analisa kredit bank umum

Upload: taufeeq-al-heedayah

Post on 06-Apr-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    1/38

    Analisa Kredit Bank Umum

    ANALISA KREDIT BANK UMUM

    Hal-Hal Yang Perlu Diketahui Oleh Kalangan Pelaku Usaha UMKM (Mikro, Kecil &

    Menegah)

    Sebelum Mengajukan Permohonan Kredit/Pembiayaan Kepada Bank UmumBagi Bapak/Ibu/Sdr para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang akan

    mengajukan pinjaman kredit/pembiayaan kepada bank, baik itu untuk memenuhi kebutuhan

    modal kerja maupun modal investasi, sangat perlu mengetahui apa dan bagaimana cara kerja

    bank melakukan analisa kredit terhadap proposal yang diajukan.

    Perlu disadari bahwa bagi bank umum konvensional maupun bank umum syariah,

    kredit/pembiayaan merupakan sumber utama penghasilan mereka, sekaligus sumber risiko

    operasi bisnis terbesar. Apabila kegiatan analisa kredit dilakukan secara baik dan benar, maka

    dikemudian hari akan terhindar dari risiko kredit macet atau kredit bermasalah debitur.

    Dalam prakteknya, sebagian besar dana operasional bank diputarkan dalam bentuk

    kredit/pembiayaan. Hal ini tergambar dari tingkat/angka LDR (loan to deposit ratio) istilah

    untuk bank konven atau FDR (financing to deposit ratio) untuk istilah bank syariah. Tingkat

    LDR bank umum konvesional berkisar antara 40 % s/d 70% sedangkan FDR bank umum

    syariah rata-rata diatas 100%. LDR atau FDR menggambarkan jumlah kredit/pembiayaan

    yang disalurkan bank kembali ke masyarakat dibandingkan dengan tingkat simpanan yang

    diterima dari masyarakat. Semakin besar tingkat LDR atau FDR berarti semakin banyak dana

    yang disalurkan kembali ke masyarakat dari dana yang terkumpul di bank (tabungan,

    deposito, rekening koran/giro). Dan sebaliknya semakin kecil tingkat LDR atau FDR berarti

    semakin sedikit dana yang kembali ke masyarakat (sektor usaha) atau bank menyimpannya

    dalam bentuk lain (surat berharga, sertifikat, surat utang negara, dll). Pemerintah dalam hal

    ini Bank Indonesia sangat berkepentingan agar tingkat LDR atau FDR berada dalam kisaran

    wajar, supaya masyarakat dan sektor usaha (UMKM) memperoleh sumber permodalan daribank.

    Sebagian besar sumber dana operasional bank berasal dari simpanan deposito dan tabungan

    nasabah. Oleh karena itu, keberhasilan atau kegagalan bank mengelola kredit (bank

    konvensional) atau pembiayaan (bank syariah) akan berpengaruh terhadap nasib uang milik

    banyak nasabah (deposito/tabungan).

    Sepintas menyalurkan kredit adalah suatu pekerjaan yang mudah bagi bank, hampir semua

    orang/ lembaga keuangan bank dan non bank bisa melakukannya. Tetapi harus dilakukan

    secara baik dan benar melalui analisa kredit, agar terhindar dari kredit/pembiayaan yang

    macet dan bermasalah. Apabila pengembalian tidak lancar alias kredit macet atau bermasalah

    maka sangat dibutuhkan keahlian, pengalaman, waktu dan biaya yang cukup besar untuk

    menyelesaikannya. Kredit/pembiayaan macet dalam jumlah besar dapat mengganggu sendikehidupan ekonomi, serta menurunkan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri

    terhadap profesionalisme pengelolaan bisnis perbankan nasional.

    Analisa kredit atau analisa pembiayaan yang dilakukan secara profesional dapat berperan

    sebagai saringan awal yang penting untuk menjaga bank agar tidak terjerumus kedalam kasus

    kredit bermasalah dan/atau kredit macet.

    Tulisan ini secara ringkas mencoba menggambarkan kegiatan analisa kredit yang dilakukan

    bank umum sebagai bahan informasi bagi Bapak/Ibu/Sdr pelaku UMKM, bahwa betapa

    pentingnya analisa kredit dilakukan oleh suatu bank. Dengan mengetahui informasi ini,

    diharapkan pelaku UMKM dapat mempersiapkan rencana usaha yang matang sebelum

    diajukan kepada bank umum konvensional maupun bank umum syariah. Dengan demikian,

    proposal yang yang diajukan pelaku UMKM akan sesuai dengan standar analisa kredit bankdan lebih penting lagi dana kredit yang diterima UMKM dapat dipergunakan secara optimal,

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    2/38

    memberikan keuntungan serta mampu dikembalikan tepat waktu dan tepat jumlah.

    Untuk memenuhi keinginan sederhana diatas, saya akan mencoba bahas beberapa poin di

    bawah ini yang berhubungan dengan pengetahuan analisa kredit oleh bank umum, yaitu

    sebagai berikut :

    Peranan Bank Dalam Masyarakat

    Ruang Lingkup Analisa Kredit Analisa Pasar dan Pemasaran Hasil Produksi UMKM

    Analisa Kondisi Keuangan Calon Debitur (UMKM)

    Analisa Manajemen Pelaku UMKM

    Analisa Kredit Investasi

    Analisa Kredit Perorangan

    Jaminan Kredit

    Pedoman Dan Contoh Menyusun Laporan Analisa Kredit UMUM

    Contoh Laporan Analisa Kredit UMKM

    ANALISIS SITUASI PERSAINGAN DAN STRATEGI PEMASARAN PADA PD. BPRBKK DI KABUPATEN BANYUMAS

    Januari 3, 2010 pondokskripsi

    1 Votes

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah strategi pemasaran yang dilaksanakan

    BPR BKK di Kabupaten Banyumas sesuai dengan situasi persaingan yang dihadapi, untuk

    mengetahui apakah ada perbedaan persepsi manajemen dengan nasabah terhadap kinerja

    pelayanan kredit, untuk mengetahui apakah kinerja BPR BKK sudah sesuai dengan

    kepentingan/ harapan nasabah dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan posisi

    keunggulan bersaing antara BPR BKK dengan pesaingnya. Hipotesis yang diuji dalam

    penelitian ini adalah :1. Strategi pemasaran BPR BKK di Kabupaten Banyumas belum sesuai dengan situasi

    persaingan yang dihadapi.

    2. Terjadi perbedaan antara persepsi manajemen dengan nasabah terhadap kinerja pelayanan

    kredit BPR BKK di Kabupaten Banyumas.

    3. Kinerja BPR BKK di Kabupaten Banyumas belum sesuai dengan kepentingan/harapan

    nasabah.

    4. Terdapat perbedaan posisi persaingan antara BPR BKK dengan pesaingnya.

    Lembaga keuangan perbankan memiliki fungsi yang penting dalam perekonomian suatu

    negara. Fungsi tersebut adalah fungsi intermediasi keuangan, artinya bank sebagai lembaga

    perantara dalam penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan penyalurkan

    dana ke masyarakat dalam bentuk pinjaman/kredit.

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    3/38

    Menurut Undang-Undang RI No. 7 tahun 1992 yang telah disempurnakan dengan Undang-

    Undang RI. No. 10 tahun 1998 bank dibedakan menjadi dua kategori yaitu bank umum dan

    bank perkreditan Rakyat (BPR).

    Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan atau

    berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

    pembayaran. Sedang BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secarakonvensional dan atau berdasarkan syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa

    dalam lalu lintas pembayaran. Dalam penghimpunan dana BPR hanya diperbolehkan

    menghimpun dana masyarakat berupa simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito, dan

    dilarang membuka simpanan giro, ikut kliring dan transaksi valuta asing.

    Dalam era otonomi daerah BPR memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka

    mengembangkan usaha sektor usaha mikro, usaha kecil dan menengah (UKM).

    Dalam UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia ditegaskan bahwa peran BI dalam

    pengembangan UKM dari sisi pembiayaan melalui kredit likuiditas dihapuskan dan terbatas

    pada bantuan dalam hal teknis untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan perbankan

    mengenai UKM melalui penyediaan informasi perbankan, pelatihan dan penelitian-penelitian.

    Peran pembiayaan UKM berpindah/diserahkan kepada bank umum, BPR dan lembagakeuangan lainnya.

    Dari sisi perbankan, UKM dipandang sebagai sektor yang menguntungkan untuk dibiayai,

    terbukti dari semakin meningkatnya pertumbuhan kredit UKM. Berdasarkan Statistik

    Ekonomi Keuangan Daerah yang diterbitkan BI Jawa Tengah tahun 2004, dalam periode

    Maret 2003 sampai dengan Maret 2004, kredit usaha kecil (KUK) yang dianggap bisa

    mewakili UKM di kabupaten Banyumas secara umum tumbuh sebesar 39,76 persen .

    Ada beberapa faktor penyebab, Pertama, tingkat kemacetan relatif kecil. Kedua, mendorong

    terjadinya penyebaran resiko , jumlah pinjaman dengan nilai nominal kecil memungkinkan

    bank memperbanyak nasabah, sehingga dana tidak terkonsentrasi pada satu kelompok sektor

    usaha. Ketiga, suku bunga pada tingkat bunga pasar bukan merupakan masalah pokok bagi

    UKM, tetapi tersedianya dana pada saat, jumlah dan sasaran yang tepat serta prosedur yang

    sederhana lebih penting dari subsidi bunga.

    Keadaan demikian merupakan daya tarik lembaga keuangan khususnya perbankan untuk

    memasarkan produk pembiayaan/kredit pada sektor UKM. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

    sebagai lembaga keuangan yang memiliki segmen pasar utamanya sektor UKM akan

    menghadapi situasi persaingan yang semakin ketat dalam dimensi yang semakin luas.

    Menurut Kartajaya (1998:17 ), perubahan situasi persaingan dipengaruhi oleh tiga kekuatan,

    yaitu Customer (pelanggan), Competitor (pesaing), dan Change (perubahan). Oleh karena itu

    analisis situasi persaingan sangat penting dilakukan oleh BPR. David W.Craven (1996:187)

    menyatakan, analisis terhadap situasi persaingan akan membantu menejemen untuk

    memutuskan dimana akan bersaing dan bagaimana menentukan strategi pemasaran yang tepatuntuk menghadapi pesaingnya pada setiap pasar sasaran

    Untuk menghadapi persaingan BPR harus menyusun strategi pemasaran yang tepat. Tugas

    strategi pemasaran kompetetif menurut Malcolm (1992:2) adalah untuk memindahkan bisnis

    dari posisi sekarang ke posisi kompetitif yang lebih kuat. Selanjutnya Kartajaya (2004:7)

    mengemukakan ada sembilan elemen utama dalam penyusunan strategi yaitu Segmentation,

    Targeting, Positioning, Differentiation, Marketing mix, Selling, Brand, service dan process.

    Kesembilan elemen merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan mempengaruhi.

