kti akbid paramata raha
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan
zat asam arang dari tubuhnya. umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan (Nanny, L, V.2010. Hal 102).
Asfiksia neonatorum akan terjadi apabila saat lahir bayi mengalami
gangguan pertukaran gas dan trasnfort O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat
gangguan dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini
dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi ibu atau kelainan pada ibu saat
kehamilan. (Wiknjosastro, H. 2005. Hal 109 )
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak
tahun 2000 – 2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai
penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis
neonatorum dan kelahiran prematur.1,3 Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan
setelah mengalami asfiksia saat lahir . Menyebutkan penyebab kematian bayi
baru lahir di Indonesia diantaranya asfiksia (27%), berat bayi baru lahir rendah
(29%), tetanus neonatorum (10%), masalah pemberian makanan (10%),
gangguan hematologik (6%), infeksi (5%), dan lain-lain (13%). (Bayi resiko
tinggi, Dasa, T, G. 2004, 25 juni, diakses tanggal 01 juli 2011 )
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di RSUD
RAHA KABUPATEN MUNA pada tahun 2014, jumlah kematian akibat asfiksia
neonatorium adalah 25 (35,7). ( buku pencatatan dan pelaporan RSUD RAHA
KABUPATEN MUNA)
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta
besarnya resiko yang ditimbulkan sehingga penulis termotivasi untuk membahas
lebih lanjut Melalui karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Kebidanan pada bayi
“R” dengan asfiksia Sedang pada bayi baru lahir di RSUD RAHA
KABUPATEN MUNA
B. Ruang lingkup pembahasan
Ruang lingkup pembahasan karya tulis ilmiah ini adalah Asuhan
kebidanan pada bayi “R” di RSUD RAHA KABUPATEN MUNA tanggal 27 s.d
29 Juni 2013.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan pada bayi “R” dengan Asfiksia
Sedang di RSUD Syekh Yusuf kabupaten Gowa tanggal 27 s.d 29 juni 2011
sesuai dengan pendekatan asuhan kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat Melaksanakan identifikasi dan analisa data dasar pada bayi “R”
dengan Asfiksia Sedang di RSUD RAHA KABUPATEN MUNA 27 s.d
29 juni 2013
b. Dapat mengidentifikasi diagnosa serta masalah aktual pada bayi “R”
dengan Asfiksia Sedang di RSUD RAHA KABUPATEN MUNA tanggal
27 s.d 29 juni 2013.
c. Dapat mengantisipasi diagnosa atau masalah Potensial pada bayi “R”
dengan Asfiksia Sedang di RSUD RAHA KABUPATEN MUNA tanggal
27 s.d 29 juni 2013.
d. Dapat mengantisipasi perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada bayi
“R” dengan Asfiksia Sedang di RSUD RAHA KABUPATEN MUNA
tanggal 27 s.d 29 juni 2013.
e. Dapat merencanakan tindakan asuhan kebidanan pada bayi “R” dengan
Asfiksia Sedang di RSUD RAHA KABUPATEN MUNA tanggal 27 s.d
29 juni 2013.
f. Dapat mengimplementasikan tindakan asuhan kebidanan yang telah
direncanakan pada bayi “R” dengan Asfiksia Sedang di RSUD RAHA
KABUPATEN MUNA tanggal 27 s.d 29 juni 2013.
g. Dapat mendokumentasikan semua temuan dan tindakan dalam asuhan
kebidanan yang telah diberikan pada bayi “R” dengan Asfiksia Sedang di
RSUD RAHA KABUPATEN MUNA tanggal 27 s.d 29 juni 2013.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat praktis
Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III
Kebidanan PARAMATA KABUPATEN MUNA
2. Manfaat ilmiah
Sebagai bahan masukan atau informasi bagi tenaga bidan di RSUD. RAHA
RAHA KABUPATEN MUNA khususnya yang berkaitan dengan asfiksia
sedang.
3. Manfaat institusi
Sebagai bahan acuan yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan
institusi penulisan karya tulis ilmiah selanjutnya.
