pbl pleno blok 10 f2
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
Struktur dan Mekanisme Kerja Ginjal Manusia
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 –Jakarta barat
Kelompok F2
Prilia Pratiwi Munda 10.2010.150
Clement Tirta 10.2011.019
Sintia Fransiska 10.2011.080
Jefri 10.2011.161
Cecillia Wirawanty 10.2011.187
Andreas Edvan Sanjati Ley 10.2011.349
Chelsea Vanessa 10.2011.398
Abraham Bayu Theodoron 10.2011.441
Daftar Isi
1. Kata Pengantar...................................................................................................................2
2. Bab I Pendahuluan.............................................................................................................3
3. Bab II Isi................................................................................................................4
2.1 Struktur Mikroskopis Jantung........................................................................4
2.2 Struktur Makroskopis Jantung........................................................................7
2.3 Mekanisme Kerja Jantung............................................................................12
4. Bab III Penutup....................................................................................................28
5. Daftar Pustaka......................................................................................................28
2
Kata Pengantar
Tubuh manusia terdiri dari organ-organ yang memiliki fungsi masing-masing. Pada
kasus tertentu, terdapat kerusakan atau ketidakefektifan fungsi suatu organ tersebut. Dewasa
ini, masyarakat sudah mulai mengetahui organ-organ tubuh serta fungsinya secara umum.
Namun masyarakat terkadang tidak mengetahui beberapa fungsi dari organ tubuh lain selain
jantung yang sudah umum. Salah satu di antaranya adalah ginjal. Ginjal manusia ada dua,
yakni ginjal kanan dan kiri. Fungsi ginjal sendiri secara umum adalah sebagi filter darah
manusia.
Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting karena fungsinya yang banyak dan
menunjang kehidupan. Ukuran ginjal tidak lebih dari ukuran telapak tangan saat tertutup.
Namun di balik itu semua tersimpan suatu mekanisme kompleks untuk menjaga tubuh agar
tetap dalam keadaan normal serta berbagai mekanisme pertahanan tubuh atas kekurangan
ion-ion yang penting dalam menunjang kehidupan.
Adapun kelainan pada ginjal dapat mengakibatkan berbagai gangguan. Contoh
kelainan pada ginjal adalah adanya edema. Edema adalah keadaan bertambahnya jumlah
cairan di dalam ruang-ruang jaringan interstisial atau rongga tubuh. Edema timbul karena
adanya “kesalahan” dalam mekanisme ginjal yang dapat disebabkan berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Oleh karena gangguan tersebut ginjal tidak dapat mempertahankan
fungsinya sebagai penjaga stabilitas air dan ion dalam tubuh. Oleh karena itu penulis
membahas tema ginjal agar para pembaca dapat memahami mekanisme ginjal serta fungsi-
fungsi ginjal secara lebih mendetail.
Jakarta, 26 September 2012
Penulis
3
Pembahasan
Skenario A :
Seorang laki-laki usia 58 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan bengkak pada kedua
kaki sejak 4 bulan yang lalu. Sejak 2 minggu terakhir bengkak dirasakan semakin parah, dan
perutnya mulai membuncit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg,
pitting oedem dan asites.
Identifikasi istilah yang tidak diketahui :
1. Pitting Oedem : perpindahan air interstisial oleh tekanan jari pada kulit, sehingga
menimbulkan cekungan.1
2. Asites : pengumpulan cairan serosa dalam rongga perut.2
Rumusan Masalah :
- Seorang laki-laki usia 58 tahun dengan keluhan bengkak pada kedua kaki sejak 4
bulan yang lalu dan sejak 2 minggu terakhir bengkak semakin parah, perut
membuncit.
- Pada pemeriksaan fisik Hipertensi, pitting oedem, asites.
Hipotesis :
Laki-laki 58 tahun tersebut mengalami gangguan pada fungsi kerja ginjal & mekanisme kerja
ginjal.
Struktur Ginjal
1. Mikroskopis
Struktur mikroskopis ginjal adalah sebagai berikut.
a. Korteks
Korteks ginjal terdiri atas banyak tubulus kontortus dan badan-badan bulat
yang dikenalsebagai korpus renal atau korpus Malpighi. Korteks tidak hanya
membentuk bagian luarginjal, tetapi pada tempat-tempat tertentu menyusup diantara
bagian medula danmembentuk apa yang disebut kolom Bertini atau kolom Renal.
4
b. Medula
Massa medula utama terdiri atas 8 sampai 18 piramid medula. Bagian
dasarnya yanglebar berhubungan dengan bagian korteks dan bagian puncak (apeks)
yang membulat danmenonjol ke dalam kaliks minor.
c. Nefron
Parenkim ginjal terdiri atas nefron atau tubulus uriniferus yang berhimpit
padat. Nefronmerupakan satuan fungsional ginjal yang bertugas menghasilkan urine.
Diantara tubulusini tedapat pembuluh darah dan sedikit jaringan ikat. Tubulus ini
bermuara ke dalamtubulus penampung (duktus koligens), kemudian ke tubulus
penampung besar (duktuspapilaris Bellini), yang mengcurahkan urine ke dalam
pelvis dan ureter melalui kaliksminor dan mayor.
d. Korpus Renal
Korpus renal merupakan badan bulat berdiameter 0,2 mm yang terdapat pada
bagiankorteks dan kolom renal. Terdapat 1 juta atau lebih korpus renal pada setiap
ginjal. 1korpus renal terdiri atas 2 bagian, glomerulus di pusat dan suatu kapsula
glomerulus, yangberupa pelebaran tubulus renal mirip kantung, yang disebut kapsula
Bowman.
GlomerulusGlomerulus terdiri atas gelung-gelung kapiler yang terdapat
diantara arteriolaferen dan arteriol eferen. Daerah tempat arteriol aferen masuk dan
arteriol eferenkeluar disebut kutub vaskular. Setelah masuk dalam glemerulus,
arteriol aferenmemecah menjadi 4 atau 5 kapiler yang relatif besar. Masing- masing
kapiler inimenjadi sejumlah kapiler yang lebih kecil yang membentuk lengkung-
lengkung tidak teratur menuju ke arteriol eferen. Arteriol eferen lebih kecil dari
arteriolaferen. Perbedaan ukuran ini ada kaitan dengan fungsinya . pembuluh
eferenmengangkut lebih sedikit cairan bila dibandingkan dengan pembuluh
aferen,karena cukup banyak cairan tersaring dari darah selama melalui
kapilerglomerulus. Akibat adanya perbedaan ukuran maka tekanan di dalam
aliranglomerulus tetap dipertahankan dan hal ini membantu penyaringan plasma.
Kapsula ini terdapat lapisan dalam atau viseral yang melapis glomerulus,
dansuatu lapisan luar atau parietal. Lapisan viseral secara langsung
membungkusglomerulus, dan terdiri atas selapis sel epitel gepeng diatas membran
basal, yangtelah menyatu dengan membran basal epitel kapiler glomerulus. Jadi
epitelviseral dan endotel kapiler hanya terpisah oleh suatu membran basal
tipis.Membran basal ini tebalnya hanya 0,3µm, tediri atas srat-serat halus dan
5
disebutmembran basal glomerulus. Lapisan parietal kapsula Bowman terdiri atas
selapis sel epitel gepeng. Celah diantara lapian viseral dan parietal disebut „ruang
urine‟ atau ruang Bowman.
