analisis efisiensi produksi usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi mekanisasi...

151
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI TEBU RAKYAT POLA MEKANISASI DAN SEMI MEKANISASI MITRA PABRIK GULA NGADIREDJO DI KABUPATEN KEDIRI, PROVINSI JAWA TIMUR Tesis Oleh: Muhaemin 21150921000006 PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 29-Dec-2019

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI

    TEBU RAKYAT POLA MEKANISASI DAN

    SEMI MEKANISASI MITRA PABRIK GULA NGADIREDJO

    DI KABUPATEN KEDIRI, PROVINSI JAWA TIMUR

    Tesis

    Oleh:

    Muhaemin

    21150921000006

    PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440 H/2019 M

  • ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI

    TEBU RAKYAT POLA MEKANISASI DAN

    SEMI MEKANISASI MITRA PABRIK GULA NGADIREDJO

    DI KABUPATEN KEDIRI, PROVINSI JAWA TIMUR

    Muhaemin

    21150921000006

    Tesis

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

    Magister Pertanian (MP) pada Program Magister Agribisnis

    Fakultas Sains dan Teknologi

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440 H/2019 M

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    I. DATA PRIBADI 1. Nama Lengkap : Muhaemin 2. Jenis kelamin : Laki-laki 3. Tempat/Tgl.Lahir : Tegal, 2 September 1978 4. Agama : Islam 5. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil 6. Unit Kerja : Balai Sertifikasi Benih Provinsi Jawa Tengah Dinas Pertanian dan Perkebunan

    Prov, Jawa Tengah

    7. Alamat Kantor : Jl. Raya Solo Jogja Km 15, Sraten , Gatak, Kab.Sukoharjo, Prov Jawa Tengah.

    II. PENDIDIKAN FORMAL

    TINGKAT NAMA SEKOLAH JURUSAN TAHUN

    LULUS

    SD SDN KALADAWA I - 1992

    SLTP SMPN 14 KODYA

    TEGAL

    - 1995

    SLTA SMK NEGERI 2

    SLAWI

    USAHA TANI

    TERPADU

    1998

    DIII IPB BOGOR DIII PERKEBUNAN 2002

    SI UNIVERSITAS

    NUSA BANGSA

    BOGOR

    AGROTEKNOLOGI 2014

    III. RIWAYAT PEKERJAAN

    NO UNIT KERJA JABATAN TAHUN

    1 PT. Xin Chuan Food

    Indonesia divisi agro

    Supervisor 2004-2005

    2 PT. Mikro Investindo Utama

    divisi agro

    Assisten

    Manager

    2007-2009

    3 Direktorat Tanaman Tahunan,

    Ditjen Perkebunan

    PBT 2009-2016

    4 Direktorat Perbenihan

    Perkebunan

    PBT 2006-2018

    5 BPSB Provinsi Jawa Tengah PBT 2018-Sekarang

  • ABSTRACT

    Muhaemin, “Production Efficiency Analysis of Mechanization and Semi-

    mechanization of Sugarcane Farming of Ngadirejo Sugar Factory Partners

    in Kediri Regency, East Java Province” (Supervised by Elpawati and Akhmad Riyadi Wastra).

    This study aimed to analyze: (1) system of mechanization and semi-

    mechanization of sugarcane farming; (2) level of efficiency and factors that

    influence the inefficiency of mechanization and semi-mechanization sugarcane;

    and (3) income of mechanization and semi-mechanization of sugarcane farming. Data collections were taken from all farmers in Ngadiluwih and Kandat

    districts using survey method (questionnaires). Data were analyzed using Cobb-

    Douglas production functions (stochastic frontier), then used Microsoft Excel and

    R software. Any 3 variables influenced positively on plant mechanization of sugarcane

    farming which included labors, ZA, and phonska fertilizer. The labor variable has

    a positive influence on farming production of plant cane by the semi-mechanized

    and ratoon by the mechanized system. Ratoon by the semi-mechanized system did

    not show a positive influence on the crops.

    In addition, the study has found the inefficiency of mechanization and semi-

    mechanization techniques. The amount of land and seed caused economic

    inefficiency on the plant cane by the mechanized and semi-mechanized system.

    Furthermore, ratoon by the mechanized and semi-mechanized system also showed

    inefficiency through the land cover. Ratoon by mechanized system showed the highest income (IDR

    58.223.529/ha) and the lowest value was plant cane by the mechanized system

    (IDR 52.541.175,00/ha). The highest cost of production was the plant cane by the

    semi-mechanized system (IDR 50.967.670,00/ha) and the lowest value was ratoon

    by the mechanized system (IDR 40.540.925,00/ha). The highest net income was

    ratoon by the mechanized system (IDR 17.682.603,00/ha) and the lowest value

    was plant cane by semi-mechanized (IDR 3.277.207,00/ha). R/C ratio was greater

    than one, showed that mechanization and semi-mechanization of sugarcane

    farming provided benefits for farmers.

    Keywords: Sugarcane, mechanization, semi-mechanization, stochastic frontier,

    R/C ratio

  • ABSTRAK

    Muhaemin, “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola

    Mekanisasi dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di

    Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur” (Dibimbing oleh Elpawati dan Akhmad Riyadi Wastra).

    Penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) sistem usahatani tebu rakyat pola

    mekanisasi dan semi mekanisasi; (2) tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang

    memengaruhi inefisiensi tebu rakyat peserta mekanisasi dan semi mekanisasi; dan

    (3) pendapatan usahatani tebu pola mekanisasi dan semi mekanisasi.

    Pengumpulan data dilakukan kepada seluruh petani di Kecamatan

    Ngadiluwih dan Kandat dengan metode survei (kuisioner). Data dianalisis

    menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas (perbatasan stokastik), kemudian

    diolah menggunakan Microsoft Excel dan R software.

    Ada tiga variabel yang berpengaruh nyata pada produksi usahatani tebu

    nonkeprasan mekanisasi, yaitu tenaga kerja, pupuk ZA dan phonska. Variabel

    tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi usahatani pada pola tanam

    nonkeprasan semi mekanisasi dan keprasan mekanisasi. Pada pola tanam keprasan

    semi mekanisasi tidak ditemukan variabel yang berpengaruh nyata terhadap hasil

    produksi.

    Efisiensi teknik pola tanam mekanisasi dan semi mekanisasi dinyatakan

    inefisien. Luas lahan dan jumlah benih menyebabkan ketidakefisienan ekonomi

    pada pola tanam nonkeprasan mekanisasi dan nonkeprasan semi mekanisasi. Hal

    yang sama juga berlaku pada pola tanam keprasan mekanisasi dan keprasan semi

    mekanisasi dengan variabel luas lahan.

    Penerimaan tertinggi diperoleh dari usahatani tebu keprasan mekanisasi (Rp.

    58.223.529,00/ha), sedangkan penerimaan terendah diperoleh dari usahatani tebu

    nonkeprasan mekanisasi (Rp. 52.541.175,00/ha). Biaya produksi tertinggi terjadi

    pada usahatani tebu nonkeprasan semi mekanisasi (Rp. 50.967.670,00/ha) dan

    terendahnya (Rp. 40.540.925,00/ha) terjadi pada usahatani tebu keprasan

    mekanisasi. Selanjutnya, pendapatan bersih tertinggi ditemukan pada usahatani

    tebu keprasan mekanisasi (Rp. 17.682.603,00/ha) dan terendahnya pada usahatani

    tebu nonkeprasan semi mekanisasi (Rp. 3.277.207,00/ha). Rasio R/C >1

    menunjukkan bahwa semua usahatani, baik pola tanam mekanisasi maupun semi

    mekanisasi memberikan keuntungan bagi petani.

    Kata Kunci: Tebu, mekanisasi, semi mekanisasi, perbatasan stokastik, rasio R/C

  • KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena

    berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    tesis dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola

    Mekanisasi dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di

    Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur”,

    Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam

    menyelesaikan Program Studi Magister Agribisnis pada Fakultas Sains

    danTeknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari

    kesempurnaan, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan yang penulis miliki, atas

    segala kekurangan dan ketidaksempurnaan tersebut, sangat diharapkan masukan,

    kritik dan saran yang bersifat membangun. Pada kesempatan yang sangat berharga

    ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

    dalam penyusunan tesis ini,

    khususnya kepada :

    1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sutarjo (Alm) dan Ibu Hj. Tasriyah

    2. Ibu Prof. Dr.Lily Surayya Eka Putri,M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains

    dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

    3. Bapak Dr. Iwan Aminudin, M.Si, selaku Ketua Program Magister Agribisnis,

    Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah, Jakarta.

    4. Bapak Dr. Ir. Elpawati,MS, selaku dosen pembimbing I yang telah membantu

    dan memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini

    5. Bapak Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra, S, IP, MM,, selaku dosen pembimbing

    II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan semangat

    kepada penulis selama penyusunan Tesis ini.

  • 6. Bapak Prof.Dr.Ujang Maman, M.Si dan Dr.Ir.Nunuk Adiarni,M.M selaku

    dosen penguji.

    7. Istri dan anakku tercinta atas segala doa dan motivasi yang terus diberikan

    selama kuliah dan pengerjaan tesis ini.

    8. Direktur Jenderal Perkebunan yang telah memberikan ijin belajar dan

    kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu.

    9. Pimpinan PTPN X dan Keluarga Besar PG. Ngadiredjo, atas ijin, fasilitasi

    dan bantuan yang diberikan, sehingga penelitian dapat berjalan lancar.

    10. Mas Haris dan Mas Bagus TKP Ditjen Perkebunan yang bertigas di Dinas

    Pertanian dan Perkebunan Kab. Kediri yang telah membantu proses penelitian

    ini.

    11. Keluaraga besar BPSB Provinsi Jawa Tengah khusunya Bapak Suryadi

    selaku koordinataor Pos Pengawas Benih Wilayah Pekalongan.

    12. Teman-teman kuliah dan alumni Magister Agribisnis yang telah memberikan

    sebuah persahabatan dan kerjasama yang baik selama menjadi mahasiswa di

    Program Magister Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

    Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

    Doa dan ucapan syukur yang dapat penulis panjatkan, semoga Alloh SWT

    membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara serta teman-teman semua.