    Kualitas strategi pemasaran akan dapat mengantarkan BPR pada keberhasilan. Keberhasilan

    perusahaan diukur dengan seberapa mampu memenuhi kepuasan nasabah dengan cara yang

    lebih efektif dan efisien dibanding pesaing. Dengan mengetahui persepsi nasabah dalam

    menilai suatu produk/merek, dapat diketahui harapan mereka yang harus dipenuhi.Persepsi nasabah menjadi masalah yang sangat penting untuk menempatkan posisi produk

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    4/38

    berdasarkan atributnya, karena persepsi merupakan faktor dasar yang mampu mendorong

    nasabah melakukan pembelian atau membentuk perilaku nasabah.

    Dalam penelitian yang dilakukan Bank Indonesia Purwokerto (2003) memberikan gambaran

    umum tentang persepsi UKM pada akses kredit ke bank umum, BPR, dan sumber informal.

    Faktor-faktor yang dipersepsikan adalah informasi layanan, prosedur pengambilan kredit,

    syarat yang diminta, jaminan, proses permohonan sampai pencairan, tingkat bunga kredit danfrekuensi pendampingan.

    Perusahaan Daerah BPR BKK di Kabupaten Banyumas ada 25 BPR yang berada di 25

    kecamatan. Dalam pemasaran produk pembiayaan/kredit menghadapi persaingan yang

    semakin ketat, dengan semakin bertambahnya jumlah bank umum, BPR, BMT dan sumber

    informal yang memasarkan produk pembiayaan pada sektor UKM.

    Di pihak lain, berdasarkan data hasil monitoring tingkat kesehatan dan non performing loan

    PD BPR BKK Kabupaten Banyumas tahun 2003 sampai tahun 2005, pertumbuhan dalam

    penyaluran kredit telah menunjukkan penurunan. Pertumbuhan jumlah kredit 33,37 persen

    menjadi 27,07 persen, jumlah nasabah 3,29 persen menjadi4,45 persen.

    Sedang menurut Teguh Budi Ichtiar (2004:91), dalam penelitian Analisa Rasio Keuangan

    Pada PD. BPR BKK di Kabupaten Banyumas, menyimpulkan bahwa setiap PD BPR BKK diKabupaten Banyumas dalam mencapai ROA rata-rata 3,99 persen pertahun atau tergolong

    rendah dan kurang efisien jika mempertimbangkan perbedaan antara interest ratio yang

    besarnya 8,568 dengan bunga kredit yang mencapai 30 persen per tahun.

    Dari hal-hal di atas diperlukan kajian terhadap situasi persaingan yang dihadapi Perusahaan

    Daerah BPR BKK dengan menganalisis secara obyektif faktorfaktor yang mempengaruhi

    situasi persaingan baik sikap dan perilaku konsumen, pesaing dan faktor perubahan.

    Selanjutnya mencari faktor-faktor yang dipersepsikan/dipertimbangkan nasabah dalam

    mengambil keputusan tentang kredit/ pinjaman. Faktor-faktor tersebut digunakan untuk

    mengetahui posisi pemasaran dalam persaingan dan menentukan strategi pemasaran yang

    sesuai dengan persaingan yang dihadapi.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan

    judul Analisis Situasi Persaingan dan Strategi Pemasaran Pada Perusahaan Daerah BPR

    BKK di Kabupaten Banyumas .

    RANCANGAN Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (RUU UMKM)

    memayungi pemberdayaan bagi tiga kelompok usaha yang berbeda karakteristiknya. Olehkarena itu, dalam RUU UMKM kita menyimak adanya pola pengaturan yang didasarkan

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    5/38

    kebutuhan yang bersifat umum (sama) menyangkut seluruh pelaku usaha, tetapi juga ada

    pengaturan pemberdayaan yang didasarkan kebutuhan spesifik karakter masing-masing

    UMKM.

    Dalam konteks ini, RUU UMKM telah berada pada jalur pengaturan yang benar, ialah

    dengan tidak menyamaratakan perlakuan pemberdayaan kepada usaha mikro, kecil, dan

    menengah. Walaupun harus diakui memang tidak mudah memberikan perlakuan pengaturanberdasarkan slot atau kelompok karakteristik usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah

    tersebut.

    Adanya perlakuan spesifik dalam pengaturan pemberdayaan, membawa konsekuensi

    pemikiran tentang bagaimana sebaiknya pendekatan pemberdayaan UMKM harus

    difokuskan. Dalam banyak diskusi pembahasan draf RUU UMKM yang saya ikuti, sampailah

    pada suatu kesimpulan bahwa karena jati diri tiap-tiap pelaku usaha mikro, usaha kecil, dan

    usaha menengah itu jelas berbeda, fokus pendekatan pemberdayaannya pun sepatutnya

    tidaklah sama.

    Usaha mikro (UMi) mengingat jumlahnya yang banyak (meliputi lebih 90% dari jumlah

    usaha kecil). Sebarannya juga luas menjangkau seluruh pelosok negeri, baik di kota maupun

    di desa dan sifatnya yang mudah untuk masuk sebagai wirausaha skala mikro atau sebaliknyamudah untuk keluar dari bisnis, usaha skala mikro itu memerlukan pendekatan pemberdayaan

    yang fokus pada bentuk: (1) Keberpihakan, (2) Berorientasi untuk pemecahan masalah sosial

    ekonomi masyarakat, (3) Mengakomodasi isu-isu kekinian, seperti penanggulangan

    pengangguran, kemiskinan, pemutusan hubungan kerja (PHK), penyetaraan gender,

    kesenjangan antardaerah/kawasan, keadilan penguasaan, dan akses kepada sumber daya

    produktif.

    Usaha skala kecil yang jumlah sesungguhnya kurang dari 10 persen dari total usaha mikro

    dan kecil (UMK) pun perlu didekati dengan fokus pemberdayaan sebagai upaya (1)

    Mendorong survival di tengah persaingan yang pada faktanya sangat ketat dan kurang sehat,

    (2) Investasi dan kesediaan menanggung risiko, (3) Penumbuhan kemandirian, (4)

    Kemampuan menjangkau dan berkiprah di pasar.

    Pada skala usaha menengah, meskipun jumlahnya sedikit, peranannya vital untuk menjadi

    jangkar pemberdayaan usaha mikro-kecil (UMK) dan kerja sama kemitraan dengan usaha

    besar (UB). Untuk itu, pendekatan pemberdayaan usaha menengah (UM) sangat tepat fokus

    pada (1) Peningkatan investasi dan pertumbuhan, (2) Advokasi dan konsultasi, (3)

    Mengembangkan pasar ekspor.

    Beberapa pasal dalam RUU UMKM yang dicontohkan sebagai pengaturan menggunakan

    pola pikir keberpihakan terhadap usaha mikro-kecil, yaitu Bab IV tentang Pembiayaan dan

    Penjaminan (Pasal 20, 21, 22, dan pasal 23). Sementara pasal 24 tentang pembiayaan usaha

    menengah adalah contoh tentang perlakuan spesifik terhadap kebutuhan pemberdayaan usaha

    menengah.Pengaturan tentang kemitraan pada pasal 25 sampai pasal 37 merupakan bentuk perlakuan

    yang berlaku menyeluruh, baik bagi usaha mikro-kecil maupun usaha menengah. Sedangkan

    Bab III tentang kriteria merupakan bentuk perlakuan spesifik bagi usaha mikro (pasal 5, ayat

    [1], huruf a), bagi usaha kecil (pasal 5, ayat [1] huruf b), dan perlakuan pemberdayaan

    spesifik usaha menengah (pasal 5, ayat [1] huruf c).

    Begitu seterusnya bahwa RUU UMKM itu memang dirancang secara sistematik (meskipun

    belum sempurna), dengan perlakuan pengaturan yang khas, di mana ada bagian pasal-pasal

    yang mengatur untuk seluruh UMKM dan ada bagian pengaturan yang berlaku

    khusus/spesifik bagi masing-masing usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.

    Demikian pula metode pendekatan pemberdayaan UMKM yang didekati secara berbeda.

    Semua itu menambah keyakinan kita bahwa RUU UMKM ini (dengan segalakekurangannya) telah menyerap apa yang menjadi harapan-harapan masyarakat dengan lebih

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    6/38

    realistis dan berkeadilan.

    UMKM Dituntut Makin Kreatif Hadapi Persaingan ACFTAJakarta, (Analisa)

    Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dituntut semakin kreatif dan pandai

    menciptakan peluang dalam penghadapi era Asean -China Free Trade Agreement (ACFTA).

    "Harus ada kreativitas dan inovasi yang dibangun untuk memanfaatkan peluang dalam

    ACFTA," kata Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia UKMK Kementerian

    Negara Koperasi dan UKM, Neddy Rafinaldi Halim, di Jakarta, Jumat (15/01).

    Ia mengatakan, ACFTA idealnya tidak hanya dilihat dampak negatifnya semata, tetapi harus

    dimanfaatkan sebagai momentum untuk menciptakan peluang menghadapi persaingan yang

    semakin ketat.

    Pihaknya telah mengantisipasi dampak ACFTA terhadap pelaku UMKM dengan beberapa

    program strategis. "Selain melakukan pendampingan, saya pikir kita sudah 'on the track' saat

    ini ketika kita mencoba memfasilitasi sarjana agar termotivasi menjadi wirausahawan baru,"

    katanya. Menurut dia, dengan semakin banyaknya pelaku UMKM dan wirausahawan baru di

    tanah air, maka akan terjadi peningkatan produktivitas barang maupun jasa.

    Peningkatan produktivitas tersebut akan cenderung menekan ongkos produksi, sehingga

    harga produk barang dan jasa per-unit semakin murah dan lebih mudah bersaing denganproduk impor China.

    "Kami targetkan minimal akan tercipta 20 ribu wirausahawan baru tahun ini," katanya. Ia

    berpendapat, ACFTA diharapkan semakin memicu generasi muda yang berpendidikan cukup

    tinggi untuk memanfaatkan peluang dan menciptakan karya yang kreatif penuh inovasi.

    Neddy yakin produk buatan lokal tidak akan kalah bersaing dengan produk asing asal China

    karena selama ini produk dari negeri Tiongkok yang masuk ke Indonesia memiliki citra yang

    mudah rusak.

    "Strategi pemasaran mereka menekankan pada volume dan ini bisa kita jadikan celah agarwirausahawan baru nantinya mampu menghasilkan karya yang tidak hanya sekadar banyak

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    7/38

    tetapi juga berkualitas tinggi," katanya. Produk dengan kualitas lebih baik, kata Neddy, akan

    cenderung menjadi pilihan konsumen sehingga memiliki daya saing yang baik di pasaran.

    (Ant)

    Analisis Kebijakan Bank Syariah Terhadap Pembiayaan UKM

    A. Latar Belakang

    Setiap usaha yang dilakukan pada dasarnya mencari keuntungan yang sebesarbesarnya

    denagn mengeluarkan biaya yang sekecilkecilnya. Begitu pula pada sektor perbankan, baik

    konvensional maupun Bank Syariah, yang dalam melakukan kegiatan usahanya memerlukan

    dana, dan dana tersebut dioperasikan dalam bentuk pembiayaan yang apad akhirnya akan

    menghasilkan pendapatan.

