analisa kelayakan investasi dari pembangunan …
TRANSCRIPT
ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN SMELTER
BAUKSIT, BIJIH BESI DAN TEMBAGA DENGAN MEMPERHATIKAN EFEK
PEMBANGUNAN TERHADAP KONSUMSI PER KAPITA MINERAL DI
INDONESIA
Said1, Mohammed Ali Berawi2
1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
E-mail:[email protected],
Abstrak
Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter. Maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai kelayakan investasi dari pembangunan smelter tembaga, bijih besi, bauksit dan menentukan konsumsi perkapita mineral nasional pada tahun 2040. Metode untuk menentukan nilai kelatakan investasi adalah dengan metode Internal Rate of Return (IRR) dengan ketiga komponen yaitu Initial Cost (IC), Operational & Maintanance (OM) dan Revenue. Nilai Initial Cost dan Operational & Maintanance pada penelitian didapat dari benchmarking sedangkan untuk revenue didapat dari perkalian antara kapasitas smelter dengan harga komoditas. Untuk menentukan konsumsi perkapita mineral forecast digunakan metode wawancara pakar, yaitu hasil dari wawancara pakar adalah dengan cara pembagian antara konsumsi mineral forecast dengan penduduk Indonesia forecast. Hasil dari penelitian ini adalah nilai Internal Rate of Return dari smelter tembaga yaitu sebesar 13,8 %, untuk smelter alumunium sebesar 11,28 %, sedangkan untuk smelter bijih besi sebesar 11,96 %, sedangkan untuk konsumsi perkapita mineral besi sebesar 168,06 kg/orang/tahun, untuk mineral alumunium sebesar 21,55 kg/orang/tahun, untuk mineral tembaga sebesar 13,63 kg/orang/tahun. Kata kunci: Revenue, Konsumsi Per Kapita, Life Cycle Cost
Analysis of Load Emissions of Borang 60 MW Gas Power Plant, Palembang, Using Varions Emission Factors
Abstract
In the metal mineral mining industry, smelters are part of a production process, minerals that are mined from nature are usually still mixed with impurities that are undesirable materials. Meanwhile, the material must be cleaned, but it must also be purified on the smelter. The purpose of this study is to determine the investment feasibility study of the construction of copper smelter, iron ore, bauxite and determine the national per-capita consumption of mineral in 2040. The method to determine the investment feasibility study is by Internal Rate of Return (IRR) method with three components, Initial Cost (IC), Operational & Maintenance (OM) and Revenue. The value of Initial Cost and Operational & Maintenance on the research is obtained from benchmarking, while revenue is obtained from multiplication of smelter capacity with commodity price. To determine the consumption of perkapita mineral forecast used expert interview method, that is result of expert interview is by way of division between mineral consumption forecast with population of Indonesia forecast. The result of this research is the value of Internal Rate of Return of copper smelter which is 13.8%, for aluminum smelter is 11.28%, while for iron ore smelter is 11.96%, while for per capita consumption of iron mineral is 168,06 kg / person / year, for aluminum mineral of 21.55 kg / person / year, for copper minerals of 13.63 kg / person / year. Keywords: Revenue, Life Cycle Cost, Per Capita Consumption
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
Pendahuluan
Indonesia sebagai Negara berkembang akan mencapai umur satu abad pada tahun 2045
mendatang. Pada tahun tersebut kita semua warga Indonesia mengharapkan agar dapat
terealisasinya mimpi kita sebagai bangsa Indonesia yaitu menjadi salah satu Negara maju
yang ada di dunia. Pada tahun 2045 Indonesia harus menjadi Negara yang lebih maju, kuat,
dan makmur dari tahun-tahun sebelumnya. Semua ini dapat diciptakan atas kerja keras dari
setiap komponen dari bangsa ini.
