analisa kinerja transposrtasi umum
DESCRIPTION
Manajemen TransportasiTRANSCRIPT
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi merupakan perpindahan manusia atau barang dari satu
tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang
bergerak dengan menggunakan tenaga manual atau mesin. Transportasi
merupakan bagian penting dalam kegiatan sehari-hari, yaitu untuk
memudahkan manusia dalam melakukan segala aktivitas. Transportasi
berperan penting dalam keberhasilan pembangunan, dengan fungsinya
sebagai pendukung fungsi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan
keamanan bahkan kehidupan politik. Tolak ukur keefektifan transportasi
antara lain aksesibilitas tinggi, terpadu, cepat, aman, mudah dijangkau dan
tertib. Menurut Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Bermotor
menimbang bahwa dengan terselenggaranya angkutan umum perkotaan dapat
menciptakan keamanan, keselamatan dan kenyamanan di bidang transportasi
khususnya angkutan umum. Demi terselenggaranya angkutan umum yang
efektif dan efisien maka diperlukan pengaturan dari dinas terkait agar
kegiatan transpotasi dapat berjalan sesuai dengan harapan.
Hakekatnya pada saat ini transportasi umum yang layak dan efektif
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini
alat transportasi yang dipakai tidak hanya dituntut untuk dapat mengantarkan
orang maupun barang dengan cepat akan tetapi juga menuntut kenyamanan,
keamanan dan kelayakan dari transportasi itu sendiri. Kondisi angkutan
umum di Malang dapat dikatakan memiliki tingkat pelayanan yang buruk.
Hal ini ditinjau dari adanya ketidaknyamanan pengguna dikarenakan banyak
faktor antara lain waktu tempuh yang lama, supir yang ugal-ugalan dengan
angkutan lain walaupun satu trayek untuk berebut penumpang karena tidak
adanya pengaturan atau penjadwalan yang pasti pada setiap perjalanan, atau
bahkan penumpang harus menunggu lama untuk mendapat angkutan
dikrenakan jadwal yang tidak pasti (headway) tiap angkutan tidak dapat
dipastikan.1
Kota Malang memiliki permasalahan pengelolaan dan pelayanan kinerja
yang perlu ditinjau dan dibenahi. Angkutan umum yang beroperasi di Malang
mempunyai .... trayek yang melayani masyarakat . Namun pada segi
pengelolaan angkutan umum, Kota Malang perlu banyak berbenah karena
masih banyak kekurangan seperti banyak terjadi tumpang tindih rute setiap
angkutan di jalan tertentu, perjalanan tiap angkutan yang tidak terjadwal
pasti, waktu perjalanan yang lama karena supir tidak terikat jadwal pasti
sehingga terkesan seenaknya sendiri, jarak (headway) antar angkutan tidak
pasti terkadang jarak berdekatan terkadang jauh, aksesibilitas rendah, tidak
terintregasi secara baik dan masih banyak lagi.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah umum dalam makalah ini dirumuskan yaitu:
“Bagaimana pengelolaan dan kinerja pelayanan angkutan umum di Kota
Surabaya agar efektif dan efisien?”
Masalah khusus dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan angkutan umum di Kota Surabaya?
2. Bagaimana kinerja pelayanan angkutan umum di Kota Surabaya ?
3. Bagaimana mengatasi permasalahan pengelolaan dan kinerja
pelayanan angkutan umum di Kota Surabaya ?
2. PEMBAHASAN
2.1 Permasalahan Pengelolaan Angkutan Umum di Kota Surabaya
2.1.1 Pengelolaan Angkutan Umum di Tingkat Regulator
Pada tingkatan ini pemerintah merupakan komponen utama yang
berperansebagai regulator yaitu pengatur dan pembuat peraturan yang berfungsi
mengatur semua kegiatan yang berkaitan dengan kinerja angkutan umum serta
sarana dan prasarana angkutan umum yang harus ditaati oleh semua pihak yang
2
terlibat pada kegiatan tersebut. Sehingga ada ketentuan yang tetap bagi para
pelaku di bidang transportasi terutama sektor angkutan umum. Pemerintah
memegang peranan penting dalam membuat kebijakan terkait pengaturan
pengelolaan angkutan umum karenapada kenyataannya, di Indonesia masalah
angkutan umum merupakan masalah yang sulit untuk diurai dan diselesaikan
permasalahannya karena berbagai sebab, seperti perencanaan kota yang kurang
baik, kurangnya sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah,
kurangnya perhatian terhadap fasilitas pelayanan angkutan umum dan lain
sebagainya. Seperti contoh : armada angkutan umum yang tidak layak karena
selama ini masalah armada angkutan umum seperti angkot dan bus kurang
diperhatikan kelayakannya oleh para pemilik dan tidak adanya tindakan tegas dari
pemerintah untuk mengatur hal tersebut. Hal itu berimbas pada masyarakat
sebagai pengguna merasa malas dan enggan untuk menggunakan sarana angkutan
umum karena ketidaklayakan dari armada. Maka dari itu, peran pemerintah
sebagai regulator disini sangat dibutuhkan, seperti halnya mengeluarkan kebijakan
tentang penggunaan armada yang layak. Pemerintah juga harus rutin mengecek
kondisi kelayakan dari armada yang digunakan dan tegas memberi sanksi kepada
pelanggar kebijakan yang telah dibuat agar menimbulkan efek jera. Namun, saat
ini fakta yang terjadi pemerintah belum maksimal dalam pelaksanaan fungsi
regulasi sehingga masih banyak pelanggaran yang terjadi pada pengelolaan
angkutan umum di tingkat internal institusi maupun eksternal. Maka dari itu,
permasalahan pengelolaan angkutan umum menjadi semakin kompleks karena
kurang maksimalnya pelaksanaan fungsi regulasi tersebut.Sebagai contoh lain
sebagian besar pemerintah sudah menentukan tarif angkutan umum di daerahnya
masing-masing, namun masih terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan oleh
sopir dan kondektur. Seperti contoh, sopir meminta ongkos melebihi tarif yang
ditentukan pemerintah. Selain itu, pengaturan angkutan umum di lapangan yang
masih terjadi tumpang tindih. Dan adanya rute angkutan umum yang tumpang
tindih. Hal ini terjadi karena pengawasan dan peraturan yang kurang maksimal.
