis mengaitkan pose pada keterwakilan unsur-unsur

 

Page 98: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

84

atau objek dari foto dikarenakan tidak ada unsur manusia. Berada di

dalam sebuah kelas yang telah dialihfungsikan menjadi tempat tinggal.

Sekolah tersebut telah terbengkalai tidak digunakan lagi pasca

ditinggalkan karena terdampak lumpur.14

c. Objek

Dalam foto kelima ini, terdapat beragam objek. Ada pajangan

berupa patung Garuda Pancasila, kain yang menutupi sebagian patung,

karet gelang yang menggantung, lalu ada peralatan dapur dan makan

yang diletakan di atas meja belajar kelas. Namun, yang cukup menjadi

point of interest-nya adalah pajangan menggantung. Pajangan tersebut

merupakan lambang negara yaitu Garuda Pancasila. Lambang negara

tersebut ditutupi kain dan dijadikan tempat untuk menggantungkan

karet gelang. Selain itu meja kelas dialihfungsikan menjadi meja untuk

meletakan peralatan makan dan dapur. Pada keterangan foto dikatakan

tempat tersebut ialah bekas kelas dari Sekolah Dasar Pejarakan yang

dijadikan tempat tinggal oleh sebuah keluarga.

Jadi foto ini menggambarkan sebuah ruang kelas yang telah

dialihfungsikan menjadi tempat tinggal sementara karena sudah tidak

digunakan lagi sekolahnya pasca terdampak Lumpur Lapindo. Garuda

Pancasila tidak lagi menjadi suatu hal yang dijunjung tinggi. Kain

tersebut menutupi sebagian simbol-simbol pancasila, seakan keluarga

yang menempati kelas itu tidak lagi peduli dan percaya terhadap

14

Wawancara dengan Mamuk Ismuntoro pada 01/08/2018.

 

Page 99: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

85

negara. Penulis melihat ada sebuah kekeliruan peletakan yang

dilakukan oleh penghuni.

d. Fotogenia

Pada tahap ini membaca foto seputar teknis pengambilan gambar,

proses produksi sampai dengan menjadi suatu produk. Teknik tersebut

meliputi pecahayaan dan editing, lalu sudut pandang (angle),

komposisi, efek gerak, efek diam, efek kecepatan, efek kabur, dan hasil

akhir tata letak atau desain. Foto kelima pencahayaannya tetap

menggunakan cahaya alami, berasal dari matahari. Terlihat dari

bayangan yang dihasilkan cahaya masuk berasal dari jendela sebelah

kiri. Efek yang digunakan adalah diam.

Fotografer menerapkan sudut pandang sesuai posisi matanya atau

dalam istilah fotografi ialah eye level. Ada pun hal penguat dari

rangkaian, tata letak dan desain buku foto Tanah yang Hilang karya

Mamuk Ismuntoro ini. Dalam wawancara yang dilakukan dengan Edy

Purnomo seorang pengajar dan pengamat fotografi dari Pannafoto

Institute. Ia mengatakan bahwa desain buku foto ini sengaja dikemas

seperti sertifikat tanah atau akta tanah, agar terasa dekat dengan

masyarakat.

Mamuk selaku fotografer menyampaikan dalam wawancara,

proses editing hanya menggunakan photoshop. Tools yang digunakan

seputar penambahan atau pengurangan terang gelap, saturasi warna

yang dikurangi, kontras ditambahkan agar terlihat lebih gelap, dan

pekat warnanya. Dengan penggunaan cahaya alami yang masuk dari

 

Page 100: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

86

jendela memberikan kesan dramatis. Perpaduan antara cahaya yang

masuk dan bayangan yang dihasilkan dari objek-objek yang ada.

e. Estetisisme

Format yang digunakan pada foto kelima ini ialah horizontal.

Komposisinya dipusatkan di tengah-tengah. Terdapat dua tatanan atau

tingkat dari bawah ke atas. Tampak seperti berlapis, dari yang paling

bawah terlihat meja yang di atasnya berisikan peralatan dapur dan alat

makan. Lalu, di bagian tengah atas terdapat pajangan berupa patung

Garuda Pancasila yang setengah tertutup oleh kain berwarna biru

pudar. Dalam tahap ini, penulis melihat Mamuk membuat foto ini

dalam porsi yang tepat.

Jika menggunakan cara melihat dari teori Gestalt yang

disampaikan Edy Purnomo pada kelas Visual Literasi. Terdapat arah

garis yang membentuk segitiga. Garis tersebut terbentuk dari meja

dengan garis horizontal, lalu dari dua sisi meja menarik garis vertikal

meyerong ke arah Garuda Pancasila.15

Jadilah sebuah bentuk segitiga.

Dari garis tersebut membuat objek-objek yang berada dalam foto

menjadi berkesinambungan. Ini dapat menjadi acuan untuk membuat

sebuah pemaknaan.

Ada sebuah ketidakwajaran ketika meja kelas diisi dengan

peralatan makan dan dapur. Lalu, disandingkan dengan kain menutupi

sebagian lambang negara yang dijunjung tinggi oleh masyarakat

Indonesia. Seakan tidak ada lagi Bhinneka Tunggal Ika.

15

Edy Purnomo, Makalah Kelas Fotografi Visual Literacy.

 

Page 101: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

87

f. Sintaksis

Tahap ini merupakan pengamatan keseluruhan elemen dalam

penyajian sebuah karya. Ini merupakan salah satu dari dua genre yang

diusung Mamuk di dalam buku fotonya, yaitu daily life. Dalam foto

kelima ini dilengkapi dengan teks atau keterangan foto tidak hanya

lokasi. Tertera, Bekas ruang kelas SD Pejarakan desa Pejarakan,

Kecamatan Jabon, 2012.16

Dapat disimpulkan foto kelima ini

menggambarkan bahwa terjadi perubahan fungsi sebuah kelas dari

sekolah dasar yang terjadi akibat luapan Lumpur Lapindo. Lalu

lambang negara Garuda Pancasila tidak lagi menjadi sesuatu yang

dijunjung tinggi oleh sebagian orang.

3. Tahap Mitos

Dalam foto kelima terdapat patung garuda yang merupakan

lambang negara Indonesia. Patung tersebut ditutupi oleh kain dan sebagai

tempat untuk menggantungkan karet-karet bekas. Makna mitos yang

terbangun dalam foto ini adalah terenggutnya sebuah keadilan, hilangnya

peran negara dan suramnya kehidupan.

Ruang kelas di sebuah sekolah yang beralih fungsi menjadi tempat

tinggal seorang pengungsi dan keluarga. Kesejahteraan pun turut terserak

tergambarkan dengan meja kelas dijadikan tempat untuk peralatan dapur

dan makan. Warga diambang kemusnahan karena tidak ada lagi keadilan,

16

Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang, Jakarta, PannaFoto Institute, 2014.

 

Page 102: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

88

bagaimana menanggung untuk keberlangsungan hidup. Negara tidak lagi

ambil peran dalam permasalahan yang begitu kompleks ini.

Lambang dari pancasila juga tertutup oleh kain, seperti yang

disampaikan oleh Raynaldo dari ICEL hampir kelima sila tertutup oleh

kain dan di sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun melalui berbagai elemen yang ada baginya dalam foto tersebut

menggambarkan tidak adanya keadilan sosial. Jika disampaikan kembali

cerita di balik foto tersebut Mamuk menyampaikan dalam wawancara,

“Saya memasuki sebuah sekolah dasar yang terbengkalai. Beberapa menit

berkeliling motret, rupanya ada penghuni di salah satu ruang kelas. Bekas

ruang kelas dijadikan tempat tinggal olehnya. Penghuni tersebut

dipersilahkan oleh pengurus sekolah untuk menjaga sekolah pasca

ditinggalkan karena terdampak oleh Lumpur Lapindo.”

Di belakang sekolah tersebut adalah kolam penampungan lumpur

raksasa.”17

Penulis sepakat dengan apa yang Mamuk sampaikan melalui

foto ini, bahwa ada hal yang terlupakan oleh negara. Tanggung jawab atas

pendidikan dasar negara yang tidak sampai pada masyarakat. Berawal dari

negara yang abai terhadap warga, lalu berbalik warga turut abai terhadap

kehadiran dan keberadaan negara sebagai pelindung dan pemersatu.

Gambaran sebuah kealpaan, abai, keputusasaan, dan dampak lingkungan

yang tidak lagi bersahabat kepada para warga terdampak atau korban

luapan lumpur Lapindo.