Salah satu indikator untuk mencapai Indonesia 2045 adalah Global Competitiveness Index
(GCI). Pada tahun 2016 ini Indonesia menempati urutan ke-41 dari 138 Negara dengan nilai
indeks yaitu 4.52 dan dengan nilai GDP USD 859,0 Milliar dan nilai income perkapita yaitu
USD 3362,4. Nilai index GCI Negara Indonesia masih kalah dengan Negara asia tenggara
lain yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand yang masing-masing menempati urutan ke 25,
2, dan 34. Terdapat 12 pilar dalam penilaian GCI suatu Negara, dengan tiga pilar penting
yang mendukung sektor produksi, pengolahan, dan jasa yaitu infrastruktur, efisiensi tenaga
kerja, dan kecanggihan teknologi. Ke-3 pilar tersebut harus dapat ditingkatkan agar kondisi
sektor produksi, pengolahan, dan jasa di Indonesia dapat maju dengan tenaga kerja yang
efisien serta didukung dengan kecanggihan teknologi dalam negeri dan infrastruktur yang
memadai sehingga dapat meningkatkan nilai GDP dan income perkapita Negara Indonesia.
Salah satu pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia untuk mencapai Indonesia 2045 adalah
ekonomi yang makmur dan berkelanjutan (Susilo Bambang Yudhoyono, 2016). Salah satu
parameter untuk mencapai ekonomi yang makmur dan berkelanjutan adalah berdasarkan
Gross Domestic Product (GDP) dan income perkapita di Indonesia. Berdasarkan data dari
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pada
tahun 2025 target dari GDP Negara Indonesia yaitu USD 4,0 – 4,5 Trilliun dengan income
perkapita perkiraan yaitu USD 14.250 – 15.500. Sementara itu pada tahun 2045 target dari
GDP Negara Indonesia yaitu USD 15,0 – 17,5 Trilliun dengan income perkapita perkiraan
yaitu USD 44.500 – 49.000.
Bahan tambang dari Indonesia saat ini masih banyak yang tidak diolah terlebih dahulu
sebelum diekspor ke luar negeri. Grafik diatas menunjukkan besaran bahan tambang
Indonesia yang diekspor keluar negeri yaitu sekitar 250 juta ton pada tahun 2008 dan sekitar
500 juta ton pada tahun 2012, ini menunjukkan adanya peningkatan bahan tambang yang
diekspor dari Indonesia ke luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah harus bergerak cepat
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
dalam membangun smelter di Indonesia agar tidak ada lagi bahan tambang yang diekspor
dalam keadaan tidak diolah di Indonesia terlebih dahulu. Selain itu juga nilai tambah logam
sebelum dan sesudah diolah yang sangat besar akan menguntungkan Indonesia jika terdapat
proses pengolahan terlebih dahulu yang akan dibahas lebih lanjut di bab studi literatur.
Contoh bijih besi, prodak hulu bijih besi yaitu iron ore bernilai USD 60, sedangkan produk
antara besi yaitu slab/billet bernilai USD 700, hampir 12 kali lipat nilai tambah dari produk
hulu ke antara.
Oleh karena itu, dibutuhkan penigkatan efisiensi sumber daya di Indonesia dengan berbasis
teknologi canggih dan infrastruktur yang memadai untuk mengolah semua sumber daya yang
sangat banyak yang sudah tersedia di Indonesia agar dapat meningkatkan kesejahteraan
Indonesia 2045.
Tinjauan Teoritis
Pengertian Infrastruktur tercantum dalam beberapa versi. Namun secara bahasa, dalam kamus
besar bahasa Indonesia infrastruktur dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana umum.
Sarana secara umum diketahui sebagai fasilitas public seperti rumah sakit, jalan, jembatan,
sanitasi, telpon dll. Lebih jauh lagi, dalam ilmu ekonomi infrastruktur merupakan wujud dari
modal public yang dibentuk dari investasi yang dilakukan pemerintah. Familoni (2004: 16)
menyebutkan bahwa infrastruktur sebagai basic essential sevice dalam proses pembangunan.
Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam
Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh
agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik,
pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi
tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Jadi infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Definisi
lainnya mengenai infrastruktur, yaitu bahwa infrastruktur mengacu pada fasilitas capital fisik
dan termasuk pula kerangka kerja organisasional, pengetahuan dan teknologi yang penting
untuk organisasi masyarakat dan pembangunan ekonomi mereka. Infrastruktur meliputi
undang-undang, sistem pendidikan dan kesehatan public, sistem distribusi dan perawatan air,
pengumpulan sampah dan limbah serta pengolahan dan pembuangannya, sistem keselamatan
publikvseperti pemadam kebakaran dan keamanan, sistem komunikaso, sistem transportasi
dan utilitas public (Tatom, 1993)
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri. Menurut Winardi (1998) Industri adalah usaha untuk
produktif terutama dalam bidang produksi atau perusahaan tertentu yang menyelenggarakan
jasa-jasa misalnya transport atau perkembangan yang menggunakan modal atau tenaga kerja
dalam jumlah relatif besar. Menurut Badan Pusat Statistik (2008) industri mempunyai dua
pengertian, pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang
ekonomi bersifat produktif. Pengertian secara sempit, industri hanyalah mencakup industri
pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang
dasar mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi dan atau
barang jadi, kemudianbarang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya dan
sifatnya lebih kepada pemakaian akhir.
Pada tahun 2002, Badan Pusat Statistik (BPS) membagi industri berdasarkan banyaknya
tenaga kerja yang dimiliki sehingga terdapat 4 kelompok industri:
1. Industri besar, memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih.
2. Industri sedang, memiliki tenaga kerja antara 20–99 orang.
3. Industri kecil, memiliki tenaga kerja antara 5–19 orang.
4. Industri rumah tangga, memiliki jumlah tenaga kerja antara 1–4 orang.
Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah
produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu
material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus
dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter. Smelter itu sendiri adalah sebuah
fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti
timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar
sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut telah meliputi pembersihan mineral logam
dari pengotor dan pemurnian
Baja merupakan salah satu logam yang memiliki peranan strategis dalam meningkatkan daya
saing dan pembangunan ekonomi bangsa. Industri baja memiliki multiplier effect yang besar
karena keterkaitannya dengan industri-industri lain. Tren pergerakan harga besi baja yang
terus naik dan potensi kontribusinya terhadap perekonomian yang diperkirakan dapat naik
dua kali lipat, adalah faktor-faktor yang mendorong pengembangan industry besi baja secara
optimal. Indonesia sendiri menyimpan sumber daya dan cadangan bijih besi terbesar pada
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
pulau Kalimantan dan keberadaannya bagi industry besi dan baja Indonesia sangat penting.
Kegiatan ekonomi utama besi baja di pulau Kalimantan terdapat pada provinsi Kalimantan
Tengah (Kotawaringin Barat) dan Kalimantan Selatan (Batulicin, Tanah Bumbu, dan Tanah
Laut). Pengembangan proyek di lokasi tersebut antara lain pengolahan dan pemurnian bijih
besi serta pengembangan industri benefisiasi yang mengolah bijih besi dari tambang menjadi
bahan baku (pellet dan sponge iron) untuk industri baja Indonesia. Pelaku usaha industri besi
dan baja di Kalimantan didominasi oleh investor swasta dengan nilai investasi yang
teridentifikasi hingga tahun 2015 sebesar IDR 40 Trilliun.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai penyimpan cadangan bauksit terbesar nomor tujuh di dunia
sekaligus menjadi produsen bauksit nomor empat di dunia. Salah satu tempat penghasi
bauksit terbesar terdapat di Kalimantan yaitu pada provinsi Kalimantan Barat. Namun,
hingga saat ini mayoritas hasil tambang bauksit diekspor sebagai bahan baku mentah.
Sebagai bahan baku pembuatan alumunium, kebutuhan akan industry pengolahan bauksit
menjadi alumina perlu dilakukan secara serius dikembangkan di Indonesia. Selain untuk
menjalankan mandat UU no.4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara
mengenai optimalisasi nilai tambah bahan baku mineral, harga jual alumina yang bisa
mencapai 20 kali harga jual bauksit, dan tingginya angka impor alumina merupakan salah
satu alas an mengapa industry pengolahan bauksit menjadi alumina perlu dikembangkan di
Kalimantan. Di masa yang akan datang, untuk mendukung penciptaan nilai tambah di dalam
negeri, pengembangan industry alumunium terpadu yang mengkombinasikan alumina
berbahan baku local (smelter grade alumina), industry alumunium smelter (alumunium ingot
primer dan molten alumunium), industry alumunium antara (alumunium die casting) dan
industry alumunium hilir yang belum tersedia di Indonesia (alumunium berbasis alumunium
cair, alumunium pigment, dan alumunium powder) sangat dibutuhkan. Upaya meningkatkan
nilai tambah ini memelukan insentif dari pemerintah untuk meningkatkan daya tarik investasi
di Indonesia, mengingat industry pengolahan bauksit menjadi alumina memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi. Risiko yang tinggi ini seringkali menyulitkan pelaku usaha dalam
mendapatkan sumber dana pembiyaan untuk melakukan investasi dalam industri pengolahan
bauksit.