Sel-sel gepeng lapisan viseral kapsula Bowman mempunyai struktur khusus, dan sel
itudisebut podosit. Podosit ini gepeng, merangkul sel endotel kapiler. Juluran-juluran
kakiatau pedikelnya menempel pada membran basal dan berselisih dengan pedikel-
pedikel podosit sebelahnya. Podosit merupakan sel yang sangat aktif yang tercermin
daribanyaknya metokondria, vakuola dan mikrotubul di dalam sitoplasma. Endotel
kapiler yang terdapat disini memiliki tingkap yang kecil-kecil. Pori-pori ditutup
fragma khusus.Pedikel-pedikel podosit yang berbaris paralel dan berselisip dengan
pedikel podositberdekatan, mirip susunan kancing-rigi (resleting). Keadaan ini
membentuk sawar selektif.
e. Sel mesangial
Sel ini merupakan sel fagositik, berupa perisit pada lengkung kapiler
golmerulus. Selmesangial membersihkan sisa sel mati dan kompleks imun, yang bila
dibiarkan akanmenyumbat saringan urin. Jadi fungsinya adalh sebagai pembersih
saringan.
f. Tubulus renal
Tubulus renal terdiri atas kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle
pars descendens, yang terletak dalam bagian piramid medula yang membalik dan
membentuk ansa Henle, ansa Henle pars asenden, menuju dan masuk kembali ke
korteks dan melanjutkan diri sebagai tubulus kontortus distal, yang bagian akhirnya
melurus dan membentuk tubulus penghubung, yang berakhir dengan bermuara pada
duktus koligens.
Diantara tubulus kontortus distal dan tubulus penghubung terdapat suatu
segmenbersudut pendek, tubulu berbiku (zig-zag). Duktus koligens mulai dari
bagiankorteks dan pada jarak-jarak pendek saling berhubungan dan akhirnya
bermuarake dalam saluran lebar yang disebut duktus Bellini, yang akan bermuara
padapuncak piramid yang menonjol ke dalam kaliks minor.
Tubulus kontortus merupakan segmen nefron yang paling besar dan paling
berkelok dan membentuk sebagian besar korteks. Panjangnya lebih kurang 14 mm
dengangaris tengah 50-60um. Dilapisi selapis sel-sel silindris rendah atau
piramidterpancung, dengan inti bulat, dan sitoplasma bergranula yang terpulas
gelapdengan eosin. Permukaan bebas sel-sel epitel dilengkapi mikrosili yang
6
membentuk semacam “Brush Border”. Mitokondria berderet-deret pada agian basal
sel yang memberinya corak bergaris. Bagian sel dekat “Brush Border” mengandung
fosfatase alkali.
Ansa Henle Pars Desenden Bagian ini mempunyai susunan sama dengan yang
terdapat pada tubulus kontortus proksimal, kecuali “Brush Border” nya yang disini
kurang berkembang. Ansa Henle Segmen Tipis. Bagian ansa henle ini mempunyai
gais tengah 15µm, dilapisi selapis sel epiteliolpipih dngan ini menonjol ke dalam
lumen. Mikrofili yang membentuk brush border disini lebih sedikit dan lebih
pendek. Mitokondria dalam sel juga kurang. Ansa Henle Pars Asenden Panjang
bagian ini 9mm dengan garis tengah 30µm. Bagian ini “naik” menuju korteks dan
menghampiri kutub atau polus vaskular glomerulus asalnya. Padatempat ini saluran
telah menjadi tubulus kontortus distal. Bagian saluran inidibatasi sel kuboid yang
terletak diatas membran sel.
Tubulus Kontortus Distal berawal dekat kutub vaskular glomerulus dan
berakhir saat menyatu dengan duktus koligens bagian melengkung. Panjangnya 4 ½
-5 mm, dengan garistengah 22-50 µm. Dilapisi sel kuboid. Pada bagian distal yang
berdekatan dengan ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan ateriol aferen, sel-
sel yangberbatasan dengan ateriol itu mengalami perubahan menjadi berbentuk
silindris. Bagian tubulus distal yang mengalami perubahan ini disebut makula densa.
Sel-sel ini membentuk aparatus yuksta-glomerular bernama sel-sel epiteloid. Pada
tunika media arteriol aferen yang bersebelahan. Sel terakhir ini menghasilkan renin.
Duktus Koligens Bagian ini dilapisi epitel selapis kuboid.3-4
Struktur Makroskopis
Ginjal terletak retroperitoneal, yaitu diantara peritoneum parietale dan fascia
transversa abdominis, pada sebelah kanan dan kiri kolumna vertebralis. Ren sisinstra terletak
setinggi costa XI atau vertebra lumbal 2-3, sedangkan ren dextra terletak setinggi costa XII
atau vertebra lumbal 3-4. Jarak antar extremitas superior ren dextra dan sinistra adalah 7 cm,
sedangkan jarak antara ekstremitas inferior ren dextra dan sinistra adalah 11 cm. Sedangakn
jarak dari ekstremitas inferior ke crista iliaca adalah 3-5 cm. Panjangnya sekitar 12.5 cm dan
tebalnya 2.5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara
7
125 sampai 175 g pada laki-laki dan 115 sampai 155 g pada perempuan. Ren berbentuk
seperti kacang dan memiliki :
1. Dua ekstremitas, yaitu superior dan inferior. Kedua ekstremitas superior
ditempati oleh galndula suprarenalis yang dipisahkan dari ren oleh lemak
perirenalis.
2. Dua margo, yaitu lateralis yang berbentuk konveks dan medialis yang berbentuk
konkaf.5-6
Pada margo medialis terdapat suatu pintu yang disebut hilus renalis, dan merupakan
tempat masuknua pembuluh-pembuluh darah, lymphe, saraf dan ureter. Umumnya susunan
pembuluh pada hilus renalis dari ventral ke dorsal sebagai berikut: v. Renalis-a. Renalis-
ureter. Hilus renalis membuka dalam suatu ruangan yang disebut sinus renalis. Didalam sinus
renalis dapat dijumpai pembuluh-pembuluh darah, saraf, lymphe dan pelvis renis.5
3. Dua facies yaitu anterior yang berbentuk cembung dan posterior yang agak datar.
Facies anterior dan poterior merupakan bagian ren yang berhubungan dengan
organ sekitarnya sehingga masing-msing facies anterior ren memiliki
karakteristik masing-masing seperti dibawah ini.5
a. Facies anterior ren dexter
Facies anterior ren dexter berhubungan dengan pars affixa hepatis
(dipidahkan oleh fascia renalis). Pada margo medialis berhubungan dengan
pars descendens duodeni (dipisahkan oleh fascia renalis). Mendekati
ekstremitas inferior berubungan dengan colon ascendens/flexura coli dextra
(dipisahkan oleh fascia renalis). Sebagian besar facies anterior dan margo
lateralis berhubungan dengan facies inferior hepar (dipisahkan oleh
peritoneum). Mendekati ekstremitas inferior berhubungan dengan lengkung-
lengkung ileum (dipisahkan oleh peritoneum.
b. Facies anterior ren sinister
Facies anterior ren sinister berhubungan langsung denga organ sekitarnya
sebagai berikut :
i. Bagian cranio lateral mengahadap facies postero inferior gaster
(dipisahkan oleh peritoneum)
ii. Margo lateralis berhubungan dengan impression renalis lienis dan
cauda pancreatic (dipisahkan oleh peritoneum)
8
iii. Margo medialis, caudal hilus renalis berhubungan dengan lengkung-
lengkung jejunum atau disebut dengan facies jejunalis. Disebelah
craniomedial, facies anterior
iv. Diantara (i) dan (ii) berhubungan dengan lig. Lienorenale.
v. Margo medialis dan cranial facies jejunalis (iii) berhubungan dengan
corpus pancreatis dan v. Lienalis (dipisahkan oleh fascia renalis)
vi. Mendekati ektremitas inferior renalis diantara (ii) dan (iii)
berhubungan dengan flexura coli sinistra/colon descendens
(dipisahkan oleh fascia renalis).
c. Facies posterior ren sinister
Bagain cranialnya berhadapan dengan diaphragma dan costa XII dan sedikit
costa XI. Disebelah medial facies diaphragmatica berhadapan dengan crus
diaphragmaticca dan processus tranversus vertebra L!, sedangkan sebelah
lateral berhadapan dengan arcus lumbocostalis berhadpaan dengan segitiga
disebut trigonum lumbocostale. Daerah segitiga ini sering tidak lengkap
pertumbuhannya sehingga facies posterior ginjalhanya dipisahkan oleh
jaringan lemak dan pleura.