    Aammiin.

    Wasalamualaikum wr wb

    Jakarta, Juli 2019

    Muhaemin

  • xi

    DAFTAR ISI

    ............................................................................................................... Halaman

    HALAMAN JUDUL …………………………………………………. i

    PERNYATAAN…………… ……………………………………………. ii

    PENGESAHAN UJIAN…..……………………………………………. iii

    RIWAYAT HIDUP…………………………………………………….. vi

    ABSTRACT……………………………………………….. …………… v

    ABSTRAK ………………………………………… …………………… vi

    KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix

    DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi

    DAFTAR TABEL…………………………………………………… .. xiv

    DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xv

    DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. xvi

    I. PENDAHULUAN…………………………………………. ………. 1

    1.1. Latar Belakang……………………………………….………… 1

    1.2. Rumusan Masalah…………………………………… … ……. 8

    1.3. Tujuan Penelitian……………………………………. … ……. 11

    1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………….. 11

    1.5. Ruang Lingkup……………………………………………….... 12

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Perkebunan Tebu……………………………………………...... 13

    2.2. Usahatani Tebu Pola Tanam

    (Non-Keprasan) dan Pola Keprasan……...................................... 16

    2.3. Konsep Mekanisasi Usahatani Tebu Rakyat.…………………... 18

    2.4. Fungsi Produksi………………………………………………… 20

    2.5. Konsep Efisiensi………………………………………………. 23

    2.6. Konsep Usahatani …………………….……………................... 26

    2.7. Penelitian Terdahulu………………………………..................... 31

    2.8. Kerangka pemikiran…………………………………………….. 41

    2.9. Hipotesis………………………………………………………… 42

  • xii

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………… 44

    3.2. Jenis dan Sumber Data……………………………….. 44

    3.3. Metode Pengambilan Sampel………………………… 45

    3.4. Metode Pengumpulan Data………………………….. 48

    3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data………………. 49

    3.6. Definisi dan Batasan Operasional……………………. 58

    IV. GAMBARAN UMUM DAN KERAGAAN USAHATANI

    TEBU DI DAERAH PENELITIAN

    4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian.…………………. 61

    4.1.1. Letak dan topografi.............................................. 61

    4.1.2. Iklim.................................................................... 62

    4.1.3. Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian............ 63

    4.1.4. Sejarah dan keadaan Umum PG Ngadiredjo....... 64

    4.1.5. Lokasi Pabrik Gula Ngadiredjo........................... 65

    4.1.6. Luas Areal........................................................... 65

    4.2. Keragaan Usahatani Tebu di Daerah Penelitian……..... 66

    4.2.1. Karakteristik Petani Sampel......………….......... 66

    4.2.2. Kepemilikan Lahan............………………......... 67

    4.2.3. Usahatani Tebu di Daerah Penelitian ................. 68

    V. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU……………..... 83

    5.1. Model Fungsi Produksi...…………………...................... 83

    5.2. Analisis Skala Usaha..........................………………...... 87

    5.3. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier.................. 89

    5.4. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor

    Produksi.......................................................................... 91

    5.5. Analisis Biaya Usahatani Tebu....................................... 96

    5.6. Analisi Perbedaan Hasil Produksi Antara Pola

    Tanam Non-Keprasan dan Keprasan.............................. 97

    5.7. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu…………………… 99

  • xiii

    VI. SIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Simpulan.................................. ………………………. 102

    5.2. Saran...............................……………………………… 103

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 105

    LAMPIRAN........................................................................................... 113

    \

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1.1. Beberapa Provinsi dengan luas panen tebu (PR+PBN+PBS) terbesar di Indonesia, 2012-2017……………. 3

    1.2. Perkembangan Areal dan Produksi Gula Di Jawa Timur Tahun 2009-2017......................................................................... 5

    1.3. Kabupaten Sentra Tebu di Jawa Timur, .. …………………… 6 2.1. Persamaan dan perbedaan antara rancangan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya…………………………………. 39

    3.1. Luas Tanaman Perkebunan Tebu Rakyat menurut Kecamatan di Kabupaten Kediri tahun 2012-2016…………….. 46

    3.2. Produksi Perkebunan Tebu menurut Kecamatan di Kab. Kediri Tahun 2011-2015 (Ton)………………………... 47

    4.1. Rata-rata Curah Hujan di Kabupaten Kediri Tahun 2013-2017.. 63

    4.2. Angkatan Kerja di Kabupaten Kediri yang Bekerja menurut

    Satus Pekerjaan, 2014-2017……………………………….. … 64

    4.3. Luas Areal Tebu Giling PG Ngadiredjo Tahun 2010-2017........ 66

    4.4. Sebaran Petani Sampel Menurut Umur, pendidikan dan

    Pengalaman Musim Tanam 2017-2018……………………….. 67

    5.1. Hasil pendugaan Fungsu Cobb Douglas Pola Tanam

    Non Keprasan Mekanisasi.......................................................... 83

    5.2. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam Non

    Keprasan Semi Mekanisasi........................................................ 85

    5.3. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam

    Keprasan Mekanisasi................................................................. 86

    5.4. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam

    Keprasan Semi Mekanisasi........................................................ 87

    5.5. Nilai Koefisien Regresi Faktor-Faktor Produksi

    Usahatani Tebu ........................................................................ 88

    5.6. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pola Tanam

    Non-Keprasan Mekanisasi dan Semi Mekanisasi..................... 89

    5.7. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pola Tanam

    Keprasan Mekanisasi dan Semi Mekanisasi.......................... .. 90

    5.8. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor

    Produksi Pada Pola Tanam Non-Keprasan Mekanisasi............. 92

    5.9. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor

    Produksi Pada Pola Tanam No-Keprasan Mekanisasi.............. 93

    5.10. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor

    Produksi Pada Pola Tanam Keprasan Mekanisasi................... 94

    5.11. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor

    Produksi Pada Pola Tanam Keprasan Semi Mekanisasi.......... 95

    5.12. Rata-Rata Biaya Usahatani Tebu per Hektar............................ 96

    5.13. Nilai Statistik uji t Perbedaan dua sampel................................ 98

    5.14. Rata-rata Produksi, Penerimaan, Pendapatan dan

    RC Ratio Usahatani Tebu......................................................... 100

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1.1. Provinsi Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS) di Indonesia , rata-rata 2012-2017……………………………. 4

    1.2. Kabupaten Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS) di Jawa Timur, tahun 2015…………………………………….. 5

    2.1. Hubungan kurva TP, AP, dan MP……………………………… 24 2.2. Kurva Marjinal Cost…………………………………………….. 27 2.3. Kerangka Pemikiran …………………………………………… 42 5.1. Rata-rata produksi usahatani…………………………………… 98

    5.2. Pendapatan usahatani/ha……………………………………….. 101

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non keprasan (Plant Cane) Mekanisasi...............................………................ 113

    2. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non keprasan

    (Plant Cane) Semi Mekanisasi….......................…………........ 115

    2. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan (ratoon) Mekanisasi………............................................……................ 117

    3. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan (ratoon) Semi Mekanisasi………............................................……....... 119

    5. Model Stokastik Frontier........................................................... 121

    6. Uji t........................................................................................... 125

    7. Kuisioner Penelitian................................................................. 127

    8. Peta Kabupaten Kediri.............................................................. 135

    9. Aktivitas Usahatani Tebu di Kabupaten Kediri……………… 136

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan sejenis rerumputan

    yang digolongkan dalam famili Graminae dan dikenal sebagai penghasil gula.

    Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan sebagai sumber kalori yang

    relatif murah bagi masyarakat sehingga dikategorikan sebagai komoditas

    strategis. Tanaman ini hanya tumbuh di daerah tropis, tanah yang dibutuhkan

    untuk berkembang yaitu alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan

    ketinggian 0-600 mdpl. (Pusdatin, 2017).

    Di Indonesia, industri gula berbahan baku tanaman tebu telah ada sejak

    era penjajahan Belanda. Industri gula tergolong industri yang keberadaannya tua

    di dunia. Hal ini dapat diihat dari sejarah industri gula di Thailand yang telah

    berdiri sejak abad ke-13, di Brasil sejak abad ke-15, dan di Indonesia

    diperkirakan telah ada sejak abad ke-16. Indonesia pernah mengalami era

    kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dengan jumlah pabrik gula (PG) yang

    beroperasi 179 pabrik, produktivitas sekitar 14,80%, dan rendemen

    11%−13,80%. Produksi puncak mencapai hingga 3 juta ton dan ekspor gula

    sebesar 2,40 juta ton. Keberhasilan tersebut didukung oleh kemudahan dalam

    memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin

    dalam penerapan teknologi (Pusdatin, 2017).

    Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

    Indonesia. Perkembangan perluasan areal perkebunan tebu berjalan sangat

    lambat tidak seperti komoditas perkebunan lainnya khususnya sawit yang

    berjalan begitu cepat. Dalam upaya untuk memanfaatkan lahan potensial dan

    investasi pembangunan industri gula di Indonesia perlu dilakukan oleh semua

    pihak. Pembangunan industri gula bersifat strategis, selain dilihat dari sisi

    kebutuhan pasok gula menuju swasembada, (Mirzawan et al., 2010).

    Kegiatan produksi gula tak lepas dari kegiatan on farm dan off farm.

    Kegiatan on farm adalah semua kegiatan yang berada di lahan atau bisa

    dikatakan budidaya tanaman tebu, dan kegiatan off farm adalah kegiatan di luar

  • 2

    dari lahan atau bisa dikatakan kegiatan hilir, yaitu memproses tebu hingga

    menjadi gula.

    Perkebunan tebu di Indonesia sebagian besar dibudidayakan oleh

    rakyat sebagai bahan baku pembuatan gula pasir. Sampai dengan tahun 2015,

    perkebunan tebu di Indonesia terdapat di 9 provinsi yaitu Sumatera Utara,

    Gorontalo, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah,

    Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2012-2017, Jawa Timur adalah

    penghasil tebu terbesar di Indonesia dengan kontribusi rata-rata mencapai 48,26%

    dari total produksi tebu Indonesia. Produksi tebu Indonesia (yang diukur dalam

    wujud gula hablur) sendiri pada tahun 2016 mencapai 2.222.971 ton yang berasal

    dari 444.220 ha luas panen tebu. Adapun konsumsi gula di Indonesia ditahun yang

    sama berdasarkan hasil SUSENAS mencapai 7,5 kg/kapita. Tingkat konsumsi ini

    lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 6,8 kg/kapita

    (Pusdatin, 2017).

