refer en siku
Post on 26-Oct-2015
50 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Akuntansi Pajak terhadap Aktiva Tetap dan Aktiva Tidak Berwujud
AKTIVA TETAP DAN AKTIVA TIDAK BERWUJUD
1. Klasifikasi
Aktiva tetap adalah harta yang dapat digunakan lebih dari satu tahun.
Aktiva tetap terbagi atas :
Aktiva yang dapat disusutkan (depreciable assets) Contoh: Bangunan,
mesin dan peralatan yang lain.
Aktiva yang tidak dapat disusutkan (nondepreciable assets) Contoh:
Tanah
Aktiva tidak berwujud adalah hak mutlak perusahaan terhadap sesuatu
yang diperolehnya karena keistimewaan tertentu. Syarat- syarat harta tidak
berwujud :
Ada hak mutlak
Ada keistimewaan tertentu
Ada pengeluaran biaya
Contoh : Hak paten, hak cipta, franchise, hak guna usaha, hak guna
bangunan, goodwill, hak penambangan, hak pengusahaan hutan, trade
mark.
Berdasarkan masa manfaatnya, aktiva tidak berwujud terbagi atas :
Aktiva tidak berwujud yang masa manfaatnya dibatasi oleh undang-
undang. Misalnya : hak paten, hak cipta, franchise
Aktiva tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak dibatasi oleh undang-
undang. Misalnya : goodwill dan merk dagang
2. Perolehan Aktiva
Aktiva dapat diperoleh dengan cara :
Pembelian Aktiva ( tunai, kredit )
Aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai
dan dicatat dengan sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang
terjadi untuk menempatkan aktiva itu pada kondisi dan tempat yang siap
untuk dipergunakan (PSAK Nomor 16 Buku SAK 1994). PPn yang tidak
dapat dikreditkan merupakan salah satu unsur pembentuk harga
perolehan, kecuali pajak itu dibebankan sebagai biaya pada tahun
tersebut. Begitu juga dengan biaya transportasi, pemasangan dan jasa
professional merupakan bagian dari nilai perolehan aktiva.
Perolehan dengan sewa guna usaha modal (leasing)
Sewa guna usaha (lease) umumnya merupakan perjanjian dengan
memberikan hak kepada lease untuk menggunakan aktiva yang dimiliki
lessor (penyewa) selama masa tertentu dengan membayar sejumlah uang
(sebagai lease). Secara komersial lease modal (capital lease) pada
hakikatnya merupakan pembelian aktiva. Sesuai dengan ketentuan
perpajakkan jumlah yang dibayar pada saat pengambilalihan aktiva dari
lessor merupakan nilai kapitalisasi aktiva dimaksud. Pengeluaran lease
sebelum itu diperlakukkan sebagai pengeluaran sewa seperti yang berlaku
dalam operating lease.
Perolehan dengan pertukaran
Aktiva tetap dapat diperoleh melalui pertukaran dengan aktiva nonmoneter
(baik sejenis atau bukan) atau sekuritas (obligasi atau saham sendiri atau
emisi badan lain). Perolehan aktiva melalui pertukaran harus dinilai
menurut nilai wajar aktiva yang diterima atau diserahkan mana yang
diketahui dengan pasti dan andal (PSAK No. 16 Buku Sak 1994). Selisih
nilai (nilai buku aktiva lama dengan perolehan aktiva baru) dari pertukaran
aktiva bukan sejenis harus diakui sebagai laba atau rugi. Untuk aktiva
sejenis, pengakuan itu ditangguhkan sampai saat aktiva baru dilepaskan
kembali. Pertukaran aktiva dengan sekuritas memerlukan penilaian atas
keduanya. Pertukaran dengan sekuritas emisi badan lain dapat
menimbulkan laba atau rugi apabila terdapat selisih nilai antara aktiva yang
diperoleh dan sekuritas yang dilepas. Sebaiknya, pertukaran dengan
sekuritas emisi sendiri (obligasi atau saham) dapat menimbulkan agio dan
disagio. Laba dan rugi yang dilepaskan aktiva dihitung berdasarkan selisih
antara nilai buku dengan harga pasar aktiva. Agio dan disagio bagi
penerbit saham atau obligasi dihitung berdasarkan nilai nominal kedua
sekuritas itu dibanding dengan nilai pasar sekuritas atau nilai perolehan
harta yang dapat diketahui dengan pasti.
