kegiatan diskusi komunitas rusabesi dalam...
Post on 25-Mar-2021
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEGIATAN DISKUSI KOMUNITAS RUSABESI DALAM
PERSPEKTIF PRINSIP-PRINSIP DASAR LITERASI
BUDAYA DAN KEWARGAAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Perpustakan (S.IP)
Oleh :
HAFIZ ALFARISI
NIM. 1113025100033
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Nama : Hafiz Alfarisi
NIM : 1113025100033
Judul Skripsi : Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi dalam Perspektif Prinsip-
Prinsip Dasar Literasi Budaya dan Kewargaan
Ujian Skripsi : 01 Juli 2020
Skripsi tersebut telah diperbaiki sesuai dengan saran dan komentar Tim Penguji
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) pada Program Ilmu
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juli 2020
Tanda Tangan Tanggal
1. Ketua Sidang : Siti Maryam, M.Hum
17-07-2020 NIP. 19700705 199803 2 002 .......................... ..............
2. Sekertaris Sidang : Amir Fadhilah, M.Si 17-07-2020
NIP. 19710530 199903 1 003 .......................... ..............
3. Pembimbing : Siti Maryam, M.Hum 17-07-2020
NIP. 19700705 199803 2 002 .......................... ..............
4. Penguji I : Dr. Ade Abdul Hak, S.Ag., S.S. 17-07-2020
NIP. 197103 200003 1 002 .......................... ..............
5. Penguji II : Melly Kartika Adelia, M.Hum 17-07-2020 NUPN. 9920112886 .......................... ..............
i
ABSTRAK
HAFIZ ALFARISI (NIM: 1113025100033). Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi dalam
Perspektif Prinsip-Prinsip Dasar Literasi Budaya dan Kewargaan. Di bawah
bimbingan Siti Maryam, S.Ag, S.S., M.Hum. Program Studi Ilmu Perpustakaan
dan Informasi Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2020.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan diskusi komunitas Rusabesi
berdasarkan perspektif prinsip-prinsip dasar dari literasi budaya dan kewargaan. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan kajian pustaka. Sedangkan teknik
analisis data meliputi: Bracketing, menelaah fenomena, menelaah esensi fenomena.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan diskusi di komunitas
Rusabesi terdapat tiga prinsip yang berdasarkan perspektif prinsip-prinsip dasar literasi budaya
dan kewargaan, yaitu : a. Budaya alam sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku. Pada
level ini, penulis menemukan bahwasanya kegiatan diskusi komunitas Rusabesi selaras dengan
prinsip yang pertama ini, budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku dapat
digambarkan dalam bentuk workshop dan peran moderator; b. Kewargaan multikultural dan
partisipatif. Prinsip ini berdasarkan tiga ruang kajian di komunitas Rusabesi, yaitu : Kajian
Tokoh, Kajian Apresiasi Karya Sastra, Kajian Fenomena Sastra, dan Kajian Teoritis dan
Aplikatif; c. Pengalaman langsung. Prinsip ini berdasarkan sinergitas antara komunitas
Rusabesi dengan komunitas lain cukp signifikan dan relevan, karena memang pada dasarnya
komunitas Rusabesi menyediakan wadah diskusi dan berkreasi yang sangat terbuka bagi segala
kalangan. Dan dengan cara tersebut, komunitas Rusabesi mencoba untuk merawat dan
membangun ekosistem literasi yang baik. Dan kesadaran masyarakat dalam merespon kondisi
literasi di Indonesia yang terbilang rendah. Pada tahap ini masyarakat adalah subjek sekaligus
objek dalam gerakan yang sering kali disebut sebagai penggerak literasi. Ini adalah tugas yang
sangat mulia sekaligus berat untuk dijalankan.
Kata Kunci : Literasi Budaya, Diskusi, Komunitas, Pendekatan Fenomenologi.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbil alamiin. Segala puji dan syukur penulis ucapkan hanya kepada
Allah SWT, yang telah memberikan kasih sayang dan melimpahkan nikmat, taufiq, berkah,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
dengan judul “Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi dalam Perspektif Prinsip-Prinsip Dasar
Literasi Budaya dan Kewargaan”. Shalawat serta salam semoga selalu tersampaikan kepada
manusia terbaik, manusia paling sempurna dan manusia yang paling memanusiakan manusia
yakni baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Dalam kelancaran skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang teristimewa
dan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yakni ayahanda tercinta Ahmad Ulfi
dan ibunda tercinta Lisnawati yang telah mendidik, mendoakan, serta memberikan bantuan
moril serta materil kepada penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran sehingga dapat
melangkah hingga sampai ke titik ini dan menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tersusunnya serta penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari
dukungan, bimbingan dan motivasi dari semua pihak yang meluangkan waktu serta ilmunya
dalam membantu penulis. Maka dari itu, pada kesempatan ini izinkan penulis untuk
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Saiful Umam, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Ibu Siti Maryam, S.Ag., S.S., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan.
