analisa kelayakan investasi dari pembangunan …

15
ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN SMELTER BAUKSIT, BIJIH BESI DAN TEMBAGA DENGAN MEMPERHATIKAN EFEK PEMBANGUNAN TERHADAP KONSUMSI PER KAPITA MINERAL DI INDONESIA Said 1 , Mohammed Ali Berawi 2 1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail:[email protected], Abstrak Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter. Maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai kelayakan investasi dari pembangunan smelter tembaga, bijih besi, bauksit dan menentukan konsumsi perkapita mineral nasional pada tahun 2040. Metode untuk menentukan nilai kelatakan investasi adalah dengan metode Internal Rate of Return (IRR) dengan ketiga komponen yaitu Initial Cost (IC), Operational & Maintanance (OM) dan Revenue. Nilai Initial Cost dan Operational & Maintanance pada penelitian didapat dari benchmarking sedangkan untuk revenue didapat dari perkalian antara kapasitas smelter dengan harga komoditas. Untuk menentukan konsumsi perkapita mineral forecast digunakan metode wawancara pakar, yaitu hasil dari wawancara pakar adalah dengan cara pembagian antara konsumsi mineral forecast dengan penduduk Indonesia forecast. Hasil dari penelitian ini adalah nilai Internal Rate of Return dari smelter tembaga yaitu sebesar 13,8 %, untuk smelter alumunium sebesar 11,28 %, sedangkan untuk smelter bijih besi sebesar 11,96 %, sedangkan untuk konsumsi perkapita mineral besi sebesar 168,06 kg/orang/tahun, untuk mineral alumunium sebesar 21,55 kg/orang/tahun, untuk mineral tembaga sebesar 13,63 kg/orang/tahun. Kata kunci: Revenue, Konsumsi Per Kapita, Life Cycle Cost Analysis of Load Emissions of Borang 60 MW Gas Power Plant, Palembang, Using Varions Emission Factors Abstract In the metal mineral mining industry, smelters are part of a production process, minerals that are mined from nature are usually still mixed with impurities that are undesirable materials. Meanwhile, the material must be cleaned, but it must also be purified on the smelter. The purpose of this study is to determine the investment feasibility study of the construction of copper smelter, iron ore, bauxite and determine the national per-capita consumption of mineral in 2040. The method to determine the investment feasibility study is by Internal Rate of Return (IRR) method with three components, Initial Cost (IC), Operational & Maintenance (OM) and Revenue. The value of Initial Cost and Operational & Maintenance on the research is obtained from benchmarking, while revenue is obtained from multiplication of smelter capacity with commodity price. To determine the consumption of perkapita mineral forecast used expert interview method, that is result of expert interview is by way of division between mineral consumption forecast with population of Indonesia forecast. The result of this research is the value of Internal Rate of Return of copper smelter which is 13.8%, for aluminum smelter is 11.28%, while for iron ore smelter is 11.96%, while for per capita consumption of iron mineral is 168,06 kg / person / year, for aluminum mineral of 21.55 kg / person / year, for copper minerals of 13.63 kg / person / year. Keywords: Revenue, Life Cycle Cost, Per Capita Consumption Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN SMELTER

BAUKSIT, BIJIH BESI DAN TEMBAGA DENGAN MEMPERHATIKAN EFEK

PEMBANGUNAN TERHADAP KONSUMSI PER KAPITA MINERAL DI

INDONESIA

Said1, Mohammed Ali Berawi2

1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail:[email protected],

Abstrak

Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter. Maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai kelayakan investasi dari pembangunan smelter tembaga, bijih besi, bauksit dan menentukan konsumsi perkapita mineral nasional pada tahun 2040. Metode untuk menentukan nilai kelatakan investasi adalah dengan metode Internal Rate of Return (IRR) dengan ketiga komponen yaitu Initial Cost (IC), Operational & Maintanance (OM) dan Revenue. Nilai Initial Cost dan Operational & Maintanance pada penelitian didapat dari benchmarking sedangkan untuk revenue didapat dari perkalian antara kapasitas smelter dengan harga komoditas. Untuk menentukan konsumsi perkapita mineral forecast digunakan metode wawancara pakar, yaitu hasil dari wawancara pakar adalah dengan cara pembagian antara konsumsi mineral forecast dengan penduduk Indonesia forecast. Hasil dari penelitian ini adalah nilai Internal Rate of Return dari smelter tembaga yaitu sebesar 13,8 %, untuk smelter alumunium sebesar 11,28 %, sedangkan untuk smelter bijih besi sebesar 11,96 %, sedangkan untuk konsumsi perkapita mineral besi sebesar 168,06 kg/orang/tahun, untuk mineral alumunium sebesar 21,55 kg/orang/tahun, untuk mineral tembaga sebesar 13,63 kg/orang/tahun. Kata kunci: Revenue, Konsumsi Per Kapita, Life Cycle Cost

