analisa manajemen rantai pasok agribisnis...

13
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012 ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS TEMBAKAU SELOPURO BLITAR BAGI KESEJAHTERAAN PETANI LOKAL Kuntoro Boga Andri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km.4, PO Box 188 Malang, 65101, Indonesia [email protected] ABSTRAK Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau lokal. Dari hasil survey keragaaan tembakau di Jawa dan Madura diketahui di Propinsi ini terdapat sekitar 15 jenis tembakau. Kontribusi agribisnis tembakau lokal Selopuro di Blitar terhadap perekonomian dan manfaat sosial oleh pengusahaan tembakau baik kearah hulu (backward linkage) maupun kearah hilir (onward linkage) sangat besar. Meskipun sentra produksinya di Kecamatan Selopuro, namun areal pengembangan agribisnis tembakau ini telah berkembang sampai ke Kabupaten Malang, Kediri dan Tulungagung. Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai dengan Desember 2009, melalui kegiatan survey lapang, diskusi kelompok (FGD), dan studi pustaka melalui dokumen yang diperoleh dari dinas terkait, pemerintah daerah dan industri tembakau lokal. Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mengidentifikasi manfaat secara ekonomi dan sosial bagi petani lokal, (b) Mengidentifikasi struktur pasar komoditas ini, (c) Identifikasi dan analisa mekanisme tataniaga komoditas yang telah berjalan, (d) Menentukan strategi dan kebijakan perbaikan tataniaga dan manajemen tembakau lokal ini. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat masalah-masalah internal yang dihadapi dalam rantai pasok agribisnis tembakau Selopuro. Masalah internal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu di tingkat on-farm, off farm dan kelembagaan. Pengembangan agribisnis tembakau lokal ini harus terkendali dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi perdesaan, sosial, dan memberikan lapangan pekerjaan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen tembakau. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan pemahaman: (a) Perlunya memperhatikan keseimbangan antara permintaan dan penyediaan (supply and demand) produk ini, (b) Agribisnis tembakau yang efisien serta menjaga lingkungan hidup yang sehat (tanah, air, udara,flora dan fauna), (c) Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, (d) Menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufactural Practices (GMP) dalam pengusahaan tembakau, (e) Menjaga kelangsungan agribisnis melalui kemitraan yang baik dengan lembaga-lembaga terkait baik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta. Kata kunci: Tembakau selopuro, analisa rantai pasok, tanaman tradisional, produk unggulan lokal, Blitar PENDAHULUAN Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau. Dari hasil survey keragaaan tembakau di Jawa dan Madura pada tahun 1989 diketahui bahwa di Propinsi Jawa Timur terdapat sekitar 15 jenis tembakau. Berdasarkan waktu penanamannya, jenis tembakau dibagi atas dua jenis yaitu: 1) tembakau bahan cerutu (Na- Oogst disingkat Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Upload: lylien

Post on 03-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS TEMBAKAU

SELOPURO BLITAR BAGI KESEJAHTERAAN PETANI LOKAL

Kuntoro Boga Andri

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km.4, PO Box 188 Malang, 65101, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau lokal. Dari hasil survey

keragaaan tembakau di Jawa dan Madura diketahui di Propinsi ini terdapat sekitar 15

jenis tembakau. Kontribusi agribisnis tembakau lokal Selopuro di Blitar terhadap

perekonomian dan manfaat sosial oleh pengusahaan tembakau baik kearah hulu

(backward linkage) maupun kearah hilir (onward linkage) sangat besar. Meskipun

sentra produksinya di Kecamatan Selopuro, namun areal pengembangan agribisnis

tembakau ini telah berkembang sampai ke Kabupaten Malang, Kediri dan Tulungagung.

Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai dengan Desember 2009, melalui

kegiatan survey lapang, diskusi kelompok (FGD), dan studi pustaka melalui dokumen

yang diperoleh dari dinas terkait, pemerintah daerah dan industri tembakau lokal.

Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mengidentifikasi manfaat secara ekonomi dan sosial

bagi petani lokal, (b) Mengidentifikasi struktur pasar komoditas ini, (c) Identifikasi dan

analisa mekanisme tataniaga komoditas yang telah berjalan, (d) Menentukan strategi

dan kebijakan perbaikan tataniaga dan manajemen tembakau lokal ini. Hasil penelitian

menunjukkan, terdapat masalah-masalah internal yang dihadapi dalam rantai pasok

agribisnis tembakau Selopuro. Masalah internal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu di

tingkat on-farm, off farm dan kelembagaan. Pengembangan agribisnis tembakau lokal

ini harus terkendali dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi perdesaan, sosial, dan

memberikan lapangan pekerjaan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup

yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen tembakau. Untuk

mencapai hal tersebut diperlukan pemahaman: (a) Perlunya memperhatikan

keseimbangan antara permintaan dan penyediaan (supply and demand) produk ini, (b)

Agribisnis tembakau yang efisien serta menjaga lingkungan hidup yang sehat (tanah,

air, udara,flora dan fauna), (c) Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau dengan

meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, (d) Menerapkan Good

Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufactural Practices (GMP) dalam

pengusahaan tembakau, (e) Menjaga kelangsungan agribisnis melalui kemitraan yang

baik dengan lembaga-lembaga terkait baik pemerintah, perguruan tinggi maupun

swasta.