    Perbankan yang lebih dikenal dan mendominasi dunia Perbankan sekarang adalah perbankankonvensional. Sebagai lembaga yang merupakan produk kapitalis, maka tentunya Bank

    Konvensional mempunyai tujuan yang sematamata untuk mencapai keuntungan yang

    setinggitingginya, demi keuntungan pemilik atau segelintir orang saja. Sedangkan Bank

    Syariah mempunyai prinsip yang berbeda dengan Bank Konvensional. Perbedaan yang paling

    mendasar adalah pada bagaimana memperoleh keuntungan, dimana pada Bank Konvensional

    dikenal denngan perangkat bunga, sedang Bank Syariah melarang adanya bunga yaitu dengan

    menggunakan prinsip bagi hasil.

    Sistem keuangan dan perbankan Islam hadir untuk memberikan jasa keuangan yang halal

    kepada komunitas muslim. Selain tujuan khusus ini, institusi perbankan dan keuangan,

    sebagaimana aspekaspek masyarakat Islam lainnya, diharapkan dapat memberi kontribusi

    yang layak bagi tercapainya tujuan sosioekonomi Islam ( Chapra. 1985 .h. 34 ). Target

    utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan tingkat

    pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosioekonomi serta distribusi pendapatan dan

    kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang dan mobilisasi, serta investasi tabungan untuk

    pembangunan ekonomi yang mampu memberiakn jaminan keuntungan ( bagi hasil ) kepada

    semua pihak yang terlibat.

    Salah satu bentuk pertanggung jawaban sosial Bank Syariah adalah memberikan pembiayaan

    kepada UKM mengingat UKM iini merupakan cerminan dari perekonomian rakyat, karena

    kelompok ini merupakan kelompok dominan, maka upaya peningkatan kesejahteraan

    kelompok ini, secara langsung maupun tidak langsung, merupakan upaya penyejahteraan

    ummat.Sekalipun secara konseptual Bank Syariah mempunyai berbagai tujuan yang sangat mulia,

    tetapi dalam prakteknya kondisi ideal masih sulit untuk tercapai. Saleh Kamel, seorang

    penerima IDB Award pernah melontarkan beberapa kritik terhadap Perbankan Islam. Salah

    satu kritiknya menyatakan ketidakmampuan Bank Islam untuk melepaskan diri dari jebakan

    jebakan Bank konvensional. Menurutnya, operasi pembiayaan Bank Syariah terutama

    terbatas pada caracara pembiayaan sekunder untuk membiayai perdagangan jangka pendek

    dan operasi, penyewaan untuk perusahaanperusahaan bersekala besar dan sudah mapan.

    Tampaknya Bank Islam kurang memainkan peranan yang signifikan didalam pembiayaan

    bisnis skala kecil dan menengah, sebagai ciri utama yang harus dikedepankan guna

    mengedepankan kesejehteraan rakyat.

    Pernyataan Saleh Kamel tersebut merupakan pernyataan yang universal, oleh karena itu, haltersebut menjadi persoalan menarik untuk diteliti, agar dapat diketahui apakah hal tersebut

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    8/38

    juga berlaku dalam praktek pembiayaan Bank Syariah di Indonesia.

    Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudu

    Analisis Kebijakan Bank Syariah Terhadap Pembiayaan UKM : studi pada Bank DKI Syariah

    .

    Dahlan siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, ( Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas

    Indonesia, 1995 ) edisi IV, h. 88M. Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, ( Jakarta : Gema Insani, 2001), h. 34

    Mervyn K Lewis, Ltifa M Al-Gaod, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik dan Prospek, (

    Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007 ) h. 122

    Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : Sebuah Tinjauan Islam, ( Jakarta : Gema Insani

    Press, 2001), h. 232

    KERANGKA TEORI

    A. Pengertian UKM

    Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga

    maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan

    secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang.

    Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumahtangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk

    diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar.

    Sektor usaha kecil dan menengah ( UMKM) kini dinilai sebagai salah satu kekuatan ekonomi

    Indonesia yang cukup signifikan. Secara makro dapat dilihat behwa potensi yang dimiliki

    sektor UKM ini sudah cukup besar. Secara umum, pada 2006, sumbangan UKM terhada

    Produk Domestic Bruto ( PDB) mencapai 53.3 %, artinya lebih dari setengah gerak

    perekonomian Indonesia kini ditopang oleh sektor UKM. Dalam hal penyerapan tenaga kerja,

    pada 2006 UKM berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 58.4 juta atau sekitar 96.2 % dari

    total angkatan kerja.

    Meski UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan nasional, dalam

    menjalankan usahanya UKM selalu mempunyai kendala. Kategori permasalahan UKM

    adalah :

    Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar UKM, antara lain berupa permasalahn

    modal, bentuk badan hukum yang umumnya non-formal, SDM, pengembangan Produk dan

    Akses Pemasaran.

    Permaslahan lanjutan, antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum

    optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar,

    permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta

    peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor.

    Permasalahan antara, ( intermediate Problems ), yaitu permasalahan dari instansi terkait

    untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu mengahadapi persoalan lanjutan secaralebih baik. Permasalahan tersebut antara lain, dalam hal manajemen keuangan, agunan dan

    keterbatasan dalam kewirausahaan.

    B. Pengertian Pembiayaan

    Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak

    lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun

    lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk

    mendukung investasi yang telah direncanakan.

    Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :

    a. Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro

    secara makro pembiayaan bertujuan untuk peningkatan ekonomi ummat, artinya masyarakat

    yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukanakses ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    9/38

    Tersedianya dana bagi peningkatan usaha

    Meningkatkan produktifitas

    Membuka lapangan kerja baru

    Terjadi distribusi pendapatan

    b. Tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro

    Upaya memaksimalkan laba

    Upaya meminimilkan risiko

    Pendayagunaan sumber ekonomi

    Penyaluran kelebihan dana

    Dalam pelaksanaan pembiayaan, Bank Syariah harus memenuhi :

    (1) Aspek Syariah, berarti dalam setiap realisasi pembiayaan kepada nasabah, Bank Syariah

    harus tetap berpedoman pada Syariat Islam ( antara lain tidak mengandung unsur Gharar,

    maisir dan riba serta bidang usahanya harus halal )

    (2) Apek Ekonomi, berarti disamping mempertimbangkan halhal syariah Bank Syariah

    tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi Bank Syariah maupun bagi

    nasabah Bank Syariah.www.depkop.go.id

    Log. cit.

    Genjot Sektor UKM denagn Kredit Usaha Rakyat, Jurnal UKM, edisi November 2007, h.5

    Andang Setyobudi, Peran Serta Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil

    dan Menengah ( UMKM ), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 5, no. 2,

    Agustus 2007

    Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, ( Yogyakarta : UPP AMP YKPN ,

    2002), h. 17

    Ibid, h. 17-18

    Ibid h. 16

    B. Penyajian dataBerdasarkan hasil wawancara kepada Sdr. Irham Fahcreza Anas. Sei. Didapat keterangan

    bahwa dalam rangka penyaluran pembiayaan terhadap UKM Bank Syariah bekerjasama

    dengan unit manajemen lain seperti BPRS atau Koperasikoperasi.

    yang namanya Bank Syariah itu dia tidak akan mungkin langsung dia nyentuh tataranGrace Road, dia butuh satu unit kerja yang membidangi masalah pembiayaan UKM .

    Hal ini dilakukan oleh Bank mengingat bahwa UKM masih memiliki kelemahankelemahan

    yang harus diperhitungkan, karena hal ini menyangkut keuntungan Bank.

    kalo UKM itu kan kelemahannya, pertama secara formal kelegalan dokumennya juga

    agak sedikit susah, yang kedua dia belum Bankable dalam pengertian dia laporan keuangan

    masih seadanya

    Hal ini wajar saja diperhitungkan oleh Bank Syariah, mengingat bahwa secara prinsippembiayaan Bank Syariah harus memenuhi dua aspek, yaitu aspek Syariah dan aspek

    ekonomi. Artinya selain harus sesuai syariah, Bank Syariah harus tetap memperhitungkan

    profitabilitas dari usaha yang akan dibiayai, agar menguntungkan bagi bank maupun nasabah.

    Namun hal itu bukan berarti bahwa Bank Syariah tidak berpihak kepada UKM. Karena untuk

    menyiasati keadaan ini bank memiliki kebijakankebijakan tertentu yang juga merupakan

    strategi bank dalam menjalankan fungsinya secara optimal. Dikatakan bahwa :

    Bank Umum Syariah tidak akan secara langsung menyentuh UKM, banyak resiko resiko yang harus dihadapi. Naahh untuk menyiasati hal ini Bank Syariah gak bodoh. Bank

    itu kan membantu membangun masyarakat. Kita kerja sama sama BPRS dan Koperasikoperasi karyawan

    Hal ini menunjukkan bahwa Bank Syariah tidak mau terjebak dalam polapola

    konvensional yang hanya terfokus pada peningkatan profit tanpa melihat aspekaspek lain

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    10/38

    seperti aspek keadilan dan keseimbangan pada Bank Syariah.

    kita gak mau terjebak sama polapola konvensional, minjem harus ada dana segala

    macem. Enggaklah. Kita upayanya Linkage Program dengan executing atau chanelling

    Telah banyak upayaupaya pengembangan UKM melalui pembiayaan yang dilakukan oleh

    Bank Syariah. Diantaranya program linkage yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah.

    kalo di Bank DKI Syariah pembiayaan pembiayaan Usaha kecil, itu kitamengakomodasi dengan cara kita Lingkage Program. Salah satunya aja yah denagn BPRS

    As- Salam dan Koperasi Tanah Abang. Nah kita menyalurkan dana ke dia ada yang program

    executin, dalam pengertian ehhm segala resiko ditanggung oleg BPRS Bank tinggal

    menikmati untung. Kelopun rugi juga dilihat porsi ruginya gimana ?. ada juga yang

    chanelling, Bank naro ajah, nanti resiko ditanggung Banknya. Jadi nanti Bank DKI Syariah

    posisinya sebagai Bank Syariah itu sebagai pemasok duit modal

    Hal ini merupakan salah satu kebijakan Bank yang baik dalam rangka mengoptimalkan

    fungsi bank. Artinya Bank DKI Syariah telah berupaya untuk mengembangkan sektor UKM

    melalui pembiayaan. Hal ini tercermin dalam kebijakan diatas yang senantiasa

    mengakomodir kesulitan serta kelemahan UKM dengan membuat kebijakankebijakan yang

    berpihak pada UKM. Hal ini tidak hanya tercermin dari kebijakankebijakan yang dinuatoleh Bank, namun dapat dilihat dari jumlah pembiayaan yang disalurkan.