Caudal facies diaphragmatica berhubungan berturut-turut dari medial ke
lateral dengan :
i. M. Psoas major
ii. M. Quadratus lumborum
iii. Aponeurosis m. Transversus abdominis (kadang-kadang disebut
lamina anterior fascia lumbodorsalis). Juga berhubungan dengan a.
Subcostalis, a.lumbalis (1,2), n. Subcostalis, n. Iliohypo-gastricus dan
n. Ilioinguinalis.
d. Facies posterior ren dexter
Facies posterior ren dexter menyerupai facies posterior ren sinister, tapi
hanya berhubungan dengan costa XII saja karena letak ginjal kiri lebih
rendah.
Ekstremitas superior ren dexter lebih tebal, membulat dan langsing
dibandingkan extremitas inferior. Juga lebih dekat dengan bidang median.
Karena letak ekstremitas superior dan inferior berbeda letaknya dengan
bidang median, maka axis memanjang ginjal terbentang dari mediocranial ke
laterocaudal atau sesuai dengan arah m. Psoas major.5
9
Ren dibungkus oleh :
1. Capsula fibrosa
Capsula fibrosa melekat pada ren dan mudah dikupas. Kapsula fibrosa hanya
menyelubungi ginjal dan tidak membungkus gl. Supra renalis.
2. Capsula adiposa
Capsula adiposa mengandung banyak lemak dan membungkus ginjal dan glandula
suprarenalis. Capsula adiposa di bagian depan relatif lebih tipis dibandingkan
dibagian belakang.
Ginjal dipertahankan pada tempatnya oleh fascia adiposa. Pada keadaan
menghubungan capsula fibrosa dan capsula renalis kendor sehingga ginjal turun, yang
di sebut nephroptopis. Neprophtosis sering terjadi pada ibu yang sering melahirkan
(grande multipara)
3. Fascia renalis
Fascia renalis terletak diluar capsula fibrosa dan terdiri dari 2 lembar yaitu fascia
prerenalis di bagian depan dan fascia retrorenalis di bagaian belakang. Kedua lembar
fascia renalis ke caudal tetap terpisah, ke cranialbersatu, sehingga kantong ginjal
terbuka ke bawah, oleh karena itu sering terjadi ascendign infection.5
Ginjal dapat dibagi menjadi bagian-bagian sebagai berikut :
1. Cortex renis
Cortex renis terdiri dari glomerulus dan pembuluh darah. Didalam glomerulus, darah
disaring dan disalurkan ke dalam medulla. Pada medulla, saluran-saluran tersebut
akan bermuara pada papilla renalis sehingga tampak garis-garis pada medulla yang
disebut processus medullaris (FERHEINI).
2. Medulla renis
Pada medulla renis dapat dijumpai :
a. Papila renalis sesuai ujung ginjal yang berbentuk segitiga, yang disebut pyramid
renalis (malphigi)
b. Saluran-saluran yang menembus papilla yang disebut ductuli papillares (bellini),
tempat tembusnya berupa ayakan yang disebut area cribriformis
10
c. Papila renalis menonjol ke dalam calix minor
d. Diantara pyramis-pyramis terdapat columna renalis (bertini)
e. Beberapa calyx minor (2-4) membentuk calyx major.
f. Beberapa calyx major bergabung menjadi pyleum atau pelvis renis kemudian
menjdai ureter.
g. Runangan tempat calyx disebut sinus renalis5
Ginjal diperdarahi oleh a. Renalis. Perjalnan vaskularisasi ginjal dapat diuraikan sebagai
berikut :2
1. Arteri renalis.
Dipercabangkan dari aorte abdominalis setinggi vertebra lumbal 1-2. A. Renalis
kanan lebih panjang dari a.renalis kiri karena harus menyilang v. Cava inferios
dibelakangnya. A. Renalis masuk kedalam ginjal melalui hillus renalis dan
mempercabangkan 2 cabang besar. Cabang yang pertama berjalan ke depan ginjal dan
mendarahi ginjal bagian depan. Sedangkan cabang yang kedua berjalan ke belakang
ginjal dan mendarahi ginjal bagian belakang. Cabang yang menuju ke bagian depan
ginjal lebih panjang dari pada cabang yang menuju ke bagian belakang ginjal. Kedua
cabang a. Renalis bagian depan dan bagian belakang akan bertemu di alterla, pada
garis tengah ginjal atau disebut dengan garis broedel. Pembedahan gunjal dilakukan
pada garis broedel karena pendarahanya minimal. Arteri renalis berjalan di antara
lobus ginjal dan bercabagn menjadi a. Interlobaris.
2. Arteri interlobularis
Arteri interlobaris pada perbatasan cortex dan medula akan bercabang menjadi a.
Acuarta yang akan mengelilingi cortex dan medulla, sehingga disebut a. Arciformis.
3. Arteri arcuarta
Arteri acuarta mempercabangkan A. Interlobularis dan berjalan samapa tepi ginjal
(cortex), kemudian mempercabangkan :
-vasa afferens : glomerulus
- dalam glomerulus membentuk anyaman/pembuluh kapiler, sebagai vasa efferens
anyaman rambut= tubuli contorti
Pembuluh balik pada ren mengikuti nadinya muai dari permukaan ginjal sebagai kapiler dan
kemudian berkumpul ke dalam v. Interlobaris= Vv stellatae (verhyeni). Dari v.
Interlobularis v acurata v. Interlobaris v. Renalis v. Cava inferior.5
11
Glandula suprarenales
Glandulae suprarenales merupakan kelenjar endokrin yang terletak superomedial
terhadap ginjal. Galndula suprarenalis dextra berbentuk pyramid dan terletak antara
diaphragma dan lobus dexter hepatis. Glandula suprarenalis sinistra lebih pipih dan berbentuk
bulan sabit (semilunair).5
Glandula suprarenalis teletak ditepi medial ginjal, diatas a.v. renalis, dengan kutub
superior bersentuhan dengan lien. Gl. Suprarenalis dibungkus fascia renalis, tetapi tidak
mengikuti gerakan ginjal pada waktu respirasi. Galndulae suprarenalis dapat dibedakan
menjadi cortex dan medulla.5
Glandulae suprarenalis mendapatkan pendarahan ari :
1. Arteri suprarenalis superior, cabang dari a. Phrenica inferior
2. Arteri suprarenalis media, dabang dari aorta abdominales
3. Arteri suprarenalis inferior, cabagn dari a. Renalis
Sedangkan pembuluh darah baliknya melalaui beberapa vena-vena kecil mengikuti
pembuluh nadinya. Vena suprarenalis dextra (kadang-kadang dua) bermuara pada v. Cava
inferior, sedangkan v. Suprarenalis sinistra bermuara pada v. Renalis dan biasanya
membentuk satu saluran dengan v. Phrenica inferior.5
Aliran getah bening cortex glandulae suprarenalis lebih sedikit daripada medulla dan
mengikuti aliran limfe ke nnll. Lumbales (aortica).5
Galndulae suprarenalis dipersrafi oleh plexus coeliacus dan cabang-cabang nn.