    Berdasarkan angka tetap Statistik Perkebunan Indonesia (Direktorat

    Jenderal Perkebunan, 2017), produksi tebu provinsi Jawa Timur mencapai

    1.186.515 ton atau 48,13% produksi tebu nasional di tahun 2017. Namun

    budidaya dan pengolahan tebu khususnya tebu perkebunan rakyat belum

    menggunakan teknologi yang mampu mengoptimalkan input produksi. Padahal

    produksi tebu nasional didominasi dari perkebunan rakyat yaitu sebesar 58,67%,

    sedangkan perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara hanya

    menyumbang sebesar 27,71% dan 13,73% dari total produksi tebu nasional Luas

    panen tebu di Provinsi utama penghasil tebu disajikan pada Tabel 1.1.

    Penurunan produksi dan produktivitas gula pada budidaya tanaman tebu,

    sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tanaman, pengolahan dan kebijakan

    pemerintah. Beberapa faktor budidaya tanaman tebu yang dirasakan belum

    optimal antara lain kaidah budidaya, mutu bahan tanam, kesehatan tanaman dan

    pemahaman akan peran varietas. Produktivitas merupakan sinergi kemampuan

    varietas dengan pengelolaan lingkungan tumbuhnya. Agar suatu varietas dapat

    memberikan pertumbuhan tanaman perlu dipahami dalam sistem pengelolaan

    tanaman Tebu (Sugiyarta, E, 2016).

  • 3

    Tabel 1.1. Beberapa Provinsi dengan Produksi Tebu (PR+PBN+PBS)

    Terbesar di Indonesia, 2012-2017**) No. Provinsi Produksi Tebu PR + PBN + PBS (Ton) Share

    (%)

    2012 2013 2014 2015 2016*) 2017**) Rata-

    rata 1 Jawa Timur 1.241.799 1.236.824 1.260.632 1.207.333 1.052.779 1.186.515 1.188.817 48,26

    2 Lampung 754.619 744.911 768.948 743.883 715.882 768.939 748.513 30,39

    3 Jawa Tengah 289.775 270.873 262.056 231.662 196.364 202.956 232.782 9,45

    4 Jawa Barat 102.648 92.063 78.195 84.899 81.524 86.206 84.577 3,43

    5 Sumatera Selatan

    79.924 93.882 100.384 104.506 72.103 99.860 94.147 3,82

    6 Sulawesi

    Selatan

    33.715 31.340 26.633 34.805 27.796 34.786 31.072 1,26

    7 Sumatera Utara 41.505 37.340 32.427 29.680 27.643 29.664 31.351 1,27

    8 Gorontalo 31.849 27.926 38.025 49.059 39.241 44.298 39.710 1,61

    9 DI Yogyakarta 15.848 15.867 11.873 12.171 9.639 12.226 12.355 0,50

    Jumlah 2.591.682 2.551.026 2.579.173 2.497.998 2.222.971 2.465.450 2.463.324 100,00

    Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin

    Keterangan : *) Tahun 2016 Angka Sementara

    **) Tahun 2017 Angka Estimasi

    Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung

    perkembangan industri gula Indonesia. Terhadap perubahan dan kebijakan yang

    berkaitan dengan harga output, areal tebu, dan produksi, perkebunan tebu rakyat

    secara umum lebih responsif bila dibanding dengan respon areal dan produksi

    PTPN serta perkebunan swasta. Areal perkebunan tebu rakyat juga responsif

    terhadap perubahan harga input (pupuk) dan kebijakan yang berkaitan dengan

    harga input (Susila dan Sinaga 2005).

    Penurunan jumlah produksi tebu rakyat akan memberikan dampak pada

    penurunan pendapatan bagi petani tebu rakyat. Pendapatan yang rendah

    menyebabkan modal yang dimiliki petani terbatas. Biaya usahatani yang

    meningkat sering menyebabkan petani tidak mampu melakukan tahapan

    budidaya dan produksi serta penggunaan teknologi sebagaimana mestinya.

    Padahal dalam usahatani tebu, tahapan budidaya dan produksi serta penggunaan

    teknologi yang tepat merupakan salah satu cara meningkatkan produktivitas yang

    tinggi sehingga diperoleh pendapatan maksimal (Jasila, 2009).

  • 4

    Gambar 1.1. Provinsi Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS) di Indonesia, Rata-rata 2012-2017

    Provinsi sentra produksi tebu di Indonesia pada tahun 2012-2017 (Gambar

    1.1) adalah Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya dan pengolahan

    tebu di Indonesia khususnya tebu PR, belum menggunakan teknologi yang

    mampu mengoptimalkan input produksi. Dengan kondisi ini, maka Provinsi Jawa

    Timur dengan luas panen tebu terbesar selama periode tersebut adalah

    merupakan produsen tebu terbesar di Indonesia.

    Pada tahun 2015 produksi gula dari provinsi Jawa Timur mencapai

    1.207.333 ton. Produksi ini tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di

    Provinsi Jawa Timur, namun lima kebupaten dengan produksi tebu terbesar

    adalah Kab. Malang, Kediri, Lumajang, Jombang, dan Mojokerto dengan

    kontribusi kelima kabupaten ini terhadap produksi gula Provinsi Jawa Timur

    mencapai 55,57% (Gambar 1.2.). Kabupaten Malang pada tahun 2015 tercatat

    memproduksi 273.540 ton gula hablur atau 22,66% produksi tebu Provinsi Jawa

    Timur. Kabupaten penghasil gula hablur terbesar selanjutnya adalah Kabupaten

    Kediri dengan produksi 165.355 ton (13,70%) dari produksi tebu Provinsi Jawa

    Timur), Kabupaten Lumajang dengan produksi 117.202 ton (9,71%), Kabupaten

    Jombang sebesar 64.704 ton (5,36%), dan Kabupaten Mojokerto dengan produksi

    mencapai 50.165 ton (4,16%). Data produksi tebu di 5 kabupaten/kota sentra

    Provinsi Jawa Tmur tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.2.

  • 5

    Gambar 1.2. Kabupaten Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS)

    di Jawa Timur, Tahun 2015

    Perkembangan areal dan produksi gula di provinsi Jawa Timur tahun

    2009-2017 berdasarkan data statistik tebu yang dikeluarkan Direktorat Jenderal

    Perkebunan dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel

    1.2.

    Tabel. 1.2. Perkembangan Areal dan Produksi Gula Di Jawa Timur

    Tahun 2009-2017

    Tahun Areal Produksi (Ton) Rendemen

    (Ha) Tebu Hablur (%)

    2009 186.025 14.732.634 1.079.236 7,33

    2010 193.393 16.700.116 1.014.272 6,07

    2011 192.588 14.053.265 1.051.872 7,43

    2012 198.278 15.556.635 1.252.788 8,05

    2013 211.830 17.547.620 1.244.284 7,09

    2014 219.111 16.448.673 1.260.632 7,66

    2015 201.973 14.367.469 1.207.333 8,40

    2016 200.203 16.479.186 1.038.317 6,33

    2017 179.675 13.252.605 1.010.447 7,60

    Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur 2018

    Data produksi tebu di 5 kabupaten/kota sentra Provinsi Jawa Tmur tahun

    2015 dapat dilihat pada tabel 1.3.

  • 6

    Tabel 1.3. Kabupaten Sentra Produksi Tebu di Jawa Timur, 2015

    No

    Kab/Kota

    Produksi

    (ton)

    Share

    (% )

    PR PBN PBS Total

    1 Kab. Malang 273.540 - - 273.5

    40

    22,66

    2 Kab. Kediri 117.835 47.520 - 165.3

    55

    13,70

    3 Kab. Lumajang 71.320 45.882 - 117.2

    02

    9,71

    4 Kab. Jombang 64.704 - 64.70

    4

    5,36

    5 Kab. Mojokerto 50.165 - 50.16

    5

    4,16

    Lainnya 498.676 34.368 3.32

    3

    536.3

    67

    44,43

    Jawa Timur 1.076.2

    40

    127.770 3.32

    3

    1.207.3

    33

    100,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin 2017

    Wujud Produksi : Gula Hablur

    Dengan kondisi perkembangan budidaya tebu saat ini, maka diperlukan

    suatu upaya perbaikan dalam budidaya tebu yang mampu meningkatkan produksi,

    produktivitas dan mutu serta dapat menekan besarnya biaya pokok produksi tebu

    di tingkat petani. Salah satu upaya tersebut adalah dengan pola mekanisasi

    budidaya tebu, dengan tujuan dari mekanisasi adalah :

    Menurunkan biaya pokok produksi (BPP)

    Pengendalian pekerjaan tepat waktu

    Antisipasi kelangkaan tenaga kerja

    Mempercepat pekerjaan kebu

    Kepastian akan bahan baku tebu terkait dengan masa tanam, jadwal tebang dan

    kemasakan.

    PG. Ngadiredjo merupakan salah satu pabrik gula dibawah PTPN X yang

    mengembangkan penerapan mekanisasi usahatani tebu pola kemitraan dengan

    petani tebu di Kabupaten Kediri. Usaha pola kemitraan petani tebu dengan

    PG.Ngadiredjo ini menurut informasi sebagian petani dapat membantu usahatani

    tebu di Kab. Kediri.

    Tinggi rendahnya tingkat rendemen tebu rakyat dipengaruhi salah

    satunya dari proses produksi (on farm) yang dilakukan oleh petani.

    Peningkatan rendemen dari tingkat usahatani dapat dilakukan dengan: (1)

    penataan varietas, (2) pengunaan benih unggul, (3) pengaturan kebutuhan air,

  • 7

    (4) pemupukan berimbang, dan (5) pengendalian organisme pengganggu

    (P3GI, 2016).

    Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula

    nasional peningkatan produksi gula tebu rakyat karena gula nasional sebagian

    besar terutama di pulau jawa sebagian besar dihasilkan dari tebu rakyat.

