makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Post on 26-Jul-2015
46 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus
formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pada alam ini terdapat sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, salah satunya
adalah batu bara yang semakin lama persediaannya semakin menipis di tambah lagi dengan
adanya para penambang liar mulai marak di daerah-daerah yang mempunyai potensi untuk
dijadikan lahan penambangan secara berlebihan tanpa disadari dapat merusak lingkungan
guna memenuhi kebutuhan manusia dalam segala bidang.
Dalam dunia pertambangan, penambangan batu bara yang berlebihan tanpa izin atau illegal
akan berdampak buruk bagi wilayah di sekitar tempat penambangan tersebut serta dapat
membahayakan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus
meningkat; tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga
untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara
Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut
industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total
kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin
berkembangnya industri-industri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil
merupakan indikasi permintaan dalam negeri akan semakin meningkat.
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud utama dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses terjadinya
pembentukan batu bara.
BAB II
PROSES PEMBENTUKAN BATU BARA
2.1. Prinsip Sedimentasi
Pada dasarnya batubara termasuk ke dalam jenis batuan sedimen. Batuan sedimen
terbentuk dari material atau partikel yang terendapkan di dalam suatu cekungan dalam
kondisi tertentu, dan mengalami kompaksi serta transformasi balk secara fisik, kimia maupun
biokimia. Pada saat pengendapannya material ini selalu membentuk perlapisan yang
horizontal.
2.2. Skala Waktu Geologi
Proses sedimentasi, kompaksi, maupun transportasi yang dialami oleh material dasar
pembentuk sedimen sehingga menjadi batuan sedimen berjalan se lama jutaan tahun.
Kedua konsep tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan batubara vang
mencakup proses :
1. Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap
pembusukan (decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini
bekerja dalam suasana tanpa oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak
dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan pati.
2. Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan
terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya
terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
3. Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan
mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya
air (H20) clan sebagian akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (C02),
karbonmonoksida (CO), clan metana (CH4).
4. Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan
patahan. _Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya
intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi
high grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang
terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.
5. Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada
menjadi terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang
dieksploitasi pada saat ini.
2.3. Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batu Bara
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara adalah :
1. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang
lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi
dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat
berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk. Lingkungan
pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari material dasar
menjadi material sedimen.
2. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai
berikut :
Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan.
Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan
posisi geotektonik.
Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat
cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan
pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-
rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi
oleh proses geotektonik.
Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau
tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh
kondisi topografi setempat.
3. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar
pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.
4. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa
lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material
yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses
dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan
kandungan karbon yang tinggi.
5. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu lapisan
batubara dari :
Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan
batubara yang terbentuk.
Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan,
atau patahan.
Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari
lapisan batubara yang dihasilkan.
Keseluruhan faktor tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap kualitas dari lapisan
batubara.
Material Dasar
Geotektonik Lingkungan Pengendapan:
- Tekanan – Cekungan
- Struktur Coal – Topografi
- Intrusi – Iklim
2.4. Komposisi Kimia Batu Bara
Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan
komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk
batubara, yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi
oleh oksigen.
Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (Si02, A1203, Fe203,
Ti02, Mn304, CaO, MgO, Na20, K20, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil)
yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material ini
umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia
alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit,
subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan
persamaan reaksi sebagai berikut
5(C6Hlo05) C20H2204 + 3CH4 + 8H,0 + 6C02 + CO
Selulosa lignit gas metan
6(C6H1005) C22H2003 + 5CH4 + 1OH20 + 8C02 + CO
Cellulose bituminous gas metan
Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan
bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah
sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada
air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit.
2.5. Lingkungan Pengendapan Batubara
2.5.1. Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe Tosch
(1960) dalam Bustin dkk.
(1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam Murchissen (1968) berpendapat bahwa
litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya.
Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi berikut :
1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan
muka air laut.
2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu
lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan.
3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan
laut dangkal.
Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah
sebagai berikut :
1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan
lingkungan rawa berhutan.
2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan
diperkirakan terbentuk pada lingkungan rawa.
3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan
terbentuk pada lingkungan laut dangkal.
4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa,
sedangkan yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut
dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk dekat daratan.
