analgesia dan anastesia

20
ANALGESIA DAN ANESTESIA Analgesia merupakan modulasi atau hilangnya perspsi nyeri. Hal tersebut dapat bersifat (1) local dan meliputi hanya sebagian kecil area tubuh, (2) regional meliputi area tubuh yang lebih luas, atau (3) sistemik. Analgesia dapat dicapai dengan penggunaan hypnosis (sugesti), medikasi sistemik agen-agen regional atau agen-agen inhalasi. Anestesi merupakan hilangnya persepsi sensorik secara menyeluruh dan dpaat meliputi hilangnya kesadaran. Keadaan tersebut dapat diinduksioleh barbagai teknik dan agen. Analgesia mengacu pada keadaan di mana hanya modulasi persepsi nyeri yang terlibat, sedangkan anesthesia mengacu pada keadaan dimana kesadaran mental dan persepsi sensasi lainnya juga ikut hilang. Nyeri Obstetrik Nyeri persalinan meliputi komponen viseral dan somatik. Pada persalinan kala I nyeri viseral yang timbul adalah dari kontraksi uterus dan dilatasi serviks. Rasa nyeri ditransmisikan melalui aferen serabut saraf viseral, yang jalan bersama serabut saraf simpatik dan memasuki spinal cord T-10, T-11, T-12 dan L-1. Pada 1

Upload: noahyudha

Post on 16-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Obsgyn

TRANSCRIPT

Page 1: Analgesia Dan Anastesia

ANALGESIA DAN ANESTESIA

Analgesia merupakan modulasi atau hilangnya perspsi nyeri. Hal tersebut

dapat bersifat (1) local dan meliputi hanya sebagian kecil area tubuh, (2) regional

meliputi area tubuh yang lebih luas, atau (3) sistemik. Analgesia dapat dicapai dengan

penggunaan hypnosis (sugesti), medikasi sistemik agen-agen regional atau agen-agen

inhalasi. Anestesi merupakan hilangnya persepsi sensorik secara menyeluruh dan

dpaat meliputi hilangnya kesadaran. Keadaan tersebut dapat diinduksioleh barbagai

teknik dan agen.

Analgesia mengacu pada keadaan di mana hanya modulasi persepsi nyeri

yang terlibat, sedangkan anesthesia mengacu pada keadaan dimana kesadaran mental

dan persepsi sensasi lainnya juga ikut hilang.

Nyeri Obstetrik

Nyeri persalinan meliputi komponen viseral dan somatik. Pada persalinan kala

I nyeri viseral yang timbul adalah dari kontraksi uterus dan dilatasi serviks. Rasa

nyeri ditransmisikan melalui aferen serabut saraf viseral, yang jalan bersama serabut

saraf simpatik dan memasuki spinal cord T-10, T-11, T-12 dan L-1. Pada persalinan

kala II, turunnya janin mengakibatkan peregangan pelvis, vagina, dan perineum, yang

mengakibatkan nyeri somatik. Rasa nyeri ini ditransmisikan melalui saraf pudenda

yang masuk pada spinal cord S-2, S-3 dan S-4. Saraf pudendal mempersarafi vagina,

vulva, perineum dan otot motorik pelvic floor.

Nyeri persalinan dapat dikurangi dengan beberapa metode baik

nonfarmakologik dan farmakologik. Metode farmakologik yang paling fleksibel,

efektif, dan paling sedikit medepresi susunan saraf pusat adalah analgesia spinal,

epidural, dan kombinasi spinal epidural.

1

Page 2: Analgesia Dan Anastesia

Tiga hal penting dalam analgesia (peredaan nyeri) obstetric adalah

kesederhanaan, keamanan, dan pemeliharaan homeostasis janin. Wanita yang

mendapat analgesia bentuk apapun harus dipantau ketat. Pemantauan ketat setelah

pemberian analgesia epidural atau spinal antara pengukuran tekanan darah yang

sering, kadar zat anastetik, dan pengukuran oksigenasi ibu dengan pulse oximeter.

Analgesia dan sedasi selama persalinan

Analgesia adalah hilangnya persepsi tentang nyeri, yang mungkin lokal, pada

regio tertentu, atau mungkin pada seluruh tubuh.

Pada pemberian analgesia dan sedasi yang berhasil, ibu yang bersangkutan

akan beristirahat dengan tenang di antara kontraksi. Pada keadaan ini, rasa tidak

nyaman biasanya dirasakan pada puncak kontraksi uterus yang efektif, tetapi nyeri ini

biasanya masih dapat ditahan. Pemilihan dan pemberian obat yang sesuai harus

mencapai tujuan ini tanpa menimbulkan resiko bagi ibu dan janinnya.