Indonesia memegang peranan penting dalam mata rantai nilai pertambangan, peleburan, dan
pemurnian. Dalam kurun waktu 2004 – 2009, secara keseluruhan ekspor tembaga Indonesia
mengalamai peningkatan rata-rata sebesar 0.24 persen. Peningkatan rata-rata tertinggi dialami
oleh ekspor cooper catode, yaitu sebesar 14.32 persen. Sampai saat ini papua telah
mengembangkan pemanfaatan bahan tambang non migas berupa tembaga, emas dan perak.
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
MulaiPen
eli*an
Latar Belakang
Identifikasi Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Studi Literatur
Tembaga merupakan bahan tambang yang menghasilkan nilai terbesar di Papua yaitu sebesar
USD 4.16 Milliar di tahun 2009. Produksi tembaga di Indonesia meningkat tajam di tahun
1990-an. Namun, belakangan ini produksi tembaga mengalami stagnansi. Khusus untuk
produksi tembaga di Papua, terjadinya kondisi stagnansi produksi tembaga lebih disebabkan
oleh beberapa masalah di bidang tenaga kerja dan juga terjadinya bencana alam di lokasi
pertambangan. Eksplorasi dan pengolahan tembaga di Indonesia saat ini sebagian besar
terpusat di Timika (Kabupaten Mimika). Namun, ekplorasi yang memerlukan biaya tinggi
dan seringnya terjadi tanah longsor menyebabkan potensi lokasi penambangan lainnya belum
dapat dikembangkan. Selain itu, risiko ketidakpastian peraturan menghambat pengembangan
industri tembaga di Papua. Hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas
dan nilai tambah adalah dengan memanfaatkan mata rantai nilai di peleburan, pemurnian,
memperbaiki peraturan dan perencanaan, mendorong kesinambungan serta membangun
kawasan industri pengolahan tembaga.
Metode Penelitian
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
Metode Penelitian
Menghitung revenue dengan
perhitungan manual
Menghitung revenue untuk tahun-tahun berikutnya
dengan time value of money Wawancara
penyerapan mineral nasional
Wawancara metode
perhitungan konsumsi per
kapita mineral.
Validasi Pakar Selesai
Benchmarking kapasitas
smelter, IC, OM
Perhitungan Penyerapan
mineral nasional
Life Cycle Cost Analysis
Perhitungan konsumsi per kapita mineral
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Sumber : Olahan Penulis, 2017.
Penelitian ini dimulai dengan membuat dan menganalisa latar belakang penelitian. Latar
belakang penelitian sangat penting karena merupakan dasar dari perumusan masalah. Setelah
latar belakang terbentuk, penulis mulai untuk membuat identifikasi masalah. Identifikasi
masalah ini adalah merumuskan masalah yang ada dari latar belakang yang sudah dibuat
sebelumnya. Kemudian setelah identifikasi masalah maka dilakukan perumusan masalah
yaitu membuat poin-poin mengenai apa saja masalah yang ada dari indentifikasi masalah.
Dari rumusan masalah tersebut maka akan terbentuk tujuan dari penelitian ini. Tiga tujuan
utama dari penelitian ini yaitu perhitungan revenue dari pembangunan ketiga smelter, analisa
kelayakan investasi dari ketiga smelter dan efek pembangunan ketiga smelter terhadap
konsumsi per kapita logam Indonesia.