Analysis of Load Emissions of Borang 60 MW Gas Power Plant, Palembang, Using Varions Emission Factors

Abstract

In the metal mineral mining industry, smelters are part of a production process, minerals that are mined from nature are usually still mixed with impurities that are undesirable materials. Meanwhile, the material must be cleaned, but it must also be purified on the smelter. The purpose of this study is to determine the investment feasibility study of the construction of copper smelter, iron ore, bauxite and determine the national per-capita consumption of mineral in 2040. The method to determine the investment feasibility study is by Internal Rate of Return (IRR) method with three components, Initial Cost (IC), Operational & Maintenance (OM) and Revenue. The value of Initial Cost and Operational & Maintenance on the research is obtained from benchmarking, while revenue is obtained from multiplication of smelter capacity with commodity price. To determine the consumption of perkapita mineral forecast used expert interview method, that is result of expert interview is by way of division between mineral consumption forecast with population of Indonesia forecast. The result of this research is the value of Internal Rate of Return of copper smelter which is 13.8%, for aluminum smelter is 11.28%, while for iron ore smelter is 11.96%, while for per capita consumption of iron mineral is 168,06 kg / person / year, for aluminum mineral of 21.55 kg / person / year, for copper minerals of 13.63 kg / person / year. Keywords: Revenue, Life Cycle Cost, Per Capita Consumption

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 2: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

Pendahuluan

Indonesia sebagai Negara berkembang akan mencapai umur satu abad pada tahun 2045

mendatang. Pada tahun tersebut kita semua warga Indonesia mengharapkan agar dapat

terealisasinya mimpi kita sebagai bangsa Indonesia yaitu menjadi salah satu Negara maju

yang ada di dunia. Pada tahun 2045 Indonesia harus menjadi Negara yang lebih maju, kuat,

dan makmur dari tahun-tahun sebelumnya. Semua ini dapat diciptakan atas kerja keras dari

setiap komponen dari bangsa ini.

Salah satu indikator untuk mencapai Indonesia 2045 adalah Global Competitiveness Index

(GCI). Pada tahun 2016 ini Indonesia menempati urutan ke-41 dari 138 Negara dengan nilai

indeks yaitu 4.52 dan dengan nilai GDP USD 859,0 Milliar dan nilai income perkapita yaitu

USD 3362,4. Nilai index GCI Negara Indonesia masih kalah dengan Negara asia tenggara

lain yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand yang masing-masing menempati urutan ke 25,

2, dan 34. Terdapat 12 pilar dalam penilaian GCI suatu Negara, dengan tiga pilar penting

yang mendukung sektor produksi, pengolahan, dan jasa yaitu infrastruktur, efisiensi tenaga

kerja, dan kecanggihan teknologi. Ke-3 pilar tersebut harus dapat ditingkatkan agar kondisi

sektor produksi, pengolahan, dan jasa di Indonesia dapat maju dengan tenaga kerja yang

efisien serta didukung dengan kecanggihan teknologi dalam negeri dan infrastruktur yang

memadai sehingga dapat meningkatkan nilai GDP dan income perkapita Negara Indonesia.

Salah satu pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia untuk mencapai Indonesia 2045 adalah

ekonomi yang makmur dan berkelanjutan (Susilo Bambang Yudhoyono, 2016). Salah satu

parameter untuk mencapai ekonomi yang makmur dan berkelanjutan adalah berdasarkan

Gross Domestic Product (GDP) dan income perkapita di Indonesia. Berdasarkan data dari

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pada

tahun 2025 target dari GDP Negara Indonesia yaitu USD 4,0 – 4,5 Trilliun dengan income

perkapita perkiraan yaitu USD 14.250 – 15.500. Sementara itu pada tahun 2045 target dari

GDP Negara Indonesia yaitu USD 15,0 – 17,5 Trilliun dengan income perkapita perkiraan

yaitu USD 44.500 – 49.000.

Bahan tambang dari Indonesia saat ini masih banyak yang tidak diolah terlebih dahulu

sebelum diekspor ke luar negeri. Grafik diatas menunjukkan besaran bahan tambang

Indonesia yang diekspor keluar negeri yaitu sekitar 250 juta ton pada tahun 2008 dan sekitar

500 juta ton pada tahun 2012, ini menunjukkan adanya peningkatan bahan tambang yang

diekspor dari Indonesia ke luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah harus bergerak cepat

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 3: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

dalam membangun smelter di Indonesia agar tidak ada lagi bahan tambang yang diekspor

dalam keadaan tidak diolah di Indonesia terlebih dahulu. Selain itu juga nilai tambah logam

sebelum dan sesudah diolah yang sangat besar akan menguntungkan Indonesia jika terdapat

proses pengolahan terlebih dahulu yang akan dibahas lebih lanjut di bab studi literatur.