    Bank Syariah adalah Bank yang mencerminkan fungsi Bank yang sesungguhnya. Fungsi

    Bank itu apa coba ? intermediary kan ? gimana kita melihat ? di FDR. Finance to Deposit

    Ratio Bank Syariah itu tidak akan Kurang dari 80 %. Diatas. Pasti. Semakin tinggi nilai FDR

    berarti kesimpulannya adalah semakin banyak dan DPK yang digunakan untuk kucuran

    pembiayaan. Indikatornay apa ? Peningkatan FDR.

    KETERANGAN 2004 2005 2006 2007 2008

    Unaudited

    Rasio

    Capital Adequacy Ratio (CAR) 9.22% 8.46% 14.09% 27.63% 15.78%

    FDR (Pembiayaan /DPK ) 124.63% 348.17% 258.27% 193.96% 290.41%

    Rasio Pembiayaan Bermasalah (NPF) 0.00% 0.56% 1.34% 0.72% 0.53%

    Net Interest Margin (NIM) 8.20% 10.11% 13.35% 11.20% 10.22%

    BOPO (Beban Opr/ Pendapatan Opr) 185.18% 57.32% 48.62% 73.33% 85.43%

    Laba Sebelum pajak Terhadap Aktiva (ROA) -7.23% 4.75% 7.06% 3.76% 1.98%

    Sumber : http://bankdki-syariah.com

    Dari Laporan Keuangan diatas terlihat jumlah FDR pada tahun 2004 sebesar 124.63 %, tahun

    2005 sebesar 348. 17 %, tahun 2006 sebesar 258.27 %, tahun 2007 sebesar 193. 96 % dan di

    tahun 2008 sebesar 290.41 %.

    Dari data diatas FDR Bank DKI Syariah ratarata diatas 100 %. Walaupun terjadi fliktuasijumlah FDR, yakni terjadi penurunan pada tahun 2006 dan 2007 namun jumlah FDR tetap

    pada tingkat aman yang menunjukkan kinerja Bank yang positif.

    Kesimpulan

    Jadi dapat disimpulkan bahwa kritik dari Saleh Kamel bahwa Bank Islam kurang memainkan

    peranan yang signifikan didalam pembiayaan bisnis skala kecil dan menengah tidak berlaku

    di dunia Perbankan Syariah di Indonesia

    Berdasarkan analisis dari datadata diatas, makan dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah

    senantiasa berpihak pada UKM. Hal ini tercermin dari kebijakankebijakan yang dibuat

    oleh Bank Syariah terkait dengan pembiayaan untuk UKM. Dalam rangka penyaluran

    pembiayaan terhadap UKM Bank Syariah bekerjasama dengan unit manajemen lain seperti

    BPRS atau Koperasikoperasi. Hal ini dilakukan oleh Bank mengingat bahwa UKM masihmemiliki kelemahankelemahan yang harus diperhitungkan, karena hal ini menyangkut

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    11/38

    keuntungan Bank.

    Ini wajar saja diperhitungkan oleh Bank Syariah, mengingat bahwa secara prinsip

    pembiayaan Bank Syariah harus memenuhi dua aspek, yaitu aspek Syariah dan aspek

    ekonomi. Artinya selain harus sesuai syariah, Bank Syariah harus tetap memperhitungkan

    profitabilitas dari usaha yang akan dibiayai, agar menguntungkan bagi bank maupun nasabah.

    Namun hal itu bukan berarti bahwa Bank Syariah tidak berpihak kepada UKM. Karena untukmenyiasati keadaan ini bank memiliki kebijakankebijakan tertentu yang juga merupakan

    strategi bank dalam menjalankan fungsinya secara optimal, ini menunjukkan bahwa Bank

    Syariah tidak mau terjebak dalam polapola konvensional yang hanya terfokus pada

    peningkatan profit tanpa melihat aspekaspek lain seperti aspek keadilan dan keseimbangan

    pada Bank Syariah.

    Telah banyak upayaupaya pengembangan UKM melalui pembiayaan yang dilakukan oleh

    Bank Syariah. Diantaranya program linkage yang dilakukan oleh Bank DKI Syariah.

    Hal ini merupakan salah satu kebijakan Bank yang baik dalam rangka mengoptimalkan

    fungsi bank. Artinya Bank DKI Syariah telah berupaya untuk mengembangkan sektor UKM

    melalui pembiayaan. Hal ini tercermin dalam kebijakan diatas yang senantiasa

    mengakomodir kesulitan serta kelemahan UKM dengan membuat kebijakankebijakan yangberpihak pada UKM. Hal ini tidak hanya tercermin dari kebijakankebijakan yang dinuat

    oleh Bank, namun dapat dilihat dari jumlah pembiayaan yang disalurkan.

    Dari data diatas FDR Bank DKI Syariah ratarata diatas 100 %. Walaupun terjadi fliktuasi

    jumlah FDR, yakni terjadi penurunan pada tahun 2006 dan 2007 namun jumlah FDR tetap

    pada tingkat aman yang menunjukkan kinerja Bank yang positif.

    Pada dunia belahan ke 3 (Indonesia termasuk di dalamnya ) akan ditemukan berbagai elemen

    yang membantu meningkatkan perekonomian negara. Sudah menjadi kenyataan dan terbukti

    dalam negara berkembang usaha-usaha kecil tersebutlah yang menyokong perekonomian

    bangsa. Di Amerika Serikat sendiri yang sudah merupakan negara maju dan modern, 99 %

    dari bentuk bisnis di Amerika Serikat adalah Usaha kecil dan Menengah (UMKM) dan

    UMKM inilah yang membuat 75 % lapangan kerja baru., banyak orang Indonesia, khususnya

    di New Hampshire yang bekerja Casual work di small business enterprises pada pizza

    restaurant, petrol station, ware house, packaging.

    Di Australia, khususnya di Sydney, juga serupa, banyak sekali UMKM yang sukses, dan

    memang kebanyakan business ownernya citizen keturunan Jewish, Greeks dan Asia. Kalau

    anda ke Sydney, salah satu jalan terpanjang yaitu Anzac Parade Street di Kingsford, banyakUMKM menggelar bisnisnya dari Toko buah Korea, Restaurant Padang, Chips Calamary

    Honggaria, sampai agent News paper &blue travel ticket (ticket untuk kereta api, bus, dan

    ferry) punya Pak Iman, perantau dari Jembatan lima, di jembatan lima rumahnya nggak ada

    kamar mandinya, tapi di Sydney, alhamdulillah apartmentnya bagus.

    Pada saat krisis ekonomi sekarang, sangatlah penting untuk mengembangkan usaha kecil

    mikro dan menengah, sehinggal lapangan pekerjaan dapat dibuka.

    Banyak diantara kita adalah mental employee (pegawai) dan kebanyakan kita tidak tahu

    pentingnya jiwa wirausaha,padahal jelas sekali dengan usaha kecil yang kita bangun akan

    meningkatkan kegiatan ekonomi. Kita sangat mengharapkan pemerintahan yang baru nanti,

    siapapun presiden yang terpilih, pemerintah harus mendorong setiap lapisan masyarakat

    untukmempunyai jiwa entrepreneur (jiwa wira usaha) dan memulai berbisnis.Sangatlah kita harapkan UMKM untuk lebih mendapatkan prioritas insentif, seperti

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    12/38

    kemudahan dan kalau boleh bisa bebas biaya untuk perizinan, ada pemotongan pajak, dan

    sebagainya.

    Kalau boleh pinjam kalimat salah satu acara kuiz yang terkenal, riset membuktikan.. bahwa

    sebagian besar dari sektor utama dan sendi perekonomian seperti sektor konstruksi, jasa

    pelayanan umum, jasa pelayanan perawatan kesehatan dan teknis seperti reparasi, renovasi,

    dll didominasi oleh usaha kecil. Jadi jelas khan betapa pentingnya pegembangan usaha kecildan jangan pernah dianggap remeh dan diabaikan lagi,untuk itu semua orang yang akan

    memulai usaha kecil haruslah dipermudah dan proses perijinannya dibuat sederhana.

    Anda bisa memulai usaha kecil dengan menemukan sebuah bisnis online, didalam bisnis

    secara online ini anda juga bisa memasarkan produk dan jasa anda secara global dan tentu

    saja biaya pemasaran anda jauh lebih murah, yang anda perlukan hanya pelatihan,termasuk

    market riset di dalamnya, pemilihan produk, pembelian domain dan penyewaan hosting

    provider.

    Banyak institusi akan membantu anda dengan memberikan advise untuk memulai usaha

    secara online, diantaranya Balina Internet Marketing , tentunya pilihan berada di tangan anda

    institusi mana yang mempunyai materi pelatihan yang cocok dengan kemampuan anda,

    biayanya harus kompetitif dan sesuai dengan kondisi kantong anda dan pelatihan itu haruslahworthed dengan produk dan jasa yang akan anda pasarkan ke mancanegara.

    author : Saidilriza Muda, mantan Cleaning server, Taxy Driver, Trifty Truck Driver, Petrol

    Station Operator, Pizza Cheff Assistant, sekarang pelaku UMKM, source : dari berbagai

    sumber

    Jurnal Manajemen & Bisnis ANALISIS KOMPARATIF RESIKO

    KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONALDAN BPR SYARIAH

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN

    BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH

    Umar Hamdan - Dosen Fakultas Ekonomi & Program Studi MM Unsri.

    Andi Wijaya - Alumni Program Studi MM Unsri tahun 2005

    ABSTRACT

    The objectives of this research is to analyze and compare the financial risk in two

    type of BPRs, which are conventional and syariah. The samples of this research are two

    BPRs: Conventional BPR S and Syariah BPR F. The method of analysis used are

    financial ratios and discriminant analysis (Z-Score method). The study results show that

    financial risk of Syariah BPR F relatively lower than of Conventional BPR S.

    Key words: BPR, Financial Risk, Financial Ratios, Discriminant Analysis.

    http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.htmlhttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html
  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    13/38

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Bank Perkreditan Rakyat (BPR), menurut UU RI nomor 10 tahun 1998, adalah bankyang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah

    yang

    dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

    Secara nasional kegiatan operasional BPR selama periode 19992003 (Maret)

    mengalami perkembangan yang cukup stabil. Berdasarkan data Bank Indonesia, selama

    periode

    tersebut, total asset bertumbuh dari Rp. 3.462 milliar menjadi Rp. 9.723 milliar, atau naik

    rata-

    rata 35 % per tahun, penyaluran kredit dari Rp. 2.452 miiliar menjadi Rp. 7.088 milliar (naik

    rata-rata 35,7 %), dana pihak ketiga dari Rp. 2.038 milliar menjadi Rp. 6.629 milliar (naik

    rata-rata 39,3 %). Selama periode tersebut, laba tahun berjalan terus bertambah. Yang menarik,

    jumlah penyaluran kredit melebihi jumlah dana pihak ketiga, berarti fungsi intermediasi

    keuangan ternyata dapat berjalan dengan baik. (Sawaldjo Puspopranoto, 2002, hal. 123)

    Industri BPR secara makro dinilai Bank Indonesia dalam kondisi cukup baik, karena

    hampir seluruh BPR menunjukkan kinerja yang baik dan hanya sebagian kecil yang di-

    BBKU-

    kan. Dari jumlah 2400 unit BPR, sejak 1996 hingga kini hanya 178 unit yang di-BBKU-kan

    oleh Bank Indonesia. Mengingat kondisi usaha yang dinilai bagus, Bank Indonesia melalui

    berbagai langkah antara lain merger, konsolidasi, akuisisi serta regulasi dan paket

    pengawasan

    yang lebih intensif berupaya menjadikan BPR menjadi basis untuk Lembaga Keuangan

    Mikro

    (LKM) di Indonesia. Dari tahun ke tahun, modal disetor BPR secara nasional terus

    bertambah.