Kata kunci: Tembakau selopuro, analisa rantai pasok, tanaman tradisional, produk

unggulan lokal, Blitar

PENDAHULUAN

Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau. Dari hasil survey keragaaan

tembakau di Jawa dan Madura pada tahun 1989 diketahui bahwa di Propinsi Jawa

Timur terdapat sekitar 15 jenis tembakau. Berdasarkan waktu penanamannya, jenis

tembakau dibagi atas dua jenis yaitu: 1) tembakau bahan cerutu (Na- Oogst disingkat

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 2: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

2

NO) yang ditanam pada akhir musim kemarau dan dipanen pada musim hujan, 2)

tembakau bahan sigaret atau keretek (Voor-Oogst disingkat VO) yang ditanam pada

akhir musim hujan dan dipanen pada musim kemarau. Areal tanamannya tersebar mulai

dari bagian paling barat (Kabupaten Ngawi) sampai bagian paling timur (Kabupaten

Banyuwangi)(Abdulrachman, et al., 1998, Murdiyati et al., 2004).

Dari sisi sejarahnya, pertama kali tembakau ditanam di pulau Jawa pada tahun

1600 oleh orang–orang Portugis, kemudian pada tahun 1650 penanamannya mulai

tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1830 benih yang diperkenalkan

dari Manila Filipina ditanam di Kerawang dan Pasuruan. Antara tahun 1870 – 1875

terjadi perluasan areal tanaman tembakau, dan banyak dikembangkan di wilayah Jawa

Timur seperti Kediri, Pasuruan (Malang), Besuki, Probolinggo, Lumajang dan Selopuro

(Blitar). Pada saat itu, umumnya varietas tembakau yang ditanam adalah keturunan

hibrida tembakau Manila dan Havana (Balittas, 1989) (Santoso, 2001, Murdiyati et al.,

2004).

Kontribusi agribisnis tembakau terhadap perekonomian dan manfaat sosial oleh

pengusahaan tembakau baik kearah hulu (backward linkage) maupun kearah hilir

(onward linkage) di wilayah Jawa Timur temasuk Blitar sangat besar. Saat ini areal

penanaman tembakau tersebar di 21 kabupaten dengan luas rata-rata per tahun sebesar

110.813 ha dengan total produksi sebesar 83.292 ton Sebagian besar jenis tembakau

yang diusahakan adalah tembakau Voor-Oogst (102.742 ha) dan sisanya adalah

tembakau Na-Oogst (8.071 ha)(Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2008, Dinas

Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2009).

Dari pengamatan dan beberapa pengkajian yang telah dilaksanakan sebelumnya,

permasalahan utama dalam mengembangkan komoditas tembakau dari Selopuro adalah

aspek pemasaran. Pada aspek pemasaran ini posisi petani sebagai pengasil komoditas

tembakau sangatlah lemah ditandai dengan tidak adanya daya tawar yang kuat serta

panjangnya tata niaga. Masih adanya ketidak sempurnaan pasar dan informasi yang

asimetris menyebabkan tingginya biaya transaksi dalam pemasaran produk pertanian

(Dietrich, 1994). Untuk meningkatkan efisiensi yang menguntungkan sistem ekonomi

secara keseluruhan dan secara kusus meningkatkan pendapatan petani tembakau, maka

sangatlah diperlukan sinergi antara petani tembakau, pelaku tataniaga dan pabrik rokok

untuk mendapatkan tata niaga yang efektif dan efisien bagi para pemain didalamnya

(Pemerintah Propinsi Jawa Timur, 2008).

Efektifitas tata niaga komoditas dan saprotan penunjang khususnya untuk

agribisnis tembakau merupakan hal yang penting dalam keberhasilan pengembangan

industri tembakau di wilayah pengembangan Selopuro-Blitar. Pertama yang perlu

dilihat dalam kegiatan ini adalah keunggulan dari komoditas tembakau Selopuro secara

ekonomi kepada petani maupun secara sosial kepada masyarakat setempat. Selanjutnya

diteliti mengenai kondisi tata niaga dari komoditas yang diteliti, seberapa besar posisi

tawar petani, seberapa efisiennya rantai pasar yang ada, dan mekanisme yang berjalan

melalui pendekatan metoda menejemen rantai pasok (SCM).