Contoh bijih besi, prodak hulu bijih besi yaitu iron ore bernilai USD 60, sedangkan produk

antara besi yaitu slab/billet bernilai USD 700, hampir 12 kali lipat nilai tambah dari produk

hulu ke antara.

Oleh karena itu, dibutuhkan penigkatan efisiensi sumber daya di Indonesia dengan berbasis

teknologi canggih dan infrastruktur yang memadai untuk mengolah semua sumber daya yang

sangat banyak yang sudah tersedia di Indonesia agar dapat meningkatkan kesejahteraan

Indonesia 2045.

Tinjauan Teoritis

Pengertian Infrastruktur tercantum dalam beberapa versi. Namun secara bahasa, dalam kamus

besar bahasa Indonesia infrastruktur dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana umum.

Sarana secara umum diketahui sebagai fasilitas public seperti rumah sakit, jalan, jembatan,

sanitasi, telpon dll. Lebih jauh lagi, dalam ilmu ekonomi infrastruktur merupakan wujud dari

modal public yang dibentuk dari investasi yang dilakukan pemerintah. Familoni (2004: 16)

menyebutkan bahwa infrastruktur sebagai basic essential sevice dalam proses pembangunan.

Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam

Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh

agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik,

pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi

tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Jadi infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan

untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Definisi

lainnya mengenai infrastruktur, yaitu bahwa infrastruktur mengacu pada fasilitas capital fisik

dan termasuk pula kerangka kerja organisasional, pengetahuan dan teknologi yang penting

untuk organisasi masyarakat dan pembangunan ekonomi mereka. Infrastruktur meliputi

undang-undang, sistem pendidikan dan kesehatan public, sistem distribusi dan perawatan air,

pengumpulan sampah dan limbah serta pengolahan dan pembuangannya, sistem keselamatan

publikvseperti pemadam kebakaran dan keamanan, sistem komunikaso, sistem transportasi

dan utilitas public (Tatom, 1993)

Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang

mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 4: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang

bangun dan perekayasaan industri. Menurut Winardi (1998) Industri adalah usaha untuk

produktif terutama dalam bidang produksi atau perusahaan tertentu yang menyelenggarakan

jasa-jasa misalnya transport atau perkembangan yang menggunakan modal atau tenaga kerja

dalam jumlah relatif besar. Menurut Badan Pusat Statistik (2008) industri mempunyai dua

pengertian, pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang

ekonomi bersifat produktif. Pengertian secara sempit, industri hanyalah mencakup industri

pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang

dasar mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi dan atau

barang jadi, kemudianbarang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya dan

sifatnya lebih kepada pemakaian akhir.

Pada tahun 2002, Badan Pusat Statistik (BPS) membagi industri berdasarkan banyaknya

tenaga kerja yang dimiliki sehingga terdapat 4 kelompok industri:

1. Industri besar, memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih.

2. Industri sedang, memiliki tenaga kerja antara 20–99 orang.

3. Industri kecil, memiliki tenaga kerja antara 5–19 orang.

4. Industri rumah tangga, memiliki jumlah tenaga kerja antara 1–4 orang.

Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah

produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu

material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus

dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter. Smelter itu sendiri adalah sebuah

fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti

timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar

sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut telah meliputi pembersihan mineral logam

dari pengotor dan pemurnian

Baja merupakan salah satu logam yang memiliki peranan strategis dalam meningkatkan daya

saing dan pembangunan ekonomi bangsa. Industri baja memiliki multiplier effect yang besar

karena keterkaitannya dengan industri-industri lain. Tren pergerakan harga besi baja yang

terus naik dan potensi kontribusinya terhadap perekonomian yang diperkirakan dapat naik

dua kali lipat, adalah faktor-faktor yang mendorong pengembangan industry besi baja secara

optimal. Indonesia sendiri menyimpan sumber daya dan cadangan bijih besi terbesar pada

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 5: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

pulau Kalimantan dan keberadaannya bagi industry besi dan baja Indonesia sangat penting.

