resume spkn.pdf
Post on 08-Jul-2016
328 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEUANGAN NEGARA DAN PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Undang‐undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan
Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat
pada peraturan perundang‐undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan., Ruang lingkup Keuangan Negara meliputi:
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan
uang, dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh
pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak‐hak
lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan
kebijakan pemerintah, yayasan‐yayasan di lingkungan kementerian
negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah
UU 1/2004, Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Perbendaharaan Negara meliputi:
a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
b. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
e. pengelolaan kas;
f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan
negara/daerah;
i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara
Umum Negara/Daerah : menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan
dan perhitungannya, menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan
dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Akuntansi
digunakan untuk menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dalam rangka terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan
negara, pengelolaan keuangan negara diselenggarakan secara: profesional
,terbuka dan bertanggung jawab dengan mengacu kepada asas‐asas
umum pengelolaan keuangan negara Azas-azas umum dalam
pengelolaan Keuangan Negara diantaranya adalah sbb:
o Tahunan‐> Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
o Universalitas ->mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
o Kesatuan‐> menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
o Spesialitas ‐> mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan
terinci secara jelas peruntukannya.
o Akuntabilitas berorientasi hasil ‐> anggaran disusun berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai.
o Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang‐undangan
yang berlaku
o Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggara negara
o Keterbukaan dalam PKN adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan
rahasia negara
o Pemeriksaan keuangan oleh BP yg bebas & mandiri BPK memiliki
kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan.
Prinsip Dasar Pengelolaan Keuangan Negara:
� Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan per‐UU‐an,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
� APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
setiap tahun ditetapkan dengan undang‐undang.
� APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.
� Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBN.
� Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk pengeluaran
negara tahun anggaran berikutnya.
� Penggunaan surplus penerimaan negara untuk membentuk dana
cadangan atau penyertaan pada perusahaan negara harus memperoleh
persetujuan DPR.
Presiden menyampaikan rancangan undang‐undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat‐lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Laporan keuangan dimaksud setidak‐tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya
UU 15/2004 Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis,
dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional
berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Kemandirian BPK dalam pemeriksaan
keuangan negara mencakup ketersediaan SDM, anggaran, dan sarana
pendukung lainnya yang memadai.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK RI mempunyai kewenangan untuk
melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan:
� Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaaan atas laporan keuangan,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemeriksaan
keuangan ini dilakukan oleh BPK RI dalam rangka memberikan
(OPINI) keyakinan yang memadai (reasonable assurance) tentang
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, dalam hal ini Standar
Akuntansi Pemerintah. Komponen L/K Pemerintah adalah sbb:
♥ Neraca (masih neraca) menggambarkan posisi keuangan suatu
entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada
tanggal tertentu.
♥ LRA merupakan komponen laporan keuangan yang menyediakan
informasi mengenai realisasi pendapatan‐LRA, belanja, transfer,
surplus/defisit‐LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan
yang masing‐masing diperbandingkan dengan anggarannya. fgs
♥ LO merupakan komponen laporan keuangan yang menyediakan
informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas
pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan‐LO, beban, dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan.
♥ LAK adalah bagian dari laporan keuangan yang menyajikan
informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu
yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi,
pendanaan dan transitoris. Laporan ini khusus hanya dibuat oleh
Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN.
♥ LPSAL merupakan komponen laporan keuangan yang menyajikan
secara komparatif dengan periode sebelumnya pos‐pos berikut:
Saldo Anggaran Lebih awal, Penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa
Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan, Koreksi
Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya, dan Saldo Anggaran
Lebih Akhir.
♥ LPE merupakan komponen laporan keuangan yang menyajikan
sekurangkurangnya pos‐pos ekuitas awal, surplus/defisit‐LO pada
periode bersangkutan, koreksi‐koreksi yang langsung
menambah/mengurangi ekuitas, dan ekuitas akhir.
♥ CaLK merupakan komponen laporan keuangan yang meliputi
penjelasan, daftar rincian dan/atau analisis atas laporan keuangan
dan pos‐pos yang disajikan dalam LRA, LPSAL, Neraca, LO, LAK, dan
LPE
� Pemeriksaan Kinerja‐> Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari aspek ekonomi dan
efisiensi serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan
bagi kepentingan manajemen
� Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Pemeriksaan yang
dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan
pemeriksaan kinerja. Audit dengan tujuan tertentu dapat bersifat
eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang
disepakati (agrees‐upon procedures
Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah
lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang‐
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BPK diberi
kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari
pihak yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap
aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi yang diperiksa,
termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang, barang,
dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan
berlangsung.
Laporan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Presiden, DPR dan DPD,
DPRD Provinsi dan Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Wali
Kota sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan yang
telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk
umum. Laporan hasil pemeriksaan terbut tidak termasuk laporan yang
memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan
perundang‐undangan.
STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Pemeriksaan oleh BPK dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.
Standar pemeriksaan disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan
Pemerintah. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar
pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.
Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu
pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang
professional.
A. Jenis Pemeriksaan
Ada 3‐> Keuangan, Kinerja dan PDTT sebagaimana dijelaskan
sebelumnya.
B. Tanggung Jawab Manajemen Entitas
a. mengelola keuangan negara secara tertib, ekonomis, efisien, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku.
b. menyusun dan menmenyelenggarakan pengendalian intern yang
efektif guna menjamin: (1) pencapaian tujuan sebagaimana mestinya;
(2) keselamatan/keamanan kekayaan yang dikelola; (3) kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan; (4) perolehan
dan pemeliharaan data/informasi yang handal, dan pengungkapan
data/informasi secara wajar.
c. menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara secara tepat waktu.
d. menindaklanjuti rekomendasi BPK, serta menciptakan dan memelihara
suatu proses untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi
dimaksud.
C. Tanggung Jawab Pemeriksa dan Organisasi
a. Untuk pemeriksa :
1. merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi
tujuan pemeriksaan.
2. memahami prinsip‐prinsip pelayanan kepentingan publik serta
menjunjung tinggi integritas, obyektivitas, dan independensi.
3. memiliki sikap untuk melayani kepentingan publik, menghargai dan
memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan
profesionalisme.
4. mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik
dalam melakukan pemeriksaan.
5. melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat
integritas yang tertinggi.
6. berhati‐hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama
melaksanakan pemeriksaan.
7. Mengutamakan pelayanan dan kepercayaan public
8. obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)
dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya.
9. menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan lingkup
dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan
dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya.
b. Untuk organisasi pemeriksa:
1. independensi dan obyektivitas dipertahankan dalam seluruh tahap
pemeriksaan.
2. pertimbangan profesional (professional judgment) digunakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan hasil
pemeriksaan.
3. pemeriksaan dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi
profesional dan secara kolektif mempunyai keahlian dan pengetahuan
yang memadai.
4. peer-review yang independen dilaksanakan secara periodik
Standar Pemeriksaan ini harus digunakan bersama‐sama dengan SPAP
yang ditetapkan oleh IAI.
D. Sistematika SPKN
PSP 01 : STANDAR UMUM
1) Persyaratan Kemampuan dan Keahlian Secara kolektif harus
memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan
tugas pemeriksaan
2) Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan,
organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap
mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan
organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.
3) Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil
pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya secara cermat dan seksama.
4) Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem
pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu
tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian
mutu ekstern).
PSP 02 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
Pernyataan Standar Pekerjaan Lapangan SPAP Yang Ditetapkan IAI
1) Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik‐baiknya dan jika
digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2) Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat,
dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3) Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
Standar Pelaksanaan Tambahan
� Komunikasi Pemeriksa‐Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil
pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang
signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang
dilaksanakan.
