analisis penerapan perencanaan pajak (tax planning) untuk efisiensi pajak penghasilan badan pada cv...

77
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka menjamin kelangsungan pembiayaan pembangunan nasional, pajak menjadi salah satu tumpuan sektor penerimaan Negara. Hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk anggaran tahun 2013 penerimaan dalam negeri 1.071,1 triliun. Penerimaan tahun lalu didominasi oleh pendapatan pajak dalam negeri yang mencapai 1.024,8 triliun sisanya berasal dari pendapatan pajak perdagangan internasional yang mencapai 46,3 triliun. Dari dalam negeri, penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Penghasilan (PPh) non migas yang mencapai 413,9 triliun. Sumber pemasukan terbesar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai yang mencapai 383,4 triliun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2013 mematok target penerimaan negara sebesar Rp 1.148,4 triliun. Dengan realisasi sementara tersebut, penerimaan pajak sepanjang 2013 hanya mencapai 93,4% dari target. Penerimaan pajak sebagai persentase terhadap total penerimaan dalam negeri harus meningkat tiap tahun. Di lain pihak, bagi dunia usaha, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash disbursement) tanpa diperoleh imbalan secara langsung. Dengan demikian, perusahaan harus dapat memanfaatkan penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien. Salah satu cara untuk melakukan tindakan efektivitas dan efisiensi adalah dengan

Upload: ririe-macazzart

Post on 12-Jan-2016

549 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Perpajakan

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rangka menjamin kelangsungan pembiayaan pembangunan nasional,

pajak menjadi salah satu tumpuan sektor penerimaan Negara. Hal ini dapat dilihat

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk anggaran tahun 2013

penerimaan dalam negeri 1.071,1 triliun. Penerimaan tahun lalu didominasi oleh

pendapatan pajak dalam negeri yang mencapai 1.024,8 triliun sisanya berasal dari

pendapatan pajak perdagangan internasional yang mencapai 46,3 triliun. Dari dalam

negeri, penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Penghasilan (PPh) non migas yang

mencapai 413,9 triliun. Sumber pemasukan terbesar lainnya adalah Pajak

Pertambahan Nilai yang mencapai 383,4 triliun. Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) Perubahan 2013 mematok target penerimaan negara sebesar Rp

1.148,4 triliun. Dengan realisasi sementara tersebut, penerimaan pajak sepanjang

2013 hanya mencapai 93,4% dari target. Penerimaan pajak sebagai persentase

terhadap total penerimaan dalam negeri harus meningkat tiap tahun. Di lain pihak,

bagi dunia usaha, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash disbursement) tanpa

diperoleh imbalan secara langsung. Dengan demikian, perusahaan harus dapat

memanfaatkan penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien.

Salah satu cara untuk melakukan tindakan efektivitas dan efisiensi adalah dengan

Page 2: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

2

mengelola kewajiban perpajakan secara baik dan benar sehingga dapat menghindari

adanya pemborosan sumber daya perusahaan sebagai akibat dari pengenaan sanksi

administrasi pajak yang berupa denda, bunga, dan kenaikan pajak.

Untuk menekan pemborosan pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan

tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan “manajemen

pajak”, yaitu upaya pemenuhan kewajiban, pengkoordinasian dan pengawasan

mengenai perpajakan, sehingga beban yang harus ditanggung perusahaan dapat

diminimalkan guna memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan, tanpa harus

melanggar undang-undang yang berlaku. Upaya meminimalisasi pajak tersebut sering

disebut dengan teknik “tax planning”, yaitu upaya pemenuhan kewajiban perpajakan

secara lengkap dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber

daya secara optimal.

Pertimbangan untuk berlaku jujur dan membayar pajak secara efisien yang

mendorong Wajib Pajak menyusun perencanaan pajak pertambahan nilai (tax

planning) melalui penghindaran pajak (tax avoidance). Berbeda dengan

penyelundupan pajak (tax evasion) yang melanggar ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan, penghindaran pajak itu sendiri merupakan perbuatan legal yang

menggunakan loopholes dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

sebagai hal yang positif untuk efisiensi pembayaran pajak.

Sesungguhnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak terdapat

perbedaan yang fundamental, akan tetapi kemudian perbedaan tersebut menjadi

kabur, baik secara teori maupun aplikasinya. Secara konseptual, justru dalam

Page 3: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

3

menentukan perbedaan antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak,

kesulitannya terletak pada penentuan perbedaannya, akan tetapi berdasarkan konsep

perundang-undangan, garis pemisahnya adalah antara melanggar undang-undang

(unlawfull) dan tidak melanggar undang-undang (lawfull).

Para perencanaan pajak hendaknya bersikap lebih hati-hati agar perbuatan

penghindaran pajaknya tidak dianggap sebagai berpartisipasi, membantu atau

sekongkol dalam perbuatan yang dapat dianggap sebagai penyelundupan pajak

(tindak pidana fiskal).

Pengetahuan memadai bagi perusahaan merupakan langkah penting dalam

perencanaan pajak karena berguna dalam menentukan celah-celah (loopholes) yang

menguntungkan. Tindakan ini dimungkinkan, karena bagaimanapun lengkapnya

suatu undang-undang belum tentu mampu mencakup semua aspek yang diinginkan.

Selain itu, yang juga penting untuk diperhatikan dalam membuat suatu perencanaan

pajak adalah penerapan praktik-praktik akuntansi yang sehat dengan

menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.

Berdasarkan pola pemikiran diatas akan dibahas dalam skripsi “Analisis

Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) untuk Efisiensi Pajak Penghasilan

Badan pada CV F2 Berkarya”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian diatas, permasalahan yang

diangkat untuk dibahas pada skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut “Apakah

Page 4: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

4

penerapan tax planning untuk pajak penghasilan badan pada CV F2 Berkarya sudah

efisien?”

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dikemukakan

bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan tax planning dapat

mengefisienkan pajak penghasilan pada perusahaan yang diteliti.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh sejumlah manfaat sebagai berikut:

1. Akademik

Memperluas wawasan mengenai penerapan perencanaan pajak.

2. Perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan didalam menyikapi fenomena tax planning,

khususnya didalam meminimalkan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan).

3. Masyarakat Umum

Dapat memberikan gambaran dan masukan dalam melakukan penelitian

dalam bidang permasalahan yang sama.

Page 5: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

56

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Pajak

Menurut beberapa ahli dalam buku Waluyo (2011 : 2), pengertian pajak adalah

sebagai berikut:

1. Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over

Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan

sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang

ditetapkannya secara umum tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata

digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum;

2. Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya

yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” menyatakan: “Pajak

adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang

dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari definisi di atas

tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”. Sisi

lainnya yang berhubungan dengan kontraprestasi menekankan pada mewujudkan

kontraprestasi itu diperlukan pajak;

3. Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S. H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan

Pajak Pendapatan (1990 : 5) menyatakan: “Pajak adalah iuran kepada kas negara

Page 6: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

6

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa

timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk

membayar pengeluaran umum”.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa pajak

adalah suatu iuran yang harus dibayar setiap warga negara yang bersifat memaksa

karena telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang yang dipungut oleh

negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan hasil pembayaran

pajak yang Wajib Pajak lakukan tidak langsung terlihat hasilnya.

2.1.2. Undang-Undang Perpajakan

Menurut Sumarsan (2013 : 10) dalam undang-undang pajak diatur mengenai

hal-hal yang telah dipilih dalam kebijakan perpajakan yang menyangkut Subyek

Pajak, Obyek Pajak, Tarif Pajak dan Prosedur Perpajakan yang dituangkan dalam dua

jenis ketentuan hukum.

1. Hukum Pajak Materiil

Hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan,

peristiwa hukum yang dikenakan pajak.

2. Hukum Pajak Formal

Hukum pajak yang dalam mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan. Yang

memuat hukum pajak formal yaitu :

a. Tata cara penetapan utang pajak.

Page 7: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

7

b. Hak-hak fiskus untuk mengawasi Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan

dan peristiwa yang dapat menimbulkan hutang pajak.

c. Kewajiban Wajib Pajak sebagai contoh penyelenggaraan pembukuan,

pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan dan

banding.

2.1.3. Fungsi Pajak

Melihat dari beberapa definisi beberapa ahli, menurut Siti resmi (2011), yaitu:

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya

memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut

ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak

melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.

2. Fungsi Regulerend (Fungsi Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif.

Page 8: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

8

b. Tarif Pajak Progresif dikenakan atas penghasilan agar pihak yang

memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak)

yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan

c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, hal ini dilakukan agar para pengusaha

terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat

memperbesar devisa Negara.

2.1.4. Jenis-Jenis Pajak

Menurut Resmi (2008 : 7-9) berbagai macam jenis pajak yang dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Jenis pajak menurut golongannya dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh

wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau

pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Beban pajak ini dapat

dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau

peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN)

2. Jenis pajak menurut sifatnya dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Pajak subyektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada

keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan

keadaan subyeknya. Contoh: pajak penghasilan (PPh) dengan memperhatikan

Page 9: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

9

keadaan pribadi wajib pajak (status pernikahan, jumlah anak atau tanggungan

lainnya), kemudian barulah menentukan besarnya penghasilan tidak kena

pajak.

b. Pajak obyektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada

obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang

mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak tanpa memperhatikan

keadaan pribadi subyek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.

3. Jenis pajak menurut lembaga pemungutnya dikelompokkan menjadi 2 (dua),

yaitu:

a. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintahan

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB)

b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah

tingkat I maupun tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

daerah masing-masing. Contoh: Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) antara lain:

Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama

Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya. Sedangkan, Pajak Daerah

tingkat II (Kabupaten/Kotamadya), antara lain: Pajak Pembangunan I, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak atas Reklame.

