kpd + augmentasi persalinan
Post on 20-Feb-2016
76 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF OBSTETRI
RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK
Nama Mahasiswa : Maria Priscilla
NIM : 11 - 2014 - 325
Dr. Pembimbing : Dr. Adi Guritno, SpOG
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NA
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Raya Kalimulya RT 05/02 Cilodong-Depok
Masuk RS : 21 Agustus 2015 08.05 WIB
1
SUAMI PASIEN
Nama : Tn. F
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Raya Kalimulya RT 05/02 Cilodong-Depok
I. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal 21 Agustus 2015 pukul 08.20 WIB
A. Keluhan Utama
Keluar cairan jernih dari jalan lahir sejak jam 10 malam.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. NA datang atas rujukan bidan, mengeluh keluar cairan dari
jalan lahir sejak 20 Agustus 2015 jam 10 malam WIB. Menurut pasien air
yang keluar mengalir seperti kencing yang merembes tidak dapat ditahan.
Pasien mengaku ini adalah kehamilan pertama. Saat dilakukan pemeriksaan
dalam di bidan didapatkan pembukaan 1. Pukul 02.00 WIB dilakukan
pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 5. Setelah itu pasien dirujuk ke
rumah sakit karena tidak ada kemajuan pembukaan, Tiba di rumah sakit pukul
08.05 WIB. Pukul 08.15 WIB 21 Agustus 2015 pasien masuk ruang bersalin
RS Simpangan Depok, pasien mengeluh air ketuban terus keluar, perut mules.,
dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 5, kepala Hodge 2,
ketuban negatif. His adekuat 2x10 menit kira-kira 25 detik. Tekanan darah
110/70, nadi 76x/menit, napas 28x/menit. Tinggi fundus uteri 31cm.
Pasien mengaku merasakan gerakan janin, sedikit nyeri saat janin
bergerak, Tidak ada demam, tidak ada keputihan. HPHT 20 November 2014.
2
Umur kehamilan 39 minggu, taksiran partus 27 Agustus 2015 berdasarkan
haid terakhir.
C. Riwayat Menstruasi
Menarche pada usia 11 tahun, siklus 28 hari, teratur, lamanya 4 hari,
banyaknya ± 2-3 pembalut/hari, nyeri haid (-).
HPHT : 20 November 2014
TP : 27 Agustus 2015
D. Status Pernikahan
Menikah 1x dan sudah berlangsung 2 tahun.
E. Riwayat Kehamilan yang lalu
-
F. Riwayat Kehamilan Sekarang
Hamil muda : mual (+). Muntah (-), perdarahan (-), hipertensi (-)
Hamil tua : mual (-). Muntah (-), perdarahan (-), hipertensi (-)
ANC di bidan teratur tiap bulan.
G. Riwayat KB : tidak ada
H. Riwayat Penyakit Sistemik
Penyakit kencing manis, penyakit ginjal,penyakit jantung, hipertensi, penyakit
hati, dan asma disangkal pasien.
I. Riwayat Operasi : tidak ada.
J. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat hipertensi, Kencing manis, penyakit ginjal, jantung, asma.
K. Riwayat Kebiasaan dan Psikososial
3
Tidak merokok, minum alkohol, narkotika dan minum jamu.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tensi 110/70 mmHg
Nadi 76 x/m
RR 28x/m
Suhu 36,4
Berat badan : sebelum hamil : 45 kg
saat hamil : 58 kg
setelah melahirkan : 54 kg
Kepala : Normocephali, rambut hitam, lurus, distribusi merata
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik.
Mulut : Tidak kering, tidak cyanosis.
Leher : Pembesaran kelenjar (-).
Thoraks
Cor : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo : Sn Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-).
Ekstremitas : akral hangat, oedem -/-
Status Obstetrik
Abdomen
Inspeksi : membuncit, membesar arah memanjang, striae gravidarum(+).
Palpasi :
Leopold I : TFU 31cm, teraba bagian bulat dan kenyal.