Splanchnici.5
Mekanisme Kerja Ginjal
Proses Filtrasi
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma yang bebas
protein menembus kapiler glomerulus kedalam kapsula bowman. Proses ini dikenal dengan
proses filtrasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Cairan
yang difiltrasi dari glomerulus kedalam kapsula bowman harus melewati tiga lapisan yang
membentuk membran glomerulus. Tiga lapisan tersebut adalah dinding kapiler glomerulus,
12
lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsul
bowman. Secara kolektif, lapisan ini berfungsi saringan molekul halus yang menahan sel
darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lain yang ukuran
molekuler cukup kecil. Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel
gepeng, memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-poribesar atau fenestra yang
membuatnya seratus kali lebih permiabel terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler
di tempat lain. Membran basal terdiri daari glikoprotein dan kolagen dan terselip diantara
glomerulus dan kapsul bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan
glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih
besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori-pori diatas, pori-pori tersebut
sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin, protein plasma kecil. Namun
glikoprotein karena bermuatan negatif akan menolak albumin dan protein plasma lain.
Dengan demikian protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat difiltrasi, dan kurang dari
1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman. Sebagian
penyakit ginjal yang ditandai oleh adanya albumin berlebihan dalam urin. Diperkirakan
disebabkan oleh gangguan muatan negatif didalam membran glomerulus, yang menybabkan
membran lebih permiabel tehadap albumin walaupun ukuran pori-pori tidak berubah. Lapisan
terakhir pada membran glomerulus yaitu lapisan dalam kapsul bowman terdiri dari podosit,
sel mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak
tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit didekatnya.
Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan, yang dikenal sebagai celah filtrasi,
membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk kelumen kapsul
bowman. dengan demikian, rute yang diambil oleh bahan yang terfiltrasi untuk melintasi
membran glomerulus seluruhnya bersifat ekstraseluler. Pertama melalui pori-pori kapiler,
kemudian membran basal aseluler dan terakhir melalui celah filtrasi kapsular.7
Untuk melaksanakan filtrasi glomerulus, harus terdapat suatu gaya yang mendorong
sebagian plasma dalam glomerulus mdua perbedaamenembus lubang-lubang membran
glomerulus. Filtrasi glomerulus disebabkan oleh adanya gaya-gaya fisik pasif yang serupa
dengan gaya-gaya yang terdapat terdapat dikapiler bagian tubuh lainnya. Karena glomerulus
merupakan suatu kapiler, prinsip-prinsip dinamika cairan yang mendasari ultrifiltrasi
melintasi kapiler lain yang berlaku kecuali 2 perbedaan penting:
13
1. kapiler glomerulus jauh lebih permeabel dibandingkan dengan kapiler
ditempat. lain sehingga untuk tekanan filtrasi yang sama lebih banyak cairan
yang di filtrasi.
2. Keseimbangan gaya-gaya dikedua sisi membran adalah sedemikian rupa,
sehingga filtrasi berlangsung diseluruh panjang kapiler. Sebaliknya,
keseimbangan gaya-gaya dikapiler lain bergeser, sehingga filtrasi
berlangsung dibagian awal pembuluh tetapi menjelang akhir reabsorbsi.7
Proses Reabsorbsi
Reabsorpsi tubulus bersifat sangat selektif, bervariasi , dan sangat luar biasa.
Semua konstituen plasma kecuali protein, secara non-dikriminatif difiltrasi
sama- sama melintasi kapiler glomerulus. Selain produk-produk sisa dan bahan-bahan
berlebihan yang perlu dieliminasi dari tubuh, cairan filtrasi juga mengandung nutrient,
elektrolit, zat lain yang diperlukan tubuh. Memang, melalui proses filtrasi glomerulus
yang berlangsung terus-menerus, jumlah bahan yang difiltrasi perlu dikembalikan ke
darah melalui proses reabsorpsi tubulus, yaitu perpindahan bahan secara sendiri-
sendiri berlainan dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubulus.7
Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selktif. Di dalam filtrat
glomerulus, semua konstituen , kecuali protein plasma, berada di dalam konsentrasi
yang sama dengan konsentrasi di plasma. Umumnya jumlah detiap bahan yang
direabsorpsi adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan
volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum, tubulus meiliki
kapasitas memiliki daya reabsorpsi untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat.
Dengan demikian, hanya sejumlah kecil , kalaupun ada, dari konstituen plasma yang
difiltrasi dan bermanfaat bagi tubuh ditemukan di urin, karena sebagian besar telah
direabsorpsi dan dikembalikan ke darah. Hanya bahan-bahan esensial yang
berlebihan, misalnya elektrolit yang diekskresikan da;am urin. Untuk konstituen-
konstituen plasma esensial yang diatur oleh ginjal, kapasitas absortif dapat berubah-
ubah bergantung pada kebutuhan tubuh. Sebaliknya, di dalam urin terdapat filrasi
produk sisa dalam persentase yang besar. Zat -zat sisa ini, yang tidak bermanfaat dan
bahkan mungkin membahayakan tubuh jika dibiarkan tertimbun, sama sekali tidak
direabsorpsi. Zat – zat tersebut tetap berada di di dalam tubulus untuk dieliminasi
14
dalam urin. Pada saat H2O dan konstituen lain yang bermanfaat direabsorpsi, zat – zat
sisa yang tetap berada dalam cairan tubulus menjadi sangat pekat.7
Reabsorpsi tubulus melibatkan transportasi transepitel
Di seluruh panjangnya, tubulus memiliki ketebalan satu lapisan sel dan
terletak berdekatan dengan kapiler peritubulus di sekitarnya. Sel – sel tubulus yang
berdekatan tidak berkontak satu sama lain, kecuali di tempat mereka bersatu melalui
taut erat di tepi lateral dekat membran luminal, yang menghadap lumen tubulus.
Cairan interstisium berada di celah antara sel – sel yang berdekatan – ruang lateral –
antara tubulus dan kapiler.
Fungsi umumnya mencegah bahan – bahan,sehingga bahan – bahan harus lewat
menembus sel untu dapat meninggalkan lumen tubulusdan masuk ke darah. Untuk
dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati 5 sawar terpisah, yaitu :
1. Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi
membran luminal sel tubulus.
2. Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke
sisi lainnya.
3. Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk
masuk ke cairan interstisium.
4. Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan interstisium.
5. Bahan tersebut harus menembus diding kapiler untuk masuk ke plasma
darah.
Keseluruhan rangkaian langkah – langkah tersebut dikenal sebagai transportasi
transepitel.7
Mekanisme transportasi Na + -K + ATPase yang bergantung-energi di membran
basolateral penting untuk reabsorpsi Na +
Reasorpsi natrium bersifat unik dan kompleks. Delapan puluh persen dari
kebutuhan energi total ginjal digunakan untuk transportasi Na+, yang menandai betapa
pentingnya proses ini. Tidak seperti sebagian besar zat terlarut yang difiltrasi, Na+
direabsorpsi di seluruh tubulus, tetapi dengan tingkat yang berbeda – beda di berbagai
bagiannya. Dari semua Na+ yang difiltrasi, dalam keadaan normal 99,5% direabsorpsi,
15
dengan rata – rata 67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25% di lengkung Henle,
dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul. Reabsorpsi natrium memiliki peran
penting yang berbeda – beda di setiap segmen tersebut.
Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorpsi
glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea.
Reabsorpsi natrium di lengkung Henle, bersama dengan reabsorpsi Cl-,
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan
konsentrasi dan volume yang berbeda – beda, bergantung pada kebutuhan
untuk menyimpan atau membuang H2O.
Reabsorpsi natrium di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di
bawah control hormone, menjadi penting dalam mengatur volume CES.
Reabsorpsi tersebut juga sebagian berkaitan dengan sekresi H+ dan K+.