Tahap selanjutnya adalah menentukan metodologi yang cocok untuk digunakan dalam
menyelesaikan penelitian ini. Sebelum memulai penelitian penulis akan mencari data initial
cost dan operational & maintenance dari pembangunan smelter dengan metode benchmarking
untuk perhitungan analisa kelayakan investasi. Kemudian, metode pertama adalah
perhitungan revenue dari pembangunan ketiga smelter. Perhitungan dilakukan dengan hasil
kali antara kapasitas hasil produksi tiap-tiap smelter dengan harga tiap-tiap komoditas per
kilogram. Kemudian akan dilakukan perhitungan revenue untuk setiap tahun berikut sampai
tahun 2045 dengan metode time value of money. Metode kedua adalah perhitungan analisa
kelayakan investasi dari pembangunan ketiga smelter tersebut dengan metode Life Cycle
Cost (LCC). Selanjutnya adalah wawancara mengenai penyerapan mineral nasional melalui
kementrian ESDM. Setelah mendapatkan data penyerapan mineral nasional selanjutnya
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
adalah memperhitungkan berapa mineral yang terserap dari tiap tiap smelter yang dibangun.
Kemudian wawancara untuk mendapatkan metode perhitungan konsumsi perkapita mineral
di nasional melalui kementrian perindustrian, setelah itu langsung menghitung berapa
konsumsi perkapita mineral Indonesia dari pembangunan ketiga smelter tersebut. Metode
terakhir adalah perhitungan konsumsi per kapita Indonesia dengan metode wawancara pakar.
Hasil Penelitian
Life Cycle Cost (LCC) adalah penilaian ekonomi suatu item, sistem atau fasilitas,
mengingat semua biaya yang signifikan kepemilikan atas kehidupan ekonomi,
dinyatakan dalam setara dolar / euro. LCC adalah penting karena biaya terlihat dari
setiap akuisisi / pembelian hanya mewakili sebagian kecil dari biaya total
kepemilikan. Alasan penting lain untuk LCC adalah karena hubungan yang kuat
antara biaya operasi dan pemeliharaan dan fungsi dan keandalan dari item. Oleh
karena itu, penerapan LCC memerlukan pengetahuan teknik yang memadai.
LCC itu sendiri merupakan sebuah pendekatan terstruktur yang alamat semua elemen
biaya kepemilikan dalam kaitannya dengan fungsi dan kehandalan kinerja dari item.
Hasil dari analisis LCC, salah satunya adalah biaya profil produk atau jasa selama
masa diantisipasi masa hidup, dapat digunakan untuk membantu manajemen dalam
proses pengambilan keputusan di mana beberapa opsi yang tersedia. Area utama
aplikasi LCC dalam proses akuisisi perangkat keras, modifikasi hardware dan
software, dan dalam pengurangan biaya operasi dan pemeliharaan.
Kemudian untuk menghitung nilai Internal Rate of Return (IRR) dibutuhhkan ketiga
komponen yaitu komponen Initial Cost (IC), Operational & Maintanance (OM) dan
Revenue. Komponen IC dan OM dalam penelitian ini didapat dari data sekunder
sedangkan untuk revenue dihitung dari jumlah kapasitas smelter dikalikan dengan
harga komoditas per ton. Kemudian setelah menngetahui nilai IC, OM dan revenue
dari smelter bijih besi, bauksit dan tembaga maka kemudian adalah menghitung nilai
IRR dari smelter dengan menggunakan bantuan Microsoft excel. Berikut merupakan
data IC dari smelter tembaga.
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
Table 1 IC tembaga per ton
Sumber : Preeliminary design of cooper smelter plant, 2016.
Kemudian untuk IC dari smelter alumunium dan bijih besi didapatkan dari jurnal
Energy Technology Systems Analysis Programme (ETSAP, 2010). Dari jurnal
tersebut diketahui nilai pembangunan smelter per ton, jadi jika diketahui berapa
kapasitas smelter tersebut, kemudian kapasitas tersebut dikali dengan harga per ton
maka didapatkan nilai IC dari smelter alumunium dan bijih besi. Tetapi terdapat
beberapa perbedaan untuk harga setiap smelter dikarenakan teknologi yang dipakai.
Pada penelitian ini teknologi yang dipakai pada smelter bijih besi yaitu teknologi blast
furnance, kemudian untuk smelter alumunium teknologi yang dipakai adalah
teknologi prebaked. Untuk teknologi blast furnance, harga smelter bijih besi yaitu $
148-275 usd/ton, dan untuk teknologi prebaked, harga smelter alumunium yaitu USD
4680 – 5850. Untuk data OM pada penelitian ini didapatkan data berupa cost
component yang menunjukkan komponen apa saja dalam biaya OM tersebut. Berikut
merupakan data OM smelter tembaga.