Perolehan dengan membangun sendiri
Praktek akuntansi komersial menyatakan harga perolehan aktiva tetap
yang dibangun sendiri meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan sehubungan
dengan pembangunan aktiva itu hingga siap digunakan. Dalam praktek
akuntansi komersial masalah perhitungan nilai aktiva yang timbul dalam
membangun sendiri termasuk (1) pembebanan biaya overhead
(tambahannya saja atau alokasi semua biaya overhead secara
proporsional). (2) penghematan atau kerugian atas aktivitas membangun
(apabila ada perbedaan dengan harga pasar). Dan (3) bunga selama masa
konstruksi. Secara komersial umunya terdapat kesesuaian pendapat biaya
overhead dialokasikan secara proporsional kepada biaya rutin dan biaya
pembangunan aktiva. Sementara penghematan biaya (misalnya biaya
pembangunan Rp 8juta, sedangkan harga pasar aktiva Rp 10juta yang
berarti terdapat penghematan Rp 2juta) tidak diakui sebagai penghasilan.
Sebaliknya, kerugian karena inefisiensi (yang menyebabkan harga
pembangunan lebih tinggi dari nilai pasar) segera diakui sebagai kerugian
atau pemborosan pada tahun yang bersangkutan. Selanjutnya bunga yang
dikeluarkan atas pinjaman untuk pembangunan selama masa konstruksi
dikapitalisasi (sebagai nilai perolehan aktiva).
Perolehan dengan hibah, bantuan, atau pemberian
Berbeda dengan akuntansi komersial yang menghitung harga pasar
sebagai harga perolehan, pasal 10 ayat (4) UU PPh menyatakan (a) harga
yang diperoleh karena hibah, bantuan atau pemberian yang diterima oleh
badan keagamaan, social, pendidikan dan pengusaha kecil yang
memenuhi persyaratan tertentu (tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan penerima)
harus dinilai sejumlah nilai buku dari pemberi dan (b) harta juga dinilai
menurut harga pasar, berdasarkan KMK Nomor 604/KMK/1994 tangal 21
Desember 1994 dalam pengertian pengusaha kecil yang memenuhi
persyaratan itu, termasuk koperasi, yaitu pengusaha yang jumlah aktiva
tanpa tanah dan atau bangunan tidak melebihi Rp 600juta. Dengan
demikian, perkiraan modal hibah (bantuan) dikredit untuk tujuan fiskal.
Sebesar nilai buku aktiva itu. Perolehan karena hibah, bantuan atau
pemberian yang tidak memenuhi kualifikasi dinilai menurut harga pasar.
3. Penyusutan dan Amortisasi
1) Ketentuan tentang Penyusutan menurut pasal 10 UU PPh
1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang menjadi objek pajak, kecuali tanah.
2. Harta yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya:
bangunan untuk tempat tinggal karyawan bukan di daerah terpencil yang
ditetapkan Menteri Keuangan. Keuntungan penjualan harta tersebut
merupakan objek PPh, namun apabila terjadi kerugian tidak dapat
dibebankan sebagai biaya fiskal.
3. Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai
pada bulan selesainya pengerjaan hrta tersebut. Dengan persetujuan
Direktorat Jenderal Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta
tersebut dipergunakan.
2) Harga/Nilai Perolehan Aktiva Tetap
Penentuan harga prolehan aktiva tetap sangat penting karena harga
perolehan menjadi dasar untuk menghitung besarnya biaya penyusutan
tiap-tiap tahun. Adapun ketentuan sesuai dengan pasal 10 UU PPh,
penentuan harga perolehan aktiva tetap sebagai berikut:
1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta
yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang
sesungguhnya dikeluarkan atau diterima sedangkan apabila terdapat
hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima.
2. Nilai perolehan atau niai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar.
3. Nilai perolehan atau nilai pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi, penggabungan, peleburan pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharunya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
4. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan
atau hibah:
a. Yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang meneima
pengalihan, sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang
menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.
5. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal bagi
badan yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta
tesebut.
3) Waktu Dilakukannya Penyusutan
1. pada bulan dilakukannya pengeluaran; atau
2. pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada
tahun pertama dihitung secara pro-rata; atau;
3. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
atau
4. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut
mulai menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima
atau diperolehnya penghasilan
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau deperesiasi
merupakankonsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud.
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi
menjadi dua golongan, yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan.
2. Harta berwujud yang berupa bangunan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok,
yaitu:
1. Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok 2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 8 tahun.
3. Kelompok 3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 16 tahun.
4. Kelompok 4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 20 tahun.
Harta terwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2. Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan
yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan.
Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight
line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib
pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan
penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua
kelompok harta tetap terwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya
diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan
saja.
Tabel berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta
tarif penyusutannya:
Kelompok Harta
Berwujud
Masa Manfaat Tarif Depresiasi
Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -
Dengan ijin Direktur Jenderal pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan
harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan. Menurut akuntansi ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam penghitungan besarnya biaya penyusutan suatu aktiva, yaitu:
1. Nilai Perolehan Aktiva
2. Nilai residu
3. Dasar penyusutan
4. Umur aktiva
Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan fiskal, yakni :
Metode garis lurus
Pada metode penyusutan garis lurus, biaya penyusutan aktiva dialokasikan
ke tiap-tiap tahun dengan jumlah yang sama. Tarif amortisasi : 25%,
12.5%, 6.25%, 5%.
Rumus : Penyusutan tiap tahun = NP-
NR
UmurPemakaian
Contoh:
PT. Jaya Abadi membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I
harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka
pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode
garis lurus adalah sebagai berikut :
Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku
2009 Rp. 100.000.000 25% Rp. 12.500.000 Rp. 87.500.000
2010 25% Rp. 25.000.000 Rp. 62.500.000
2011 25% Rp. 25.000.000 Rp. 37.500.000
2012 25% Rp. 25.000.000 Rp. 12.500.000
2013 25% Rp. 12.500.000 Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x
biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga
biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember
2009 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x
biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari
2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.
Metode saldo menurun (declining balance method)
Dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiskal. Penyusutan dengan
metode saldo menurun adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang
menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku.
Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat
yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku
suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode
saldo menurun harus disusutkan sekaligus.
Contoh :
PT. Jaya Abadi membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I
harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka
pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode
saldo menurun adalah sebagai berikut :
Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku
2009 Rp. 100.000.000 50% Rp. 25.000.000 Rp. 75.000.000
2010 50% Rp. 32.500.000 Rp. 32.500.000
2011 50% Rp. 16.250.000 Rp. 16.250.000
2012 50% Rp. 8.125.000 Rp. 8.125.000
2013 Disusutkan sekaligus 50% Rp. 8.125.000 Rp. 0
Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x
biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga
biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember
2009 yaitu selama 6 bulan.
Deplesi
Deplesi ialah istilah yang digunakan dalam akuntansi untuk menyatakan
penyusutan dalam usaha pertambangan dan pengusahaan
hutan. Perpajakan menggunakan istilah lain untuk deplesi yaitu
amortisasi. Sumber pertambangan dan pengusahaan hutan adalah harta
yang berkurang secara berangsur-angsur karena penambangan atau
penebang pohon.
Menurut ketentuan pajak, hak penambangan dan hak pengusahaan hutan
termasuk harta tidak berwujud. Amortisasi menggunakan metode satuan
produksi berarti persentase amortisasi dari biaya tersebut dalam setiap
tahun pajak harus sama dengan penambangan yang dihasilkan setiap
tahun. Karena itu, harga perolehannya dapat diamortisasikan berdasarkan
metode satuan produksi dengan pembatasan sebagai berikut :
- Biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi
serta pengusahaan hutan dapat diamortisasikan dengan persentase yang
tidak lebih dari 20 % tahun.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan/penebangan x 20%
Taksiran total produksi/deposit
- Biaya untuk memperoleh hak atau biaya-biaya yang mempunyai manfaat
lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi tanpa
pembatasan presentase tertentu.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan x tanpa batasan
Tanpa total produksi
Metode satuan = Jumlah penambangan/penebangan yg dihasilkan
setahun x 100%
Taksiran jumlah seluruh produksi
Contoh :
Suatu konsensi pertambangan ditaksir jumlah depositnya 100.000 ton.