� Pertimbangan Terhadap Hasil Pemeriksaan Sebelumnya‐Pemeriksa
harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak
lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan
pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.
� Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan
dari Ketentuan Peraturan Perundang‐undangan, Kecurangan (Fraud),
serta Ketidakpatutan (Abuse)Pemeriksa harus merancang pemeriksaan
untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah
saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang‐undangan yang berpengaruh langsung dan
material terhadap penyajian laporan keuangan.
� Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau
peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau
ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta pemeriksa
harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk
memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan telah terjadi
dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan
keuangan.
� Pengembangan Temuan Pemeriksaan‐ Pemeriksa harus merencanakan
dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan
unsur‐unsur temuan pemeriksaan.
� Dokumentasi Pemeriksaan‐ Pemeriksa harus mempersiapkan dan
memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja
pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi
informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan
pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi
pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung
pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan
harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi
pemeriksaan.
PSP 03 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
Standar Pelaporan SPAP Yang Ditetapkan IAI
1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau
prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif.
2) Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan
auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang
dipikul auditor.
Standar Pelaksanaan Tambahan
� Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan. Jika pemeriksa tidak
dapat mengikuti Standar Pemeriksaan, pemeriksa dilarang untuk
menyatakan demikian. Dalam situasi demikian, pemeriksa harus
mengungkapkan alasan tidak dapat diikutinya standar pemeriksaan
tersebut dan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan.
� Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus
mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan yang
berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan
keuangan. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang‐
undangan yang ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat
dalam laporan atas kepatuhan. Apabila pemeriksa tidak menemukan
ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan, pemeriksa tidak
menerbitkan laporan atas kepatuhan.
� Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan
dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap
sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”.
� Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam
pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang‐undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi
tanggapan dari pimpinanatau pejabat yang bertanggung jawab pada
entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta
tindakan koreksi yang direncanakan.
� Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk
memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan dan
rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh
manajemen entitas yang diperiksa.
� Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang‐
undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam
laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus
mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan
ketentuan peraturan perundang‐undangan yang menyebabkan tidak
dilaporkannya informasi tersebut.
� Pertimbangan Pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya informasi
tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika
pemeriksa memutuskan untuk menghilangkan informasi tertentu,
pemeriksa harus menyatakan sifat informasi yang dihilangkan dan
alasan penghilangan tersebut.
� Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan,
entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk
mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk
melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang
diberi wewenanguntuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
PSP 04 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA
PSP 05 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJA
PSP 06 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN
TERTENTU
PSP 07 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN
TERTENTU (After UTS)
PERENCANAAN PEMERIKSAAN LKPP
Sistem perencanaan audit BPK disusun dalam suatu kerangka sistematis
yang terintegrasi untuk menghimpun semua Rencana Strategis (Renstra).
Renstra tersebut ditetapkan untuk jangka lima tahun dan dijabarkan
dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang terdiri dari Rencana Kerja
Pemeriksaan (RKP) dan Rencana Kegiatan Sekretariat Jenderal dan
Penunjang (RKSP). Penyusunan RKP meliputi delapan tahap sbb:
a. Penetapan kebijakan dan strategi pemeriksaan BPK;
b. Penyusunan rencana pemeriksaan;
c. Penetapan rencana pemeriksaan;
d. Penyusunan sumbangan RKP;
e. Pembahasan dan penetapan RKP;
f. Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) BPK;
g. Pembahasan dan penetapan anggaran dengan DPR; dan
h. Penyesuaian RKP.
Perencanaan pemeriksaan secara umum meliputi lima tahap sbb:
a. Pembentukan Tim Persiapan
b. Penyusunan Paket Program Pemeriksaan
Paket program pemeriksaan terdiri dari P2 dan Surat Tugas. Tahapan
penyusunan paket program pemeriksaan adalah sebagai berikut:
• Pemahaman Penugasan
• Pemahaman Entitas
• Persetujuan P2 AKN
• Penentuan Tim Pemeriksa
• Persetujuan Penugasan
Pemeriksa hanya dapat melepaskan diri dari penugasan jika
Meninggal dunia;, Berhenti sebagai PNS BPK; Sakit, terganggu
independensi .
c. Penyusunan Program Kerja Perorangan
d. Pemberitahuan Pemeriksaan pada Auditee
e. Pengurusan Administratif Pemeriksaan (SPPD, ST dll)
PSP 02 SPKN: “Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik‐baiknya dan
jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.”
Metodologi pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan LKPP dan
LKKL secara ringkas meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penyusunan
LHP. Di dalam proses pemeriksaan tersebut, ukuran atau kriteria yang
digunakan adalah standar pemeriksaan, PMP serta tujuan dan harapan
penugasan. Di dalam proses tersebut, supervisi serta pengendalian dan
penjaminan mutu pemeriksaan dilakukan sepanjang proses tersebut.
Metodologi Perencanaan Pemeriksaan LKPP
Perencanaan pemeriksaan atas LKPP dan LKKL meliputi 10 (sepuluh)
kegiatan sebagai berikut:
a. Pemahaman Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan
Tujuan pemeriksaan LKPP dan LKKL adalah untuk memberikan
keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah LKPP telah
disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pemeriksa harus memperoleh
harapan‐harapan penugasan secara tertulis dari pemberi tugas melalui
suatu komunikasi yang intensif untuk menghindari harapan‐harapan yang
tidak dapat dipenuhi oleh pemeriksa.
b. Pemenuhan Kebutuhan Pemeriksa
1) Persyaratan Kemampuan/Keahlian
a) Tim pemeriksa secara kolektif harus memiliki pemahaman yang cukup
atas SAP‐>sertifikat auditor
b) Di dalam tim pemeriksa, paling tidak 1 (satu) orang memiliki register
akuntan.
c) Ketua Tim harus memiliki pengalaman yang memadai
d) Dalam tim pemeriksa dapat dibutuhkan pengendali teknis,
e) Dalam hal LKPP dan LKKL disusun sistem terkomputerisasi, tim
pemeriksa memiliki pengetahuan audit TI
2) Persyaratan Independensi harus bebas dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi.
c. Pemahaman atas Entitas
Pemahaman atas entitas untuk mengidenfikasikan dan memahami hal‐hal
penting yang harus dipenuhi oleh entitas dalam mencapai tujuannya.
Meliputi pemahaman atas organisasi, kegiatan utama entitas, lingkungan
yang mempengaruhi, pejabat terkait sampai dengan satuan kerja dan
kejadian luar biasa yang berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan
negara. Dokumentasikan di KKP
d. Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya
Dalam juknis pemeriksaan atas LKPP dan LKKL disebutkan bahwa
Pemeriksa harus memantau tindak lanjut pemerintah pusat atas LHP atas
LKPP dan LKKL tahun sebelumnya atau LHP interim, terkait dengan
pelaksanaan rekomendasi yang diberikan.
e. Pemahaman Atas Sistem Pengendalian Intern
Pendokumentasian pemahaman SPI dalam KKP diharapkan juga
mencakup pemahaman SPI dengan pendekatan COSO (lima komponen
SPI), risiko‐risiko yang ada terutama risiko yang belum sepenuhnya
dimitigasi (telah diantisipasi) oleh pengendalian yang ada (termasuk
rencana prosedur pemeriksaan atas risiko ini), dan pemahaman
pemeriksa mengenai pengendalian umum TI.