Leopold II :tahanan terbesar di sebelah kanan perut ibu,keras
seperti papan
4
Leopold III : Teraba 1 bagian besar, bulat, keras, dan melenting.
Leopold IV : divergen
His : (+) 2x/10’/25”
Tafsiran Berat Janin : 2945 gram
Auskultasi : DJJ 140 dpm, teratur.
Kesan :Janin tunggal, Hidup Intrauterin, Presentasi kepala,Punggung kanan, bagian
terbawah janin berada di Hodge II.
Anogenital
- Inspeksi : keluar cairan jernih,lendir (+) darah (+),edema (-)
- Inspekulo : tidak dilakukan
- VT : pembukaan 5,H 2, ketuban (-) lendir + darah + pada
handscoon
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (23 Agustus 2015 : 00.10)
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 19.600 mm3 5000-10000
Haemoglobin 13,0 g/dl 12-16
Trombosit 169000 mm3 150000-400000
Hematokrit 38 % 37-47
Masa Perdarahan 2’37 Menit 1-3
Masa Pembekuan 7’55 Menit 6-10
B. CTG
5
C. USG
Tidak dilakukan
IV. RESUME
Pasien Ny. NA, 25 tahun, G1P0A0 datang dengan keluhan keluar cairan dari
jalan lahir sejak 10 jam SMRS. Air berwarna jernih,tidak berbau dan mengalir
tidak dapat ditahan. Gerak janin (+), nyeri saat janin bergerak (+), mulas (+),
lendir + darah (+), demam (-).ANC di bidan teratur. HPHT : 20/11/2014, TP :
27/08/2015. Pemeriksaan fisik, KU tampak sakit ringan, kesadaran compos
mentis, TD : 110/70 mmHg, N: 76x/m, RR : 28x/m, BB saat hamil =58kg, TFU
31 cm, VT pembukaan 5 H II, selaput ketuban (-),lendir darah (+), status generalis
dalam batas normal, CTG reaktif, pemeriksaan laboratorium darah terdapat
leukositosis. DJJ 140dpm.
V. DIAGNOSIS
G1P0A0, 25 tahun, hamil 39 minggu inpartu kala I fase aktif memanjang dengan
KPD 10 jam.
VI. TATA LAKSANA
Kosongkan kantong kemih pasien
Pasang infuse RL + oksitosin 5 unit setengah ampul ke dalam botol
infuse.
Pasang oksigen 3L/m
6
Minta ibu miring ke kiri
Observasi his, DJJ, TTV
o Pukul 10.00 WIB : VT ulang : pembukaan 8 H II, Ketuban -, his
3x10’/35’’, DJJ : 153x/ menit.
o Bishop score :
Posisi : anterior (+2)
konsistensi : lunak (+2)
pendataran : 60% (+2)
dilatasi : 8cm (+3)
letak bayi : -2 (+1)
TOTAL : 10
- Persiapan persalinan
- Menunggu gejala dan tanda kala II persalinan, yaitu: dorongan meneran
bersamaan dengan terjadinya kontraksi, tekanan pada anus, perineum menonjol,
vulva membuka dan meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. .
- Setelah tampak kepala bayi, dokter langsung melindungi perineum dengan satu
tangan yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala
bayi untuk menahan posisi defleksi dan memantau lahirnya kepala.
- Tidak ada lilitan tali pusat setelah kepala lahir.
- Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, kepala dipegang secara biparietal.
Dokter menganjurkan ibu untuk meneran saat ada kontraksi. Dengan lembut,
kepala bayi ke arah bawah dan distal bahu depan muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian gerakkan ke arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang,
kemudian lakukan sanggah susur setelah seluruh bagian bayi lahir, bayi lahir
pukul 12.50.
- Bayi di letakkan di atas kain yang telah disiapkan, dalam waktu 2 menit setelah
bayi lahir, tali pusat dijepit dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm
dari distal klem pertama. Dengan satu tangan pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem
tersebut. Kemudian resusitasi pada bayi dengan menggunakan suction,
7
dihangatkan, disuntikan Neo K 0,5 cc IM, bayi jenis kelamin perempuan, berat
badan 3,1 kg, panjang badan 50cm.