17

Wawancara dengan Mamuk Ismuntoro pada 01/08/2018

 

Page 103: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

89

F. Analisis Data Foto VI

Foto yang dibahas berikut ini adalah Seorang mempelai wanita berumur

19 tahun, berada di kamarnya di pengungsian Pasar Baru Porong, usai

dirias untuk persiapan pesta pernikahan. 2008. Berikut tampilan foto yang

akan dianalisa:

Gambar 6. Foto Keenam

Sumber: Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

1. Tahap Denotasi

Dalam foto ini tampak seorang perempuan di sebuah ruangan

berfondasi kayu dengan dinding kain. Perempuan yang mengenakan gaun

putih tersebut duduk di atas kursi plastik. Di tangannya menggenggam

bunga buatan berwarna merah, kuning, hijau, dan ungu. Perempuan

tersebut berdandan, mengenakan perhiasan dan bersanggul. Di atas sisi kiri

kepala perempuan tersebut terdapat kelambu bermotif bunga, dan sisi

kanan kepala terdapat boneka dan kalender yang menggantung. Lalu sisi

 

Page 104: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

90

kiri bawah ada tempat tidur dan lemari di pojok kiri. Di sisi kanan terdapat

kipas angin dan penanak nasi. Selain itu terdapat sekat kayu untuk ruangan

sebelah terlihat adanya televisi.

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect

Dalam foto kelima juga tidak menggunakan trick effect. Tidak

merubah sama sekali keaslian foto saat diambil dengan kamera. Satu

elemen pun tidak ada yang dihilangkan atau ditambahkan. Rangkaian

narasi visual yang berada dalam buku foto Tanah yang Hilang karya

Mamuk Ismuntoro ini menggunakan pendekatan dokumenter. Dengan

pendekatan tersebut dapat dipastikan bahwa setiap karya foto

dokumenter yang diciptakan tidak melalui proses manipulasi. Kejadian

sebenar-benarnya dan tidak dibuat-buat merupakan pedoman

utamanya. Jadi apa yang terdapat dalam foto merupakan kejadian

sebenar-benarnya dan tanpa rekayasa.

b. Pose

Dalam foto keenam terdapat seorang pengantin wanita di sebuah

kamar darurat. Sikap tubuh atau gestur terlihat seorang wanita

mengenakan gaun pengantin berwarna putih dan berdandan rapi. Ia

duduk di atas kursi plastik menyerong ke arah kiri, sembari

menggenggam bunga di tangannya. Raut wajahnya tidak memancarkan

seyuman bahkan ada sedikit kesedihan. Dengan gestur, arah tubuh, dan

wajah memunculkan makna konotasi bahwa ada tampak kesedihan

 

Page 105: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

91

yang harus dihadapi. Hari pernikahannya harus dirayakan di sebuah

pengungsian yang mungkin tidak pernah terbayangkan baginya.

Suatu momentum bersejarah bagi Diana yang baru menginjak

umur 19 tahun, menata kehidupan, membangun harapan baru bersama

dengan pasangannya. Namun di balik harapan yang dimilikinya

terdapat sebuah kerinduan terhadap kampung halamannya. Desa Reno

Kenongo tempat yang lebih layak untuk melaksanakan sebuah hari

besar yaitu pernikahan. Kini tidak ada lagi Desa Reno Kenongo, hanya

ingatan masa lalu yang tersisa.

c. Objek

Terdapat beberapa objek pada foto keenam ini. Seorang wanita,

bunga yang digenggam, kelambu, kasur untuk tidur, kursi plastik,

lemari, kipas angin, boneka-boneka, kalender, televisi, dan papan

kayu. Tetapi yang menjadi point of interest-nya ialah wanita yang

mengenakan gaun putih. Ia duduk di atas kursi plastik menyerong ke

arah kiri.

Tampilannya begitu rapi seperti seorang pengantin wanita yang

akan segera dipersunting oleh kekasihnya. Lalu, objek-objek

pendukungnya juga menjelaskan di mana lokasi wanita tersebut

berada. Ia berada di sebuah kamar darurat, tempatnya mengungsi.

Soal objek utama yang mengenakan gaun putih dan berdandan rapi

ini menggambarkan hari yang bahagia. Sebuah momentum penting dan

bersejarah dalam hidup Diana. Namun kebahagiaan tidak tampak dari

raut wajahnya yang terlihat biasa saja, tanpa senyuman. Latar tempat

 

Page 106: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

92

pengungsian dan berbagai objek yang terdapat di dalam foto juga

menjadi faktor pancaran kesedihannya. Boneka-boneka menjadi

gambaran dirinya, seorang perempuan belia. Boneka juga diidentikan

dengan ingatan masa lalu, seringkali boneka menjadi teman main

sewaktu kecil. Bunga yang digenggamnya juga menjadi poin

tersendiri, memancarkan sebuah harapan. Bunga identik dengan

harapan, selebrasi, keabadian atau bisa juga kematian.

Penulis melihat bunga artifisial menjadi penanda sebuah

kebahagiaan yang dibaluti rasa kesedihan. Dengan arah badan

menyerong ke arah kiri penulis melihat bahwa ada rasa rindu dan

teringat akan masa lalunya. Harapannya akan sebuah pernikahan yang

sempurna tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada dirinya kini,

sebagai korban Lumpur Lapindo.

d. Fotogenia

Pada tahap ini membaca foto seputar teknis pengambilan gambar,

proses produksi sampai dengan jadi suatu produk. Teknik tersebut

meliputi pencahayaan dan editing, lalu sudut pandang (angle),

komposisi, efek gerak, efek diam, efek kecepatan, efek kabur, dan hasil

akhir tata letak atau desain. Pada foto keenam ini pencahayaannya

tetap menggunakan cahaya alami, berasal dari matahari. Efek yang

digunakan adalah diam.

Fotografer menerapkan sudut pandang sesuai posisi mata, jaraknya

pun tidak jauh dengan objek utama. Ada pun hal penguat dari

 

Page 107: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

93

rangkaian, tata letak dan desain buku foto Tanah yang Hilang karya

Mamuk Ismuntoro ini.

Pada proses penggarapannya, Mamuk teringat dengan sebuah genre

memotret yang didapatnya dari kelas bersama Jan Banning yaitu

evnvironmental portraiture. Maka dari itu Mamuk memasukan

elemen-elemen pendukung dalam potret Diana sang pengantin.

Memperlihatkan lingkungan atau gambaran sebuah tempat tinggalnya

di pengungsian. Hal tersebut dilakukan sebagai penguat pesan dari satu

frame foto.

Dalam wawancara yang dilakukan dengan Edy Purnomo seorang

pengajar dan pengamat fotografi dari Pannafoto Institute. Ia

mengatakan bahwa desain buku foto ini sengaja dikemas seperti

sertifikat tanah atau akta tanah, agar terasa dekat dengan masyarakat.

Mamuk selaku fotografer menyampaikan dalam wawancara, proses

editing hanya menggunakan photoshop. Tools yang digunakan seputar

penambahan atau pengurangan terang gelap, saturasi warna yang

dikurangi, kontras ditambahkan agar terlihat lebih gelap, dan pekat

warnanya.

e. Estetisisme

Terdapat komposisi dalam penempatan wanita dalam foto tersebut,

ia berada di posisi kanan dan diberikan ruang yang lebih luas pada sisi

kiri. Pemilihan komposisi 1/3 di bagian wanita, agar memberi ruang

lebih di sisi kiri 2/3 untuk menampakan keadaan di dalam kamar

pengungsian. Fotografer berusaha memperjelas situasi dan keadaan

 

Page 108: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

94

dengan komposisi yang ia buat pada foto. Jelas yang menjadi point of

interest-nya merupakan wanita bergaun putih. Komposisi warna juga

begitu dipertimbangkan oleh fotografer sehingga yang melihat

langsung tertuju pada wanita tersebut.

