refrat cardiomiopati fix
Post on 22-Dec-2015
50 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar
pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun
terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan
jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.
Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia diperkirakan
mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus
meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa
normal. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah
akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam
setelah makan.
Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain
aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati. Sedikitnya setengah dari populasi penderita
diabetes lanjut usia tidak mengetahui kalau mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap
merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia.
Diabetes mellitus bertanggung jawab atas terjadinya komplikasi kardiovaskular seperti
peningkatan aterosklerosis pada arteri besar (karotid, aorta dan arteri femoralis) dan peningkatan
ateroskeloris pada coroner, yang dapat meningkatkan resiko terjadinya infark miokard dan
stroke. Mikroangiopati meliputi retinopati dan gagal ginjal yang dapat meningkatkan kelainan
pada jantung. Diabetes mellitus dapat juga mempengaruhi struktur jantung dan fungsi tidak
adanya perubahan tekanan darah dan penyakit arteri coroner, suatu kondisi yang disebut dengan
kardiomiopati diabetic.
Kardiomiopati diabetes didefinisikan sebagai seorang dengan diabetes dan terdapat
disfungsi sistolik dan diastolic ringan – sedang tanpa riwayat penyakit coroner, hipertensi,
penyakit katup jantung signifikan atau penyakit jantung kongenital.
Pada pasien diabetes mellitus dengan kariomiopati diabetes kemungkinan meninggal
18%, berkembang menjadi gagal jantung 22% dan pengembangan menjadi meninggal atau gagal
jantung 31% dalam 9 tahun. Tingginya angka kejadian pada kardiomiopati diabetes dan menjadi
salah satu penyebab mortalitas dari pasien dengan diabetes mellitus maka akan menjadi salah
satu pembahasan dalam penulisan referat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjaid karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi menurut ADA, 2005 :
Tipe 1 DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah
sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus,
sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau
kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin
seumur hidup.
Tipe 2 DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi
fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang.
Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan
obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun.
Tipe lain a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
Diabetes
mellitus
gestasional
Klasifikasi menurut PERKENI
DIABETES MELITUS PADA USIA TUA
Tua adalah suatu keadaan yang dapat dipandang dari tiga sisi kronilogis, biologis dan
psikologis. WHO memberikan definisi bahwa seseorang disebut tua atau usia lanjut apabila
orang itu secara kronologis berumur 65 tahun atau lebih. Seseorang yang belum berusia 65
tahun, tetapi secara fisik sudah tampak usia 65 tahun karena suatu stress emosional, maka orang
tersebut masuk dalam definisi tua psikologis; lain halnya apabila seseorang tampak tua karena
menderita suatu penyakit kronik, maka orang tersebut tua fisik. Segmen akhir kehiduoan
menurut Krammer dan Schrier dibagi menjadi tiga subkelas, yaitu kelas young old (65-74 tahun),
kelas aged old (75-84 tahun) dan yang terakhir oldest old atau extreme aged adalah mereka yang
berumur lebih dari 84 tahun. Gangguan toleransi glukosa (GTG) adalah suatu keadaan perubahan
homeostasis glukosa sehingga didapatkan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan lebih tinggi
dari 140 mg/dL. Apabila kadar tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200 mg/dL keadaan
tersebut dimasukkan dalah kriteria diabetes mellitus (DM). WHO menyebutkan bahwa tiap
kenaikan satu decade umur, kadar glukosa darah puasa akan naik 1-2 mg/dl dan 5.6-13 mg/dL
pada 2 jam sesudah makan.
Pada populasi orang tua terjadi perubahan-perubahan terkait bertambahnya usia, seperti
regulasi-regulasi terkait genetik, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan yang berkontribusi pada
munculnya diabetes mellitus. Pada pembahasan patofisologi ini, Kami akan fokuskan pada DM
tipe 2, dimana terutama terkait dengan perubahan-perubahan pada tubuh terkait usia.
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor
yaitu, yaitu:
1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot dan peningkatan
jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor
insulin.