Nah, hal ini juga dapat dijadikan indikator kegagalan pemerintah terkait sebagai
regulator atau pengatur semua kegiatan di bidang pengelolaan angkutan umum
3
karena banyak fakta yang telah ada. Dengan kata lain, pengelolaan angkutan
umum di Indonesia masih dapat dikatakan buruk.
Sebagai contoh permasalahan di Kota Surabaya pada tingkat regulator yaitu:
a) Sarana yang menunjang kinerja angkutan umum, pengelolaan sarana dan
prasarana penunjang kinerja angkutan umum di Kota Surabaya saat ini
masih kurang layak. Misalnya masih banyak kerusakan-kerusakan fasilitas
di halte yang semestinya diperbaiki oleh pemerintah sebagai pihak regulator
dan kurangnya kecakapan dari pemerintah untuk segera memperbaiki
fasilitas penunjang tersebut. Selain itu, papan informasi petunjuk rute
perjalanan masih belum memadai bahkan sangat minim. Disisi lain, kurang
tersedianya halte atau tempat pemberhentian angkutan umum sebagai
contoh jarak tempat pemberhentian bis yang saling berjauhan, hal tersebut
tidak sesuai dengan teori yang ada yaitu jarak antara pemberhentian bis
sejauh (300-500) meter dimana pemberhentian disini termasuk bus stop dan
halte selain itu juga ditentukan oleh permintaan yang dipengaruhi oleh tata
guna lahan dan tingkat kepadatannya. Penentuan jarak henti berdasarkan
kegiatan dan tata guna lahan (PSAU ITB, 1997).
b) Pengaturan angkutan umum di Kota Surabaya yang masih tumpang tindih
karena adanya rute angkutan yang tidak beraturan disebabkan oleh
pengawasan dan pengaturan yang belum optimal. Beberapa rute angkutan
umum bis di Kota Surabaya yang tidak efektif pelayanannya hal ini
dikarenakan tidak memenuhi teori berikut yang mengatakan bahwa tingkat
efektifitas rute merupakan perbandingan antara jumlah penumpang per rute
per hari dengan kapasitas pelayanan rute dimana suatu rute akan semakin
efektif jika semakin besar atau banyak jumlah penumpang yang
menggunakan atau memanfaatkan rute perjalanan tersebut (Salim Abas,
1993).
c) Peremajaan armada angkutan umum, pada dasarnya yang berhak dan
memiliki kewajiban peremajaan amada yaitu operator atau perusahaan
pemilik armada angkutan umum yang bersangkutan namun sebagai
regulator pemerintah berperan umtuk mengawasi dan mengecek secara rurin
4
kondisi kelayakan armada angkutan umum karena hal tersebut berpengaruh
pada keselamatan penumpang. Kemudian, pemerintah juga dapat
mensubsidi pembelian atau peremajaan armada yang tidak layak pakai
sehingga tidak ada lagi kasus kecelakaan akibat tidak layaknya kondisi
armada yang beroperasi.
2.1.2 Pengelolaan Angkutan Umum di Tingkat Operator (Pengusaha
Angkutan Umum)
Pengelolaan angkutan umum pada tingkat ini digunakan untuk
mengidentifikasi karakteristik permasalahan pada pengoperasian angkutan umum
baik yang timbul dari sisi permintaan maupun dari sisi sediaan jaringan angkutan
umum yang ada. Pengelolaan pendapatan rata-rata masih menerapkan sistem
setoran sehingga terjadi pengejaran jumlah penumpang oleh operator kendaraan
tanpa memperhatikan kenyamanan penumpang terutama pada saat jam puncak.
Hal ini mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan yang dirasakan oleh
penumpang. Disamping itu, angkutan umum di Kota Surabaya memiliki jadwal
perjalanan yang tidak tetap dan waktu tempuh yang perjalanan lebih lama. Hal ini
menyebabkan kecenderungan pengguna angkutan umum untuk memilih
menggunakan kendaraan pribadi dimana nyaman dan timing-nya dapat diprediksi
seperti contoh banyak angkot atau Lyn yang nge-tem di jalan Ahmad Yani
untukmenunggu penumpang, disisi lain hal ini bukan hanya menambah waktu
tempuh melainkan juga menyebabkan kemacetan di jalan Ahmad Yani terutama
pada jam puncak. Kurangnya kedisiplinan dari supir angkutan umum yang suka
berhenti sembarangan (tidak pada halte) sehingga mengganggu pengguna jalan
lain dan dapat meningkatkan angka kecelakaan, hal ini kembali merujuk kepada
permasalahan di tingkat regulator sebagai penyedia sarana dan prasarana
penunjang.