Kegiatan ekonomi utama besi baja di pulau Kalimantan terdapat pada provinsi Kalimantan

Tengah (Kotawaringin Barat) dan Kalimantan Selatan (Batulicin, Tanah Bumbu, dan Tanah

Laut). Pengembangan proyek di lokasi tersebut antara lain pengolahan dan pemurnian bijih

besi serta pengembangan industri benefisiasi yang mengolah bijih besi dari tambang menjadi

bahan baku (pellet dan sponge iron) untuk industri baja Indonesia. Pelaku usaha industri besi

dan baja di Kalimantan didominasi oleh investor swasta dengan nilai investasi yang

teridentifikasi hingga tahun 2015 sebesar IDR 40 Trilliun.

Saat ini Indonesia tercatat sebagai penyimpan cadangan bauksit terbesar nomor tujuh di dunia

sekaligus menjadi produsen bauksit nomor empat di dunia. Salah satu tempat penghasi

bauksit terbesar terdapat di Kalimantan yaitu pada provinsi Kalimantan Barat. Namun,

hingga saat ini mayoritas hasil tambang bauksit diekspor sebagai bahan baku mentah.

Sebagai bahan baku pembuatan alumunium, kebutuhan akan industry pengolahan bauksit

menjadi alumina perlu dilakukan secara serius dikembangkan di Indonesia. Selain untuk

menjalankan mandat UU no.4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara

mengenai optimalisasi nilai tambah bahan baku mineral, harga jual alumina yang bisa

mencapai 20 kali harga jual bauksit, dan tingginya angka impor alumina merupakan salah

satu alas an mengapa industry pengolahan bauksit menjadi alumina perlu dikembangkan di

Kalimantan. Di masa yang akan datang, untuk mendukung penciptaan nilai tambah di dalam

negeri, pengembangan industry alumunium terpadu yang mengkombinasikan alumina

berbahan baku local (smelter grade alumina), industry alumunium smelter (alumunium ingot

primer dan molten alumunium), industry alumunium antara (alumunium die casting) dan

industry alumunium hilir yang belum tersedia di Indonesia (alumunium berbasis alumunium

cair, alumunium pigment, dan alumunium powder) sangat dibutuhkan. Upaya meningkatkan

nilai tambah ini memelukan insentif dari pemerintah untuk meningkatkan daya tarik investasi

di Indonesia, mengingat industry pengolahan bauksit menjadi alumina memiliki tingkat

kesulitan yang tinggi. Risiko yang tinggi ini seringkali menyulitkan pelaku usaha dalam

mendapatkan sumber dana pembiyaan untuk melakukan investasi dalam industri pengolahan

bauksit.

Indonesia memegang peranan penting dalam mata rantai nilai pertambangan, peleburan, dan

pemurnian. Dalam kurun waktu 2004 – 2009, secara keseluruhan ekspor tembaga Indonesia

mengalamai peningkatan rata-rata sebesar 0.24 persen. Peningkatan rata-rata tertinggi dialami

oleh ekspor cooper catode, yaitu sebesar 14.32 persen. Sampai saat ini papua telah

mengembangkan pemanfaatan bahan tambang non migas berupa tembaga, emas dan perak.

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 6: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

MulaiPen

eli*an

Latar Belakang

Identifikasi Masalah

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Studi Literatur

Tembaga merupakan bahan tambang yang menghasilkan nilai terbesar di Papua yaitu sebesar

USD 4.16 Milliar di tahun 2009. Produksi tembaga di Indonesia meningkat tajam di tahun

1990-an. Namun, belakangan ini produksi tembaga mengalami stagnansi. Khusus untuk

produksi tembaga di Papua, terjadinya kondisi stagnansi produksi tembaga lebih disebabkan

oleh beberapa masalah di bidang tenaga kerja dan juga terjadinya bencana alam di lokasi

pertambangan. Eksplorasi dan pengolahan tembaga di Indonesia saat ini sebagian besar

terpusat di Timika (Kabupaten Mimika). Namun, ekplorasi yang memerlukan biaya tinggi

dan seringnya terjadi tanah longsor menyebabkan potensi lokasi penambangan lainnya belum

dapat dikembangkan. Selain itu, risiko ketidakpastian peraturan menghambat pengembangan

industri tembaga di Papua. Hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas

dan nilai tambah adalah dengan memanfaatkan mata rantai nilai di peleburan, pemurnian,

memperbaiki peraturan dan perencanaan, mendorong kesinambungan serta membangun

kawasan industri pengolahan tembaga.

Metode Penelitian

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 7: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

Metode Penelitian

Menghitung revenue dengan

perhitungan manual

Menghitung revenue untuk tahun-tahun berikutnya

dengan time value of money Wawancara

penyerapan mineral nasional

Wawancara metode

perhitungan konsumsi per

kapita mineral.

Validasi Pakar Selesai

Benchmarking kapasitas

smelter, IC, OM

Perhitungan Penyerapan

mineral nasional

Life Cycle Cost Analysis

Perhitungan konsumsi per kapita mineral

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Sumber : Olahan Penulis, 2017.