4. Bapak Amir Fadhila, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan.
5. Ibu Siti Maryam, S.Ag., S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing penulis yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan, dan menuntun penulis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Ade Abdul Hak, S.Ag., S.S. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan yang telah mencurahkan
ilmunya begitu banyak untuk masa depan penulis.
8. Pihak Komunitas Rusabesi yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian. Terima kasih kepada Hafizh Pragitya selaku Koordinator –
Ketua dan Hana Divani Zahra selaku Koordinator – Bendahara yang telah berkenan
membantu penulis dalam memberikan informasi saat melakukan penelitian.
9. Terima kasih kepada keluarga tercinta, wabil khusus Ayahanda Ahmad Ulfi dan Ibunda
Lisnawati yang selalu mendoakan, memberi nasehat, memberi semangat baik moril dan
materil, selalu sabar, selalu perhatian dan mengingatkan kepada penulis untuk
secepatnya menyelesaikan tanggung jawab skripsi ini. Untuk kakak perempuan saya,
Shelma Aisyah yang telah memberikan dukungan dan masukannya.
10. Terima kasih untuk Dinda Fakhriyyah Tifani P. yang telah memberikan doa, dukungan,
serta semangat untuk penyelesaian skripsi ini.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Jakarta angkatan
2013, dan untuk Pion JIP 2013 Egi Al-Maroghi, Laga Al-Ahli, Riezky
Alphiraldiansyah, Abdul Jalil, Muhammad Agustina, Muhammad Zaky, Dimas Satrio,
Muhammad Reza Pahlevi, Rofi Ahmad, Sangga Huda, Renjana, Satrio,
Taufiqqurahman, Mohammad Ardiansyah, Mustahdi, Aprianto, Fajar Alamsyah, Fajar
iv
Edi Jatmiko atas kebersamaannya selama kuliah, yang sama-sama berjuang untuk
menyelesaikan skripsinya.
12. Terima kasih untuk teman-teman Rusabesi dan Recto Studies yang telah memberikan
sumbangsih pemikiran serta nalar penulis selama di dunia perkuliahan dan ruang untuk
bertukar pikiran.
13. Untuk teman-teman Cangkir, Alfatan Rezkaldi, Bintang Tri Fajar, Adam Al-Hadi, Fadli
Muhammad Zen, Ival Ramadhan, Chairul Fattah, Al-Ghifary, Febri Herdiansyah, Abil
Ramandha, Qusye, Nje, May, Widad, terima kasih atas partisipasinya.
14. Terima kasih juga untuk teman-teman JIP kelas A 2013, Mohammad Reza, Fikri Imam,
Muhammad Rifky, I Gusti Made, Cassia Ratna, Irma Khairunisa.
15. Teman-teman KAMI SEHAT, Bang Al Muhdil Karim, serta Bang Haikal, terima kasih
atas ruang kreativitas dan dialektis.
16. Dan semua orang yang sudah banyak mendukung dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
yang tidak dapat diucapkan satu persatu, Terima kasih untuk segalanya, semoga Allah
SWT yang membalas semua kebaikan dan doa yang sudah diberikan kepada penulis.
Aamiin.
Jakarta, Juni 2020
Hafiz Alfarisi
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
D. Definisi Istilah ................................................................................................ 8
E. Sistematika Penulisan .................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN LITERATUR ......................................................................... 11
A. Macam-Macam Literasi ................................................................................. 11
1. Literasi Baca, Tulis, Hitung ....................................................................... 12
2. Literasi Media ............................................................................................ 13
3. Literasi Informasi ...................................................................................... 13
4. Literasi Teknologi ..................................................................................... 14
5. Literasi Perpustakaan ................................................................................. 14
B. Literasi Budaya dan Kewargaan..................................................................... 15
1. Pengertian Literasi Budaya dan Kewargaan .............................................. 15
2. Prinsip-Prinsip Liteasi Budaya dan Kewargaan ........................................ 17
a. Budaya sebagai Alam Pikir melalui Bahasa dan Perilaku ....................... 17
b. Kesenian sebagai Produk Budaya ............................................................ 17
c. Kewargaan Multikultural dan Partisipatif ................................................ 18
d. Nasionalisme ............................................................................................ 18
e. Inklusivitas ............................................................................................... 18
f. Pengalaman Langsung ............................................................................. 19
C. Komunitas ..................................................................................................... 19
1. Pengertian Komunitas ............................................................................ 19
vi
2. Komunitas Sastra..................................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................... 23
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ..................................................................... 23
B. Pemilihan Informan ........................................................................................ 24
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 25
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 28
E. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 30
F. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 33