    Rendahnya produktivitas tebu rakyat mencerminkan rendahnya tingkat efisiensi

    yang berpangkal pada tidak optimalnya budidaya dalam aktivitas usahatani tebu.

    Peningkatan produktivitas ini penting mengingat produktivitas yang rendah pada

    gilirannya akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan rendah

    disebabkan modal dan luas lahan yang dimiliki petani terbatas. Biaya usahatani

    yang meningkat sering menyebabkan petani tidak mampu melakukan tahapan

    budidaya dan produksi serta penggunaan teknologi sebagaimana mestinya. Salah

    satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah pengembangan kemitraan petani

    dengan pabrik gula melalui program mekanisasi. Salah satu kemitraan pola

    mekanisasi dan semi mekanisasi antara petani dengan pabrik gula adalah

    kemitraan petani tebu rakyat di Kabupaten Kediri dengan PG Ngadiredjo.

    Penelitian ini dilakukan terhadap petani tebu peserta kemitraan pola

    mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG Ngadiredjo, karena PG. Ngadiredjo

    telah menerapkan pola kemitraan dengan petani tebu di Kediri dengan tujuan

    meningkatkan kesejahteraan petani, meningkatkan wawasan, pengetahuan dan

    keterampilan petani, meningkatkan produktifitas tebu. Program mekanisasi

    pengelolaan usahatani ini bukan hanya bertujuan menekan HPP tanaman tebu,

    tetapi juga memudahkan pengaturan dan manajemen dalam usaha tanaman tebu.

    Berdasarkan uraian tersebut Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

    judul “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola Mekanisasi

    dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di Kabupaten Kediri,

    Provinsi Jawa Timur”.

  • 8

    1.2. Rumusan Masalah

    Faktor-faktor produksi yang biasanya digunakan petani tebu di Kabupaten

    Kediri meliputi lahan, baik lahan sewa maupun lahan milik sendiri, benih tebu,

    pupuk kandang, pupuk NPK phonska, pupuk ZA, pupuk SP-36, pestisida padat

    dan pestisida cair, tenaga kerja, dan keterampilan dari petani yang didapat dari

    lamanya melakukan usahatani, serta teknik pemeliharaan tebu berupa :

    penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemberian air, pengeletekan, dan

    pembersihan anakan. Teknik budidaya yang dilakukan petani, termasuk

    penggunaaan faktor-faktor produksi berpengaruh terhadap produktivitas tanaman

    tebu, karena inefisiensi merupakan kendala-kendala yang datang dari sisi internal

    petani.

    Produktivitas tanaman tebu Kabupaten Kediri tahun 2015 mencapai 5,994

    ton/ha pada Tahun 2015, lebih tinggi dari produktivitas nasional sebesar

    5,605 ton/ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Mengkaji persoalan

    produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis. Hal ini

    dikarenakan ukuran produktivitas pada hakekatnya mempengaruhi tingkat

    efisiensi teknis budidaya yang dilakukan oleh petani yang menunjukkan pada

    seberapa besar keluaran (output) maksimum yang dapat dihasilkan per unit

    masukan (input) yang tersedia. Tingkat efisiensi teknis budidaya akan terlihat dari

    kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya yang tercermin dalam aplikasi

    teknologi budidaya dan pascapanen serta kemampuan petani tebu

    mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usaha

    budidayanya sehingga pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat.

    Produktivitas tebu perkebunan rakyat yang sebagian besar masih rendah

    berkaitan dengan faktor antara lain: (1) sebagian besar lahan tebu adalah lahan

    tegalan atau lahan kering karena konversi lahan tebu untuk industri atau

    perumahan, (2) sekitar 60-70 persen merupakan tanaman keprasan, (3) varietas

    yang digunakan merupakan varietas lama, (4) teknik budidaya yang belum

    optimal, (5) keterbatasan modal, dan (6) sistem bagi hasil yang kurang

    memotivasi petani (Husyairi,K.A. 2012).

  • 9

    Di lapangan petani hanya bisa menjadi pasrah dalam mendapatkan angka

    rendemen yang tidak layak. Hal ini disebabkan karena kecilnya posisi tawar

    menawar oleh petani. Kedudukan penetapan rendemen mutlak ditetapkan oleh

    pabrik gula, sehingga petani terpaksa menerima harga tebu yang telah ditetapkan

    oleh pabrik gula (Widjajanto (2015).

    Rendahnya produksi dan produktivitas tebu rakyat mendorong Pemerintah

    mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkannya. Salah satunya adalah

    penerapan mekanisasi dan penataan varietas tebu sejak tahun 2009 melalui

    kegiatan akselerasi peningkatan produktivitas gula. Kabupaten Kediri sebagai

    sentra pengembangan agribisnis tebu di Provinsi Jawa Timur mulai melaksanakan

    perannya dengan bantuan pemerintah.

    Terdapat permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan

    agribisnis pergulaan menurut Asmara, R. dan S. K. Sugianto (2009)

    mengungkapkan bahwa belum efisiensinya penggunaan faktor-faktor produksi

    disebabkan oleh cara pengalokasiannya yang kurang baik, ketidaktahuan petani

    mengenai pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi serta keinginan petani

    untuk memperoleh keuntungan yang tinggi dengan cara menekan biaya produksi

    yang berdampak pada penggunaan faktor-faktor produksi. Petani tidak

    mengetahui bagaimana dampak yang dapat ditimbulkan jika dilakukan

    pengurangan maupun penambahan penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak

    sesuai, padahal jika petani mampu mencapai efisiensi produksi secara maksimal

    maka kemungkinan produksi yang dicapai juga tinggi sehingga pendapatan petani

    juga meningkat. Efisiensi produksi yang dimaksudkan akan tercapai jika efisiensi

    teknis tercapai atau faktor-faktor produksi mampu dialokasikan dengan baik oleh

    petani.

    Teknik budidaya dalam menggunakan faktor-faktor produksi, efisiensi

    teknis, dan pendapatan usahatani merupakan tiga hal yang berkaitan. Teknik

    budidaya yang dijalankan akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani.

    Petani yang teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor

    produksi yang ada untuk mencapai output maksimum atau meminimalkan

    penggunaan input untuk mencapai output yang sama, dapat dikatakan telah

  • 10

    mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis yang mampu dicapai akan

    mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang diterima dalam melakukan

    usahatani.

    Mekanisasi pertanian, meskipun saat ini sudah dianggap sebagai suatu

    kebutuhan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan pertanian modern, namun

    perlu disadari bahwa keberhasilan penerapan mekanisasi memerlukan ketepatan

    teknologi dan manajemen, disamping berbagai faktor pendukung lainnya.

    Sehingga mekanisasi dapat mencapai tujuan yang dicitakan-citakan dan bukan

    sebaliknya, yaitu justru menambah masalah dan beban biaya produksi bagi petani

    (Priyanto,A 1997).

    Di Kabupaten Kediri areal tanaman tebu semakin menyempit dan semakin

    sulitnya mendapatkan tenaga kerja terutama tenaga untuk tebang angkut, maka

    program mekanisasi harus segera dilakukan untuk percepatan kerja dan efisiensi

    biaya. Permasalahan lain disebagian besar penanaman tebu rakyat adalah

    kekurangan permodalan dan akses pasar.

    Kelangkaan tenaga kerja di bidang on farm pada usahatani tebu di

    Kabupaten Kediri yang berdampak pada upah tenaga kerja yang semakin

    meningkat dan biaya produksi yang tinggi. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X

    telah mencanangkan sistem mekanisasi sejak musim tanam tebu 2014. Penerapan

    mekanisasi lebih komprehensif dari budidaya hingga mekanisasi tebang angkut

    tebu. Salah satu pabrik gula dibawah PTPN X yang telah menerapkan pola

    kemitraan mekanisasi tebu rakyat adalah PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri.

    Pabrik gula Ngadiredjo melakukan kemitraan dengan petani tebu melalui

    program mekanisasi melalui program ini petani akan memperoleh fasilitas kredit

    khusus (Tebu rakyat kredit), pendampingan dan sarana produksi dalam rangka

    peningkatan pendapatan. Selain para petani rakyat peserta mekanisasi yang

    tergabung dalam TRK, berkembang pula pola kemitraan bebas atau tebu rakyat

    bebas (TRB) dimana kemitraan terjalin antara perusahaan dan petani tanpa sarana

    kredit.

  • 11

    Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pada

    penelitian ini sebagai berikut :

    1. Bagaimana keragaan sistem usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi

    mekanisasi mitra PG Ngadiredjo?

    2. Bagaimana tingkat efisiensi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

    inefisiensi usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi mekanisasi mitra

    PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri?

    3. Apakah terdapat perbedaan antara pendapatan usahatani tebu rakyat pola

    mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    1. Menganalisis keragaan sistem usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi

    mekanisasi mitra PG Ngadiredjo.

    2. Menganalisis tingkat efisiensi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

    inefisiensi usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi mekanisasi mitra

    PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri.

    3. Menganalisis pendapatan usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi

    mekanisasi mitra PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagi penulis, penelitian diharapkan bermanfaat untuk menambah pengatehuan

    dan sebagai sarana pengaplikasian ilmu yang selama ini telah diperoleh.

    2. Bagi mahasiswa dan perguruan tinggi, penelitian diharapkan menjadi salah

    satu bahan informasi dan sumber untuk penelitian usahatani tebu lebih lanjut.

    3. Bagi pemerintah, penelitian diharapkan dapat memberi masukan dalam

    pengambilan kebijakan pembangunan usahatani tebu dan mendorong

    peningkatan produksi dan produktivitas tebu nasional.

  • 12

    4. Bagi petani tebu, penelitian diharapkan akan dapat memberikan masukan agar

    dapat tercapai penerapan usahatani tebu yang efisien dan menguntungkan.

    1.5. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei 2017 - Mei 2018 di Kecamatan

    Kandat dan Kecamatan Ngadiluwih, Kab. Kediri yang merupakan petani tebu

    mitra Pabrik Gula Ngadiredjo yang telah menerapkan budidaya tebu mekanisasi

    dan semi mekanisasi. Penelitian ini menganilisis efisiensi usahatani tebu rakyat

    pola mekanisasi dan semi mekanisasi mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di Kabupaten

    Kediri, Provinsi Jawa Timur.