Hasil produksi 1 tahun = 10.000 ton. Berapa prosentase produksi dalam
setahun ?
(10.000 / 100.000) * 100 % = 10 %
Jadi, hak penambangan perusahaan tersebut dalam setahun
diamortisasikan sebesar 10%.
4. Penarikan dan Pelepasan Aktiva
Keuntungan Pelepasan Aktiva Tetap
Dalam pasal 11 UU no.7 tahun 1983 menyatakan hanya penarikan atau
pelepasan aktiva tetap golongan bangunan dan penarikan luar biasa yang
dapat menghasilkan keuntungan atau kerugian yang di perhitungkan pada
tahun penarikan.
Namun menurut UU No.10 tahun 1994 perlakuan berbeda demikian tidak
ada lagi. Hampir sama dengan perlakuan akuntansi, semua penarikan atau
pelepasan harta akan mendatangkan keutungan atau kerugian.
Perhitungan keuntungan juga di terapkan pada transaksi tukar menukar
harta walaupun tidak terjadi pembayaran. Begitu juga dengan pertukaran
harta walaupun hartanya sama atau sejenis masih dalam satu kelompok.
Harta yang di hibahkan, diberikan atau di bantukan kepada badan
keagamaan, pendidikan, social dan pengusaha kecil termasuk koperasi
akan dihitung keuntungan bagi pelepas dan penghasilan bagi penerima.
Penarikan Harta dari Pemakaian
Pengalihan harta dari pemakaian dapat terjadi karena dialihkan kepada
pihak lain, dijual, atau terjadi musibah terhadap harta tersebut. Pengalihan
atau penarikan harta menurut UU No. 10 Tahun 1994 pasal 4 ayat (1)
adalah karena :
a. Penjualan
b. Pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
c. Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
d. Pengalihan harta karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha
e. Pengalihan harta karena hibah, bantuan atau sumbangan
Salah satu contoh penarikan aktiva menurut UU No.10 tahun 1994 pasal 4
ayat 1 adalah penjualan.
Contoh Soal :
Sebuah aktiva yang dibeli PT”Andi” pada oktober 2000 Rp 10 juta dijual
pada akhir Maret 2002 Rp 7.500.000,00. Apabila perusahaan itu
menghitung penyusutan dengan metode saldo menurun maka jumlah
keuntungan menurut akuntansi komersial dan akuntansi perpajakan dapat
dihitung sebagai berikut:
Berdasarkan uraian di atas, keuntungan penjualan aktiva untuk tujuan
akuntansi perpajakan lebih besar 1.875.000 ( 5.000.000 – 3.125.000 ).
Dengan demikian, selisih ini merupakan penutupan kembali dari selisih
beban depresiasi perpajakan yang lebih besar.