A. Profil Komunitas Rusabesi ............................................................................. 33
B. Hasil Penelitian .............................................................................................. 46
1. Kegiatan Di Komunitas Rusabesi ......................................................... 47
a. Bentuk Kegiatan Komunitas Rusabesi ................................................ 47
1. Diskusi atau Kajian ......................................................................... 47
2. Pembuatan Video Apresiasi dan Mengaktifkan Blog Rusabesi ..... 50
3. Penerbitan Jurnal ............................................................................ 52
4. Workshop ........................................................................................ 52
5. Perayaan Ulang Tahun dan Pembuatan Antologi ............................... 53
C. Pembahasan .................................................................................................... 54
1. Kegiatan Diskusi atau Kajian Di Komunitas Rusabesi Berdasarkan
Perpspektif Prinsip-Prinsip Dasar dari Literasi Budaya dan Kewargaan .. 54
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 66
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 66
B. Saran ............................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 69
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktural Komunitas Rusabesi ............................................................................. 40
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal Penelitian ..................................................................................................... 30
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan tinggi merupakan sebuah komoditi untuk
mendapatkan akses pendidikan dan berbagai macam literasi, bisa dalam
bentuk yang formal ataupun non-formal. Pendidikan yang formal bisa
didapatkan atau ditemukan di dalam ruang kelas. Sedangkan pendidikan
non-formal bisa didapatkan atau ditemukan di dalam sebuah komunitas
yang dibentuk oleh kalangan mahasiswa. Dapat dilihat kesamaan ketika
mendapatkan akses pendidikan yang formal dan non-formal, yang adalah
terbentuknya suatu interaksi antara satu dengan yang lain. Memang
terlihat tipis perbedaan antara dua hal tersebut, tetapi tetap ada pembeda
tiap masing-masing dari akses pendidikan formal maupun non-formal.
Ketika mendapatkan akses pendidikan atau literasi yang formal
di dalam ruang kelas mungkin terlihat agak sedikit kaku, karena adanya
jarak antara mahasiswa dengan pengajar. Tetapi hal tersebut tidak
dijadikan dasar bahwasanya ruang kelas terlihat tidak menyenangkan.
Dalam hal ini, banyak dari kalangan mahasiswa menawarkan sebuah
pilihan alternatif - yang di mana membentuk sebuah komunitas atau
forum diskusi untuk melangsungkan khasanah pendidikan atau literasi
yang mungkin tidak ditemukan di dalam ruang kelas.
Pada dasarnya, setiap komunitas yang ada terbentuk dengan
sendirinya, tidak ada paksaan dari pihak manapun, karena komunitas
2
terbnagun memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan setiap individu
dalam kelompok tersebut. Suatu komunitas biasanya terbentuk karena
beberapa individu memiliki hobi yang sama, tempat tinggal yang sama
dan memiliki ketertarikan yang sama dalam beberapa hal. Salah satu
komunitas yang sudah cukup terdengar namanya di kalangan mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ialah Rusabesi.
Rusabesi merupakan akronim dari ‘Ruang Sastra Bersama
Sastra Inggris’. Salah satu komunitas yang berbasis dari mahasiswa
Jurusan Sastra dan Bahasa Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora.
Komunitas ini membentuk satu ruang dialog dalam format kajian atau
diskusi. Suatu forum yang dimana, para penggiat kebudayaan dan
kesusasteraan bisa menyampaikan pendapat – serta perspektif mereka
yang dituangkan ke dalam sebuah pemikiran atau wacana baru yang tidak
didapatkan di dalam sebuah ruang kelas yang formal. Terlebih, para
penggiat yang tergabung di dalam komunitas Rusabesi mayoritas
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Komunitas ini juga disebut sebagai sebuah komunitas dalam
tatanan literasi, karena mendukung terciptanya daya berpikir kritis dan
kreatif bagi para penggiat di dalamnya. Rusabesi memiliki kegiatan yang
rutin dilakukan satu kali dalam satu minggu, dengan menghadirkan
sebuah forum diskusi yang bertujuan untuk mengkaji suatu pembahasan
dalam konteks budaya dan sastra. Di dalam forum ini tidak melulu
membahas sebuah materi yang berhubungan dengan budaya dan sastra,
3
ada pula pembahasan dalam konteks filsafat, sejarah, agama, maupun
diskursus lainnya.
Secara teknis, komunitas Rusabesi menghadirkan kegiatan
workshop penulisan materi atau makalah sebelum melakukan kegiatan
diskusi, hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari mekanismekegiatan
diskusi. Selain itu, komunitas Rusabesi melakukan kolaborasi dengan
komunitas lokal sekitar kampus, atau hadir sebagai tamu maupun pengisi
acara di beberapa acara festival sastra ataupun budaya.
Berbicara tentang literasi tidak hanya sekadar tentang
kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi bisa berarti melek
teknologi, politik, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Pentingnya
kesadaran literasi sangat mendukung keberhasilan seseorang dalam
menangani berbagai permasalahan. Apabila seseorang memiliki
kemampuan literasi dipastikan akan memperoleh ilmu pengetahuan dan
mendokumentasikan sepenggal pengalaman yang akan menjadi rujukan
di masa mendatang.