Page 10: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

10

2.1.5. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Sumarsan (2013 : 14), sistem pemungutan pajak dibagi atas 3 (tiga)

macam yaitu :

a. Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak

yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.

b. Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,

menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.

c. Withholding system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang

terutang.

2.1.6. Syarat-Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011 : 2) syarat pemungutan pajak harus memenuhi

syarat sebagai berikut :

a. Syarat Keadilan

Syarat berlandaskan tujuan hukum yaitu untuk mencapai keadilan serta untuk

tujuan pemungutan yang adil.

Page 11: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

11

b. Syarat Yuridis

Syarat pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang dan merupakan

jaminan hukum serta pembayaran pajak yang harus diimbangi dengan kemampuan

membayar Wajib Pajak tersebut.

c. Syarat Ekonomis

Syarat pemungutan pajak harus seimbang antara kehidupan ekonomis dan tidak

menganggu aktifitas kegiatan produksi maupun perdagangan.

d. Syarat Finansial

Syarat pemungutan pajak yang dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil

pemungutannya.

e. Syarat Sederhana

Syarat pemungutan pajak yang dalam sistem pemungutannya sederhana akan

memudahkan serta mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakan.

2.1.7. Asas Pengenaan Pajak

Menurut Sumarsan (2013 : 11), asas utama yang digunakan oleh negara sebagai

landasan dalam mengenakan pajak adalah :

1. Asas Domisili

Berdasarkan asas ini negara memungut pajak atas penghasilan yang diterima dan

diperoleh oleh orang pribadi apabila suatu wajib pajak atau badan berkedudukan di

negara tersebut.

Page 12: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

12

2. Asas Sumber

Asas yang berdasarkan negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan

yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan.

3. Asas Kebangsaan

Asas yang berdasarkan pengenaan pajak terhadap status kewarganegaraan dari

orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan.

2.1.8. Pengertian Pajak Penghasilan

Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu hasil

pembaharuan perpajakan (tax reform), yakni melalui Undang-Undang Republik

Indonesia No 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang-

undang No 36 tahun 2008. Undang-undang Pajak Penghasilan ini hanya mengatur

tentang ketentuan-ketentuan yang bersifat materiil, sedangkan ketentuan-ketentuan

yang bersifat formal diatur tersendiri dalam Undang-undang No 6 tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana diperbaharui

menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No 16 tahun 2009 yang berlaku sampai

saat ini.

Mengacu pada Undang-undang No 16 tahun 2009, dapat dikatakan bahwa pajak

penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan baik penghasilan yang

diterima atau diperoleh orang pribadi atau perorangan maupun badan yang berada di

dalam negeri dan atau di luar negeri yang terhutang selama tahun pajak.

Page 13: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

13

Pajak penghasilan mengatur mengenai pajak atas penghasilan yang diperoleh

Wajib Pajak selama satu tahun pajak sehingga semua penghasilan yang diterima oleh

perseorangan maupun badan selama satu tahun pajak akan dikenai pajak penghasilan

sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan.

Jenis-jenis pajak penghasilan antara lain :

a. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas

penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan

oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

b. Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh

Bendaharawan Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi

atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan

pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan impor atau kegiatan usaha

dibidang lain.

c. Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk

Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan

kegiatan selain yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau

terutang oleh badan pemerintah atau subyek dalam negeri, penyelenggaraan

kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

d. Pajak Penghasilan Pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar

negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang dapat

Page 14: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

14

dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan

Wajib Pajak Dalam Negeri.

e. Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar

sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bukan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran

pajak penghasilan pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap

pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak

yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahun pajak penghasilan.

f. Pajak Penghasilaan Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atau

dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

2.1.9. Subyek Pajak Penghasilan

Dalam Undang-undang No 36 tahun 2008, pasal 2 disebutkan bahwa :

1. Yang menjadi subyek pajak adalah :

a. 1. Orang pribadi;

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak

b. badan; dan

c. bentuk usaha tetap.

1a. Bentuk usaha tetap merupakan subyek pajak yang perlakuan perpajakannya

dipersamakan dengan subyek pajak badan

Page 15: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

15

2. Subyek pajak dibedakan menjadi subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar

negeri

3. Subyek pajak dalam negeri adalah :

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di

Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu

12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. badan yang didirikan atau bertempatkedudukan di Indonesia, kecuali unit

tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah; dan

4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

4. Subyek pajak luar negeri adalah :

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempatkedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

Page 16: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

16

b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempatkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh

penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

5. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi

yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di

Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang

dapat berupa:

a. tempat kedudukan manajemen;

b. cabang perusahaan;

c. kantor perwakilan;

d. gedung kantor;

e. pabrik;

f. bengkel;

g. gudang;

h. ruang untuk promosi dan penjualan;

i. pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

Page 17: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

17

k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang

dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

bulan;

n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

o. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

bertempatkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau

menanggung resiko di Indonesia; dan

p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau

digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan

usaha melalui internet.

6. Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh

Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

2.1.10. Obyek Pajak Penghasilan

Mardiasmo (2009 : 133), menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah

penghasilan, yaitu “Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak

yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

Page 18: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

18

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan atau penghargaan;

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan

pembayaran tambahan pengembalian pajak

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang

g. Dividen

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

i. Sewa dan penghsilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

n. Premi asuransi

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak

Page 19: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

19

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah

r. Imbalan bunga

s. Surplus Bank Indonesia

2.1.11. Tarif Pajak Penghasilan

KetentuanUU PPh pasal 17 ayat (1), besarnya tarif pajak penghasilan yang

diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib

Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia

melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sebagai berikut:

a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 (lima puluh

juta rupiah)

5% (lima persen)

Diatas Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)

sampai dengan Rp 250.000.000 (dua ratus

lima puluh juta rupiah)

15% (lima belas persen)

Diatas Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh

juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000

(lima ratus juta rupiah)

25% (dua puluh lima persen)

Diatas Rp 500.000.000 (lima ratus juta

rupiah)

30% (tiga puluh persen)

Page 20: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

20

b. Untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT

Tarif pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT)

sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif PPh tersebut menjadi 25% (dua

puluh lima persen) mulai berlaku tahun pajak 2010. Wajib Pajak badan dalam

negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh

persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan dibursa efek

di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif

sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif sebagaimana di maksud

pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a yang di atur dengan atau berdasarkan

Peraturan Pemerintah Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang

dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final. Wajib Pajak dalam negeri

dengan peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun sampai dengan 50 miliar

mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana

dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas

Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan 4,8 miliar

(Pasal 31 E UU PPh).

2.1.12. Penghasilan Kena Pajak

Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang adalah

Penghasilan Kena Pajak (PhKP) yang bersumber dari laporan keuangan Wajib Pajak

(laporan laba rugi/Profit and loss statement). Penghasilan Kena Pajak dihasilkan dari

Page 21: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

21

laba sebelum pajak dan penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan diperoleh

dari koreksi fiskal atas laba sebelum pajak yang berasal dari laporan laba rugi wajib

Pajak. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam mendapatkan Penghasilan Kena

Pajak terlebih dahulu penghasilan neto setelah koreksi diperkurangkan lagi dengan

Penghasilan Tidak Kena Pajak.

2.1.13. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Pengenaan Pajak Penghasilan di bebankan terhadap semua Wajib Pajak Orang

Pribadi atau Wajib Pajak Badan. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak Orang

Pribadi dalam negeri, maka penghasilan nettonya dikurangi terlebih dahulu dengan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor

162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2012, sebagai berikut :

a. Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk

Wajib Pajak Orang Pribadi.

b. Rp. 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib

Pajak yang kawin.

c. Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk

seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami.

d. Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap

anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan garis lurus

Page 22: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

22

serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang

setiap keluarga.

2.1.14. Perhitungan Pajak Terutang

Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, dibedakan antara Wajib

Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi Wajib Pajak Badan dalam

negeri pada dasarnya untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak yaitu

perhitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan. Menurut ketentuan UU PPh

pasal 14, Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brotonya di bawah Rp

600.000.000,00 (enam ratus juta) diperkenankan menggunakan norma perhitungan

penghasilan neto berdasarkan pencatatan. Orang pribadi yang berada di Indonesia

untuk jangka waktu secara berturut-turut yang lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dianggap sebagai Wajib Pajak dalam negeri, dan wajib memenuhi

kewajiban dan haknya selaku Wajib Pajak dalam negeri. Wajib Pajak yang

meninggalkan Indonesia untuk jangka waktu yang tidak lebih dari 1 (satu) tahun,

masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan masih dikenakan pajak di Indonesia.

Pejabat diplomatik dan Pegawai kedutaan Republik Indonesia, yang karena

jabatannya berada di luar Indonesia, masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri,

sebab berdasarkan “asas eksteritorialitas”, mereka dianggap bertempat tinggal di

wilayah Republik Indonesia, dan wajib pula membayar pajak penghasilan apabila

penghasilannya melebihi penghasilan tidak kena pajak. Sebaliknya, Wakil-wakil

Diplomatik atau Konsuler Asing yang bertempat tinggal di Indonesia, bukan

Page 23: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

23

merupakan Wajib Pajak dalam negeri, berdasarkan “asas eksteritorilitas” tersebut.

Soemitro (1986 : 93-94) mendefinisikan “WajibPajak luar negeri merupakan subjek

pajak luar negeri yang memperoleh atau menerima penghasilan yang berasal dari

wilayah Republik Indonesia atau yang mempunyai kekayaan yang terletak di wilayah

Republik Indonesia”. Wajib Pajak luar negeri hanya dikenakan pajak dari penghasilan

yang diterima atau diperoleh atau berasal dari (sumber-sumber yang ada di) wilayah

Republik Indonesia.