- Meraba fundus uteri, memastikan tidak ada bayi lain di dalam uterus
- Memberikan suntikan oksitosin 10 IU I.M. pada 1/3 atas paha bagian luar segera
(dalam satu menit pertama).
- Memindahkan klem hingga 5-10 cm dari vulva.
- Tangan yang lain diletakkan pada perut ibu untuk meraba kontraksi uterus dan
menekan uterus pada saat peregangan tali pusat terkendali.
- Setelah terjadi kontraksi, tali pusat diregangkan dengan satu tangan dan tangan
yang di atas perut untuk mendorong uteus ke arah dorsokranial
- Setelah plasenta tepisah, menganjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina.
- Setelah sebagian plasenta keluar, diputar dengan perlahan searah jarum jam
hingga semua selaputnya terlepas dan keluar.
- Melakukan masase uterus untuk merangsang uterus berkotraksi baik dan kuat
- Evaluasi tinggi fundus uteri
- Memeriksa apakah ada perdarahan dari robekan perineum, didapati robekan
perineum derajat 2.
- Bidan menyuntikan lidocain 2 amp IM.
- bidan melakukan jahitan dengan menggunakan benang catgut chromic.
- persalinan selesai sekitar jam 13.45.
FOLLOW UP 2 jam post partum :
- 13.50 : TD 100/60 mmHg, N 95x/mnt, RR 22x/mnt, TFU sepusat
- 14.05 : TD 100/60 mmHg, N 90x/mnt, RR 20x/mnt, TFU sepusat.
- 14.20 : TD 90/60 mmHg, N 90x/mnt, RR 21x/mnt, TFU sepusat.
- 14.35 : TD 90/60 mmHg, N 92x/mnt, RR 21x/mnt, TFU sepusat.
- 14.50.: TD 90/60 mmHg, N 90x/mnt, RR 20x/mnt, TFU sepusat.
- 15.15: TD 100/60 mmHg, N 95x/mnt, RR 22x/mnt, TFU sepusat.
21/08/2015 pukul 15.35 WIB pasien dipindahkan ke ruang perawatan mawar 3.
Medikamentosa :
8
Terapi selanjutnya :
- Ciprofloxacin 500mg 2x1 (po)
- Cataflam 2x1 (po)
- Mefinal 3x1 (po)
- Sangobion 1x1 tab (po)
Non Medikamentosa :
Anjurkan ibu untuk makan dan minum
Anjurkan ibu untuk mobilisasi
Memastikan bekas operasi kering
-
VII. PROGNOSIS
Ibu
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Janin
Ad Vitam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
21 Agustus 2015 jam 18.00
S : nyeri di vagina karena luka jahitan, sulit BAK.
O :
Tekanan darah : 100/50 mmHg
Nadi : 92 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Keadaan umum : Baik
Abdomen : TFU 1 sepusat, perdarahan minimal, Urine (-)
9
A : P1A0 post partum pevaginam
22 Agustus 2015 jam 06.00
S : nyeri luka jahitan, BAK -, pusing, flatus (+),
O :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Pernapasan : 24x / menit
Keadaan umum : Baik
Abdomen : sepusat, perdarahan minimal, Urine (-), mobilisasi (+).
A : P1A0 post partum dengan retensio urine
P : pasang kateter 06.30 : urine 500cc, dipasang urine bag
22 Agustus 2015 jam 12.00
S : nyeri luka jahitan,pusing.
O :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 92 x / menit
Pernapasan : 24x / menit
Keadaan umum : Baik
Abdomen : sepusat, perdarahan minimal, Urine 80cc, mobilisasi (+).
A : P1A0 post partum dengan retensio urine
10
22 Agustus 2015 jam 18.00
S : nyeri luka jahitan, kateter masih terpasang, BAB + 1x.