Penelitian ini dimulai dengan membuat dan menganalisa latar belakang penelitian. Latar

belakang penelitian sangat penting karena merupakan dasar dari perumusan masalah. Setelah

latar belakang terbentuk, penulis mulai untuk membuat identifikasi masalah. Identifikasi

masalah ini adalah merumuskan masalah yang ada dari latar belakang yang sudah dibuat

sebelumnya. Kemudian setelah identifikasi masalah maka dilakukan perumusan masalah

yaitu membuat poin-poin mengenai apa saja masalah yang ada dari indentifikasi masalah.

Dari rumusan masalah tersebut maka akan terbentuk tujuan dari penelitian ini. Tiga tujuan

utama dari penelitian ini yaitu perhitungan revenue dari pembangunan ketiga smelter, analisa

kelayakan investasi dari ketiga smelter dan efek pembangunan ketiga smelter terhadap

konsumsi per kapita logam Indonesia.

Tahap selanjutnya adalah menentukan metodologi yang cocok untuk digunakan dalam

menyelesaikan penelitian ini. Sebelum memulai penelitian penulis akan mencari data initial

cost dan operational & maintenance dari pembangunan smelter dengan metode benchmarking

untuk perhitungan analisa kelayakan investasi. Kemudian, metode pertama adalah

perhitungan revenue dari pembangunan ketiga smelter. Perhitungan dilakukan dengan hasil

kali antara kapasitas hasil produksi tiap-tiap smelter dengan harga tiap-tiap komoditas per

kilogram. Kemudian akan dilakukan perhitungan revenue untuk setiap tahun berikut sampai

tahun 2045 dengan metode time value of money. Metode kedua adalah perhitungan analisa

kelayakan investasi dari pembangunan ketiga smelter tersebut dengan metode Life Cycle

Cost (LCC). Selanjutnya adalah wawancara mengenai penyerapan mineral nasional melalui

kementrian ESDM. Setelah mendapatkan data penyerapan mineral nasional selanjutnya

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 8: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

adalah memperhitungkan berapa mineral yang terserap dari tiap tiap smelter yang dibangun.

Kemudian wawancara untuk mendapatkan metode perhitungan konsumsi perkapita mineral

di nasional melalui kementrian perindustrian, setelah itu langsung menghitung berapa

konsumsi perkapita mineral Indonesia dari pembangunan ketiga smelter tersebut. Metode

terakhir adalah perhitungan konsumsi per kapita Indonesia dengan metode wawancara pakar.

Hasil Penelitian

Life Cycle Cost (LCC) adalah penilaian ekonomi suatu item, sistem atau fasilitas,

mengingat semua biaya yang signifikan kepemilikan atas kehidupan ekonomi,

dinyatakan dalam setara dolar / euro. LCC adalah penting karena biaya terlihat dari

setiap akuisisi / pembelian hanya mewakili sebagian kecil dari biaya total

kepemilikan. Alasan penting lain untuk LCC adalah karena hubungan yang kuat

antara biaya operasi dan pemeliharaan dan fungsi dan keandalan dari item. Oleh

karena itu, penerapan LCC memerlukan pengetahuan teknik yang memadai.

LCC itu sendiri merupakan sebuah pendekatan terstruktur yang alamat semua elemen

biaya kepemilikan dalam kaitannya dengan fungsi dan kehandalan kinerja dari item.

Hasil dari analisis LCC, salah satunya adalah biaya profil produk atau jasa selama

masa diantisipasi masa hidup, dapat digunakan untuk membantu manajemen dalam

proses pengambilan keputusan di mana beberapa opsi yang tersedia. Area utama

aplikasi LCC dalam proses akuisisi perangkat keras, modifikasi hardware dan

software, dan dalam pengurangan biaya operasi dan pemeliharaan.

Kemudian untuk menghitung nilai Internal Rate of Return (IRR) dibutuhhkan ketiga

komponen yaitu komponen Initial Cost (IC), Operational & Maintanance (OM) dan

Revenue. Komponen IC dan OM dalam penelitian ini didapat dari data sekunder

sedangkan untuk revenue dihitung dari jumlah kapasitas smelter dikalikan dengan

harga komoditas per ton. Kemudian setelah menngetahui nilai IC, OM dan revenue

dari smelter bijih besi, bauksit dan tembaga maka kemudian adalah menghitung nilai

IRR dari smelter dengan menggunakan bantuan Microsoft excel. Berikut merupakan

data IC dari smelter tembaga.

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 9: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

Table 1 IC tembaga per ton

Sumber : Preeliminary design of cooper smelter plant, 2016.