2.1.15. Manajemen Pajak

Suandy (2008 : 6), mendefinisikan “Manajemen pajak adalah sarana untuk

memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan

serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”.

Suandy (2008 : 6), tujuan dari manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-

fungsi manajemen pajak yang terdiri dari :

1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)

2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation)

3. Pengendalian Pajak (Tax Control)

2.1.16. Pengertian Perencanaan Pajak

Tax planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini

dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat

Page 24: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

24

diseleksi jenis tindakan penghematan yang akan dilakukan. Pada umumnya

penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.

Perencanaan pajak adalah suatu usaha pengurangan beban pajak dengan tetap

mematuhi ketentuan-ketentuan peraturan perpajakan, seperti memanfaatkan hal-hal

yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku, usaha penghematan

pajak berdasarkan the least and latest rule, yaitu wajib pajak selalu berusaha

menekan pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran pajak selambat mungkin

sebatas masih diperkenankan oleh peraturan perpajakan.

Menekan pajak sekecil mungkin dilakukan dengan menahan penghasilan-

penghasilan atau memperbesar biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan

(declution) sehingga penghasilan atau laba kena pajak menurun, atau memanfaatkan

hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Usaha penundaan pembayaran

pajak selambat mungkin dilakukan dengan memanfaatkan peraturan perpajakan yang

ada, seperti ketentuan yang berkaitan dengan penyusutan. Penundaan pembayaran

pajak selambat mungkin yang berkaitan dengan konsep time value for money. Dengan

menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang diperbolehkan oleh undang-

undang dan peraturan perpajakan, perusahaan bisa mendapatkan penghematan aliran

kas konsep time value for money.

2.1.17. Strategi dalam Perencanaan Pajak

Strategi umum perencanaan pajak adalah sebagai berikut:

Page 25: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

25

a. Tax Saving

Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif

pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan dapat

melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan

dalam bentuk uang.

b. Tax Avoidance

Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari

pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya,

perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan

karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan

merupakan objek pajak PPh Pasal 21.

c. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan

Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari

timbulnya sanksi perpajakan berupa:

- Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan;

- Sanksi pidana: pidana atau kurungan.

d. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku

dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan

dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang

diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat

Page 26: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

26

menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan

barang.

e. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan

Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak

yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh

Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa, dll.

2.1.18. Manfaat Perencanaan Pajak

Suandy (2008 : 8), manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya adalah sebagai

berikut :

a. Mengatur alur kas, merupakan perencanaan yang dapat mengestimasi kebutuhan

kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat

menyusun anggaran kasnya dengan lebih akurat.

b. Penghematan kas keluar, adalah perencanaan pajak yang dapat menghemat pajak

yang merupakan biaya bagi perusahaan.

2.1.19. Prinsip-Prinsip Menghemat Pajak

Prinsip-prinsip untuk menghemat pajak :

a. Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

b. Menyebar penghasilan kebeberapa tahun untuk menghindari pajak yang tinggi.

c. Mengambil beberapa keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk tepat.

Page 27: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

27

d. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diukur secara

keseluruhan penggunaan tarif pajak dan potensi penghasilannya.

2.1.20. Motivasi Perencanaan Pajak

Mengacu pada Suandy (2008 : 10), motivasi dilakukannya perencanaan pajak

pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:

a. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), merupakan alternatif dari berbagai sasaran

yang menjadi tujuan dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang mendorong

dilakukannya suatu perencanaan pajak, antara lain :

1. Jenis Pajak yang akan dipungut.

2. Subjek Pajak.

3. Objek Pajak.

4. Besarnya Tarif Pajak.

5. Prosedur pembayaran pajak.

b. Undang-undang Perpajakan (Tax Law). Tidak ada undang-undang yang mengatur

setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya

selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur

Jenderal Pajak. Sering terjadi pertentangan antara ketentuan pelaksanaan tersebut

dengan undang-undang itu sendiri karena adanya penyesuaian dengan kepentingan

pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya

Page 28: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

28

terbuka celah (loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat

kesempatan tersebut untuk melakukan perencanaan pajak yang baik.

c. Administrasi Perpajakan (Tax Administration). Indonesia sebagai negara yang

sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi

perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk

melaksanakan perencanaan dengan baik untuk menghindari sanksi administrasi

maupun pidana yang diakibatkan karena adanya perbedaan penafsiran antara

aparat fiskus dengan perusahaan selaku Wajib Pajak karena luasnya peraturan

perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif.

2.1.21. Aspek-aspek Perencanaan Pajak

Aspek-aspek dalam perencanaan pajak terdiri dari :

1. Aspek formal dan administratif dalam perencanaan pajak, sebagai berikut:

a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) dan Nomor Pengakuan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

b. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan

c. Pemotong dan memungut pajak

d. Membayar pajak

e. Menyampaikan surat pemberitahuan

2. Aspek Material

Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi

sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih

Page 29: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

29

atau tidak kurang. Untuk itu maka objek pajak harus di tetapkan dengan benar dan

lengkap.

2.1.22. Tahapan Perencanaan Pajak

Yang perlu diperhatikan dalam tahap-tahap perencanaan pajak adalah sebagai

berikut:

a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)

b. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or

more possible tax plans)

c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)

d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax

plans)

e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan)

2.1.23. Bentuk-Bentuk Perencanaan Pajak

Suandy (2007 : 119) menyebutkan bentuk-bentuk perencanaan pajak yang

terdiri atas :

1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity)

yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila dilihat dari perspektif

perpajakan kadang pemilihan bentuk badan hukum (legal entities) bentuk

perseorangan, firma dan kongsi (partnership) adalah bentuk yang lebih

menguntungkan dibanding perseroan terbatas yang pemegang sahamnya

Page 30: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

30

perorangan atau badan tetapi kurang 25%, akan mengakibatkan pajak atas

penghasilan perseroan dikenakan dua kali yakni pada saat penghasilan diperoleh

oleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan dibagikan sebagai dividen kepada

pemegang saham perseorangan atau badan yang kurang dari 25%. Sebagai contoh:

pemilihan bentuk usaha perseorangan akan lebih menghemat pajak karena

terhindar dari pengenaan pajak berganda seperti yang terjadi pada bentuk usaha

perseroan terbatas.

2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya pemerintah

memberikan semacam insentif pajak/fasilitas perpajakan khususnya untuk daerah

tertentu (Misalnya di Indonesia bagian Timur), banyak pengurangan pajak

penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 undang-undang

No.17 Tahun 2000. disamping itu juga diberikan fasilitas seperti peyusutan dan

amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama. Misalnya:

perusahaan memperluas usahanya dengan mendirikan perusahaan baru didaerah

terpencil di Indonesia bagian Timur. Oleh karena daerah tersebut memiliki potensi

ekonomi yang layak dikembangkan namun sulit dijangkau, maka pemerintah

memberikan beberapa keringanan dalam pajak seperti izin untuk mengurangkan

natura dan kenikmatan (fringe benefit) dari penghasilan bruto seperti yang diatur

dalam SE-29/Pj.4/1995 Tanggal 5 Juni 1995.

3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai

pengecualian, potongan atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang

diperbolehkan oleh undang-undang. Sebagai contoh jika diketahui bahwa

Page 31: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

31

penghasilan kena pajak (laba) perusahaan besar dan akan dikenakan tarif pajak

tinggi/tertinggi, maka sebaiknya perusahaan membelanjakan sebagian laba

perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk perusahaan,

dengan catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat

dikurangkan (deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak. Sebagai

contoh: biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan latihan

pegawai, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran dan masih banyak biaya lainnya

yang dapat dimanfaatkan.

4. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha (corporate company) sehingga

diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara

masing-masing badan usaha (business entity). Hal ini bisa dilakukan mengingat

bahwa banyak negara termasuk Indonesia mengatur bahwa pembagian dividen

antar corporate (inter corporate dividend) tidak dikenakan pajak.

5. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya

berfungsi sebagai cost center. Dari hal tersebut dapat diperoleh manfaat dengan

cara menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan dari beberapa wajib pajak

didalam satu grup begitu juga terhadap biaya sehingga dapat diperoleh keuntungan

atas pergeseran pajak (tax shifting) yakni menghindari tarif paling

tinggi/maksimum.

6. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan

kenikmatan (fringe Benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari

lapisan tarif maksimum (shif to lower bracket). Karena pada dasarnya pemberian

Page 32: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

32

dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefit) dapat dikurangkan sebagai

biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai

penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai yang menerimanya.

7. Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian yang dizinkan

oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk

pertama keluar pertama (first in first out). Dalam kondisi perekonomian yang

cenderung mengalami inflasi, metode rata-rata (average) akan menghasilkan harga

pokok yang lebih tinggi dibanding dengan metode masuk pertama keluar pertama

(first in first out). Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan

mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil.

8. Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan

hak opsi (finance lease) di samping pembelian langsung karena jangka waktu

leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan pembayaran leasing dapat

dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian, aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih

cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.

9. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan

yang berlaku. Jika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka

dapat dipakai metode penyusutan yang dipercepat (saldo menurun) sehingga atas

biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika

diperkirakan pada awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan atau

timbul kerugian maka pilihannya adalah menggunakan metode penyusutan yang

Page 33: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

33

memberikan biaya yang lebih kecil (garis lurus) supaya biaya penyusutan dapat

ditunda untuk tahun berikutnya.

10. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi

yang bukan objek pajak. Sebagai contoh: untuk jenis usaha yang PPh Badannya

dikenakan pajak secara final, maka efesiensi PPh pasal 21 karyawan dapat

dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin tunjangan karyawan

dalam bentuk natura, mengingat pembelian natura bukan merupakan objek pajak

PPh Pasal 21.