2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.
3. Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga persentase asupan
karbohidrat meningkat.
4. Perubahan neuro-hormonal khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan
dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia lanjut yang mengakibatkan
penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta turunnya
aksi insulin.
Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat adanya
peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-otot skeletal disebabkan
penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier protein GLUT4. Umur merupakan faktor
independen sendiri yang mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin. Pada usia tua terjadi
perubahan distribusi lemak dengan lemak visceral semakin bertambah dan lemak subkutan
menurun. Adiposit visceral terkait dengan resistensi insulin dan diabetes pada wanita yang lebih
tua. Selain itu, penelitian pada orang tua yang sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot
dan hati yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring bertambah
usia abnormalitas mitokondria semakin ditemukan. Meskipun, deposisi lemak visceral
merupakan bagian normal dari penuaan, ia merupakan mekanisme patogenik utama dari
resistensi insulin.
Pola hidup juga berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin termasuk di
dalamnya perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak saturasi, gula, dan
penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot dan penurunan kekuatan.
Faktor lain yang mempengaruhi turunnya toleransi terhadap glukosa adalah perubahan
sekresi hormon-hormon derivat jaringan adiposa, seperti adiponektin dan leptin. Level leptin
menurun seiring usia, dengan penurunan lebih banyak di wanita dibanding pria. Leptin akan
menurunkan selera makan, dan penurunannya akan berkontribusi pada peningkatan adiposit dan
perubahan komposisi ini terlihat pada orang tua. Adiponektin, merupakan protein dengan
kemampuan anti-inflamasi, yang mana kemudian diketahui memiliki efek mengurangi resistensi
insulin. Kadarnya yang tinggi pada orang tua terkait dengan penurunan risiko diabetes.
Selanjutnya, pada usia tua terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Sebagai respon dari
peningkatan kadar glukosa, insulin normalnya disekresikan dalam dua fase, fase pertama sebagai
fase inisial (0-10 menit), yang diikuti oleh fase kedua (10-120 menit) yang secara berkelanjutan
dibutuhkan untuk menjaga darah dalam kondisi euglikemia. Sebuah studi menunjukkan pada
orang tua terjadi reduksi sebesar 50% pada sekresi sel β pancreas. Penuaan juga dicirikan oleh
berkurangnya frekuensi dan amplitudo dari pengeluaran periodik insulin normal. Kehilangan
irama normal ini penting karena irama ini menghambat pengeluaran glukosa dari hepar.
Meskipun mekanisme ini belum sepenuhnya dimengerti, salah satu hipotesa yang mungkin
adalah gangguan pada fisiologi inkretin derivat gut. Inkretin merupakan dua hormon
gastrointestinal yaitu Gastric Inhibitory Polypeptide (GIP) dan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-
1), yang mana mempertinggi sekresi insulin saat adanya pemasukan glukosa dari oral. Pada
orang tua normal tanpa diabetes, pengeluaran dari GLP-1 lebih besar setelah pemasukan glukosa
tapi tidak meningkatkan insulin sesuai yang diharapkan, menandakan adanya resisten sel β
pancreas. Begitu diabetes berkembang, sekresi GLP-1 berkurang, dan sel-sel β menjadi resisten
terhadap efek GIP.
Berbagai faktor patogenik lainnya adalah penurunan pada fungsi sel-sel β termasuk
kenaikan asam lemak bebas seiring usia dan akumulasi lemak di dalam sel-sel β. Penurunan
massa sel-sel β pankreas dan deposit amilin juga berkontribusi.
Riwayat di keluarga dan genetik juga berkontribusi penting pada perkembangan diabetes pada
orang yang lebih tua, terutama pada mereka dengan pola hidup banyak duduk dan sedikit
aktivitas fisik dan berat yang bertambah seiring meningkatnya usia. Yang perlu diperhatikan juga
adalah munculnya penyakit lain dan pengobatan yang dapat merubah sensitivitas insulin, sekresi
insulin, maupun keduanya.