    Tahun 2001, menurut data BI dalam buku BPR terbitan BI, modal disetornya Rp. 936 milliar,

    tahun 2002 jumlahnya bertambah 25 % menjadi Rp. 1,17 trilliun. Tahun 2003 naik 24 %

    menjadi Rp. 1,24 trilliun, dan per Maret 2004 jumlahnya mencapai Rp. 1,48 trilliun.

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    2

    Di daerah Sumatera Selatan, jumlah BPR telah mencapai 12 BPR, dimana diantaranya

    juga terdapat BPR Syariah. BPR lebih mengkhususkan diri ke arah pemberian kredit, sifatnya

    retail dan tidak kompleks seperti halnya bank umum.

    Keberadaan BPR dalam perekonomian nasional dan daerah sangat penting dalam upaya

    meningkatkan taraf hidup rakyat melalui penghimpunan dan penyaluran dana terutama

    kepada

    usaha kecil dan mikro. Tulisan ini mengkaji bagaimana tingkat resiko bisnis BPR

    Konvensional

    dan BPR Syariah di Sumatera Selatan.

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    14/38

    1.2. Rumusan Masalah

    Bagaimana tingkat resiko bisnis BPR Konvensional dan BPR Syariah.

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat resiko bisnis BPR

    Konvensional dan BPR Syariah.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah

    1. Masyarakat pembaca mengetahui perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis BPR

    Konvensional dan BPR Syariah.

    2. Sebagai masukan bagi manajemen BPR dalam menyusun kebijakan perusahaannya.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang

    Perbankan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 1 menyebutkan batasan Bank adalah badan

    usaha yang menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya

    kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Undang-

    undang tersebut dan dipertegas lagi dengan Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998, ada

    dua

    jenis bank yaitu : Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

    BPR dilarang untuk menerima simpanan giro, wilayah operasinya hanya tertentu saja,

    modal awalnya relatif lebih kecil dari bank umum, dan tidak diperkenankan ikut dalam

    kliring

    serta transaksi valuta asing. (Kasmir, 2003, hal. 21).

    Tugas pokok BPR adalah mengembangkan persekonomian rakyat di daerah, terutama

    pedesaan, bagi golongan ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan, dalam rangka

    meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam melaksanakan fungsinya, BPR melakukan kegiatan-

    kegiatan:

    1. Menghimpun dana jangka pendek, menengah, dalam bentuk Tabungan dan Deposito.

    2. Pembinaan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya membantu pengembangan usaha

    golongan ekonomi lemah.

    3. Memobilisasikan dana masyarakat sebagai sumber pembangunan di daerah.Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    3

    4. Memberikan pembiayaan jangka pendek, menengah dan panjang kepada perusahaan-

    perusahaan perorangan untuk keperluan pembangunan, produksi, rehabilitasi, dan

    modernisasi.

    5. Penyertaan dalam modal yang tidak bersifat tetap, dengan persetujuan dan syarat-syarat

    yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.6. Melakukan kerja sama sesama bank dan Lembaga Keuangan.

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    15/38

    7. Menjalankan usaha-usaha perbankan lainnya, sepanjang tidak bertentangan dengan

    peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. Untuk BPR Syariah ditambah Syariah Islam.

    2.1. Perbedaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah

    Perbedaan kedua system dapat dilihat dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana.

    Dari sisi penghimpunan dana kedua sistem perbankan ini bertujuan untuk memobilisasi dana

    masyarakat. Namun dalam system syariah dimaksudkan untuk memobilisasi dana

    masyarakat yang belum tersentuh oleh perbankan konvensional, karena adanya masalah

    bunga. Dalam pembiayaan atau penyaluran dana, sistem perbankan konvensional

    menekankan pada hubungan antara debitur dan kreditur, sedangkan sistem syariah lebih

    menekankan pada prinsip keleluasaan dalam akad kredit dan kemitraan. Selain itu juga ada

    perbedaan yang menyangkut aspek hukum, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan

    lingkungan kerja.

    Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat diringkas dalam Tabel

    berikut:

    Tabel 1. Perbedaan Sistem antara Bank Konvensional dan Bank Syariah

    Bank Konvensional Bank Syariah

    Investasi halal dan haram Investasi yang halal saja

    Status bank intermediary Status bank intermediary dan investor

    Sistem bunga dan fee Sistem bagi hasil, margin dan fee

    Bunga atas dasar pokok Nisbah bagi hasil dari proyeksi penjualan

    Pembayaran bunga tidak mempertimbangkn

    usaha

    Pembayaran bagi hasil tergantung realisasi

    hasil usaha

    Bank tidak menanggung resiko Bank ikut menanggung resiko usaha

    Kehalalan bunga diragukan Halal

    Tidak ada Dewan Pengawas Syariah Ada Dewan Pengawas Syariah

    Sumber: Prosiding Seminar Nasional IAI & FE Unsri, 5 Juli 2005

    2.2. Persamaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah

    Persamaaan kedua sistem perbankan tersebut terletak pada teknis penerimaan uang,

    mekanisme transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum untuk memperoleh kredit,misalnya KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan lainnya.

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    4

    2.3. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    16/38

    Secara umum ada tiga bagian besar produk yang ditawarkan Bank konvensional dan

    Bank Syariah:

    1) Produk Penghimpunan Dana (funding)

    2) Produk Penyaluran Dana (financing); dan

    3) Produk Jasa (services)

    2.3.1. Bank Konvensional

    Produk penghimpunan dana antara lain adalah giro, tabungan dan deposito.

    Penyaluran dana dapat berbentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja.

    Sedangkan produk jasa berbankan konvensional, misalnya jasa konsultansi, pengurusan

    transaksi ekspor dan impor, valuta asing, dan lainnya.

    2.3.2. Bank Syariah

    Penghimpunan dana pada bank syariah menerapkan prinsip Wadiah dan

    Mudhararabah. Prinsip Al-Wadah yaitu serbagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si penitip.

    Prinsip Al-Wadiah (trust depository) dapat di bagi atas Al-Wadiah Yad Amanah dan

    Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah. Aplikasi konsep Al-Wadiah Yad Amanah dalam bank

    syariah adalah pihak yang menerima titpan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan

    uang atau barang yang dititipkan, jadi harus dijaga sesuai dengan kelaziman. Dalam ini

    penerima titipan dapat membebankan biaya titip kepada penitip.

    Konsep Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah, dalam konsep ini pihak yang menerima

    titipan boleh menggunakan uang atau barang yang dititipkan, tentunya pihak Bank dalam hal

    ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan bonus kepada

    penitip.

    Prinsip Mudharrabah penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal

    (syahibul mall), bank sebagai mudharrib (pengelola dana). Dana tersebut digunakan bank

    untuk melakukan murabahah, mudharrabah dimana kedua hasil ini akan dibagi hasilkan

    berdasarkan nisbah yang disepakati dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan

    mudharrabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun

    Mudharrabah terpenuhi sempurna ada mudharrib, ada pemilik dana, ada usaha yang akan

    dibagihasilkan, ada nisbah dan ada ijab Kabul. Prinsip ini diaplikasikan pada produk

    tabungan berjangka dan deposito berjangka.

    Penyaluran dana pada bank Syariah dilakukan melalui pembiayaan dengan prinsip

    jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

    Prinsip pembiayaan dengan jual beli dilaksanakan sehubungan dengan perpindahankepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan

    didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat

    dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yaitu sbb.:1) Pembiayaan Al Murabahah (Bai). Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

    keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus memberitahu harga pokok yang

    ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan sedangkan

    Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    5

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    17/38

    pembayaranm dilakukan dengan cara cicilan. Contoh, pembiayaan konsumtif dalam

    pembelian kenderaan bermotor, rumah atau investasi modal kerja.

    2) Salam, yaitu jual beli dilakukan dimana pembeli memberikan uang terlebih dulu terhadap

    barang yang telah disebutkan spesifikasinya dan diantarkan kemudian. Biasanya

    digunakan untuk produk-produk pertanian berjangka pendek.

    3) Istishna, merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dalamkontrak itu pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu

    berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi

    yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak

    bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka,

    melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu dimasa datang. Contoh transaksi

    bank sebagai penjual kepada pemilik proyek, pembeli atau mensubkan kepada sub

    kontraktor.

    4) Prinsip pembiayaan dengan sewa (ijarah). Pada prinsipnya sama dengan jual beli tetapi

    perbedaannya pada jual beli objek transaksi adalah barang, tetapi pada ijarah objek

    trsansaksinya adalah jasa.

    Pengertian resiko menurut Silalahi (1997), dikutip dari Husien Umar (2001, hal 5)adalah:

    - Resiko adalah kesempatan timbulnya kerugian

    - Resiko adalah probabilitas timbulnya kerugian

    - Resiko adalah ketidak pastian

    - Resiko adalah penyimpangan aktual dari yang diharapkan

    - Resiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan

    Sedangkan manajemen resiko adalah suatu cara yang proaktif, terkoordinasi, bernilai

    efektif, dan memahami pemrioritasan dalam menanggulangi ancaman terhadap perusahaan.

    Menurut Hampel, et.al (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumberdaya

    manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan karakteristik perbankan tersebut, maka

    resiko terdapat diklasifikasikan atas: environmental risks (resiko lingkungan), management

    risks

    (resiko manajemen), delivery risks (resiko operasi), dan financial risks (resiko keuangan).