11. Mengoptimalkan kredit pajak yang di perkenankan, untuk ini wajib pajak

harus jeli untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat

dikreditkan. Sebagai contoh PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari pertamina

bersifat final jika pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di

bidang penyaluran ”Migas”, tetapi bila pembeliannya dilakukan oleh perusahaan

yang bergerak di bidang pabrikan maka PPh pasal 22 tersebut dapat dikreditkan

dengan PPh Badan. Perkreditan ini lebih menguntungkan ketimbang dibebankan

sebagai biaya. Keuntungan yang dapat diperoleh sebesar 70% dari nilai pajak yang

dikreditkan (dengan asumsi penghasilan kena pajak telah mencapai jumlah yang

dikenakan tarif 30%).

12. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara

melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk

menunda pembayaran PPN dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur

pajak sampai batas waktu yang diperkenankan khususnya atas penjualan kredit.

Page 34: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

34

Perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan penyerahan barang

(Kep. Dirjen Pajak No: 13/PJ/2010).

13. Menghindari pemeriksaan pajak, periksaan pajak oleh Direktorat jenderal

pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang:

a. SPT lebih bayar

b. SPT rugi

c. Tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT

d. Terdapat informasi pelanggaran

e. Memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen pajak

f. Menghindari lebih bayar dapat dilakukan dengan cara:

a) Mengajukan pengurangan pembayaran lumpsum (angsuran masa) PPh

pasal 25 ke KKP yang bersangkutan, apabila diperkirakan dalam tahun

pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.

b) Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila

perusahaan melakukan impor.

14. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan

cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku.

Page 35: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

35

2.1.24. Langkah-Langkah dalam Perencanaan Pajak

2.1.24.1. Memaksimalkan Penghasilan yang Dikecualikan

Dalam UU PPh pasal 4 ayat (3) mengatur mengenai penghasilan yang

dikecualikan sebagai Objek Pajak. Selain penghasilan yang dikecualikan

undang-undang, kita juga harus mengetahui apa saja yang termasuk

pengahasilan dalam undang-undang agar kita dapat mengetahui dengan pasti

dalam tax planning yang akan dilakukan.(Suandy, 2006 : 131) Lombantoruan

(2005 : 2), langkah-angkah yang dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Mengubah Jenis Penghasilan

Dengan memanfaatkan celah-celah dari Undang-Undang perpajakan yang

berlaku, Penghasilan Kena Pajak diupayakan untuk dikecualikan atau

dikurangi jumlah pajaknya. Contoh : apabila menanamkan saham pada suatu

perusahaan, sebaiknya menanamkan saham minimal 25% agar dividen yang

nantinya dibagikan tidak terkena pajak.

b. Merencanakan Penghasilan untuk Tahun Berikutnya

Untuk meminimumkan pajak tahun bersangkutan, maka pernghasilan yang

diperoleh pada bulan-bulan terakhir tahun yang bersangkutan direncanakan

sebagi penghasilan tahun depan. Contoh : Laba tahun 2009 besar, dan

perkiraan laba tahun 2010 akan menurun, maka sebagian penjualan untuk

bulan Desember 2009 ditunda sampai bulan Januari 2010.

c. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari

berbagai pengecualian potongan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang

Page 36: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

36

diperbolehkan oleh undang-undang. Jika diketahui bahwa PKP (laba)

perusahaan besar akan dikenakan tarif pajak tinggi/tertinggi, maka sebaiknya

perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang

bermanfaat secara langsung bagi perusahaan dengan syarat biaya yang

dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan dari PKP (deductible).

Contoh : biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan

pelatihan, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran, investasi jangka pendek

atau jangka panjang lainnya.

2.1.24.2. Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal

Suandy (2006 : 132), salah satu cara dalam meminimalkan pajak terutang

yang dilakukan dalam tax planning adalah dengan memaksimalkan biaya fiskal.

Biaya fiskal adalah biaya yang menurut Undang-Undang Perpajakan dapat

dikurangkan dari penghasilan Bruto. Semakin besar biaya fiskal yang dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto menyebabkan semakin kecil laba bersih

sebelum pajak dan otomatis akan mengurangi pajak terutang. Dalam tax

planning selain memaksimalkan fiskal, hal lain yang harus diperhatikan adalah

meminimalkan biaya yang menurut Undang-Undang perpajakan tidak dapat

dikurangkan menyebabkan penghasilan sebelum pajak akan lebih besar dan hal

itu menyebabkan pajak terutang juga lebih besar. Oleh karena itu, dalam

melakukan tax planning kita harus mengetahui biaya diperkenankan sebagai

pengurang dan yang tidak diperkenankan sebagai pengurang. Berdasarkan UU

Page 37: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

37

PPh pasal 6, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri

dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi

biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk :

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan

usaha, antara lain :

a) Biaya pembelian bahan;

b) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam

bentuk uang;

c) Bunga, sewa dan royalti;

d) Biaya Perjalanan;

e) Biaya pengolahan limbah;

f) Premi asuransi;

g) Biaya Promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan

peraturan menteri keuangan;

h) Biaya administrasi; dan

i) Pajak kecuali pajak penghasilan.

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan

amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan;

Page 38: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

38

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan

digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan;

e. Kerugian selisih kurs mata uang asing

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

Indonesia;

g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat;

a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau

instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya

perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang

antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan

dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur

bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

d) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk

penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud

dalam pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan;

Page 39: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

39

i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang

ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan

peraturan pemerintah;

Pengeluaran yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan

bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, sesuaiUU PPh

pasal 9 ayat (1) adalah :

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,

termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada

pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :

a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain

yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan

pembiayaan konsumen, dan perusahaan anak piutang;

b) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang

dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial;

c) Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan;

d) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

Page 40: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

40

e) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

f) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah

industri untuk usaha pengelolahan limbah, industri, yang ketentuan dan

syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri

keuangan;

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang

Pribadi. Kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung

sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

e. Penggantian atau imbalan sehibungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan

dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam

bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan

menteri keuangan;

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham

atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan

sehubungan dengan yang dilakukan;

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;

h. Pajak Penghasilan;

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib

Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

Page 41: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

41

j. Gaji yang dibayar kepada anggota persekutuan , firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana

berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di

bidang perpajakan.

2.1.24.3. Meminimalkan Tarif Pajak

Adanya perubahan tarif pajak dari UU No. 17 Tahun 2000 menjadi UU

No. 36 Tahun 2008, membantu kita menciptakan peluang untuk melakukan tax

planning lewat perubahan tersebut. Perubahan tersebut adalah :

a. Tarif PPh No. 36 Tahun 2008

a) WP Orang Pribadi : 0 – 50 juta 5%

50 – 250 juta 10%

250 – 500 juta 25%

>500 juta 30%

b) WP Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 %

b. Tarif PPh Pasal 31 E

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan 50

miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang

dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai

dengan 4,8 miliar.

Page 42: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

42

Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:

a) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka

penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:

PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak

b) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp

50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:

PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian

peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena

Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang

memperoleh fasilitas yaitu:

(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang

tidak memperoleh fasilitas yaitu :

Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran

bruto yang memperoleh fasilitas.

Dengan disempurnakannya Undang-undang Perpajakan, berarti

kelemahan-kelemahan didalam undang-undang dan peraturan-peraturan

perpajakan sudah dapat diatasi. Hal ini berarti bahwa beberapa “loopholes”

dalam Undang-undang perpajakan sebagian besar telah diketahui. Tetapi harus

diingat bahwa tidak ada satu pasal pun di dalam Undang-undang Perpajakan di

Page 43: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

43

Indonesia yang berlaku,yang melarang Wajib Pajak melakukan manajemen

pajak, sehingga usaha-usaha mengelola kewajiban perpajakan dalam

manajemen keuangan dengan tepat untuk tujuan meminimalkan jumlah pajak

terutang merupakan tindakan sah dan legal.

2.1.25. Pemilihan Metode Akuntansi

1. Penyusutan

Mulai tahun 1995, Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan

fiskal untuk aktiva tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode penyusutan garis

lurus (straight line) dan kedua, metode penyusutan saldo menurun (double

declining). Dalam memilih metode penyusutan, kita harus mempertimbangkan

keadaaan perusahaan. Jika perusahaan memperkirakan laba perusahaan yang

cukup besar, maka sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan saldo

menurun, sehingga menghasilkan biaya penyusutan yang besar yang dapat

mengurangi laba kena pajak. Sebaliknya, jika diperkirakan awal tahun investasi

belum bisa memberikan keuntungan, laba yang diperoleh kecil atau timbul

kerugian, maka sebaiknya memilih metode penyusutan garis lurus karena

menghasilkan biaya penyusutan yang lebih kecil.

a) Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan

Sebagaimana telah diatur dalam UU PPh pasal 9 ayat (2), bahwa pengeluaran

untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang

mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan

Page 44: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

44

sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan. Hal ini sesuai dengan

kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara

pengeluaran dan penerimaan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk

mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai

masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya

sekaligus pada tahun pengeluarannya.

Namun demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk

keperluan pajak perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat

berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi. Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal

mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan secara individual per aktiva, tidak

lagi secara gabungan seperti yang berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil

yang sejenis masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan.

Menurut UU PPh pasal 11, Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya

pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,

penyusutannya dimulai bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan

persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan

penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih,

dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai

menghasilkan.