O :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 96 x / menit
Pernapasan : 20x / menit
Keadaan umum : Baik
Abdomen : sepusat, perdarahan minimal, Urine 400cc, mobilisasi (+).
A : P1A0 post partum dengan retensio urin
23 Agustus 2015 jam 06.00
S : nyeri di vagina karena luka jahitan, kateter masih terpasang.
O :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 84 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Keadaan umum : Baik
Abdomen : TFU 1 sepusat, perdarahan minimal, Urine 200CC
A : P1A0 post partum pevaginam dengan retensio urine
P : lepas urine bag, pasang kateter buka tutup, pasien pulang.
25 Agustus 2015 jam 08.20
S : kontrol jahitan, kateter masih terpasang.
O :
11
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 84 x / menit
Pernapasan : 20x / menit
Keadaan umum : Baik
A : P1A0 dengan retensio urine
P : lepas kateter, minum banyak, ukur urine residu.
G1P0A0 Hamil 39 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif Memanjang dengan Ketuban Pecah Dini 10 Jam
Definisi
Ketuban pecah dini (PROM, premature rupture of membrane) adalah kondisi dimana
ketuban pecah sebelum proses persalinan dan usia gestasi ≥37 minggu. Jika ketuban pecah
pada usia gestasi <37 minggu, maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
(PPROM, preterm premature rupture of membrane).1 Selaput ketuban normalnya pecah
secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu pada akhir kala I atau awal kala II,
diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang. Ketuban yang pecah sebelum
mulainya persalinan dengan usia kehamilan sebelum 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm.2
Epidemiologi
Insidens ketuban pecah dini (KPD) ini didapatkan sebanyak 8-10% dari semua
kehamilan, dimana sebagian besar kasus terjadi pada umur kehamilan lebih dari 37 minggu.1
KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu
sekitar 95%, sedangkan pada kehamilan yang tidak cukup bulan atau KPD pada preterm
terjadi sekitar 34% dari seluruh kelahiran premature.
12
Etiologi
Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui secara pasti. Pada sebagian
besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65 %).Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana
yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah :
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
2. Servik yang inkompetensia. Pada keadaan tertentu pemendekan dan penipisan leher
rahim (serviks) terjadi secara dini pada kehamilan yang bukan disebabkan oleh proses
persalinan, melainkan akibat lemahnya struktur serviks. Lemahnya struktur ini
disebabkan oleh sejumlah kondisi, yang mana terbanyak akibat cedera sebelumnya
pada serviks atau karena kelainan bawaan. Akibatnya, serviks tidak mampu menahan
bobot kehamilan, serviks membuka tanpa adanya kontraksi, kadang sampai membuka
lengkap. Akibat terbuka maka selaput ketuban akan menonjol dan bahkan pecah jauh
sebelum bayi bisa hidup di luar (prematur). Faktor resikonya adalah riwayat serviks
inkompeten pada kehamilan sebelumnya, pembedahan, cedera leher rahim, dan
kelainan anatomi leher rahim.
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, gemelli.
Etiologi Hidramnion
1. Produksi air ketuban bertambah :cairan ketuban dihasilkan oleh
sel-sel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena
cairan lain masuk ke dalam ruangan amnion, misalnya air
kencing anak atau cairan otak pada anensefal.
2. Pengaliran air ketuban terganggu : Air ketuban yang telah
dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah statu jalan
pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan
dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk ke dalam peredaran
darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak mampu
menelan, seperti pada atresia esophagus, anensefal, atau tumor-
tumor plasenta. Pada anensefal diduga hidramnion terjadi
13
karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum
tulang.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
Patofisiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya
elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput
ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblast serta pada korion di
daerah lapisan retikuler dan trofoblas, dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada
lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan
prostaglandin.Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin.
Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/ amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah spontan.
