refrat batu ginjal finish
Post on 18-Feb-2016
89 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan baik di
Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki
laki dewasa dan 7 % pada perempuan dewasa, dengan puncak dekade ketiga
sampai ke empat. Angka kejadian batuginjal berdasarkan data yang dikumpulkan
dari rumah sakit di seluruh Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636 kasus
baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58959 orang. Selain itu jumlah pasien
yang dirawat mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas sebesar 378 orang.
Kemajuan dalam bidang endourologi secara drastis telah mengubah tatalaksana
pasien batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka. Perkembangan terapi
invasif minimal mutakhir, yaitu retrograde uteroscopic intrarenal surgery (RIRS),
percutaneus nephrolithotomy (PNL), uteroskopi (URS) dan extracorporeal shock
wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai tekhnik mana yang
paling efektif. Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien batu ginjal,
berbagai faktor harus dipertimbangkan. Faktor faktor tersebut adalah faktor batu
(ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi,
hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks dan ginja tapal
kuda), serta faktor pasien (infeksi, obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati,
riwayat gagal ginjal, dsb).
1
I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang berkenaan
dengan batu saluran kemih serta penanggulangan dan pencegahannya. Pembaca
diharapkan dapat memahami dan mengetahui penatalaksanaan batu saluran kemih,
serta penanggulangan dan pencegahannya sehingga diharapkan dapat melakukan
usaha-usaha promosi, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang
bedah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ saluran kemih yang terlertak retroperitoneal bagian yang
berjumlah 2 buah, sebelah dorsal cavum abdominale,terletak dari T12-L3 dan
pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih rendah karena terdesak oleh hepar.
Ginjal dengan berat + 150 gr (125 – 170 gr pada Laki-laki, 115 – 155 gr pada
perempuan); panjang 5 – 7,5 cm; tebal 2,5 – 3 cm.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah krnaial
terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal yang berwarna kuning
dan bersama dengan ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh
fascia gerota yang befungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya
perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada
saat terjadi trauma ginjal. Selain itu juga fascia ini untuk menghambat
metastasis tumor ke jaringan sekitar ginjal. Di luar fascia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di
sebelah luar terdapat cortex renalis yang berwarna coklat gelap dan
terdapat berjuta juta nefron, dan medulla renalis di bagian dalam yang
berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex terdapat duktuli duktuli.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.
3
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis
renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan tubulus collecting nefron. Papila atau apeks dari tiap
piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
Nefron adalah unit terkecil penyusun ginjal yang terdiri dari glomerolus,
kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus
kontortus distal dan tubulus collecting yang semuanya berperan dalam
produksi urin.
4
Sirkulasi Pembuluh Darah Ginjal
Aorta abdominalis arteri renalis
Arteri segmental
Arteri Lobaris
Arteri Interlobaris
Arteri arcuata
Arteri Interlobularis
Arteri afferen
Glomerolus
Arteri efferen
Kapiler peritubular
Vena interlobularis
Vena arcuata
Vena interlobaris
Vena cava inferior vena renalis
2.2 Batu Ginjal
Batu ginjal adalah Suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau beberapa
massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal, kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Nama lain dari batu
ginjal adalah Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones,
urolithiasis, ureterolithiasis, kidney calculi, renal calculi, ureteral calculi, urinary
calculi, acute nephrolithiasis, urinary tract stone disease
5
2.3 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
6
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
2.4 Proses Terbentuk Batu Ginjal
Batu terbentuk pada tempat dimana sering mengalami hambatan aliran urine. Batu
terdiri dari kristal kristal yang tersusun oleh bahan bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal kristal tersebut tetap dalam keadaan
terlarut dalam urine jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk batu yang kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan
lain hingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar,
agregat kristal masih rapuh untuk menyebabkan sumbatan. Untuk itu agregat
kristal menempel pada epitel saluran kemih dan kemudian dari sini terjadi
pengendapan pada agregat untuk membentuk batu yang cukup besar untuk
menyebaban obstruksi.
Kondisi tetap terlarutnya kristal dalam urin (metastable) dipengaruhi oleh suhu,
ph, adanya koloid dalam urine< konsentrasi solute dalam urine , laju aliran urine
atau adanya corpus alienum dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
7
Komposisi batu
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh
batu ginjal. Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium phospat,
maupun campuran dari keduanya. Sebagian besar berpendapat bahwa batu
kalsium oksalat awalnya terutama dibentuk oleh agregasi dari kalsium phospat
yang ada pada renal calyx epithelium. Konkresi kalsium phospat mengikis
urothelium dan kemudian terpapar pada urine dan membentuk suatu nidus/inti
batu untuk deposisi kalsium oxalat. Kemudian deposisi kalsium oxalat tumbuh
hingga batu tersebut cukup besar untuk menghancurkan urothelial dan
kemudian tersebar ke dalam ductus collecting.
Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah
hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300
mg/24 jam. Selain itu hiperoksaluri dimana eksresi oksalat lebih dari 45 gr per
hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi
makanan kaya oksalat seperti soft drink, arbei, jeruk sitrun, teh, kopi, dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam. Kadar asam urat melenihih 850
mg/24 jam juga merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu, karna asam
urat ini akan berperan sebagai nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat.
Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk ikatan
yang mudah larut sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat.
Sehingga keadaan hipositraturia dan hipomagnesuria dapat menjadi faktor
predisposisi terbentuknya batu kalsium.
Batu asam urat
Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih larut
dalam pH > 6 dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama adalah
suasana asam yang berlebihan dalam tubuh (asidosis) pH< 6, dehydrasi
dimana urine < 2 liter/hari. Hasil metabolisme purin ini akan mengalami
presipitasi pda tubulus renalis dan menyebabkan batu asam urat. Batu asam
urat menempati persentasi sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran kemih.
8
75-80 % adalah asam urat murini sisanya adalah campuran dengan kalsium
oksalat. Pada pemeriksaan PIV batu ini bersifat radiolusen sehingga tampak
sebagai bayangan filling defect dan harus dibedakan dengan bekuan darah dsb.
Batu struvit
Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang
mampu metubah urin menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling
banyak) diikuti oleh Klebsiella, Enterobacter atau Pseudomonas. Suasana
basa ini memudahkan magnesium, amonium, fosfat, karbonat untuk
membentuk batu magnesium fosfat dan karbonat apatit.
Batu cystine
Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya
defek pada gen yang mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin pada
mukosa usus.
2.2 Manifestasi Klinis
Batu ginjal terbentuk pada tubulus ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum , pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal atau yang
menempati sebagian besar tubulus collecting memberi gambaran menyerupai
tanduk rusa dan disebut “batu staghorn” dan batu yang terdapat pada tempat lain
di luar definisi ‘staghorn” dapat disebut “batu non staghorn”. Batu staghorn dapat
dibagi kedalam dua bagian yaitu partial (sebagian tubulus collecting) dan
complete (seluruh tubulus collecting).
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung posisi, besar batu dan penyulit yang
ditimbulkan. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah nyeri pinggang
yang bersifat kolik maupun non kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltik otot polos sistem kaliks dalam usaha untuk mengeluarkan batu.
Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanana intraluminal meningkat
9
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh
pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
Kadang kadang hematuria didaptkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.
2.3 Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,
penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan
penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,
infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau
radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari
sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium fosfat
akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni akan
memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn dapat diidentifikasi dengan foto
polos abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium ammonium sulfat
atau campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak
bayangan radioopak.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat
menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini
dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup
sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan
10
lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama
tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.
2.6 Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai
terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan
kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain
itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi
bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu
saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang
umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu
ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal
mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering
dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio lusen).
11
Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV
belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
(yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis,
atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai
fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,
fosfatase alkali serum.
12
2.8 Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Pada dasarnya penatalaksanaan batu saluran kemih secara farmakologis
meliputi dua aspek:
1. Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat adanya batu,
dan
2. Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan
juga mencegah terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai
pencegahan/profilaksis).
Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran kemih:
1. Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang
adekuat
2. Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang dapat dicapai
dengan pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID.
3. Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan,
dapat diberikan regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini
meliputi kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker (nifedipin)
untuk relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker (terazosin) atau alpha-1
13
selective blocker (tamsulosin) yang juga bermanfaat untuk merelaksasikan
otot polos uretra dan saluran urinari bagian bawah. Sehingga dengan
demikian batu dapat keluar dengan mudah (85% batu yang berukuran
kurang dari 3 mm dapat keluar spontan).
4. Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat
mempermudah pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil
kemungkinan operasi.
Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14 hari, apabila terapi ini
gagal (batu tidak keluar) maka pasien harus dikonsultasikan lebih lanjut pada
urologis. Pada batu dengan komposisi predominan kalsium, sulit untuk terjadi
peluruhan (dissolve). Oleh sebab itu tatalaksana lebih mengarah pada
pencegahan terbentuknya kalkulus lebih lanjut. Hal ini dapat dicapai dengan
pengaturan diet, pemberian inhibitor pembentuk batu atau pengikat kalsium di
usus, peningkatan asupan cairan serta pengurangan konsumsi garam dan
protein. Adapun batu dengan komposisi asam urat dan sistin (cystine) lebih
mudah untuk meluruh, yaitu dengan bantuan agen alkalis. Agen yang dapat
digunakan adalah sodium bikarbonat atau potasium sitrat. pH dijaga agar
berada pada kisaran 6.5-7.0. Dengan cara demikian maka batu yang berespon
terhadap terapi dapat meluruh, bahkan hingga 1 cm per bulan.
Pada pasien batu asam urat, jika terdapat hiperurikosurik/hiperurisemia dapat
diberikan allopurinol. Selain itu, pada pasien dengan batu sistin, dapat
diberikan D-penicillamine, 2-alpha-mercaptopropionyl-glycine yang
fungsinya mengikat sistin bebas di urin sehingga mengurangi pembentukan
batu lebih lanjut.