SPKN‐> Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan). Pemahaman atas sistem
pengendalian intern tersebut membantu pemeriksa untuk:
a) Mengidentifikasi jenis potensi kesalahan,
b) Mempertimbangkan faktor‐faktor yang mempengaruhi risiko salah saji
yang material,
c) Mendesain pengujian sistem pengendalian intern,
d) Mendesain prosedur pengujian substantif.
f. Pemahaman dan penilaian resiko
Dalam pemahaman dan penilaian risiko, pemeriksa mempertimbangkan
risiko‐risiko sebagai berikut: (1) risiko inheren, (2) risiko pengendalian,
(3)risiko deteksi, dan (4) risiko pemeriksaan. Penetapan risiko dilakukan
dengan ukuran kualitatif. Risiko pemeriksaan merupakan risiko
kemungkinan pemseriksa gagal menyatakan opini yang tepat atas laporan
keuangan yang memuat salahsaji yang material. penilaian risiko
pemeriksaan menggunakan pendekatan kuantitatif menetapkan tingkat
risiko pemeriksaan yang dapat diterima merujuk pada ASOSAI yaitu:
1) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 5 %, artinya
tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 95% (AAR=1‐
tingkat keyakinan). Tingkat ini berlaku untuk sebagian besar entitas
yang diperiksa.
2) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 3%, artinya
tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 97%. Tingkat ini
dinilai cukup memadai untuk beberapa entitas yang sangat sensitif
atau berisiko tinggi.
3) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 1%, artinya
tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sampai 99%. Tingkat ini
berlaku bagi beberapa entitas dengan ciri‐ciri sebagai berikut:
� Entitas tersebut mempunyai pengguna eksternal yang sangat ekstensif
perhatiannya terhadap laporan keuangan entitas tersebut, dan/atau
� Entitas tersebut cukup rentan akan terjadinya salah saji material dan
secara politik sensitif dan/atau adanya harapan atas kewajaran
laporan keuangan entitas tersebut sehingga pemeriksa membutuhkan
tingkat keyakinan yang sangat tinggi.
Pemeriksa menilai risiko pengendalian sebagai maksimum ketika (1)
bukti pemeriksaan mengindikasikan bahwa pengendalian tidak efektif,
atau (2) setelah memperoleh pemahaman yang memadai mengenai
proses entitas yang diperiksa:
� Pemeriksa percaya bahwa pengendalian nampaknya akan tidak efektif,
atau
� Pemeriksa sudah mengidentifikasi prosedur‐prosedur uji substantif
yangefisien dan efektif yang diyakini penting untuk mendukung saldo
akun terkait.
g. Penetapan Tingkat Materialitas Awal dan KesalahanTertolerir
Pertimbangan atas tingkat materialitas meliputi kegiatan:
PM merupakan tingkat materialitas pada keseluruhan laporan keuangan,
sedangkan TE merupakan materialitas padatingkat akun. Penetapan PM
yaitusebesar 0,2% sampai dengan 1% dari total realisasi belanja. Untuk
pemeriksaan pertama kali, PM sebaiknya ditetapkan pada tingkat
materialitas terendah. Pada pemeriksaan selanjutnya, PM dapat
ditingkatkan jika penyajian laporan keuangan entitas yang diperiksa
menunjukkan perbaikan. Hal ini disebabkan batas materialitas untuk
penugasan pemeriksaan cenderung untuk konservatif.
Setelah menentukan materialitas pada tingkat keseluruhan laporan
keuangan, pemeriksa mengalokasikan PM untuk setiap akun utama yang
disebut Kesalahan Tertolerir (Tolerable Error/TE).Penetapan TE dapat
dilakukandengan 2 pendekatan. Pertama, untuk memudahkan, TE setiap
akunditetapkan 50% dari PM. Pendekatan kedua dilakukan dengan
memperhitungkan sigifikansi setiap akun terhadap laporan keuangan
secara keseluruhan. Pada pendekatan ini, TE dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
h. Penentuan Metode Uji Petik
Penentuan uji petik merupakan elemen uji yang diambil oleh pemeriksa
untuk memberikan keyakinan tentang kualitas informasi yang disajikan
dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Pemeriksa menentukan
metode uji petik berdasarkan pertimbangan profesionalnya. Metode uji
petik yang dilakukan dapat menggunakan metode statistik atau non‐
statistik.
i. Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal
Prosedur analitis merupakan evaluasi atas informasi keuangan dalam
laporan keuangan dengan melihat hubungan antar data keuangan yang
ada dan antara data keuangan dan data non‐keuangan yang tersedia.
Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk menilai semua asersi. Asersi
keberadaan tidak dapat diuji dengan prosedur analitis. Prosedur analitis
yang dapat dilakukan meliputi (1) Analisa Data, (2) Teknik Prediktif, serta
(3) Analisa Rasio dan Tren.
j. Penyusunan Program Pemeriksaan dan Program Kerja
Perorangan
Berdasarkan persiapan pemeriksaan di atas, pemeriksa menyusun
program pemeriksaan atas LKPP dan LKKL. Program pemeriksaan
mengungkapkan antara lain (1) Dasar pemeriksaan, (2) Standar dan
pedoman pemeriksaan, (3) Entitas yang diperiksa, (4) Tahun
anggaran/tahun buku yang diperiksa, (5) Identitas dan data umum entitas
yang diperiksa, (6) Tujuan pemeriksaan, (7) Metodologi pemeriksaan, (8)
Sasaran yang diperiksa, (9) Pengarahan pemeriksaan, (10) Jangka waku
pemeriksaan, (11) Susunan tim pemeriksaan, (12) Instansi penerima hasil
pemeriksaan, dan (13) Kerangka isi laporan.
PERENCANAAN PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH
A. Gambaran Umum Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) merupakan
pertanggungjawaban kepala daerah, yaitu gubernur/bupati/walikota atas
pelaksanaan APBD tahun anggaran tertentu. LKPD tersebut disusun
dengan menggunakan suatu sistem akuntansi keuangan daerah dan
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hal tersebut
dinyatakan dalam Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara, Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, beserta peraturan pelaksanaannya.
Pemeriksaan atas LKPD tersebut merupakan salah satu tugas pokok BPK‐
RI sebagai pelaksanaan Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan
Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa
Keuangan. Pemeriksaan atas LKPD merupakan jenis pemeriksaan
keuangan yang bertujuan untuk pemberian opini atas kewajaran laporan
keuangan tersebut dalam semua hal yang material sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan. Pemeriksaan dilakukan dengan berdasarkan
pada standar pemeriksaan yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan.
Pemeriksaan atas LKPD meliputi LKPD propinsi, kabupaten, dan kota
yang dilakukan secara serentak. BPK mengelola pelaksanaan tugas yang
begitu banyak tersebut, termasuk untuk pemeriksaan LKPP dan
pemeriksaan selain pemeriksaan keuangan dalam sebuah manajemen
yang diatur dalam Panduan Manajemen Pemeriksaan.
Sesuai dengan salah satu standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan
dalam SPKN bahwa pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik‐
baiknya, dalam panduan manajemen pemeriksaan tersebut diatur
mengenai manajemen pemeriksaan BPK mulai dari Penyusunan RKP,
Perencanaan Pemeriksaan, Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelaporan
Pemeriksaan, Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan, hingga
Evaluasi Pemeriksaan. Perencanaan pemeriksaan adalah bagian dari
proses pemeriksaan yang dilaksanakan segera setelah ditetapkannya
RKP, untuk merencanakan pekerjaan pemeriksaan agar pelaksanaan
pemeriksaan lapangan dan pelaporan pemeriksaan dapat dilaksanakan
secara efisien, efektif dan sesuai standar.
1. Dasar Hukum
LKPD disusun oleh kepala daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD. Penyusunan LKPD tersebut dilaksanakan oleh Satuan
Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan
Daerah (SKPKD). LKPD disusun sesuai dengan dasar hukum pengelolaan
keuangan daerah yang terdiri dari: Paket UU PKN, Perimbangan dan
Permendagri tentang PKN.