2.5.2. Lingkungan Pengendapan Batubara
Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari
90% batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai
di dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil. Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi
pada rawa-rawa di lelakang pematang pasir pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke
arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi au
laut tidak ada sehingga menunjang pada pembentukan batubara di daerah rawa-rawa pantai.
Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Se-dangkan di
delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air laut
yang besar clan berada di bawah permulcaan air laut. Pada lingkungan fluviatil terjadi pada
rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain dan belakang tanggul alam atau natural levee dari
sistem sungai yang are-ander. Umumnya batubara di lingkungan ini berbentuk lensa-lensa
karena membaii ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya.
1. Endapan Batubara Paralik
Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan lmuhara
belakang pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan Dwubara antar
delta dan dataran pantai (Bustin, Cameron, Grieve, dan Kalkreuth,
Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya tipis-
tipis, tidak menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar. nitrogen yang
tinggi.
2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier)
Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pcmatang
(barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat dari pengisian
laguna. Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar
sehingga material yang diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus
seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk rawa-
rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi oleh pasang surut air
laut sehingga moluska dapat berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh
ombak dari laut terbuka le laguna yang membawa materi organik sebagai makanan
yang baik bagi penghuni laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada
umumnya tcrdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara
dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang
siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari meluasnya Nrmukaan
rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar.
3. Endapan Batubara Delta
Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa
sub lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran
delta bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat
berpengaruh pada penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini
tidak menerus secara lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat
yang disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan kualitasnya
bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal dari alang-alang dan tumbuhan
paku.
4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai
Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai
yang tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil.
BAB III
BATU BARA SECARA UMUM
3.1. Umur Batu Bara
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada
era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu,
adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang lalu, juga terbentuk endapan-
endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 juta tahun yang lalu) di berbagai belahan
bumi lain.
3.2. Materi Pembentuk Batu Bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang
biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)
tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama
batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
3.3. Kelas dan Jenis Batu Bara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit
dan gambut.
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-
75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
3.4. Proses Pembatubaraan
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan
purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan
bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan
pembatubaraan (coalification). Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai
dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan
lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta
perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara
yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai
dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous
Period) -- dikenal sebagai zaman batu bara pertama-- yang berlangsung antara 360 juta
sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu
dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses
awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah
menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal). Perubahan
kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya
lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam
kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya
menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.
Batubara yang berkualitas tinggi umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya
akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan
kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar. Secara
ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
BAB IV
MEMBUAT BATU BARA BERSIH
4.1. Cara Pembersihan Batu Bara
Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada
sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West
Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara,
beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah
barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting
bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu
bara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik
kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi
menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batu
bara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki
besar yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam.
Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara
dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu
bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini
disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah
dicoba untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari
molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih
bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun
setelah 1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang
sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat
ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya
"scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan
oleh tungku pembakar batu bara.
4.2. Membuang NOx dari Batu Bara
Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen
mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan
seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan
oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx
juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang
kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain”
(hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”,
tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan
asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada
lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah
kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan
nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana
terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep
ini disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut
juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi
kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang
bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu
bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang
mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari
"low-NOx burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.
BAB V
BATU BARA DI INDONESIA
5.1. Batu Bara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,
yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan),
pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara
berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa
yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk
di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah
gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat
masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur
rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau
delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur
Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
5.1.1. Endapan Batu Bara Eosen
Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier
Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat
Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang
pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen
Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada
pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-
Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama
fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah -
Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di
Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh
endapan danau (non-marin). Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara
dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran
pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur
Eosen Atas.
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut:
Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai
Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan
(Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.