Selain itu mediator tersebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur
akibat tarikan saat uterus berkontraksi.2,3
Ketuban pecah dini ada hubungannya dengan hal-hal sebagai berikut :
14
Diagnosis
Diagnosis harus ditegakkan secara tepat dan efisien. Pemeriksaan yang berulang pada
vagina, baik itu pemeriksan dalam ataupun inspekulum tidak boleh terlalu sering dilakukan
untuk mengurangi terjadinya infeksi.1
A. Gejala subjektif
Pasien dengan ketuban pecah dini mengeluh adanya keluar air ketuban warna putih
keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kebocoran
cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas. Dapat disertai demam jika sudah ada
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. 2,3
Riwayat haid pasien, umur kehamilan pasien diperkirakan dari hari haid terakhir dan
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
B. Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum,
terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
1. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava,
atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada forniks anterior/posterior.
Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
15
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam
vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan),
dan dibatasi sedikit mungkin.1,4
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret
vagina.
1.Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang
sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH
normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5.
Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik
spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang
positif palsu.2,5
2.Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
3.Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis >15000/mm3 dengan
peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterine.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
c. Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Laenec atau dengan fetal phone atau CTG.
Bila ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan
meningkat.
Komplikasi
Infeksi fetus dan neonatus
16
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis)
sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas
perinatal. Janin yang mengalami takhikardi mungkin mengalami infeksi intrauterin.
Infeksi maternal
Karena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung
antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi
ascenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas
dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi.
Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan
prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan
bayi atau janin dalam rahim.
Korioamnionitis
Merupakan keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion, dan
cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Ini merupakan komplikasi paling serius bagi
ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab yang terutama adalah
yang berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal
dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus. Korioamnionitis tidak selalu
menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain demam, nadi cepat, berkeringat,
uterus lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina.
Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali.Ketuban pecah 24
jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat. Protokol : berikan antibiotika luas
dan janin dilahirkan tanpa memandang usia gestasi.. Ditandai seperti demam (37º),
maternal dan fetal takikardia, leukositosis, nyeri tekan pada uteri dan bau yang tidak
enak (foul odor) dari amnion dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa. Bila
terdapat setidaknya 2 dari gejala klinik tersebut maka dapat dikatakan menderita
korioamnionitis. Sekitar 20% dari pasien KPD kemungkinan terkena korioamnionitis
dan hal ini berbanding terbalik dengan umur gestasi (UCLA series), kemungkinan
terkena korioamnionitis semakin besar pada kehamilan kurang dari 28 minggu atau
berat janin kurang dari 2000 gram. Hal ini mungkin disebabkan karena imunitas yang
berasal dari cairan amnion masih rendah, begitu juga dengan fetusnya pada kehamilan
muda. Insiden terjadinya infeksi korioamnionitis pada pasien KPD berhubungan
17
dengan lamanya waktu masa laten dari terjadinya KPD hingga terjadinya persalinan.
Bakteri penyebab terjadinya korioamnionitis biasanya streptococcus grup B. Pasien
dengan jumlah leukosit 18.500/mm3 dan shift to the left dapat dicurigai adanya
korioamnionitis, ditambah dengan penilaian terhadap C-reaktive protein (CRP) darah
yang dinilai normalnya pada kehamilan adalah 0,7- 0,9 mg/dl dan terjadinya
peningkatan ini terlihat 2 – 3 hari sebelum timbulnya gejala klinis.2,4,6
Prolaps/kompressi tali pusat
Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus KPD. KPD preterm yang inpartu
mempunyai 8,5% insiden gawat janin dibandingkan 1,5% pada persalinan pretarem
tanpa KPD. Yang biasanya terjadi adalah timbulnya variabel deselerasi akibat
kompresi pada tali pusat yang disebabkan oleh keadaan oligohidramion. Dan sebagai
konsekuensinya adalah banyaknya pasien dengan KPD yang harus dilakukan seksio
cesaria.
Deformasi pada fetus
Deformitas mungkin terjadi karena lamanya KPD. Seperti pada pulmonary hipoplasia,
kebanyakan pada kasus ini muncul pada KPD sebelum 26 minggu dan setelah masa
laten 5 minggu atau lebih.