Table 2 OM smelter tembaga per ton
TypeCost KindofCost Cost/ton(USD)TotalBare-ModuleCost 1,498.52CostofBulkMaterial 5.35SiteDevelopmentCost 261.54BuildingPlantCost 524.48SupportingEquipmentCost 31.31EngineeringandSupervision 183.19ConstructionExpenses 228.99ContingenciesCost 343.48Contractor'sFee 68.70RoyaltiesCost 62.29PlantStartUpCost 311.43AdditionalCost 0.18
WorkingCapital WorkingCapital 617.50TotalCost 4,136.95
AdditionalCost
DirectCost
IndirectCost
Variable Cost/ton(USD/Year)RawMaterialCost 994.32DirectOperatingLabor 0.86UtilityCost 0.33IndirectLabor 0.92MaintananceCost 23.61HSECost 0.04InsuranceCost 6.74GeneralExpenses 223.15Total 1,249.98
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
Sumber : Preeliminary design of cooper smelter plant, 2016.
Kemudian berikut merupakan OM smelter bijih besi.
Table 3 OM smelter bijih besi per ton
Sumber : Steel production cost, 2009.
Berikut merupakan OM smelter alumunium.
Table 4 OM smelter alumunium per ton
Sumber : Cost Build Up Model for Primary Aluminum Ingot Production, 2009
Setelah didapat data OM per ton dari tiap-tiap smelter, maka kemudian dari harga per
komponen per ton tersebut dikalikan dengan total kapasitas smelter sehingga didapatkan nilai
OM secara keseluruhan. Setelah didapat nilai OM maka kemudian menghitung nilai revenue
dengan perkalian antara kapasitas output smelter dengan harga komoditas tersebut. Kapasitas
smelter didapat dari benchmarking kemudian untuk harga komoditas didaptkan dari London
Variable Cost/Unit(USD)Ironore 149.00Ironoretransport 41.00Cokingcoal 65Cokingcoaltransport 23.7Steelscrap 23Oxygen 18.9Ferroalloys 11Fluxes 19.6Refractories 7.77Othercosts 20Electricity 5.08002Labour 12Depreciation 18Interest 16Total 430.05
Variable Cost(USD/Year)Alumina 390.00Electricity 312.00Anodes 195.00Management&Labour 104.00Gas 26.00Chemicals 130.00Spares 104.00Overheads 39.00Total 1,300.00
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
Metal Exchange (LME) yang merupakan harga resmi dari mineral dunia. Dibawah ini
merupakan ringkasan komponen IRR dari smelter bijih besi, tembaga dan alumunium.
Table 5 Ringkasan komponen Life Cycle Cost
Sumber : Olahan penulis, 2017.
Kemudian setelah didapa ketiga komponen dari life cycle cost, maka sudah dapat dihitung
nilai IRR dari smelter tersebut. Perhitungan IRR dibuat dengan bantuan Microsoft excel.
Nilai IRR didapat ketika kondisi dimana nilai Net Present Value (NPV) sama dengan nol.
Nilai tersebut didapat dengan interpolasi sehingga didapat ketika NPV sama dengan nol
berapa nilai IRR tersebut. Terdapat beberapa asumsi yang dipakai yaitu nilai discount rate
industri sebesar 12 % dan nilai Minimum Attractive Rate of Return (MARR) berdasarkan
Bank Indonesia rate sebesar 6.5 %. Berikut merupakan ringkasan IRR dari smelter bijih besi,
tembaga dan alumunium.
Table 6 Ringkasan Internal Rate of Return
Sumber : Olahan penulis, 2017.
Konsumsi per kapita mineral merupakan rata-rata pemakaian mineral oleh warga
Negara Indonesia. Terdapat banyak mineral yang bisa dipakai sebagai kebutuhan
sehari-hari contohnya besi, alumunium, tembaga dll. Logam tersebut sangat
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya besi atau baja yang ada hampir di
semua kehidupan sehari-hari.