Di dalam cakupan literasi, terdapat sebuah kemampuan yang
dimana kemampuan individu dan masyarakat dalam bersikap terhadap
lingkungan sosialnya sebagai bagian dari suatu budaya dan bangsa.
Kemampuan tersebut adalah kemampuan literasi budaya dan kewargaan.
Literasi budaya dan kewargaan menjadi hal yang penting untuk dikuasai
4
di abad ke-21 oleh setiap orang, agar mereka dapat tetap mencintai dan
ikut melestarikan kebudayaan bangsa Indonesia. 1
Oleh karena itu, kemampuan untuk menerima dan beradaptasi,
serta bersikap secara bijaksana dan cerdas atas keberagaman tersebut
menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan di abad ke-21 ini. Literasi
budaya dan kewargaan tidak hanya menyelamatkan dan mengembangkan
budaya lokal dan nasional, tetapi juga membangun identitas bangsa
Indonesia di tengah masyarakat global, agar tetap mencintai dan bisa
melestarikan kebudayaan tersebut.
Literasi budaya dan kewargaan bertujuan untuk mencegah
lunturnya budaya lokal akibat imbas dari masuknya budaya global yang
sangat kuat. Untuk meredam pengaruh-pengaruh budaya global yang
kuat diperlukan literasi dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelesetarian budaya lokal. Kondisi saat ini, masyarakat harus dapat
mengembangkan kemampuan diri dalam menghadapi era global, tetapi
jangan sampai terbawa arus budaya global yang tidak sesuai dengan
budaya sendiri. Sebagaimana budaya yang diketahui sebagai adat istiadat
atau kebiasaan suatu masyarakat.
Literasi selalu dimaksudkan sebagai kemampuan dasar dalam
hal membaca, menghitung, dan menulis. Namun seiring
perkembangannya, konsep literasi berubah menjadi rangkaian
keterampilan dalam bebagai macam kelompok dilihat dari perspektif
1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, “Materi Pendukung Literasi Budaya dan Kewargaan:
Gerakan Literasi Nasional” (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), h. 2.
5
berbagai bidang seperti munculnya literasi informasi, literasi kesehatan,
literasi teknologi, literasi ekonomi, literasi budaya, dan lain-lain.
Literasi tidak lagi hanya dipandang sebagai kemampuan dasar
atau alat yang mendukung proses pembelajaran akademik, tetapi sudah
menjadi faktor pendukung kebutuhan masyarakat akan akses informasi
yang akurat dan terpercaya, kemampuan berpikir seorang individu dalam
menyelesaikan permasalahan, serta etika sikap sosial dalam berinteraksi
antar kelompok dan masyarakat.2
Kegiatan dari komunitas Rusabesi yang berdasarkan perspektif
dari prinsip-prinsip dasar literasi budaya dan kewargaan, dapat dilihat
dari kegiatan diskusi di komunitas tersebut. Bisa dilihat teknis serta
mekanisme dari kegiatan diskusi, berkolaborasi dengan komunitas lain
sebagai sinergitas sesama komunitas.
Untuk dapat melihat dan mengetahui bagaimana kegiatan
diskusi komunitas Rusabesi berdasarkan perspektif prinsip dasar literasi
budaya dan kewargaan, penulis menggunakan suatu pendeketan ilmiah
yang bertjuan untuk menelaah dan mendeskripsikan sebuah fenomena
sebagaimana fenomena tersebut dialami secara langsung oleh manusia
dalam kehidupan sehari-hari, seperti melahirkan dan belajar.3 Pendekatan
tersebut adalah fenomenologi.
Fenomenologi semakin banyak digunakan dalam beberapa
penelitian. Sepanjang sejarah perkembangannya terdapat banyak ahli
2 Ibrahim, “Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional (Jakarta : Kemendikbud, 2017), h. 5. 3 M. Crotty, “Phenomenology and Nursing Research”, (Melbourne: Churcill Livingston, 1996). h.
43.
6
fenomenologi dengan pandangan dan pemahaman yang berbeda.
Walaupun demikian Husserl tetap dikenal sebagai penemu dan tokoh
sentral perkembangan fenomenologi.
Fenomenologi Husserl menekankan bahwa untuk memahami
sebuah fenomena harus menelaah fenomena tersebut apa adanya. Oleh
karena itu, seseorang harus menyimpan sementara atau mengisolasi
asumsi, keyakinan, dan pengetahuan yang telah dimiliki tentang
fenomena tersebut.4 Hanya dengan proses inilah seseorang mampu
mencapai pemahaman yang murni tentang fenomena. Selanjutnya,
fenomenologi Husserl meyakini bahwa fenomena hanya terdapat pada
kesadaran manusia kepada siapa fenomena tersebut menampakkan diri.