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 3: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

METODE

Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mengidentifikasi manfaat secara ekonomi dan

sosial bagi petani lokal, (b) Mengidentifikasi struktur pasar komoditas ini, (c)

Identifikasi dan analisa mekanisme tataniaga komoditas yang telah berjalan, (d)

Menentukan strategi dan kebijakan perbaikan tataniaga dan manajemen tembakau lokal

ini. Dengan diperolehnya strategi perbaikan Manajemen Rantai Pasok dari komodits

tembakau Selopuro Blitar di Jawa Timur, maka akan mendukung pengembangan

agribisnis di wilayah tersebut yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan petani dan perekonomian daerah. Penelitian dilaksanakan selama bulan

Agustus sampai dengan Desember 2009, melalui kegiatan survey lapang, diskusi

kelompok (FGD), dan studi pustaka melalui dokumen yang diperoleh dari dinas terkait,

pemerintah daerah dan industri tembakau lokal. Pengkajian dilaksanakan pada

beberapa wilayah yaitu: (1) Wilayah lokasi produksi dari komoditas tembakau Selopuro

Blitar, (2) Kawasan pasar sekitarnya dalam kaitannya dengan aliran/rantai pasok hasil

komoditas unggulan ini, (3) Kunjungan ke pelaku pasar, gudang dan industri

tembakau/rokok.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Wilayah Produksi Tembakau Selopuro

Wilayah penanaman tembakau lokal di Jawa Timur, tersebar di 20

Kabupaten/Kota seperti yang disajikan pada Tabel 1. Lokasi lahan yang selama ini

dipergunakan untuk penanaman tembakau lokal seperti Selopuro memang merupakan

areal lahan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas tembakau yang dikehendaki pasar

dan memiliki bentuk pengolahan lahan tembakau spesifik lokasi (Site Specific Tabacco

Land Management = SSTLM). Kendala produksi tembakau seperti yang dijumpai di

wilayah Blitar umumnya terletak pada perubahan cuaca global yang sulit diprediksi dan

pengolahan tanah tidak dilakukan untuk menciptakan struktur tanah yang sesuai untuk

pertumbuhan tanaman tembakau.

Tabel 1. Produksi dan Luas Areal Tembakau di Jawa Timur, Tahun 2007 No Kabupaten Areal Produksi

Target Realisasi Target Realisasi

1 Ponorogo 0 64 0 14

2 Mojokerto 0 184 0 241

3 Blitar 597 384 500 423

4 Magetan 0 707 0 490

5 Banyuwangi 0 816 0 367

6 Nganjuk 0 898 0 1.697 7 Tuban 150 1.044 135 923

8 Tulungagung 0 1.087 0 910

9 Lumajang 2.387 1.116 3.510 2.022

10 Ngawi 1.667 1.333 1.500 1.081

11 Situbondo 0 1.882 0 1.330

12 Jombang 5.278 3.695 4.750 2.582

13 Lamongan 0 4.620 0 3.526

14 Sampang 0 5.261 0 3.119

15 Bojonegoro 12.014 6.646 9.900 8.309

16 Bondowoso 7.521 6.651 6.650 5.423

17 Probolinggo 9.596 9.804 12.475 11.765

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 4: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

4

18 Jember 11.354 14.763

19 Sumenenp 11.750 19.412 7050 8.930

20 Pamekasan 27.917 31.367 16.750 16.625

Jumlah 82.503 101.771 67.395 72.457

Sumber: Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2008

Berdasarkan data Tabel 1, realisasi produksi dari petani tembakau di Blitar,

khususnya Selopuro dan sekitarnya masih sangat rendah dibandingkan kabupaten lain di

Jawa Timur. Melihat kecilnya pasokan tembakau dari wilayah ini maka ada dua

pendekatan sederhana yang dapat diambil dengan asumsi permintaan pasar tembakau

tetap yaitu pertama dengan meningkatkan luasan areal pertanaman sejalan/pararel

dengan dengan perbaikan tataniaga pertembakauan di wilayah ini, dan atau yang kedua

membina petani tembakau tradisional untuk meningkatkan kualitas hasil produk mereka

sehingga kesejahteraan pelaku agribisnis tembakau akan meningkat.

Berdasarkan hasil survei di lapangan dapat dijumpai masalah-masalah internal

yang dihadapi dalam sistim produksi tembakau Selopuro. Masalah internal dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) yaitu di tingkat on-farm, off farm dan kelembagaan. Pada tingkat on-

farm permasalahan ini meliputi: telah terdapat indikasi degradasi lahan diberbagai

wilayah penghasil tembakau, penyediaan air untuk kebutuhan tanaman yang semakin

berkurang terutama pada musim kemarau, penanaman tembakau yang cenderung

berkembang ke wilayah di luar spesifik lokasi, penguasaan lahan oleh petani yang

semakin sempit dan belum bersertifikat, penyediaan sarana produksi (pupuk, benih,

pestisida) yang belum memadai, sumber daya manusia pada pengusahaan tembakau

pada umumnya belum mampu menyesuaikan dengan tuntutan teknologi budidaya.

Semua hal diatas telah mengakibatkan sulitnya produktifitas dan kualitas sesuai harapan

pasar.

Pada tingkat off-farm permasalahan ini meliputi: perkembangan selera pasar

baik didalam maupun di luar negeri, impor tembakau yang belum bisa disubtitusi,

perdagangan antar daerah (kabupaten, propinsi) telah menyebabkan sulitnya

mempertahankan spesifik lokasi jenis tembakau akibat tercampurnya berbagai jenis

tembakau, persyaratan konsumen semakin meningkat dalam hal ambang atas kandungan

residu pestisida, kandungan bahan kimiaberbahaya lainnya dan tuntutan kandungan tar

dan nikotin rendah, banyaknya rokok illegal, registrasi mesin rokok pada industry

belum diatur, tenaga kerja yang berkaitan dengan tembakau baik di on-farm maupun

off-farm belum terdata lengkap, serta ketergantungan industri rokok terhadap “saos”

impor.