Manifestasi klinis
Proses menua yang terjadi pada usia lanjut dapat mempengaruhi penampilan klinis DM
pada lansia. Gejala klasik DM berupa poliuri, polidipsi dan polifagi tidak selalu tampak pada
lansia dengan DM karena seiring dengan bertambahnya usia akan terjadi kenaikan ambang batas
ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah
cukup tinggi.
DM pada lansia yang baru timbul saat tua umumnya bersifat asimptomatis atau ditemui
gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif
atau kemampuan fungsional berupa delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh dan
inkontinensia urin. Hal ini menyebabkan diagnosa DM pada lansia sering terlambat.
Manifestasi klinis pasien sebelum diagnosis DM dapat berupa:
1. Kardiovaskuler: hipertensi arterial, infark miokard.
2. Kaki: neuropati, ulkus.
3. Mata: katarak, retinopati proliferatif, kebutaan.
4. Ginjal: infeksi ginjal dan saluran kemih, proteinuria.
Diagnosis
Kriteria diagnosis DM pada lansia baik yang baru timbul setelah tua ataupun yang diderita
sejak muda dengan melihat kadar glukosa darah menurut American Diabetes Association yakni:
1. HbA1C ≥6,5 % atau
2. Gula darah puasa ≥126 mg/dL atau
3. Gula darah 2 jam pp ≥200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral
4. Gula darah sewaktu≥200 mg/dL pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis
hiperglikemia.
Komplikasi
1. Risiko Kardiovaskuler
Faktor-faktor risiko kardiovaskuler harus segera diatasi mengingat kebanyakan pasien
dengan diabetes banyak yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor
risiko ini diatasi dengan menggunakan statin, antihipertensi, dan antiplatelet.
Penggunaan obat-obatan ini juga harus diawasi efek sampingnya seperti hipotensi
postural, bradikardia dan mialgia, pendarahan, serta risiko terjatuh dan fraktur pada
orang tua yang lemah.
2. Peripheral arterial disease (PAD)
Risiko PAD meningkat pada usia yang lebih tua dan 3-6 kali lebih sering dijumpai pada
yang diabetes. Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada ekstremitas bawah, tekanan
disana cenderung meninggi. PAD menyebabkan kaki sakit saat digunakan, ulserasi, dan
gangrene, atau nyeri saat istirahat akibat iskemia, dengan potensi amputasi pada
ekstremitas bawah. Penatalaksanaan PAD diawali dengan pemberian obat-obatan seperti
antiplatelet, antihipertensi, statin, dan pengkontrolan diabetes. Program olahraga untuk
berjalan dapat dicoba, termasuk menggunakan sepatu yang sesuai dan nyaman,
perhatikan juga higienis kaki dan pencegahan yang tepat apabila terdapat infeksi, untuk
meminimalkan risiko amputasi.
3. Komorbiditas dan kelemahan fungsional
Masalah-masalah pada orang tua termasuk lemahnya penglihatan, kelemahan kognitif,
dan masalah sendi, yang mana dapat menghambat kemampuan pasien untuk
mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. Mereka lebih mudah terkena
defisiensi nutrisi dan mungkin melewatkan makan yang membuat mereka berisiko
terkena serangan hipoglikemi. Infeksi yang rekurens biasa terjadi pada orang tua dengan
episode hiperglikemia sebagai akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan kelemahan
ginjal dan hati, yang menyebabkan efek samping obat dapat meningkat.
4. Kehilangan penglihatan
Risiko berkembangnya retinopati dapat diminimalisir oleh pengkontrolan kadar glukosa
darah yang baik dan penatalaksanaan dengan menggunakan ACE inhibitor dianjurkan.
Untuk memonitor terjadinya ini, skrining retina harus dilakukan secara rutin.