2. Definisi dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang dimaksud dengan
keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan keuangan daerah
tersebut meliputi keseluruhan kegiatan dalam perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah.
Ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah
serta melakukan pinjaman
b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
daerah dan membayar tagihan pihak ketiga
c. penerimaan daerah
d. pengeluaran daerah
e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak‐hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan daerah
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau
kepentingan umum.
3. Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Pengelolaan Keuangan
Daerah
Beberapa pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah
meliputi:
a. Kepala Daerah ‐> Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah
adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah
yang dipisahkan.
b. Sekretaris Daerah ‐> Sekretaris daerah selaku koordinator
pengelolaan keuangan daerah berkaitan dengan peran clan
fungsinya dalam membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
termasuk pengelolaan keuangan daerah.
c. Kepala SKPKD ‐> Kepala SKPKD mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
d. Kuasa BUD ‐> Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk
melaksanakan sebagian tugas BUD.
e. Pengguna anggaran/barang ‐> Pengguna Anggaran adalah pejabat
pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan
tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. Pengguna Barang
adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik
daerah.
f. Kuasa Pengguna Anggaran/Barang ‐> Kuasa Pengguna Anggaran
adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian
kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian
tugas dan fungsi SKPD.
g. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) ‐> PPTK adalah pejabat
pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa
kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
h. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK‐SKPD) ‐> PPK‐SKPD
adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada
SKPD.
i. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran ‐> Bendahara
Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD. Bendahara Pengeluaran adalah
pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan
APBD pada SKPD
4. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Kebijakan akuntansi merupakan instrumen penting dalam penerapan
akuntansi akrual. Dokumen yang ditetapkan dalam peraturan kepala
daerah ini harus dipedomani dengan baik oleh fungsi‐fungsi
akuntansi,baik di SKPKD maupun di SKPD. Kebijakan akuntansi
Pemerintah Daerah disusun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 64 tahun 2013 yang terdiri atas Kebijakan Akuntansi Pelaporan
Keuangan dan Kebijakan Akuntansi Akun.
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SAPD
adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan
dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis
transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi
pemerintahan daerah. SAPD dikelompokkan menjadi dua subsistem yaitu
SA‐SKPD dan SA‐PPKD.
5. Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi
Terdapat dua jenis entitas yang terlibat dalam Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah, yaitu entitas pelaporan dan entitas akuntansi. Entitas
pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri atas satu atau Iebih
entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang‐
undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa
laporan keuangan. Sedangkan Entitas akuntansi adalah unit
pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya
wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan
untuk digabungkan pada entitas pelaporan. PPKD selain berfungsi sebagai
BUD juga sebagai Pengguna Anggaran sehingga selain berfungsi sebagai
entitas pelaporan juga berfungsi sebagai entitas akuntansi. Sementara
SKPD hanya berfungsi sebagai entitas akuntansi saja.
6. Standar Akuntansi, Sistem dan Prosedur
Standar akuntansi yang digunakan sebagai dasar penyusunan LKPD
adalah Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dalam PP No. 24
Tahun 2005, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan PP No. 71
Tahun 2010.
Sistem dan prosedur laporan keuangan pemerintah daerah ditetapkan
dalam sistem akuntansi keuangan daerah yang ditetapkan oleh
gubernur/bupati/walikota. Sistem dan prosedur tersebut disusun dengan
mengacu kepada peraturan perundang‐undangan seperti PP No. 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah
(sebagaimana telah diubah dengen Permendagri No. 59 Tahun 2007 dan
Permendagri No. 21 Tahun 2011), dan peraturan lain yang menjadi acuan
penyusunan sistem dan prosedur laporan keuangan pemerintah daerah,
serta berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (yang telah diubah dengan PP No. 71 Tahun 2010).
Sistem dan prosedur laporan keuangan pemerintah daerah tersebut
secara umum meliputi meliputi sistem dan prosedur (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, dan (3) pertanggungjawaban. Secara ringkas sistem dan
prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sistem dan Prosedur Perencanaan
Sistem dan prosedur perencanaan meliputi antara lain kegiatan:
a) penyusunan anggaran,
b) penyampaian rancangan peraturan daerah tentang APBD,
c) pembahasan APBD dengan DPRD,
d) penetapan peraturan daerah tentang APBD, dan
e) penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran.
b. Sistem dan Prosedur Pelaksanaan Anggaran
Secara umum, sistem dan prosedur pelaksanaan anggaran meliputi antara
lain sistem dan prosedur pendapatan dan belanja. Namun sejak adanya
UU Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
tahun 1999, penerimaan pembiayaan seperti dari penjualan aset atau
penerimaan pinjaman dipisahkan dari pendapatan, dan pengeluaran
pembiayaan seperti pembayaran cicilan utang dipisahkan dari belanja,
meskipun secara sistem dan prosedur sangat terkait. Selain pendapatan,
belanja dan pembiayaan, pemerintah daerah juga mengelola aset dan
kewajiban. Aset dan kewajiban tersebut dipertanggungjawabkan dalam
neraca.
Berdasarkan hal tersebut, sistem dan prosedur pelaksanaan anggaran
meliputi: (1) sistem dan prosedur pendapatan dan penerimaan
pembiayaan, (2) sistem dan prosedur belanja dan pengeluaran
pembiayaan, (3) sistem dan prosedur aset, dan (4) sistem dan prosedur
kewajiban.
c. Sistem dan Prosedur Pertanggungjawaban
Sistem dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD merupakan
sistem dan prosedur penyusunan laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD. Sistem dan prosedur pertanggungjawaban yang diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 meliputi
sistem dan prosedur pada (1) SKPD dan (2) SKPKD. Sistem dan prosedur
pertanggungjawaban sebelum peraturan tersebut dilakukan secara
terpusat pada biro/bagian keuangan.
7. Pertanggungjawaban
Sesuai dengan SAP dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku
terkait pengelolaan keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD diungkapkan dalam LKPD, yang terdiri atas (1) laporan realisasi
APBD, (2) neraca, (3) laporan arus kas, dan (4) catatan atas laporan
keuangan dilampiri ikhtisar laporan keuangan perusahaan daerah dan
badan lainnya.
Beberapa titik rawan dalam PKD:
� Pengadaan barang dan jasa
� Pengelolaan dana Optimalisasi
� Dana terkait Pilkada
� Dana Transfer dari Pusat dan Hibah
� Dana kegiatan insidentil seperti bencana dan bantuan sosial
“Metodologi Pemeriksaan 11-12 dengan LKPP”
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
A. STANDAR
Mengacu kepada standar pekerjaan lapangan dan tambahannya
sebagaimana diatas dijelaskan.
B. Panduan Manajemen Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan atas kegiatan pekerjaan pemeriksaan dan
pengakhiran pemeriksaan meliputi enam tahap:
� Komunikasi awal; Komunikasi awal dengan pimpinan entitas yang
diperiksa bertujuan untuk menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan
yang meliputi tujuan, lingkup, jadwal waktu, dan kebutuhan
dokumen yang diperiksa, serta menjelaskan komposisi tim
pemeriksa yang tercantum dalam surat tugas.
� Pelaksanaan P2; Pelaksanaan P2 dilakukan oleh tim pemeriksa
sesuai pembagian tugas dan PKP. Pelaksanaan P2 ditujukan untuk
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten.
� Penyusunan KKP; KKP adalah catatan yang diselenggarakan oleh
pemeriksa tentang prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan,
pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan
yang dibuat sehubungan dengan penugasan pemeriksaan.