  • 13

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Perkebunan Tebu

    Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu anggota

    famili rumput-rumputan (graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah,

    namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika pada

    berbagai jenis tanah dari dataran rendah hingga ketinggian 1.400 meter di atas

    permukaan laut (dpl). Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis

    yang memainkan peran penting dalam pembangunan nasional dari sisi

    ekonomis, ekologis dan sosial budaya (Ditjenbun, 2010). Tebu memiliki

    sistematika taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Sermatophyta

    Subdivisio : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Ordo : Graminales

    Family : Graminae

    Genus : Saccharum

    Spesies : Saccharum Officinarum

    Bahan baku utama untuk memproduksi gula adalah tebu. Tebu merupakan

    salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor

    perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai

    komoditi ekspor penghasil devisa negara (Ditjen Perkebunan, 2015).

    Tebu sebagai penghasil gula menjadi strategic product, mengingat gula

    juga merupakan bahan makanan pokok berdasarkan Keputusan Menteri

    Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 115/MPP/KEP/2/1998. Dengan

    demikian, dapat dikatakan bahwa gula merupakan bahan pangan esensial bagi

    masyarakat Indonesia dan pemerintah berkewajiban menyediakan gula secara

    cukup, baik dalam jumlah, mutu, keamanan maupun gizinya secara merata dan

    terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya

  • 14

    masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan

    sesuai dengan konsep ketahanan pangan pada Undang Undang Nomor 18 Tahun

    2012.

    Budidaya tanaman tebu dapat diartikan upaya menciptakan kondisi fisik

    lingkungan tanaman, berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam, alat dan tenaga

    kerja yang memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya,

    sehingga menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan. Agar dapat

    tercapai keberhasilan dalam budidaya tebu, maka perlu pengetahuan tentang sifat

    asli, syarat tumbuh dan fase pertumbuhan tebu (Marjayanti, S. 2016).

    Tebu merupakan tanaman sub-tropis dan tropis yang menyukai banyak

    sinar matahari dan air yang melimpah (akar tidak tergenang) untuk pertumbuhan

    optimal. Beberapa spesies yang dikembangkan yaitu Saccharum officinarum L, S.

    spontaneum, S. barberi, dan S. sinense. Tanaman komersial ini memiliki banyak

    kultivar yang dapat dimanfaatkan oleh petani dalam usahataninya. Kemasakan

    tebu biasanya terjadi pada umur 12 bulan. Rata-rata tebu yang masak memiliki

    kandungan gula 10% dari bobot tebunya. Jika estimasi produktivitas tebu 100 ton

    per hektar, maka gula yang diperoleh sebesar 10 ton per hektar. Beberapa factor

    yang membedakan kandungan gula dari satu kebun dengan kebun lainnya yaitu

    varietas tebu, perubahan musim, dan perbedaan keadaan lokasi (Marjayanti, S.

    2016).

    Tanaman tebu dapat diperbanyak dengan biji, stek batang, atau stek ujung.

    Perbanyakan biji biasanya dilakukan pada usaha pemuliaan tanaman saja. Secara

    komersil perbanyakan tanaman tebu dilakukan secara vegetatif, yaitu dalam

    bentuk stek batang. Rata-rata di Jawa setiap 1 ha kebun bibit dapat memenuhi

    kebutuhan 8 ha kebun tebu giling, sedangkan di luar Jawa lebih kecil lagi, 1 ha

    kebun bibit dapat memenuhi kebutuhan 6-8 ha kebun tebu giling (Sugiyarta.

    2016).

    Tebu yang banyak dikembangkan oleh masyarakat merupakan tanaman

    C4, yang menyimpan hasil produksinya dalam batang. Tebu merupakan salah satu

    tanaman yang sangat efisien memproduksi karbohidrat melalui fotosintesis

    dibandingkan tumbuhan lain. Fotosintesisnya melibatkan 2 kumpulan sel yang

  • 15

    ditunjukkan dengan adanya Kranz Anatomi, yaitu perpindahan struktur dalam

    prosesnya, yang melibatkan sel-sel mesofil dan sel-sel seludang pembuluh.

    Tanaman C4 lebih efisien ketika proses reduksi CO2 dan tingkat fotorespirasinya

    rendah. Tanaman ini cukup beradaptasi dengan iklim yang agak panas.

    Tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur, mudah

    menyerap tapi juga mudah melepaskan air. Daerah penyebaran di antara 350 garis

    LS dan 390

    garis LU, mulai daerah pantai sampai ketinggian 1400 m dpl, mulai

    ketinggian 1200 m dpl pertumbuhannya melambat . tanaman tebu sangat toleran

    pada kisaran kemasaman tanah (pH) 5-8. Jika pH tanah kurang dari 4.5 maka

    kemasaman tanah menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, seperti pada

    beberapa kasus disebabkan oleh pengaruh toksik unsur aluminium (Al) bebas.

    Pemberian kapur pada tanah mineral masam dapat meningkatkan produksi tebu.

    Hasil tebu pun akan optimum apabila ketersediaan hara makro primer (N, P, K),

    hara makro sekunder (Ca, Mg, S), dan hara mikro (Si, Cu, Zn) dalam tanah lebih

    tinggi dari batas kritisnya (ifat iklim yang diinginkan tanaman tebu adalah iklim

    kering pada musim kemarau selama 3-6 bulan dengan suhu optimum 25-300C.

    Suhu udara yang tinggi diikuti dengan kelembaban tanah dan udara yang juga

    tinggi, akan sangat menguntungkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Cuaca kering

    yang dingin atau cool dry weather dapat mempercepat pematangan

    Berdasarkan kebutuhan air pada fase pertumbuhannya, curah hujan

    bulanan ideal untuk pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan

    berturut-turut, 125 mm/bulan 2 bulan transisi dan kurang 75 mm/bulan pada 4-5

    bulan berturut-turut zona iklim Oldeman yang terbaik untuk tanaman tebu adalah

    C2 dan C3 menghendaki musim kering dan penghujan yang tegas (Marjayanti, S.

    2016).

    Fase perkecambahan dan pertunasan adalah fase terpenting dalam

    pertanaman tebu. Faktor eksternal seperti intensitas cahaya, suhu, pengairan,

    pemupukan dan pemilihan benih menjadi pendukung keberhasilan optimalisasi

    pertunasan. Dengan keberhasilan pertunasan diharapkan dapat dihasilkan

    keseragaman pertumbuhan tanaman dan mengurangi pembentukan sogolan,

    menghemat penggunaan bibit, mempertahankan dan meningkatkan produktivitas

  • 16

    dan umur keprasan tanaman tebu dan pengembangan pola tanam tumpangsari

    (Khuluq, A. D. Dan R. Hamida, 2014).

    2.2. Usahatani Tebu Pola Tanam (Non-Keprasan) dan Pola Keprasan

    Menurut Soekartawi (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang

    mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada

    secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu

    tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang

    mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan

    sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

    Menurut Adiwilaga (1982) dalam Lukito,A (2017), ilmu usahatani adalah

    ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang

    melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari

    kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara

    seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan

    perusahaan itu. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil usahatani selain

    mengoptimalkan lahan, yaitu : tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, benih, dan

    teknologi (Soekartawi dkk., 1986).

    Pola usahatani tebu dilakukan berdasarkan dua pola yaitu pola non-

    keprasan dan pola keprasan. Pola tanam (non keprasan) yaitu dengan cara

    menanam tanaman menggunakan benih (Plant Cane), dan yang kedua dengan

    cara keprasan (Ratoon Cane), merupakan tanaman tebu yang tumbuh setelah

    tanaman pertama ditebang.

    2.2.1. Pola Tanam Non-keprasan (Plant Cane)

    Budidaya tebu pola tanam atau non-keprasan (Plant Cane/PC) dimulai

    dengan persiapan lahan. Kegiatan selanjutnya adalah persiapan tanam yang

    meliputi pengolahan lahan dan pembuatan kair. Kair (leng) digunakan sebagai

    tempat penanaman bibit tebu. Jarak antara kair adalah sekitar 1meter dengan

    kedalaman 25 – 30 cm. Selain itu, dalam kebun dibuat jalan dengan jarak 30 - 40

    cm dan kedalaman 30 cm. Penanaman biasanya berkisar pada bulan Oktober

  • 17

    sampai bulan November. Hal ini dikarenakan pada saat penanaman tebu

    membutuhkan air yang cukup sehingga tebu baru bisa ditanam pada musim hujan

    untuk mendapatkan air. Bibit yang akan ditanam sudah melalui seleksi terlebih

    dahulu. Bibit yang telah disiapkan lalu ditanam mendatar dengan posisi mata

    disamping dan ditutup tanah sedalam diameter tebu yang sekitar 2 cm.

    Kegiatan yang dilakukan setelah penanaman adalah pemeliharaan tebu

    meliputi pemupukan, penyulaman, pembumbunan, penyiangan dan klentek.

    Pemupukan dilakukan bersama – sama waktu menanam agar pertumbuhan akar

    maupun tunas lebih cepat dan kuat. Hal ini dilakukan dengan cara bibit diletakkan

    pada alur bibit dan diikuti dengan pemberian pupuk lalu ditutup dengan tanah.