5. Perawatan kaki
Masalah-masalah di kaki mungkin akan menyebabkan rasa sakit, morbiditas, dan
kelainan fungsional. Lemahnya penglihatan, berkurangnya ketangkasan, dan kelemahan
kognitif mungkin akan memperlambat rekognisi adanya masalah pada kaki yang
akhirnya memperlambat untuk mendapat penanganan yang sesuai, akhirnya
menyebabkan komplikasi yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan untuk
melihat adanya risiko kaki diabetic, pasien harus di edukasi untuk bisa memeriksa
kakinya, memperhatikan kebersihan daerah kaki, dan penggunaan sandal atau sepatu
yang nyaman.
6. Gait dan Keseimbangan
Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang serta
polifarmaasi pada pasien diabetes orang tua dapat berkontribusi pada peningkatan risiko
terjatuh dengan konsekuensi fisik dan psikologik. Dalam hal ini dibutuhkan peranan dari
berbagai multidisiplin.
7. Kelemahan
Pasien diabetes dengan kelemahan fisik dan kognitif harus diperhatikan karena pasien-
pasien ini rentan terhadap infeksi.
Tatalaksana
Hal pertama yang disarankan pada penderita diabetes usia lanjut adalah perubahan pola hidup
dan pengurangan berat badan. European Diabetes Working Party Guidelines menyarankan
HbA1c < 7.0% pada orang tua dengan komorbiditas minimal dan < 8.0% pada orang tua yang
lemah, meskipun standar ini dapat berubah-ubah pada setiap orangnya, dan harus
mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti tingkat disabilitas, angka harapan hidup, dan
ketaatan dalam pengobatan.
1. Monitoring kadar glukosa darah
Monitoring kadar glukosa darah penting sebagai edukasi ke pasien dan membantu
mereka untuk memahami penyakitnya, hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi
apabila terjadi hipoglikemia
2. Agen hipoglikemik oral
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan
metformin sebagai lini pertaa terapi kecuali mereka yang mempunyai kontraindikasi
seperti kerusakan ginjal, tanda-tanda kerusakan hati atau hipoksia. Hal ini disebabkan
metformin memiliki keuntungan kardiovaskular dan risiko terjadi hipoglikemia yang
rendah.
Sulfonilurea atau berbagai sediaan insulin secretagogues rapid-acting termasuk
repaglinide dan nateglinide, dapat digunakan sebagai lini pertama apabila penggunaan
metformin dikontraindikasikan atau dapat juga dengan pengkombinasian dengan
metformin saat target glikemik tidak tercapai. Hipoglikemia merupakan efek samping
serius pada orang tua, dan edukasi kepada pasien atau keluarga pasien merupakan hal
yang penting. Agen-agen long-acting seperti Glibenclamide sebaiknya dihindari
akibat risiko hipoglikemia yang cukup tinggi.
Thiazolidinediones dapat diberikan sebagai terapi tambahan atau juga dapat diberikan
sebagai monoterapi. Ia kontraindikasi pada penyakit hati atau NYHA 3 dan NYHA 4,
dan penggunaannya harus diawasi pada mereka yang kehilangan tulang atau fraktur.
Satu-satunya alpha-glucosidase yang dapat diterima adalah acarbose. Ia tidak
menyebabkan penambahan berat badan ataupun hipoglikemia saat digunakan
monoterapi. Ia dapat digunakan saat agen-agen lain tidak bisa ditoleransi, tetapi
penggunaannya terbatas akibat efek sampingnya pada gastrointestinal.
Agen-agen terbaru seperti Exenatide (analog glucagon-like peptide-1) dan Sitagliptin
(dipeptidyl peptidase-4 inhibitor). Exenatide dapat digunakan pada pasien obesitas.
Apabila agen ini digunakan sebagai monoterapi tidak menyebabkan hipoglikemia.
Akan tetapi, data keamanan mengenai obat-obat ini belum banyak.
3. Insulin
Keputusan penggunaan insulin harus didiskusikan bersama antara pasien dan keluarga.