Penulis melihat ada dua sisi yang ingin disampaikan oleh

fotografer. Sebuah situasi dan kondisi yang memprihatinkan dengan

peletakan barang yang tidak beraturan. Lalu ada wanita duduk

menggenggam bunga artifisial, bergaun dan berdandan rapi. Dua sisi

yang tidak sesuai, sisi bahagia dan muram. Memberikan kesan

berantakan dan bukan tempat yang layak bagi pengantin wanita dalam

mempersiapkan hari bahagianya.

f. Sintaksis

Pada tahap ini pengamatan keseluruhan elemen dalam penyajian

sebuah karya. Ini merupakan salah satu dari dua genre yang diusung

Mamuk di dalam buku fotonya, yaitu daily life atau jika diartikan

adalah kehidupan sehari-hari. Dalam foto keenam ini teks atau

keterangan foto tidak hanya menyebutkan lokasi. Tertera dalam

keterangan foto, Diana, 19 berada di kamarnya di pengungsian Pasar

Baru Porong, usai dirias untuk persiapan pesta pernikahan, 2008.18

Dalam tampilannya di buku, pada bagian pojok kiri terdapat

sebuah ungkapan perasaan Diana oleh Mamuk. Begini isi ungkapan

perasaan Diana dalam sesi pertanyaan yang diungkap menjadi sebuah

tulisan singkat. “Jika ditanya soal rindu, siapa yang tidak rindu

18

Mamuk Ismuntoro, Tanah yang Hilang, Jakarta, PannaFoto Institute, 2014.

 

Page 109: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

95

kampung halaman? Suasana Desa Reno Kenongo masih hadir dalam

mimpi saya.” Ungkapan tersebut berkaitan dengan arah duduk dan

pandang subyek yang mengarah ke kiri. arah ke kiri dimaknai melihat

dan teringat akan masa lalu Dapat disimpulkan foto keenam ini

menggambarkan seorang pengantin wanita yang menunggu di dalam

kamarnya. Tempat pengungsian yang akan menjadi saksi sejarah hari

bahagia yang dibaluti pilu.

3. Tahap Mitos

Dalam foto keenam, makna mitos yang terbangun adalah membuka

lembaran baru, masih ada asa yang tersisa. Namun di balik itu ada

kebahagiaan yang terenggut, wajahnya memancarkan kesedihan tidak ada

senyuman yang dipancarkan. Pernikahan merupakan sesuatu hal yang

sakral.

Jika membayangkan sebuah pernikahan yang tergambarkan adalah

imaji tempat yang bagus, lengkap dengan dekorasi, seperti gedung atau di

rumah. Dengan ornamen-ornamen khas pernikahan, semua dipersiapkan

dengan baik, namun tidak pada keadaan foto ini. Dream wedding hanya

sebuah “mimpi”, tidak lagi menjadi nyata. Semua dilakukan dalam

keadaan darurat, bahkan di lokasi yang darurat yaitu pengungsian korban

Lumpur Lapindo. Foto ini juga mengingatkan penulis pada sebuah

pembahasan dengan korban terdampak dimana tanpa adanya persiapan apa

pun desanya lenyap terkubur oleh Lumpur dan menyisakan kesedihan

karena dengan terpaksa harus pindah ke pengungsian. Untuk terus

 

Page 110: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

96

melanjutkan kehidupan, seperti yang Diana lakukan, melanjutkan

kehidupannya walau berbalut pilu dan ingatan-ingatan akan masa lalu

yang tidak bisa sirna dalam pikirannya.

Seperti yang Mamuk sampaikan “Hidup harus terus berlanjut,

pengungsian hanya tempat tinggal lain, pernikahan tetap berjalan.” Luapan

Lumpur Lapindo menghentikan banyak hal, aktivitas warga, pekerjaan,

perekonomian, kehidupan sosial, dan lain sebagainya. Tetapi tidak bagi

subyek foto ini, gambaran adanya harapan tentang kehidupan yang telah

terenggut oleh sebuah tragedi hasil tangan manusia. Menikah sebagai

simbol keberlanjutan hidup, harapan baru, akan mendatangkan generasi-

generasi penerus pemberi semangat hidup. Walau dilakukan dalam

keadaan darurat, pernikahan tetap dilanjutkan.

Kebahagiaan dibaluti pilu tidak dapat dipungkiri,harapan menikah

di desa kelahiran sudah sirna yang tersisa hanya kerinduan. Dalam

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, menyatakan bahwa hak asasi

manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri

manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu harus dilindungi,

dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau

dirampas oleh siapapun. Di pasal 10 terkait dengan hak berkeluarga dan

melanjutkan keturunan, melalui pernikahan yang sah. Hak ini memang

terpenuhi, bahwa Diana subyek dari foto ini dapat menikah walau dalam

keadaan darurat. Namun bagi penulis hal ini masih diabaikan dalam

konteks tragedi Lumpur Lapindo.

 

Page 111: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

97

Melanjutkan berkeluarga di pengungsian, dapat dikaitkan dengan

hak atas kesejahteraan pasal 40 dan 41 yang bunyinya setiap orang berhak

bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.19

Setiap warga negara

berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk

berkembang pribadinya secara utuh, dan hal-hal inilah yang telah

terabaikan. Hak dasar sebagai manusia juga warga negara telah terabaikan,

demi memenangkan kepentingan-kepentingan pribadi.

19

Hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_39_99.htm diakses pada 27/08/2018.

 

Page 112: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

98

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari berbagai penjabaran dan penelitian terhadap enam

foto dari buku Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro. Dengan

menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, maka penulis dapat

menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Tahap Denotasi

Kesimpulan dari keenam foto yang penulis teliti dalam buku Tanah

yang Hilang ini memberikan gambaran bagaimana Mamuk Ismuntoro

ingin menyampaikan situasi, kondisi pasca luapan Lumpur Lapindo. Tidak

hanya itu, foto-foto yang terdapat dalam buku ini merupakan ungakapan

perasaannya yang juga sebagai warga terdampak.

Melalui foto-foto tersebut dapat dilihat bagaimana keadaan desa-

desa terdampak dan masyarakatnya, yang terlihat hanya tanah datar dan

sunyi, tidak ada kehidupan seperti tahun-tahun silam. Mamuk tidak

memanipulasi sama sekali hasil foto yang ia ciptakan sehingga pesan dan

informasinya akurat. Karena yang ia sampaikan adalah sebuah realita

kehidupan dan peristiwa besar yang sampai saat ini belum ada ujungnya.

Mamuk juga cukup gamblang menyampaikan keresahannya

mengenai kampung halaman yang telah mati dan terkubur oleh luapan

Lumpur Lapindo. Meski terdapat lebih dari 20 foto dalam buku Tanah

yang Hilang tetapi enam foto yang penulis pilih memiliki kekuatan dan

cerita yang dapat khalayak pahami ketika melihat foto tersebut. Selain itu

 

Page 113: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

99

paling tidak masyarakat dapat merasakan keputusasaan yang dialami para

korban.

Terlihat dari tiga foto yang mengandung unsur manusia, gambaran

sebuah keputusasaan, namun ada satu foto pengantin wanita yang

memberikan harapan baru walau dalam pilu. Kekuatan sebuah naratif

visual juga disertakan dengan adanya kedekatan antara fotografer dengan

subyeknya, dan ini Mamuk miliki. Maka dari itu, tahap denotasi dalam

enam foto yang penulis pilih dapat dijabarkan dengan baik.

2. Tahap Konotasi

Kesimpulan dari tahap konotasi keenam foto dalam buku Tanah

yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro tidak hanya dimaknai dari apa yang

kita lihat secara seksama oleh mata. Untuk memahaminya perlu

menyertakan penghayatan dalam pemaknaan foto. Karena pengaruh atas

apa yang penulis lihat, dengar, baca, atau pun tonton memengaruhi hasil

pemaknaan. Begitu juga dengan Mamuk Ismuntoro selaku fotografer yang

juga warga terdampak, sudah terpikirkan kira-kira makna apa yang ingin ia

sampaikan melalui karya foto yang ia buat.

Dalam keenam foto yang dijadikan bahan penelitian, penulis

melihat pose merupakan salah satu elemen yang memiliki makna cukup

dalam. Pada penyajiannya tiga foto di antaranya terdapat unsur manusia,

gesturnya menghadap ke arah kiri. Penulis maknai terkait ingatan masa

lalu dari para subyek, rasa yang terbangun adalah kerinduan akan tempat

tinggal, keputusasaan, namun mau tidak mau hidup harus terus berjalan.

 

Page 114: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

100

Rumah-rumah yang telah terkubur habis oleh lumpur, kehidupan sosial

juga turut terenggut.

Ada unsur warna yang membangun suasana dalam keenam foto.

Gelap dan terang, antara harapan dan kesuraman, semua foto yang penulis

sertakan berwarna namun sedikit direduksi agar memberikan kesan

kebahagiaan yang sirna. Tidak ada senyuman yang terpancar dalam setiap

foto. Terenggut karena luapan Lumpur Lapindo yang menenggelamkan

kehidupan dan penghidupan mereka para korban.