� Penyusunan TP; Temuan Pemeriksaan (TP) merupakan temuan
atau indikasi permasalahan yang diperoleh selama pemeriksaan.
Pada dasarnya, TP terkait dengan:
� Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundangundangan, penyimpangan, dan ketidakpatutan yang
material untuk dilaporkan;
� Kelemahan sistem pengendalian intern yang material untuk
dilaporkan;
� Kegagalan suatu program yang diperiksa; dan
� Ketidaksesuaian kondisi dengan kriteria yang ditetapkan.
TP memuat unsur sebagai berikut:
1. Judul, berisi satu frase yang terdiri dari dua atau lebih kata,
tetapi bukan kalimat, singkat, dan jelas yang menggambarkan
suatu kondisi atau kombinasi kondisi dengan akibat yang
signifikan.
2. Kondisi, berisi data/informasi/bukti atas suatu keadaan yang
disajikan secara obyektif dan relevan berdasarkan fakta yang
ditemukan pemeriksa di lapangan.
3. Kriteria, berisi data/informasi yang menggambarkan
keadaan yang diharapkan/seharusnya terjadi. Kriteria akan
mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit,
dan lengkap.
4. Akibat, menjelaskan secara logis pengaruh dari perbedaan
antara kondisi (apa yang ditemukan pemeriksa) dengan
kriteria (apa yang seharusnya terjadi). Akibat lebih mudah
dipahami bila dinyatakan secara jelas dan terinci. Signifikansi
dari akibat yang dilaporkan ditunjukkan oleh bukti yang
meyakinkan.
5. Sebab, memberikan bukti yang meyakinkan mengenai factor
yang menjadi sumber perbedaaan antara kondisi dan kriteria.
Dalam melaporkan sebab, pemeriksa harus
mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat
memberikan argumen yang meyakinkan dan logis bahwa
sebab yang diungkapkan merupakan faktor utama terjadinya
perbedaan
6. Komentar Instansi, merupakan tanggapan oleh entitas yang
diperiksa terhadap indikasi temuan. Komentar instansi tidak
harus diperoleh dalam suatu pelaksanaan pemeriksaan.
� Komunikasi Akhir (Penyampaian TP); Apabila masih terdapat hal
yang belum selesai didiskusikan atau masih terdapat permasalahan
yang belum jelas, maka tim pemeriksa dapat melakukan
pembahasan akhir.
� Pengakhiran pemeriksaan. Pengakhiran pemeriksaan meliputi
kegiatan dalam rangka mengakhiri tahapan pelaksanaan
pemeriksaan sebagai bentuk pertanggungjawaban tim pemeriksa
baik secara teknis maupun administratif.
C. Metodologi Pemeriksaan
� Pengujian analitis Terinci‐> dalam pelaksanaan pemeriksaan dapat
dilakukan dengan (1) Analisa Data, (2) Teknik Prediktif, dan (3) Analisa
Rasio dan Tren, sesuai dengan area yang telah ditetapkan sebagai uji
petik. Pengujian analitis dilakukan dengan cara membandingkan antara
unsur‐unsur laporan keuangan serta informasi nonkeuangan yang
terkait secara terinci.
� Pengujian terhadap sistem pengendalian intern meliputi pengujian
yang dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain dan
implementasi sistem pengendalian intern. Kaitkan dengan Subtantif
yang mendalam atau terbatas, menguji asersi manajemen dan jika
dalam SIBK cek general dan aplication controlnya.
� Pengujian Substantif Atas Transaksi Dan Saldo Akun-> Pengujian
subtantif transaksi dan saldo dilakukan untuk meyakini asersi
manajemen atas laporan keuangan pihak yang terperiksa, yaitu: (1)
Keberadaan dan keterjadian, (2) Kelengkapan, (3) Hak dan kewajiban,
(4) Penilaian dan pengalokasian, dan (5) Penyajian dan pengungkapan.
� Penyelesaian Penugasan (Juknis Pemeriksaan Lkpp)->
Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan
untuk mereviu tiga hal, yaitu kewajiban kontinjensi,
kontrak/komitmen jangka panjang, dan kejadian setelah tanggal neraca
� Penyusunan Ikhtisar Koreksi (Juknis Pemeriksaan Lkpp)->
Ikhtisar Koreksi merupakan rekapitulasi koreksi atau penyesuaian
(adjustments) yang diusulkan tim pemeriksa kepada pemerintah pusat.
Koreksi pemeriksaan yang dimasukkan tersebut merupakan koreksi
terhadap LKPP dan LKKL yang nilainya di atas nilai TE dan secara
keseluruhan di atas nilai materialitas
� Konsep Temuan Pemeriksaan atas LKPP dan LKKL merupakan
permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa yang
perludikomunikasikan kepada pemerintah pusat. Permasalahan
tersebut meliputi:
• Ketidakefektivan sistem pengendalian intern,
• Kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang‐undangan,
• Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan
yang signifikan, dan
• Ikhtisar koreksi.
� Penyampaian Dan Pembahasan Konsep Temuan Pemeriksaan
Dengan Pejabat Entitas Yang Berwenang-> Dalam hal pemeriksaan
dilakukan terhadap LKPP maka pejabat yang berwenang adalah
Menteri Keuangan. Sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan
terhadap Laporan keuangan Kementerian/Lembaga maka pejabat
berwenang yang dimasksud adalah Menteri/Pimpinan Lembaga atau
Sekretaris Menteri/Pimpinan Lembaga. Konsep temuan yang telah
disampaikan oleh ketua tim pemeriksa kemudian dibahas bersama
dengan pejabat yang berwenang di entitas tersebut. Apabila
pemerintah menolak ikhtisar koreksi, temuan SPI dan ketidakpatuhan
akan berpengaruh terhadap Opini.
� Perolehan Tanggapan Resmi Dan Tertulis-> Dalam Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan
LKPP dan LKKL dijelaskan mengenai kegiatan Perolehan tanggapan
resmi dan tertulis.
� Penyampaian Temuan Pemeriksaan merupakan akhir dari
pekerjaan lapangan pemeriksaan keuangan. Hal ini merupakan batas
tanggung jawab pemeriksa terhadap kondisi laporan keuangan yang
diperiksa. Oleh karena itu, tanggal penyampaian temuan pemeriksaan
tersebut merupakan tanggal laporan hasil pemeriksaan
PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KEUANGAN
A. STANDAR
Mengacu ke Standar Pelaporan dan Tambahannya.
B. Panduan Manajemen Pelaporan
Pelaporan hasil pemeriksan meliputi enam tahap:
1. Penyusunan konsep LHP; Setelah berakhirnya pelaksanaan
pemeriksaan di lapangan, tim pemeriksa melakukan diskusi dengan
pengendali teknis untuk membahas kelayakan indikasi temuan yang
terdapat dalam TP untuk menyusun konsep LHP. Pengendali teknis
mereviu TP dan daftar TP yang tidak layak atau batal. TP yang tidak
layak atau batal dimungkinkan dimuat di dalam konsep LHP apabila
dianggap relevan dan didukung dengan bukti yang cukup. Konsep
LHP bersifat rahasia sehingga perlu diberikan tanda bayang
(watermark) “RAHASIA”. Dengan demikian, konsep LHP harus dijaga
kerahasiaannya
2. Penganalisisan dan pereviuan konsep LHP oleh pengendali
teknis; Penganalisisan oleh pengendali teknis dilakukan untuk
membandingkan konsep LHP dengan risalah diskusi dan
memperhatikan hal‐hal sebagai berikut:
a. Terpenuhinya unsur‐unsur temuan seperti kondisi, kriteria,
akibat, sebab, dan rekomendasi sesuai dengan SPKN;
b. Terpenuhinya tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah
diungkapkan dalam P2; dan
c. Terpenuhinya kebenaran pembahasaan
3. Penganalisisan dan Pereviuan Konsep LHP oleh Penanggung
Jawab-> Konsep LHP yang disampaikan oleh pengendali teknis
dianalisis dan direviu kesesuaiannya dengan SPKN oleh penanggung
jawab.Penanggung jawab mengidentifikasi unsur LHP yang
merupakan informasi rahasia dan indikasi Tindak Pidana Korupsi
(TPK).