2.1.3 Pengelolaan Angkutan Umum di Tingkat User (Pengguna Angkutan
Umum)
Kenyataan yang terjadi pada tingkat ini seringkali disebabkan dari
pengelolaan pada kedua tingkatan diatasnya. Karena sasaran utama pada kegiatan 5
pengelolaan sarana transportasi angkutan umum adalah pelayanan yang baik bagi
para pengguna (penumpang) agar masalah transportasi yang semakin hari semakin
rumit dapat diurai. Hasil yang diharapkan dari pengelolaan yang baik dan teratur
ini adalah semua masyarakat dapat beralih menggunakan alat transportasi umum
daripada menggunakan kendaraan pribadi, karena pertumbuhan jaringan jalan saat
ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang ada sehingga
dapat menimbulkan masalah transportasi yang kompleks seperti halnya kemacetan
di kemudian hari. Namun disisi lain, masyarakat pengguna (user) dari angkutan
umum kadang kala juga sulit untuk diatur seperti halnya tidak mau berjalan ke
halte, lebih sering memberhentikan angkutan umum di sembarang tempat dan hal
ini juga menyebabkan ketidakefektifan waktu untuk menempuh tujuan karena
terlalu seringnya angkutan berhenti.
2.2 Permasalahan Kinerja Pelayanan Angkutan Umum di Kota Surabaya
Secara umum, ada berbagai macam aspek yang menjadi indikator atau tolak
ukur pada kinerja angkutan umum. Sebagai rangka pelayanan kebutuhan banyak
orang maka angkutan umum harus mempunyai standart pelayanan yang
maksimal. Pada umumnya besarnya kinerja operasi atau tingkat pelayanan suatu
sistem angkutan umum dapat dilihat dari beberapa faktor seperti dalam tabel
berikut:
Tabel 2.2 Kinerja Transportasi Umum
No. AspekKeterangan
Warpani, 1990Dirjen Perhubungan Darat,
20021. Keamanan Terhindar dari kecelakaan
dan badan terlindung dari luka benturan
Bebas dari kejahatan
Menyediakan tempat barang/bagasi
Sistem tertutup dimana bus tidak mudah diakses oleh pihak lain yang
6
bukan penumpang. Penumpang harus naik
dan turun hanya pada halte dan terminal yang telah ditetapkan
2. Kenyamanan Tersedia tempat duduk, tempat duduk yang enak dan tidak berdesakan.
Terlindung dari berbagai cuaca
Sirkulasi udara yang baik
Menyediakan tempat duduk dan berdiri
Terlindung dari berbagai cuaca
Sirkulasi udara yang baik (terdapat AC)
3. Kecepatan faktor yang sangat penting dan berkaitan erat dengan masalah efisiensi transportasi
Waktu di dalam kendaraan singkat, dengan waktu ideal 10-12 km/jam untuk kepadatan tinggi dan 25 km/jam untuk kepadatan rendah.
Waktu ideal daerah kepadatan tinggi 10-12 km/jam dan kepadatan rendah 25 km/jam.
4. Tarif/ Biaya penentuan tarif angkutan umum didasarkan pada biaya operasi (cost of service pricing), yaitu menghitung biaya operasi satuan yang dinyatakan per ton km untuk angkutan barang dan per penumpang-km untuk penumpang
Perhitungan tarif angkutan umum berdasarkan pada biaya operasi kendaraan tersebut.
5. Keandalan Dapat melayani penumpang sewaktu-waktu dan ketepatan jadwal dari berangkat sampai tempat tujuan.
Tersedia setiap saat, dengan frekuensi ideal 6 kendaraan/jam, dan waktu tunggu rata-rata 5-10 menit, maksimum 20 menit
Frekuensi ideal 6 kendaraan/ jam dan waktu tunggu rata-rata 5-10 menit, maksimum 20 menit
7
Sumber: Warpani, 1990 dan Dirjen Perhubungan Darat, 2002
Transportasi di Kota Surabaya digolongkan sebagai sistem transportasi
umum bimodal karena hanya dilayani dua moda utama, yaitu bus kota dan lyn
Berdasarkan masterplan Kota Surabaya tahun 2007 – 201, dapat diketahui
banyaknya trayek bus kota yang tersedia berjumlah 22 rute dan armada yang
berjumlah 426 unit dengan kapasitas penumpang maksimum 50 orang.
Tabel 2.3 Klasifikasi Transportasi Publik di Kota SurabayaNo. Klasifikasi Bus Kota Angkutan Kota1 Armada 426 unit 5.253 unit2 Trayek 22 jalur 58 jalur3 Kapasitas Muatan
per Armada50 orang 12 orang
4 Frekuensi Jam per Armada
30 menit 10 menit
5 Frekuensi Armada per Jam
2 unit 10 unit
Sumber: Masterplan Transportasi Publik Kota Surabaya 2007-2017
Sedangkan untuk moda angkutan lyndi Kota Surabaya diketahui memiliki
58 trayek dengan jumlah armada 5253 unit dimana masing-masing armada
memiliki kapasitas 12 orang.