Langkah aktif pada reabsorpis Na+ melibatkan pembawa Na+-K+ ATPase
bergantung energi yang terletak di emmbran basolateral sel tubulus. Pembawa ini
merupakan pembawa yang sama dengan yang terdapat di semua sel dan secara aktif
mengeluarkan Na+ ke luar dari sel tubulus menuju ke ruang lateral, konsentrasi Na+
intrasel tetap dipertahankan rendah, sementara secara simultan terjadi peningkatan
konsentrasi Na+ di ruang lateral : yaitu pompa tersebut memindahkan Na+ melawan
gradien konsentrasinya. Karena konsentrasi Na+ intrasel dipertahankan rendah oleh
aktivitas pompa basolateral, tercipta gradien konsentrasi yang mendorong difusi Na+
dari tempat dengan konsentrasi tinggi di lumen tubulus menembus batas luminal
melalui saluran Na+ ke dalam sel tubulus. Setelah berada dalam sel, Na+ secara aktif
dikeluarkan ke ruang lateral oleh pompa basolateral. Natrium terus berdifusi
mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari ruang lateral yang konsentrasi Na+
tinggi ke cairan interstisium di sekitarnya dan akhirnya ke darah kapiler peritubulus.
Dengan demikian, transportasi netto Na+ dari lumen tubulus ke dalam darah
memerlukan energi.7
16
Alsdosteron merangsang reabsorpsi Na + di tubulus distal dan tubulus pengumpul ;
peptide natriuretik atrium menghambatnya
Di tubulus proksimal dan lengkung Henle, persentase reabsorpsi Na+ yang
difiltrasi bersifat konstan seberapapun beban Na+ (Na+ load, yaitu jumlah total Na+ di
cairan tubuh, bukan konsentrasi Na+ di cairan tubuh). Reabsorpsi sejumlah kecil Na+
di bagian distal tubulus berada di bawah control hormone. Tingkat reabsorpsi
terkontrol ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu
banyak terdapat Na+ hanya sedikit dari Na+ yang terkontrol ini direasorpsi, bahkan
Na+ dikeluarkan bersama urin, sehingga kelebihan Na+ dapat dikeluarkan dari tubuh.
Di pihak lain, apabila terjadi kekurangan Na+, sebagian besar dari Na+ yang dikontrol
ini direabsorpsi, sehingga Na+ yang seharusnya keluar ke dalam urin dapat dihemat
dalam tubuh. System hormone terpenting dan paling dikenal adalah system rennin –
angiotensin-aldosteron, (RAA system) yang merangsang reabsorpsi Na+ di tubulus
distal dan tubulus pengumpul.
Beban Na+ di tubuh tercermin oleh volume CES. Natrium dan anion
pendampingnya, Cl-, menentukan lebih dari 90% aktivitas osmotic CES. Ingatlah,
bahwa tekaanan osmotic dapat secara longgar dianggap sebagai gaya yang menarik
dan menahan H2O. apabila beban Na+ di atas normal, dan dengan demikian aktivitas
osmotic CES menigkat, Na+ ekstra tersebut menahan H2O esktra, sehingga volume
CES bertambah. Sebaliknya, jika beban Na+ di bawah normal, sehingga menurunkan
aktivitas osmotic CES, lebih sedikit H2O yang dapat dipertahankan dalam CES
dibandingkan dalam kadaan normal, akibatnya volume CES berkurang. Karena
plasma adalah komponen CES, konsekuensi terpenting dari perubahan volume CES
adalah perunahan tekanan darah yang menyertai ekspansi (tekanan darah ↑) atau
reduksi (tekanan darah ↓) volume plasma.
Sel – sel granuler apparatus juxtaglomerulus mensekresikan suatu hormone,
rennin, sebagai respons terhadap penurunan NaCl/volume CES/tekanan darah. Fungsi
ini merupakan tambahan bagi peran apparatus juxtaglomerulus dalam otoregulasi, dan
rennin berbeda dari zat kimia vasoaktif local yang mempengaruhi aliran darah
glomerulus. Sinyal – sinyal saling terkait yang mendorong peningkatan sekresi rennin
ini smeuanya menunjukkan perlunya ekspansi volume plasma untuk meningkatkan
tekanan arteri ke normal dalam jangka panjang. Peningkatan sekresi rennin, melalui
17
serangkaian proses kompleks, menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ di bagian
distal tubulus. Klorida selalu secara paif mengikuti Na+ sesuai penurunan gradien
yang tecipta oleh perpindahan aktif natrium. Keuntungan utama retensi garam ini
adalah retensi H2O yang mengikutinya secara osmotis , yang membantu pemulihan
volume plasma dan tekanan darah.7
Setelah disekresi ke dalam darah, rennin bekerja sebagai enzim untu
mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah protein
plasma yang disintesis oelh hati dan selalu terdapat di plasma dalam konsentrasi
tinggi. Pada saat ,melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah oleh
angiotensin-converting enzyme (ACE), yang banyak terdapat di kapiler paru, menjadi
angiotensin II. Angiotensin II adalah stimulus utama untuk sekresi hormone
aldosteron dari kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal adalah suatu kelenjar endokrin yang
menghasilkan beberapa hormone, yang masing-masing disekresikan sebgai respons
terhadap rangsangan yang bebeda-beda.
Salah satu efek aldosteron adlah meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus
distal dan tubulus pengumpul. Hormone ini melaksanakannya dengan merangsang
sistesi protein-protein baru did alam sel-sel tubulus tersebut. Protein-protein itu, yang
disebut aldosterone induced proteins, meningkatkan reabsorpsi Na+ melalui 2 cara.
Pertama, mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran luminal
sel tubulus distal dan pengumpul, sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari
lumen ke dalam sel. Kedua, mereka menginduksi sintesis pembawa Na+ K+ ATPase,
yang disisipkan ke dalam membran basolateral sel-sel tersebut. Aliran masuk Na+
yang berlangsung secara pasif mendorong peningkatan pemompaan aktif Na+ keluar
dari sel ke dalam ruang lateral, lalu ke dalam plasma oleh pembawa Na+ K+ ATPase
basolateral. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorpsi Na+. Ion klorida (Cl-)
mengikuti secara pasif oelh reabsorpsi aktif Na+.
Dengan demikian, system rennin-angiotensin-aldosteron mendorong retensi
garam yang akhirnya menyebabkan retensi H2O dan peningkatan tekanan darah
arteri. Melalui mekanisme umpan balik negative, system ini menghilangkan factor –
factor yang memicu pengeluaran awal rennin-yaitu deplesi garam, penurunan volume
plasma, dan penurunan tekanan darah arteri. Selain merangsnag sekresi aldosteron,
angiotensin II juga merupakan konstriktor kuat bagi arteriol, sehingga zat ini secara
18
langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan resistensi perifer total. Selain itu, angiotensin II merangsang rasa haus
(meningkatkan asupan cairan) dan merangsang vasopressin (hormone yang
merangsang retensi H2O oleh ginjal), keduanya berperan menyebabkan ekspansi
volume plasma dan peningkatan tekanan arteri.7
Situasi sebaliknya terjadi apabila beban Na+, volume CES dan plasma, dan
tekanan darah di atas normal. Pada keadaan ini, sekresi rennin dihambat. Akibatnya,
karena tidak terjadi pengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I dan II,
sekresi aldosteron tidak terangsang. Tanpa aldosteron, reabsorpsi sejumlah kecil Na+
yang bergantung aldosteron di segmen distal tubulus tidak terjadi. Bahkan Na+ yang
tidak direabsorpsi tersebut akan keluar melalui urin. Tanpa adanya aldosteron,
pengeluaran Na+ yang difiltrasi tersebut dapat mengeluarkan dengan cepat semua
kelebihan Na+ dari tubuh.7
Glukosa dan asam amino direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder yang
bergantung pada Na + .