Bagi orang tua yang tergantung kepada orang lain untuk memberikan insulin, pemberian
dosis long acting akan lebih nyaman, meskipun cara ini tidak akan memberikan kontrol
yang baik. Agen insulin terbaru yang long acting seperti Giargine dan Detemir dapat
memperbaiki control glikemi dengan frekuensi hipoglikemia yang lebih jarang.
Beberapa sindrom yang terkait dengan diabetes
1. Kelemahan kognitif
Diabetes terkait dengan peningkatan risiko demensia. Banyak orang tua dengan demensia
tidak terdiagnosa, terutama pada tahap awal. Orang tua dengan diabetes dan disfungsi
kognitif akan mengalami kesulitan melakukan manajemen terhadap diri sendiri. Fungsi
kognitif harus dinilai pada pasien diabetes ketika ada:
ketidakpatuhan terhadap terapi
episode hipoglikemi yang sering
kemunduran dari kontrol kadar glikemi tanpa ada keterangan yang jelas
2. Depresi
Depresi cukup sering terjadi pada orang tua dengan diabetes dibandingkan dengan orang
tua tanpa diabetes. Depresi juga jarang terdiagnosa dan kurang mendapat penanganan
yang baik.
Depresi dapat terkait dengan control glikemi yang jelek dan dapat meningkatkan risiko
kejadian koroner pada pasien diabetic. Identifikasi awal dengan menggunakan alat
skrining misalnya geriatric depression scale dan penatalaksanaanya mungkin dapat
membantu mendapatkan control kadar glikemik yang lebih baik.
3. Polifarmasi
Penggunaan obat-obatan yang banyak umum terjadi pada orang tua. Tata laksana
hiperglikemia dan fakor-faktor risikonya kadang meningkatkan jumlah obat-obatan yang
digunakan pada orang tua dengan diabetes. Efek samping dari obat-obatan ini dapat
mengeksaserbasi komorbiditas dan mengganggu kemampuan pasien untuk memanajemen
diabetesnya.
4. Terjatuh
Meningkatnya risiko terjatuh pada orang tua dengan diabetes merupakan suatu hal yang
multifaktorial. Adanya neuropati perifer atau perifer, menurunnya fungsi renal,
kelemahan otot, disabilitas fungsional, berkurangnya ketajaman penglihatan, polifarmasi,
komorbid seperti osteoarthritis, hipoglikemia ringan mungkin berkontribusi terhadap
risiko jatug pada orang tua yang lemah. Saat kontrol kadar glikemia baik akan mencegah
progresi dari komplikasi diabetes yang kemudian akan menurunkan risiko terjatuh,
hipoglikemia yang terjadi sebagai akibat dari kontrol glikemia yang intensif akan
meningkatkan risiko terjatuh pada lansia.
Geriatric Depression Scale
5. Inkontinensia urin
Diabetes akan meningkatkan risiko berkembangan inkontinensia urin pada wanita.
Faktor-faktor risiko ini termasuk infeksi saluran kemih, infeksi vaginal, neuropati
autonomic (biasanya berupa neurogenik bladder atau fekal impaksi) dan poliuria sebagai
akibat hiperglikemia. Meskipun belum ada penelitian yang membuktikkan adanya efek
mengganggu dari inkontinensia ke kontrol diabetes, identifikasi dan penatalaksanaan
dianjurkan untuk meningkatkan kualitas hidup pada wanita yang lansia.
I. Olahraga pada orang tua dengan diabetes
Sebagaimana diketahui olahraga baik bagi kita, dan juga pada orang tua dengan diabetes.
Fakta yang didapatkan dari National Institutes of Health menunjukkan orang dari semua usia dan
berbagai kondisi fisik dapat memperoleh keuntungan dengan olahraga dan aktivitas fisik.
Kekuatan otot menurun 15% setiap decade setelah usia 50 tahun dan 30% setiap decade
setelah usia 70 tahun, dan dengan olahraga untuk meningkatkan kekuatan secara regular,
kekuatan otot dapat dipulihkan. Olahraga juga dapat menjaga kekuatan, keseimbangan,
fleksibilitas, dan daya tahan, yang mana semuanya berguna untuk menjaga kesehatan dan hidup
mandiri. Terakhir, olahraga dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan dapat meningkatkan
respon terhadap medikasi.