    Penyulaman dapat dilakukan setelah satu bulan tanam. Pembumbunan biasanya

    dilakukan 3 kali yang berguna untuk menggemburkan tanah dan untuk menutupi

    pupuk. Penyiangan merupakan pembersihan gulma yang biasanya dilakukan

    sebelum pemupukan. Sedangkan klentek merupakan legiatan perontokkan

    daun kering dari tebu. Kriteria bahan baku tebu layak giling : masak, bersih dan

    segar (MBS). Tebu Masak tanda-tanda secara visual antara lain daun-daunya

    sebagian besar menguning, jumlah daun hijau yang tersisa + 5 helai, bentuk

    susunan daun menyerupai kipas, ruas-ruas batang semakin memendek, dan umur

    tanaman antara 11 sampai 12 bulan (Ditjen Perkebunan, 2015)

    2.2.2. Pola Keprasan (Ratoon)

    Tebu keprasan (ratoon) merupakan tanaman tebu yang tumbuh setelah

    tanaman pertama ditebang atau dari sisa tanaman yang ditebang. Budidaya

    tebu keprasan dimulai setelah tebu ditebang. Setelah tebu ditebang, daun –

    daun yang tak terpakai dikumpulkan. Hal ini dilakukan agar mempermudah

    pengeprasan. Pengeprasan tebu yaitu memotong batang tebu bekas tebangan

    sampai kedalaman sekitar 20 cm dari atas permukaan tanah dengan menggunakan

    cangkul dan tanah dibuat seperti bedengan. Pengeprasan sampai kedalaman

    sekitar 20 cm dari atas permukaan tanah dimaksudkan supaya tebu yang

    nanti akan tumbuh merupakan tebu anakan pertama dari tebu induknya sehingga

    tebu yang nanti akan tumbuh diharapkan masih memiliki kualitas yang tak

  • 18

    jauh berbeda dari tebu induknya. Kualitas tebu yang baik, dilihat dari

    besarnya kandungan gula yang dapat dihasilkan oleh tebu tersebut. Setelah satu

    bulan dari pengeprasan, tanaman tebu akan tumbuh anakan (tunas) lalu di

    pedhot oyot. Kegiatan pedhot oyot atau putus akar yaitu memutuskan akar lama

    yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar baru. Jarak pedhot oyot 15

    cm dari tebu serta 15 cm untuk arah sebaliknya dengan menggunakan ganco.

    Kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan tebu yang meliputi penyiangan,

    penyulaman, pemupukan, pembumbunan dan klentek seperti pada tebu tanam

    (Lestari: 2008).

    Sutardjo (1999) menyatakan bahwa masa kemasakan tebu adalah suatu

    gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di

    dalam batang tebu. Adapun dalam proses kemasakan, ruas-ruas yang termuda,

    mengandung kadar glukosa yang tertua. Semula, semasa tebu masih dalam masa

    pertumbuhan, sakarosa ini merupakan hasil asimilasi daun tebu. Gula ini

    diperlukan untuk pembentukan sel-sel dan semua keadaan yang dapat

    menimbulkan pertumbuhan baru.

    Tebu dikatakan masak apabila secara visual daun tebu sebagian besar

    mengering kecuali pucuknya, mengelentek sendiri, sebagian besar daunnya

    rontok, baik karena mengelentek sendiri ataupun diklentek. Analisis kemasakan

    tebu dilakukan untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu sehingga

    tebu yang akan diolah dalam keadaan optimum (Indrawanto et al., 2010).

    2.3. Konsep Mekanisasi Usahatani Tebu Rakyat

    Selama ini mekanisasi pertanian sering diberi pengertian identik dengan

    traktorisasi. Pengertian yang keliru ini perlu diluruskan, karena mekanisasi

    pertanian dalam pengertian Agricultural Engineering, menacakup aplikasi

    teknologi dan manajernen penggunaan berbagai jenis alat rnesin pertanian, mulai

    dari pengolahan tanah, tanam, penyediaan air, pemupukan, perawatan tanaman,

    pemungutan hasil sampai ke produk yang siap dipasarkan.

    Menurut Padilla-Fernandez dan Nuthall (2009) dalam penelitiannya yang

    berjudul Technical Efficiency in the Production of Sugar cane in Central Negros

  • 19

    Area, Philippines: an Application of Data Envelopment Analysis, mengemukakan

    bahwa penerapan mekanisasi dapat memangkas semua kegiatan dan biaya yang

    harus dikeluarkan secara berlebihan. Hal tersebut dapat diartikan segala kegiatan

    akan lebih mudah apabila dilaksanakan secara bersamaan atau bersifat homogen.

    Menurut Dyan,R (2015) mekanisasi adalah salah satu cara untuk memacu

    produktivitas lahan tebu. Dengan mekanisasi, waktu pengerjaan tebang, muat dan

    angkut dari lahan ke pabrik gula bias lebih cepat dengan standar pasti.

    Sekitar tahun 1985/86, beberapa pabrik tebu di Sumatera (Lampung)

    mengoperasikan alat penebang tebu (harvester). Mesin ini yang di negeri

    pembuatnya (Jerman) dan beberapa negara lainnya banyak digunakan karena

    kinerjanya yang baik, tetapi penggunaannya di perkebunan tebu tersebut

    dinyatakan tidak efisien, banyak tebu tertinggal tidak terpotong (20%) dan

    akhirnya penebangan tebu dikembalikan ke sistem manual. Hasil penelitian

    menyimpulkan bahwa pemilihan jenis alat tersebut tidak tepat. Spesifikasi teknis

    serta persyaratan penggunaannya tidak sesuai dengan kondisi kebun dan tebu

    yang akan ditebang. Bentuk, ukuran dan kelandaian kebun tidak sesuai dengan

    persyaratan penggunaan mesin tersebut. Disamping itu pisau pemotong yang

    seharusnya diasah kembali setiap jumlah jam pemakaian tertentu tidak

    dilakukan dan pokok tebu yang ditebang tidak tumbuh tegak, tetapi banyak

    yang rebah. (Priyanto: 1997).

    Salah satu mekanisasi yang digunakan untuk perkebunan tebu seperti on-

    farm (budidaya) ada plowing (pembajakan), planting, wed controlling, tinning,

    fertilizing, subsoiling hingga ratoon, sedangkan mekanisasi untuk pascapanen

    terdapat teknologi seperti grabloader atau alat pengangkut hasil panen dan

    dumper atau pengangkut hasil panen. (Prahanda, R.2018).

    Manfaat yang diperoleh dari kemitraan pola mekanisasi usahatani tebu,

    ialah (1) terjaminnya bahan baku giling pabrik gula, (2) proses panen tebu yang

    dijamin oleh pabrik gula, (3) tidak ada lagi tebu yang keluar daerah binaan, (4)

    subsidi yang diberikan pabrik gula untuk operasional budidaya, (5) tidak adanya

    petani yang menjual tebu keluar daerah binaan (Cay dkk., 2010).

  • 20

    Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian mengeluarkan

    kebijakan perbaikan budidaya tebu melalui program mekanisasi usahatani tebu

    milik petani. Pola mekanisasi dimana pola ini dianggap lebih efisien, efektif dan

    ekonomis dibanding pola lainnya. Dalam pelaksanaan mekanisasi usahatani tebu

    rakyat tidak hanya melibatkan pabrik gula dan petani, melainkan adanya pihak

    ketiga yang disebut provider atau tenaga penggarap. Gambar 2.1. memperlihatkan

    skema kerja sama antara pabrik gula, petani dan provider.

    Gambar.2.1. Skema Pola Kerja Mekanisasi

    Sumber : Pabrik Gula Ngadiredjo, PTPN X, Kediri

    Pabrik gula berperan dalam memfasilitasi sarana dan prasarana mekanisasi

    dan juga sebagai afalis atau penanggung jawab dalam pemberian pinjaman kepada

    petani. Petani yang ingin turut serta menjadi petani mitra pola mekanisasi,

    bertanggung jawab dalam mendaftarkan diri di pabrik gula milik BUMN atau

    harus terdaftar menjadi petani binaan pabrik. Selain itu petani juga harus bersedia

    untuk menandatangani kontrak yang menyetujui kegiatan budidaya dilaksanakan

    dengan mekanisasi penuh. Provider bertanggung jawab dalam pelaksanaan

    budidaya tebu yang terdiri normalisasi patusan atau pemeliharaan got, land

    preparation, cultivation, pengairan, dan tebang muat angkut (TMA). Provider

    harus memiliki alat dan mesin yang dibutuhkan oleh pabrik gula.

    2.4. Fungsi Produksi

    Menurut Soekartawi et al. (1989) hubungan kuantitatif antara masukan

    dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan

    pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Fungsi produksi

    merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.

    Pabrik gula

    Provider Petani

  • 21

    Soekartawi (1989) Dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka

    tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat

    diperlukan. Tersedianya produksi ini dipengaruhi oleh faktor antara lain macam

    komoditi (X1), luas lahan (X2), tenaga kerja (X3), modal (X4), manajemen (X5),

    iklim (X6) dan faktor sosial ekonomi produsen (X7). Secara matematis, pernyataan

    ini dapat ini dapat dituliskan sebagai berikut:

    Y= f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7) ……………………………..(1)

    Berdasarkan persamaan (1) maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya

    produksi sangat tergantung dari peranan X1 sampai dengan X7 dan faktor-faktor

    lain yang tidak terdapat dalam persamaan (1). Namun patut diperhitungkan bahwa

    besar kecilnya Y juga sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat

    pertanian yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local spesific).

    Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar

    tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Berbagai

    literatur menyatakan, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah input,

    production factor dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat

    menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman

    menunjukan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk,

    obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang

    terpenting di antara faktor produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi

    (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga

    disebut factor relationship (Soekartawi,1989).

    Dalam pengertian yang bersifat umum, produksi tercakup setiap proses

    yang mengubah masukan-masukan (inputs) dan menggunakan sumber-sumber

    daya untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) yang berupa barang-barang

    dan jasa. Fungsi produksi terkait dengan pertanggung jawaban dalam pengolahan

    dan pentransformasian masukan (inputs) menjadi keluaran (outputs) berupa

    barang atau jasa yang akan memberikan penghasilan bagi usaha (Assauri, 1993).

  • 22

    Menurut Iswardono (1994) konsep fungsi produksi berkaitan dengan

    hubungan fisik antara input (masukan) dengan output (keluaran) yang dihasilkan.

    Hubungan ini secara matematis sebagai berikut :

    X = f (a, b, c) ....................................................................................... (2)

    Dimana :

    X = output yang dihasilkan.

    a,b,c = input yang digunakan.

    2.4.1. Fungsi Produksi Cobb – Douglass

    Menurut Soekartawi. (1989) fungsi produksi Cobb Douglas merupakan

    fungsi produksi yang cukup baik digunakan dalam bidang industri dan pertanian.