Walaupun glukosa dan asam amino secara aktif bergerak melawan gradien
konsentrasi mereka dari lumen tubulus ke dalam darah sampai konsentrasi mereka di
cairan tubulus sebenarnya nol, tidak ada energy yang secara langsung dipakai untuk
menjalankan pembawa glukosa dan asam amino. Glukosa dan asam amino diangkut
melalui proses transportasi aktif sekunder, suatu pembawa kotrasnportasi khusus yang
secara simultan memindahkan Na+ dan molekul organic tertentu dari lumen ke dalam
sel. Gradien konsentrasi Na+ lumen-ke-sel yang ciptakan oleh pompa Na+ K+ ATPase
basolateral yang memerlukan energy ini mengaktifkan system kotransportasi ini dan
menarik molekul – molekul organic melawan gradien konsentrasi mereka tanpa secara
langsung menggunakan energi . Karena proses keseluruhan reabsorpsi glukosa dan
asam amino bergantung pada pemakaian energy, molekul – molekul organic ini
dianggap direabsorpsi secara aktif, walauun tidak ada energy yang secara langsung
digunakan untuk mengangkut mereka menembus membran. Pada dasarnya, glukosa
dan asam amino mendapat “tumpangan gratis” dari proses reabsorpsi Na+ yang
menggunakan energy. Transportasi aktif sekunder memerlukan keberadaan Na+ di
lumen; tanpa adanya Na+ pembawa kotranspor tidak adapat beroperasi. Setelah
diangkut ke dalam sel tubulus. Glukosa dan asam amino secara pasif berdifusi
19
mengikuti penurunan gradien konsentrasi mereka menembus membran basolateral ke
dalam plasma, difasilitasi oleh pembawa yang tidak memerlukan energi.7
Reabsorbsi Glukosa
Tm untuk glukosa rata -rata adalah 375 mg/menit; jadi, mekanisme pembawa
glukosa mampu secara aktif mereabsorpsi glukosa dengan jumlah sampai 375 mg per
menit sebelum kapasitas trasnportasi glukosa maksimum tercapai. Pada konsentrasi
glukosa plasma yang normal sebesar 100 mg/100 ml, 125 mg glukosa yangdifiltrasi
per menit dapat mudah direabsorpsi oleh mekanisme pembawa glukosa, karena beban
filtrasi cukup jauh di bawah Tm untuk glukosa. Dengan demikian, biasanya tidak ada
glukosa yang difiltrasi direabsorpsi. Jika beban filtrasi glukosa melebihi 375 ml/menit
barulah Tm tercapai. Jika jumlah glukosa yang diflitrasi per menit melebihi jumlah
yang dapat direabsorpsi karena Tm telah tercapai, jumlah maksimum yang direabsorpsi
tercapai, sedangkan sisanya akan tetap berada dalam filtrate untuk diekskresikan.
Dengan dmeikian, konsentrasi glukosa plasma harus lebih besar dari 300 mg/100 ml
lebih dari tiga kali nilai normal sebelum glukosa mulai muncul di urin.7
Dengan demikian, ginjal tidak mempengaruhi konsentrasi plasma yang dapat
bervariasi sangat lebar darai yang secara abnormal sangat rendah sampai tiga
kalikadar normal. Karena Tm untuk glukosa jauh di atas beban filtrasi normal, ginjal
biasanya menahan semuaa glukosa, sehingga nutrient penting ini tidak hilang melalui
urin. Ginjal tidak mengatur glukosa karena organ ini tidak mempertahankan kadar
glukosa pada angka spesifik tertentu; bahkan konsentrasi glukosa plasma dalam
keadaan normal diatur oleh mekanisme endokrin dan hati, sementara ginjal hanya
mempertahankan berapapun konsentrasi glukosa plasma yang ditentukan oleh
mekanisme – mekanisme itu (kecuali pada konsentrasi yang sedemikian tinggi yang
mengalahkan kapasitas reabsorpsi ginjal). Prinsip umum yang sama juga berlaku
untuk nutrient plasma organic lainnya, misalnya asam amino dan vitamin larut air.7
Reabsorbsi Fosfat
Ginjal memang tidak secara langsung berperan dalam pengaturan banyak
elektrolit, misalnya kalsium (Ca2-) dan fosfat (PO43-), karena ambangn ginjal untuk ion
- ion anorganic ini setara dengan konsentrasi plasma normal mereka. Kita akan
20
menggunakan PO43- sebagai contoh. Makanan kita biasanya banyak mengandung
PO43- , tetapi karena tubulus hanya dapat mereabsorpsi samapi konsentrasi plasma
normal, kelebihan PO43- segera dikeluarkan dari urin sehingga konsentrasi plasma
kembali ke normal. Semakin besar PO43- yang dimakan melebihi kebutuhan
tubuh,semakin bnayak yang diekskresikan. Dengan cara ini, ginjal mempertahankan
konsentrasi PO43- plasma yang dinginkan sementara mengeliminasi setiap kelebihan
PO43- .7
Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negative direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan
gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif ion natrium yang bermuatan
positif. Jumlah Cl- yang direabsorpsi Na+ dan tidak dikontrol secara langsung oleh
ginjal.7
Reabsorpsi Air
Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di seluruh panjang tubulus. Dari H2O
yang difiltrasi, 80% direabsorpsi secara obligatorik di tubulus proksimal dan lengkung
Henle karena secara osmosis mengikuti reabsorpsi zat terlarut. Reabsorpsi ini
terjaditanpa dipengaruhi oleh beban H2O tubuh dan tidak diatur. Sisa 20%-nya
direabsorpsi dalam jumlah bervariasi di bagian distal tubulus;tingkat reabsorpsi ini
berada di bawah control langsung hormone, bergantung pada status hidrasi tubuh.7
Reabsorpsi Urea
Selain Cl- dean H2O, reabsorpsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan
dengan reabsorpsi aktif Na+. Urea adalah suatu produk sisa yang berasal dari
penguraian protein. Reabsorpsi H2O yang diinduksi secara osmotic di tubulus
proksimal yang sekunder terhadap reabsorpsi aktif Na+ menimbulkan gradien
konsentrasi untuk urea yang mendorong reabsorpsi pasif zat sisa bernitrogen ini.7
Proses Sekresi
Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reaborpsi
tubulus, tetapi langkah – langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorpsi, sekresi tubulus
dapat aktif dan pasif. Bahan yang paling penting yang disekresikan oleh tubulus adalah ion
21
hydrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation organic, yang banyak diantaranya
adalah senyawa – senyawa asing bagi tubuh.7
Sekresi Hidrogen, Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan
keseimbangan asam – basa tubuh. Ion hydrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi
melalui proses sekresi tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi H+
bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang apabila
konsentrasi H+ di dalam cairan tubuh terlalu rendah.7
Sekresi Kalium, Ion kalium adalah contoh zat secra selektif berpindah dengan arah
berlawanan di berbagai bagian tubulus; zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus
proksimal dan secara aktif disekresi di tubuluus distal dan pengumpul. Reabsorpsi ion
kalium di awal tubulus bersifat konstan dan tidak diatur, sedangkan sekresi K+ di
bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah control. Dalam keadaan normal,
jumlah K+ yang diekskresikan dalam urin adalah 10% - 15% dari jumlahnya yang
difiltrasi. Namun, K+ yang difiltrasi hamper seluruhnya direabsorpsi, sehingga
sebagian besar K+ yang muncul di urin berasal dari sekresi K+ yang dikontrol dan
bukan yang difiltrasi.7
Auto Regulasi
Karena tekanan darah arteri adalah gaya yang mendorong darah ke dalam glomerulus,
tekanan darah kapiler glomerulus dana dengan demikian GFR akan meningkat setara dengan
peningkatan tekanan arteri jika hal – hal lain konstan. Demikian juga, penurunan tekanan
darah arteri akan disertai dengan penurunan GFR. Perubahan GFR spontan semacam itu
sebagian besar dicegah oleh mekanisme pengaturan intrinsic yang dicetuskan oleh ginjal itu
sendiri, suatu proses yang dikenal sebagai otoregulasi. Ginjal dapat, dalam batas – batas
tertentu, mempertahankan aliran darah kapiler glomerulus yang konstan (sehingga tekanan
darah kapiler glomerulus konstan dan GFR stabil) walaupun terjadi perubahan tekanan arteri.