4. Perolehan tanggapan atas konsep LHP dari pimpinan entitas
yang diperiksa; Tanggapan terhadap konsep LHP tersebut meliputi
kesanggupanentitas yang diperiksa menindaklanjuti rekomendasi
yang diusulkandi dalam konsep LHP dan informasi rahasia
5. Pembahasan Konsep LHP dengan Pemberi Tugas Penanggung
jawab mempertimbangkan tanggapan atas konsep LHP dari
pimpinan entitas yang diperiksa sebelum menyampaikan konsep
LHP tersebut kepada pemberi tugas. Penanggung jawab juga
menyampaikan konsep surat keluar dilampiri dengan konsep LHP,
informasi rahasia, dan indikasi TPK kepada pemberi tugas.
6. Penerbitan dan penyampaian LHP-> Konsep LHP yang telah
disetujui pemberi tugas menjadi LHP dapat diterbitkan dan
disampaikan kepada pemilik kepentingan dalam waktu yang telah
ditentukan dalam Program Pemeriksaan (P2).
Penerbitan LHP dapat mempunyai konsekuensi hukum baik terhadap
pemeriksa maupun pihak yang diperiksa. Konsekuensi hukum ini dapat
berupa tuntutan/gugatan hukum atas LHP dan konsekuensi hukum
lainnya. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepada tim
pemeriksa diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan. BPK
menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan semester kepada lembaga
perwakilan dan presiden/gubernur/bupati/walikota selambat‐lambatnya
tiga bulan setelah semester berakhir.
C. METODOLOGI PENYUSUNAN LHP
a. Penyusunan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan-> Konsep laporan
hasil pemeriksaan disusun oleh ketua tim pemeriksa dan disupervisi
oleh pengendali teknis.
� Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan atas Laporan Keuangan
terdiri atas : Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan;
Laporan atas Kepatuhan; dan Laporan atas Pengendalian Intern.
Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan merupakan
laporan utama. Laporan ini mengungkapkan:
• Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan
kewajaran atas Laporan Keuangan memuat: judul “Laporan
Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan”, dasar
pemeriksaan, tanggung jawab pemeriksa kecuali untuk opini
tidak dapat menyatakan pendapat, tanggung jawab
penyusunan Laporan Keuangan, standar pemeriksaan dan
keyakinan pemeriksa untuk memberikan pendapat, kecuali
opini tidak dapat menyatakan pendapat, alasan opini
pengecualian/tidak menyatakan pendapat/tidak wajar
(termasuk kelemahan SPI dan/atau temuan kepatuhan yang
terkait secara material terhadap kewajaran penyajian Laporan
Keuangan jika ada,
• paragraf rujukan tentang penerbitan laporan atas kepatuhan
dan laporan atas pengendalian intern jika ada
• opini,
• tempat dan tanggal penanda‐tanganan laporan hasil
pemeriksaan,
• tanda tangan, nama penandatangan, dan nomor register
akuntan.
• Laporan Keuangan yang terdiri atas Neraca, Laba/Rugi, LRA,
Laporan Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.
• Gambaran Umum Pemeriksaan yang memuat tentang: dasar
hukum pemeriksaan, tujuan pemeriksaan, sasaran
pemeriksaan, standar pemeriksaan, metode pemeriksaan,
waktu pemeriksaan, obyek pemeriksaan, batasan pemeriksaan.
� Jenis Opini‐> Opini terhadap kewajaran atas Laporan Keuangan yang
dapat diberikan adalah salah satu di antara empat opini sebagai
berikut:
• Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)‐> menyatakan
bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua
hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi.
• Wajar dengan pengecualian (qualified opinion)‐> menyatakan
bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua
hal yang material sesuai Standar Akuntansi, kecuali dampak
hal‐hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal‐hal
yang dikecualikan dinyatakan dalam laporan hasil pemeriksaan
yang memuat opini tersebut.
• Tidak Wajar (adverse opinion)‐> menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai
dengan Standar Akuntansi.
• Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Dapat Menyatakan
Pendapat (disclaimer opinion)‐> menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua
hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi.
Dasar penetapan opini atas Laporan Keuangan dilakukan dengan
mempertimbangkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004,
opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria:
o kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,
o kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),
o kepatuhan perundang‐undangan, dan
o efektivitas sistem pengendalian intern.
� Di samping itu, di dalam penetapan opini pemeriksa, pemeriksa
mempertimbangkan SPKN, ketidaksesuaian dan ketidakcukupan
pengungkapan laporan keuangan dikaitkan dengan tingkat
materialitas yang telah ditetapkan, tanggapan pemerintah pusat atas
hasil pemeriksaan, dan surat representasi.
� Pelaporan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang‐undangan
didasarkan pada standar pemeriksaan, pemeriksa dalam melakukan
pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundangan‐undangan.
� Pelaporan Sistem Pengendalian Intern meliputi efektivitas sistem
pengendalian intern terkait laporan keuangan.
� Penandatangan Laporan Hasil Pemeriksaan‐> Pada dasarnya,
penanda tangan laporan hasil pemeriksaan adalah Badan, dengan
memperhatikan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Apabila
Badan Pemeriksa Keuangan menunjuk kantor akuntan publik untuk
melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan untuk dan atas
nama BPK maka penandatangan laporan hasil pemeriksaan adalah
rekan yang menjadi penanggung jawab pemeriksaan tersebut.
Penandatanganan laporan tersebut harus melalui kendali mutu
(quality control) secara berjenjang dari tingkat pemeriksa, ketua tim
pemeriksa dan pengendali teknis yang tertuang dalam kertas kerja
pemeriksaan serta memenuhi proses keyakinan mutu (quality
assurance).
b. Penyampaian Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan Kepada Pejabat
Entitas Yang Berwenang‐> Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
yang telah disetujui penanggung jawab harus disampaikan kepada
pimpinan entitas sebelum batas akhir waktu penyampaian Laporan
keuangan yang telah diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi
entitas. Penyampaian konsep LHP tersebut harus mempertimbangkan
waktu bagi entitas untuk melakukan pemahaman dan pembahasan
bersama dengan BPK dan proses penyelesaian LHP secara keseluruhan
sebelum batas akhir waktu penyampaian Laporan keuangan yang telah
diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi entitas.
c. Pembahasan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Pejabat
Entitas Yang Berwenan‐> Konsep LHP yang telah disetujui penanggung
jawab dibahas bersama dengan pimpinan entitas yang diperiksa.
Pembahasan konsep LHP dengan pejabat entitas yang diperiksa
diselenggarakan oleh penanggung jawab dan dilakukan untuk (a)
membicarakan kesimpulan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, dan
(b) Kemungkinan tindak lanjut yang akan dilakukan.
d. Perolehan Surat Representasi‐> Sesuai SPAP SA Seksi 333 [PSA No.17]
Representasi Manajemen, pemeriksa harus memperoleh surat
representasi yang dilampiri dengan laporan keuangan yang akan
disampaikan menteri/pimpinan lembaga kepada DPR‐RI dari Kepala
Negara
e. Penyusunan Konsep Akhir dan Penyampaian Laporan Hasil
Pemeriksaan‐> Berdasarkan hasil pembahasan atas konsep LHP
tersebut, tim pemeriksa menyusun konsep akhir LHP. Konsep akhir
tersebut disupervisi oleh pengendali teknis dan ditandatangani oleh
penandatangan LHP.