Ada beberapa olahraga yang aman dilakukan untuk orang-orang berusia > 65 tahum, tapi
ingatlah sebelum memulai olahraga sebaiknya tetap berkonsultasi dengan dokter.
1. Olahraga untuk keseimbangan dapat mengurangi risiko terjatuh, olahraga yang sekarang
mulai ramai seperti tai chi juga aman.
2. Fleksibilitas, stretching dapat membantu pemulihan dari cedera dan menjaga dari cedera
di kemudian hari.
3. Penguatan atau resisten dapat juga dilakukan untuk memperbaiki keseimbangan, tapi ini
jangan dilakukan pada orang-orang dengan retinopati diabetic.
4. Daya tahan, seperti berjalan, jogging, atau berenang dapat meningkatkan jantung, paru-
paru dan sistem sirkulasi. Olahraga jenis ini juga dapat memperlambat atau mencegah
kanker kolon, penyakit jantung, osteoporosis, stroke, dan berbagai penyakit serius
lainnya.
Mungkin olahraga jenis penguatan baik untuk penderita diabetes. Olahraga aerobic
seperti berjalan atau berenang dapat membantu menurunkan berat badan, meningkatkan
kesehatan jantung, dan merupakan kontrol yang baik untuk gula darah. Olahraga penguatan
dapat memperbaiki kualitas hidup karena memungkinkan untuk tetap melakukan aktivitas harian
seperti berjalan, mengangkat. Olahraga penguatan juga membantu menurunkan risiko
osteoporosis dan patah tulang. Selain itu, penelitian membuktikkan bahwa olahraga penguatan
dapat:
Memperbaiki sensitivitas insulin
Memperbaiki toleransi glukosa
Membantu menurunkan berat badan
Menurunkan risiko peyakit jantung
Periode olahraga penguatan yang lama dapat meningkatkan kontrol kadar gula sebaik
apabila meminum obat-obatan diabetes. Faktanya, pada orang-orang dengan diabetes, olahraga
penguatan yang dikombinasikan dengan aerobik lebih menguntungkan (Seibel, John., 2009)
Nutrisi
Nutrisi pada pasien diabetes tidak jauh berbeda antara geriatri dengan rentang usia
lainnya, biasanya geriatri menghadapi masalah nutrisi seperti:
Kurangnya motivasi
Perubahan persepsi rasa
Kehilangan berat badan dan malnutrisi
Penyakit lain yang menyertai
Gigi yang berkurang
Tidak mau makan akibat disfungsi kognitif atau depresi
Perubahan fungsi gastrointestinal
Berkurangnya kemampuan berbelanja makanan sendiri
Keuangan yang terbatas
Saat ini yang dibutuhkan adalah pendistribusian intake karbohidrat, edukasi diperlukan
mengenai kedisiplinan intake karbohidrat dan waktu makan untuk menghindari fluktuasi hebat
pada level gula darah.
Diet untuk menurunkan berat badan terutama direkomendasikan pada remaja, dan pada
lansia harus diresepkan dengan kehati-hatian, karena malnutrisi lebih merupakan masalah
dibanding obesitas. Pada kondisi kronik, tidak perlu pembatasan rencana makanan. Makanan
sehari-hari yang konsisten, intake karbohidrat yang cukup lebih utama untuk menghindari
terjadinya kekurangan nutrisi (Joslin Diabetes Center, 2007).
Beberapa pertimbangan membuat keputusan pada orang tua dengan diabetes
Geriatri adalah mereka dengan usia diatas 65 tahun. Isu-isu seputar kesehatan pada orang
berusia 65-70 tahun tentu saja berbeda dengan seseorang diatas 80 tahun disebabkan adanya
perubahan-perubahan secara fisiologik, hal lain yang perlu dipikirkan adalah harapan hidup dan
faktor komorbiditas.