Dalam UU PPh pasal 11 ayat (6), semua aktiva tetap berwujud yang memenuhi

syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi 2 golongan :

Page 45: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

45

Tabel 2.1

Harta Berwujud

Kelompok Harta Berwujud Masa

Manfaat

Tarif Penyusutan

Metode Garis

Lurus

Metode Saldo

Menurun

I. Bukan Bangunan

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

4 tahun

8 tahun

16 tahun

20 tahun

25%

12.5%

6.25%

5%

50%

25%

12.5%

10%

II. Bangunan Permanen

Bangunan Tidak Permanen

20 tahun

10 tahun

5%

10%

(Sumber : UU No. 36 Tahun 2008)

b) Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan

di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 Revisi 2007

tentang Aset Tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang :

1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,

untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administrasi; dan

2. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

“Penyusutan adalah setiap bagian dari aset yang memiliki biaya perolehan

cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara

terpisah”. (Standar Akuntansi Keuangan, PSAK : 2007 : 16).

Dalam PSAK penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk

digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang

Page 46: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

46

diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud

manajemen. Penyusutan dari suatu aset dihentikan lebih awal ketika :

a. Aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual atau aset tersebut

masuk dalam kelompok aset yang tidak dipergunakan lagi dan diklasifikasikan

sebagai aset dimiliki untuk dijual; dan

b. Aset tersebut dihentikan pengakuannya, yaitu :

a) Dilepaskan; dan

b) Tidak ada masa manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari

penggunaan atau pelepasannya.

Oleh karena itu, penyusutan tidak berhenti pada saat aset tersebut tidak

dipergunakan atau diberhentikan penggunaannya kecuali apabila telah habis

disusutkan. Namun, apabila metode penyusutan yang dipergunakan adalah usage

method (seperti unit of production method), maka beban penyusutan menjadi nol bila

tidak ada produksinya (PSAK : 16, Revisi 2007).

2.1.26. Koreksi Fiskal

Muljono (2009 : 59) mendefinisikan “Koreksi fiskal adalah perhitungan pajak

yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, masa manfaat, dan

umur, dalam menghitung laba secara komersial dengan secara fiskal”. Perhitungan

secara komersial adalah perhitungan yang diakui berdasarkan standar akuntansi yang

lazim.

Page 47: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

47

Muljono (2009 : 59) mendefinisikan “Laba secara fiskal adalah laba yang

diperoleh Wajib Pajak ketika menghitung besarnya PPh terutang pada akhir tahun”.

Apabila koreksi fiskal tidak dilakukan oleh Wajib Pajak, perhitungan besarnya PPh

terutang sangat memungkinkan akan mengalami kesalahan karena banyak ketentuan

pengakuan atau cara perhitungan pada akuntansi komersial yang diperlakukan secara

khusus pada ketentuan perpajakan.

Laba secara komersial akan sama dengan laba secara fiskal hanya apabila

semua unsur dalam perhitungan pajak telah dilakukan oleh WajibPajak berdasarkan

ketentuan perpajakan. Bagi Wajib Pajak, hal ini sangat sulit dilakukan karena adanya

perbedaan ketentuan antara Wajib Pajak dengan pembuat kebijakan pajak, yaitu

pemerintah.

Kepentingan Wajib Pajak dengan pemerintah yang berkaitan dengan pajak

tidak akan sama, dan cenderung berkebalikan. Wajib pajak menghendaki pajak yang

terutang atau dibayar sekecil mungkin, sedangkan pemerintah menghendaki pajak

yang diterima sesuai dan cenderung sebesar mungkin. Dengan kondisi itu, pengakuan

akuntansi dari transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajakmenjadi cenderung

berlawanan dengan ketentuanperpajakan. Hampir semua perhitungan laba komersial

yang dihasilkan oleh perusahaan, untuk mendapatkan laba sebelum pajak harus

dilakukan koreksi fiskal, karena tidak semua ketentuan dalam Pedoman Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) digunakan dalam peraturan perpajakan. Banyak pula

ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standar AKuntansi Keuangan (SAK).

Page 48: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

48

Perbedaan antara SAK dengan Peraturan Perpajakan antara lain dalam hal

penggunaan sistem maupun metode pengakuan biaya maupun penghasilan secara

akuntansi komersial dengan akuntansi secara pajak, baik dalam rangka pengakuan

pendapatan maupun biaya untuk untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak.

Perbedaan yang akan terjadi dengan adanya pengakuan secara komersial dan

secara fiskal adalah atas besarnya pajak terutang yang diakui dalam laporan laba-rugi

komersial dengan pajak terutang menurut fiskus. Muljono (2009 : 61), koreksi fiskal

terjadi karena adanya perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal.

Perbedaan tersebut dapat berupa:

a. Beda Tetap : terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh Wajib Pajak

sebagai penghasilan atau sebagai biaya sesuai akuntansi secara komersial tetapi

berdasarkan ketentuan perpajakan, transaksi dimaksud bukan merupakan

penghasilan atau bukan merupakan biaya, atau sebagian merupakan penghasilan

atau sebagian merupakan biaya.

b. Beda Waktu : terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara

akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal.

Dengan adanya koreksi fiskal maka besarnya Penghasilan Kena Pajak yang

dijadikan dasar perhitungan secara komersial dan secara fiskal akan dapat berbeda.

Perbedaan karena adanya koreksi fiskal dapat menimbulkan koreksi yang berupa :

a. Koreksi Positif, adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan

biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin

Page 49: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

49

kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya

penambahan Penghasilan Kena Pajak.

b. Koreksi Negatif, adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan

biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara komersial menjadi semakin

besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya

pengurangan Penghasilan Kena Pajak.

Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Prastowo (2009 : 10), yang

berpendapat bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan prinsip keadilan atau

equality. Prinsip keadilan atau equality adalah: “ Pemungutan pajak yang dilakukan

oleh negara harus seuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib Pajak. Dalam hal

ini, negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak”.

2.2. Penelitian Terdahulu

Saputra (2005) dalam penelitiannya yang berjudul : Analisis Perencanaan Pajak

melalui Revaluasi Aktiva Tetap dan Penghitungan Besarnya Pajak Terhutang Wajib

Pajak Badan, menemukan bahwa penerapan pajak melalui kebijakan revaluasi aktiva

tetap memberikan penghematan pajak yang signifikan, dan penerapan revaluasi

aktiva tetap akan menurunkan biaya penyusutan atas selisih revaluasi.

Ismarita (2007) dalam penelitiannya : Pengaruh Penerapan Tax Planning Biaya

Pegawai Terhadap Beban Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan, menemukan bahwa

tax planning untuk tunjangan pajak, biaya kesehatan dan keselamatan dan biaya

Page 50: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

50

entertaint berpengaruh terhadap beban pajak badan sebesar 8,21%. Dengan

perencanaan pajak, maka PPh yang terhutang menjadi lebih kecil sehingga

perusahaan mempunyai lebih banyak dana unuk mengembangkan dana.

Silvianti (2010) dalam penelitiannya : Tinjauan Atas Pelaksanaan Perencanaan

Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Karyawan di PT. Dirgantara Indonesia (Persero),

menemukan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Karyawan yang dilakukan

oleh PT. Dirgantara Indonesia dengan cara memberi tunjangan pajak kepada seluruh

karyawan tidak tepat karena mengakibatkan penghasilan karyawan meningkat,

sehingga biaya gaji juga meningkat dan mengakibatkan penurunan laba. Maka PT.

Dirgantara indonesia melakukan alternatif yang lain yaitu perencanaan PPh pasal 21

dengan menggunakan metode Gross-up dan perhitungan ini tepat bagi perusahaan

yang menanggung seluruh pajak penghasilan bagi karyawan. Langkah-langkah dalam

perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas karyawan yang dilakukan oleh PT.

Dirgantara Indonesia mengakibatkan penghematan pajak yang dilakukan kurang

maksimal akibat perencanaan menggunakan pemberian tunjangan pajak bukan

perencanaan yang tepat bagi perusahaan.

Lindawati (2010) dalam penelitiannya yang berjudul : Penerapan Tax Planning

dalam Meminimalkan Pajak Penghasilan pada PT. X Surabaya, menemukan bahwa

bahwa perencanaan pajak dalam usaha meminimalisasi pajakterutang PT. X Surabaya

dapat dilaksanakan dengan cara memaksimalkan biaya-biaya fiskal melalui

penggantian kelompok aktiva perusahaan dan memberikan tunjangan-tunjangan pada

karyawan.

Page 51: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

51

Untuk lebih jelasnya, matriks keempat peneliti terdahulu diatas, dirangkum

pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2. Mapping Matriks Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Variabel Kesimpulan

1. Saputra

(2005)

Analisis

Perencanaan

Pajak melalui

Revaluasi

Aktiva Tetap

dan

Penghitungan

Besarnya

Pajak

Terhutang

Wajib Pajak

Badan

Perencanaan

Pajak,

Revaluasi

Tetap dan

Pajak

Terhutang

WP Badan

Penerapan pajak melalui

kebijakan revaluasi aktiva tetap

memberikan penghematan pajak

yang signifikan, dan penerapan

revaluasi aktiva tetap akan

menurunkan biaya penyusutan

atas selisih revaluasi.

2. Ismarita

(2007)

Pengaruh

Penerapan Tax

Planning Biaya

Pegawai

Terhadap

Beban Pajak

Terhutang

Wajib Pajak

Badan

Penerapan

Tax

Planning

dan Pajak

Terhutang

WP Badan

Tax planning untuk tunjangan

pajak, biaya kesehatan dan

keselamatan dan biaya entertain

berpengaruh terhadap beban

pajak badan sebesar 8.21%.

Dengan perencanaan pajak, maka

PPh yang terhutang menjadi

lebih kecil sehingga perusahaan

mempunyai lebih banyak dana

untuk mengembangkan dana.

3. Silvianti

(2010)

Tinjauan Atas

Pelaksanaan

Perencanaan

Pajak

Penghasilan

Pasal 21 Atas

Karyawan di

PT Dirgantara

Indonesia

(Persero)

Perencanaan

PPh Pasal

21

Perencanaan pajak penghasilan

pasal 21 atas karyawan yang

dilakukan oleh PT Dirgantara

Indonesia dengan cara memberi

tunjangan pajak kepada seluruh

karyawan tidak tepat karena

mengakibatkan penghasilan

karyawan meningkat, sehingga

biaya gaji juga meningkat dan

mengakibatkan penurunan laba.