Lalu melihat tiga foto lainnya yang disebut dengan genre lansekap,

hanya memperlihatkan benda-benda mati atau pemandangan tanpa adanya

unsur manusia. Foto-foto tersebut memunculkan makna konotasi

gambaran sebuah tragedi besar yang terjadi. Komposisi seperti lapisan

dalam satu gambar dapat membangun persepsi seperti permasalahannya

tidak hanya satu tetapi ada beberapa atau banyak, dan rumit untuk

diselesaikan. Permasalahan-permasalahan itu menenggelamkan berbagai

aspek kehidupan, yaitu lingkungan hidup dan peradaban.

Di balik kesuraman itu ada makna konotasi yang mengarah pada

sebuah harapan. Foto keenam yaitu seorang perempuan yang mengenakan

gaun pengantin, masih ada harapan yang dapat diperjuangkan.

Meneruskan hidup walau dalam bayang-bayang masa lalu yang selalu

dirindu oleh para korban.

3. Tahap Mitos

Pada tahap ini menjadi poin yang penting dalam menghadirkan

makna lebih dalam dari konotasi, lebih dari ungkapan perasaan. Tetapi di

 

Page 115: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

101

sini penulis ingin mengekspresikan keresahan dan pemahaman penulis

terhadap peristiwa luapan Lumpur Lapindo. Pemahaman itu hadir tidak

semerta-merta atas apa yang dirasakan tetapi atas dasar pengetahuan

penulis yang mempelajari fotografi dan mengumpulkan data-data penguat

terkait tragedi lumpur Lapindo, lalu tambahan pengalaman diskusi dengan

para ahli dan korban lumpur Lapindo yang juga membantu membentuk

perspektif subyektif dan obyektif penulis terhadap penelitian ini.

Melalui diskusi dengan Raynaldo dari Indonesian Center

Environmental Law, penulis mencoba untuk mengupas permasalah dari

sisi hak asasi manusia dan lingkungan hidup. Berawal dari penglihatan

penulis di beberapa foto, bahwa ada sesuatu yang tidak benar, terdapat

kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia karena luapan

Lumpur Lapindo. “Masalah Lumpur Lapindo adalah masalah yang cukup

kompleks karena meliputi masalah sosial, lingkungan, dan negara.

Terdapat pelanggaran hak terhadap masyarakat. Hak untuk mendapatkan

lingkungan yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia

yang telah dijamin dalam konstitusi,” tegas Dodo.

Peristiwa Lumpur Lapindo dalam buku Tanah yang Hilang karya

Mamuk Ismuntoro menunjukan bahwa kesalahan dari tangan kecil

manusia dapat memberikan dampak begitu dahsyat. Mitos yang terbangun

atas keenam foto yang menjadi bahan penelitian ini adalah tentang alih

fungsi tanah, hilangnya kehidupan sosial dan lingkungan. Melalui buku ini

narasi visual terbaca dan terbayang atas situasi dan kondisi yang melanda

para korban.

 

Page 116: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

102

Diskusi dengan korban atau warga terdampak juga menambah

catatan bahwa terdapat dua hal berbeda yang dialami oleh para korban

yaitu, pertama, desa tempat tinggal para korban tanpa persiapan apa pun

tenggelam atau terkubur begitu saja, sehingga mereka hanya mampu

menyelamatkan nyawanya saja tanpa barang-barang berharga. Kedua,

korban terdampak, karena air dan lingkungan yang tercemar atau rusak

dan memaksa para warga harus pindah, dan memiliki waktu untuk

memindahkan barang-barang berharga. Penulis memaknainya seperti

keputusasaan yang dilatar belakangi oleh kemusnahan, peran penting

negara pun turut sirna diakibatkan adanya kepentingan-kepentingan orang

yang berkuasa sehingga mengesampingkan kepentingan para korban

terdampak Lumpur Lapindo.

Dalam hal ini buku foto mampu untuk mengomunikasikan sebuah

keresahan, ungkapan-ungkapan perasaan secara gamblang, dan informasi

penting yang terkadang luput dari perhatian masyarakat. Penulis

menggarisbawahi betul pelanggaran atas hak asasi manusia yang jelas

terjadi pada peristiwa ini.

Seperti yang tercatat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999, menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang

secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng.

Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak

boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Tetapi dapat penulis uraikan di antaranya hak-hak para korban

yang telah terenggut di antaranya hak berbudaya, hak lingkungan hidup,

 

Page 117: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

103

hak kesejahteraan, hak atas tempat tinggal yang layak, dan keadilan sosial.

Terbukti visual memang mampu berbicara, mengarahkan cerita sederhana

bahkan peristiwa besar seperti Lumpur Lapindo walau belum diketahui

ujungnya akan seperti apa.

B. Saran

Seiring berjalannya waktu, fotografi tidak hanya membicarakan

bagaimana proses secara teknis foto dibuat, tetapi pemahamannya lebih

dari itu, yakni sebuah pesan atau makna. Berawal dari melihat lalu

dikoneksikan dengan rasa, selain itu pengalaman dalam melihat dan

memahami sebuah foto juga tidak dapat dipaksakan. Karena menganalisa

makna yang terkandung dalam sebuah foto juga dipengaruhi oleh latar

belakang penikmat atau pelihat foto.

Oleh karenanya dengan mengungkap makna dan pesan yang

terkandung maka akan memperkaya informasi mengenai peristiwa-

peristiwa besar atau pun fenomena yang terjadi di masyarakat. Juga

menambah pengetahuan bagi masyarakat luas terkait fotografi. Maka dari

itu penulis memiliki saran untuk akademisi Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi agar penelitian seperti ini tidak berhenti pada analisis ini

saja. Tetapi juga dapat terus dikembangkan oleh mahasiswa Program Studi

Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta masyarakat umum yang

juga memiliki ketertarikan pada dunia fotografi khususnya fotografi

dokumenter, di antaranya sebagai berikut:

 

Page 118: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

104

1. Fotografi kini hadir memiliki perannya sendiri, menjadi sumber

informasi dan alat komunikasi. Dalam ranah jurnalistik, fotografi

juga memiliki peran penting. Paparan terhadap visual kepada

masyarakat sudah menjadi konsumsi sehari-hari sebagai tolak ukur

bahwa foto memiliki kekuatan bukan sekedar tulisan. Maka dari itu

penulis memberi saran agar diadakannya mata kuliah fotografi

menjadi dua semester. Dengan pemberlakuan saat ini hanya satu

semester dirasa kurang, dapat ditambahkan mata kuliah sebelum

membahas fotografi jurnalistik yaitu literasi visual. Agar saat akan

meneliti atau membaca foto paling tidak sudah tahu bagaimana

tahapannya. Mahasiswa pun mendapatkan bekal pegetahuan yang

cukup.

2. Dengan meningkatnya minat mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam

menggunakan analisis semiotika yang diperuntukan untuk penelitian

skripsi, penulis menyarankan untuk diadakannya mata kuliah khusus

semiotika. Agar pemahaman mengenai teori ini dapat lebih

mendalam. Lalu diimbangi juga dengan adanya referensi-referensi

yang mendukung terkait semiotika, buku foto, dan fotografi

dokumenter. Karena referensi yang tersedia di perpustakaan masih

sangat sedikit.

3. Karena fotografi sudah mendapatkan tempat tersendiri di masyarakat

dan memiliki peran penting. Maka diharapkan ada lebih banyak

fotografer muda ataupun dewasa yang membuat karya serupa buku

 

Page 119: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

105

foto Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro ini. Jadi bukan

hanya unsur keindahan yang disuguhkan tetapi pesan-pesan personal

dengan isu yang dapat menjadi sebuah pembahasan bersama dan

informasi yang dapat disampaikan ke khalayak.

Maka dari itu, penelitian-penelitian mengenai buku fotografi dan

semiotika yang dibuat oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi dapat terus berkembang. Selain itu dilakukan dengan lebih

baik lagi sehingga mahasiswa akan lebih dimudahkan ketika ingin

membuat penelitian dengan teori semiotika.

 

Page 120: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

DAFTAR PUSTAKA

Ajidarma, Seno Gumira. Kisah Mata, Fotogafi antara Dua Subjek: Perbincangan

tentang Ada. Yogyakarta: Galang Press, 2002.

Barthes, Rolland. Image, Music, Text. London: Harper London Publishers. 1997.