Tambang Cekungan Perusahaan
Kadar
air
total
(%ar)
Kadar
air
inheren
(%ad)
Kada
r abu
(%ad)
Zat
terbang
(%ad)
Belerang
(%ad)
Nilai energi
(kkal/kg)(ad)
SatuiAsam-
asam
PT Arutmin
Indonesia10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
Senakin PasirPT Arutmin
Indonesia9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400
Petangis PasirPT BHP
Kendilo Coal11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700
Ombilin OmbilinPT Bukit
Asam12.00 6.50 <8.00 36.50
0.50 -
0.606900
Parambahan OmbilinPT Allied
Indo Coal4.00 -
10.00
(ar)
37.30
(ar)0.50 (ar) 6900 (ar)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
5.1.2. Endapan Batu Bara Miosen
Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda
telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada
kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan
sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada
tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis
terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito
(Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara
ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai
yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama
lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu
bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika
sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen
di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima
(PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan
beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara
Miosen di Indonesia.
Tambang Cekungan Perusahaan
Kadar
air
total
(%ar)
Kadar
air
inheren
(%ad)
Kadar
abu
(%ad)
Zat
terbang
(%ad)
Belerang
(%ad)
Nilai energi
(kkal/kg)(ad)
Prima KutaiPT Kaltim
Prima Coal9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Pinang KutaiPT Kaltim
Prima Coal13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Roto
SouthPasir
PT Kideco
Jaya Agung24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
Binungan TarakanPT Berau
Coal18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati TarakanPT Berau
Coal24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Air Laya
Sumatera
bagian
selatan
PT Bukit
Asam24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
5.2. Sumber Daya Batu Bara
Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara
walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang
telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat
dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori
sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya
cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik
melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara
ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi.
Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang
maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed,
pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
5.3. Gasifikasi Batu Bara
Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batu bara padat menjadi gas
batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini
karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen
(N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai
reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata
mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah
sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara,
bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh
kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut
sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang
umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang
tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran
combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa
partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Ada 2 macam teori yang menyatakan tempat terbentuknya batubara, yaitu :
A. Teori Insitu
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk lapisan batubara terbentuknya
ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan
tersebut mati, belum mengalami proses transportasi, segera tertimbun oleh lapisan sedimen
dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif
kecil.
B. Teori Drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk lapisan batubara terbentuknya
ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian
setelah tumbuhan tersebut mati, diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat,
segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas tetapi dijumpai dibeberapa
tempat, kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang
terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat
sedimentasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://gurumuda.com/bse/search/air+tanah+udara+dan+cahaya+adalah+lingkungan/page/3
http://www.google.co.id/search?rlz=1C1CHNY_idID406ID406&sourceid=chrome&ie=UTF-
8&q=BATUBARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Hukum Kepegawaian ini dengan
baik.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen dan juga
untuk memberi wawasan yang lebih baik bagi setiap pembacanya terutama bagi mahasiswa
UMK Cabang Raha. Makalah ini merjudul tentang pengolahan Batu Bara.
Penulis juga menyadari bahwa pembuatan Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.Maka untuk itu, penulis mohon maaf atas kekurangan dalam makalah ini. Dan
penulis juga berharap kepada pembaca atas saran dan kritk yang membangun.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dari berbagai pihak.
Raha, Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2. Maksud dan Tujuan....................................................................................... 1
BAB II PROSES PEMBENTUKAN BATU BARA
2.1. Prinsip Sedimentasi....................................................................................... 2
2.2. Skala Waktu Geologi..................................................................................... 2
2.3. Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batu Bara............................................. 3
2.4. Komposisi Kimia Batu Bara......................................................................... 4
2.5. Lingkungan Pengendapan Batubara........................................................... 5
BAB III BATU BARA SECARA UMUM
3.1. Umur Batu Bara........................................................................................... 7
3.2. Materi Pembentuk Batu Bara....................................................................... 7
3.4. Proses Pembatubaraan................................................................................. 7
3.3. Kelas dan Jenis Batu Bara..............................................................................7
BAB IV MEMBUAT BATU BARA BERSIH
4.1. Cara Pembersihan Batu Bara......................................................................... 9
4.2. Membuang NOx dari Batu Bara................................................................... 9
BAB V BATU BARA DI INDONESIA
5.1. Batu Bara di Indonesia................................................................................ 11
5.2. Sumber Daya Batu Bara............................................................................. 13
5.3. Gasifikasi Batu Bara................................................................................... 14
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan.................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
BATU BARA
DISUSUN OLEH :
NAMA : ERNA SARI
STAMBUK : 21215070
JURUSAN : PLS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
2014
top related