Maka PT Dirgantara Indonesia

Page 52: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

52

melakukan alternative yang lain

yaitu perencanaan PPh pasal 21

dengan menggunakan metode

Gross-up dan perhitungan ini

tepat bagi perusahaan yang

menanggung seluruh pajak

penghasilan bagi karyawan.

Langkah-langkah dalam

perencanaan pajak penghasilan

pasal 21 atas karyawan yang

dilakukan oleh PT Dirgantara

Indonesia mengakibatkan

penghematan pajak yang

dilakukan kurang maksimal

akibat perencanaan

menggunakan pemberian

tunjangan pajak bukan

perencanaan yang tepa bagi

perusahaan.

4. Lindawati

(2010)

Penerapan Tax

Planning

dalam

Meminimalkan

Pajak

Penghasilan

pada PT. X

Surabaya

Tax

Planning

dan PPh

Perencanaan pajak dalam usaha

meminimalisasi pajak terutang

PT. X Surabaya dapat

dilaksanakan dengan cara

memaksimalkan biaya-biaya

fiskal melalui penggantian

kelompok aktiva perusahaan dan

memberikan tunjangan-

tunjangan pada karyawan.

2.3. Kerangka Konseptual

Perencanaan pajak adalah tindakan terstruktur atas kegiatan/transaksi yang

terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya. Penekanannya pada pengendalian setiap

transaksi yang mengandung konsekuensi pajak. Tujuan perencanaan pajak, dalam hal

ini adalah mengefisienkan jumlah pajak terutang melalui penghindaran pajak (tax

Page 53: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

53

avoidence) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak

pidana fiskal dan tidak dapat ditoleransi.

Menurut Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008, besarnya

pajak penghasilan sama dengan penghasilan kena pajak (taxable income) dikalikan

dengan tarif pajak. Semakin besar laba kena pajak, maka semaki besar pula pajak

yang harus ditanggung, juga semakin tinggi tarif pajak pajak yang harus dibayar

wajib pajak tersebut.

Walaupun pada hakikatnya penghindaran pajak adalah perbuatan yang sifatnya

mengurangi utang pajak dan bukan mengurangi kesanggupan wajib pajak melunasi

pajak-pajaknya, yang seolah-olah berada diluar skop tindak pidana fiskal, akan tetapi

karena perbuatan yang mengurangi kesanggupan/kewajiban perpajakan merupakan

hal – hal yang kurang pasti, maka hendaknya diusahakan agar tidak terperangkap

kedalam perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan penyelundupan pajak.

Bersamaan dengan itu, wajib pajak memperoleh kesempatan yang luas untuk

melakukan penyelundupan pajak, baik secara uniteral dengan cara memberikan

informasi yang palsu atau menunda pembayaran, maupun kesempatan lain untuk

melakukan penyelundupan pajak secara bilateral dengan cara menyuap petugas

penetapan, pemeriksa dan penagih pajak dari jajaran instansi pajak.

Sebagai konsekuensinya, apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka

tidak akan terjadi penurunan dalam jumlah biaya fiskal yang dapat dkurangkan. Oleh

karena itu, juga tidak akan menimbulkan kenaikan Penghasilan Kena Pajak.

Pengurangan pembayaran PPh tersebut, yang juga merupakan jumlah pajak yang

Page 54: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

54

dapat dihemat, hanya akan meningkatkan laba setelah pajak. Berbeda dengan

aktivitas mencari laba/menambah aktivitas penghasilan dengan perencanaan pajak

yang memberikan keuntungan yang sama sekali tidak termasuk dalam ruang lingkup

pengenaan PPh.

Sesuai dengan Pasal 1 angka (9) Undang – Undang No. 36 tahun 2008, pajak

terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam

tahun pajak atau bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Penghitungan pajak terhutang wajib pajak badan adalah:

1) Menentukan laba bruto yang diperoleh perusahaan dalam satu tahun pajak

2) Menentukan laba bruto dengan biaya – biaya yang menurut Pertauran Perpajakan

dapat dikurangkan.

3) Mengkoreksi kemungkinan pembebanan biaya yang bersifat

menambah/mengurangi penghasilan kotor.

4) Hasil pengurangan biaya – biaya tersebut mempunyai laba netto sebelum pajak,

atau disebut juga dengan laba kena pajak atau Penghasilan Kena Pajak (PKP).

PKP ini mempunyai dasar penghitungan besarnya pajak terhutang.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perencaan pajak dapat melakukan

penghindaran pajak (tax avoidance) dengan mempertimbangkan aspek – aspek

perencanaan pajak sebagai langkah peningkatan kepatuhan dan efisiensi pajak, yang

meliputi: proyeksi perpajakan, kebijakan akuntansi, bentuk usaha,

Page 55: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

55

pengawasan/pemeriksaan perpajakan, dan aspek ketentuan peraturan perpajakan

lainnya.

Untuk lebih jelasnya, narasi alur berpikir diatas diilustrasikan melalui gambar

diagram kerangka konsep berikut ini.

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008

Efisiensi Pajak Penghasilan Badan

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No 36 tahun 2008

Pajak Terhutang

Tax Planning

Page 56: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

56

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan studi kasus. Sugiono (2010 : 19), mendefinisikan “Penelitian deskriptif

adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil

penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif digunakan

untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan

akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode

kuantitatif digunakan untuk mengetahui perhitungan yang tepat bagi perusahaan

dalam melakukan perencanaan pajak dengan cara mengumpulkan, menganalisis, dan

menginterpretasikan data yang berwujud angka-angka. Pendekatan studi kasus

digunakan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat

dan karakter yang khas dari suatu lembaga atau organisasi.

3.2. Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel

Kata populasi (population/universe) dalam statistika merujuk pada sekumpulan

individu dengan karakteristik khas yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian

(pengamatan). Populasi dalam statistika tidak terbatas pada sekelompok orang, tetapi

Page 57: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

57

juga binatang atau apa saja yang menjadi perhatian kita. Misalnya populasi bank

swasta di Indonesia, tanaman, rumah, alat-alat perkantoran, dan jenis pekerjaan.

Menurut Sugiyono (2011 : 119), populasi dapat didefinisikan sebagai wilayah

generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulan.Populasi merupakan kumpulan individu atau objek penelitian

yang memiliki kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Penelitian ini

menggunakan laporan keuangan CVF2 Berkarya dari tahun 2007 sampai dengan

tahun 2013 sebagai populasi penelitiannya. Sedangkan sampel dalam penelitian ini

adalah laporan laba rugi CV F2 Berkarya tahun 2013.

3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel dependen (variabel

terikat) dan variabel independen (variabel bebas).

1. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu

variabel independen. Dalam penelitian ini, variabel dependennya adalah Pajak

Penghasilan Badan.

2. Variabel independen merupakan variabel penjelas atau variabel yang

mempengaruhi variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

perencanaan pajak.

Page 58: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

58

3.3.1. Definisi Variabel

Definisi variabel berisi definisi dari variabel dependen dan variabel

independen yang dijadikan indikator dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

3.3.1.1. Pajak Penghasilan Badan

Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas

laba perusahaan/badan. Pajak penghasilan terdiri dari unsur penghasilan dan

biaya fiskal yang penentuan penghasilan dan biaya berbeda antara akuntansi

dengan perpajakan.

3.3.1.2. Perencanaan Pajak

Perencanaan Pajak adalah suatu proses organisasi usaha wajib pajak

sedemikian rupa, sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun

pajak lainnya berada dalam posisi paling efisien sepanjang hal itu

dimungkinkan baik oleh peraturan perundang-undangan perpajakan maupun

secara komersil.

3.4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu:

Page 59: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

59

1. Observasi, yaitu peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang

diteliti agar mendapat data yang diperlukan.

2. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data berupa dokumen dan catatan perusahaan

yang diperlukan dalam penelitian ini.

3.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu dalam melakukan penelitian yaitu

untuk mengumpulkan data secara terencana. Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan instrumen penelitian disesuaikan dengan teknik pengumpulan data.

Untuk lebih memperlancarnya, penulis terlebih dahulu membuat daftar kebutuhan

data yang diperlukan untuk tujuan penulisan. Dalam melakukan observasi, yang

dibutuhkan adalah penulis sendiri berdasar daftar kebutuhan data. Untuk

pengumpulan data dokumentasi menggunakan alat tulis manual maupun elektronik.

3.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif

kuantitatif. Adapun tahapan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini akan

dijelaskan dalam gambar sebagai berikut :

Page 60: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

60

Gambar 3.1. Teknik Analisis Data

Mengumpulkan data-data perusahaan yang dipergunakan dalam melakukan tax

planning

Melihat sumber-sumber penghasilan serta mendefinisikan jenis biaya-biaya

Melakukan tax planning

Page 61: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

61

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

4.1. Penyajian Data

4.1.1. Sejarah Singkat CV F2 Berkarya

CV F2 Berkarya adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan alat

tulis kantor yang didirikan dengan Akta No 03 Januari 2009 dari Notaris Indriani

Yasmin, SH., Notaris di Sidoarjo. CV F2 Berkarya berlokasi di Jl. Tambak Mayor

Baru V/243 Surabaya dengan no NPWP 31.451.751.7-614.000. CV F2 Berkarya

mensuplai alat tulis kantor seperti HVS, Continouos Form, amplop, dll sampai

dengan alat elektronik berupa mesin fax, mesin fotocopi, komputer, dll ke perusahaan

negeri maupun swasta yang ada di Surabaya.