Ginjal melakukannya dengan tensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat
disesuaikan. Sebagai contoh, jika GFR meningkat akibat adanya peningkatan tekanan arteri,
tekanan filtrasi netto dan GFR dapat dikurangi menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen,
yang menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus. Pemyesuaian local ini menurunkan
tekanan darah glomerulus dapat ditingkatkan ke normal melalui vasodilatasi arteriol aferen,
yang memungkinkan lebih banyak darah masuk walau gaya yang mendorongnya berkurang.
22
Peningkatan volume darah glomerulus ini akan meningkatkan tekanan darah glomerulus,
yang kemudian memulihkan GFR kemali ke tingat normal.7
Dua mekanisme intrarenal yang berperan dalam otoregulasi :1) mekanisme miogenik,
yang berespons terhadap perubahan tekanan di dalam komponen vaskuler nefron, dan 2)
mekanisme umpan balik tubule-glomerulus (tubule-glomerular feedback) yang mendeteksi
perubahan aliran melalui komponen tubulus nefron.7
1. Mekanisme miogenik
Merupakan sifat umum otot polos vaskuler. Otot polos vaskuler arteriol berkontraksi
secara inheren sebagai respons terhadap peregangan yang menyertai peningkatan
tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian, arteriol aferen secara ototmatis
berkonstriksi sendiri jika teregang karena tekana arteri meningkat. Respons ini
membantu membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun
tekanan arteri meningkat. Sebaliknya, arteriol aferen yang tidak teregang (karena
tekanan inheren melemasn, sehingga aliran darah ke dalam glomerulus meningkat
walaupun terjadi penurunan tekanan arteri. 7
2. Mekanisme umpan-balik tubule glomerulus
Melibatkan apparatus juxtaglomerulus, yaitu kombinasi khusus sel – sel tubulus dan
vaskuler di daerah nefron tempat tubulus, setelah melengkung terhadap dirinya,
berjalan melewati sudut yang dibentuk oleh arteriol aferen sewaktu keduanya
menyatu di glomerulus. Di dalam dinding arteriol pada titik kontak dengan tubulus,
sel – sel otot polos secara khusus membentuk sel granuler, yang disebut demikian
karena sel – sel tersebut mengandung banyak granula sekretorik. Sel – sel tubulus
khusus did aerah ini secara kolektif disebut macula densa. Sel- sel macula densa
mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan did lam tubulus yang melewati mereka.
Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi dan
mencapai tubulus distal lebih banyak daripada normal. Sebagai respons, sel – sel
macula densa memicu pengeluaran zat – zat kimia vasoaktif dari apparatus
juxtaglomerulus, yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan
menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan GFR ke normal. Karakteristik
pasti dari zat – zat kimia vasoaktif local ini masih belum diketahui. Beebrapa zat
23
kimia berhasil diidentifikasi, sebagian adalah vasokonstriktor (misalnya endotelin)
dan sebagian lain vasodilator (misalnya bradikinin), tetapi kontribusi pasti mereka
masih perlu ditentukan lebih lanjut. Pada situasi berlawanan, pada saat sel –sel macula
densa mendeteksi bahwa tingkat aliran cairan melintasi tubulus rendah karena
penutunan spontan GFR akibat penurunan tekana arteri, sel – sel ini menginduksi
vasodilatasi arteriol aferen dengan mengubah tingkat sekresi zat kimia vasoaktif yang
relevan. Penigkatan aliran glomerulus memulihkan GFR ke normal. Dengan
demikian, melalui apparatus juxtaglomerulus, tubulus nefron mampu memantau laju
perpindahan cairan di dalamnya dan mnyesuaikan GFR. Mekanisme umpan- balik
tubule-glomerulus ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap nefron mengatur
kecepatan filtrasi melalui glomerulus masing – masing.7
Mekanisme umpan – balik tubule-glomerulus dan miogenik bekerja sama
melakukan otoregulasi atas GFR di dalam rentang tekanan arteri yang berkisar antara
80 sampai 180 mmHg. Di dalam rentang uyang lebar ini, penyesuaian – penyesuaian
otoregulatorik intrinsic resistensi arteriol aferen dapat mengkompensasi perubahan
tekanan arteri, sehingga tidak terjadi fluktuasi GFR yang tidak sesuai, walaupun
tekanan glomerulus cenderung berubah mengikuti tekanan arteri. Tekanan arteri rata –
rata normal adalah 93 mmHg, sehingga renang ini mencakup perubahan beberapa saat
tekanan darah yang emnyertai aktivitas sehari – hari dan tidak berkaitan dengan
kebutuhan ginjal mengatur ekskresi H2O dan garam, misalnya peningkatan normal
tekanan darah pada saat olahraga. Otoregulasi penting karena pergeseran GFR yang
tidak disengaja dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan zat – zat
sisa yang dapat membahayakan tubuh. Karena paling tidak sebagian cairan yang
difiltrasi pasti diekskresikan, jumlah cairan yang diekskresikan dalam urin secara
ototmatis meningkat apabila GFR meningkat. Apabila tida terdapat otoregulasi, GFr
akan meningkat dan H2O serta zat – zat terlarut akan teruang sia – sia akibat
peningkatan tekanan darah pada saat kita berolahraga berat. Di pihak lain, jika GFR
terlalu rendah, ginjal tidak akan mampu secara adekuat mengeliminasi zat – zat sisa,
kelebihan elektrolit, dan bahan lain yang seharusnya diekskresikan. Dengan demikia,
otoregulasi memperkecil efek langsung perubahan – perubahan tekanan arteri yang
seharusnya terjadi pada GFR, dan selanjutnya pada ekskresi H20, zat terlarut, dan zat
sisa.7
24
3. Control Simpatis Ekstrinsik GFR
Selain mekanisme otoregulasi intrinsik yang dirancang untuk menjaga agar
GFR konstan walaupun terjadi fluktuasi tekanan darah arteri, GFR dapat diubah
secara sengaja – bahkan saat tekanan darah aretri rata – rata berada dalam rentang
otoregulasi – oleh mekanisme control elstrinsik yang mengalahkan respons
otoregulasi. Kontrol ekstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan system
saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri.
System saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal.
Jika volume plasma turun – sebagai contoh akibat perdarahan- tekanan darah
arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus
karotikus, yang mengawali reflex saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat
normal. Respons reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskuler di
batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung
dan pembuluh darah. Walaupun peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total
membantu meningkatkan tekanan darah kea rah normal, volume plasma tetap tetap
berkurang. Dalam jangka panjang, volume plasma harus dipulihkan ke normal. Salah
satu kompensasi untuk penurunan plasma adalah reduksi pengeluaran urin, sehingga
lebih banyak cairan yang tertahan di tubuh.penurunan pengeluaran urin ini sebagian
dilakukan melalui penurunan GFR; jika cairan yang difiltrasi lebih sedikit, cairan
yang tersedia untuk diekskresikan juga berkurang.7
Regulasi hormonal reabsorbsi dan sekresi tubular
Ada beberapa hormone yang mempengaruhi kerja reabsorbsi dan sekresi pada ginjal, yakni:
1. Renin – Angiotensin – Aldosterone System (RAAS)
Ketika volume dan tekanan darah meningkat, dinding ateriola aferen tidak terlalu
teregang, sehingga sel juxtaglomerularis yang mendeteksi keadaan ini akan
mensekresikan enzim renin ke dalam darah. Renin akan mengubah angiotensinogen
yang diproduksi oleh hepatosit menjadi angiotensin I. Selanjutnya, angiotensin I akan
dikonversi menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme (ACE).