NGARANG‐NGARANG
1. Jenis pemeriksaan BPK. Macam dan perbedaan!
ADA 3
2. Bagaimana hubungan SPKN dan The International Standards of
Supreme Audit Institutions (ISSAI)?
SPKN telah mempertimbangkan dalam referensinya Auditing
Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions
15 (INTOSAI), Latest Ammendment 1995. SPKN sendiri diterbitkan
2007 sedang ISSAI framework baru disusun 2007 dan lengkap serta di
endorsed pertamakali tahun 2010. Kemungkinan belum 100% comply
terhadap ISSAI namun secara prinsip karena SPKN mengadopsi banyak
standar mungkin 11‐12 juga. Lengkapnya silakan disimak wkwkw :
Uraian SPKN ISSAI
Sumber Pernyataan
Standar Umum
pertama
Paragraf 3
ISSAI-100 paragraph
39
Pernyataa
n Standar
Pemeriksa
secara kolektif
harus memiliki
kecakapan
profesional
yang memadai
untuk
melaksanakan
tugas
pemeriksaan
Auditors should possess
or have access to the
necessary skills
Persyarat
an
Pendidika
n
Berkelanj
utan
Setiap 2 tahun
harus
menyelesaikan
paling tidak 80
jam pendidikan
yang secara
langsung
meningkatkan
kecakapan
profesional
pemeriksa
untuk
Tidak ditetapkan secara
spesifik
melaksanakan
pemeriksaan.
Sedikitnya 24
jam dari 80 jam
pendidikan
tersebut harus
dalam hal yang
berhubungan
langsung
dengan
pemeriksaan
keuangan
negara.
Sedikitnya 20
jam dari 80 jam
tersebut harus
diselesaikan
dalam 1 tahun
dari periode 2
tahun.
Tanggung
organisas
i
memastik
an
persyarat
an
pendidika
n
berkelanj
utan
jawab
dalam
Organisasi
harus
menyelenggara
kan
dokumentasi
tentang
pendidikan
yang sudah
diselesaikan
Tidak ditetapkan
Topik
pendidika
n
profesion
al
berkelanj
utan yang
disaranka
n
Perkembangan
mutakhir dalam
metodologi dan
standar
pemeriksaan,
prinsip
akuntansi,
penilaian atas
pengendalian
intern, prinsip
manajemen atau
supervisi,
pemeriksaaan
atas sistem
informasi,
sampling
pemeriksaan,
analisis laporan
keuangan,
manajemen
keuangan,
Tidak ditetapkan
statistik, disain
evaluasi, dan
analisis data.
Persyarat
an
Kemamp
uan/Keah
lian
Pemeriks
a
a. Pengetahuan
tentang Standar
Pemeriksaan
yang dapat
diterapkan
terhadap jenis
pemeriksaan
yang ditugaskan
serta memiliki
latar
belakangpendid
ikan, keahlian
dan pengalaman
untuk
menerapkan
pengetahuan
tersebut dalam
pemeriksaan
yang
dilaksanakan.
b. Pengetahuan
umum tentang
lingkungan
entitas,
program, dan
kegiatan yang
diperiksa
(obyek
pemeriksaan).
c. Keterampilan
berkomunikasi
secara jelas dan
efektif, baik
secara lisan
maupun tulisan.
d. Keterampilan
yang memadai
untuk
pemeriksaan
yang
dilaksanakan
Pemahaman dan
pengalaman atas jenis
pemeriksaan yang
dilaksanakan,
pengetahuan mengenai
standar dan peraturan
terkaitdengan
pemeriksaan,
pemahaman atas bidang
di mana entitas
terperiksa beroperasi,
dan kemampuan serta
pengalaman untuk
menetapkan sebuah
professional judgement
Standar Umum
Kedua
Standar Umum
Sumber PSP 01 Standar
Umum SPKN
Per BPK RI
‐ ISSAI 1 “Lima
Declaration of
Guidelines on Auditing
Nomor 01
Tahun 2007
Precepts”
‐ ISSAI 10 “Mexico
Declaration on SAI
Independence”
‐ ISSAI 100
“Fundamental
Principles Public Sector
Auditing”
Pernyataa
n Standar
“Dalam semua
hal yang
berkaitan
dengan
pekerjaan
pemeriksaan,
organisasi
pemeriksa dan
pemeriksa,
harus bebas
dalam sikap
mental dan
penampilan dari
gangguan
pribadi, ekstern,
dan organisasi
yang dapat
mempengaruhi
independensiny
a”.
Auditors should comply
with the relevant ethical
requirements and be
independent
Jenis
Independ
ensi
1. independensi
dalam sikap
mental
(independent in
fact)
2. independensi
dalam
penampilan
perilaku
(independent in
appearance)
1. Independenceof
Supreme Audit
Institutions
2. Independenceofthe
members and officials of
Supreme Audit
Institutions
3. Financial
independence of
Supreme Audit
Institutions
Jenis
gangguan
independ
ensi
1. GAngguan
pribadi
2. Gangguan
Ekstern
3. Gangguan
organisasi
Tidak dicantumkan
secara terpisah
Profesional
Judgement
Sumber Pernyataan
Standar Umum
ketiga Paragraf
27
ISSAI‐100 paragraph 37
Pernyataa
n Standar
Dalam
pelaksanaan
pemeriksaan
Auditors should
maintain appropriate
professional behaviour
serta
penyusunan
laporan
hasilpemeriksaa
n, pemeriksa
wajib
menggunakan
kemahiran
profesionalnya
secara cermat
dan seksama
by applying
professionalscepticism,
professional judgment
and due care
throughout the audit
Skeptism
e
Profesion
al
sikap yang
mencakup
pikiran yang
selalu
mempertanyaka
n dan
melakukan
evaluasi secara
kritis terhadap
bukti
pemeriksaan
Maintaining
professional distance
and an alert and
questioning attitude
when assessing the
sufficiency and
appropriateness of
evidence obtained
throughout
the audit
Due Care Tidak
disebutkan di
dalam SPKN
terkait
pengertian due
care secara
tersendiri,
tetapi
disebutkan
bahwa
kemahiran
profesional
secara cermat
dan seksama
digunakan
dalam:
menentukan
jenis
pemeriksaan
dan standar
yang akan
diterapkan
terhadap
pemeriksaan;
menentukan
lingkup
pemeriksaan,
memilih
metodologi
menentukan
jenis dan jumlah
bukti yang akan
means that the auditor
should plan and conduct
audits in a diligent
manner. Auditors
should avoid any
conduct that might
discredit their work
dikumpulkan
memilih
pengujian dan
prosedur
pelaksanaan
pemeriksaan
Penerapa
n Standar
Pemeriks
aan
Dalam keadaan
pemeriksa tidak
dapat mematuhi
Standar
Pemeriksaan
yang berlaku
maka harus
diungkapkan di
dalam laporan
hasil
pemeriksaan
Tidak diatur lebih lanjut
Tanggung
Jawab
pemeriks
a
Penerapan
kemahiran
profesionalnya
secara cermat
dan seksama,
tidak berarti
bahwa tanggung
jawab
pemeriksa tidak
terbatas, dan
tidak berarti
juga bahwa
pemeriksa tidak
melakukan
kekeliruan.