Contoh-contoh penarikan harta :
Penarikan Harta Karena Dijual Menurut Fiskal
Sebuah mesin dengan nilai perolehan Rp 40.000.000 dengan akumulasi
penyusutan Rp 30.000.000 dijual dengan harga Rp 17.000.000. Biaya
yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan sebesar Rp 2.000.000
Kalkulasi
Tahun Uraian Komersial Perpajakan
1994 Harga Perolehan
Depresiasi (3 bulan)
10.000.000
(1.250.000)
10.000.000
(5.000.000)
1995 Depresiasi (12 bulan) (3.750.000) (2.500.000)
1996 Depresiasi (3 bulan)
Nilai buku
Harga jual
Keuntungan
(625.000)
4.375.000
7.500.000
3.125.000
-
2.500.000
7.500.000
5.000.000
Harga jual Rp 17.000.000
Biaya penjualan Rp 2.000.000
Penerimaan netto Rp 15.000.000
Nilai perolehan Rp 40.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Nilai sisa buku Rp 10.000.000
Keuntungan Rp 5.000.000
Nilai sisa buku sebesar Rp 0 dibebankan sebagai kerugian dalam tahun
pajak yang bersangkutan. Keuntungan sebesar Rp 5.000.000 merupakan
penghasilan yang menjadi objek pajak PPh. Apabila transaksi ini dicatat
maka ayat jurnal adalah sbb:
Penerimaan kas Rp 17.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Mesin Rp 40.000.000
Biaya Rp 2.000.000
Laba Rp 5.000.000
Penarikan Harta Karena Terbakar
Suatu mesin terbakar pada pertengahan tahun 1995 dengan keterangan
sbb:
Nilai perolehan Rp 50.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Nilai sisa buku Rp 20.000.000
a. Jumlah penggantian asuransi diterima pada tahun 1995 sebesar Rp
19.000.000
b. Jumlah penggantian belum dapat diketahui dan penundaan pembebanan
kerugian tidak diajukan untuk ditunda kepada Dirjen Pajak
c. Jumlah penggantian asuransi belum dapat diketahui, karena itu
penundaan kerugian diajukan utnuk ditunda kepada Dirjen Pajak
Menurut ketentuan fiskal maka penarikan harta karena terbakar dicatat :
a. Nilai sisa buku mesin Rp 20.000.000 dicatat sebagai kerugian, sedang
penerimaan pengganti asuransi Rp 19.000.000 dicatat sbagai penghasilan
dalam tahun yang bersangkutan. Karena nilai sisa buku lebih besar
daripada penggantian asuransi maka wajib pajak menderita rugi Rp
1.000.000 (Rp 20.000.000 – Rp 19.000.000)
Kas Rp 19.000.000
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Kerugian Rp 1.000.000
Mesin Rp 50.000.000
b. Jumlah penggantian belum dapat diketahui karena itu kerugian sebesar
nilai sisa buku Rp 20.000.000 harus segera dibebankan sebagai kerugian
pada tahun yang bersangkutan. Kejadian ini dapat dicatat dengan ayat
jurnal sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan Rp 30.000.000
Kerugian Rp 20.000.000
Mesin Rp 50.000.000
c. Wajib pajak tidak perlu mencatat kerugian dalam tahun terjadinya
kebakaran. Namun penyusutan mesin harus dihentikan.
TUGAS AKUNTANSI PERPAJAKAN“AKTIVA TETAP”
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG2012
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam pembelajaran akuntansi perpajakan baiknya kita mengetahui
tentang apa yang ada didalam ilmu ini. Salah satu yang terdapat
didalamnya adalah tentang Aset Tetapyang akan kami uraikan di dalam
makalah kami ini yang mencakup bahasan Aset Tetap.
Aktiva tetap sangat berarti terhadap kelayakan laporan keuangan,
kesalahan dalam menilai aktiva tetap berwujud dapat mengakibatkan
kesalahan yang cukup material karena nilai investasi yang ditanamkan
pada aktiva tetap relatif besar. Mengingat pentingnya akuntansi aktiva
tetap dalam laporan keuangan tersebut, maka perlakuannya harus
berdasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.16).
Aktiva tetap tersebut dalam penyajiannya pada laporan keuangan
seharusnya membebankan biaya depresiasi yang dimiliki secara
konsisten pada setiap periode dengan menggunakan metode yang
dianggap sesuai untuk diterapkan, yaitu metode garis lurus untuk
bangunan, peralatan dan inventaris, serta metode jumlah angka tahun
untuk kendaraan dan sarana transportasi lainnya, agar diketahui nilai
sisanya pada akhir periode.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana membedakan perlakuan aset tetap terhadap akuntansi
dengan perpajakan ?
2. Bagaimana pencatatan aset tetap dengan pembelian siap pakai ?
Manfaat dan Tujuan
1. Untuk Mengetahui perlakuan pajak terhadap aset Tetap
2. Untuk mempelajari aspek-aspek yang ada di dalam aset tetap, tentang
cara perlakuan serta pengukuran aset tetap.
BAB II
LANDASAN TEORI
Menurut IAI (2007) dalam PSAK 16, Aset tetap adalah aset
berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebihh
dahulu , yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
barang atau jasa , untuk direntalkan kepada pihak lain , atau untuk tujuan
administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu
periode.