Tabel 2.4 Trayek Angkutan Kota di Kota SurabayaNo. Kode
TrayekJurusan Jumlah
Armada1 BJ Benowo - Kalimas Barat PP 1552 BK Bangkingan - Karang Pilang PP 153 BM Bratang - Perumnas Menanggal PP 414 C Pasar Loak atau Sedayu - Karang Menjangan PP 1075 D Joyoboyo - Pasar Turi - Sidorame PP 1506 DA Kalimas Barat - Cita Raya PP 1067 DKB Dukuh Kupang - Benowo PP 278 DKM Dukuh Kupang - Menanggal PP 519 DP Kalimas Barat atau Petekan - Manukan Kulon PP 9910 DWM Balongsari – Pangkalan Karah PP 2811 E Petojo - Sawahan atau Simo Rukun atau Balongsari
PP100
12 F Endrosono - Joyoboyo PP 13913 G Joyoboyo - Karang Menjangan atau Karang Pilang 308
8
atau Lakarsantri PP14 GL Pasar Loak - Gadung PP 5015 GS Gunung Anyar - Sidorame PP 6316 H2 Pasar Wonokromo - Pagesangan PP 4517 H2P Pasar Wonokromo - Terminal Menanggal PP 5318 I Dukuh Kupang - Benowo PP 10919 IM Benowo - Simokerto PP 8720 J Joyoboyo - Kalianak PP 10021 JBMN Joyoboyo - Gunung Anyar PP 7822 JK Joyoboyo - Kalijudan - Kenjeran PP 6023 JMK Kenjeran - Kalimas Barat PP 7024 JTK Joyoboyo - Tambak Klangri PP 7525 JTK2 Joyoboyo - Medokan Ayu PP 5226 K Ujung Baru - Kalimas Barat - Pasar Loak PP 8827 KIP1 Kutisari Indah - Petajo PP 5128 KIP2 Kutisari Indah - Petojo PP 5029 L2 Ujung Baru - Sasak - Petojo PP 6030 LK Manukan Kulon - Pasar Loak - Kenjeran PP 10031 LMJ Lakarsantri - Manukan Kulon - Kalimas Barat PP 10932 M Joyoboyo - Dinoyo - Kayun - Kalimas Barat PP 13933 N Kalimas Barat - Menur - Bratang PP 10734 O Tambak Wedi - Petojo - Keputih PP 5035 O1 Kalimas Barat - Keputih PP 13436 O2/WK Tambak Oso Wilangun - Petojo - Keputih PP 10037 P Joyoboyo - Kenjeran atau Petojo - Ketintang PP 16338 Q Kalimas Barat - Bratang PP 11339 R Kalimas Barat - Kapasan - Kenjeran PP 8140 R1 Kalimas Barat - Nambangan – Kenjeran PP 5041 RBK Rungkut Barata - Kenjeran PP 5742 RDK Dukuh Kupang - Benowo PP 10043 RT Rungkut - Pasar Turi PP 7544 S Joyoboyo - Bratang - Kenjeran PP 8545 T1 Margorejo - Joyoboyo - Sawahan - Simorejo PP 8146 T2 Joyoboyo - Kenjeran atau Wisma Permai PP 8247 TV Joyoboyo - Cita Raya atau Manukan Kulon atau
Banjar Sugihan PP177
48 U Joyoboyo - Rungkut atau Wonorejo atau Joyobekti PP
115
49 UBB Ujung Baru - Bratang PP 4350 UBK Ujung Baru - Kenjeran PP 7151 V Joyoboyo - Tambak Rejo PP 114
9
52 W Dukuh Kupang - Kapas Krampung - Kenjeran atau Karang Menjangan PP
119
53 WB Wonosari - Bratang PP 7554 WLD Wonoarum - Pasar Loak - Dukuh Kupang PP 10055 WLD2 Bulak Banteng - Dukuh Kupang PP 5056 Y Joyoboyo - Demak PP 12757 Z Kalimas Barat - Benowo PP 10758 Z1 Benowo - Ujung Baru PP 112
JUMLAH 5.253Sumber: Masterplan Transportasi Publik Kota Surabaya 2007-2017
Dengan data masterplan diatas dapat disimpulkan bahwa, jumlah armada
untuk pelayanan pengguna angkutan umum telah mencukupi namun mengapa
masih banyak kecenderungan pengguna jalan untuk menggunakan kendaraan
pribadi karena berbagai faktor yang menyebabkan buruknya kinerja angkutan
umum tersebut. Argumen ini didukung oleh grafik dibawah ini yang menunjukkan
bahwa pertumbuhan moda transportasi bus kota yang tidak sejalan dengan
pertumbuhan yang ada studi kasus di terminal Purabaya berdasarkan data dirjen
perhubungan kota Surabaya tahun 2014.
2008 2009 2010 2011 2012 20130
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
Bus DatangBus Berangkat
Gambar 2.2 Grafik Pertumbuhan Moda Transportasi Bus Kota di Terminal PurabayaSumber: Surabaya Dalam Angka, 2014
10
Berdasarkan grafik tersebut, maka perbandingan pelayanan bus kota dan
penumpang rata-rata sekitar 1 bus kota melayani 36 orang penumpang. Hal ini
berarti terdapat sedikit kelebihan jumlah armada transportasi umum dan
kurangnya minat pengguna untuk menggunakan alat transportasi massal.
Secara umum juga terdapat permasalahan yang signifikan yaitu rendahnya
aksesibilitas yang merupakan salah satu bagian dari analisis interaksi kegiatan
dengan sistem jaringan transportasi yang bertujuan untuk memahami cara kerja
sistem tersebut dan menggunakan hubungan analisis antara komponen sistem
untuk meramalkan dampak lalu lintas beberapa tata guna lahan atau kebijakan
transportasi yang berbeda. Aksesibilitas sering dikaitkan dengan jarak, waktu
tempuh dan biaya perjalanan. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan
atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain,
dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasi (Black, 1987).
Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, untuk itu
diperlukan kinerja yang kuantitatif (terukur) yang dapat menyatakan aksesibilitas
atau kemudahan tersebut. Aksesibilitas bagi pengguna angkutan umum
penumpang dapat berupa kemudahan untuk mencapai rute angkutan umum
dengan berjalan kaki baik dari awal maupun akhir perjalanan, kemudahan untuk
mendapatkan angkutan umum penumpang dan kemudahan perjalanan ke daerah
tujuan dengan menggunakan fasilitas angkutan umum (Isfandiar, dkk., 2001).
Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah
topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan
interaksi di suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut
juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan pertanian,
perikanan, perhubungan, perindustrian, kepariwisataan. Jadi tinggi rendahnya
wilayah sangat tergantung pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan
serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar berbagai
hubungan antara daerah sekitarnya (Sumaatmadja, 1988).
11
Secara khusus berikut ini merupakan studi kasus penyebab turunnya minat
pengguna angkutan umum lyn di kota Surabaya karena kinerja angkutan umum
tersebut yang buruk dan tidak maksimal:
Tabel 2.5 Indikator Kinerja Angkutan Umum di Kota Surabaya
12
2.2.1 Konsistensi Tarif (Kesesuaian Tarif)
BBM merupakan bagian dari biaya produksi suatu angkutan umum,
idealnya jika biaya produksi naik maka tarif angkutan ikut naik dengan keputusan
dari pemilik armada dan pemerintah. Namun, yang dipertanyakan jika ada
penurunan harga BBM tarif angkutan umum tidak diturunkan. Menurut SK Dirjen
Perhubungan No. 687 Tahun 2002 ditetapkan bahwa tarif angkutan umum
penumpang kota merupakan hasil perkalian antara tarif pokok dan jarak
(kilometer) rata-rata satu perjalanan (tarif BEP) dan ditambah 10% untuk jasa
keuntungan perusahaan dan peraturan tentang besaran tarif angkutan kota
ditetapkan dan merupakan wewenang pemerintah daerah.
Permasalahan lain yaitu, sopir pada angkutan umum ada yang menaikan
tarif tidak sesuai dengan harga yang ditentukan dan melanggar Peraturan Walikota
13
Surabaya Nomor 41 Tahun 2013 sehingga sering kali terjadi kecurangan
pemungutan tarif angkutan. Akan tetapi, permasalahan ini tidak terjadi secara
signifikan di kota Surabaya. Sebagian besar operator angkutan umum telah
menaati peraturan tarif yang ada dan didukung data yang telah didapat sesuai
penelitian dan menjadi indikator dengan penilaian terbaik yaitu sebesar 43,33%.
2.2.2 Kompetensi Pengemudi
Pada indikator kinerja ini, kompetensi pengemudi angkot dalam
menjalankan kendaraannya dinilai cukup baik dengan indeks kinerja sebesar
42,50% karena menurut pengguna yang menjadi responden rata-rata
pengemudi angkutan umum jenis mikrolet ini sudah mumpuni dan mahir
dalam mengendalikan kendaraannya. Namun, masih perlunya ada sertifikasi
pengemudi angkutan umum agar kinerja yang kurang baik sebesar 50% yang
belum bisa dinyatakan memenuhi dapat diperbaiki menjadi 80% agar tingkat
kecelakaan akibat perilaku ugal-ugalan pengemudi dapat dikurangi.
2.2.3 Kondisi Angkutan Umum (Cari gambar dan masukkan daftar gambar
tentang kondisi angkutan umum lyn Joyoboyo)
Kondisi armada angkutan umum yang buruk sangat mempengaruhi minat
masyarakat untuk menggunakan jasa angkutan umum tersebut. Dalam hal ini,
keluhan dari pengguna angkutan umum di kota Surabaya antara lain lebih banyak
armada angkutan umum yang non-AC dibandingkan dengan armada yang ber-AC
mengingat suhu udara di kota Surabaya yang relatif tinggi sehingga menyebabkan
kurangnya minat pengguna untuk menggunakan angkutan umum. Selain itu,
kebersihan di dalam angkutan umum juga mempengaruhi kenyaman pengguna.
Keleluasaan tempat duduk juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi
indikator ini karena pada kenyataannya luas angkot yang sangat minim namun
diisi oleh penumpang yang banyak sampai berdesakan dan hal ini dapat
mengurangi kenyamanan pengguna. Namun, dari hasil penelitian didapat nilai
yang cukup baik yaitu sebesar 40,83%. Meskipun dikatakan cukup baik namun
hal tersebut juga menjadi faktor penting yang memperburuk kinerja angkutan
umum.
14
2.2.4 Kondisi Mesin Armada Mikrolet (CARI GAMBAR)
Kondisi mesin yang dimaksud pada indikator ini yaitu mesin yang sudah
rusak dan usang sehingga menyebabkan kendaraan sering mogok ditengah
perjalanan sehingga akan berimbas pada bertmbahnya waktu tempuh dan
terjadinya penelantaran penumpang, kondisi bagian dalam dan luar kendaraan
yang sudah tidak layak tersebut menyebabkan ketidaknyamanan penumpang
dengan hasil penilaian sebesar 35 % sehingga dapat dikatakan kurang baik.
2.2.5 Rendahnya Tingkat Keamanan pada Angkutan Umum (Sistem
Keamanan)
Tindak kriminalitas yang terjadi di jalan maupun dalam angkutan umum
juga menjadi faktor penyebab rasa tidak aman dan kurang nyamannya bagi
masyarakat pengguna jalan dan pengguna trasportasi umum di Surabaya karena
indeks hasil penelitian relatif kecil yaitu sebesar 35% dan dinyatakan kurang baik.