Tidak diatur lebih lanjut
Pengendalian
Mutu
Sumber Pernyataan
Standar Umum
pertama
Paragraf 34
ISSAI‐100 paragraph 38
Pernyataa
n Standar
Setiap
organisasi
pemeriksa yang
melaksanakan
pemeriksaan
berdasarkan
Standar
Pemeriksaan
harus memiliki
sistem
pengendalian
mutu yang
memadai, dan
sistem
Pengendalian
mutu tersebut
Auditors should
perform the audit in
accordance with
professional standards
on quality control
harus direviu
oleh pihak lain
yang kompeten
(pengendalian
mutu ekstern)
Reviu
terhadap
Sistem
Pengenda
lian Mutu
5 Tahun sekali Tidak ditetapkan
Syarat
pelaksana
an reviu
atas
Sistem
Pengenda
lian Mutu
Ada Tidak ditetapkan
Syarat
pemeriks
a yang
melakuka
n reviu
atas
Sistem
Pengenda
lian Mutu
Ada Tidak ditetapkan
Elemen
Sistem
Pengenda
lian Mutu
Ada Tidak ditetapkan
Thanx mrs Chrisna
3. Mekanisme Penentuan Opini??
Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004, opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria:
� kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,
� kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),
� kepatuhan perundang‐undangan, dan
� efektivitas sistem pengendalian intern. Selain itu,pemeriksa
mempertimbangkan SPKN, ketidaksesuaian dan ketidakcukupan
pengungkapan LKPP dan LKKL dikaitkan dengan tingkat materialitas
yang telah ditetapkan, tanggapan pemerintah pusat atas hasil
pemeriksaan, dan surat representasi.
4. Hubungan Opini WTP dengan Tipikor, apakah WTP mencerminkan
pengelolaan keuangan sudah bebas korupsi? Jika tidak lalu apa
gunanya WTP?
Ada dua pendapat ASLINYA..
1. Seharusnya Iya, karena kriteria pemberian opini oleh BPK
didasarkan pada 3 hal, yaitu kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan termasuk kesesuaian dengan SAP, kecukupan
dalam pengungkapan, efektifitas SPIP, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Bahkan termasuk ketaatan
terhadap tindak lanjut yang dilakukan oleh instansi pemerintah
terhadap rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Jika pemeriksaan
BPK terhadap pelaksanaan anggaran pada suatu tahun anggaran
tidak menemukan hal‐hal yang material dan signifikan pada
keempat kriteria tersebut, maka seyogyanya opini WTP diberikan
dan harusnya hal itu dapat menjamin bahwa pengelolaan
keuangan yang diperiksanya pada tahun anggaran tersebut telah
bebas korupsi, bukan hanya bebas dari salah saji semata
.Konservatif supaya WTP tidak diobral sembarangan, selain
karena masyarakat awam belum faham WTP dijadikan stempel
bersih oleh para pimpinan.
2. Tidak Mesti, auditor BPK memiliki keterbatasan dalam hal sampel
pemeriksaan yang disebabkan jangka waktu pemeriksaan yang
terbatas. Oleh karena itu, meskipun opini WTP telah diberikan
kepada suatu instansi pemerintah, tidak menutup kemungkinan
masih ada kasus korupsi yang akan terkuak di belakang hari.
Dalam WTP, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan yang
diperiksa telah disajikan dengan standar akuntansi. Opini WTP
diberikan apabila terdapat keadaan berikut:
o Bukti audit yang dibutuhkan telah terkumpul secara
mencukupi dan auditor telah menjalankan tugasnya
sedemikian rupa, sehingga ia dapat memastikan bahwa ketiga
standar pelaksanaan kerja lapangan telah ditaati;
o Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam
perikatan kerja;
o Laporan keuangan yang diaudit disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang lazim yang berlaku di Indonesia yang
diterapkan pula secara konsisten pada laporan‐ laporan
sebelumnya. Demikian pula penjelasan yang mencukupi telah
disertakan pada catatan kaki dan bagian‐bagian lain dari
laporan keuangan;
o Tidak terdapat ketidakpastian yang cukup berarti (no material
uncertainties) mengenai perkembangan di masa mendatang
yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau dipecahkan
secara memuaskan.
Meskipun demikian adalah tanggung jawab bahwa WTP
diberikan manakala auditor berdasarkan hasil pengujian yakin
tidak ada salah saji material (salahsaji merupakan gejala dari
ketidakberesan pengelolaan keuangan) sehingga perlu benar‐
benar dipertimbangkan dalam perencanaan dan uji subtantif
untuk mendeteksi (fungsi audit L/K kan lebih kesini) salahsaji
ini sebagai pintu masuk ke Tipikor.
5. Jelaskan tahapan‐tahapan dalam pemeriksaan keuangan?
6. Dalam pemeriksaan ditemukan Fraud, namun dalam P2 tidak didesain
untuk mendeteksi fraud, apa yang harus dilakukan auditor?
Harusnya sih P2 sudah didesain untuk itu sesuai PSP Tambahan 03‐>
Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan
dari Ketentuan Peraturan Perundang‐undangan, Kecurangan (Fraud),
serta Ketidakpatutan (Abuse) Pemeriksa harus merancang
pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berpengaruh
langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika
ditengah jalan menemukan fraud ya tetap ditelusuri sesuai dengan
jangka waktu dan P2 (cukup waktu, biaya, metode) jika tidak mampu
bisa di state dalam LHP supaya menjadi atensi dan diajukan
pemeriksaan PDTT.
Versi lain
Apabila tim pemeriksa menemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi
(TPK) dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan, ketua tim segera
melaporkannya kepada pengendali teknis. Indikasi TPK tersebut
dilaporkan oleh pengendali teknis kepada penanggung jawab untuk
dilaporkan kepada Anggota terkait melalui Tortama dengan meminta
pertimbangan Ditama Binbangkum dan pejabat struktural terkait
dengan kelayakan untuk diproses hukum lebih lanjut. Tata cara
penyampaian indikasi TPK mengacu pada kesepakatan bersama BPK
dan Kejaksaan Agung RI serta kesepakatan bersama antara BPK dan
KPK.
7. Isi LHP BPK?
Di dalam penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan, hal‐hal berikut
menjadi perhatian ketua tim dan pengendali teknis yaitu: (1) Jenis
laporan hasil pemeriksaan, (2) Jenis opini, (3) Dasar penetapan opini,
(4) Pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan
perundangundangan, (5) Pelaporan tentang sistem pengendalian intern,
dan (6) Penandatangan laporan hasil pemeriksaan.
VERSI LENGKAP
1) Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan kewajaran
atas Laporan Keuangan, berupa:
a. judul “Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan”,
b. dasar pemeriksaan,
c. tanggung jawab pemeriksa kecuali untuk opini tidak
dapatmenyatakan pendapat,
d. tanggung jawab penyusunan Laporan Keuangan,
e. standar pemeriksaan dan keyakinan pemeriksa untuk memberikan
pendapat, kecuali opini tidak dapat menyatakan pendapat,
f. alasan opini pengecualian/tidak menyatakan pendapat/tidak wajar
(termasuk kelemahan SPI dan/atau temuan kepatuhan yang terkait
secara material terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan
jika ada,
g. paragraf rujukan tentang penerbitan laporan atas kepatuhan dan
laporan atas pengendalian intern jika ada,
h. Opini
i. tempat dan tanggal penanda‐tanganan laporan hasilpemeriksaan,
dan
j. tanda tangan, nama penandatangan, dan nomor register akuntan.
2) Laporan Keuangan terdiri atas Neraca, Laba/Rugi, LRA, Laporan Arus
Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.
3) Gambaran Umum Pemeriksaan yang memuat tentang: (1) dasar hukum
pemeriksaan, (2) tujuan pemeriksaan, (3) sasaran pemeriksaan, (4)
standar pemeriksaan, (5) metode pemeriksaan, (6) waktu
pemeriksaan, (7) obyek pemeriksaan dan (8) batasan pemeriksaan.
top related