Hypoplasia pada pulmonary (dengan early, severe oligohydramnion)
Penyakit ini sering timbul bila KPD terjadi pada kehamilan kurang dari 26 minggu
dan masa laten diperpanjang hingga 5 minggu. Yang nantinya dapat berkembang
menjadi multiple pneumothoraks dan interstisial emphysema. Biasanya penyakit ini
akan beakibat kematian, namun bayi yang dapat bertahan akan menderita kronik
bronkopneumothorak displasia. Diagnosis perinatalnya dapat ditegakkan dengan
mengukur rasio antar lingkar torak dengan abdomen. Rasio ini akan tetap konstan
selama masa kehamilan dan bila lebih dari 0,89 maka prognosisnya baik.
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
Penatalaksanaan yang dapat dilakukandidasarkan pada usia gestasi sebagai berikut :
a. <34 minggu – Apabila benefit dari in utero development lebih besar dibandingkan
dengan infeksi ascenden, maka pemilihan tatalaksana konservatif adalah tepat.
Pulmonary hypoplasia dan deformitas skeletal mungkin terlihat dikarenakan
oligohidramnion akibat ketuban pecah spontan pada prematur yang ekstrem.
18
Hypoplasia pulmonary yang terjadi setelah ketuban pecah spontan mencapai 50% dari
kasus yang usia gestasinya di bawah 20 minggu, sedangkan pada usia gestasi lebih
dari 24 minggu, persentase terjadinya hypoplasia pulmonary adalah 3%. Betametason
12 mg/hari diberikan selama 2 hari bertujuan untuk meningkatkan produksi surfaktan
fetal sebelum dilakukan persalinan. Selain betametason, dapat juga digunakan
deksametason I.M. 2x6 mg dengan jarak setiap 12 jam, pemberian hanya untuk 2
hari. Bila janin dalam satu minggu belum lahir, maka pemberian kortikosteroid dapat
diulang. Penggunaan antibiotik untuk profilaksis belum terbukti menguntungkan
untuk fetus. Dalam usia gestasi ini, rawat pasien hingga air ketuban tidak keluar lagi
sambil diobservasi kondisi ibu dan janin.1,3,4
Masalah berat terjadi apabila ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan kurang dari
26 minggu.Bila berat janin sudah mencapai 2000 gram,induksi dapat
dipertimbangkan. Kegagalan induksi disertai dengan infeksi yang diikuti
histerektomi.2
b. 34-37 minggu – Apabila tidak ada tanda-tanda stress pada aktivitas uterus dan tidak
ada tanda-tanda infeksi, maka dilakukan manajemen konservatif. Resiko dari
respiratory distress syndrome (RDS) pada infant sekitar 5%. Terapi antibiotik dapat
diberikan untuk menurunkan infeksi maternal tetapi lebih baik pengobatan infeksi
dilakukan jika terdeteksi adanya infeksi dibandingkan pengobatan infeksi secara
subjektif pada semua pasien. Induksi persalinan pada 36 minggu dilakukan untuk
menghindari resiko yang berlanjut dari infeksi ascenden serta selagi resiko dari RDS
masih rendah. Apabila belum inpartu, diberikan profilaksis antibiotik, steroid,
observasi tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Tetapi bila ada tanda inpartu, maka
berikan steroid, antibiotik intrapartum profilaksis, dan lakukan induksi setelah 24
jam.4
c. >37 minggu- jika tidak terjadi persalinan dalam waktu 24 jam sejak ketuban pecah, maka
induksi persalinan dilakukan untuk menghindari perkembangan infeksi yang berhubungan
dengan peningkatan morbiditas. Komplikasi yang terjadi termasuk : infeksi, perdarahan
antepartum dan fetal compromise. Jika tidak ada komplikasi, maka menunggu sampai 96
jam untuk persalinan masih dapat dilakukan namun ada baiknya tidak menunggu selama
ini, dikarenakan 48-72 jam merupakan waktu yang rentan persalinan atau terjadinya
korioamnionitis. Induksi dilakukan dengan oksitosin atau misoprostol 25-50 mcg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda infeksi, berikan antibiotik dosis
19