4. Manfaat bagi penulis
Sebagai bahan tambahan pengalaman berharga bagi penulis untuk
memperluas dan menambah wawasan dalam asuhan kebidanan.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini metode yang digunakan adalah:
1. Studi Kepustakaaan
Mempelajari buku dan literature lainya, mengambil data dari internet yang
berkaitan dengan asfiksia / asfiksia Sedang.
2. Studi Kasus
Dengan menggunakan metode pendekatan proses asuhan kebidanan yang
meliputi 7 langkah yaitu : identifikasi dan analisa data, identifikasi diagnosa /
masalah aktual, identifikasi diagnosa masalah potensial, melaksanakan
tindakan segera dan kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan,
melaksanakan asuhan kebidanan dan evaluasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Anamnese
Penulis melakukan Tanya jawab dengan orang tua dan keluarga klien
guna mendapatkan data yang diperlukan dan memberi Asuhan kebidanan
pada klien tersebut.
b. Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis kepada klien meliputi
pemeriksaan secara insfeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi dan
pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai kebutuhan dan indikasi.
3. Studi Dokumentasi
Membaca dan mempelajari status kesehatan yang bersumber dari catatan
dokter / bidan maupun hasil pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat
memberi kontribusi dalam menyelesaikan karya tulis ini.
4. Diskusi
Diskusi dengan tenaga kesehatan yaitu bidan atau dokter yang menangani
klien tersebut serta mengadakan diskusi dosen pengasuh atau pembimbing
karya tulis ilmiah ini.
F. Sistematika Penulisan
Adapun Sistematika Penulisan dalam Karya tulis Ilmiah ini yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Pembahasan
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Asfiksia
1. Pengertian Asfiksia
2. Penyebab Asfiksia
3. Klasifikasi Asfiksia
4. Tanda dan Gejala asfiksia
5. Diagnosa Asfiksia
6. Patofisiologi Asfiksia
7. Penatalaksanaan Asfiksia
B. Konsep umum Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Asuhan kebidanan
2. Proses Asuhan kebidanan
3. Pendokumentasian Asuhan kebidanan
BAB III : STUDI KASUS
A. Mengidentifikasi dan Menganalisa Data
B. Mengidentifikasi diagnose / Masalah Aktual
C. Mengidentifikasi Diagnosa / Masalah Potensial
D. Melaksanakan Tindakan Segera dan Kolaborasi
E. Merencanakan tindakan Asuhan kebidananan
F. Melaksanakan tindakan Asuhan Kebidanan
G. Evaluasi tindakan Asuhan Kebidanan
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
BAB IV : PEMBAHASAN
Menguraikan tentang kesenjangan antara teori dan fakta yang ada
pada pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada klien dengan kasus
asfiksia sedang yang dibahas secara sistematis sesuai dengan proses
manajemen asuhan kebidanan mulai langkah 1 ( satu ) sampai & 7 (
tujuh )
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Asfiksia
1. Pengertian
a. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi gagal bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir ( vivian nanny lia dewi,S.ST, 2010.Hal 102)
b. Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Sugeng
Djitowiyono, S.Kep.Ns,2010.Hal 71)
c. Asfiksia neonatorum adalah bila dalam waktu satu menit sejak kelahiran
bayi tidak menangis (Manuaba, 2008. Hal 190)
d. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir keadaan tersebut disertai dengan hipoksia,
hiperkapnu dan sampai keasidosis (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008.
Hal198)
e. Asfiksia neonatorum adalah kegawat daruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi. (Guslihan dasa tjipta,2004. http://dinkes-sulsel.go.id, diakses
tanggal 01 juli 2011)
f. Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
nernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (dr.Arief ZR,
2009, hal 15)
2. Etiologi
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transport 02 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persediaan 02 dan dalam menghilangkan C02. gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama
kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam
persalinan.(Sarwono Prawirohardjo 2005, Hal 709)
Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh :
a. Ganggaun sirkulasi dari ibu kejanin diantaranya :
Ganggaun aliran pada tali pusat, hal ini berhubungan dengan adanya
lilitan tali pusat, simpul dari tali pusat, tekanan yang kuat pada tali
pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat menumbung,
kehamilan lebih bulan (post-term)
Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC.
b. Faktor dari ibu selama kehamilan
Gangguan his, misalnya karena atena uteri yang dapat menyebabkan
hipoterni.