4.1.2. Visi dab Misi CV F2 Berkarya

Adapun visi dan misi CV F2 Berkarya adalah sebagai berikut:

Visi: CV F2 Berkarya bertekad memenuhi kebutuhan pelanggan.

Misi: Memberikan produk yang berkualitas serta didukung oleh sumber daya manusia

yang handal sehingga memberikan manfaat bagi agama, bangsa, dan masyarakat.

Page 62: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

62

4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam organisasi dengan segala aktivitas, terdapat hubungan antara orang-

orang yang menjalankan aktivitasnya. Makin banyak kegiatan yang dilakukan dalam

organisasi, makin kompleks pula hubungan-hubungan dalam organisasi tersebut.

Struktur organisasi yang baik merupakan salah satu syarat keberhasilan untuk

menangani kegiatan usaha dalam rangka pencapaian sasaran perusahaan. Tetapi

struktur organisasi yang tepat bagi suatu perusahaan yang bersangkutan haruslah

menguntungkan jika ditinjau dari segi ekonomi dan bersifat fleksibel sehingga bila

ada perluasan keadaan, tidak akan mengganggu susunan yang telah ada.

Struktur organisasi dimaksudkan sebagai alat ukur control bahkan diharapkan

struktur organisasi dapat membawa persatuan dan dinamika suatu perusahaan, atau

dapat dikatakan bahwa struktur organisasi inilah yang mempersatukan fungsi-fungsi

yang ada dalam lingkungan tersebut. Adapun pembagian tugas masing-masing fungsi

dalam struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Direktur

2. Wakil Direktur

3. Bag. Keuangan

4. Bag. Administrasi

5. Bag. Pemasaran

Page 63: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

63

Gambar 4.1

Struktur Organisasi CV F2 Berkarya

Sumber : CV F2 Berkarya

4.2. Analisis Data

4.2.1. Implementasi Perencanaan Pajak dalam Perusahaan

4.2.1.1. Kebijakan-kebijakan Akuntansi yang Diterapkan Perusahaan

Dalam Perhitungan PPh Terhutang

Kebijakan akuntansi perusahaan dalam menjalankan usahanya antara lain:

a. Dasar pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan adalah cash basis

b. Sistem penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO

c. Sistem pencatatan persediaan dilakukan dengan pencatatan perpetual.

d. Penyusutan aktiva tetap menggunakan metode garis lurus.

Direktur

Wakil Direktur

Bag. Administrasi Bag. Pemasaran Bag. Keuangan

Page 64: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

64

4.2.1.2. Memaksimalkan Penghasilan yang Dikecualikan

Dari data yang diperoleh dari perusahaan, sumber penghasilan perusahaan

CV F2 Berkarya adalah penjualan alat tulis kantor dan alat elektronik kantor.

Dalam pelaksanaan tax planning perusahaan dapat memaksimalkan

penghasilan yang dikecualikan dan dikenakan PPh final. Berdasarkan sumber

penghasilan yang ada dalam perusahaan yang dapt dijadikan alternative bagi

perusahaan untuk memperkecil PKP (Penghasilan Kena Pajak) adalah

penghasilan bunga/jasa giro, karena penghasilan bunga dikenai pajak final.

4.2.1.3. Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang

Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang

a. Biaya Makan/Minum

Perusahaan tidak memberikan uang makan siang ataupun tunjangan beras

kepada karyawan, tetapi perusahaan memberikan makan dan minum

bersama bagi karyawan.

b. Tunjangan Asuransi

Keputusan perusahaan untuk membayar premi asuransi karyawannya sesuai

aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang

mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan.

c. Biaya Perbaikan dan Penyusutan Kendaraan

Perusahaan menyediakan kendaraan dinas yang disediakan untuk bagian

pemasaran. Biaya perbaikan/pemeliharaan/penyusutan kendaraan yang

Page 65: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

65

dipakai oleh bagian pemasaran, tidak dapat dikurangkan seluruhnya sebagai

biaya perawatan dan penyusutan kendaraan dalam laopran laba rugi

perusahaan.

4.2.2. Strategi Perencanaan Pajak (Tax Planning) untuk Penghematan Jumlah

Pajak Penghasilan yang Dilakukan oleh CV F2 Berkarya dengan Undang-

Undang yang Berlaku

4.2.2.1. Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang

Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang

a. Biaya Makan/minum

Perusahaan tidak memberikan uang makan siang ataupun tunjangan beras

kepada karyawan, tetapi perusahaan memberikan makan dan minum

bersama bagi karyawan. Pemberian makan bersama bagi karyawan bukan

merupakan Objek Pajak PPh pasal 21 karena makan bersama merupakan

pemberian dalam bentuk natura. Dengan demikian dari sisi karyawan

pemberian makan ini tidak akan menambah PPh pasal 21 terutang.

Disisi perusahaan berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh No. 36

Tahun 2008, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan

sebagai biaya, kecuali penyediaan makanan dan miniman bagi seluruh pegawai.

Artinya pemberian makan dan minum bersama walaupun bentuk natura, dapat

Page 66: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

66

dibiayakan oleh perusahaan (deductible expenses). Dengan demikian di sisi

perusahaan akan mengurangi PPh Badan yang terutang.

Apabila dibandingkan perlakuan pajak dalam hal pembiayaan pemberian

makan bersama dengan pemberian tunjangan makan berupa uang kehadiran,

maka akan lebih menguntungkan karyawan dan perusahaan apabila memilih

kebijakan pemberian makan bersama karena dengan memberikan makan

bersama bukan merupakan penghasilan bagi karyawan. Sedangkan apabila

diberikan berupa tunjangan makan , maka tunjangan makan tersebut menjadi

Penghasilan Kena Pajak bagi karyawan. Oleh karena itu, keputusan perusahaan

untuk memberikan makan dan minum bersama karyawan sudah baik.

b. Tunjangan Asuransi

Untuk premi yang ditanggung perusahaan, menurut UU PPh No.36 Tahun

2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, pembayaran tersebut boleh dibebankan dalam

Penghasilan Kena pajak perusahaan dan bagi karyawan yang bersangkutan,

menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 57/PJ/2009

tentang Objek Pajak PPh pasal 21, adalah penghasilan yang merupakan

Objek Pajak. Premi yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, menurut

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 57/PJ/2009 tentang

pengurangan yang diperbolehkan dalam menghitung Penghasilan Kena

Pajak PPh pasal 21 dihitung sebagai pengurang penghasilan bagi Wajib

Pajak yang bersangkutan.

Page 67: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

67

Keputusan perusahaan untuk membayar premi asuransi karyawannya

sesuai aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang

mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan.

c. Biaya Perbaikan dan Penyusutan Kendaraan

Perusahaan menyediakan kendaraan dinas yang disediakan direktur

pemasaran. Biaya perbaikan/pemeliharaan/penyusutan kendaraan yang

dipakai oleh direktur, tidak dapat dikurangkan seluruhnya sebagai biaya

perawatan dan penyusutan kendaraan dalam laporan laba rugi perusahaan.

Jumlah biaya yang dapat dibiayakan hanya 50% karena sesuai dengan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 220/PJ/2002 pasal 3 ayat

(2), biaya pemeliharaan dan perbaikan kendaraan yang dimiliki dan

dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau

pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari

jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan dalam tahun pajak yang

bersangkutan.

Perusahaan dapat membiayakan seluruhnya apabila kendaraan kantor

tidak diberikan sebagai fasilitas bagi direktur, melainkan digunakan sepenuhnya

hanya untuk keperluan perusahaan saja. Hal ini juga menghindari penggunaan

kendaraan kantor untuk keperluan pribadi karyawan, misalnya supir

perusahaan.

Sehingga dengan demikian tidak perlu ada koreksi fiskal untuk biaya

pemeliharaan, karena jika perusahaan tidak memberikan mobil dinas kepada

Page 68: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

68

karyawan maka seluruh biaya pemeliharaan ditanggung oleh perusahaan dana

akan menjadi biaya yang akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak bagi

perusahaan.

4.2.2.2.Metode Penyusutan

Ada dua jenis metode penyusutan yang diberlakukan dalam UU

Perpajakan, yaitu metode garis lurus (straight line) dan metode saldo menurun

(double declining). Dan perusahaan pada saat ini menggunakan metode

penyusutan garis lurus. Sebaiknya perusahaan menggunakan metode

penyusutan yang diperbolehkan menurut Peraturan Perpajakan. Hal ini

membantu dalam penyusunan laporan laba rugi fiskal karena tidak perlu

melakukan koreksi terhadap biaya penyusutan. Akan tetapi, kedua metode

tersebut sebenarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing,

yang tentu saja pilihan masing-masing Wajib Pajak dapat berbeda mengingat

adanya perbedaan kepentingan.

Apabila yang menjadi dasar perbandingan adalah faktor komersial, kedua

metode ini akan berbeda kalau dinilai secara future value. Mana yang dipilih

dari kedua metode penyusutan tersebut, antara kebijakan fiskal dan kebijakan

perusahaan dapat bertentangan. Di satu pihak diinginkan laba tinggi tetapi

dipihak lain dengan adanya laba tinggi itu maka PPh juga menjadi tinggi. Di

akhir penyusutan diketahui bahwa future value dari biaya penyusutan

menggunakan metode garis lurus lebih rendah dibanding salado menurun,

Page 69: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

69

dalam arti metode garis lurus menghasilkan laba yang lebih tinggi dibanding

metode saldo menurun serta akan menghasilkan PPh terutang yang lebih tinggi

pula. Jadi, apabila dinilai secara future value, penggunaan saldo menurun akan

lebih menghemat PPh terhutang.

4.2.2.3.Perbandingan Laba Rugi Fiskal Sebelum dan Setelah Tax Planning

Berikut adalah perbandingan laporan laba rugi fiskal sebelum tax

planning dan setelah tax planning.