Masalah kelembagaan pada tingkat petani belum seluruhnya terbentuk

organisasi yang dapat berperan aktif di dalam menampung segala kepentingan petani.

Pada tingkat birokrat belum ada kelembagaan sentral (propnsi dan kabupaten) yang

bersifat koordinatif dan komperehensif. Belum ada koordinasi di bidang penelitian

secara terpadu baik antar pemangku kepentingan (stakeholders).

Tembakau Selopuro merupakan bahan baku rokok kretek. Meskipun sentra

produksinya di Kecamatan Selopuro, namun areal penanamannya saat ini telah

berkembang sampai ke Kabupaten Malang dan Tulungagung (Tabel 2). Varietas lokal

yang ditanam petani setempat berfariasi sesuai dengan selera dan kebiasaan masing

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 5: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

masing. Varietas yang paling banyak di tanam adalah Kanongo, diikuti Rejeb Emprit,

Rejeb Jahe dan rejeb Lulang, serta sisanya menanam Sompok dan Tukluk. Kontribusi

dari usaha tembakau ini bagi petani yang menanamnya berkisar antara 20-40%.

Menurut informasi pedagang pengepul, anak buah bandol, dan bandol sendiri, tembakau

ini memiliki karakteristik yang spesifik, khususnya pada aroma . Sehingga diidentifikasi

bahwa sesungguhnya tembakau jenis ini lebih banyak dipakasi sebagai bahan campuran

dan sekaligus pemberi aroma dan sasa dalam racikan rokok kretek. Selain itu jenis

tembakau ini juga sangat populer untuk digunakan sebagai bahan baku utama rokok

linting atau penjualan tradisional melalui pasar dan pabrik rokok kecil.

Tabel 2. Jenis dan Lokasi penanaman Tembakau Selopuro Jenis Tembakau Varietas Lokasi(Kabupaten) Prosessing

Tembakau Selopuro Kenogo

Rejeb Lulang

Rejeb jahe

Rejeb emprit Sompok

Tukluk

Blitar

Malang

Tulungagung

Rajangan

Sumber: Survey lapang, 2009

Analisa Rantai Pasok Tembakau Selopuro

Perilaku pasar berkaitan dengan penyediaan (supply) dan permintaan (demand),

cara, bentuk dan waktu penyajian, kebijakan-kebijakan penjual dan pembeli (policies),

jalur pemasaran (marketing channels), pendekatan-pendekatan (approcahes). Sebagai

komoditas yang tidak diawasi, maka tembakau merupakan produk pasar bebas yang

dapat diperdagangkan oleh siapapun dan kapanpun tanpa hambatan regulasi. Namun

ada regulasi lokal (daerah) antara lain Perda yang mungkin perlu atau mungkin

mengganggu sistim perdagangan bebasnya untuk mendapatkan efisiensi yang lebih

baik.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 6: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

6

Bandol (4 Orang

di 4 Kecamatan)

Gambar 1. Rantai Pasok (Alur, Pelaku, dan Pangsa Pasar) Tembakau Selopuro

Sumber: Survey lapang, 2009

Skema alur pemasaran tembakau tingkat lokal dan regional dapat dilihat pada

Gambar 1, termasuk aliran produk tembakau Selopuro, pelaku yang dominan bermain

dalampasar tembakau serta pangsa pasar yang mereka kuasai. Pasar tembakau

keseluruhannya bermuara pada pabrikan rokok atau (hanya sebagian kecil) langsung ke

konsumen, tertentu sebagai pembeli akhir sesuai tingkatnya. Untuk tembakau Selopuro

terdapat dua pelaku pembeli tembakau, yaitu sebagai pasokan lokal (Pasar lokal) dan

regional (Pabrik rokok Gudang Garam dan Bentoel). Karena diperkirakan sekitar 75%

dari pangsa tembakau di wilayah tersebut dikuasai oleh satu chanel pemasaran

(pembeli), maka sifat perdagangannnya sangat dimungkinkan bersifat monopsony.

Dalam kondisi ini posisi tawar petani sangat lemah terutama terhadap alasa-alasan

kualitas, kelebihan persediaan dan lain sebagainya. Posisi pengusaha kecil dan

pedagang tembakau di pasar tradisional juga akan sama dengan posisi petani ketika

menghadapi pembeli akhir.

Belum adanya informasi yang menjamin terhadap kontinuitas permintaan dan

suplai (kualitas dan jumlah) dari produsen dan konsumen sehingga harga sering

merugikan salah satu pihak, akibatnya tercipat iklim usaha yang kurang kondusif.