Sehingga untuk memahami sebuah fenomena seseorang harus mengamati
fenomena tersebut melalui orang yang mengalaminya.
Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, dapat
membantu penulis untuk menelaah apa yang menjadikan komunitas
Rusabesi adalah satu komunitas yang bersinergi dengan konsep literasi
budaya dan kewargaan, yang dimana menjadi suatu fenomena baru di
dalam komunitas tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan di
atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat pembahasan tentang
kegiatan diskusi dari salah satu komunitas Rusabesi berdasarkan
4 Herbert Spiegelberg, “The Phenomenological Movement: A Historical Introduction”,
(Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1994). h. 84.
7
perspektif prinsip-prinsip literasi budaya dan kewargaan dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi.
Untuk itu penulis menuangkan dalam sebuah penelitian skripsi
sebagai tugas akhir dari perkuliahan, yang berjudul: “Kegiatan Diskusi
Komunitas Rusabesi dalam Perspektif Prinsip-Prinsip Literasi
Budaya dan Kewargaan”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar tidak terjadi
pembahasan yang terlalu luas. Berdasarkan uraian latar belakang di
atas maka penulis membatasi masalah penelitian ini mengenai
kegiatan diskusi komunitas Rusabesi dalam perspektif prinsip literasi
budaya dan kewargaan.
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
perumusan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana kegiatan diskusi komunitas Rusabesi yang
berdasarkan pada perspektif prinsip-prinsip dasar literasi budaya
dan kewargaan?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
secara keseluruhan adalah :
a. Untuk mengetahui kegiatan diskusi komunitas Rusabesi
berdasarkan perspektif literasi budaya dan kewargaan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini akan berguna bagi
perkembangan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, khususnya yang
berkaitan dengan tema pembahasan dalam penelitian ini. Penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan atau bahan
evaluasi terhadap keberlangsungan literasi budaya dan kewargaan
dalam kegiatan diskusi komunitas Rusabesi.
D. Definisi Istilah
Literasi Budaya dan Kewargaan adalah kemampuan individu dan
masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan sosialnya sebagai bagian
dari suatu budaya dan bangsa.
Diskusi adalah suatu pertukaran pikiran, gagasan, pendapat antara dua
orang atau lebih secara lisan dengan tujuan mencari kesepakatan atau
kesepahaman gagasan atau pendapat.
Komunitas adalah suatu kelompok yang dibentuk oleh orang-orang yang
tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang
9
sama, sadar sebagai satu kesatuan, dan bertindak secara kolektif dalam
usaha mereka dalam mencapai tujuan.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam penulisan proposal ini, maka
penulis menyusunnya secara sistematis dengan membagi ke dalam 5
(lima) bab, adapun urutannya adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan dari penelitian. Di
dalamnya dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan
yang melatar belakangi penelitian ini, kedua dijelaskan
mengenai pembatasan dan perumusan masalah agar
pembahasan terfokus pada satu topik, lalu selanjutnya
dijelaskan mengenai tujuan dan manfaat dilakukannya
penelitian ini, definisi istilah yang berkaitan dengan topik
yang akan dibahas, dan terakhir yaitu sistematika penulisan
yang menjelaskan apa saja yang dibahas dalam setiap bab.
BAB II Tinjauan Literatur
Bab ini berisi literatur yang bertujuan untuk memberikan
gambaran kepada pembaca. Tinjauan literatur yang
digunakan disesuaikan dengan penelitian yang sedang
dilakukan, meliputi : pengertian, buku, pedoman, dan lain
sebagianya.
10
BAB III Metode Penelitian
Bab ini membahas mengenai penulisan yang digunakan
yaitu jenis dan pendekatan penelitian, karateristik informan,
teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan
analisis data.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini membahas mengenai hasil temuan di lapangan
sesuai dengan aspek yang dikaji oleh penulis, yakni
mencakup profil objek penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan.
BAB V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari penyajian hasil penelitian
yang dikemukakan oleh penulis, dan penulis juga
memberikan saran-saran yang merupakan masukan dan
sumbangan pemikiran penulis.
11
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. Macam-Macam Literasi
Literasi adalah suatu kemampuan membaca dan menulis
mengenai pengetahuan atau keterampilan sautu bidang melalui aktivitas
tertentu.5 Literasi berhubungan dengan kemampuan mengidentifikasi,
menemukan, menciptakan, mengevaluasi secara terorganisir dan efektif
yang kemudian mengkonsumsinya dengan informasi guna mengatasi
beragam permasalahan.6
Literasi yang pada awalnya masih dalam level kegiatan
membaca dan menulis, kini mengalami transformasi yang begitu elegan -
dengan segala lini kehidupan, baik sosial, budaya, agama, politik dan
lainnya. Sedangkan esensinya adalah kemampuan mengkomunikasikan,
memahami dan mengolah informasi secara cerdas, yang kemudian
literasi dianggap dinamis baik pengertian maupun perkembangan
pergerakannya.