Ada bermacam-macam tindak kriminalitas yang dilakukan di jalan maupun diatas
angkutan umum, misalnya: perampokan, pencurian, hipnotis, pembunuhan,
pelecehan seksual.
2.2.6 Kondisi Fisik Armada (Cari gambar)
Kondisi fisik armada angkutan umum jenis ini di kota Surabaya yang
dikategorikan buruk karena tidak adanya peremajaan kendaraan oleh operator
selaku perusahaan pemilik angkutan tersebut hal ini menyebabkan berkurangnya
fasilitas yang tersedia karena masih banyak kendaraan kendaraan lama atau tua
yang digunakan untuk melayani para penumpang. Hal ini didukung dengan data
yang menunjukkan penilaian yang kurang baik yaitu sebesar 33,33%.
2.2.7 Kenyamanan Udara
Pada studi kasus ini, kendaraan yang digunakan adalah kendaran jenis
mobil mini dengan kapasitas maksimal 12 orang, namun kebanyakan operator
15
(supir) melanggar batas maksimal penumpang yang dapat diangkut hal ini terjadi
ketika banyaknya pengguna pada jam tersebut namun kurangnya armada lain yang
beroperasi serta sistem setoran tarif yang belum diatur dengan pasti sehingga supir
merasa dia harus mengangkut sebanyak-banyaknya agar mendapat uang yang
banyak dan dapat memenuhi setoran dengan cepat. Hal ini menyebabkan
penumpang berdesak-desakan sehingga menyebabkan kenyamanan udara yang
buruk mengingat kondisi suhu udara kota Surabaya yang relatif tinggi dan
kembali ke permasalahan sebelumnya dimana tidak adanya sirkulasi udara yang
baik di armada seperti AC dan lain-lain. Data yng diperoleh terhadap indikator
kenyamanan udara yaitu sebesar 29,17% dan dapat dinyatakan kurang baik.
2.2.8 Jarak Henti
Pada permasalahan ini didapatkan Serevity Index (SI) sebesar 28,22%
dengan penilaian yang kurang baik. Permasalahan ini dikarenakan jarak henti
mikrolet yang tidak pasti dikarenakan penumpang lain yang memberhentikan
angkutan yang tidak terprediksi sehingga apabila jarak antar penumpang yang
memberhentikan berdekatan maka angkutan akan lebih sering berhenti dan hal
tersebut berpengaruh pada waktu tempuh. Beda dengan kondisi dimana ada halte
yang terintregsi sehingga semua penumpang menunggu mikrolet di suatu tempat
dengan jarak yang pasti sehingga jarak tempuh tempuh dapat diprediksi dan pasti.
2.2.9 Kecepatan Operasional Perjalanan
Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti supir angkutan umum akan
berjalan cepat apabila penumpang nya sudah penuh dan berbanding terbalik ketika
jumlah penumpang sedikit dan supir harus mencari serta menunggu penumpang
lain sehingga lebih sering supir nge-tem disembarang tempat dengan jangka waktu
yang tidak dapat ditentukan secara pasti atau tergantung dari kemauan supir kapan
akan berjalan kembali. Hal ini merupakan masalah klasik yang terjadi di angkutan
umum di Indonesia bukan hanya di kota Surabaya saja sehingga dapat
berpengaruh pada kecepatan operasional perjalanan dan menyebabkan waktu
tempuh semakin lama dan tidak pasti. Serevity Index pada indikator kecepatan
16
operasional perjalanan menunjukkan angka 22,5% dengan kesimpulan kurang
baiknya pelayanan angkutan umum pada indikator ini.
2.2.10 Ketersediaan Jadwal Berangkat dan Ketepatan Waktu Perjalanan
Kinerja angkutan umum dapat ditinjau dari frekuensi, waktu antara,
load factor, waktu perjalanan, perpindahan moda (Abubakar, 1998). Frekuensi
yang rapat pada jam sibuk dan tidak rapat pada jam tidak sibuk dan Load
Factor yang tidak merata pada setiap jam hampir dijumpai di setiap
pengoperasian angkutan umum karena adanya perbedaan waktu perjalanan
masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Contohnya pada waktu operasi angkutan bis di Kota Surabaya adalah jam
06.00-22.00 WIB. Kinerja yang diperoleh adalah frekuensi kurang baik, yaitu
rata-rata kurang dari 6 kendaraan/jam pada jam sibuk dan kurang dari 4
kendaraan/jam pada saat jam tidak sibuk. Waktu antara rata-rata lebih besar dari
10 menit, baik untuk jam sibuk maupun jam tidak sibuk. Selain itu Load Factor
juga rendah, yaitu sebesar 62% (kurang dari 70%). Waktu tunggu masih cukup
baik, yaitu antara (5-10) menit. Kecepatan rata-rata juga rendah, yaitu kurang dari
20 km/jam serta waktu putar kendaraan kurang baik, yaitu sekitar 4 jam, yang
disebabkan oleh Lay Over Time yang terlalu lama.