Konsumsi perkapita pada penelitian ini dihitung dengan cara membagi antara
konsumsi mineral forecast pada tahun 2040 dengan proyeksi penduduk Indonesia
pada tahun 2040, tetapi konsumsi mineral eksisting akan ditambah dengan kapasitas
Komoditas IC OM RevenueBijihBesi 825,000,000.00$ 1,290,150,060.00$ 1,500,000,000.00$Tembaga 1,654,780,860.00$ 1,999,971,433.00$ 2,761,600,000.00$Alumunium 4,606,875,000.00$ 1,137,500,000.00$ 1,821,750,000.00$
Komoditas IRRBijihBesi 11.96%Tembaga 13.80%Alumunium 11.28%
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
2020 2025 2030 2035 2040Tembaga 1,098,322.06 1,467,462.82 2,042,389.23 2,938,470.49 4,124,342.93Alumunium 2,187,829.12 2,934,887.03 3,998,123.63 5,092,368.24 6,445,294.24Baja 15,249,832.23 20,543,690.76 28,898,320.53 38,083,765.57 51,420,947.43
Komoditas(Ton) Tahun
2020 2025 2030 2035 2040Tembaga 1,218,322.06 1,587,462.82 2,162,389.23 3,058,470.49 4,244,342.93Alumunium 2,450,329.12 3,197,387.03 4,260,623.63 5,354,868.24 6,707,794.24BijihBesi 16,149,832.23 21,443,690.76 29,798,320.53 38,983,765.57 52,320,947.43
Komoditas(Ton) Tahun
output pada smelter desain pada penelitian ini baru dibagi dengan proyeksi penduduk
pada tahun 2040. Berikut merupakan data proyeksi konsumsi mineral tahun 2040.
Table 1 Proyeksi konsumsi mineral Indonesia
Sumber: Subdit Operasi Produksi Mineral, Ditjen ESDM
Setelah itu aka nada penambahan konsumsi dari kapasitas output smelter yang didisain.
Tetapi tidak semua output masuk ke konsumsi nasional karena terdapat Domestic Mineral
Oblogation (DMO) berdasarkan peraturan menteri energi dan sumber daya mineral nomor 34
tahun 2009. Nilai DMO yaitu sebesar 30% dari kapasitas smelter. Berikut merupakan
kapasitas output dan nilai DMO dari ketiga smelter.
Table 2 Kapasitas dan DMO smelter
Sumber : Olahan penulis, 2017
Setelah didapat nilai DMO maka akan ditambah ke proyeksi konsumsi mineral. Penambahan
kapasitas smelter baru dimulai tahun 2020 karena smelter tersebut baru beroperasi pada tahun
2020. Berikut merupakan proyeksi konsumsi total.
Table 3 Proyeksi konsumsi mineral total
Sumber : Olahan penulis, 2017.
Setelah didapatkan proyeksi konsumsi mineral total, maka nilai tersebut t dibagi dengan nilai
proyeksi penduduk Indonesia tahun 2040 yaitu sebesar 311,330,000 juta (UN World
Population Prospect, 2013). Berikut merupakan nilai konsumsi perkapita nasional tahun 2040
eksisting dan total.
Table 4 Konsumsi perkapita nasional tahun 2040 eksisting dan total
Komoditas Kapasitas(ton) DMO(ton)BijihBesi 3,000,000.00 900,000.00Alumunium 875,000.00 262,500.00Tembaga 400,000.00 120,000.00
KonsumsiPerKapita(kg/person /year ) 2040(forecastingpenelitian) 2040(forecastingKemenESDM)Tembaga 13.63 13.25Alumunium 21.55 20.70Baja 168.06 165.17
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
Sumber : Olahan penulis, 2017.
Dari tabel diatas terlihat bahwa penambahan konsumsi perkapita mineral dari komoditas
tembaga, alumunium dan bijih besi hanya sedikit jika dilihat dari perbandingan forecast data
kementrian ESDM dan forecast penelitian. Untuk tembaga hanya terdapat penambahan
sebesar 0.38 kg/orang/tahun, sedangkan untuk komoditas alumunium hanya terdapat
penambahan sebesar 0.85 kg/orang/tahun, dan terakhir untuk komoditas bijih besi hanya
terdapat penambahan sebesar 2.89 kg/orang/tahun. Penambahan konsumsi perkapita mineral
pada penelitian ini hanya sedikit dikarenakan oleh beberapa hal yaitu diantara lain adanya
Domestic Mineral Obligation (DMO) dan hanya satu smelter yang diteliti efeknya untuk
konsumsi perkapita mineral nasional. Dengan nilai DMO sebesar 30%, artinya hanya kurang
dari setengah kapasitas smelter yang terserap ke nasional, itu merupakan jumlah yang cukup
sedikit dibandingkan dengan keseluruhan kapasitas smelter, dan juga hanya satu smelter per
komoditas yang diteliti pada penelitian ini sehingga kenaikan konsumsi perkapita mineral
nasional wajar jika hanya sedikit.