    Resiko keuangan dapat ditelusuri melalui analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan

    keuangan. Menurut Hempel (1994: 89), cara mengukur dan mengelola resiko keuangan

    (financial risks) perbankan, sebagai berikut:

    1. Resiko kredit dapat diatasi dengan cara:

    Melakukan analisis kredit secara baik dan benar;

    Dokumentasi kredit

    Pengendalian dan pengawasan kredit

    Penilaian terhadap resiko khusus2. Resiko Likuiditas dapat diatasi dengan cara:

    Membuat perencanaan likuiditas

    Membuat rencana kontingensi

    Analisis biaya dan penentuan bunga kredit

    Pengembangan sumber pendanaan

    3. Resiko Suku bunga dapat diatasi dengan cara:

    Membuat analisis kepekaan bunga terhadap aktiva

    Membuat analisis durasi, penilaian bunga antar waktu

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    18/38

    6

    4. Resiko leverage dapat diatasi dengan cara:

    Membuat perencanaan modal

    Analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan Memantapkan kebijakan dividen

    Melakukan penyesuaian resiko terhadap kecukupan modal

    2.3.3. Rasio-rasio Keuangan Bank

    Rasio-rasio keuangan bank dapat dikelompokkan atas rasio-rasio likuiditas, rasio-rasio

    solvabilitas, dan rasio-rasio rentabilitas (profitabilitas), sebagai berikut: (Hempel, 1994,

    hal.74)

    a. Rasio Likuiditas

    Rasio ini bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank. Ada beberapa jenis

    rasio dalam rasio likuiditas, yaitu :1. Assets to Loan Ratio

    2. Cash Ratio

    3. Loan to Deposit Ratio (LDR)

    b. Rasio Solvabilitas

    Rasio ini bertujuan mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya. Beberapa

    jenis ratio dalam solvabilitas ratio yaitu :

    1. Capital Ratio

    2. Capital Risk

    3. Capital Adequacy Ratio

    c. Rasio Rentabilitas

    Rasio yang bertujuan untuk mengukur efektivitas bank mencapai tujuannya. Beberapa

    jenis rasio dalam rentabilitas ratio yaitu :

    1. Gross Profit Margin

    2. Net Profit Margin

    3. Return on Equity Capital

    2.3.4. Analisis Diskriminan (Z-Score)

    Analisis Z-score dikembangkan oleh Prof. Edward Alman dengan tujuan untuk

    mendeteksi apakah suatu perusahaan dalam kondisi diambang kebangkrutan (financial

    distress).Metode ini disebut juga dengan multiple discriminant analysis (Emery & Finnerty, 1998:

    884).

    Oleh karena itu analsis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat resiko keuangan suatu

    perusahaan.

    Untuk menghitung Z-Score ini terlebih dahulu harus menghitung lima jenis rasio

    keuangan, yaitu; (Husien Umar, 1998, hal.354-356)

    1) Working Capital to Total Assets Ratio (X1)

    2) Retained Earning to Total Asset Ratio (X2)

    3) Earning Before Interest & Taxes to Total Asset (X3)

    4) Market Value of Equity to Book Value of Debt (X4)

    5) Sales to Total Asset Ratio (X5)

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    19/38

    Z-Score = 1,2(X1)+(,4(X2)+3,(X3)+0,6(X4)+1(X5)

    Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    7

    Untuk menganalisis hasil perhitungan model Z-score, digunakan angka interpretasi yang

    dikembangkan oleh Prof. Edward Altman, sebagai berikut: (Emery & Finnerty, 1997: 886)

    Score Prediction

    Z > 2.99 Firm will not fail within 1 year

    1.81 < Z < 2.99 Gray area within which it is difficult to

    discriminate effectively

    Z < 1.81 Firm will fail in 1 year

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Rancangan Penelitian

    Metode penelitian dikategorikan studi kasus, karena membahas suatu objek penelitian

    secara rinci dan mendalam.

    3.2. Populasi dan Sampel

    Populasi sampel berjumlah 12 BPR, terdiri dari 11 BPR Konvensional dan 1 BPR

    Syariah. Dari populasi tersebut penulis mengambil 2 sampe BPR, yaitu satu BPR

    Konvensional

    dan satu BPR Syariah. Selanjutnya sampel BPR yang diteliti diberi kode nama BPR

    Konvensional S dan BPR Syariah F. Adapun tennik pengambilan sampel dilakukan

    secara purpossive sampling, dengan alasan hanya ada saru BPR Syariah dan untuk kesesuaian

    diambil pula satu BPR Konvensional.

    3.3. Variabel- Variabel Penelitian

    Variabel-variabel utama penelitian adalah pos-pos dalam Neraca terdiri dari: Kas, giro,kredit yang diberikan, aktiva tetap dan aktiva lain, kewajiban segera, tabungan, deposito,

    pinjaman, dan ekuitas. Pos-pos dalam Daftar Rugi/Laba : pendapatan bunga, beban bunga,

    pendapatan operasi lainnya, pendapatan non operasi, beban non operasi, pajak dan laba

    bersih.

    3.4. Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian di 16 Ilir Palembang dan Kelurahan Sukajadi di Talang Kelapa

    Kabupaten Banyuasin.

    3.5. Metode Pengumpulan Data

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    20/38

    Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara mempelajari data

    sekunder, yaitu laporan keuangan BPR Konvensional S dan BPR Syariah F.

    3.6. Teknik Analisis

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    8

    Analisis analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan keuangan.

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Uraian Singkat BPR Sampel

    PT. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional S berlokasi di kawasan Pasar 16 ilirPalembang yang beroperasi sejak tahun 1990. Sesuai ketentuan pemerintah, bentuk badan

    hukum BPR adalah Perseroan Terbatas. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang

    kecil dan mikro yang berada di kawasan Pasar 16 ilir, Beringin Janggut, TP Rustam Effendi,

    dan sekitarnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menerima simpanan dan menyalurkan kredit

    modal kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga

    memberikan

    kredit konsumsi kepada debitur tertentu. Modal ekuitas (saham) BPR sebesar Rp 3 milyar dan

    telah disetor penuh.

    PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah S berdiri dengan akte Notaris Amunis Akte No.

    2 tanggal 7 Januari 1994 dan mulai beroperasi Januari 1995. BPR ini berlokasi di kelurahan

    Sukajadi, kecamatan Talang Kelapa, kabupaten Banyuasin. Modal dasar BPR sebesar Rp 500

    juta dan telah disetor penuh. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang kecil dan

    mikro, usaha kerajinan batubata, genteng, petani, peternak yang berada di kelurahan dan

    desa-

    desa di Kecamatan Talang Kelapa. BPR ini menerima simpanan dan menyalurkan kredit

    modal

    kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga memberikan

    kredit

    konsumsi kepada debitur tertentu dengan prinsip syariah.

    4.2. Perkembangan Keuangan

    Perkembangan keuangan kedua bank sampel, yaitu BPR konvensional S dan BPR

    Syariah F disajikan dalam bentuk laporan Neraca dan Daftar Rugi/Laba selama 3 (tiga )

    tahun

    yaitu periode 2001-2003.

    4.2.1. Neraca dan Rugi/Laba BPR Konvensional S

    Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel :

    Tabel 2 : Perkembangan Neraca BPR Konvensional S Selama Tahun 2001-2003

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    21/38

    No POS-POS 2001 2002 2003

    Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)

    1 Kas 29,346 3,952 93,160

    2 Giro pada bank lain 4,047,760 5,362,689 5,667,066

    3 Penempatan pada bank lain 4,000,000

    4 Surat-surat berharga 7,200,000 2,200,000Kredit yang diberikan

    5 a. Pihak Terkait dengan bank

    6 b. Pihak lain 4,645,827 7,515,843 8,042,758

    Penyisihan Ph. Kredit -/- 340,989 340,989 337,489

    7 Aktiva Tetap 938,178 942,928 954,388

    Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 617,939 669,144 720,252

    Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    9

    8 Aktiva Lain-lain 421,330 222,939 153,095

    Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726

    Kewajiban

    1 Kewajiban segera lainnya 137,699 237,739 471,988

    2 Tabungan 9,348,847 7,974,982 9,493,383

    3 Deposito

    a. Pihak Terkait dengan bank 157,500 225,000

    b. Pihak lain 2,711,800 2,269,585 3,227,615

    4 Pinjaman yang diterima

    5 Kewajiban lain-lain 323,458 210,803 159,537

    6 Modal Pinjaman

    7 Ekuitas

    a. Modal Disetor 3,000,000 3,000,000 3,000,000

    b. Modal Sumbangan

    c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap

    d. Laba ditahan 801,709 1,387,609 1,275,203

    Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726

    Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional S, disusun oleh Penulis.

    Total aktiva BPR konvensional S selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun2001 berjumlah Rp 16,3 milyar, turun menjadi Rp 15,2 milyar dan kemudian naik lagi

    menjadi

    Rp 17,8 milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos : surat berharga turun

    sebesar Rp 5 milyar dan aktiva lain-lain sekitar Rp 200 juta.

    Perkembangan rugi/laba BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel :

    Tabel 3 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Konvensional S

    Selama Tahun 2001-2003

    No POS-POS 2001 2002 2003

    (ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)1 Pendapatan Bunga 1,393,748 2,254,753 2,412,827

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    22/38

    2 Beban Bunga -/- 841,396 877,248 1,139,206

    3 Pendapatan Bunga Bersih 552,352 1,377,505 1,273,621

    4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 323,821 429,015 283,353

    5 Beban Ops Lainnya -/- 275,520 452,245 470,880

    6 Jumlah Pend. & Beban Ops 600,653 1,354,275 1,086,095

    Pendapatan dan Beban Non

    Operasional

    7 Pendapatan Non Operasional +/+ 60,065 151,679 119,470

    8 Beban Non Operasional -/- 36,039 106,175 77,656

    9 Laba Sebelum Pajak 624,679 1,399,779 1,127,909

    10 Pajak Penghasilan -/- 93,702 209,967 169,186

    11 Laba Bersih 530,977 1,189,812 958,723

    Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional S, disusun kembali oleh Penulis.

    Tabel diatas menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bunga selama tahun 2001-

    2003, di mana pendapatan bunga tahun 2001 sebesar Rp 1,3 milyar, naik menjadi Rp 2,2milyar

    dan tahun 2003 Rp 2,4 milyar. Demikian pula pendapatan non operasional dan beban non

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    10

    operasional menunjukkan adanya peningkatan. Laba bersih mengalami fluktuasi, dimana

    pada

    tahun 2002 sebesar Rp 1,1 milyar, meningkat dibanding tahun 2001, tetapi kemudian turun

    menjadi Rp 958,7 juta pada tahun 2003.

    4.2.2. Neraca dan Rugi/Laba BPR Syariah F

    Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Syariah F dapat dilihat dalam Tabel sebagai

    berikut:

    Tabel 4 : Perkembangan Neraca BPR Syariah F Selama Tahun 2001-2003

    No POS-POS 2001 2002 2003Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)

    1 Kas 6,831 21,683 24,935

    2 Giro pada bank lain 9,993 9,295 10,317

    3 Penempatan pada bank lain 1,820,923 644,061 721,348

    4 Surat-surat berharga

    Kredit yang diberikan

    5 a. Pihak Terkait dengan bank 16,663 108,951 117,667

    6 b. Pihak lain 712,827 682,608 757,695

    Penyisihan Ph. Kredit -/- 7,930 14,035 16,842

    7 Aktiva Tetap 116,378 118,375 134,948

    Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 58,933 71,438 85,7268 Aktiva Lain-lain 21,553 25,863 29,742

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    23/38

    Jumlah 2,638,305 1,525,363 1,694,086

    Kewajiban

    1 Kewajiban segera lainnya 3,035 5,291 6,614

    2 Tabungan 1,952,792 640,611 777,859

    3 Deposito

    a. Pihak Terkait dengan bank 15,000 26,400 33,000b. Pihak lain 23,000 108,700 136,962

    4 Pinjaman yang diterima

    5 Kewajiban lain-lain 20,863 43,385 49,893

    6 Modal Pinjaman 37,950 47,438

    7 Ekuitas

    a. Modal Disetor 500,000 500,000 500,000

    b. Modal Sumbangan 21,000 21,000 21,000

    c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap

    d. Laba ditahan 102,615 140,026 121,321

    Jumlah 2,638,305 1,523,363 1,694,086

    Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah F, disusun kembali oleh Penulis.