Permasalahan ini bisa melatarbelakangi permasalahan diatasnya karena
tidak tersedianya jadwal yang pasti pada keberangkatan dan kedatangan
angkutan umum sehingga pengguna selain pada jam puncak kebanyakan
terlantar dan harus menunggu lama untuk bisa naik dan sampai ke tempat
tujuan hal ini terjadi karena armada banyak berpoperasi pada jam puncak dan
ketika jam puncak sudah habis tidak ada jadwal pasti kapan ada armada yang
melayani perjalanan pada rute ini dikarenakan sepinya penumpang, didapatkan
data bahwa dengan waktu menunggu penumpang penuh di terminal yang
semula 5-7 menit saja menjadi 10 menit ditambah sekarang ini dengan jangka
waktu tunggu semakin lama penumpang tetap tidak penuh dan supir terpaksa
berangkat dengan hanya 3-5 orang dari semula kapasitas maksimal 12 orang.
Didapatkan penilaian sebesar 22,5% dengan hasil yang kurang baik untuk
17
indikator ketersediaan jadwal berangkat dan datang, serta 21,67% untuk
indikator ketepatan jadwal perjalanan.
2.2.11 Headway
Indikator ini merupakan waktu antara dua sarana angkutan umum untuk
melewati suatu titik atau tempat pemberhentian. Dimana semakin kecil waktu
antara maka semakin tinggi kapasitas dari prasarana. Headway rata-rata
berdasarkan jarak merupakan pengukuran yang didasarkan pada
konsentrasi kendaraan (Morlok, 1985:32). Pada pelayanan angkutan waktu
antara ini digunakan untuk merencanakan jadwal, semakin rapat waktu antara
maka semakin tinggi frekuensi pelayanan dan semakin tinggi kapasitas angkut.
Untuk permintaan angkutan yang tinggi digunakan waktu antara yang pendek
dan begitu sebaliknya sehingga indikator ini dapat digunakan untuk mengatur
jadwal perjalanan angkutan umum yang pasti. Standar untuk frekuensi dan
headway yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Darat yang dijadikan
sebagai standart untuk pelayanan angkutan umum di Indonesia adalah
untuk frekuensi >6 kendaraan/jam dan headway <10 menit. Sesuai data
didapat presentase sebesar 21,67% dengan kondisi yang kurang baik.
2.2.12 Waktu Tunggu Penumpang
Pada indikator waktu tunggu ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang
sudah dijelaskan sebelumnya antara lain jarak henti, kecepatan operasional,
ketersediaan jadwal dan ketepatan jadwal, serta headway. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, rata-rata waktu tunggu penumpang akan semakin lama
ketika tidak pada jam sibuk atau jam puncak dikarenakan sedikitnya
penumpang dan kebutuhan setoran dari pihak operator sehingga mereka
menunggu penumpang penuh baru kemudian berangkat. Hal ini berimbas pada
kondisi penumpang di luar terminal yang akan memberhentikan dan
menggunakan jasa angkutan umum ini dimana harus menunggu lama karena
jarak antara mikrolet satu dengan yang lainnya yang tidak dapat terprediksi
kadang jauh kadang berdekatan. Hal ini juga berpengaruh pada waktu tempuh.
Didapatkan presentase indikator yang cukup kecil yaitu sebesar 19,17%.
18
Sehingga permasalahan ini dan faktor-faktor penyebabny yang merupakan
indikator sebelumnya harus mendapat perhatian dan penanganan secara
signifikan dari pihak regulator maupun operator di kota Surabaya.
2.3 Cara Mengatasi Permasalahan Pengelolaan dan Kinerja Pelayanan
Angkutan Umum di Kota Surabaya
2.3.1 Solusi Mengatasi Permasalahan di Tingkat Regulasi
Perlu dibuatkan peraturan yang tegas seperti undang-undang maupun
Standard Operational System (SOP) oleh pemerintah kota Surabaya yang jelas
dan mengacu pada Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang
Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur sesuai dengan SK
Dirjen Perhubungan Darat No. 687 Tahun 2002 agar semua dapat berjalan baik
dan teratur serta berorientasi kepada pelayanan. Supaya apabila ada pelanggaran,
hukum dapat ditegakkan dengan jelas dan tegas untuk memberi sanksi kepada
pelanggar agar tidak merugikan pihak pengguna angkutan umum maupun
pengusaha angkutan umum. Seharusnya angkutan umum sebaiknya dikelola oleh
pemerintah sehingga dapat memberikan pelayanan dengan maksimal. Perlu
dilakukan uji kelayakan yang ketat. Pemerintah juga harus komitmen dan
transparan dalam pelaksanaan semua undang-undang atau peraturan yang telah
ditetapkan sehingga apabila terjadi pelanggaran dapat diberi sanksi yang sesuai.
Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan yang ketat agar dapat menekan
angka pelanggaran yang terjadi di tingkat operator sebagai penyedia layanan
angkutan umum. Pemerintah juga harus menciptakan sinergi yang positif antara
institusi nya dengan operator penyedia layanan angkutan umum agar komunikasi
berjalan baik dan terciptanya kemudahan dalam pengelolaan angkutan umum.
Memperbaiki sarana dan prasarana yang menjadi penunjang kegiatan
angkutan umum seperti halte.