Aset Tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap
pakai dicatat sejumlah harga beli ditambah dengan biaya – biaya yang
terjadi pada saat perolehan atas konstruksi atau , jika dapat diterapkan,
jumlah yang dapat diatribusikan ke aset pda saat pertama kali diakui
sesuai dengan persyaratn tertentu dalam PSAK 16.
Dalam pasal 10 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa
harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta
yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam pasal 18 ayat (4) UU PPh adalah jumlah yang sesungguhnya
dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan
istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima ( harga pasar wajar ).
Menurut IAI ( 2007 ) dalam PSAK 16, Penyusutan adalah alokasi
sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur
manfaatnya. Sedangkan jumlah yang dapat disusutkan adalah jumlah
tercatatnya ( baik mengikuti model biaya maupun model revaluasi)
dikurangi dengan nilai residu aset yang bersangkutan.
Menurut akuntansi metode-metode penyusutan yang dapat digunnakan
adalah sebagi berikut:
1. Metode garis lurus (straight line method) menghasilkan pembebanan
yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah.
2. Metode saldo menurun (diminishing balance method) menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset.
3. Metode jumlah unit ( sum of the unit method) menghasilkan
pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang dharapkan
dari suatu aset.
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 thn.2008, pengeluaran untuk
memperolehmharta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 tahun harus dibebankan sebagai pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dengan mengalokasikan
pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui
peyusutan.
Metode penyusutan yang diperbolehkkan dalam keetentuan fiskal adalah
sebagai berikut:
1. Metode garis lurus (straight line method) digunakan untuk kelompok
bangunan dan bukan bangunan.
2. Metode saldo menurun (diminishing balance method) digunakan untuk
kelompok bukan bangunan saja, dan pada saat akhir masa manfaat
disusutkan sekaligus (closed ended)
Menurut peraturan perpajakan, penyusutan aset tetap dimuli pada saat
tahun pengeluaran; untuk tahun 2000 dan sebelumnya ( UU PPh Nomor
17 tahun 1983). Sementara itu untuk tahun 2001 ( UU PPh Nomor 17
tahun 2000) sampai dengan sekarang ( UU PPh Nomor 36 tahun 2008)
penyusutan dimulai pada saat bulan pengeluaran aset tetap tersebut,
kecuali apabila aset yan masih dalam proses pengerjaan, yaitu pada
bulan selesainya pengerjaan aset tersebut.
Pada Pasal 11 ayat (6) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Mengatur masa
manfaat harta berwujud dan tarif penyusutan , baik menurut metode
garis lurus maupun saldo menurun sebagai berikut
Kelompok harta
berwujudMasa manfaat
Tarif penyusutan
Garis lurus Saldo menurun
Bukan bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
II. Bangunan
Permanen
Tidak permanen
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
20 tahun
10 tahun
25%
12,5%
6.5%
5%
5%
10%
50%
25%
12,5%
10%
-
-
Penentuan kelompok harta berwujud bukan bangunan di
tetapkan dengan PMK-96/PMK.03/2009. Bangunan tidak permanen adalah
bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak
tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa
manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
Dalam setiap pelepasan aset, dapat timbul laba atau rugi
sebesar selisih antara harga pasar dengan nilai buku aset. Namun karena
perbedaan metode penyusutan dan estimasi masa manfaatnya , laba
atau rugi penjualan aset dapat berbeda jumlahnya antara akuntansi
dengan perpajakan.
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
terjadi apabila Wajib Pajak ( WP ) menjual aset dengan harga yang lebih
tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan.
Penjualan atau pengalihan harta sesuai dengan pasar Pasal 4 ayat ( 1 )
huruf d UU PPh, jumlah nilah sisa buku dibebankan sebagai kerugian dan
jumlah harga jual / penggantian asuransi dicatat sebagai penghasilan. Hal
ini dicatat pada tahun terjadinya pengalihan harta tersebut. Apabila
terdapat kerugian sebesar nilai sisa buku harta karena penggantian
asuransi yang jumlahnya baru diketahui pada masa yang datang maka
jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang bersangktan dapat dicatat sebagai
beban masa yang akan datang dengan persetujuan Dirjen Pajak.