Sistem perdaganan tembakau didalam negeri tidak dapat dibatasi oleh wilayah

Pedagang Pengepul

20 - 30 Orang (di 4 Kecamatan)

Pedagang antar Daerah

(3-5 orang dari Luar

Kabupaten)

Petani Tembakau Selopuro (1500 – 3000 orang)

4 Kecamatan (Selopuro, Wlingi, Talun, Gandusari)

Luas 200 – 500 Ha ( 1 kali tanam / tahun)

Pengecer

Industri Rokok

(PT Gudang Garam

dan PT Bentoel) Pasar Tradisional dan

Konsumen Lokal

(Rokok linthing)

Juragan

(di Kec. Wlingi)

Pengecer

Pabrik Rokok Kecil

(Home Industri)

60% 30 % 10 %

50 %

30 % 20 %

10 %

90 %

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 7: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

adminstratif sehingga menyebabkan terjadinya migrasi berbagai jenis tembakau antar

daerah, kabupaten maupun propinsi. Kondisi demikian dapat menyebabkan penurunan

kualitas dan harga tembakau asli yang sudah berkembang dengan kualitas spesifik

disuatu lokasi/wilayah tertentu. Apabila pencemaran kualitas tembakau terjadi terus

menerus pada tembakau asli di suatu lokasi tertentu, maka pada suatu saat dapat

mengancam hilangnya cirri mutu tembakau asli tersebut yang sudah memiliki pasar

yang baik.

Permasalahan lain timbul akibat system perdagangan dan pemasaran bebas yang

telah berlangsung selama ini antara lain harga dan kualitas belum seluruhnya

transparan/dipahami sehingga “posisi tawar” petani lemah, petani lebih suka menjual

kepada pedagang (cepat, mudah), meskipun menggunakan sistim tebasan/ijon, masih

terdapat ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tembakau baik dalam

jumlah dan mutu, standar mutu tembakau belum dapat diimplementasikan secara

optimal, kemitraan antara petani tembakau dengan pabrik rokok belum dapat berjalan

secara optimal, supply dan harga tidak stabil dan kualitas tidak susuai dengan kebutuhan

pasar.

Analisa SWOT Tembakau Selopuro

Strategi pengembangan agribisnis tembakau dan industri hasil tembakau disusun

melalui pendekatan SWOT. Ruang lingkup SWOT yang meliputi: varietas, lahan,

teknik budidaya, pengolahan, perdagangan dan pemasaran, ketenaga kerjaan, sumber

daya manusia, penelitian, aspek lingkungan, kelembagaan, peraturan dan regulasi untuk

pengusahaan tembakau Selopuro (Tabel 3). Peran serta Sumber Daya Manusia yang

professional sangant dibutuhkan pada seluruh mata rantai pengusahaan tembakau mulai

dari petani, pedagang, pengusaha dan penyelenggara pemerintahan. Setiap pelaku dan

faktor yang mempengaruhi agribisnis tembakau dianalisa baik secara langsung maupun

dari informasi pihak lain dengan kesimpulan sebagaimana diuraikan dibawah ini:

a. SDM tingakat Petani

Pada umumnya petani tembakau memiliki beberapa karakter sebagai berikut:

1. Petani belum menguasai budidaya tembakau, analisa usahatani dan professional.

Oleh karena itu diperlukan pelatihan, penyuluhan, dan forum-forum temu

kemitraan

2. Petani tembakau adalah petani yang berani mengambil resko (risk taker)

3. Peminat generasi muda untuk mengusahakan tembakau yang mempunyai tingkat

kesulitan dan resiko tinggi, makin lama makin berkurang terutama dengan luasan

lahan yang semakin sempit dan kesulitan mendapat modal.

4. Organisasi petani umumnya belum cukup kuatikut berperan dalam perencanaan dan

penataan pertembakauan, selain itu petani kurang mendapatkan informasi pasar.

b. SDM tingakat pedagang (Pengepul dan Bandol)

Pedagang pada tingkat lokal dan regional masih lemah dalam hal negosiasi

sehingga perlu meningkatkan kemampuan negosiasi, mencari peluang pasar dan

kemampuan menjabarkan kepentingan pembeli

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 8: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

8

c. SDM tingkat pengusaha (Juragan)

Pengusaha diharapkan melengkapi karyawannya dengan:

1. Petugas lapangan yang mampu dalam alih teknologi yang dikehendaki pasar

2. Staf yang mampu memberikan pelatihan kepada para petani tembakau tentang

Good Tabacco Practices

d. SDM tingkat penyelenggara pemerintah

Beberapa kelemahan pada pemerintah dalam upaya mendukung pengusahaan

tembakau antara lain:

1. Terbatasnya Anggaran Pemerintah di bidang pertembakauan menyebabkan

lemahnya perhatian dan minat aparat pemerintah dibidang pertembakauan.

2. Terbatasnya dan labilnya aparat (akibat mutasi) menjadi sebab terbatasnya

pengetahuan pertembakauan

3. Lambatnya atau terhentinya kaderisasi

4. Lemahnya koordinasi, komunikasi dan informasi antar instansi

5. Sedikitnya pendidikan khusus yang beriorientasi kepada bisnis tembakau

6. Dengan demikian pemerintah perlumelaksanakan hal-hal sebagai berikut:

7. Mengadakan pendidikan khusus, pelatihan pelatih (training of trainers), seminar

dan workshop yang berorientasi kepada bisnis tembakau.