Adanya pendarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang
dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak
Vasokontriksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan
preeklampsia dan eklampsia
Kasus solusio plasenta yang menyebabkan gangguan pertukaran gas
(oksigen dan zat asam arang)
2. Menurut towel, asfiksia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni faktor
ibu,plasenta,fetus, dan neonatus.
a. Ibu
Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami
hipoksia yang dapat berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi
lainnya.
b. Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, misalnya solusio plasenta, pendarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Fetus
Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin.
d. Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal berikut :
Pemakaian anestesi yang berlebihan pada ibu
Trauma yang terjadi selama persalinan
Kelainan kongenital pada bayi
( Vivian Nanny Lia Dewi, 2010. Hal 103 )
3. Klasifikasi Klinis
Berdasarkan penilaian klinis asfiksia terbagi atas :
a. Asfiksia ringan (7-10)
Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan khusus.
b. Asfiksia sedang (4-6)
Penanganan memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian
oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.
c. Asfiksia berat (0-3)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100
kal/menit, tonus otot buruk, dan kadang- kadang pucat, refleks tidak ada.
Munir kamarullah.S.kep, 2005 http://www.perawatmalut.
tblog.com,online. Diakses tanggal tanggal 04 juli 2011)
d. Bayi normal (nilai Apgar 10)
4. Tanda dan Gejala
Gejala asfiksia yang khas antara lain meliputi bayi tidak menanggis,
pernapasan megap-megap yang dalam, bayi terlihat lemas, sianosis, sukar
bernafas/tarikan dinding dada kedalam yang kuat, frekuensi jantung
<100x/menit.
Sebelum lahir
a. DJJ ireguler dan frekuensinya lebih dari 160 kali permenit atau kurang
dari 100 kali per menit
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Dapat pula ditentukan dengan melakukan pemeriksaan kardiotokografi
dan USG
Setelah lahir
1. Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas
2. Kalau mengalami pendarahan diotak maka ada gejala neorologi seperti
kejang, nigtasmus menanggis kurang baik/tidak baik
5. Diagnosis Asfiksia
Dioagnosis dini penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam
merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Diagnosis tersebut tidak hanya
ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi juga dapat diketahui semasa intra uterine.
Untuk menegakkan diagnosa asfiksia maka dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
a. Pada saat proses persalinan
1) Denyut jantung janin yaitu antara 120 -160 x/menit
2) Jumlah menurun dibawah 100x/menit apalagi disertai dengan irama
yang tidak teratur
3) Terdapat mekonium dalam air ketuban pada letak kepala
b. Melakukan penilaian asfiksia pada bayi baru lahir
Penilaian pada bayi bayi baru lahir dengan menggunakan parameter tiga
penilaian penting, cara ini biasa juga disebut dengan penilaian dengan cara
sigtuna
Tabel 2. Penilaian Asfiksia/ cara SIGTUNA
Nilai/ yang dinilai 0 1 2
Tidak ada Lemah tidak teratur Baik/ meringis
Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit
Biru Badan merah dan
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Penilaian ini dilakukan untuk menghemat waktu mengingat asfiksia terjadi
karena adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen, jika hal ini
berlangsung lama maka akan terjadi asfiksia yang lebih berat dimana hal ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
6. patofisiologi asfiksia
Asfiksia neonatorum dapat terjadi kurangnya kemampuan fungsi organ bayi
seperti pengembangan paru-paru, proses terjadinya asfiksia ini dapat terjadi pada
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Gangguan pertukaran gas juga
dapat terjadi pada bayi asfiksia, hal ini dapat disebabkan oleh karena penyempitan
pada arteri pulmonal, peningkatan tahanan pembuluh darah di paru, penurunan aliran
darah pada paru dan lain-lain. (A. Aziz alimul hidayat, Pengantar ilmu keperawatan
anak 1,2008. Hal 198).