Di bawah ini akan penulis paparkan apa saja macam-macam dari
perkembangan literasi menurut Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan sebagai berikut7 :
5 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gerakan,https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/literasi, diakses
pada tanggal 02 Maret 2020 pukul 10.23 WIB. 6 Triwarti Rahayu, “Penumbuhan Budi Pekerti Melalui Gerakan Literasi Sekolah”, (Yogyakarta :
Universitas Ahmad Dahlan, Jurnal, 2017), h. 183. 7 Kemendikbud, Media Komunikasi dan Inspirasi JENDELA Pendidikan dan Kebudayaan:
Gerakan Literasi Untuk Tumbuhkan Budaya Literasi”, (Kemendikbud.go.id; Biro Komunikasi
dan Layanan Masyarakat (BKLM), Kemendikbud, Gedung C Lantai 4, Jln. Jenderal
Sudirman, Senayan, Jakarta), h. 6-7.
12
1. Literasi Baca, Tulis, dan Hitung
Merupakan literasi dasar yang berkaitan dengan kemampuan
untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dan menghitung
berkaitan dengan kemampuan menganalisis untuk memperhitungkan,
mempersepsikan informasi, mengkomunikasikan, serta
menggambarkan informasi berdasarkan pemahaman dan pengambilan
kesimpulan pribadi oleh setiap individu.
Literasi membaca, menulis dan menghitung bukanlah
pengertian pendek mengenai buku, maka transformasi literasi
memiliki makna luas. Berkaitan dengannya, pada skala nasional
gerakan literasi mendapat respon yang baik dari kalangan pemerintah
maupun komunitas penggiat literasi. Sebagaimana tertuang dalam UU
yang menjelaskan mengenai pentingnya literasi dalam dunia
pendidikan dengan adanya revitalisasi perpustakaan, adanya taman
baca masyarakat (TBM) dan makin maraknya pabrik percetakan buku,
yang menandakan meningkatnya produktivitas karya akan buku,
belum lagi dengan adanya kebebasan pers dan lain sebagainya.
Sebagaimana hal ini bertumpu pada berbagai macam literasi dalam
dunia pendidikan.
13
2. Literasi Media
Literasi media merupakan kemampuan memahami,
menganalisis dan mendekonstruksikan pencitraan media. Kemampuan
yang dimaksud agar masyarakat sebagai konsumen media untuk sadar
dan melek tentang dibuatnya media dan cara mengaksesnya. Sering
kali media dianggap sebagai sumber kebenaran informasi melalui
publikasi atau pencitraan media yang pada sisi lain memiliki
kekuasaan intelektual atas publikasinya yang berdasarkan kepentingan
suatu pihak dan tidak jarang terdapat monopoli di dalamnya. Ini
merupakan bagian dari kebebasan pers.
3. Literasi Informasi
Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah
bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi
pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang. Untuk itu
diperlukan adanya kemampuan yang dimiliki seseorang di dalam
mengenali kapankah suatu informasi diperlukan dan kemampuan
untuk menemukan serta mengevaluasi, kemudian menggunakannya
secara efektif dan mampu mengkomunikasikan iinformasi yang
dimaksud dalam berbagai format yang jelas dan dipahami, agar
tercapai masyarakat yang melek informasi.
14
4. Literasi Teknologi
Literasi teknologi, yaitu kemampuan memahami kelengkapan
yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti
lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan
teknologi. Dan berikutnya, dapat memahami teknologi untuk
mencetak, merepresentasikan, dan mengakses internet.
5. Literasi Perpustakaan
Literasi perpustakaan merupakan kemampuan untuk
memahami tentang keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses
mendapatkan informasi. Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara
lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan
nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan perodikal, memahami
Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang
memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami
penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan
dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah
tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
Dari kelima macam-macam literasi yang sudah dipaparkan di
atas setidaknya memerlukan sebuah kepekaan yang tak terucap
tentang hubungan-hubungan antar konvensi-konvensi tekstual dan
konteks penggunannya serta idealnya kemampuan berefleksi secara
kritis tentang hubungan-hubungan itu.
15
Karena peka dengan maksud atau tujuan, literasi itu bersifat
dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam
komunitas dan kebudayaan. Dengan penggunaan praktik-praktik
situasi sosial, dan historis, dan situasi kebudayaan untuk menciptakan
dan menginterpretasikan makna melalui teks.
B. Literasi Budaya dan Kewargaan
1. Pengertian Literasi Budaya dan Kewargaan
Literasi budaya dan kewargaan menjadi hal yang penting
untuk dikuasai di abad ke-21. Indonesia memiliki beragam suku
bangsa, bahasa, kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan
sosial. Ada dua pengertian di dalam literasi budaya dan kewargaan,
yang pertama adalah literasi budaya dan yang kedua adalah literasi
kewargaan.