tinggi dan terminasi. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bishop’s Score untuk menghitung pematangan serviks
Cerviks 0 1 2 3
Position Posterior Midposition Anterior -
Consistency Firm Medium Soft -
Effacement 0-30% 40-50% 60-70% >80%
Dilation Closed 1-2cm 3-4cm >5cm
Baby’s station -3 -2 -1 +1, +2
Antibiotik yang dapat diberikan (ampisilin 4x1-2 gram IV atau eritromisin 4x250 mg
IV selama 2 hari, untuk 5 hari selanjutnya diberikan terapi per oral, amoksisilin dan
eritromisin(4x250mg PO) dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). Hindari
pemberian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat menyebabkan
Necrotizing Enterocolitis(NEC).1
20
Gambar 2.Tatalaksana penanganan ketuban pecah dini.8
INDUKSI DAN AUGMENTASI PERSALINAN
Induksi persalinan adalah upaya menstimulus kontraksi spontan uterus yang belum
muncul untuk mempersiapkan kelahiran. Indikasinya adalah postmature, KPD, IUFD,
oligohidramnion, infeksi amnionitis. Teknik induksi dapat berupa pemberian sintosinon,
pemberian prostaglandin E2, pemberian misoprostol, dan amniotomi.
Augmentasi persalinan adalah intervenasi untuk mengatasi kemajuan persalinan yang
lambat. Perbaikan kontraksi uterus yang tidak efektif meliputi amniotomi, pemberian
okssitosin dan amniotomi, atau pemberian oksitosin jika sebelumnya terjadi ketuban pecah.
Augmentasi persalinan mengacu pada penggunaan obat/intervensi lain untuk ‘mempercepat’
proses persalinan. Biasanya melibatkan artificial untuk meningkatkan frekuensi atau kekuatan
21
kontraksi uterus, dengan atau tanpa memecahkan ketuban, perubahan posisi, penggunaan
instrumental (forceps, vakum), dan teknik lainnya.
Tahap augmentasi persalinan :
1. Tahap pertama : tahap pertama persalinan belangsung sejak kontraksi uterus teratur
hingga serviks membuka lengkap. Obat-obat yang merangsang rahim seperti
oksitosin, dapat digunakan untuk membantu mempercepat kerja pembukaan.
Oksitosin tidak mungkin digunakan saat persalinan tidak aman dan rahim tidak kuat
karena jaringan parut. Oksitosin merupakan pilihan aman untuk mengelola kala 1
yang berkepanjangan. Jika pembesaran selama tahap pertama tidak mengalami
kemajuan persalinan seperti yang diharapkan, persalinan sectio caesaria mungkin
diperlukan.
2. Tahap kedua
`tahap kedua dimulai ketika pembukaan serviks lengkap sampai berakhir dengan
lahirnya bayi.
- Amniotomi
- Forceps atau vakum
- episiotomi
Retensio Urin Post Partum
Retensio urin merupakan tidak adanya proses berkemih spontan 6-10 jam post partum
yang membutuhkan pertolongan kateter. Pada kehamilan, terjadi peningkatan elastisitas pada
saluran kemih, sebagian disebabkan oleh hormon progesteron yang menurunkan tonus otot
detrusor. Pada bulan ketiga, otot detrusor kehilangan tonusnya dan kapasitas vesika urinaria
meningkat perlahan-lahan. Akibatnya,wanita hamil biasanya merasa ingin berkemih. Ketika
wanita hamil berdiri, uterus menekan vesika urinaria. Tekanan ini menjadi dua kali lipat pada
usia kehamilan memasuki 38 minggu. Penekanan ini makin membesar ketika bayi akan
dilahirkan, memungkinkan terjadi trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria dan
menimbulkan obstruksi. Tekanan ini menghilang setelah bayi dilahirkan, menyebabkan
vesika urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akhirnya vesika urinaria menjadi
hipotonik dan cenderung berlangsung beberapa lama. Retensi urin post partum sering terjadi
karena disinergis dari otot detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra
yang tidak sempurna menyebabkan nyeri dan udem, sehingga ibu post partum tidak dapat
mengosongkan kandung kemihnya dengan baik.