8. Memiliki SDM yang professional di bidang pertembakauan, antara lain memiliki

kemampuan pendekatan terpadu (integrated approach).

9. Memiliki dan memberdayakan SDM bidang penelitian dan pengembangan.

e. Lahan

1. Dilakukan pemetaan kesesuaian lahan di masing – masing wilayah sentra tembakau

sesuai dengan spesifikasi komoditi

2. Implementasi dukungan perda di masing-masing Kabupaten/Kota

3. Pembentukan tim terpadu dari semua pemangku kepentingan pengusahaan

tembakau untuk mewujudkan regulasi land use

4. Implementasi model, teknolgi dan aplikasi pengelolaan bahan organic

f. Sumber Daya Manusia

1. Kaderisasi dan motivasi intensif pada petani, pengusaha dan aparat pemerintah

dalam bentuk pelatihan, workshop pertembakauan, seminar, studi banding, dsb

2. Pelatihan peran dagang (blanding) sebagai motivator dan innovator bagi petani

3. Pelatihan kemampuan bisnis secara professional bagi semua pemangku kepentingan

g. Penelitian dan Pengembangan

1. Penelitian pemuliaan dana pemurnian benih bagi varietas-varietas Selopuro yang

sesuai dengan selera pasar,

2. Penelitian kesesuaian lahan berbasis wilayah agroekologi

3. Peningkatan teknologi budidaya dan prosesing yang ramah lingkungan sesuai

dengan GAP

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 9: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

4. Peningkatan ketrampilan petani antara lain melalui demonstrasi lapan, pelatihan

dan sekolah lapang

5. Peningkatan teknologi budidaya, prosesing dan SDM

6. Meningkatkan sarana dan prasarana teknologi budidaya melalui semua pemangku

kepentingan (stake holder)

7. Penelitian memantapkan kelembagaan dan kemitraan

8. Mencari alternative sarana produksi pengganti yang lebih efektif dan efesien

dengan tidak mempengaruhi kualitas

9. Penelitian teknik budidaya multiple cropping dan pergiliran tanaman

10. Mengupayakan usaha tembakau lebih menguntungkan

11. Penelitian produk tembakau “aman”

12. Meningkatkan komunikasi antar masyarakat pertembakauan dalam rangka

pelaksanaan penelitian dan pengembangan antara lain melalui media –media

lokakarya, seminar dan publikasi.

h. Kelembagaan

1. Membentuk/memberdayakan kelembagaan dari tingkat desa sampai kabupaten

2. Membentuk/memberdayakan kelembagaan petani melalui kelompok/koperasi

petani hamparan tembakau dalam rangka kemitraan dan menerima dana yang

bergulir

3. Membentuk dan mengembangkan POKJA pengelolaan dana bergulir yang

bersumber dari cukai rokok yang beranggotakan asosiasi-asosiasi terkait dalam

rangka fasilitasi kemitraan dan pembinaan petani

4. Pembentukan asosiasi petani tembakau untuk memperkuat posisi tawar.

i. Pemasaran

1. Menyusun regulasi pengusahaan tembakau (a.l. perlindungan spesifik wilayah,

supply, demand, penempatan gudang pembelian di sentra produksi tembakau, dll)

2. Melaksanakan promosi tembakau di luar wilayah produksi

3. Meberdayakan Market Intelegent dan penetrasi pasar

4. Mengadakan pertemuan berkala bagi pemangku kepentingan pertembakauan dalam

rangka meningkatkan koordinasi

j. Harga

Harga tembakau sangat ditentukan oleh mutu. Ini berarti sekalipun produktivitas

meningkat, namun apabila mutunya rendah, tidak akan memberikan manfaat yang

memadai (Santoso, 2001). Pada tahun 2008, tembakau selopuro mutu I rata rata hanya

bisa mencapai harga Rp 24.000,00/kg, mutu II Rp 18.500,00/kg, mutu III Rp

15.500,00/kg, dan mutu IV Rp 13.000,00/kg. Namun harga tembakau tahun 2009

sebenarnya masih lebih baik jika dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi

hujan salah mongso, sehingga harga tembakau turun. Biasanya dipanen tembakau alang,

yaitu tembakau yang kena hujan. Tembakau alang mutunya cukup, namun harganya

relatif tidak terlalu mahal. Apabila mutu tembakau jelek, maka harga tembakau akan

anjlok. Keadaan seperti itu membuat petani merana, karena tembakau harus dijual

dengan harga murah. Pabrik rokok kecil masih mau membeli tembakau dengan mutu

seperti itu, walaupun dengan dana yang terbatas. Bagi pabrik rokok besar meskipun

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 10: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

10

harga turun tidak berarti keuntungan meningkat, karena mutu tembakau tidak memenuhi

standar mereka. Tetapi berapapun besar kerugian yang ditanggung pabrik rokok sebagai

pemakai, masih lebih besar kerugian yang dialami oleh petani. Hal ini terutama karena

para petani harus menghidupi keluarganya dengan bertumpu pada panen tembakau saja.