Meperidin dan prometazin

Meperidin, 50 sampai 100 mg ditambah prometazin 25 mg , dapat

diberikan secara intramuskular dengan interval 2 sampai 4 jam. Efek yang

lebih cepat dicapai dengan pemberian meperidin intravena 25 sampai 50 mg

setiap 1 sampai 2 jam. Pada pemberian intramuscular, efek analgesia

mencapai maksimal dalam waktu sekitar 45 menit, sedangkan pada pemberian

intravena efek analgesia tercapai segera. Meperidin mudah melewati plasenta,

dan waktu paruh obat ini sekitar 2,5 jam pada ibu dan 13 jam pada neonatus.

2

Page 3: Analgesia Dan Anastesia

Obat-obat lain

Narkotik sintetik butorfanol, yang diberikan dalam dosis 1-2mg, sama

baiknya dengan meperidin 40 -60mg. Depresi pernapasan neonatus dilaporkan

lebih sedikit terjadi pada pemberian meperidin, tetapi harus diperhatikan

bahwa kedua ini jangan diberikan bersamaan karena Butorfanon melawan

efek narkotik meperidin.

Nalbufin juga merupakan narkotik sintetik. Apabila diberikan dalam

dosis 15-20mg intravena, obat ini tidak menyebabkan depresi neonatus.

Fentanil adalah opiod sintetik kerja singkat yanga sangat poten. Obat

ini diberikan dalam dosis 50-100 µg intravena setiap jam sesuai kebutuhan.

Antagonis narkotik

Meperidin dan narkotik lain yang digunakan selama persalinan dapat

menyebabkan depresi pernapasan neonatus. Depresi pernapasan neonatus

paling besar kemungkinannya terjadi 2-3 jam setelah pemberian meperidin.

Nalokson adalah suatu antagonis narkotik yang mampu memulihkan depresi

pernapasan akibat narkotik opioid dengan menggeser narkotik dari reseptor

spesifiknya di susunan saraf pusat. Dosis yang dianjurkan untk neonatus

adalah 0,1 mg/kg yang disuntikan ke dalam vena umbilikalis. Obat ini

biasanya bekerja dalam 2 menit dengan durasi efektif paling sedikit 30 menit.

Tanpa adanya narkotik, nalokson tidak menyebabkan efek samping pada

neonates.

3

Page 4: Analgesia Dan Anastesia

Anestesia Umum

Semua agen anestetik yang menekan susunan saraf pusat ibu akan melewati

plasenta dan menekan susunan saraf pusat neonatus. Bahaya tetap lain pada

penggunaan anastetik umum adalah aspirasi isi dan partikel dari lambung. Puasa

sebelum pemberian anestesi belum tentu merupakan pencegahan yang efektif, karena

getah lambung puasa, bahkan kalaupun bebas partikel, kemungkinan bersifat asam

kuat sehingga menimbulkan pneumonitis aspirasi yang parah atau bahkan mematikan.

Dengan metode inhalasi, konsentrasi zat anastetik dalam paru wanita hamil

agak lebih cepat meningkat karena kapasitas residu fungsional dan volume residual

paru berkurang.

Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi diberikan sebagai komponen anestesi umum. Pada masa

lalu, anestesi inhalasi dipergunakan dalam persalinan dalam konsentrasisubanestesi

untuk mengatasi nyeri kontraksi. Pemberian lewat masker pada obat-obat ini pada

pasien dalam keadaan sadar pada pasien yang sedang bersalin dapat menimbulkan

obstruksi saluran nafas, aspirasi dan hipoksia

Anestetik Gas

Nitrose oksida (N2O) dapat digunakan untuk meredakan nyeri saat

persalinan dan pelahiran. Zat ini menimbulkan analgesia dan gangguan

kesadaran, tetapi tidak menghasilkan anastetik sejati. Campuran 50 persen

nitrose oksida dengan 50 persen oksigen (Nitronox) yang diberikan oleh

pasien sendiri, dapat menghasilkan analgesia yang sangat baik selama

persalinan kala II.

4

Page 5: Analgesia Dan Anastesia

Berikut prosedur anestesi inhalasi dengan Nitrose oksida:

1. Perintahkan ibu untuk mengambil nafas dalam dan untuk mulai

mengisap gas 30 detiksebelum kontraksi berikutnya terjadi dan

untuk berhenti setelah kontraksi mulai reda

2. Pindahkan masker antara kontraksi dan sarankan ibu untuk

bernafas secara normal. Masker harus dipegang oleh pasien atau

personel yang memiliki pengetahuan mengenai anestesi.

3. Instruksikan pendampim pasien untuk melakukan kontak verbal

dengan pasien.

4. Berikan jaminan akses intravena,pulse oxymetry, dan pengeluaran

gas yang diihalasi.

5. Waspada apabila pemberian opioid dilakukan sebelumnya.

Nitrose oksida juga sering digunakan sebagai bagian anastesia umum

berimbang (balanced general anesthesia) untuk seksio sesarea dan sebagian

pelahiran dengan forseps.

Anestetik Volatil

Dalam dosis yang menghasilkan analgesia, zat anastetik volatil

(mudah menguap) besar kemungkinan menyebabkan pasien hilang kesadaran

dan terdapat kemungkinan aspirasi pada jalan napas yang tidak terlindungi.

Isofluran merupakan anastetik volatile yang paling sering digunakan di

Amerika Serikat. Baik zat ini maupun halotan merupakan zat noneksplosif

poten yang menyebabkan relaksasi uterus yang nyata apabila diberikan secara

inhalasi dalam konsentrasi tinggi. Obat-obat ini digunakan untuk versi internal

podalik pada kembar anak kedua, dekomposisi sungsang, dan perbaikan

inversio uterus akut.

5

Page 6: Analgesia Dan Anastesia

Anestesia Umum Berimbang

Nitrose oksida dan oksigen yang diberikan untuk anastesia umum

berimbang dilaporkan masih menyebabkan ibu tetap sadar. Untuk alas an itu,

serta agar konsentrasi oksigen yang terhirup dapat ditingkatkan, dianjurkan

penambahan salah satu zat berhalogen dalam konsentrasi kurang dari 1

persen.

Obat Intravena Dalam Anastesia

Tiopental

Tiobarbiturat yang diberikan intravena ini digunakan secara luas

bersama obat lain untuk anastesi umum. Obat ini memiliki keunggulan berupa

induksi yang mudah dan sangat cepat, tingkat pengendalian tinggi, dan

dengan pemulihan yang segera dengan risiko muntah minimal. Pemberian

obat ini secara tunggal untuk mempertahankan anastesi dapat menyebabkan

depresi neonates. Dengan demikian, thiopental tidak digunakan sebagai obat

anastetik tunggal, tetapi dalam dosis yang menginduksi tidur, obat ini

diberikan bersama dengan pelumpuh otot, suksinilkolin, dan nitrose oksida

plus oksigen.

Ketamin

Obat ini, yang diberikan secara intravena dalam dosis rendah 0,2

sampai 0,3 mg/kg, digunakan untuk menimbulkan analgesia dan sedasi tepat

sebelum perlahiran. Dosis 1 mg/kg menginduksi anastesi umum. Obat ini

mungkin berguna bagi wanita dengan perdarahan akut, tidak seperti

thiopental, obat ini tidak menyebabkan hipotensi. Ketamin biasanya

menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga umumnya harus dihindari

6

Page 7: Analgesia Dan Anastesia

pada wanita yang sudah hipertensif. Obat ini sering menimbulkan delirium

dan halusinasi yang tidak menyenangkan.

Analgesia Regional

Analgesia regional dapat dicapai dengan injeksi lokal di sekeliling saraf yang

melewati segmen spinal terhadap saraf perifer yang bertanggung jawab terhadap

inervasi sensoris pada bagian tubuh tertentu. Blockade saraf regional yang

diperguanakan dalam obstetric meliputi cara-cara berikut: (1) blok pedendal, (2) blok

paraservikal, (3) blok spinal, dan (4) blok epidural

1. Agen anestetik

Obat-obat anestesi lokal memblok potensial aksi dari saraf saat axon

daeri saraf terpapar oleh obat tersebut. Agen anestesi lokal bekerja dengan

memodifikasi permeabilitas ionic dari membrane sel untuk menstsabilisasi

potensial istirahat (resting potensial). Semakin kecil serabut saraf, semaikn

sensitive saraf tersebut terhadap anestesi local karena kerentanan dari serabut

saraf individual berbanding terbalik dengan diameter serabut saraf pada

potongan melintang.

Hanya obat-obat anestesi yang bersifat reversible dan tidak mengiritasi

dan menimbulkan toksisitas yang rendah yang dapat diterima secara klinis.

Kualitas lain yang diinginkan dari agen anestesi adalah onsetyang cepat,

durasi yang dapat diprediksi, dan kemudahan sterilisasi.

Beberapa agen anastetik local yang sering digunakan antara lain Ester-

amino (2-Kloroprokain, Tetrakain), Amida-amino (Lidokain, Bupivakain,

Ropivakain). Umumnya toksisitas terjadi akibat penyuntikan suatu zat

anastetik ke dalam pembuluh darah, tetapi dapat juga disebabkan oleh

pemberian obat dalam jumlah berlebihan. Dua manifestasi toksisitas sistemik

7

Page 8: Analgesia Dan Anastesia

akibat anastetik lokal adalah toksisitas susunan saraf pusat dan toksisitas

sistem kardiovaskuler.

Toksisitas Sistem Saraf Pusat

Gejalanya antara lain perasaan melayang, pusing berputar,

tinnitus, perilaku aneh, bicara pelo, rasa logam, baal dilidah dan mulut,

eksitasi dan fasikulasi otot, kejang generalisata, dan hilang kesadaran.

Toksisitas Kardiovaskuler

Toksisitas kardiovaskuler ditandai mula-mula oleh stimulasi

kemudian depresi karena itu terjadi hipertensi dan takikardia yang

segera diikuti oleh hopotensi dan aritmia jantung.

2. Infiltrasi lokal

Infiltrasi jaringan lokal dari larutan anestesi yang diencerkan pada

umumnya memberikan efek yang memuaskan karena targetnya adalah serabut

saraf yang halus.

Infiltrasi lokal sangat bermanfaat dalam keadaan berikut:

a. Sebelum episiotomy dan pelahiran

b. Setelah persalinan, ke dalam laserasi yang akan diperbaiki

c. Di sekitar luka episiotomy apabila analgesianya kurang memadai

Infiltrasi pada atau dekat area yang mengalami inflamasi merupakan

kontraindikasi. Injeksi pada area ini dapat diikuti oleh absorbs sistemik obat

sebagai hasil peningkatan vaskularitas jaringan yang mengalami inflamasi.

Dan, lagi injeksi dapat menimbulkan penyebaran infeksi

8

Page 9: Analgesia Dan Anastesia

Gambar1. Lokasi blokade regional

3. Blok pudendal

Blok pudendal biasanya efektif dan merupakan metode yang sangat

aman serta mudah dilakukan untuk menghasilkan analgesia pada persalinan

spontan. Metode ini juga dapat digunakan bersama alnalgesi epidural yang

diberikan selama persalinan.

Untuk menuntun jarum ke dalam posisi di atas nervus pudendus

digunakan sebuah alat pengarah yang memungkinkan jarum ukuran jarum 22

dengan panjang 15 cm menonjol 1 samapi 1,5 cm dari ujungnya. Ujung

pengarah ditempelkan ke mukosa vagina tepat di bawah ujung spina iskiadika.

Jarum kemudian didorong sampai menyentuh ligament sakrosinosum, yang

diinfiltrasi dengan 3 ml lidokain. Kemudian jarum didorong menembus

ligamentum, dan sewaktu jarum menembus jaringan areolar di belakang

ligamentum, resistensi terhadap batang penyedot tabung suntik berkurang. Ke

dalam bagian ini disuntikan 3 ml larutan anestetik. Kemudian, jarum ditarik

ke dalam pengarah, ujung pengarah digerakkan hingga terletak tepat di atas

9

Page 10: Analgesia Dan Anastesia

spina iskiadika. Jarum dimasukkan menembus mukosa dan 10 ml sisa larutan

disuntikkan. Prosedur kemudian diulang pada bagian lain.

Dalam 3 sampai 4 menit setelah penyuntikan, terjadi blok pudendal

yang dapat diperiksa dengan menusuk vagina bagian bawah dan vulva

posterior secara bilateral tanpa timbul nyeri.

Penyulit; dapat menyebabkan toksisitas sistemikserius yang ditandai

oleh stimulasi korteks serebri diikuit oleh kejang. Dapat terjadi hematom

akibat perforasi pembuluh darah,

Gambar 2. Teknik blokade pudendal

10

Page 11: Analgesia Dan Anastesia

4. Blok paraservikal

Blok paraservikal kadang digunakan pada analgesia proses persalinan

kala satu. Tujuannya untuk memblok transmisi impuls nyeri melalui ganglion

paraservikal, yang terletak pada lateral dan posterior utero-cervical junction.