Angiotensin II inilah yang merupakan hormone aktif.
Angiotensin II akan mengakibatkan penurunan GFR melalui konstriksi
arteriola aferen, meningkatkan reabsorbsi Na+, Cl-, dan air di tubulus proksimal
dengan meningkatkan kerja antiport Na-H. Yang teakhir, angiontensin II akan
25
menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresikan aldosterone yang akan
meningkatkan reabsorbsi Na+ dan Cl-, serta meningkatkan sekresi K+. Akibatnya air
yang diekskresikan akan menurun, dan volume darah meningkat.
2. Antidiuretic hormone (ADH)
ADH atau vasopressin adalah hormone yang dilepaskan oleh hipofisa posterior.
Hormon ini meregulasi reabsorbsi air fakultatif dengan meningkatkan permeabilitas
air pada tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes. Bila tidak ada ADH
membran apical pada sel tubulus memiliki permeabilitas yang rendah terhadap air.
Kerja ADH dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni, osmolaritas plasma dan cairan
interstitial dan volume darah.
Pada keadaan dimana osmolaritas plasma dan cairan interstitial meningkat, ADH akan
disekresikan lebih banyak ke dalam darah, sehingga sel tubulus distal akan lebih
permeable terhadap air. Akibatnya reabsorbsi air fakultatif akan meningkat, dan
osmolaritas plasma akan kembali turun hingga normal. Yang kedua, ketika volume
darah turun, seperti pada pendarahan atau dehidrasi parah, maka ADH akan
disekresikan, supaya air tidak banyak diekskresikan.
3. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
ANP merupakan hormone yang disekresikan oleh jantung ketika terjadi peningkatan
pesat pada volume darah. ANP bekerja sebagai inhibitor reabsorbsi Na+, sehingga bila
terdapat ANP, makan kadar Na+ di urin akan meningkat (natriuresis), volume urin
juga akan meningkat, sementara tekanan dan volume darah akan menurun. ANP juga
menghambat kerja aldosteron dan ADH.
4. Hormon paratiroid (PTH)
PTH adalah hormone yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid dan bekerja pada
keadaan dimana kadar Ca2+ pada darah rendah. Hormon ini akan meningkatkan
reabsorbsi Ca2+ dan menghambat reabsorbsi fosfat. Selain itu, juga meningkatkan
ekskresi fosfat. Pada keadaan dimana PTH bekerja, maka kadar fosfat urin akan
meningkat.8-11
Hipertensi, pitting edema, dan asites pada pasien serta hubungannya dengan ginjal
Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah meningkat. Peningkatan
tekanan darah ini bisa terjadi karena berbagai hal, misalnya oleh penyumbatan arteri atau
26
vena, kadar natrium di darah yang tinggi (kepekatan darah), atau karena adanya endapan-
endapan lemak atau zat kapur di pembuluh.
Pitting edema adalah suatu keadaan dimana jumlah cairan interstitial melebihi batas
normal, sehingga ketika bagian tubuh yang ada edemanya ditekan, maka akan lama kembali
seperti semula, sedangkan asites adalah keadaan dimana terdapat jumlah cairan berlebih pada
rongga peritoneal.
Ginjal merupakan organ di dalam tubuh manusia yang mengatur kadar cairan dalam
tubuh, sehingga, apabila jumlah cairan tubuh tidak seimbang, maka dapat diperkirakan bahwa
terdapat gangguan pada ginjal orang yang bersangkutan.8-9
Dalam hal ini, edema, asites, dan hipertensi dapat disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas glomerulus, yang menyebabkan masuknya protein plasma ke dalam filtrate urin
akibat kerusakan korpus renalis dan juga kurangnya ekskresi Na+ dan Cl-. Masuknya protein
plasma ke dalam urin menyebabkan kadar protein plasma meningkat. Protein plasma adalah
benda osmotik. Kehadiran protein plasma di dalam urin akan meningkatkan kepekatan urin,
sehingga akhirnya terjadi osmosis dari pembuluh darah ke jaringan interstitial. Pada keadaan
ini, volume darah menurun dan pekat, oleh karena itu, mekanisme RAAS bekerja. RAAS
menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang akan meningkatkan tekanan darah, aldosteron
yang meningkat akibat adanya angiontensin II akan menyebabkan meningkatnya reabsorbsi
Na+ dan air untuk mengembalikan darah ke keadaan normalnya, tetap hal ini akan
menyebabkan cairan interstitial meningkat, karena tekanan onkotik di plasma rendah, air
tidak dapat ditarik masuk ke dalam pembuluh darah, sehingga air itu berada di jaringan
interstitial. Selain itu, karena keadaan darah yang sedemikian rupa, ADH juga bekerja.
Hormon ini meningkat sekresinya, untuk menyimpan air di dalam tubuh karena darah pekat.
Akibatnya, tubulus distal menjadi permeable terhadap air, namun, sama seperti sebelumnya,
karena tekanan onkotik di plasma rendah, maka air yang diserap tersebut tidak dapat
memasuki pembuluh darah, air itu juga terseimpan di jaringan interstitial. Sampai pada tahap
ini, sudah terjadi akumulasi cairan interstitial, sehingga menyebabkan edema, lalu cairan
tersebut keluar ke rongga abdomen dan terjadi asites, sedangkan peningkatan kadar Na+
akibat tak dapat diekskresikan akhirnya menyebabkan naiknya tekanan darah. Di sini, karena
ADH dan aldosteron bekerja, kerja ANP yang seharusnya menurunkan tekanan darah
menurun. Karena kerja ADH dan aldosteron berlawanan dengan kerja ANP. Selain itu, pada
urin pasien kemungkinan juga akan terjadi peningkatan kadar protein, karena tidak diketahui
adanya bagian tubulus yang berperan dalam menyerap protein.8-9
27
Kesimpulan
Hipertensi, asites, dan edema pada pasien terjadi akibat adanya masalah dengan ekskresi
Na+ dan Cl-, serta kurangnya protein pada plasma.
Kurangnya protein plasma menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, sehingga
tidak mampu menarik air ke dalam pembuluh darah. Hormon-hormon yang salah
mempersepsikan keadaan darah ini, kemudian bekerja, lalu menyebabkan akumulasi cairan
interstitial di dalam tubuh yang menyebabkan asites dan edema. Lalu, kerja aldosteron yang
meningkatkan reabsorbsi Na+ menyebabkan naiknya kepekatan darah, sehingga
menyebabkan terjadinya hipertensi.
Daftar Pustaka
1. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2000.h.22.
2. Laksman HT, Setiadji VS, Widodo SOS, Pribadi W, Utji R, Ganiswarna S, et al.
Kamus kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.h.32.
3. Davey P. At a glace medicine. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 247-8.
4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003. h.318-20.
5. Inggriani Y. Buku ajar traktus urogenitalis. Jakarta : UKRIDA;2010.h.24-36.
6. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006.h.250-5.
7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2011.h.560-579.
8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania:
Elsevier; 2006. p. 226, 291-329, 332, 334-7, 409
9. 7 Sherwood L. Humans physiology: from cells to system. 7th ed. California:
Brooks/Cole; 2010. p. 511-33, 549.
10. Raven P, Johnson G. Biology. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill; 2002. p. 1186-90, 1192-3
11. 1 Tortorra GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12 th ed.
Massachusetts: John Wiley & Sons, Inc.; 2009. p. 1018-54.
28