    Bentuk asli fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut :

    Y=bX1a1

    X2a2

    ,…….., Xnan………………………. ………………….. (3)

    Dimana :

    Y = Variabel yang dijelaskan

    X = Variabel yang menjelaskan

    a1,a2 = Besaran yang akan diduga

    u = Unsur sisa (galat)

    e = Logaritma natural (e = 2,718)

    Menurut Gujarati (2006) model tersebut memiliki variabel X yang tak

    linear, akan tetapi persamaan tersebut bisa dinyatakan dalam bentuk lain namun

    dengan arti yang sama, yakni sebagai berikut :

    ln Y = ln a0 + a1 ln X1 + a2 ln x2 + ....... + an ln Xn ......................... (4)

    Di mana ln = logaritma natural, atau dengan kata lain, logaritma terhadap

    basis e. Jika dimisalkan :

    a = ln a0 .................................................................................…............ (5)

    Persamaan (4) dapat dituliskan sebagai :

    ln Y = a + a1 ln X1 + a2 ln x2 + ....... + an ln Xn .............................. (6)

    Dan untuk keperluan penaksiran, model dapat dituliskan sebagai berikut :

  • 23

    ln Y = a + a1 ln X1 + a2 ln X2 + ....... + an ln Xn + u1 ........................... (7)

    Menurut Soekartawi (1989) Ada tiga alasan pokok mengapa banyak

    peneliti yang menggunakan fungsi produksi Cobb – Douglas, yaitu :

    1. Penyelesaiannya relatif mudah dibandingkan dengan fungsi lainnya karena

    mudah diubah menjadi bentuk linear.

    2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi ini akan menghasilkan koefisien

    regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

    3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan besaran return to scale.

    2.5. Konsep Efisiensi

    1. Efisiensi Teknis.

    Menurut Suratiyah (2015), efisiensi teknis adalah suatu pengukuran

    besarnya produksi yang dapat dicapai pada tingkat faktor produksi tertentu.

    Seorang petani dikatakan efisien secara teknis jika dengan penggunaan jenis dan

    jumlah input yang sama diperoleh output secara fisik yang lebih tinggi.

    Efisiensi teknik dapat dicari dengan melihat penambahan input secara

    fisik yang digunakan pengaruhnya terhadap penambahan produksi yang

    dihasilkan. Bisa dihitung melalui elastisitas faktor produksi, secara matematis

    dapat ditulis sebagai berikut :

    Ep = atau Ep = atau Ep = ..................................................... (8)

    Dimana :

    Ep = Elastisitas produksi

    Y = Hasil produksi

    X = Faktor produksi

    ∆ Y = Perubahan produksi

    ∆ X = Perubahan input

    MPP = Marginal Physical Product

    APP = Average Physical Product

  • 24

    Bila penggunaan input hanya satu, nilai elastisitas berkaitan dengan

    fungsi-fungsi produktivitasnya. Suatu usahatani akan mencapai suatu tingkat

    menguntungkan apabila tercapai nilai elastistas berada di antara 0 dan 1 atau

    0 < ep < 1 yaitu antara daerah optimum dan maksimum atau berada pada daerah

    rasional, maka tingkat efisiensi akan tercapai jika nilai APP = MPP.

    Gambar 2.2. Hubungan kurva TP, AP, dan MP.

    Nilai elastisitas produksi dapat menunjukkan Return To Scale (RTS),

    dimana RTS dapat digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan dari usahatani

    tersebut mengalami kaidah increasing, constan, atau decreasing return to scale

    serta dapat menunjukkan efisiensi produksi secara teknis (Soekartawi, 1989).

    Ada tiga alternatif yang bisa terjadi dalam RTS :

    a. Decreasing return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) < 1, artinya

    bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan

    produksi.

    b. Constant return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) = 1, artinya bahwa

    proporsi penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi

    penambahan produksi.

    c. Increasing return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) >1, artinya bahwa

    proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi

    yang proporsinya lebih besar.

  • 25

    2. Efiensi Ekonomi

    Setianti et al. (2015) dalam Fadlilah,U (2016) menyatakan bahwa

    efisiensi ekonomi telah tercapai jika Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan

    Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Untuk mengetahui efisiensi ekonomi (EE)

    dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

    Efisisiensi Ekonomi = .................................................................. (9)

    Dimana menghitung NPM = βxi . . Py .............................................. (10)

    Dan menghitung BKM = Pxi .......................................................................... (11)

    Dimana :

    NPM = Nilai Produk Marjinal

    BKM = Biaya Korbanan Marjinal

    Βxi = Koefisien regresi masing-masing factor produksi

    Pxi = Harga factor produksi ke-i (harga input)

    Py = harga output

    Kriteria pengujian untuk melihat efisiensi alokatif/harga usahatani :

    NPM BKM

    = 1 artinya pada harga yang berlaku saat

    penelitian, secara ekonomis penggunaan faktor

    produksi optimum atau efisien.

    NPM

    BKM

    > 1 artinya pada harga yang berlaku saat

    penelitian, secara ekonomis penggunaan faktor

    produksi belum optimum atau efisien.

    NPM

    BKM

    < 1 artinya pada harga yang berlaku saat

    penelitian, secara ekonomis penggunaan faktor

    produksi melebihi optimum atau tidak efisien

  • 26

    2.6. Konsep Usahatani

    Menurut Soekartawi. (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang

    mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara

    efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu

    tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang

    dimiliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan

    sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

    Firdaus (2009) menyatakan bahwa usahatani (farm) adalah organisasi dari

    alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di

    lapangan. Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja

    diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan sebagai pengelolaannya.

    Menurut Rachmina et al. (2013) usahatani merupakan organisasi dari alam,

    kerja, dan modal yang ditujukan untuk menghasilkan produksi di lapangan

    pertanian. Jadi terdapat empat unsur penting dalam usahatani, yaitu unsur lahan

    yang mewakili alam, unsur tenaga kerja, unsur modal dengan aneka ragam

    jenisnya dan unsur manajemen atau pengelolaan yang perannya dilakukan oleh

    petani.

    Menurut Shinta (2011) biaya usahatani dapat diklasifikasikan sebagai

    berikut :

    a. Total Fixed Cost (TFC), yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan atau

    petani yang tidak mempengaruhi hasil/output produksi. Berapapun output

    yang dihasilkan biaya itu tetap sama saja. Contoh : sewa tanah, iuran

    irigasi, pajak tanah.

    b. Total Variabel Cost (TVC), yaitu biaya yang besarnya berubah searah

    dengan berubahnya output yang dihasilkan. Semakin besar jumlah output

    yang dihasilkan variable cost pun juga semakin besar.

    c. Total Cost (TC) yaitu jumlah total dari fixed cost dan variable cost.

    d. Average Cost (AC), terdiri atas :

    Average Fixed Cost (AFC), yaitu biaya tetap untuk satuan output

    yang dihasilkan.

  • 27

    Average Variable Cost (AVC), yaitu biaya variabel untuk setiap

    satuan output yang dihasilkan.

    Average Total Cost (ATC), adalah biaya persatuan output yang

    dihasilkan.

    Marginal Cost (MC), kurva TC merupakan jumlah dari biaya

    variabel dan biaya tetap merupakan konstanta, maka MC tidak lain

    adalah garis singgung pada kurva biaya total atau garis singgung

    pada kurva VC. MC memotong FC dan VC pada saat minimum.

    .

    Gambar 2.3. Kurva Marjinal Cost.

    2.6.1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Produksi Usahatani

    Tebu Rakyat

    Efisiensi usahatani dapat diukur dengan menghitung efisiensi teknis,

    efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Efektifnya suatu usaha terjadi apabila

    termanfaatkannya sumber daya alam sebaik- baiknya, sedangkan efisiennya

    usaha apabila pemanfaatan sumber daya yang ada mampu menghasilkan

    output yang melebihi input yang diberikan. Penarikan keputusan produksi

    seringkali menjadi keharusan bagi petani mengingat dalam aktivitas usahatani

    seringkali terjadi gap produktivitas antara produktivitas yang seharusnya dengan

    produktivitas yang dihasilkan. Senjang produktivitas tersebut terjadi karena

    adanya faktor-faktor yang sulit untuk diatasi oleh manusia (petani) seperti

  • 28

    teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan,

    misalnya iklim. Perbedaan hasil yang disebabkan oleh dua faktor tersebut

    menyebabkan terjadinya senjang produktivitas antara lain : (1) adanya kendala

    biologis misalnya perbedaan varietas, masalah tanah, serangan hama, perbedaan

    kesuburan dan sebagainya, (2) kendala sosial ekonomi seperti perbedaan besar

    biaya dan penerimaan usahatani, kurangnya biaya usahatani, harga produksi,

    faktor kebiasaan dan sikap, kurang pengetahuan, tingkat pendidikan, adanya

    faktor ketidakpastian, resiko berusahatani dan sebagainya (Soekartawi, 2002:2).

    Input dalam usahatani tebu rakyat secara umum terdiri dari lahan, tenaga

    kerja, pupuk dan pestisida. Biaya usahatani untuk tenaga kerja bisa mencapai

    lebih dari 40 persen, artinya usahatani tebu lebih bersifat padat karya

    dibandingkan dengan padat modal. Sedangkan proporsi biaya untuk input lain

    bervariasi antar daerah. Zhang et al (2011) dalam Husyairi (2012:13) menyatakan

    bahwa proporsi biaya tenaga kerja usahatani tebu di China adalah 40 persen untuk

    tenaga kerja, 24 untuk pupuk, 16 persen untuk sewa tanah dan 20 persen untuk

    input lainnya. Chidoko dan Chimway (2011:01) dalam penelitiannya di Lowveld

    Zimbabwe menyatakan bahwa porposi biaya tenaga kerja pada usahatani tebu

    sebesar 45 persen, pupuk 14 persen, bibit 14 persen, pestisida dan bunga modal

    masing-masing 4 persen. Berdasarkan dua penelitian tersebut diketahui bahwa

    proporsi biaya untuk tenaga kerja masih dominan.