    Total aktiva BPR Syariah selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun 2001

    berjumlah Rp 2,6 milyar, turun menjadi Rp 1,5 milyar dan kemudian naik menjadi Rp 1,69

    milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos: penempatan pada bank yang

    mengalami penurunan hampir sebesar Rp1,2 milyar dan penurunan penyaluran pinjaman

    sebesar Rp 40 juta.

    Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    11

    Perkembangan rugi/laba BPR Syariah S dapat dilihat da lam Tabel sebagai berikut:Tabel 5 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Syariah F Selama Tahun 2001-2003

    No POS-POS 2001 2002 2003

    (ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)

    1 Pendapatan Bagi Hasil 213,848 238,913 227,308

    2 Beban Bagi Hasil -/- 78,112 51,249 54,450

    3 Pendapatan Bagi Hasil Bersih 135,736 187,664 172,858

    4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 799 744 8255 Beban Ops Lainnya -/- 75,500 77,725 80,120

    6 Jumlah Pend. & Beban Ops 61,035 110,683 93,563

    Pendapatan dan Beban Non Operasional

    7 Pendapatan Non Operasional +/+ 6,714 12,175 10,292

    8 Beban Non Operasional -/- 5,035 9,740 9,263

    9 Laba Sebelum Pajak 62,713 113,118 94,592

    10 Pajak Penghasilan -/- 9,407 16,968 14,189

    11 Laba Bersih 53,306 96,150 80,403Sumber: Laporan Keuangan BPR Syariah F, disusun kembali oleh Penulis.

    Dari tabel rugi/laba menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bagi hasil pada tahun2002 dibanding tahun, yaitu meningkat dari Rp 213 juta menjadi Rp 238 juta, sedangkan

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    24/38

    pada

    tahun 2003 turun menjadi Rp 227 juta. Demikian pula laba bersih mengalami peningkatan

    tahun

    2002 dibanding tahun 2001, yaitu meningkat dari Rp 53 juta menjadi 86 juta, sedangkan

    tahun

    2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002, yaitu turun menjadi Rp 80 juta.

    4.3. Analisis Rasio Keuangan BPR Konvensional S

    Dari laporan keuangan BPR Konvensional S dapat dihitung beberapa rasio keuangan

    seperti dalam Tabel berikut:

    Tabel 6 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Konvensional S Tahun 2001-2003

    Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003

    1. Assets to Loan Ratio

    Total Aktiva: Total Kewajiban 130.36% 140.44% 131.49%2. Cash Ratio

    Kas : Kewajiban Segera 118.87% 92.13% 97.94%

    3. Loan to Deposit Ratio

    Total Kredit: Tabungan+ Deposito 38.52% 72.25% 62.13%

    4. Non Performing Loan

    Penyisihan Kredit: Total Kredit 7.34% 4.54% 4.20%

    Rasio-Rasio Solvabilitas:

    1. Capital to Debt Ratio

    Total Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.36% 40.44% 31.49%

    2. Capital Adequacy Ratio

    Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.29% 28.79% 23.95%

    Rasio-Rasio Rentabilitas:

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    12

    1. Gross Profit Margin

    Laba Operasi: Pendapatan Operasi 43.10% 60.06% 45.01%

    2. Net Profit MarginLaba Bersih: Pendapatan Operasi 38.10% 52.77% 39.73%

    3. Return on Equity

    Laba Bersih: Ekuitas 13.97% 27.12% 22.43%

    4. Return on Assets

    Laba Operasi: Total Aktiva 3.68% 8.89% 6.08%

    Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional S

    Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Konvensional S menunjukkan perbaikan pada

    tahun 2002 dibanding tahun 2001. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat

    likuiditas yang cukup memadai, karena di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban

    segerapada tahun 2002 dan 2003 kurang dari 100 persen yang perlu menjadi perhatian pimpinan

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    25/38

    BPR.

    Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to

    deposit

    ratio) kurang baik, yaitu tahun 2001 sebesar 38%, tahun 2002 78% dan tahun 2003 sebesar 62

    persen. Menurut ketentuan BI rasio ideal antara 85% s.d 105%, berarti rasio LDR masih

    relatifrendah. Kondisi ini menunjukkan kemampuan BPR menyalurkan kredit masih perlu

    ditingkatkan, karena dana yang menganggur akan menjadi beban bagi BPR atas bunga

    simpanan

    yang yang harus dibayar kepada penabung. NPL tahun 2001 sebesar 7,34% di atas batas

    maksimum yang ditetapkan oleh BI, namun dalam tahun 2002 dan 2003 turun menjadi

    masing-

    masing sebesar 4,54% dan 4,24 persen.

    Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR berdasarkan

    Surat Edaran Direksi BI No. 26/2/UD tanggal 29 Mei1993 tentang Kewajiban Modal

    Minimum

    adalah sebesar 8 persen. Dari tabel di atas CAR BPR Konvensional S di atas 8%, yaitumasing-masing tahun 2001 sebesar 23,29%, tahun 2002 sebesar 28,79% dan tahun 2003

    sebesar

    23,95%. Demikian pula perbandingan modal dengan hutang masih di atas 8 persen.

    Secara teori, menurut Winton (1993) adanya ketentuan CAR tersebut mempunyai

    kaitan dengan keterbatasan tanggung jawab dan struktur kepemilikan dalam suatu

    perusahaan. Dalam struktur kepemilikan, sebagian harta perusahaan diperoleh dari dana

    pinjaman kepada kreditur, sehingga perlu diimbangi dengan kemampuan pemilik modal

    menyediakan dana sendiri.

    Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio net profit margin, ROE,

    dan ROA menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan

    tahun 2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Semua rasio rentabilitas adalah

    positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana tahun 2001

    sebesar 38%, tahun 2002 sebesar 52,77% dan tahun 2003 sebesar 39,73 persen. Keadaan inimenunjukkan bahwa BPR Konvensional S cukup sehat.

    4.4. Analisis Rasio Keuangan BPR Syariah F

    Rasio-rasio keuangan BPR Syariah F selama tahun 2001-2003 dapat dilihat dalam

    Tabel 7. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah F relatif lebih baik dibanding

    BPR

    Konvensional S. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yangcukup

    memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan

    2003 kurang dari 100 persen.

    Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    13

    Rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to deposit ratio)

    tahun 2002 dan 2003 cukup baik. Demikian pula Nonperforming Loan (NPL) cukup baik,hanya

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    26/38

    sekitar 2 persen selama 3 tahun. NPL BPR Syariah F relatif lebih baik dari BPR

    Konvensional

    S.

    Tabel 7 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Syariah F Tahun 2001-2003

    Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003

    1. Assets to Loan Ratio

    Total Aktiva: Total Kewajiban 130.95% 176.89% 161.07%

    2. Cash Ratio

    Kas : Kewajiban Segera 93.96% 104.51% 96.45%

    3. Loan to Deposit Ratio

    Total Kredit: Tabungan+ Deposito 36.64% 102.04% 92.36%

    4. Non Performing Loan

    Penyisihan Kredit: Total Kredit 1.11% 2.06% 2.22%

    Rasio-Rasio Solvabilitas:

    1. Capital to Debt RatioTotal Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.95% 76.66% 61.07%

    2. Capital Adequacy Ratio

    Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.64% 43.34% 37.92%

    Rasio-Rasio Rentabilitas:

    1. Gross Profit Margin

    Laba Operasi: Pendapatan Operasi 28.54% 46.33% 41.16%

    2. Net Profit Margin

    Laba Bersih: Pendapatan Operasi 24.93% 40.24% 35.37%

    3. Return on Equity

    Laba Bersih: Ekuitas 8.55% 14.55% 12.52%

    4. Return on Assets

    Laba Operasi: Total Aktiva 2.31% 7.26% 5.52%

    Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah F

    Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR BPRSyariah F di atas 8%, yaitu masing-masing tahun 2001 sebesar 23,64%, tahun 2002 sebesar

    43,34% dan tahun 2003 sebesar 37,92%. Keadaan ini lebih baik dibandingkan dengan rasio

    solvabilitas BPR Konvensional S.

    Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio NPM, ROE, dan ROA

    menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan tahun

    2003mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Keadaan ini hampir sama dengan rasio

    rentabilitas

    BPR Konvensional. Rasio NPM cukup baik, di mana tahun 2001 sebesar 24,93%, tahun 2002

    sebesar 40,24% dan tahun 2003 sebesar 35,37 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa NPM

    BPR Syariah relatif lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional S. Hal ini

    memberikan

    indikasi bahwa BPR Konvensional F realtif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    27/38

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    14

    4.5. Analisis Diskriminan (Z-Score)

    4.5.1. Analisis Diskriminan BPR Konvensional S

    Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel

    berikut:

    Tabel 8 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Konvensional S Tahun 2001-2003

    Uraian 2001 2002 2003

    X1 Working Capital to Total Asset Ratio

    Modal Kerja: Total Aktiva 0.95 0.97 0.98X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio

    Laba ditahan: Total Aktiva 0.05 0.09 0.07

    X3. EBIT to Total Assets

    Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.04 0.09 0.06

    X4. Market Value of Equity to Book Value of Debt

    Nilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.32 0.42 0.33

    X5.Sales to Asset Ratio

    Penjualan: Total Aktiva 0.09 0.15 0.14

    Z- SCORE

    1.2 X1 1.15 1.16 1.17

    0,4 X2 0.02 0.04 0.03

    3 X3 0.11 0.28 0.19

    0,6 X4 0.19 0.25 0.20

    1 X5 0.09 0.15 0.14

    TOTAL 1.55 1.87 1.73Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional S

    Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama tiga tahun nilai Z sekitar angka

    1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional S perusahaan dalam keadaan gray sehingga

    sulit ditentukan apakah akan sehat atau bangkrut. Namun karena di bawah 2,99 maka dapat

    dikatakan bahwa tingkat resiko bisnis BPR tinggi yang dapat menyebabkan kepailitan dalamjangka panjang.