Ada beberapa perubahan fisiologik pada metabolisme karbohidrat yang terjadi seiring
terjadinya penuaan yang akan mempengaruhi tata laksana diabetes, dimana orang tua dengan
diabetes,
1. Cenderung menjadi kurus, dan memiliki sekresi insulin yang lebih sedikit terhadap
glukosa
2. Cenderung memiliki respon glukagon yang jelek terhadap hipoglikemia
3. Lebih sering muncul gejala-gejala neuroglikopenik dari hipoglikemia dibandingkan
dengan gejala-gejala adrenergik.
4. Lebih sering mengalami episode hipoglikemia berat
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor komorbid akan mempengaruhi
progresi penyakit, merubah hasil dari komplikasi akut dan kronik, dan membuat tata laksana
diabetes semakin kompleks. Orang tua dengan diabetes lebih mudah mendapat faktor-faktor
komorbid. Kemudian, mereka memiliki sindrom geriatri seperti terjatuh, kelemahan kognitif,
nyeri kronik, dan depresi. Orang tua dengan diabetes yang lama juga memiliki prevalensi tinggi
ke arah komplikasi mikrovaskular. Kontrol gula darah yang baik pada orang tua dengan diabetes
dapat menurunkan kejadian kardiovaskular secara signifikan.
II.2 KARDIOMIOPATI DIABETIK
Diabetic kardiomiopati merupakan salah satu gagal jantung yan timbul pada diabetes. Beberapa
factor yang mendasari diabetic kardiomiopati yaitu aterosklerosis coroner berat, hipeetensi lama,
hiperglikemik kronik, penyakit mikrovaskular, glikosilasi protein miokard, dan neuropati
otonom. Perbaikan konrol glikemik, hipertensi dan pencegahan aterosklerosis dengan obat anti
dyslipidemia dapat mencegah atau memperlambat timbulnya diabetic kardiomiopari. Mekanisme
yang terlibat dalam menurunkan kontraktilitas miokard pada diabetes mellitus yaitu gangguan
homeostasis kalsium, up regulation system renin angiotensin, peningkatan stress oksidatif,
gangguan metabolism susbtrat dan disfungsi miokard. Neuropati otonom berperan pada
perkembangan disfungsi ventrikel kiri, dimana stimulasi simpatis memperbaiki kontraksi
ventrikel kiri dan meningkatkan laju relaksasi ventrikel kiri. Difasilitasi dengan pengambilan
kalsium oleh reticulum sarkoplasmik. Pada diabetes penyimpanan katekolamin jantung
berkurang / hilang yang menyebabkan gangguan baik fungsi sistolik dan diastolic. Kemampuan
pembuluh darah untuk memenuhi kebutuhan metabolic juga terganggu dengan tonus pembuluh
darah epikard yang abnormal dan disfungsi miokard : ditandai dengan gangguan relaksasi
tergantung endotel, suatu kerusakan yang dihubungkan dengan inaktivasi nitrit oksida karena
produk glikasi akhir yang banyak dan pembentukan radikal bebas. Deposit dari produk glikasi
akhir meningkatkan kekakuan diastolic ventrikel kiri secara langsung dengan gangguan kolagen
atau tidak langsung dengan meningkatkan pembentukan kolagen atau menurunkan
bioavailabilitas nitrit oksida.