7. Penatalaksanaan asfiksia
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
a. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir
1) Memastikan saluran nafs terbuka
a) Meletakkan bayi dalam proses yang benar
Gambar 1 : posisi
kepala untuk ventilasi
b) Menghisap mulut kemudian hidung
c) Bila perluh masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka,
2) Memulai pernapasan
a) Lakukan rangsangan taktil
b) Bila perluh lakukan ventilasi tekanan positif
Adapun cara melakukan ventilasi dengan balon sungkup yang benar
yaiutu pada gambar berikut :
Gambar 2 : posisi sungkup yang
benar
Gambar 3 : posisi perlekatan sungkup pada
wajah
Gambar 4 : cara melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
Sumber : (Guslihan Dasa Tjipta, 2004. http://dinkes-sulsel.go.id,
diakses tanggal 01 juli 2011)
3) Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada
atau bila perlu menggunakan obat-obatan.
b. Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1) Tindakan umum
Tindakan ini dikerjakan tanpa memandang nilai apgar, segera setelah
bayi lahir, diusahakan agar bayi mendapat pernapasan yang baik,
harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas dari tubuhnya.
Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk
mengeringkan tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. Bayi
diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran
pernapasan bagian atas segera dilakukan. Hal ini harus dilakukan
secara hati-hati untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-
kerusakan mukosa jalan napas, spasmus laring atau kolaps paru-paru.
Apabila perlu bayi dirangsang dengan memukul telapak kaki memijat
tendo achilles, atau pada bayi-bayi tertentu diberikan suntikan
vitamin K. ( Wiknjosastro H, 2005. Hal 712)
2) Tindakan khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan
tanpa hasil, prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya
asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi
rendahnya nilai apgar.
a) Asfiksia ringan (7-10)
Penanganan pada bayi dengan asfiksia ringan sama halnya dengan
penangan bayi baru lahir pada umumnya. Biasanya hanya
memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir atau
cairan dari orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction
unit tekanan rendah. Penghisapan harus dilakukan secara hati-hati
karena penghisapan terlalu kuat/traumatik dapat menyebabkan
stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung. Stelah
dilakukan penghisapan observasi tanda-tanda vital dan apgar score
bayi dan masukkan kedalam inkubator karena neonatus yang
mengalami asfiksia mempunyai sistem pengaturan suhu tubuh yang
lebih tidak stabil sehingga dapat mengakibatkan hipotermi dimana
hipotermi ini dapat memperberat/ memperlambat pemulihan keadaan
asidosis yang terjadi. Apabila tindakan diatas tidak berhasil maka
perlakukan bayi sebagai penderita asfiksia sedang.
b) Asfiksia sedang (4-6)
Pada keadaan ini dapat dilakukan rangsangan untuk menimbulkan
refleks pernapasan. Hal ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik, bila
waktu tersebut pernapasan tidak timbul maka segera lakukan
penghisapan lendir dan berikan rangsangan nyeri berupa tepokan atau
sentilan pada telapak kaki dan gosokkan selimut kering pada
punggung sambil memantau frekuensi jantung dan respirasi secara
terus-menerus. Pernapasan aktif dapat dilakukan dengan pernapasan
kodok (frog breathing) selama 1-2 menit dengan cara kepala bayi
diletakkan dalam ekstensi maksimal kemudian masukkan pipa
kedalam hidung dan alirkan O2 dengan kecepatan 1-2 ltr/menit.
Lakukan gerakan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut
disertai pergerakan dagu keatas dan kebawah secara teratur dalam
frekuensi 20 x/menit dengan memperhatikan gerakan dinding thoraks
dan abdomen. Bila bayi mulai memperlihatkan pernapasan, usahakan
upaya gerakan tersebut diikuti.