Tabel 3. Analisa SWOT Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar No PERIHAL S(Kekuatan) W(Kelemahan) O(Peluang) T(Ancaman)

Komoditi

a. Varietas Banyak jenisnya

Sudah beradaptasi

dengan lingkungan

geografis setempat

Ketersediaan plasma

nutfah

Baku (fast), baik asli

maupun dari industri

Masih banyak kul-

tivan belum dilepas

Belum ada

penangkaran benih

khusus

Beberapa hanya

sebagian campuran

Degenerasi varitas

Memurnikan varietas

lokal

Merakit varietas

unggul spesifik lokasi

Memberdayakan

kelompok tani

pengangkar benih

Kemurnian varietas

tidak terkontrol

Mutu beragam

Ketidak pastian harga

Sulit dikembangkan

Kompetisi dgn

tembakau lokal lain

Tuntutannya kualitas

b. Lokasi Spesifik lokasi

Daerah khusus

tembakau selopuro di 4

kecamatan di Blitar dan

wilayah Malang dan

Tulungagung ± 500 Ha

Pengembangannya

masih sangat terbatas

Indikasi geografis Terdesak komoditas

dan tembakau lain

Degradasi lahan

Alih fungsi lahan

Pengembangan ke

wilayah tidak sesuai

c. Pasar

(Supply and

demand)

Masih dibudidayakan

Tidak dapat disubstitusi

Bahan baku utama rokok kretek

Tanaman bernilai

ekonomi tinggi

Potensi pasokan

Fluktuasi

produksi,mutu dan

harga Pasar bersifat

Oligopoli

Posisi tawar petani

masih lemah

Informasi pasar

Penguatan kemitraan

Dukungan Perda

untuk menguatkan posisi tawar petani

Kebutuhan dalam

negeri cukup baik dan

meningkatnya

peluang ekspor

Peningkatan migrasi

tembakau antar daerah

Kampanye anti rokok dan FCTC

Menjamurnya industry

rokok belum berijin

d. Pengolahan

(curing)

Prosesing lebih mudah -Tergantung pada

panas matahari

-Menyempurnakan

dan memperbanyak

alat perajang

Cuaca tidak menentu

Biaya Rajang, dan

harga TK tinggi

Tercampur benda

asing

II. BUDIDAYA

a. Teknologi

Budidaya

Merupakan tanaman

budidaya, berani

menanggung resiko (taking risk)

Belum seluruh petani

melaksanakan GTP

Acuan untuk

melaksanakan GTP

sudah tersedia

Perkembangan

teknologi budidaya

yang cepat dan menjadi tuntutan pasar

b. Sarana

Produksi

-Sarana cukup Belum tersedia tepat

waktu, jumlah dan

harga yang memadai

Koordinasi

stakeholders

Penggunaan Saprodi

dgn GTP

Meningkatnya harga

sarana produksi secara

signifikan

c. Produksi Kuantitas cukup Kualitas belum

sesuai harapan

Teknologi

peningkatan kualitas

tersedia

Ketersedian modal

kecil

Penyimpangna iklim

global

d. Usaha tani Mampu mengusahakan

budidaya tembakau

Keterbatas modal

dan efesiensi

usahatani

Optimalisasi

usahatani tembakau

Resiko kegagalan

factor penyimpangan

iklim dan permodalan

e. Kemitraan Hanya antara petani dan

upline pemasarannya

dan informal

Belum semua

kemitraan permanen

Menjamin

peningkatan kualitas

dalam kemudahan

pemasaran hasil

Belum adanya

kemitraan karena tidak

ada pembinaan dan

informasi pasar

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 11: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

No PERIHAL S(Kekuatan) W(Kelemahan) O(Peluang) T(Ancaman)

III. PERDAGANGAN DAN PEMASARAN

a. Lokal Harga sesuai kualitas Harga dan kualitas

belum transparan

dan “posisi tawar”

petani lemah

Industri

membutuhkan bahan

baku tembakau

Pengaruh mutasi

tembakau antar

wilayah yang dapat

mencampur kualitas

Mata rantai pemasaran

dapat dipantau

Petani menjual

kepada perantara

(cepat, mudah)

Pengendalian mata

rantai pemasaran

Pedagang mengambil

sharing keuntungan

yang besar

Blitar memiliki areal

dan lokasi potensial

penghasil bahan baku

tembakau untuk industry rokok

Ketidakseimbangan

penawaran dan

permintaan bahan

baku tembakau baik jumlah maupun

mutu

Adanya tembakau dari

daerh lain

Perlu dibuat standar

mutu untuk jenis

tembakau selopuro

Standar mutu

tembakau belum

diimplementasikan

Kebijakan cukai

terhadap industry

tembakau lokal

Dibeberapa wilayah

penghasil tembakau

sudah terbentuk

kelompok tani

Posisi tawar petani

dalam perdagangan

tembakau masih

lemah

Kemitraan belum

dapat berjalan

IV. KETENAGAKERJAAN

a Jumlah

TK(Petani)