Budiman, Kris. Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas.

Yogyakarta: Jalasutra, 2011.

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Prenada Media Grup, 2008.

Carroll, Henry. Read this if You Want to Take Great Photographs. London:

Laurence King Publishing Ltd, 2014.

Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2012.

Harper, Douglas. Visual Socialogy. New York: the Taylor & Francis Group, 2012.

Hoed, Benny H. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu,

2014.

Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2006.

La Grange, Ashley. Basic Critical Theory for Photography. Oxford: Elsevier,

2005.

Langford, Michael. The Master Guide to Photography. United States: Alfred A.

Knopf,inc, 1982

Majalah Ilmiah Pawiyatan Vol. XX, Teknkik Pengumpulan Data dalam Penelitian

Kualitatif, 2013.

Morissan. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2014.

Mulyana, Dedy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Badung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2004.

Novenanto, Anto , Membangun Bencana: Tinjauan kritis atas Peran Negara

dalam Kasus Lapindo, MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 2016.

Novenanto, Anto, Melihat Kasus Lapindo Sebagai Bencana Sosial, laporan

penelitian yang dibiayai: Center for Religious and Cross -cultural Studies

(CRCS)—Universitas Gadjah Mada, Institute of Cultural Anthropology and

Development Sociology (CA/DS)—Leiden University, dan beasiswa Study in

Netherlands (STUNED)—NUFFIC/NESO. 2010.

 

Page 121: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Prakel, David. The Visual Dictionary of Photography. Switzerland: AVA

Publishing SA, 2010.

Prasetya, Erik. On Street Photography. Jakarta: KPG [Kepustakaan Populer

Gramedia], 2014.

Purnomo, Edy, Makalah Kelas Fotografi Visual Literacy, Jakarta, 2018.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2006.

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2009.

Sontag, Susan. On Photography. New York: Picador USA, 1977.

Sunardi, St. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik Yogyakarta,

2004.

Tahir, Muh. Pengantar Metologi Pendidikan. Makasar: Universitas

Muhammadiyah Makasar, 2011.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, Jakarta: PT Gramedia, 2013.

Wacana HAM Edisi 3, Ecoside dan HAM di Indonesia, Jakarta: Media

Komunikasi KomnasHAM, 2013.

Wibowo, Indiawan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana

Media, 2011.

Wijaya, Taufan. Foto Jurnalistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014.

Wawancara

Wawancara Pribadi melalui email dengan Mamuk Ismuntoro pada 22 Juni 2018.

Wawancara pribadi dengan Edy Purnomo pada Juli 2018.

Wawancara pribadi melalui email dengan Ridzki Noviansyah pada Juli 2018.

Wawancara dengan Reynaldo Sembiring, Wakil Direktur Pelaksana di kantor

Indonesian Center for Environmental Law pada 13/07/18.

 

Page 122: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Karya Ilmiah

Wicaksono, Muhammad Hendartyo Hanggi, “Makna Tradisi Budaya „Pacoa Jara‟

dalam Foto (Analisis Semiotika Terhadap Foto Karya Romi Perbawa

Berjudul The Riders of Destiny pada Ajang Pameran The Jakarta

International Photo Summit Tahun 2014)”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015

Zulmi, Isye Naisila, “Makna Bencana dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotika

Foto Terhadap Karya Kemal Jufri pada Pameran Aftermath : Indonesia in

Midst of Catastrophes Tahun 2012)”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014

Andika Febriana “Analisis Semiotik Foto pada Buku Orangutan Rhyme & Blues”.

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2018

Website

Eric Kim (What is Street Photography?)

http://erickimphotography.com/blog/2013/08/07/what-is-street-photography-2/

diakses pada 10/04/2018

Maya Sari (46 Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945)

http://guruppkn.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara-dalam-uud-1945 diakses

pada 24/08/2018

Redaksi Kanal (Rekomendasi Penuntasan Permasalahan Lumpur Lapindo kepada

Pemerintah Baru)

http://korbanlumpur.info/2014/10/rekomendasi-penuntasan-permasalahan-

lumpur-lapindo-kepada-pemerintahan-baru/ diakses pada 08.00 WIB, 27/08/2018.

http://lapindo-brantas.co.id/ diakses pada 08/06/2018

PannaFoto Institute (Tanah yang Hilang)

http://pannafoto.org/publication/tanah-yang-hilang/ diakses pada 11/02/2017

Tim Elsam (UU Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Pemberdayaan

Petani)

http://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-19-tahun-2013-tentang-

perlindungan-pemberdayaan-petani/ diakses pada 19.10 WIB, 23/08/2018.

Imran Zahid (What is street photography? A Rookie‟s guide to developing

(photography) streed cred)

https://expertphotography.com/what-is-street-photography/ diakses pada

10/04/2018

 

Page 123: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Tempo.Co (Alasan Komnas HAM sebut Lumpur Lapindo Kejahatan)

https://nasional.tempo.co/read/423932/alasan-komnas-ham-sebut-lumpur-lapindo-

kejahatan/full&view=ok diakses pada 11/02/2017

https://sites.google.com/site/edufotografi/home/6-keahlian-khusus/2-

dokumentasi#TOC-Pengertian Foto-Dokumenter diakses pada 24/08/2016 pukul.

10.51 WIB

Redaksi Jatam (Dampak Multidimensional 11 Tahun Kasus Semburan Lumpur

Lapindo)

https://www.jatam.org/2017/05/29/dampak-multidimensional-11-tahun-kasus-

semburan-lumpur-lapindo/# diakses pada 19/07/18

https://www.nature.com/articles/ngeo2472

Redaksi Sarung BHS (Sarung Tenun Kain Tradisi yang Multifungsi)

https://www.sarungbhs.co.id/post/article/sarung-tenun-kain-tradisi-yang-

multifungsi diakses pada 28/08/2018.

Lucinda Everett (The Photobook Today)

https://www.telegraph.co.uk/culture/photography/10774134/The-photobook-

today.html diakses pada 06/07/2018

Hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_39_99.htm diakses pada 07.00 WIB, 27/08/2018.

Redaksi 1000kata (Kassian Cephas Jurufoto Pribumi Pertama)

www.1000kata.com/2011/03/kassian-cephas-jurufoto-pribumi-pertama/diakses

pada 05/07/18

www.lensculture.com

www.noodletools.com

www.worldpressphoto.org diakses pada diakses pada 17/05/2018

 

Page 124: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Lampiran 26 foto dari buku Tanah yang Hilang karya Mamuk Ismuntoro.

Berikut keseluruhan foto yang diklasifikasi berdasarkan genre. Bagian pertama merupakan

foto lansdscape kondisi, situasi area terdampak.

 

Page 125: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Gambar 5

Gambar 4 Gambar 2

Berikut klasifikasi foto kehidupan sehari-hari masyarakat terdampak.

Gambar 6 Gambar 3 Gambar 1

 

Page 126: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Lampiran

Hasil wawancara

Narasumber : Mamuk Ismuntoro

Jabatan : Fotografer

Hari/ Tanggal : 3 Juli 2018

Via Email

1. Boleh ceritakan bagaimana awal ketertarikan Mas Mamuk pada fotografi?

Awalnya saat jadi mahasiswa (sekitar 1994-95), melalui UKM Foto

kampus, saya mengenal teknis dasar fotografi. Namun sejak SMA sudah

tertartik dgn visual di majalah-majalah dan ingin tahu benar bagaimana

gambar-gambar itu dibuat.

2. Lalu bagaimana ide awal atau latar belakang untuk memulai

mendokumentasikan tragedi Lumpur Lapindo?

Medio 2006, kejadian luapan lumpur dimulai. Saat itu saya adalah

pewarta sebuah majalah dgn konten wisata, budaya dan gaya hidup. Saya

tinggal dekat kejadian luapan lumpur. Tentu insting pewarta adalah

merekamnya. Namun tidak bisa masuk dalam konten media tempatku

bekerja. Sejak itu, saya memutuskan menjadikannya proyek pribadi

selama bertahun-tahun memotret. Disimpan dan nyaris tidak terpublikasi

secara luas, meski sempat dimuat beberapa diantaranya di majalah Asian

Geo – yang terbit di Singapura (2007an).

3. Tepatnya kapan Mas Mamuk motret tragedi besar ini untuk pertama

kalinya?

Sejak pertama luapan, Mei 2006.

4. Kesulitan apa yang Mas Mamuk alami selama proses riset, motret dan

wawancara subyek?