Di bawah ini adalah obat yang dapat digunakan untuk menatalaksana batu
saluran kemih :
1. Opioid analgesik, berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Dapat
digunakan kombinasi obat (seperti oxycodone dan acetaminophen) untuk
menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat. Hanya jika diperlukan
(prn= pro re nata)
14
Morphine sulphate 2-5 mg IV setiap 15 menit jika diperlukan (jika
RR<16 x/menit dan sistolik < 100 mmHg), atau
Oxycodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam
jika diperlukan, atau
Hydrocodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6
jam jika diperlukan.
2. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas
COX yang bertanggung jawab dalam sintesis prostaglandin (PGD) sebagai
mediator nyeri. Bermanfaat dalam mengatasi kolik ginjal.
Ketorolac 30 mg IV (15 mg jika usia >65 tahun, gangguan fungsi
ginjal atau BB <50 kg) diikuti dosis 15 mg IV setiap 6 jam jika
diperlukan. Dianjurkan untuk tidak digunakan melebihi 5 hari
karena kemungkinan tukak lambung.
Ibuprofen 600-800 mg PO setiap 8 jam.
3. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat menekan
peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.
Prednisone 10 mg PO dua kali sehari. Penggunaan prednisone
dibatasi tidak boleh melebihi 5-10 hari.
4. Calcium channel blockers, merupakan obat yang mengganggu konduksi
ion Ca2+ pada kanal kalsium sehingga menghambat kontraksi otot polos.
Nifedipine 30 mg/hari PO extended release cap
5. Alpha blocker, merupakan antagonis dari reseptor α1-adrenergic. Dalam
keadaan normal reseptor α1-adrenergic merupakan bagian dari protein
berpasangan protein G (G protein-coupled receptor). Protein ini berfungsi
dalam signaling dan aktivasi protein kinase C yang memfosforilasi
berbagai protein lainnya. Salah satu efeknya adalah konstriksi otot polos;
dengan adanya alpha blockers maka konstriksi otot polos (pada saluran
kemih) tersebut dihambat.
Tamsulosine 0.4 mg tablet PO setiap hari selama 10 hari.
Tamsulosin merupakan alpha-1 blocker yang digunakan untuk
memudahkan keluarnya batu saluran kemih.
Terazosin 4 mg PO setiap hari selama 10 hari.
15
6. Obat urikosurik, merupakan obat yang menghambat nefropati dan
pembentukan kalkulus oksalat.
Allopurinol 100-300 mg PO setiap hari. Allopurinol merupakan
obat yang menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang
mengubah hipoxantin menjadi asam urat.
7. Agen alkalis
Potassium citrate 30-90 mEq/hari PO dibagi menjadi 3-4 kali
sehari, dimakan bersama makanan.
8. Diuretic
Thiazide, hidroklorothiazide 25-50 mg perhari.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya
semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan
baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit
dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam
pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat
pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya
kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk
batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
16
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi
akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi
batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun
1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu
ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah
Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal
tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich
menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian
lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman.
Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di
Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini
sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit
Advent Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
17
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau
gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin
mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak
akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang
kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran batu
ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan
efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih
antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul).
Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan
oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh
digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan
darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan
berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak
juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita
di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung
ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
18
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil.
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat
digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya
sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih
ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke
kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut
kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.
19
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil
atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa
dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera
dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat
pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding
PNL.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli).
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak
bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu
alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia).
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.
Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS.
Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan
penggunaan URS untuk terapi batu ureter.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan
batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu
antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu
pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang
20
pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya
sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih
yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.
Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat
insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi
terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada
penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang
besar.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan
batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda
obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat
(impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun.
2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
21
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine
dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
2.10 Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang
sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data
kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter
memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang
signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK
dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan
oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang
melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan
karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan
evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir
dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat
penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan
sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti
ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada
beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi
22
terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta
perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang
adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat
menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan
terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan
berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula
ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat
dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari
meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).
Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal
yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%.
Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien
dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari
data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka
kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang
berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15
hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang memerlukan
transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat perdarahan
intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan
terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin
(9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%).
Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL
monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.
23
2.11 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator.
BAB III
KESIMPULAN
1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
24
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik).
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis
dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena
(PIV), Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis
batu, kultur urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.
4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder,
serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.
6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
American Urological Association. 2005. Kidney Stone. Jurnal 2005. http://search2.auanet.org
American Urological Association.2005. Urynary Stone. Jurnal. http://search2.auanet.org
Chris. 2011. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Artikel 2011. http://www.healthhype.com
25
Healthwise incorporation. 2011. Kidney Stones Medications. Artikel 2 juni 2011. http://www.webmd.com/kidney-stones/kidney-stones-medications
Matlaga, Brian R. 2011. Minimal Invasive Surgery Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. 1 Juni 2011. Johns Hopkins Medicine Jurnal. http://urology.jhu.edur
Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.
Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.
26
top related