Literasi budaya adalah kemampuan untuk mengetahui budaya
yang dimiliki bangsa, baik kearifan lokal maupun budaya nasional,
serta kemampuan dan keinginan untuk melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan tersebut. Literasi budaya bertujuan
untuk mencegah lunturnya budaya lokal akibat imbas dari masuknya
budaya global yang kuat, untuk itu diperlukan literasi dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pelestarian budaya lokal. Kondisi saat
ini, banyak generasi muda yang mulai tidak tahu budayanya sendiri.
16
Generasi muda harus dapat mengembangkan kemampuan diri dalam
menghadapi era global, tetapi jangan sampai tebawa arus budaya
global yang tidak sesuai dengan budaya sendiri.8
Literasi kewargaan adalah kemampuan atau kesadaran
sesorang mengenai kebijakan dan keputusan dalam penyelenggaraan
Negara, serta tindakan dan perbuatannya bagi penyelenggaraan
Negara dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Enam
kemampuan literasi tersebut selaras dengan nawa Cita yang menjadi
agenda prioritas pemerintah Indonesia terkait peningkatan
keterampilan hidup masyarakat.9
Literasi juga menjadi isu global karena pada tahun 2015
merupakan akhir dari dekade “Pembangunan untuk Berkelanjutan”
dari UNESCO, UNSECO Decade of Education for Sustainable
Development. Dekade ini juga merupakan akhir dari Millenium
Development Goals (MDG’s) menjadi Sustainable Development
Goals (SDG’s) hingga tahun 2030.10
Dengan demikian, literasi budaya dan kewargaan merupakan
salah satu kecakapan hidup yang dubutuhkan pada abad ke-21.
Kecakapan ini akan melahirkan bangsa yang berkualitas, yang pada
akhirnya mampu menunjukkan identitasnya di kancah Internasional.
Literasi budaya dan kewargaan ini dapat menjadi acuan serta
8 Ibrahim, “Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional (Jakarta : Kemendikbud, 2017), h.7-8. 9 Ibid, h. 7-8 10 Alice Lee, dkk,“Conceptual Relationship of Information Literacy and Media Literacy in
Knowledge Societies” , (Paris: UNESCO, 2013), h. 118-119.
17
perumusan kegiatan literasi budaya dan kewargaan yang beragam dan
kontekstual.
2. Prinsip Dasar Literasi Budaya dan Kewargaan11
1. Budaya sebagai Alam Pikir melalui Bahasa dan Perilaku
Bahasa daerah dan tindak laku yang beragam menjadi
kekayan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Budaya sebagai
alam pikir melalui bahasa dan perilaku berarti budaya menjadi jiwa
dalam bahasa dan perilaku yang dihasilkan oleh suatu masyarakat.
Bahasa daerah dan tindak laku yang beragam menjadi kekayaan
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Misalnya, melalui ungkapan dalam bahasa Jawa
‘memayuhayuningbawonoi’ kita mengenal falsafah hidup bahwa
manusia harus mampu menjaga lingkungan hidupnya. Ungkapan
tersebut tidak hanya memiliki arti filosofis, tetapi juga menyiratkan
bahwa perilaku manusianya merupakan bagian dari suatu budaya.
2. Kesenian sebagai Produk Budaya
Kesenian merupakan salah satu bentuk budaya yang
dihasilkan oleh suatu masyarakat. Indonesia sebagai Negara
kepulauan yang besar tentunya menghasilkan berbagai bentuk
11 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, “Materi Pendukung Literasi Budaya dan
Kewargaan: Gerakan Literasi Nasional” (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2017), h. 3.
18
kesenian dari berbagai daerah dengan membawa ciri khas kebudayaan
dari daerahnya masing-masing. Berbagai macam bentuk kesenian
yang dihasilkan oleh setiap daerah di Indonesia harus dikenalkan
kepada masyarakat terutama generasi muda agar mereka tidak
tecerabut dari akar budayanya dan kehilangan identitas
kebangsaannya.
3. Kewargaan Mulitkultural dan Partisipatif
Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaan,
adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial. Dengan kondisi seperti
ini, dibutuhkan suatu masyarakat yang mampu berempati,
bertoleransi, dan bekerja sama dalam keberagamaan. Semua warga
masyarakat dari berbagai lapisan, golongan, dan latar belakang budaya
memiliki kewajiban dan hak yang sama untuk turut berpartisipasi aktif
dalam kehidupan bernegara.
4. Nasionalisme
Kesadaran akan kebangsaan adalah hal penting yang harus
dimiliki oleh setiap warga negaranya, setiap individu akan bertindak
sesuai dengan aturan yang berlaku dan menjunjung tinggi martabat
bangsa dan negaranya.