Awalnya saya hanya mengikuti alur kejadian. Hari ke hari saya datang,

memungut gambar, berbicara dgn bbrp nara sumber. Bahkan, lebih sering

 

Page 127: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

hanya datang, melihat-lihat tidak memotret. Kesulitan terbesar adalah

konsistensi merekam peristiwa ini.

Perubahan lansekap kawsaan yg terdampak dari tajun ke tahun tergolong

lamban. Kalau ndk punya cukup energi dan kemauan , pasti akan malas

datang, sebab akan menemui visual yang itu-itu saja.

Maka, ya itu tadi, musti banyak jalan ke tempat-tempat yang media tidak

datang. Ke sekolah2 yang ditinggalkan misalnya. Atau desa terdampak

yang masih ditinggali.

5. Kenapa pendekatan yang Mas Mamuk gunakan adalah dokumenter? Lalu

kenapa menggabungkan antara landcape dan daily life dalam sajian

fotonya?

Simple saja, krn basic visual saya dokumenter. Saya menggunakan

pendekatan yang kurang lebih saya kuasai. Soal lansekap, ini barangkali

secara tidak sadar saya merekammnya cukup intensif. Karena saya pikir,

peristiwa ini tiak hanya soal oarang-orang, namun juga tanah kelahiran

mereka, yang bagi saya bisa diwakili dgn cara visual yang sederhana dan

umum sebenarnya, yakni lansekap. Yang dily lie tentu saja lbh byk ttg

orang-orang di dalamnya. Cerita ttg manusia selalu menarik bagi

manusia lainnya, itu teorinya, dan ini bisa diwakili lewat cerita sehari-

hari (daily life).

6. Apakah dari awal motret ini akan diproyeksikan untuk buku foto?

Tidak ada rencana apapun awalnya, bahkan justru sempat pameran dulu

(2008) di Malang bareng Malang Meeting Point ( yg didirikan Swanti dan

EDY).

7. Boleh yah Mas ceritakan munculnya ide untuk membukukan catatan

visual ini?

Sebagian besar adalah dorongan teman-teman. Terutama Swanti, Eddy

Pur dan Romi Perbawa. Sisanya saya merasa bahwa catatan ini bisa jadi

alternatif artefak sosial peristiwa yang skalanya besar (internasional).

8. Pesan personal apa sih yang mau Mas Mamuk sampaikan melalui buku

foto ini?

 

Page 128: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Pesan personal sebagai pencerita, mengutip Hine, bahwa tidak cukup

bercerita dengan kata-kata, gambar-gambar akan membuat cerita lebih

berdaya.

9. Apa tanggapan Mas Mamuk atas tragedi besar ini yang banyak merenggut

hak sebagai manusia dan warga negara dengan berbagai hal kompleksnya?

Hak-hak sipil harus dipenuhi oleh siapapun pencetus peristiwa ini. Meski

demikian hidup harus terus berlanjut bagi warga terdampak.

10. Adakah respon dari pemerintah atau lembaga tertentu atas buku foto yang

Mas Mamuk buat?

Tidak ada, atau saya tidak tahu. Sebab buku ini tidak bertujuan untuk itu.

Sebagai pencerita visual, sebab tugas saya hanya sampai pada

pengarsipan dan penyebar luasan catatan visual.

11. Buku foto ini atau serial fotonya sudah dipublis/ dipamerkan dimana saja?

Di Asian Geo, Invisible Photographer Asia, Pameran dan katalog 'Jakarta

Photo Summit', Pameran dan katalog di Bali, saya lupa nama acaranya,

sebab datanya di rumah he he he.

40 shortlist terpilih dalam :

'Dummy Photobook' di Irlandia 2013-2014 (judulnya masih 'Requiem'

waktu itu), dipamerkan keliling di Roma, Dublin , Frankfurt.

Pameran buku di Australia, Yogyakarta, Jepang, Jakarta

12. Apa harapan Mas Mamuk atas pembuatan buku foto ini? Dan harapannya

untuk tragedi Lumpur Lapindo ini kedepannya?

Harapannya buku ini bisa jadi bahan alternatif bagi riset visual atas

peristiwa besar di Indonesia. Intinya, menambah khasanah data visual

negeri sendiri.

13. pertanyaan teknis, kamera apa yang Mas Mamuk gunakan dan lensa

apakah? Lalu ada tambahan pencahayaan kah (dari flash external)?

1Nikon D1X, lena 17-35 : 2.8, Nikon D 100 18-70 : 3.5, Nikon D300s.

 

Page 129: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Narasumber : Raynaldo Sembiring

Jabatan : Wakil Direktur Eksekutif ICEL

Hari/ Tanggal : Kamis/ 12 Juli 2018

Tempat : Kantor Indonesian Center for Environmental Law

1. Bagaimana tanggapan Bang Dodo mengenai tragedi Lumpur Lapindo?

Pada mulanya peristiwa lumpur yang terjadi di Sidoarjo dinamakan

Lumpur Sidoarjo karena diyakini merupakan act of god, dan karenanya

pihak perusahaan dapat bebas dari tanggung jawab karena tanggung

jawab beralih kepada negara. Namun kemudian, sebagian aktivis

menamainya sebagai peristiwa Lumpur Lapindo, karena lumpur itu

muncul dari adanya aktivitas signifikan yang diciptakan manusia yaitu

oleh Lapindo dan ada pula dampak yang dirasakan oleh masyarakat

setempat. Sehingga, PT. Lapindo harus bertanggung jawab mutlak atas

kerugian-kerugian yang telah ditimbulkan. Dalam hukum lingkungan,

dikenal istilah pencemar pembayar yang berarti bahwa siapapun pihak

yang melakukan pencemaran lingkungan, maka dialah yang bertanggung

jawab membayar semua dampak dari pencemaran yang telah dilakukan.

2. Pandangan tragedi ini di mata hukum bagaimana?

Penjelasanya gini, kita tergantung melihat hukum seperti apa, kalo

misalnya melihat hukum lingkungannya aja bahwa sebenernya kasus ini

tidak selesai karena pihak yang seharusnya bertanggungjawab ini tidak

diminta prtanggungjawabannya itu hukum lingkungannya yang pertama,

nah yang kedua ada pelanggaran prinsip yang sangat esensial dalam

lingkungan itu namanya poluter space principle jadi seharusnya setiap

perusahaan atau perorangan yang mencemari dia sebenearnya

seharusnya mengganti rugi atau membayar. akan sangat tidak masuk akal

ketika ada sebuah bencana yang di situ ada kontribusi dari sebuah

 

Page 130: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

perusahaan atau aktivitas kemudian yang bayar apbn, uang negara uang

rakyat, nih ada pemisalan nih, sebenernya perusahaan itu ga salah karena

ada fakor alam di situ. Nas sekarang pertanyaannya jadi apakah

memungkinkan faktor alam itu menimbulkan bencana seadainya tidak ada

pengeboran di sana, jawabannya ya kemungkinan besar tidak akan

terjadi, lalu berikutnya adalah apakah kontribusi lapindo itu 0% terhadap

bencana yang terjadi? Sehingga membuat ini lepas dari

pertanggungjawaban lapindo. Jadi seolah-olah natural disaster itu

menganulir semua logika, teori dan semua pendapat hukum yang

berkembang gitu. Nah yang ini kalo hukum melihatnya, hukum lingkungan

melihat penanganan perkara ini sebenarnya berada pada jalur yang

salah. Masalahnya tidak selesai, tidak memberikaan jaminan hak bagi

masyarakat, Kalo dari hukum lingkungan ada pelanggaran prinsip yaitu

bertanggung jawab dan yang mencemari harus membayar. Jadi intinya

sudah tidak masuk akal secara hukum lingkungan.

3. Langkah apa yang seharusnya diambil sama pemerintah dan inti

permasalahannya ada dimana menurut Bang Dodo?

Masalah Lumpur Lapindo adalah masalah yang cukup kompleks dan

belum selesai hingga saat ini. Sayangnya, peristiwa lumpur lapindo

kabarnya akan segera case closed. Peristiwa lumpur lapindo ini cukup

kompleks karena meliputi masalah sosial, lingkungan, dan negara.