Bila frekuensijantung menurun atau tudak adekuat dalam waktu
tersebut, maka berikan ventilasi (VTP) dengan kantong resusitasi dan
sungkup muka. Jika tidak ada alat ventilasi maka lakukan tehnik
pernapasan buatan dari mulut ke mulut dengan menggunakan prinsip
pencegahan infeksi. Sebelum bantuan pernafasan dilakukan, terlebih
dahulu dimasukkan pharyngeal airway yang berfungsi mendorong
pangakal lidah kedepan agar jalan nafas berada dalam keadaan
sebebas-bebasnya. Sebelum peniupan dilakukan telebih dahulu mulut
penolong diisi dengan O2. Peniupan dilakukan secara teratur dengan
frekuensi 20-30 x/menit perhatiak gerakan pernafsan yang mungkin
timbul. Tindakan dikatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan
beberapa saat, terjadi penurunan frekuensi jantung atau pemburukan
tonus otot. Dalam hal demikian bayi harus diperlakukan sebagai
penderita asfiksia berat.
c) Asfiksia berat (0-3)
Resusitasi aktif harus segera dilakukan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan
berulang-ulang. Cara yang terbaik dengan melakukan intubasi
endotrakeal dan setelah kateter dimasukkan ke dalam trakea, O2
diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml air. Asfiksia berat
hampir selalu disertai asidosis, yang membutuhkan perbaikan segera
: karena itu, bikarbonas natrikus 7,5% harus segera diberikan
dengan dosis 2-4 ml/kg Berat badan, disamping itu glukosa 40%
diberikan pula 1-2 ml/kg Berat badan, untuk menghindarkan dari
efek samping obat, pemberian harus diencerkan dengan air steril
atau kedua obat diberikan bersama-sama dalam satu semprit melalui
pembuluh darah umbilikus.bila setelah beberapa waktu pernapasan
spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun ( kurang dari
100 permenit) maka pemberian obat-obatan lain serta massage
jantung sebaiknya dilakukan.massase jantung dikerjakan dengan
melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80-100
kali/menit. Tindakan ini dilakukan berselingan dengan nafas buatan,
yaitu setiap kali massage jantung diikuti dengan satu kali pemberian
nafas buatan, bila tindakan-tindakan tersebut di atas tidak memberi
hasil yang diharapkan, keadaan bayi harus dinilai lagi karena hal ini
mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa
yang belum diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organik
seperti hernia diafragmatika, atresia atau stenosis jalan nafas.
(Wiknjosastro H, 2005. Hal 712 - 714)
c. Asuhan pasca Resusitasi
Setelah resusitasi berhasil dilakukan, bayi dapat diserahkan kembali
keorang tua atau jika tidak, dipindahkan keunit perawatan intensif atau
bayi tetap dirawat dengan cara
1) Hindari kehilangan panas :
a) lakukan kontak kulit dengan dada ibu ( metode kanguru), dan
selimuti bayi.
b) Letakkan dibawah radiant heater atau dibawah sinar lampu, jika
tersedia
2) Periksa dan hitung nafas dalam semenit :
Jika bayi sianosis atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 kali
permenit, tarikan dinding dada kedalam atau merintih) berikan oksigen
lewat kateter hidung nasal prong.
3) Ukur suhu aksilerasi
a) Jika suhu 36oC atau lebih, teruskan metode kanguru dan mulai
pemberian ASI
b) Jika suhu < 36oC, lakukan penanganan hipotermi
4) Mendorong ibu mulai menyusui karena bayi yang mendapat resusitasi
cenderung hipoglikemia
a) Jika kekuatan menghisap baik, proses penyembuhan optimal.
b) Jika menghisap kurang baik, rujuk kekamar bayi atau ketempat
pelayanan yang dituju
5) Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika sukar
bernafas kambuh, rujuk kekamar bayi atau ketempat pelayanan yang
dituju
B. KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
1. Pengertian manajemen asuhan kebidanan
Proses manajemen kebidanan atau proses penatalaksanaan kebidanan
merupakan suatu metode pemecahan masalah untuk menyatukan pemikiran
dan tindakan kedalam suatu tindakan yang logis.
2. Tahapan dalam manajemen asuhan kebidanan
a. Pengumpulan data dasar
Pengumpulan semua data yang dibutuhkan baik melalui anamnese
maupun pemeriksaan untuk menilai keadaan klien secara menyeluruh
seperti pemeriksaan laboratorium dan USG .
b. Perumusan diagnosa dan masalah aktual
Pada tahap ini merupakan pengembangan dan interpretasi data dasar yang
telah dikumpulkan sebelumnya kedalam identifikasi yang spesifik
mengenai masalah atau diagnosa.
Masalah adalah hal yang berhubungan apa yang dialami klien.
Pengetahuan profesional sebagai dasar/arahan untuk mengambil tindakan.
Diagnosa kebidanan yang ditegakkan harus berlandaskan atas ancaman
keselamatan hidup klien.
c. Perumusan diagnosa dan masalah potensial
Identifikasi adanya masalah potensial dari diagnosa atau masalah yang
ada, hal ini dilakukan sebagai tindakan antisipasi atau pencegahan untuk
segala sesuatu yang dapat terjadi.
d. Pelaksanaan tindakan segera atau kolaborasi
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama anggota tim kesehatan yang lain
sesuai dengan kondisi lain.
e. Perumusan rencana tindakan Asuhan Kebidanan
Pengembangan suatu rencana tindakan yang komprehensif, ditentukan
berdasarkan langkah sebelumnya. Suatu rencana tindakan yang
komprehensif tidak hanya mencakup indikasi apa yang timbul
berdasarkan kondisi klien tetapi juga menyangkut masalah yang
berhubungan dengan dengan kondisi tersebut dan juga dapat berupa
bimbingan yang diberikan terlebih dahulu kepada ibu terhadap apa yang
diharapkan selanjutnya.
f. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan asuhan yang telah direncanakan dengan memperhatikan
efisiensi dan keamanan tindakan.
g. Evaluasi
Evaluasi adalah cara menilai tentang keefektifan tindakan yang telah
diberikan serta mengadakan penyesuaian kembali pada langkah
sebelumnya pada setiap aspek dari proses manajemen yang efektif.
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan ( SOAP )
a. Data Subjektif
Data atau fakta yang merupakan informasi yang diperoleh dari pasien
atau dari keluarga dan tenaga kesehatan lainnya, yang mencakup nama,
umur, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan serta
keluhan-keluhan
b. Data Objektif
Merupakan data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik mencakup
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang
lainnya seperti pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya.
c. Assesment
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah
yang mencakup kondisi, masalah yang diprediksi terhadap kondisi
tersebut. Penegakkan diagnosa kebidanan dijadikan sebagai dasar
tindakan dalam upaya menanggulangi ancaman keselamatan pasien/klien.
d. Planning
Merupakam rencana kegiatan yang mencakyp langkah-langkah yang akan
dilakukan oleh bidan dalam melakukan intervensi untuki memecahkan
masalah pasien/klien.
Tabel 3 : Rencana dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Alur fikir Bidan pencatatan dari Asuhan
kebidanan
Proses manajemen pendokumentasian
SOAP NOTES
Subjektif
Objektif
Assesment / Diagnosis
Kebidanan Asuhan Kebidanan
Planning :
Konsul
Tes lab
Rujukan
Pendidikan /
koseling
Follow up
7 Langkah (Varney) 5Langkah
(Kompetensi Bidan)
Data Data
Masalah/dignosa Assesment / Diagnosis
Antisipasi
masalahPotensial
/diagnosa lain
Menetapkan kebutuhan
segera untuk konsultasi
kolaborasi
Perencanaan Perencanaan
Implementasi Implementasi
Evaluasi Evaluasi