II.3 PENGANGANAN DIABETES DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR
Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan dan saling berhubungan melalui
berbagai mekanisme patofisiologi kompleks. Stratifikasi resiko dan penanganan awal sangat
dibutuhkan untuk memperpanjang harapan hidup. Hingga saat ini panduan jelas untuk
penanganan diabetes dan gagal jantung belum jelas. Pengobatan agresif masih dpaat
dipertimbangkan. Karena diabetes berhubungan dengan perburukan pada pasien dengan gagal
jantung. Maka pengobatan yang evidenced based untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas
diperlukan. Pasien dengan gagal jantung disertai disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVSD) dapat
diterapi dengan obat-obat yang dialamatkan kepada aktivasi neurohormonal pada gagal jantung,
maka apabila tidak dijumpai kontraindikasi, maka pasien dengan diabetes dan LSVD seharusnya
diberikan ACE inhibitor/ARB
dan β blocker yang dititrasi. Pasien dengan gejala gagal jantung yang menetap setelah terapi
dapat dipertimbangkan untuk diberikan antagonis aldosteron, dengan pemantauan terhadap
resiko hiperkalemia. Pilihan farmakologik penanganan hiperglikemia pada pasien DM tipe 2
telah berubah beberapa decade terakhir. Sebelumnya pilihan terapi adalah insulin injeksi dan
berdasar sulfonylurea. Saat ini, terdapat berbagai pilihan terapi yang luas, masing – masing
dengan mekanisme kerja yang unik dan keuntungan metabolism dan memiliki keterbatasan efek
samping. Penanganan pasien dengan DM tipe 2 yang memiliki disfungsi ventrikel mendapat
tantangan yang tersendiri, karena dua kelas obat anti hiperglikemik, biguanid (metformin) dan
tiazolidindion (TZDs) (rosiglitazone, pioglitazone) membutuhkan perhatian khusus pada pasien
dengan gagal jantung berat. Berdasarkan rekomendasi oleh ADA, AHA dan American College
of Cardiolgy (ACC), target control glukosa pada diabetes adalah HbA1c <7%. Rekomendasi
adalah dengan penggunaan metformin sebagai terapi dasar apabila tidak dijumpai kontraindikasi
(asidosis laktat) dengan laju filtrasi glomerulus >30 ml/menit, dan terapi kombinasi termasuk
penggunaan awal insulin untuk mencapai target HbA1c. Penggunaan tiazolidindion,
meningkatkan resiko retensi cairan, edema perifer, penambahan berat badan sehingga tidak
direkomendasikan pada gagal jantung NYHA kelas III dan IV, penggunaannya pada NYHA
kelas I dan II tidak dikontraindikasikan, dengan pemberian dosis yang dimulai dengan titrasi
dosis yang terendah untuk mencapai control glukosa dan dipantau resiko penambahan berat
badan, edema atau tanda-tanda dari gagal jantung.
BAB III
KESIMPULAN
Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit yang dikarakteristik dengan produksi insulin
yang insufisiensi / inadekuat dan menimbulkan hiperglikemia. Merupakan factor resiko
yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung coroner, penyakit vaskuler perifer, stroke
dan kegagalan jantung
Gangguan toleransi glukosa (GTG) adalah suatu keadaan perubahan homeostasis glukosa
sehingga didapatkan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan lebih tinggi dari 140
mg/dL. Apabila kadar tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200 mg/dL keadaan
tersebut dimasukkan dalah kriteria diabetes mellitus (DM).
Gagal jantung pada diabetes terjadi akibat peningkatan proses oksidasi asam lemak
bebas, gangguan homeostasis kalium. Aktivasi system renin angiotensin, peningkatan
stress oksidatif yang menyebabkan disfungsi miokard. Abnormalitas fungsi endotel,
lipoprotein dan koagulasi yang terjadi akibat hiperglikemia atau resistensi insulin
merupakan abnormalitas primer yang menjadi factor predisposisi utama perkembangan
penyakit aterosklerosis.
Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan, dan saling berhubungan.
Pasien gagal jantung dapat diberikan ACE inhibitor / ARB dan β blocker dosis dititrasi.
Pasien diabetes dapat diberikan metformin apabila laju filtrasi glomerulus > 30
mL/menit, dan dapat dikombinasi dengan obat anti hiperglikemik lainnya (golongan
tiazolidindion membutuhkan perhatian khusus karena dapat menyebabkan retensi cairan),
ataupun insulin injeksi untuk mencapai control glukosa yang direkomendasikan yaitu
HbA1c <7%.
top related