    Husayairi, K.A. (2012:103) judul penelitian Analisis efisiensi produksi

    tebu rakyat di wilayah kerja PTPN VII unit usaha Bungamayang Kabupaten

    Lampung Utara Provinsi Lampung. Tujuan penelitian bertujuan untuk (1)

    menganalisis sistem usahatani Tebu Rakyat Kredit (TRK) dan Tebu Rakyat Bebas

    (TRB) dan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani tebu rakyat di

    wilayah kerja PTPN VII Unit usaha Bungamayang. (2) Menganalisis tingkat

    efisiensi dan faktor yang mempengaruhi inefisiensi produksi usahatani tebu rakyat

    dan pengaru pola kemitraan di wilayah kerja PTPN VII Unit Usaha

    Bungamayang.

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross section. Data cross

    section yang digunakan adalah data dari 75 orang petani yang terdiri dari 45 orang

  • 29

    petani dengan pola kemitraan Tebu Rakyat Kredit (TRK) dan 30 orang petani

    dengan pola kemitraan Tebu Rakyat Bebas (TRB) dengan pola tanam non-

    keprasan dan keprasan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis

    usahatani dan analisis efisiensi produksi, fungsi produksi yang digunakan adalah

    fungsi produksi Cobb Douglas dan diestimasi menggunakan Ordinary Least

    Squares (OLS) dan Maximum Likelihood Estimation (MLE).

    Hasil estimasi usahatani tebu fungsi produksi frontier pada pola non-

    keprasan dijumpai variabel lahan, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida

    padat, pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tebu.

    Hasil estimasi usahatani tebu fungsi produksi frontier pada pola keprasan

    dijumpai variabel lahan, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida cair dan

    tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tebu di daerah penelitian.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis baik pada pola tanam non-

    keprasan mupun keprasan adalah pendidikan, pengalaman dan ukuran usahatani.

    Petani dengan pola tanam keprasan lebih efisien dibandingkan petani dengan pola

    keprasan baik secara teknis, alokatif maupun ekonomi. Berdasarkan pada pola

    kemitraan, petani TRB lebih efisien dibandingkan petani TRK baik secara teknis,

    alokatif maupun ekonomis.

    Ukuran usahatani memiliki pengaruh paling besar untuk mengurangi

    inefisiensi teknis dimana petani yang memiliki lahan lebih besar cenderung lebih

    efisien. Hal ini erat kaitannya dengan skala usaha. Mengingat penambahan luas

    lahan sulit dilakukan, maka peran kelembagaan baik melalui koperasi maupun

    kelompoktani perlu ditingkatkan untuk mencapai skala usaha bagi para petani

    yang memiliki lahan sempit.

    Teknologi budidaya tebu yang selalu diperbaharui merupakan pendukung

    tercapainya industri gula yang dapat memenuhi kebutuhan gula secara mandiri.

    Dalam rangkaian industri gula, proses produksi bahan baku yang akan diolah

    sangat menentukan industri gula tersebut sebab itu memerlukan perhatian khusus.

    Pemilihan varietas yang tepat khususnya untuk usahatani tebu akan sangat

    meningkatkan kepercayaan dan minat petani dalam membudidayakan tebu.

  • 30

    2.6.2. Pendapatan Usahatani

    Menurut Soekartawi (1995) Pendapatan usahatani adalah selisih antara

    penerimaan dan semua biaya. Jadi Pendapatan usahatani merupakan hasil

    pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya

    usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada nesarnya penerimaan

    dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan sangat

    dipengaruhi oleh produksi dan harga output. Produksi usahatani ditentukan oleh

    kemampuan setiap input menghasilkan output atau disebut produktivitas.

    Penerimaan dan biaya produksi akan menentukan keuntungan.

    Menurut Shinta (2011) penerimaan usahatani adalah perkalian antara

    produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan

    sebagai berikut :

    TR = ............................................................................ (12)

    Adapun keuntungan usahatani diperoleh setelah mengurangkan biaya dari

    penerimaan usahatani. Tujuan utama dari analisis keuntungan yaitu untuk

    menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan

    hasil dari perencanaan atau tindakan.

    Menurut Ratih F. dan Harmini (2012) pendapatan usahatani dibedakan

    menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Secara matematis

    penerimaan diformulasikan sebagai berikut :

    u tunai = TR – BT ..................................................... (13)

    u total = TR – (BT + BD) ..................................................... (14)

    = (Y x Py) – (BT + BD)

    Dimana :

    u tunai = Tingkat pendapatan atas biaya tunai

    u total = Tingkat pendapatan atas biaya total

    TR = Total penerimaan yang merupakan hasil perkalian harga (Rp/kg)

    dengan jumlah output (kg)

    BT = Biaya tunai (Rp)

    BD = Biaya diperhitungkan (Rp)

  • 31

    Pendapatan usaha tani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan

    pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara

    penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total

    usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang

    dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diproleh dari selisih penerimaan

    usahatani dengan biaya total usahatani.

    Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

    unktuk mengetahui pendapatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat

    bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio lebih dari satu, maka

    setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan

    penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya tersebut. Sebaliknya jika

    nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang

    dikeluarkan akan menghasilkan tambhan penerimaan yang lebih kecil daripada

    tambahan biaya tersebut. R/C rasio sama dengan satu artinya tidak untung dan

    tidak rugi.

    2.7. Penelitian Terdahulu

    Penelitian-penelitian yang mengkaji tentang efisiensi serta pendapatan

    usahatani telah dilakukan sebelumnya, beberapa penelitian tersebut diantaranya

    sebagai berikut :

    Penelitian Fadlillah (2016) dengan judul “Analisis Efisiensi Penggunaan

    Faktor- Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe,

    Kabupaten Kudus” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis a) faktor-faktor

    produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi tebu, b) skala dan efisiensi

    ekonomi usahatani tebu, c) pendapatan usahatani tebu di Kecamatan Dawe,

    Kabupaten Kudus. Penelitian dilakukan menggunakan metode survey. Lokasi

    penelitian pada tingkat kecamatan dipilih secara sengaja (purposive) karena

    merupakan sentra tebu dengan produksi terbesar di Kabupaten Kediri.

    Tingkat desa dilakukan dengan memilih 3 (tiga) desa secara sengaja

    (purposive) berdasarkan produksi terbesar. Selanjutnya pemilihan responden

    dengan dilakukan dengan metode Snowball sampling dengan jumlah sebanyak

  • 32

    216 menggunakan metode Slovin dengan dasar data jumlah petani. Responden

    dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan status tanam, yaitu : tanaman 1, ratoon1,

    ratoon 2, dan ratoon 3. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda

    dengan fungsi produksi Cobb- Douglas.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    variabel yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi tebu pada status tanam

    tanaman 1 adalah luas lahan, benih, dan pupuk Za dan tenaga kerja, untuk status

    tanam ratoon 1, ratoon 2, dan ratoon 3 faktor produksi yang berpengaruh adalah

    luas lahan, ratoon, pupuk Za dan tenaga kerja.Hasil perhitungan menunjukkan

    bahwa skala usaha pada usahatani tebu di Kecamatan Dawe pada status tanam

    tanaman 1 sebesar 1,205, ratoon 1 sebesar 1,309, ratoon 2 sebesar 1,012, dan

    ratoon 3 sebesar 1,027 (lebih besar dari satu), disebut Increasing Return to Scale

    yang berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan

    tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

    Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi

    menunjukkan bahwa : a) Tanaman 1. Produk marjinal variabel luas lahan, benih,

    dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar dari satu, berarti penggunaan variabel

    tersebut belum efisien. Produk marjinal variabel pupuk phonska dan tenaga kerja

    mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti penggunaan variabel pupuk phonska

    dan tenaga kerja tidak efisien. b) Ratoon 1. Produk marjinal variabel luas lahan,

    ratoon, dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar dari satu, berarti penggunaan

    variabel tersebut belum efisien. Produk marjinal variabel pupuk phonska dan

    tenaga kerja mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti penggunaan variabel

    pupuk phonska dan tenaga kerja tidak efisien. c) Ratoon 2. Produk

    marjinalvariabel luas lahan, ratoon, dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar

    dari satu, berarti penggunaan variabel belum efisien. Produk marjinal variabel

    pupuk phonska dan tenaga kerja mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti

    penggunaan variabel tenaga kerja tidak efisien. d) Ratoon 3. Produk marjinal

    variabel luas lahan, ratoon, pupuk phonska, dan pupuk Za berarti penggunaan

    variabel belum efisien. Produks marjinal tenaga kerja kurang dari dari satu, berarti

    penggunaan variabel tenaga kerja tidak efisien.

  • 33

    Penelitian yang dilakukan oleh Diah Apriliani, Suwarto, RR. Aulia Qonita

    (2013) dalam judul “Analisis Komparatif Usahatani Tebu Untuk Pembuatan Gula

    Pasir Dan Gula Tumbu Di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus”. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengkaji biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi

    dan profitabilitas dari usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu

    di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Metode dasar penelitian ini adalah

    deskriptif analitis dan menggunakan teknik survey. Penelitian dilakukan di

    Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja

    (purposive sampling) dengan pertimbangan Kecamatan Dawe memiliki luas lahan

    paling tinggi di Kabupaten Kudus. Penentuan sampel dilakukan dengan metode

    stratified random sampling. Metode analisis data yang digunakan antara lain

    analisis biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi, profitabilitas dan

    uji t. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh

    dengan melakukan wawancara, pencatatan, dan observasi. Hasil analisis

    menunjukan bahwa rata-rata biaya alat-alat luar, biaya menghasilkan, penerimaan,

    pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas usahatani tebu untuk

    pembuatan gula tumbu lebih tinggi daripada rata-rata biaya alat-alat luar, biaya

    menghasilkan, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas

    usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir. Setelah diuji secara statistik dengan

    menggunakan uji t, hasil dari pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas

    tidak ada beda nyata.

    Penelitian yang dilakukan oleh Saskia, D.Y dan Waridin (2012) Penelitian

    ini bertujuan untuk mendeskripsikan biaya, penerimaan, dan pendapatan dari

    petani tebu menurut status kontrak yang dimiliki di PT IGN Cepiring. Selanjutnya

    menganalisis apakah terdapat perbedaan antara pendapatan petani yang memiliki

    kontrak kredit dengan petani yang memiliki kontrak penggilingan. Data yang

    digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawan