an gga 55555

Download An Gga 55555

If you can't read please download the document

Upload: dany

Post on 04-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

TUGAS PAPER PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas atau perluasan lahan diperlukan untuk mendukung keperluan pertanian. Dalam peningkatan produktivitas dan prluasan lahan masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain konversi, degradasi, ketersediaan sumber daya lahan, ancaman variabiltas, dan perubahan iklim. Keterbatasan lahan produkttif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinanan konflik tata guna lahan relatif kecil. Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di sumatra, kalimantan dan papua. Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambutlayak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian. Salah satu upaya dalam peningkatan produktivitas atau perluasan pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan gambut. Gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih dari 65% (enam puluh lima persen)yang termasuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya karena suasana anaerob dan basah. Setiap lahan gambut mempunyai karakteristik yang berbeda tergantung dari sifat-sifat dari badan alami yang terdiri dari atas sifat fisika, kimia, dan biologi serta macam-macam sdimen di bawahnya, yang akan menentukan daya dukung wilayah gambut, menyangkut kapasitasnya sebagai media tumbuh, habitat biota, keanekaragaman hayati, dan hidritipografi. Pengusahaan budidaya kelapa sawit pada dasarnya dilakukan di lahan mineral. Oleh karena keterbatasan kesediaan lahan, pengusahaan budidaya kelapa sawit dapat dilakukan di lahan gambut dengan memenuhi kriteria yang dapat menjamin kelestarian fungsi lahan gambut, yaitu: (a) diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya, (b) ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter, (c) substratum tanah mineral di bawah gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam; (d) tingkat kematangan gambut saprik (matang) atau hemik (setengah matang); dan (e) tingkat kesuburan tanah gambut eutropik. B. Tujuan Penulisan Mengetahui pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit sebagai upaya mewujudkan pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan dengan tetap memerhatikan kelestarian fungsi lingkungan, dengan tujuan: 1. Mengembangkan budidaya kelapa sawit 2. Memelihara kelestarian fungsi lahan gambut 3. Meningkatkan produksi dan pendapatan produsen kelapa sawit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik>18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang draenasenya buruk. Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses podogenik. Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Di Kalimantan proses pembentukan gambut terjadi baik pada daerah pantai maupun di daerah pedalaman dengan fisiografi yang memungkinkan terbentuknya gambut, oleh sebab itu kesuburan gambut sangat bervariasi, gambut pantai yang tipis umumnya cukup subur, sedang gambut pedalaman seperti di Bereng Bengkel Kalimantan Tengah kurang subur. B. Pengolahan Lahan 1. Penilaian Kesesuaian Lahan Dalam melakukan budidaya tanaman kelapa sawit pada lahan gambut perlu dipertimbangkan dan memastikan lahan gambut sesuai untuk kelapa sawit, dalam hal ini yang paling penting adalah memastikan bahwa lokasi yang akan dipergunakanan tidak bertentangan dengan peraturan, dan layak untuk dilaksanakan usaha. Keberhasilan dalam budidaya pada lahan gambut juga sangat tergantung pada faktor-faktor pembatas diantaranya adalah: kematangan gambut, kedalaman gambut, kedalaman lapisan pirit, frekuensi dan lama genangan. Dengan ini budidaya kelapa sawit di lahan gambut akan membutuhkan input yang sangat besar. C. Pembukaan Lahan Yang Baik Pengolahan Lahan Tanpa Bakar/zero burning adalah hal yang harus diperhatikan juga, karena lahan gambut yang sudah kering dan terbakar akan banyak mengalami kerugian, baik kehilangan unsur hara yang terkandung dalam bahan organik, kehilangan musuh alami hama, dan secara umum akan terjadi pelepasan karbon dalam bentuk asap. Gambar 1. Pola Kelapa Sawit di Lahan Gambut Gambar 2. Lahan Gambut yang Berubah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Dampak kebakaran di lahan gambut adalah 1. Terdegradasinya kondisi lingkungan Penurunan kualitas fisik gambut Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut Menurunkan keanekaragaman hayati Rusaknya siklus hidrologi emisi gas karbon-dioksida dalam jumlah besar. 2. Kesehatan manusia Kebakaran hutan dan lahan gambut telah menimbulkan asap yang berakibat terjadinya pencemaran udara sehingga akan menimbulkan penyakit pernapasan, asma, bronchitis, pneumonia, kulit dan iritasi mata. 3. Hilangnya kesempatan ekonomi bagi masyarakat Dampak langsung kebakaran bagi masyarakat yaitu berupa hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan)serta terganggunya transportasi. Kegiatan pembukaan PLTB dapat dilakukan dengan Pemotongan pohon, Pemancangan jalur tanam, perumpukan searah jalur tanam, Pembuatan jalan dan saluran tata air, Desain kebun dan Penanaman cover crops. D. Tata Air (Water Management) Tata air merupakan hal yang harus diperhatikan karena sifat tanah gambut yang sudah kering tidak dapat lagi menjadi basah. Beberapa tujuan mengelola air adalah: Mengatur muka air, dipertahankan pada 50-75cm (ruang akar) mencegah pengeringan dan penurunan muka gambut mencegah oksidasi pirit (tanah sulfat masam) mencegah akumulasi garam (salinitas) Bagian bagian yang dipergunakan untuk terlaksananya tata air adalah: Benteng berfungsi untuk menahan air pasang, sepanjang laut-sungai-parit Parit berfungsi untuk mengumpulkan-menyalurkan air keluar kebun Pintu air berfungsi untuk mempertahankan muka air, menahan air pasang E. Pemadatan Gambut Bertujuan untuk pamadatan gambut sehingga daya topang terhadap tanaman meningkat dan tanaman tidak mudah doyong. F. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Jalan Pemasangan (gabungan dari batang kayu) Penimbunan dengan tanah mineral (20-30cm) Perataan dan pemadatan Pengerasan (dengan pasir dan kerikil/batu) G. Waspada Terhadap Api Antisipasi terjadinya kebakaran lahan dan kebun diperlukan beberapa hal diantaranya adalah pembangunan menara pengawas api, penyiapan sarana dan prasarana pemadam api, perlunya marka tingkat bahaya api dan pembuatan organisasi pengendalian kebakaran. H. Pengelolaan air Gambut Air merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman. Disamping berfungsi langsung dalam proses pertumbuhan tanaman, air di lahan gambut juga berperan dalam mengendalikan gulma, mencuci senyawa-senyawa beracun, mensuplai unsur hara, media budidaya ikan, mencegah kebakaran, mencegah oksidasi pirit, dan sarana transportasi. Dilain pihak, air juga menjadi kendala jika volumenya berlebihan, keberadaanya tidak bisa diatur, dan kualitasnya kurang baik.seluruh faktor tersebut harus diperhatikan. Reklamasi gambut untuk pertanian tanaman tahunan memerlukan jaringan drainase makro yang dapat mengendalikan tata air dalam suatu wilayah dan drainase mikro untuk mengendalikan air di tingkat lahan. Sistem drainase yang tepat dan benar sangat diperlukan pada lahan gambut, baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Sistem drainase yang tidak tepat akan mempercepat kerusakan lahan gambut. Komponen penting dalam pengaturan tata air lahan gambut adalah bangunan pengendali berupa pintu air di setiap saluran. Pintu air berfungsi untuk mengatur muka air tanah agar tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam. Tanaman tahunan memerlukansaluran drainase dengan kedalaman berbeda-beda. Tanaman karet memerlukan saluran drainase mikro sekitar 20 cm, tanaman kelapa sedalam 30-50 cm, sedangkan tanaman kelapa sawit memerlukan saluran drainase sedalam 50-80 cm. Gambut yang relatif tipis (3 m diperuntukan sebagai kawasan konsevasi). Hal ini disebabkan kondisi lingkungan lahan gambut dalam yang rapuh (fragile) apabila dikonversi menjadi lahan pertanian. Kawasan budidaya adalah kawasan yang dinilai layak untuk usaha di bidang pertanian dan berada di luar kawsan non budidaya dan preservasi. Pemanfaatan lahan rawa dikawasan budidaya selanjutnya harus disesuaikan dengan tipologinya, yaitu: (a). Lahan potensial, bergambut, aluvial bersulfida dalam, gambut dangkal sampai kedalaman 75 cm dapat ditata sebagai sawah; (b). Gambut dengan kedalaman 75-150 cm untuk hortikultura semusim, padi gogo, palawija, dan tanaman tahunan; (c). Gambut hingga kedalaman 2,5 m hanya untuk perkebunan seperti Kelapa, Kelapa sawit, dan Karet; (d). Gambut lebih dari 2,5 m sebaiknya digunakan untuk budidaya tanaman kehutanan.I. Budidaya Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Budidaya perkebunan kelapa sawit berskala besar telah dikembangkan di lahan gambut Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan, pembangunan kebun dilakukan pada gambut dengan ketebalan antara 1-5 meter. Produksi tanaman di lahan gambut bervariasi sekitar 12 ton/ha-25 ton/ha. Adapun produksi kelapa sawit di gambut tebal Kalimantan Barat pada tanaman tahun kedelapan sekitar 14 ton/ha. Pemadatan tanah diperlukan untuk tanaman perkebunan berbentuk pohon seperti kelapa sawit, kelapa dan karet. Daya sangga tanah (bearring capacity) yang rendah dari tanah gambut dapat menyebabkan pohon mudah rebah dan menurunkan produksi. Mengajurkan adanya pemadatan tanah untuk tanaman kelapa sawit agar kerapatan lindak tanah meningkat dan akar lebih kuat mencengkram tanah sehinggarebahnya tanaman dapat dikurangi. Pemadatan tanah juga akan meningkatkan hasil karena semakin besarnya serapan.

BAB III PEMBAHASAN Permasalah umum pada lahan gambut: 1. Permasalahn bahwa unsur hara dalam gambut dalam kondisi tidak diserap oleh tanaman dikarenakan adanya keasaman tanah, dan beberapa unsur terikat dampak dari proses penimbunan dan perendaman yang beratus-ratus tahun. 2. Kandungan unsur hara tertentu yang berasal dari tanah relatif sangat sedikit. Walaupun dibutuhkan tanaman relatif sedikit, namun karena ketersediaan di lahan tidak mencukupi maka tanaman yang ada di atasnya sering mengalami kekurangan unsur tersebut yang berdampak pada proses metabilisme dan kesehatan tanah. 3. Kandungan unsur-unsur racun bagi tanaman dan hewan yang merupakan dampak dari keasaman tanah tersebut. Secara proses kimiawai hidriksida akan diikat, sedangkan unsur-unsur kation yang biasanya berupa logam menjadi terlepas yang menjadi senyawa racun bagi tanaman, hewan dan manusia. 4. Kandungan air yang ada di lalam gambut. Struktur lahan gambut tidak padat, yaitu terdiri dari sisa-sisa tanaman yang tidak membusuk secara total. Sehingga antara satu bagian dengan bagian lainnya mempunyai rongga. Pada saat lahan digenangi air maka seluruh lapisan terisi air. Kondisi ini terjadi beratus tahun karena lahan gambut biasanya pada lahan yang tergenang air yang tidak teralirkan. Upaya membuat drainase dan mengalirkan air yang menggenang akan berdampak pada mengalirnya seluruh air yang ada di lahan tersebut. Sehingga lahan menjadi kering kerontang. 5. Ketebalan gambut berpengaruh terhadap tanaman. Tekstur lahan tidak mantap, banyak rongga, bahan berasal dari material tanaman, kandungan tanah alam sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Untuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan besar, maka ketebalan gambut menjadi masalah. Lahan gambut pada umumnya tidak padat, sehingga tanaman besar dapat miring atau bahkan rubuh jika ditanam di lahan gambut. Penanganan awal pada lahan gambut pasang surut yang dapat dilakukan yakni: 1. Proses fisik: dilakukan dengan membangun/menata lahan sehingga drainase dan pembentukan lahan untuk media tanaman tersdia. Lahan yang semula digenangi air, maka dilakukan drainase yang membuat lahan tidak tergenang lagi. Jika ada tanaman di atasnya maka tanaman dapat tumbuh dan tidak terganggu dengan adanya air yang tergenang. Pembangunan drainase ini dinamakan tata air makro dan tata air mikro. Proses ini tetap dilakukan karena peembenahan fisik sangat diperlukan. 2. Proses kimia: dilakukan pada lahan-lahan yang mempunyai keasaman tinggi atau pH rendah, maka berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi tertentu membuat tanaman tidak dapat tumbuh. Upaya perlakuan yang digunakan adalah memberikan kapur tohor dan dolomit. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan membutuhkan materi kapur dan dolomit relatif banyak. Sedangkan hasil yang dicapai masih meragukan, jika kondisi keasaman sangat kuat justru kapur menggumpal dan lahan tidak berubah. 3. Proses pembakaran: Proses ini sering dilakukan untuk penanganan lahan gambut. Proses ini diawali dengan mengalirkan air yang tergenang dengan membuat saluran drainase. Setelah kering lahan dibakar. Dampak yang ditimbulkan dengan proses pembakaran ini adalah: (1) hilangya timbunan unsur hara (gambut) yang bernilai milyaran jika dikonversikan dengan harga pupuk an organik. (2) tanah menjadi sangat miskin, dan biasanya jika digunakan untuk lahan pertanian memerlukan unsur tambahan termasuk nitrogen yang seharusnya melimpah di lahan gambut. (3) berpengarauh terhadapemisi carbon yang sangat ini semarak dibicarakan.

BAB IV KESIMPULAN Adapun yang dapat di simpulkan pada penulisan makalah ini yaitu bahwa lahan gambut berpotesi untuk tanaman tahunan seperti karet dan khususnya tanaman kelapa sawit ternyata sudah banyak perusahaan beroperasi di Kalimantan Tengah yang menggunakan lahan gambut 21 perkebunan kelapa sawit menurut Data Base di BPMD Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2017, dan besar kemungkinan ada perusahaan kelapa sawit ekspansi di lahan gambut yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia terkait Permentan nomor 14 tahun 2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit. Tetapi tidak dipungkiri bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidak berhasilan pengembangan pertanian di lahan gambut antara lain perencanaan yang tidak matang sehingga terjadi banyak pemanfaatan lahan yang tidak sesuai peruntukannya., kurangnya implementasi kaidah-kaidah konsevasi lahan, dan kurangnya pemahaman terhadap perilaku lahan rawa gambut sehingga penggunaan teknologi cendrung kurang cepat.

DAFTAR PUSTAKA Abdurachman dan Suriadikarta, 2000. Pemanfaatan Lahan Rawa eks PLG Kalimantan Tengah untuk Pengembangan Pertanian Berwawasan Lingkungan. Jurnal Litbang Pertanian 19 (3). Ardjakusuma, S., Nuraini, Somantri, E., 2001. Teknik Penyiapan Lahan Gambut Bongkor untuk Tanaman Hortikultura. Buletin Teknik Pertanian. Vol 6 No. 1, 2001. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Manti, I., Supriyanto, Martasari, C., 2001. Keragaan Paket Teknologi Budidaya Jagung Pada Lahan Gambut. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian Pertanian se-Sumatera 31 Oktober-1 November 2001. Bengkulu. Mawardi, E., Azwar dan Tambidjo, A., 2001. Potensi dan Peluang Pemanfaatan Harzeburgite sebagai Amelioran Lahan Gambut. Prosiding Seminar Nasional Memantapkan Rekayasa Paket Teknologi Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam Era Otonomi Daerah, 31 Oktober 1 November 2001. Bengkulu. Radjagukguk, B. 1990. Pengelolaan sawah bukaan baru di lahan gambut menunjang swasembada pangan dan program transmigrasi. Seminar Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Ekasakti dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami Padang 17-18 September 1990. Padang Radjagukguk, B., 1990. Prospek pengelolaan tanah-tanah gambut untuk perluasan lahan pertanian. Seminar Nasional Tanah-tanah bermasalah di Indonesia KMIT Fakultas Pertanian UNS Surakarta 15 Oktober 1990. Surakarta. Rismunandar, T. 2001. Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Menciptakan Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Makalah Pribadi pada Mata kuliah Pengantar Falsafah Sains. IPB Bogor.