Kemudian untuk IC dari smelter alumunium dan bijih besi didapatkan dari jurnal

Energy Technology Systems Analysis Programme (ETSAP, 2010). Dari jurnal

tersebut diketahui nilai pembangunan smelter per ton, jadi jika diketahui berapa

kapasitas smelter tersebut, kemudian kapasitas tersebut dikali dengan harga per ton

maka didapatkan nilai IC dari smelter alumunium dan bijih besi. Tetapi terdapat

beberapa perbedaan untuk harga setiap smelter dikarenakan teknologi yang dipakai.

Pada penelitian ini teknologi yang dipakai pada smelter bijih besi yaitu teknologi blast

furnance, kemudian untuk smelter alumunium teknologi yang dipakai adalah

teknologi prebaked. Untuk teknologi blast furnance, harga smelter bijih besi yaitu $

148-275 usd/ton, dan untuk teknologi prebaked, harga smelter alumunium yaitu USD

4680 – 5850. Untuk data OM pada penelitian ini didapatkan data berupa cost

component yang menunjukkan komponen apa saja dalam biaya OM tersebut. Berikut

merupakan data OM smelter tembaga.

Table 2 OM smelter tembaga per ton

TypeCost KindofCost Cost/ton(USD)TotalBare-ModuleCost 1,498.52CostofBulkMaterial 5.35SiteDevelopmentCost 261.54BuildingPlantCost 524.48SupportingEquipmentCost 31.31EngineeringandSupervision 183.19ConstructionExpenses 228.99ContingenciesCost 343.48Contractor'sFee 68.70RoyaltiesCost 62.29PlantStartUpCost 311.43AdditionalCost 0.18

WorkingCapital WorkingCapital 617.50TotalCost 4,136.95

AdditionalCost

DirectCost

IndirectCost

Variable Cost/ton(USD/Year)RawMaterialCost 994.32DirectOperatingLabor 0.86UtilityCost 0.33IndirectLabor 0.92MaintananceCost 23.61HSECost 0.04InsuranceCost 6.74GeneralExpenses 223.15Total 1,249.98

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 10: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

Sumber : Preeliminary design of cooper smelter plant, 2016.

Kemudian berikut merupakan OM smelter bijih besi.

Table 3 OM smelter bijih besi per ton

Sumber : Steel production cost, 2009.

Berikut merupakan OM smelter alumunium.

Table 4 OM smelter alumunium per ton

Sumber : Cost Build Up Model for Primary Aluminum Ingot Production, 2009

Setelah didapat data OM per ton dari tiap-tiap smelter, maka kemudian dari harga per

komponen per ton tersebut dikalikan dengan total kapasitas smelter sehingga didapatkan nilai

OM secara keseluruhan. Setelah didapat nilai OM maka kemudian menghitung nilai revenue

dengan perkalian antara kapasitas output smelter dengan harga komoditas tersebut. Kapasitas

smelter didapat dari benchmarking kemudian untuk harga komoditas didaptkan dari London

Variable Cost/Unit(USD)Ironore 149.00Ironoretransport 41.00Cokingcoal 65Cokingcoaltransport 23.7Steelscrap 23Oxygen 18.9Ferroalloys 11Fluxes 19.6Refractories 7.77Othercosts 20Electricity 5.08002Labour 12Depreciation 18Interest 16Total 430.05

Variable Cost(USD/Year)Alumina 390.00Electricity 312.00Anodes 195.00Management&Labour 104.00Gas 26.00Chemicals 130.00Spares 104.00Overheads 39.00Total 1,300.00

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 11: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

Metal Exchange (LME) yang merupakan harga resmi dari mineral dunia. Dibawah ini

merupakan ringkasan komponen IRR dari smelter bijih besi, tembaga dan alumunium.

Table 5 Ringkasan komponen Life Cycle Cost

Sumber : Olahan penulis, 2017.

Kemudian setelah didapa ketiga komponen dari life cycle cost, maka sudah dapat dihitung

nilai IRR dari smelter tersebut. Perhitungan IRR dibuat dengan bantuan Microsoft excel.

Nilai IRR didapat ketika kondisi dimana nilai Net Present Value (NPV) sama dengan nol.

Nilai tersebut didapat dengan interpolasi sehingga didapat ketika NPV sama dengan nol

berapa nilai IRR tersebut. Terdapat beberapa asumsi yang dipakai yaitu nilai discount rate

industri sebesar 12 % dan nilai Minimum Attractive Rate of Return (MARR) berdasarkan

Bank Indonesia rate sebesar 6.5 %. Berikut merupakan ringkasan IRR dari smelter bijih besi,

tembaga dan alumunium.