Banyak pelanggaran yang dilakukan terhadap masyarakat, terutama

pelanggaran hak. Hak untuk medapatkan lingkungan yang baik dan sehat

merupakan bagian dari hak asasi manusia dan telah dijamin dalam

konstitusi. Negara memiliki tanggung jawab dengan prinsip to respect, to

protect, dan to fulfill terhadap pemenuhan hak warga negaranya. Dalam

artian, negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan memenuhi hak

asasi warga negaranya. Dengan diabaikan dan tidak diselesaikannya

kasus ini, artinya negara telah gagal untuk memenuhi kewajiban to

protect dan to fulfill dalam melindungi dan memenuhi hak asasi warga

negara yang semestinya didapatkan oleh masyarakat.

 

Page 131: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Narasumber : Ridzki Noviansyah

Jabatan : Pengamat Buku Foto dan Co Founder Photo Book Club Jakarta

Hari/ Tanggal : Kamis/ 12 Juli 2018

Via email.

1. Ka Ridzki boleh yah jelasin singkat aja mengenai perkembangan buku foto

di Indonesia?

Selama tiga tahun terakhir banyak sekali perkembangan buku foto di

Indonesia. Hal ini didorong oleh akses kepada pengetahuan yang makin

banyak terhadap buku foto, serta akses terhadap percetakan yang

terjangkau. Persepsi orang terhadap buku foto juga semakin meningkat,

dari yang sebelumnya cuma menganggap itu sebuah kumpulan menjadi

sebuah karya yang memiliki bobot narasi.

2. Gimana sih Ka Ridzki memaknai buku foto itu? secara personal juga

secara umum yah ka

Pandangan saya secara personal dan secara umum sama. Sederhananya,

buku foto adalah sebuah karya fotografis yang berbentuk buku dan berisi

nilai yang berupa ide atau narasi dari fotografer. Buku foto juga

terkadang memiliki nilai ekstrinsik di mana desain, material, dan jumlah

menambah nilai terhadap buku foto itu sendiri.

3. Apakah buku foto dapat dikatakan sebagai produk akademis?

Menurut saya, produk akademis memerlukan sebuah syarat-syarat

tertentu. Salah satunya adalah riset, hipotesis, dan pembuktian hipotesis

tadi. Saya tidak bisa bilang bahwa buku foto adalah produk akademis,

karena tidak ada rumusan yang menentukan berapa banyak foto dalam

buku foto untuk disebut sebuah buku foto.

 

Page 132: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

4. Ada ga sih Ka buku foto yang udah terdaftar, atau sebagai rujukan literatur

akademis?

Menurut saya ada, namun, saya belum pernah bertemu seseorang yang

meneliti dan merujuk pada buku foto. Selain itu proses penciptaan buku

foto sendiri pasti merujuk pada karya akademis atau fenomena. Jika

demikian, bukankah lebih baik seseorang merujuk pada sumber utama

daripada sumber turunan?

5. Menurut Ka Ridzki ada sudut pandang tertentu ga sih ketika kita

memutuskan untuk mengangkat buku foto sebagai penelitian?

Sudut pandang yang dapat saya lihat sekarang adalah bagaimana buku

foto dapat diteliti sebagai karya fotografis dari fotografer dari satu

daerah dalam jangka waktu tertentu.

6. Nah dalam hal ini aku sedang meneliti buku foto Mas Mamuk, ku mau

minta pendapat Ka Ridzki yah. Gimana perspektif mu sebagai pengamat

buku foto terhadap buku foto Tanah yang Hilang ini?

Seperti layaknya buku foto yang lain, saya rasa Tanah yang Hilang

memiliki nilai ekstrinsik dan intrinsik yang dapat diteliti. Selain itu

bagaimana peran desain yang mendukung foto-foto yang ada di dalam

buku. Namun yang paling penting adalah bagaimana Mamuk

menggambarkan tentang tragedi soal tanah yang cukup pelik di Indonesia

7. Apa yang menjadi pembeda buku foto Tanah yang Hilang dengan buku-

buku foto lainnya?

Yang menjadi pembeda adalah karena buku foto ini dibuat oleh Mamuk

Ismuntoro berdasarkan pandangannya sendiri.

8. Pesan apa yang begitu tersampaikan ke Ka Ridzki dari buku foto ini?

Yang saya rasakan pertama kali adalah bagaimana sebuah ide mengenai

isu-isu penting disampaikan dengan cara yang tidak gamblang. Kita tidak

lagi memandang isu tanah Lapindo seperti saat kita menonton atau

 

Page 133: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

membaca berita. Namun kita melihat bagaimana kesepian muncul dari

foto-foto itu, terlebih lagi desainnya membantu dalam proses kita

melihatnya

9. Ka kenapa buku foto menjadi begitu penting saat ini bagi fotografer dan

penikmat fotografi?

Karena buku foto memberikan akses kepada kita untuk memandang foto

dalam bentuk cetak. Ia juga memberikan kita terhadap pandangan dan

pemikiran si fotografer.

10. Lalu apa harapan Ka Ridzki terhadap perkembangan buku foto

kedepannya?

Mudah-mudahan sekarang semakin banyak dan semakin berkualitas.

 

Page 134: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

Narasumber : Edy Purnomo

Jabatan : Pengamat Fotografi dan Pengajar di PannaFoto Institute

Hari/ Tanggal : Kamis/ 26 Juli 2018

Tempat : Perpustakaan PannaFoto Institute, di Ohana Bistro lt.2

1. Bagaimana perkembangan buku foto saat ini di Indonesia?

Perkembangannya ku amati dalam 2010-2018 ini ya yang kami dari

panna terutama berapa kali mengadakan workshop dulu bersama Goethe

terus dateng beberapa mentor dari german akhirnya dari situ kita mulai

memproduksi, sebenernya kami dari lama juga sudah mulai memproduksi

tapi juga dengan berbagai macam kendala dan kalo kami ya di panna kita

produksi passing 2012, lalu produksi buku tanah yang hilang dan, yang

terakhir ini wildtopia. Jadi intinya kalo saya pribadi melihat

perkembangannya jauh signifikan yah mungkin sekarang banyak sekali

produksi-produksi buku foto yang dibuat oleh teman-teman fotografer baik

profesional atau yang nonprofesional atau siapapun.

2. Gimana om edy memaknai buku foto secara personal dan umum?

Kalo buku foto ya, itu juga berkembang di seluruh dunia, awal-awal kalo

dulunya buku foto hanya berbentuk kumpulan foto-foto. Tetapi sekarang

sifatnya narasi yang dasarnya atau based nya berdasarkan sequencing

atau editing atau urutan dari foto, jadi foto merupakan basis pembangun

narasi visualnya, akhirnya menjadi carabercerita yang baru, mungkin

kalo dulu buku foto kaya master-master kan pada bikin jadi lebih

ngumpulin foto-foto yag sudah dibikin dari beberapa puluh tahun gitu.

Tapi kalo sekarang sifatnya lebih naratif. Narasinya melalui rangaian foto

jadi bukan hanya sekedar monograf atau sekedar portofolio yang

dibukukan tetapi menjadi medium bercerita baru.

3. Apakah buku foto dapat dikategorikan sebagai produk akademis?

Saya pikir iya, karena itu merupakan kajian ya, kajian yang bersifat

dalam arti lebih bersifat praktikal karena pemaknaannya orang lain yah,

beda kalu kita membuat kajian-kajian umpama, ada beberapa buku foto

 

Page 135: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

yang mengkaji buku foto. Seperti mereview beberapa buku foto contohnya

ada Martin parr ia menginisiasi american photobook, europian photobook

terus kemudia ada chinis photobook,nah disitu bisa dibilang kajian

akademis, nah kajian akademisnya ada di situ karena dia mengkaji buku-

buku foto berdasarkan riset berdasarkan apa yang mereka lihat lalu ada

latar belakang sejarah, sosiologi.

4. Om Edy adakah buku foto yang sudah terdaftar/ sebagai rujuka literatur

akademis?