22
Daftar pustaka
1. Chris T,et al.Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta:Media
Aesculapius;2014.h.442-3.
2. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH, (ed) “Ketuban Pecah Dini”, Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta,
2002.h.677-82.
23
3. Svigos, J.M, Robinson, J.S, Vigneswaran,R. “Premature Rupture of the Membranes”,
High Risk Pregnancy Management Options, W.B Saunders Company, London,
1994.h.163-71.
4. Elder, M.G, et al. “Preterm Premature Rupture of Membranes”, Preterm Labor, 1sted,
Churchill Livingstone Inc. New York, 1997.h.153-64.
5. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, “Ketuban Pecah
Dini “, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta, 1991.h.39-40.
6. Wilkes, P.T, “Premature Ruptur of Membrane”, 2004 available at www. emedicine.
com / med/med/topic.3246.htm
7. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA.Obstetrics and gynaecology.USA:Elsevier Science
Limited;2003.p.19.
8. Manuaba IBG.Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi.Edisi ke-2.Jakarta
: EGC;2004.h.73.
Diskusi khusus :
Peningkatan normal berat badan bayi dan berat badan ibu
24
Dari pemeriksaan fisik, seharusnya pasien KPD tidak dilakukan pemeriksaan dalam
terlalu sering karena akan menyebabkan infeksi asendens.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya pemeriksaan CTG, padahal CTG
tidak bermakna untuk menentukan apakah seseorang itu KPD atau bukan, tetapi
mungkin dikerjakan untuk memantau keadaan janin setelah KPD.
Dari pemeriksaan darah ditemukan leukositosis tanpa adanya demam. Kemungkinan
penyebabnya adalah bakteri. Pada pasien ditemukan retensio urine dan dicurigai
disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Seharusnya dilakukan urinalisa ambil urine
midstream cek bakteriuria >100.000 koloni/ml infeksi +.
Saya setuju dengan penatalaksanaan pemberian oksitosin sebagai augmentasi persalinan
bukan sebagai induksi pada pasien ini, sebab pasien sudah inpartu kala 1 aktif
memanjang dengan KPD. Pemberian oksitosin ini bertujuan untuk menambah dan
25
memperkuat his sehingga persalinan menjadi lebih cepat. Pasien tidak mengalami
kemajuan pembukaan lebih lanjut selama 4 jam sejak pembukaan terakhir, padahal
seharusnya kecepatan pembukaan rata-rata pada pasien primi gravida adalah 1cm per
jam, sehingga diperlukan intervensi guna menyebabkan kemajuan persalinan dan
menghindari terjadinya infeksi lebih lanjut. Pada pemberian oksitosin drip pembukaan
bertambah dan his menjadi lebih kuat dan sering.
Saya kurang setuju dengan penatalaksanaan untuk KPD tanpa pemberian antibiotik
profilaksis dikarenakan KPD sudah terjadi selama 10 jam, dan pemeriksaan darah ibu
terdapat leukositosis yang merupakan kemungkinan salah satu tanda terjadinya infeksi
pada ibu. Dari literatur seharusnya antibiotik profilaksis diberikan sebab pada ketuban
pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi
meningkat sampai 2 kali lipat.
Setuju dengan pemasangan kateter sementara karena pasien sudah mencoba berkemih
namun tidak ada hasil, pasien mulai merasa tidak enak pada bagian perut. Kateter
dipasang selama 48 jam untuk menjaga kantung kemih tetap kosong dan
memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal. Saat kateter
dilepas, pasien disuruh banyak minum dan ditunggu selama 2 jam untuk diukur residu
urin. Setelah didapatkan RU < 100ml pasien dinyatakan sembuh.
26
top related