Table 6 Ringkasan Internal Rate of Return

Sumber : Olahan penulis, 2017.

Konsumsi per kapita mineral merupakan rata-rata pemakaian mineral oleh warga

Negara Indonesia. Terdapat banyak mineral yang bisa dipakai sebagai kebutuhan

sehari-hari contohnya besi, alumunium, tembaga dll. Logam tersebut sangat

dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya besi atau baja yang ada hampir di

semua kehidupan sehari-hari.

Konsumsi perkapita pada penelitian ini dihitung dengan cara membagi antara

konsumsi mineral forecast pada tahun 2040 dengan proyeksi penduduk Indonesia

pada tahun 2040, tetapi konsumsi mineral eksisting akan ditambah dengan kapasitas

Komoditas IC OM RevenueBijihBesi 825,000,000.00$ 1,290,150,060.00$ 1,500,000,000.00$Tembaga 1,654,780,860.00$ 1,999,971,433.00$ 2,761,600,000.00$Alumunium 4,606,875,000.00$ 1,137,500,000.00$ 1,821,750,000.00$

Komoditas IRRBijihBesi 11.96%Tembaga 13.80%Alumunium 11.28%

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 12: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

2020 2025 2030 2035 2040Tembaga 1,098,322.06 1,467,462.82 2,042,389.23 2,938,470.49 4,124,342.93Alumunium 2,187,829.12 2,934,887.03 3,998,123.63 5,092,368.24 6,445,294.24Baja 15,249,832.23 20,543,690.76 28,898,320.53 38,083,765.57 51,420,947.43

Komoditas(Ton) Tahun

2020 2025 2030 2035 2040Tembaga 1,218,322.06 1,587,462.82 2,162,389.23 3,058,470.49 4,244,342.93Alumunium 2,450,329.12 3,197,387.03 4,260,623.63 5,354,868.24 6,707,794.24BijihBesi 16,149,832.23 21,443,690.76 29,798,320.53 38,983,765.57 52,320,947.43

Komoditas(Ton) Tahun

output pada smelter desain pada penelitian ini baru dibagi dengan proyeksi penduduk

pada tahun 2040. Berikut merupakan data proyeksi konsumsi mineral tahun 2040.

Table 1 Proyeksi konsumsi mineral Indonesia

Sumber: Subdit Operasi Produksi Mineral, Ditjen ESDM

Setelah itu aka nada penambahan konsumsi dari kapasitas output smelter yang didisain.

Tetapi tidak semua output masuk ke konsumsi nasional karena terdapat Domestic Mineral

Oblogation (DMO) berdasarkan peraturan menteri energi dan sumber daya mineral nomor 34

tahun 2009. Nilai DMO yaitu sebesar 30% dari kapasitas smelter. Berikut merupakan

kapasitas output dan nilai DMO dari ketiga smelter.

Table 2 Kapasitas dan DMO smelter

Sumber : Olahan penulis, 2017

Setelah didapat nilai DMO maka akan ditambah ke proyeksi konsumsi mineral. Penambahan

kapasitas smelter baru dimulai tahun 2020 karena smelter tersebut baru beroperasi pada tahun

2020. Berikut merupakan proyeksi konsumsi total.

Table 3 Proyeksi konsumsi mineral total

Sumber : Olahan penulis, 2017.

Setelah didapatkan proyeksi konsumsi mineral total, maka nilai tersebut t dibagi dengan nilai

proyeksi penduduk Indonesia tahun 2040 yaitu sebesar 311,330,000 juta (UN World

Population Prospect, 2013). Berikut merupakan nilai konsumsi perkapita nasional tahun 2040

eksisting dan total.

Table 4 Konsumsi perkapita nasional tahun 2040 eksisting dan total

Komoditas Kapasitas(ton) DMO(ton)BijihBesi 3,000,000.00 900,000.00Alumunium 875,000.00 262,500.00Tembaga 400,000.00 120,000.00

KonsumsiPerKapita(kg/person /year ) 2040(forecastingpenelitian) 2040(forecastingKemenESDM)Tembaga 13.63 13.25Alumunium 21.55 20.70Baja 168.06 165.17

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 13: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

Sumber : Olahan penulis, 2017.