Kalo buku fotonya sih kalo dia sudah masuk ISBN sih sudah pasti yah,

lalu pasti ada serial numbernya nah biasanya di perpustakaan nasional

sudah ada karena kita kalo mau daftar ISBN kan juga wajib memberikan

beberapa koleksi kita ke mereka, dan berarti sudah bisa dijadikan rujukan

literatur. Mungkin sebagai produk penelitian kalo sebagai produk

akademis sih, karena itu bukan mengkaji yah lebih ke sifatnya ke karya,

karya-karya yang dibuat oleh para fotografer.mungkin sebagian juga bisa

dibilang sebagai kajian seperti tanah yang hilang mungkin bisa menjadi

sebuah kajian bagi mamuk ismuntoro dan wildtopia sebagai kajian saya

melihat wild life, Cuma ya itu tadi dalam bentuk narasi visual, narasinya

betul-betul berbentuk visual bukan merupakan teks yang berdasarkan

data-data seperti kita meliht buku-buku jurnalistik. Teks hanya sebagai

pendukung, kalau kita mengkaji buku-buku akademis paling ngga kan ada

bibliografi dllnya, nah mungkin kalo itu bisa dilakukan oleh buku foto

yang mengkaji buku foto lainnya. Kalo buku fotonya sendiri sebenernya

kaya liat novel kaya liat film atau lihat-lihat produk semcam itu

merupakan ekspresi dari artis atau fotografer yang bersangkutan, bisa

jadi itu memang kajian dari mereka semua. Tapi saya belum bisa

memastikan itu kajian ilmiah atau ngga. Karena masing-masing punya

datanya sendiri. Seperti buku martin parr itu bisa dapat dikatakan kajian

ilmiah acuan atau literatur karena ada landasan yang jelas dan riset.

Sifatnya lebih ke penilitian.

 

Page 136: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

5. Menurut Om Edy ada sudut pandang terntentu ga sih ketika kita

memutuskan untuk mengangkat buku foto sebagai rujukan literatur

akademis?

Ketika orang lain yang melakukan penelitian, ya tentunya dong, orang kan

pasti punya landasan berpikir, kalo saya cenderung patoka referensi buku

siapa yang kita pake, karena di situ kalo kita ngomong kajian atau jurnal

itu bisa dipertanggungjawabkan kajian siapa kajian siapa lalu kita

merefer ke yang bersangkutan seperti itu sih.

6. Gimana pandangan om edy sebagai pengajar, pengamat dan pelaku

fotografi terhadap karya buku foto ini?

Saya terus terang terlibat juga, jadi otomatis saya melihatnya juga dari

awal sampai akhir, juga lebih ke buku fotonya mengapa dibikin seperti ini

tentunya saya mempunyai perspektif dari buku ini dibuat seperti ini

(bentuk fisiknya) latar belakang apa yang membuatnya bahannya jadi

begini, kalo dibandingkan dengan bentuk buku foto lainnya ini kan agak

lain.

Buku ini sih saya melihatnya cukup mungkin ada hal yang agak baru di

kita, karena melihat buku foto mungkin tidak konvensional seperti kita

melihat buku foto dari cara bindingnya cara berceritanya biasanya kan

buku patokannya satu buku dibinding sebagaimana buku ini kita mencoba

dengan bentuk yang lain gitu, yang orang sekilas kalo melihatnya bukan

buku. Melihatnya seperti arsip, buku tanah. Jadi kalo kita kaji pada buku

foto yang udah ada, teori buku foto adalah paduan dari narasi visual

kemudian teks dan desain nah yang pasti tiga itu yang mendominasi kalo

kita ngomongin buku foto.

7. Kekuatan apa yang dimiki buku foto ini / yang menjadi pemeda dari buku

foto lainnya?

Tapi waktu membuatnya tim dari panna waktu membikinnya saya sendiri

yang punya inisiatif ini dibuat menjadi semacam ini ya (desain akte tanah

atau arsip) terus kemudian diresponse sama beberapa kawan seperti

desain, editingnya menjadi berubahkan. Awalnya ya lebih ke gagasan

awal gagasan bahwa kami melihat buku foto itu bukan sekedar kumpulan

 

Page 137: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

foto-foto, tetapi menampilkan sebuah gagasan yang paling tidak orang

tersadarkan atau melihat atau sadar terhadap kejadian yang sedang

berlangsung gitu. Jadi lebih ke gagasan awalnya dan itu bisa diterima

masyarakat itu ngga terlalu jauh yah dan dekat dengan mereka.

Kalau dalam hal substansinya jadi gini, waktu itu saya berpikiran bahwa

sertifikat tanah itu merupakan sebuah kebanggaan sebuah keluarga atau

orang-orang yang mempunyai tanah, nah konsepnya seperti itu. Pas saat

kita membuka itu, ini adalah kisah pedih tentang orang yang kehilangan

jadi di satu pihak kita membuka dramanya dengan sesuatu yang pride

atau yang kita banggakan tentang sebuah kepemilikan tapi disini di

dalamnya ada kisah sedih, tentang orang-orang yang kehilangan bukan

hanya sekedar tanah menurut saya juga, tapi ada sejarah papun yang ada

di sini, sertifikat kan sebenernya sesuatu yang sifatnya hukum tapi yang di

dalem ini sifatnya emosional kalo di buku ini. Jadi pas dibuka orang

melihatnya seperti mendapaatkan sesuatu seperti sertifikat kan orang

biasanya seneng, pas melihat dalamnya ada sesuatu yang emosional nah

kita pengen menggugah sesuatu tuh dengan cara yang orang dekat, ini

kan hampir setiap orang tau map kaya gini itu sertifikat tanah, yang dekat

tidak jauh.

8. Menurut om edy perspektif apa yang mamuk gunakan untuk

menyampaikan pesan dalam fotonya? Lalu pesan apa yang begitu

tersampaikan ke om edy melalui rangkaian foto?

Kalau dalam segi visual ada dua bagian besar ini lansekap dan portrait,

jadi portrait ada di belakang dan yang megawali ada lansekap tanah-

tanah itu sendiri, bagaimana mamuk melihat projectnya, ini dia

mengerjakan juga sudah cukup lama dan karena dia juga tinggal di dekat

situ. Dia melihat bahwa ada dua hal yang besar yaitu tanah dan orang-

orang yang berada di situ, jadi kami melihatnya seperti itu. Dan pada saat

itu tantangannya banyak sekali foto-foto tentang lapindo ini kan maka

dari itu kita tidak mau membuat hal yang sama yang sudah dilakukan oleh

kawan-kawan sebelumnya karena masing-masing cara bercerita dan

bentuk visual itu kan berbeda-beda seperti media dengan cara bercerita

 

Page 138: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO PADA BUKU TANAH YANG HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Analisis Semiotika Foto pada Buku Tanah yang Hilang Karya Mamuk Ismuntoro

yang seperti itu. Kami memaknainya. Kami melihat bahwa tanah yang

hilang memiliki cara baru atau yang lain untuk bercerita.

Kalau rangkiannya sih yang ada sih mamuk memiliki cara bercerita yang

khas sebenernya dia menggunakan ruang atau space lain, terus dia ada

foto tentang perempuan yang akan menikah, itu kan karena mamuk

tinggal di dekat situ toh, jadi dia tau sekali apa yang terjadi di situ jadi

sebenernya banyak hal yang sebenernya sifatnya sangat personal buat

dia. Jadi tidak sekedar orang dateng lalu balik lagi untuk motret, ya

mamuk memang tinggal di situ dan dia memotret dengan perasaannya jadi

dia bisa menangkap realitas dengan menggunakan portrait dan lansekap

yang kuat yah narasi visualnya seperti itu ya kami di tim ya tim editor

hanya ingin membantu mikir saja pada saat itu. Pada saat itu pun saya

hanya berpikir bagaimana kalo buku ini dibuat menjadi seperti sertifikat

udah satu itu yang lainnya merespon.

9. Menurut om edy seberapa relevan kah buku foto ini dikaitkan degan isu

ham dan lingkungan hidup?

Sangat sih, kalo isu ham nya kan lebih kepada hak-hak atas kepemilikan

yang terenggut, itu jelas sangat, seperti hak atas tanahnya tercerabut lalu

hak atas hidup juga, hak atas kelangsungan hidup, kemudian kehilangan

sesuatu yang dia miliki yang tercerabut itu sudah pasti ad kaitannya. Saya

tidak begitu tahu secara teknis, namun yang saya lihat di sini begitu

mewakili. Khususnya foto-foto portrait ada hak-hak dasar manusia yang

tercerabut dengan adanya bencana yang disebabkan oleh manusia.

10. Seberapa penting buku foto hadir ke dalam masyarakat?

Penting banget menurut ku apalagi sekarang tuh yah visual sebagai alat

komunikasi utama dari beberapa diskusi atau seminar aku selalu

menyampaikan di abad 21 ini kita sudah masuk di abad visual culture,

pengguna visual lebih banyak dari menggunakan teks karna ada tiga

perubahan besar di dunia tuh, sebelum orang mengenal teks orang

menggunakan lisan lalu setelah itu masuk orang menggunakan teks terus

sekarang terakhir menggunakan bahasa visual.