    4.5.2. Analisis Diskriminan BPR Syariah F

    Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional S dapat dilihat dalam Tabel

    berikut:

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    28/38

    Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    15

    Tabel 9 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Syariah F Tahun 2001-2003

    Uraian 2001 2002 2003

    X1 Working Capital to Total Asset Ratio

    Modal Kerja: Total Aktiva 0.97 0.95 0.95

    X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio

    Laba ditahan: Total Aktiva 0.04 0.09 0.07

    X3. EBIT to Total Assets

    Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.02 0.07 0.06

    X4. Market Value of Equity to Book Value of DebtNilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.31 0.85 0.68

    X5.Sales to Asset Ratio

    Pendapatan: Total Aktiva 0.08 0.16 0.13

    Z- SCORE

    1.2 X1 1.16 1.14 1.14

    0,4 X2 0.02 0.04 0.03

    3 X3 0.07 0.22 0.17

    0,6 X4 0.19 0.51 0.41

    1 X5 0.08 0.16 0.13

    TOTAL 1.52 2.07 1.88

    Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah F

    Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir (2002-2003)

    nilai Z di atas 1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional S perusahaan dalam keadaan

    gray sehingga sulit ditentukan apakah sehat atau akan bangkrut. Namun nilai Z-score BPRSyariah F ini relatif lebih tinggi dibanding nilai yang dicapai oleh BPR Konvensional S.

    4.6. Pembahasan

    4.6.1. Likuiditas

    Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah F relatif lebih baik dibanding BPR

    Konvensional S. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yang

    cukup

    memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan

    2003 kurang dari 100 persen. Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana

    yang dihimpun (loan to deposit ratio) tahun 2002 dan 2003 cukup baik, karena mendekati

    standar rasio ideal antara 85% s.d 110% yang ditetapkan BI. Nonperforming Loan (kredit

    bermasalah) pada BPR Syariah F relatif lebih rendah dibanding dengan NPL BPR

    Konvensional S. Pada BPR Syariah F hanya sekitar 2 persen, sedangkan BPR

    Konvensional

    rata-rata sekitar 4 persen pertahun.

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    29/38

    4.6.2. Solvabilitas

    Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal

    (Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada

    BPR Konvensional S tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPRSyariah F sebesar 37,92%.

    DariUmar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    16

    angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan dengan

    rasio solvabilitas BPR Konvensional S.

    4.6.3. Rentabiltas

    Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapatoperasi (NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional S sebesar 39,73 persen, dan

    pada BPR Syariah F sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa

    kedua BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah F relatif

    lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional S. Hal ini memberikan indikasi bahwa

    BPR Konvensional S relatif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.

    4.6.4. Tingkat Resiko Keuangan

    Perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis menggunakan hasil analisis diskriminan

    (Z-score) menunjukkan kedua BPR berada pada posisi gray. Namun nilai Z BPR Syariah

    F

    relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional S. Rendahnya Z- score (di bawah 2,99)

    mengindikasikan bahwa kedua bank berada pada posisi bisnis beresiko tinggi dan bila tidak

    dilakukan pengelolaan bisnis secara baik dapat menyebabkan kepailitan dalam jangka

    panjang.

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    1. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah F relatif lebih baik dibanding BPR

    Konvensional S.

    2. Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal

    (Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada

    BPR Konvensional S tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah F sebesar 37,92%.

    Dari angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan

    dengan rasio solvabilitas BPR Konvensional S.

    3. Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi(NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional S sebesar 39,73 persen, dan pada

    BPR Syariah F sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua

    BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah F relatif lebihrendah dibanding dengan BPR Konvensional S.

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    30/38

    4. Perbandingan tingkat resiko keuangan berdasarkan hasil analisis diskriminan (Z-score)

    menunjukkan kedua BPR berada pada posisi gray. Namun nilai Z BPR Syariah F

    relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional S, yang berarti resiko BPR F relatif

    lebih rendah dibanding BPR Konvensional S.

    5.2. Saran-Saran

    1. Upaya Mengatasi Rendahnya LDR dapat dilakukan oleh manajemen BPR dengan cara:

    Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    17

    1) BPR harus memiliki tenaga account officer yang memadai jumlahnya, handal, jujur,

    profesional, dan berdedikasi tinggi untuk mengejar proyek-proyek yang layak untuk

    dibiayai.2) Tenaga account officer harus mengenal wilayah kerjanya dengan baik, potensi bisnis

    yang ada, pebisnis, tokoh masyarakat, dan sosial ekonomi serta kultur masyarakatnya.

    3) Kebijakan pemberian kredit yang prudential (hati-hati), patuh dan sehat berdasarkan

    ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

    4) Penyaluran kredit secara kelompok dengan sistem tanggung renteng bagi para

    debiturnya.

    5) Penerapan reward system yang dapat memotivasi para account officer dan analis kredit

    untuk lebih giat dalam menjemput calon debitur yang potensial dan layak untuk

    dibiayai.

    2. Upaya manajemen untuk mempertahankan NPL rendah dapat dilakukan dengan cara:

    1) Melakukan analisis kredit secara baik dan benar

    2) Sistem dokumentasi kredit yang handal.

    3) Pengendalian dan pengawasan kredit, sistem pemantauan dan evaluasi secara rutin

    terhadap rekening piutang atau kredit debitur.

    4) Manajemen memberikan perhatian khusus terhadap adanya penyimpangan

    (management by exception) yang terjadi.

    5) Setiap penyimpangan dilakukan analisis 5 W + 1 H (what, when, where, why, who &

    how) agar diperoleh umpan balik bagi perbaikan kebijakan operasional BPR untuk

    masa datang.

    6) Pembinaan terhadap debitur usaha kecil dan mikro, bekerjasama dengan dinas instansi

    terkait, dan perguruan tinggi.3. Upaya mengatasi resiko keuangan dapat ditempuh manajemen BPR dengan cara sebagai

    berikut:

    1) Membuat perencanaan likuiditas dengan sistem anggaran kas (cash flow) harian atas

    kemungkinan penyetoran dan penarikan oleh nasabah.

    2) Membuat rencana kontingensi guna mengatasi kejadian yang tak terduga, yaitu dengan

    melakukan analisis terhadap perubahan dan dinamika kondisi lingkungan bisnis BPR

    dengan mengkaji indikator: ekonomi, peta persaingan bisnis, perubahan budaya, dan

    situasi politik dan keamanan.

    3) Melakukan analisis terhadap biaya dana dan penentuan bunga kredit atau beban bagi

    hasil yang akan ditetapkan atas kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal

    kerja.4) Melakukan alternatif pengembangan sumber pendanaan BPR, baik dana dari sumber

  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    31/38

    internal maupun ekternal BPR.

    Umar Hamdan & Andi Wijaya

    Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

    18

    DAFTAR PUSTAKA

    Emery, Douglas R. & Finnerty, 1998. Corporate Financial Management. Prentice

    Hall Inc. USA.

    Fakhrurozi, Peluang & Tantangan Akuntansi & Lembaga Keuangan Syariah. Prosiding

    Seminar Nasional IAI & FE Unsri, Palembang, Juli 2005.

    Hempel, G.H; Simonson, D.G; and Coleman A.B, 1994. Bank Management Text

    and Cases. Fourth Edition, USA: John Wiley & Sons, Inc.

    Iman Syahputra Tunggal, dkk. Peraturan Perbankan di Indonesia tahun 1991-

    1997. Buku 2. Jakarta: Penerbit Harvarindo, 1998.

    Kashmir, SE,MM. Manajemen Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    Ross, Stephen; Westerfield, Randolph; and Jordan D. 2002. Fundmentals of

    Corporate Finance, Prentice Hall Inc. USA.

    Ross, Stephen. 2003. Corporate Finance. Prentice Hall Inc. NY. USA

    -------------. Undang-Undang Perbankan. UU No. 10 tahun 1988.

    --------------. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 tentang BPR. Sinar Grafika

    Jakarta.

    Saunders, Anthony.1994. Financial Institutions Management. USA: Richard D.

    Irwin. Inc

    Winton, Andrew, Limitation of Liability and the Ownership Structure of the Firm.,

    Journal of Finance, 1993, 48 (2):487-512.

    Wijaya, Andi, Analisis Laporan Keuangan Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Selatan(Studi kasus BPR Konvenrsional dan BPR Syariah), Tesis, Program Studi MM

    Unsri, 2005.

    Read more:http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-

    analisis.html#ixzz1CcEhL3BT

    Penggolongan Kualitas Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah

    Posted by ahmadifham on December 12, 2010

    Penggolongan kualitas pembiayaan mudharabah dan musyarakah bisa dilihat dari aspek:

    http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://sharianomics.wordpress.com/2010/12/12/penggolongan-kualitas-pembiayaan-mudharabah-dan-musyarakah/http://sharianomics.wordpress.com/2010/12/12/penggolongan-kualitas-pembiayaan-mudharabah-dan-musyarakah/http://sharianomics.wordpress.com/2010/12/12/penggolongan-kualitas-pembiayaan-mudharabah-dan-musyarakah/http://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BThttp://manajemen2010ringga.blogspot.com/2010/12/jurnal-manajemen-bisnis-analisis.html#ixzz1CcEhL3BT
  • 8/2/2019 Analisa Kredit Bank Umum

    32/38

    A. PROSPEK USAHA:

    1. LANCAR: Potensi pertumbuhan kegiatan usaha nasabah baik; Pasar yang stabil dan tidak

    dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian; Persaingan yang terbatas, termasuk posisi

    yang kuat dalam pasar; Manajemen yang sangat baik (manajemen independen,

    berpengalaman dan memiliki kemampuan); Perusahaan afiliasi atau grup stabil danmendukung usaha; Tenaga kerja yangmemadai dan belum pernah tercatat mengalami

    perselisihan atau pemogokan.

    2. KURANG LANCAR: Potensi pertumbuhan kegiatan usaha nasabah sangat terbatas atau

    tidak mengalami pertumbuhan; Pasar yang dipengaruhi oleh perubahan kondisi

    perekonomian; Posisi di pasar cukup baik tetapi banyak pesaing, namun dapat pulih kembali

    jika melaksanakan strategi bisnis yang baru; Manajemen cukup baik (manajemen

    independen, berpengalaman tapi kurang memiliki kemampuan); Hubungan dengan

    perusahaan afiliasi atau grup mulai memberikan dampak yang memberatkan terhadap

    nasabah; Tenaga kerja berlebihan namun hubungan pimpinan dan karyawan pada umumnya

    baik;

    3. DIRAGUKAN: Kegiatan usaha nasabah menurun; Pasar sangat dipengaruhi oleh

    perubahan kondisi perekonomian; Persaingan usaha sangat ketat dan operasional perusahaan

    mengalami permasalahan yang serius; Manajemen kurang pengalaman; Perusahaan afiliasi

    atau grup telah memberikan dampak yang memberatkan nasabah; Tenaga kerja berlebihan

    dalam jumlah yang besar sehingga dapat menimbulkan keresahan;

    4. MACET: Kelangsungan usaha sangat diragukan untuk pulih kembali dan kemungkinan

    besar kegiatan usaha akan terhenti; Kehilangan pasar yang sejalan dengan kondisi

    perekonomian yang menurun; Manajemen sangat lemah; Perusahaan afiliasi sangat

    merugi