Tabel 4.1

CV F2 BERKARYA

Laporan Laba Rugi

Periode 1 Januari – 31 Desember 2013

(dalam rupiah)

Laba Rugi Fiskal

(sebelum tax planning)

Laba Rugi Fiskal

(setelah tax planning)

Penjualan

Biaya Pokok Penjualan

Laba Bruto

Beban Operasional

B. Gaji dan Tunjangan

B. Listrik

B. Telepon dan Fax

B. Handphone

B. Air

B. PBB

B. Perlengkapan ATK

2.207.491.420,00

1.661.278.968,00

546.212.452,00

280.848.000,00

6.280.932,00

2.922.144,00

2.400.000,00

877.500,00

735.125,00

756.000,00

2.207.491.420,00

1.661.278.968,00

546.212.452,00

280.848.000,00

6.280.932,00

2.922.144,00

2.400.000,00

877.500,00

735.125,00

756.000,00

Page 70: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

70

B. Pos, dan Meterai

B. Pemeliharaan Kendaraan

Beban Administrasi Bank

Beban Penyusutan

Jumlah Beban Operasional

Pendapatan (Beban) Lain-lain

Jasa Giro

Pendapatan Lain-lain

Piutang Tak Tertagih

Beban Pajak Rekening

Beban Lain-lain

Jumlah Pendapatan (Beban)

Lain-lain

Laba Sebelum Pajak

Beda Waktu :

Penyusutan Aset Tetap

Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Beda Permanen :

Makan Siang Karyawan

Beban Handphone (50%)

Pemeliharaan Kendaraan

Jasa Giro

Laba Fiskal Sebelum Pajak

Pembualatan Laba Fiskal

Sebelum Pajak

1.411.000,00

8.580.000,00

255.000,00

6.250.000,00

(311.315.710,00)

8.098.479,60

127.000,00

0,00

(307.552,68)

(96.000,00)

7.821.926,92

242.718.677,92

5.600.000,00

0,00

6.048.000,00

2.400.000,00

8.580.000,00

8.098.479,60

273.445.157,52

273.445.200,00

1.411.000,00

8.580.000,00

255.000,00

6.250.000,00

(311.315.710,00)

8.098.479,60

127.000,00

0,00

(307.552,68)

(96.000,00)

7.821.926,92

242.718.677,92

5.600.000,00

0,00

6.048.000,00

1.200.000,00

0,00

8.098.479,60

263.665.157,52

263.665.200,00

Sumber : CV F2 Berkarya

Page 71: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

71

1. Sebelum tax planning

PPh terutang tahun 2013 :

25% x Rp 273.445.200,00 = Rp 68.361.300,00

Manfaat (Beban) Pajak Tangguhan :

Penyusutan Aset Tetap dari kendaraan bermotor (sepeda motor) yang dibeli

dengan harga Rp 14.000.000,00 tahun 2011 dan nilai sisa ditaksir 20% dari harga

perolehan.

Penyusutan tahunan = (100% - 20%) – Rp 14.000.000,00 : 4 tahun

= Rp 2.800.000,00 per tahun

Penyusutan Aset Tetap x 25%

Rp 5.600.000,00 x 25% = Rp 1.400.000,00

Jumlah Pajak Penghasilan adalah Rp 66.961.300,00

2. Setelah tax planning

PPh terutang tahun 2013

25% x Rp 263.665.200,00 = Rp 65.916.300,00

Manfaat (Beban) Pajak Tangguhan :

Penyusutan Aset Tetap x 25% Rp 1.400.000,00

Jumlah Pajak Penghasilan adalah Rp 64.516.300,00

Page 72: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

72

Sebelum dilakukan tax planning, laba bersih setelah pajak adalah :

Laba Bersih Komersil : Rp 242.718.677,92

Pajak Penghasilan : Rp 66.961.300,00

Laba Setelah Pajak : Rp 175.757.377,92

Setelah dilakukan tax planning, laba bersih setelah pajak adalah :

Laba Bersih Komersil : Rp 242.718.677,92

Pajak Penghasilan : Rp 64.516.300,00

Laba Setelah Pajak : Rp 178.202.377,92

Maka penghematan pajak yang diperoleh akibat dilakukannya tax planning

adalah sebesar Rp 2.445.000,00 . Laba bersih komersil setelah pajak adalah jumlah

uang yang diperoleh perusahaan setelah dipotong pajak penghasilan yaitu sebesar Rp

178.202.377,92. Penghematan ini dapat terjadi karena penerapan tax planning yang

meniadakan fasilitas mobil dinas bagi direksi berdampak positif terhadap biaya

pemeliharaan pabrik, dimana anggaran untuk mobil tersebut dialihkan menjadi biaya

operasional pabrik. Sehingga biaya pemeliharaan yang telah dikoreksi sebesar Rp.

8.580.000,00 seluruhnya dibebankan kepada biaya operasional perusahaan. Dan

temuan lainnya yang digunakan untuk menghemat pajak yaitu beban handphone

sebesar Rp 1.200.000,00 yang digunakan untuk fasilitas dinas direksi.

Jumlah kewajiban pajak penghasilan badan akan berbeda apabila wajib pajak

menerapkan tax planning secara efektif berdasarkan Peraturan Perpajakan yang

Page 73: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

73

berlaku, sehingga dapat menimbulkan penghematan pajak yang bermanfaat bagi

kepentingan perusahaan. Setelah perusahaan menerapkan tax planning yang

menghasilkan PPh terutang untuk tahun 2013 sebesar Rp 64.516.300,00 secara

otomatis membantu menurunkan PPh terutang perusahaan. Yang mana PPh terutang

perusahaan sebelum menerapkan tax planning sebesar Rp 66.961.300,00. Sehingga

bisa dilihat dengan jelas adanya efisiensi penghematan pajak sebesar Rp

2.445.000,00.

Page 74: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

74

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perencanaan pajak dan

besarnya penghematan pajak terutang CV F2 Berkarya, dapat disimpulkan bahwa

penerapan tax planning yang dilakukan CV F2 Berkarya belum efisien.

Meskipun dilihat dari hasil penerapan tax planning yang meniadakan fasilitas

mobil dinas bagi direksi berdampak positif terhadap biaya pemeliharaan kendaraan,

dimana anggaran untuk mobil tersebut dialihkan menjadi biaya pemeliharaan mobil

box untuk pengiriman barang atau masuk dalam biaya operasional. Biaya

pemeliharaan sebesar Rp 8.580.000,00 dan beban handphone sebesar Rp

1.200.000,00 yang digunakan untuk fasilitas dinas direksi yang akan menjadi

pengurang penghasilan kena pajak.

Dengan diterapkannya tax planning tersebut maka perusahaan berhasil

melakukan penghematan pajak sebesar Rp 2.445.000,00, sehingga laba komersil yang

awalnya Rp 175.757.377,92 naik menjadi Rp 178.202.377,92. Dengan adanya

perencanaan pajak pada CV F2 Berkarya, seharusnya penghematan pajak bisa lebih

besar. namun wajib pajak sudah memiliki kesadaran untuk membayar pajak sebesar

jumlah yang sudah direncanakan atau dengan kata lain wajib pajak badan akan lebih

patuh dalam melunasi ataupun membayar pajak tepat pada waktunya.

Page 75: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

75

5.2. Saran

Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan, berdasarkan pengamatan data-data

yang diperoleh dari perusahaan serta teori yang ada maka penulis memberikan saran

agar CV F2 Berkarya dapat mencari lebih banyak celah yang diperbolehkan didalam

perencanaan pajak supaya penghematan pajak terutang lebih besar dan efisien. Dan

semoga CV F2 Berkarya tetap mempertahankan penerapan perencanaan pajak yang

telah sesuai dengan peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku. Serta yang

terpenting adalah perusahaan harus senantiasa mengikuti perkembangan peraturan-

peraturan perpajakan ataupun isu-isu terkait dengan perpajakan.

Dengan demikian diharapkan pula dengan adanya perencanaan pajak maka

tingkat kepatuhan wajib pajak pada CV F2 Berkarya menjadi semakin baik.

Page 76: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

76

DAFTAR PUSTAKA

Burton, Richard. 2008. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Gunadi, 2007. Akuntansi Pajak Edisi Ketiga Cetakan Pertama. PT Gramedia,

Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat,

Jakarta.

Ismarita. 2007. Pengaruh Penerapan Tax Planning Biaya Pegawai Terhadap Beban

Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan. Skripsi, FE-Univ. Widyatama,

Bandung.

Lindawati. 2010. Penerapan Tax Planning dalam Meminimalkan Pajak Penghasilan

pada PT. X Surabaya. Skripsi, FE-Univ. Kristen Petra, Surabaya.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta.

Muljono, Djoko. 2009. Akuntansi Pajak Lanjutan. Salemba Empat, Jakarta.

Nur, Musdalifah. 2008. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) dalam Upaya

Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan PT Makassar Indah Graha

Saran. Skripsi, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Pandiangan, Liberti. 2008. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan

Berdasarkan undang-Undang Terbaru. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Page 77: Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan Pada CV F2 Berkarya

77

Pangaribuan, Freddy. 2008. Manajemen Pajak (Tax Management). PT Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Resmi, Sitti. 2009. Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 5 Buku 1. Salemba Empat,

Jakarta.

Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

___________. 2007. Perencanaan Pajak Edisi Keempat. Salemba Empat, Jakarta.

___________. 2008. Hukum Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

___________. 2009. Perencanaan Pajak Edisi Keempat. Salemba Empat, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.

___________. 2009. Akuntansi Pajak Edisi Kedua. Salemba Empat, Jakarta.

___________. 2010. Akuntansi Pajak Edisi Ketiga. Salemba Empat, Jakarta.

___________. 2010. Perpajakan Indonesia, Buku I, Edisi 9. Salemba Empat, Jakarta.