Kesimpulan
Berdasarkan analisa dalam penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan berdasarkan tujuan
dalam penelitian ini :
• Bagaimana kelayakan investasi dari pembangunan smelter bijih besi, bauksit dan
tembaga?
Dari hasil pengolahan data menggunakan metode IRR dan metode Time Value of
Money, didapat nilai IRR dari smelter bijih besi, bauksit dan tembaga. Smelter tembaga
dengan kapasitas 1600000 ton/tahun, nilai IRR smelter tembaga adalah 13,8 %. Smelter
alumunium dengan kapasitas 1750000 ton/tahun, nilai IRR smelter alumunium adalah
11,28 %. Smelter bijih besi dengan kapasitas 15000000 ton/tahun, nilai IRR adalah
11,96 %.
• Bagaimana hubungan pembangunan smelter dengan penyerapan mineral nasional dan
konsumsi per kapita mineral di Indonesia?
Dari pengolahan data dengan metode pembagian antara konsumsi mineral proyeksi dan
konsumsi mineral total dengan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2040, didapatkan
nilai konsumsi perkapita proyeksi pada tahun 2040. Berikut merupakan tabel konsumsi
perkapita proyeksi pada tahun 2040.
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
Table 5 Konsumsi perkapita nasional tahun 2040 eksisting dan total
Sumber : Olahan penulis, 2017.
Daftar Referensi
Kementrian Koordinator Perekonomian. (2011). Masterplan Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kementrian Koordinator
Perekonomian.
Klaus Schwab. (2016). The Global Competitiveness Report 2016-2017. Geneva :
World Economic Forum
Kementrian Perindustrian. (2014). Profil Industri Baja. Jakarta : Kementrian
Perindustrian
Kementrian ESDM. (2013). Kajian Supply Demand Mineral. Jakarta : Pusat Data dan
Teknologi Informasi dan Energi Sumber Daya Kementrian ESDM.
Kementrian ESDM. (2012). Kajian Supply Demand Mineral. Jakarta : Pusat Data dan
Teknologi Informasi dan Energi Sumber Daya Kementrian ESDM.
Kementrian ESDM. 2016. Dukungan Penyediaan Bahan Baku Untuk Pembangunan
Industri Berbasis Minerba. Jakarta : Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Kementrian Perindustrian. 2016. Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Mineral
Tambang. Jakarta : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi
dan Elektronika.
https://www.codelco.com/prontus_codelco/site/artic/20160229/asocfile/20160229171
749/pta_pdte_directorio_bmo_29022016.pdf
https://www.codelco.com/memoria2015/pdf/memoria-anual/en/annualreport2015-06-
Corporate-profile.pdf
http://pemkam.papua.go.id/data_geografis.php
KonsumsiPerKapita(kg/person /year ) 2040(forecastingpenelitian) 2040(forecastingKemenESDM)Tembaga 13.63 13.25Alumunium 21.55 20.70Baja 168.06 165.17
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017
http://www.kalbarprov.go.id/info.php?landing=2
http://kalteng.go.id/ogi/viewarticle.asp?ARTICLE_id=1617
http://www.posco.com/homepage/docs/eng5/jsp/product/exper/s91c5000090c.jsp?md
ex=posco15
http://www.pacificaluminium.com.au/uploads/contentFiles/files/120302%20Gove%2
0Operations%20process%20flow%20single%20page(1).pdf
http://www.boynesmelters.com.au/6/The-smelting-process
http://papua.bps.go.id/index.php/publikasi/49
http://kalteng.bps.go.id/index.php/publikasi/28
https://kalbar.bps.go.id/index.php/publikasi/123
http://www.posco.com/homepage/docs/eng5/jsp/company/posco/s91a1000060c.jsp?m
dex=posco1A
Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017