Dari tabel diatas terlihat bahwa penambahan konsumsi perkapita mineral dari komoditas

tembaga, alumunium dan bijih besi hanya sedikit jika dilihat dari perbandingan forecast data

kementrian ESDM dan forecast penelitian. Untuk tembaga hanya terdapat penambahan

sebesar 0.38 kg/orang/tahun, sedangkan untuk komoditas alumunium hanya terdapat

penambahan sebesar 0.85 kg/orang/tahun, dan terakhir untuk komoditas bijih besi hanya

terdapat penambahan sebesar 2.89 kg/orang/tahun. Penambahan konsumsi perkapita mineral

pada penelitian ini hanya sedikit dikarenakan oleh beberapa hal yaitu diantara lain adanya

Domestic Mineral Obligation (DMO) dan hanya satu smelter yang diteliti efeknya untuk

konsumsi perkapita mineral nasional. Dengan nilai DMO sebesar 30%, artinya hanya kurang

dari setengah kapasitas smelter yang terserap ke nasional, itu merupakan jumlah yang cukup

sedikit dibandingkan dengan keseluruhan kapasitas smelter, dan juga hanya satu smelter per

komoditas yang diteliti pada penelitian ini sehingga kenaikan konsumsi perkapita mineral

nasional wajar jika hanya sedikit.

Kesimpulan

Berdasarkan analisa dalam penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan berdasarkan tujuan

dalam penelitian ini :

• Bagaimana kelayakan investasi dari pembangunan smelter bijih besi, bauksit dan

tembaga?

Dari hasil pengolahan data menggunakan metode IRR dan metode Time Value of

Money, didapat nilai IRR dari smelter bijih besi, bauksit dan tembaga. Smelter tembaga

dengan kapasitas 1600000 ton/tahun, nilai IRR smelter tembaga adalah 13,8 %. Smelter

alumunium dengan kapasitas 1750000 ton/tahun, nilai IRR smelter alumunium adalah

11,28 %. Smelter bijih besi dengan kapasitas 15000000 ton/tahun, nilai IRR adalah

11,96 %.

• Bagaimana hubungan pembangunan smelter dengan penyerapan mineral nasional dan

konsumsi per kapita mineral di Indonesia?

Dari pengolahan data dengan metode pembagian antara konsumsi mineral proyeksi dan

konsumsi mineral total dengan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2040, didapatkan

nilai konsumsi perkapita proyeksi pada tahun 2040. Berikut merupakan tabel konsumsi

perkapita proyeksi pada tahun 2040.

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 14: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

Table 5 Konsumsi perkapita nasional tahun 2040 eksisting dan total

Sumber : Olahan penulis, 2017.

Daftar Referensi

Kementrian Koordinator Perekonomian. (2011). Masterplan Percepatan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kementrian Koordinator

Perekonomian.

Klaus Schwab. (2016). The Global Competitiveness Report 2016-2017. Geneva :

World Economic Forum

Kementrian Perindustrian. (2014). Profil Industri Baja. Jakarta : Kementrian

Perindustrian

Kementrian ESDM. (2013). Kajian Supply Demand Mineral. Jakarta : Pusat Data dan

Teknologi Informasi dan Energi Sumber Daya Kementrian ESDM.

Kementrian ESDM. (2012). Kajian Supply Demand Mineral. Jakarta : Pusat Data dan

Teknologi Informasi dan Energi Sumber Daya Kementrian ESDM.

Kementrian ESDM. 2016. Dukungan Penyediaan Bahan Baku Untuk Pembangunan

Industri Berbasis Minerba. Jakarta : Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

Kementrian Perindustrian. 2016. Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Mineral

Tambang. Jakarta : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi

dan Elektronika.

https://www.codelco.com/prontus_codelco/site/artic/20160229/asocfile/20160229171

749/pta_pdte_directorio_bmo_29022016.pdf

https://www.codelco.com/memoria2015/pdf/memoria-anual/en/annualreport2015-06-

Corporate-profile.pdf

http://pemkam.papua.go.id/data_geografis.php

KonsumsiPerKapita(kg/person /year ) 2040(forecastingpenelitian) 2040(forecastingKemenESDM)Tembaga 13.63 13.25Alumunium 21.55 20.70Baja 168.06 165.17

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017

Page 15: ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DARI PEMBANGUNAN …

http://www.kalbarprov.go.id/info.php?landing=2

http://kalteng.go.id/ogi/viewarticle.asp?ARTICLE_id=1617

http://www.posco.com/homepage/docs/eng5/jsp/product/exper/s91c5000090c.jsp?md

ex=posco15

http://www.pacificaluminium.com.au/uploads/contentFiles/files/120302%20Gove%2

0Operations%20process%20flow%20single%20page(1).pdf

http://www.boynesmelters.com.au/6/The-smelting-process

http://papua.bps.go.id/index.php/publikasi/49

http://kalteng.bps.go.id/index.php/publikasi/28

https://kalbar.bps.go.id/index.php/publikasi/123

http://www.posco.com/homepage/docs/eng5/jsp/company/posco/s91a1000060c.jsp?m

dex=posco1A

Analisa kelayakan ..., Said, FT UI, 2017