BAB III
PEMBAHASAN
Perbedaan Mendasar antara perlakuan menurut Akuntansi Komersial
dengan Perpajakan yang berkaitan dengan Aset tetap.
NO URAIAN AKUNTANSI PERPAJAKAN
1 Harga Perolehana) Untuk pembelian menggunakan nilai tunai saat
terjadinya jika tidak dapat diukur dengan nilai
wajar, maka biaya perolehannya diukur dengan
jumlah tercatat dari aset yang diserahkan (P.23
&P.24)
b) Aset Tetap (tanah) yang diperoleh dari
sumbangan dicatat berdasarkan harga wajar
(PSAK 47 P. 13)
a) Untuk transaksi yang mempunyai
hubungan istimewa dihitung
berdasarkan harga pasar
b) Untuk transaksi tukar menukar
adalah berdasarkan harga pasar.
2 Pennetuan Masa
manfaat
Tergantung pada justifikasi manajemen dan
dtelaah ulang secara periodik (P. 6 & 60)
Sudah diatur oleh KMK
3 Saat dimulainya
penyusutan
Penyusutan dimulai saat aset tetap siap
untuk digunakan (P. 58)
a) Penyusutan dimulai sejak
pengeluaran atas perolehan harta.
b) Sejak bulan selesainya pengerjaan
harta.
c) Dengan persetujuan Dirjen Pajak, WP
dapat melakukan Penyusutan mulai
pada bulan harta tersebut digunakan.
4 Penghitungan
jumlah bulan
sejak dimulainya
penyusutan
Jumlah bulan dapat dibulatkan ke atas atau ke
bawah.
Jumlah bulan selalu dibulatkan ke
atas, walaupun dibeli di atas tanggal
15 setiap bulannya.
5 Metode
Penyusutan
a) Metode garis lurus
b) Metode saldo menurun
c) Metode jumlah unit (P. 65)
a) Kelompok bangunan harus
menggunakan metode garis lurus
b) Selain Bangunan bisa menggunakan
metode garis lurus atau saldo
menurun asalkan diterapkan secara
taat asas.
6 Nilai Residu Nilai residu harus di-review minimum setiap akhir
tahun buku (P. 54)
Tidak mengakui adanya nilai residu
7 Aset yang boleh
disusutkan
Semua aset tetap yang dimiliki badan usaha
kecuali tanah.
Hanya harta yang dimiliki dan
digunakan untuk
mendapatkan,menagih,dan
memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak tidak final.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang dimiliki untuk digunakan
dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan
kepada pihak lain , atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk
digunakan selama lebih dari satu periode.
Aset Tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap
pakai dicatat sejumlah harga beli ditambah dengan biaya – biaya yang
terjadi pada saat perolehan atas konstruksi atau , jika dapat diterapkan,
jumlah yang dapat diatribusikan ke aset pda saat pertama kali diakui
sesuai dengan persyaratn tertentu dalam PSAK 16.
Dalam penghitungan penyusutan ada berbagai metode yang harus
digunakan baik menurut akuntansi maupun menurut fiskal atau
perpajaknnya. Untuk akuntansi metode yang digunakan bisa memilih
antara metode garis lurus, metode saldo menurun, atau metode Jumlah
unit. Sedangkan untuk perpajakannya bisa menggunakan Metode garis
lurus atau metode saldo menurun dan penggunaannya harus dilakukan
secara taat asas.
Akuntansi aset tetap pada lingkup pajak merupakan suatu hal
yang sangat penting dalam sebuah perusahaan atau entitas, karena
pengakuan akun asset tetap dalam laporan keuangan komesial
perusahaan berbeda dengan pengakuan dalam laporan keuangan fiskal,
yang diperlukan oleh pihak fiskus. Dengan demikian adanya
perkembangan dan perbaharuan UU Perpajakan semata-mata untuk
mempermudah dan menyesuaikan kondisi objek dan subjek pajak
sehingga meminimalisir terjadinya diskriminasi masalah penetapan tarif
pajak.
top related