Usaha tani tembakau

banyak menyerap

tenaga kerja pedesaan

Pada umumnya

masih tradisional

Adanya inovasi

teknologi tepat guna

Bekerja di sector

pertanian bukan

prioritas utama

V. SDM

a Ditingkat

petani

Secara cultural petani

mengambil resiko

Telah terbentuk organisasi petani

Belum seluruhnya

menguasai dan

melaksanakan IPTEK

-Tersedia cukup

tenaga kerja yang

mampu untuk menjadi kader

- Persaingan dengan

kesempatan pekerjaan

lain

b Ditingkat

Pedagang

Menjembatani

kepentingan petani-

pengusaha

Bermodal terbatas Peningkatan kualitas

pedagang

Belum ada

program/anggaran

Memahami kualitas

yang dikehendaki

Belum ada kaderisasi

c Ditingkat

Pengusaha

Mempunyai tenaga

yang handal dgn

kaderisasi yang baik

Kurang perencanaan

kaderisasi

Dengan kaderisasi

akan tercipta iklim

usaha yang baik

Belum seluruhnya

terpogram

VI. ASPEK LINGKUNGAN

a Penggunaan

tanah

Dapat ditanam ditanah

marginal dan sebagai

tanaman yang bernilai

ekonomi tinggi

Kesuburan tanah

semakin menurun

Potensi tanah dapat

menghasilkan

tembakau spesifik

Alih fungsi tanah dan

pergeseran lokasi

tanaman diluar lokasi

yang spesifik

b Sosial

Ekonomi

Komoditi pemerataan

kesempatan kerja dan

pendapatan

Adanya SRP dan CSR

Ketidakstabilan

pendapatan dari

usahatani tembakau

Pemerintah masih

mendukung usahatani

tembakau

Kampanye anti

merokok dan FCTC

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 12: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

12

No PERIHAL S(Kekuatan) W(Kelemahan) O(Peluang) T(Ancaman)

c Prakiraan

Cuaca

Berperan untuk

perencanaan tanam dan

panen yang

mempengaruhi kualitas

produksi

Belum ada

penerbitan berskala

dari BMG, khusus

untuk wilayah

tembakau

Dapat meningkatkan

produktivitas dan

daya saing diluar

negeri

Anggaran pengadaan

data informasi

prakiraan cuaca masih

terbatas

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Pengembangan agribisnis tembakau Selopuro - Blitar harus terkendali dalam

rangka menjaga stabilitas ekonomi perdesaan, sosial, dan memberikan lapangan

pekerjaan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup yang sehat dan

memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen tembakau. Pengusahaan budidaya

tembakau ini tetap perlu dipertahankan selama belum diketemukan komoditi pengganti

yang mempunyai nilai seimbang dengan nilai tembakau. Semua mata rantai proses

produksi mulai dari petani, pekerja, pengolah hasil, dan pabrik rokok harus bekerja

sebagai mitra usaha. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan pemahaman dan

kebijakan:

1. Agribisnis tembakau Selopuro di Blitar harus memperhatikan keseimbangan antara

permintaan dan penyediaan (supply and demand).

2. Agribisnis tembakau Selopuro yang efisien serta menjaga lingkungan hidup yang

sehat (tanah, air, udara,flora dan fauna).

3. Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau di wilayah Kabupaten Blitar,

umumnya dan jenis tembakau di Selopuro pada kususnya dengan meningkatkan

profesionalisme sumber daya manusia.

4. Menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufactural

Practices (GMP) dalam pengusahaan tembakau untuk memenuhi Social

Responsbility Program (SRP).

5. Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau di Kabupaten Blitar dan Propinsi

Jawa Timur secara luas dalam menghadapi dampak perubahan iklim global dan

perkembangan teknologi perlu dilakukan kerjasama yang baik dengan lembaga-

lembaga terkait baik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrachman, Tri Sudaryono dan Mahfud. C, 1998. Rakitan Teknologi Budidaya

Tembakau Madura. Rakitan Teknologi. Balai Studi Teknologi Pertanian

Karangploso.

Dietrich, M., 1994, “Transaction Cost Economics and Beyond”, Routledge, London.

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2008, Laporan Tahunan Dinas Perkebunan

2008.

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur. 2009. Program Perkebunan Propinsi Jawa

Timur. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 13: ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/ANALISA... · yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen ... Pada

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

Murdiyati. A.S., Suwarso, Mukani dan A. Herwati, 2004. Budidaya Tembakau Madura

Rendah Nikotin. Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi Pertanian. Balai Studi

Teknologi Pertanian Jawa Timur. 113 – 121.

Pemerintah Propinsi Jawa Timur, 2008. Rencana Induk Pengusahaan Tembakau dan

Industri Hasil Tembakau Jawa Timur.

Santoso, Thomas, 2001. Tata Niaga Tembakau di Madura, Jurnal Manajemen &

Kewirausahaan Vol. 3, No. 2, September 2001: 96 – 105.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012