2.3.2 Solusi Mengatasi Permasalahan di Tingkat Operator
Armada yang tidak layak beroperasi perlu diperbaiki atau diremajakan
menggunakan armada baru. Pelayanan yang kurang baik perlu ditingkatkan untuk 19
menumbuhkan minat masyarakat menggunakan transportasi umum. Kendaraan
umum harus dalam kondisi layak jalan, bagus, menggunakan pendingin udara
serta tersedia kursi prioritas bagi lansia atau ibu hamil. Dalam hal peremajaan
armada ini dapat meminta subsidi dari pemerintah sehingga tidak semua beban
modal ditopang oleh perusahaan pemilik armada. Pelayanan kepada penumpang
lebih maksimal dengan memperhatikan kenyamanan penumpang dengan
memperhatikan indikator-indikator yang menyebabkan buruknya kinerja angkutan
umum. Pengaturan jam serta jadwal perjalanan (manajemen waktu) yang pasti
agar jarak tiap angkutan tidak terlalu pendek maupun terlalu jauh, apabila jarak
terlalu dekat maka akan merugikan supir juga dan apabila terlalu jauh juga
merugikan penumpang karena waktu yang tidak efektif. Jadi kedua pihak tidak
ada yang dirugikan. Kedisiplinan dari para supir juga perlu ditingkatkan agar tidak
suka berhenti sembarangan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang,
sehingga harus berhenti di halte yang telah disediakan oleh pemerintah.
Manajemen organisasi angkutan umum juga harus dibenahi agar semakin baik
dengan mensinergikan peran regulasi dan operasi.
2.3.3 Solusi Mengatasi Permasalahan di Tingkat User (Pengguna)
Masyarakat yang bertindak sebagai pengguna angkutan umum juga
merupakan faktor penting dalam penanganan permasalahan ini. Oleh sebab itu,
pengguna semestinya ikut menjaga sarana dan prasarana yang ada karena
sebagian besar orang tidak sadar atas perbuatannya yang dapat membuat fasilitas
yang layak menjadi tidak layak. Selain itu, kesadaran pada setiap pribadi untuk
mengutamakan penggunaan angkutan umum harus lebih ditekankan mulai saat
ini.
20
3. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kondisi transportasi terutama angkutan umum saat ini menunjukkan suatu
hubungan antara demand dan supply yang tidak seimbang. Supply transportasi
publik jumlahnya terbatas sedangkan demand masyarakat sangat banyak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sektor transportasi umum di kota Surabaya
memiliki kinerja yang buruk. Unsur yang mempengaruhi permasalahan ini berupa
sarana prsarana, regulator, operator dan pengguna dengan kondisi seperti ini
menyebabkan kurangnya minat pengguna untuk beralih ke angkutan massal dan
memilih menggunakan kendaraan pribadi karena faktor efisiensi waktu,
kenyamanan dan keamanan yang belum terpenuhi. Pembenahan di berbagai sektor
diharapkan dapat dijalankan dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas
dan pengurangan volume jalan raya dimana semakin lama semakin meningkat
karena banyaknya masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Pembenahan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dan memperbaiki
kinerja semua unsur yang ada dalam transportasi publik.
3.2 SARAN
Pembenahan sistem dari regulator yang merujuk pada indikator pelayanan
angkutan umum yang banyak dikeluhkan oleh pengguna. Kemudian pelatihan dan
pemberdayaan operator agar dapat melayani pengguna angkutan umum dengan
baik sehingga tidak merugikan pengguna angkutan umum. Sebagai user atau
pengguna masyarakat juga harus sadar dan mulai beralih menggunakan angkutan
massal karena untuk mengurangi volume jalan raya sehingga tingkat kemacetan
dapat dikurangi.
21
3.3 DAFTAR PUSTAKA
1. Evaluasi Kinerja Operasional Bus Kota Di Surabaya (jurnal by Sapto
Budi Wasono, S.T., M.T.
2. Kajian Kinerja Angkutan Umum dengan Metode Quality Function
Deployment (QFD) pada Kawasan Industri Marmer di Kabupaten
Tulungagung (jurnl by Susilowati, Achmad Wicaksono, Tunjung W.
Suharso)
3. Angkutan Massal sebagai Alternatif Mengatasi Persoalan Kemacetan
Lalu Lintas Kota Surabaya (jurnal by Anas Tahir)
4. Studi Penyebab Penurunan Deman Penumpang Angkutan Umum
Mikrolet di Kota Surabaya (Studi Kasus Mikrolet Lyn-X) (jurnal by
Deny Purwa Indasra, Anak Agung Gde Kartika)
5. Pemberdayaan Angkutan Umum sebagai Salah Satu Faktor Penting
dalam Keberhasilan Pembangunan (jurnal by Diah Novianti)
6. Permasalahan dan Pengembangan Angkutan Umum di Surabaya
(jurnal by Ari Widayanti, Soeparno, Bhertin Karunia)
7. Kajian Ekonomi Transportasi Publik di Kota Surabaya (jurnal by Clara
Sarti Widiwati, Risky Arif Nugroho)
8. Pemeliharaan Kinerja Angkutan Umum Perkotaan Menuju
Transportasi Berkelanjutan (jurnal by Imam Basuki)
9. Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan (jurnal by
Siti Aminah)
10. Evaluasi Kinerja Pelayanan Jasa Angkutan Umum Jenis Lyn di Kota
Surabaya (jurnal by Moh. Atho ‘Illah)
11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :
SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DI
WILAYAH PERKOTAAN DALAM TRAYEK TETAP DAN
TERATUR
22
12. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 49 Tahun 2013 tentang
PENETAPAN TARIF PENUMPANG KELAS EKONOMI UNTUK
ANGKUTAN ORANG DALAM TRAYEK DAN PEMBERIAN
PERSETUJUAN TARIF PENUMPANG UNTUK ANGKUTAN
ORANG TIDAK DALAM TRAYEK DENGAN MENGGUNAKAN
TAKSI DALAM WILAYAH KOTA SURABAYA
13. Wikipedia sik tak kirimi lebih lanjut
23