Blok ini biasanya menghasilkan analgesia yang baik, namun masa kerjanya

singkat dan tidak menghilangkan nyeri somatic selama proses persalinan.

Biasanya dilakukan penyuntikan lidokain atau kloroprokain, 5 sampai10 ml

dalam larutan 1%, pada arah jam 3 dan 9.

Komplikasi utama pada blok paraservikal adalah bradikardia pada

janin.

5. Blok spinal (subaraknoid)

Karena ruang subaraknoid selama kehamilan lebih sempit, jumlah obat

anestetik yang sama dalam volume larutan yang sama menghasilkan volume

yang lebih tinggi pada wanita hamil daripada wanita yang tidak hamil.

Persalinan pervaginam; Blok spinal rendah rendah merupakan bentuk

analgesi yang populer untuk persalinan vakum atau forseps. Ketinggian

analgesia meluas sampai ke dermatom torakalis ke 10, yang setara dengan

ketinggian umbilikus. Lidokain yang diberikan dalam larutan hiperbarik

menghasilkan analgesia yang memuaskan dan memiliki keunggulan berupa

durasi yang relative singkat. Tetrakain dalam dosis 4 sampai 6 mg dalam

larutan dekstrosa 6% menghasilkan anestesia yang baik pada vagina bagian

bawah dan perineum selama sekitar satu jam.

Seksio sesarea; ketinggian blok spinal harus meluas paling sedikit ke

dermatom torasikus kedelapan, yang berada tepat di bawah prosesus

xifoideus. Diberikan 8 sampai 10 mg tetrakain, 12 mg bupivakain, atau 50

sampai 75 mg lidokain. Penambahan 0,2 mg morfin akan memperbaiki

pengendalian nyeri selama persalinan dan pascaoperasi.

11

Page 12: Analgesia Dan Anastesia

6. Analgesia epidural

Untuk menghilangkan nyeri akibat kontraksi uterus dan persalinan,

baik per vaginam atau abdominam, dapat dilakukan penyuntikan anestetik

lokal yang sesuai dengan ruang epidural atau peridural. Tempat masuknya

analgesia obstertis adalah melalui ruangan antar vertebra lumbal untuk

analgesia epidural lumbal , atau melalui hiatus sakralis dan kanalis untuk

analgesia epidural kaudal. Walaupun dapat digunakan satu injeksi,

penyuntikan biasanya diulang melalui sebuah kateter tetap, atau melalui

infuse kontinu dengan menggunakan pompa volumentrik.

12

Page 13: Analgesia Dan Anastesia

Prosedurnya sebagai berikut, kateter epidural dimasukkan ke dalam ruang

epidural sedalam 3 cm. kemudian dilakukan penyuntikan dosis percobaan berupa 3

ml lidokain 1,5% dengan epinefrin 1:200.000 atau 3 ml bupivakain 0,25% dengan

epinefrin 1:200.000 setelah inspirasi dengan hati-hati dan setelah kontraksi uterus.

Apabila dosis percobaan memberikan hasil negative, dilakukan penyuntikan satu atau

dua dosis bupivakain 0,25% sebanyak 5 ml untuk mencapai ketinggian T10 sensorik

sefalik. Setelah 15-20 menit, blok dinilai dengan melihat berkurangnya sensasi

terhadap dingin atau tusukan jarum. Apabila tidak tampak blok, kateter epidural

dikeluarkan 0,5-1,0 cm dan dilakukan penyuntikan bupivakain tambahan sebanyak 3-

5 ml. apabila blok masih inadekuat, kateter diganti.

Sang ibu diposisikan dalam posisi lateral atau miring untuk mencegah

kompresi aortokaval. Simpatektomi yang ditimbulkan oleh blockade saraf merupakan

predisposisi bagi pengumpulan darah di vena dan penurunan venous return. Tekanan

darah maternal harus diukur secara berkala setiap 5-15 menit.

13

Page 14: Analgesia Dan Anastesia

DAFTAR PUSTAKA

Bagian obstetric dan ginekologi fakultas kedokteran universitas Padjajarn. 1983.

Obstetri Fisiologi. Bandung: penerbit percetakan/penerbit eleman

Cunningham, F. Garry. Gant, Norman F. gilstrap. Larry C. Haunt, John C. Leveno,

Kenneth J. Wenstrom, Katharine D. 2006 Obstetric Williams vol. 1 edisi 21.

Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta: PT Bina

Pustaka

14