5. Inklusivitas
Di tengah kondisi masyarakat yang beragam, pandangan dan
perayaan inklusivitas sangat berperan untuk mendorong setiap
19
anggota masyarakat untuk mencari ke-universalan dari budaya baru
yang dikenalnya untuk menyempurnakan kehidupan mereka.
6. Pengalaman Langsung
Untuk membangun kesadaran sebagai warga Negara,
pengalaman langsung dalam bermasyarakat adalah sebuah laku yang
besar artinya untuk membentuk ekosistem yang saling menghargai
dan memahami.
C. Komunitas
1. Pengertian Komunitas
Istilah komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang
berasal dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau
banyak orang. Komunitas sebagai sebuah kelompok sosial dari
beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki
ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia,
individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan,
sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko, dan sejumlah kondisi lain
yang serupa.12
Menurut Montagu dan Matson13, terdapat Sembilan konsep
komunitas yang baik dan empat kompetensi masyarakat, yaitu : a)
Setiap anggota komunitas berinteraksi berdasarkan hubungan pribadi
12 Agoes Patub B.N., “Modul Seminar: Peran Komunitas Musik Etnis dalam Kebangkitan Budaya
Bangsa”, (Yogyakarta: Komunitas Suling Bambu Nusantara, 2011). 13 Ambar Teguh Sulistiyana, “Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan”, (Yogyakarta:
Penerbit Gava Media, 2004), h. 81-82.
20
dan hubungan kelompok; b) komunitas memiliki kewenangan dan
kemampuan mengelola kepentingannya secara bertanggung jawab; c)
Memiliki viabilitas, yaitu kemampuan memecahkan masalah sendiri;
d) Pemerataan distribusi kekuasaan; e) Setiap anggota memiliki
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi demi kepentingan
bersama; f) Komunitas memberi makna pada anggota; g) Adanya
heteroginitas dan perbedaan pendapat; h) Pelayanan masyarakat
ditempatkan sedekat dan secepat kepada yang berkepentingan; i)
Adanya konflik dan managing conflict. Sedangkan untuk melengkapi
sebuah komunitas yang baik perlu ditambahkan kompetensi sebagai
berikut : a) Kemampuan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
komunitas; b) Menentukan tujuan yang hendak dicapai dan skala
prioritas; c) Kemampuan menemukan dan menyepakati cara dan alat
mencapai tujuan; d) Kemampuan bekerjasama secara rasional dalam
mencapai tujuan.
Kekuatan pengikat suatu komunitas, teruatama adalah
kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan
sosialnya yang biasanya didasarkan atas kesamaan latar belakang
budaya, ideologi, sosial-ekonomi. Di samping itu, secara fisik suatu
komunitas biasanya diikat oleh batas lokasi atau geografis. Masing-
masing komunitas, karenanya akan memiliki cara dan mekanisme
yang berbeda dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang
dihadapinya serta mengembangkan kemampuan kelompoknya.
21
2. Komunitas Sastra
Sastra berada dalam lingkup kebudayaan yang ada di tengah-
tengah masyarakat kita dan telah menjadi ciri khas masing-masing
individu atau kelompok. Sastra yang telah bertransformasi ke dalam
berbagai bentuk karya sastra menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum
muda pada dewasa ini, minat ini sebaiknya berjalan berdampingan
dengan masyarakat dan kebudayaan sebagai unsur pembangun
sebuah karya sastra. Di tangan kreativitas anak muda dan semangat
dalam membumikan sastra, kebudayaan tidak dapat dipisahkan.
Oleh karena itu, komunitas dapat menjadi salah satu wadah
untuk mengekspresikan semangat tersebut. Komunitas berbasis
literasi ataupun sastra telah banyak berkembang di masyarakat
Indonesia. Tetapi jika menempatkan sastra dalam satu ruang saja
tidak cukup, sinergi antara komunitas berbasis budaya dan penggiat
sastra perlu untuk membangun pemahaman lintas sastra dan
budaya.14
Komunitas sastra dan produksi karya sastranya, merupakan
satu jalinan yang padu. Kepaduannya ini dilihat dari keberadaan
komunitas sastra yang merupakan salah satu wadah penting bagi
sastrawan dalam penciptaan karya sastra. Para sastrawan – terutama
sastrawan muda – hampir sebagian besar meniti karier
kepengarangannya melalui keterlibatan mereka dalam aktivitas pada
14 Nyoman Kutha Ratna, “Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta”,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 17.
22
komunitas sastra. Akibatnya, sebagian besar juga karya terlahir dari
aktivitas yang diadakan di dalam komunitas sastra.
Dengan demikian, keberadaan komunitas sastra memiliki arti
penting sebagai sebuah “wadah” untuk menggembleng para
sastrawan – terutama sastrawan muda – untuk memproduksi karya.
Selain itu, di dalam komunitas sastra tidak hanya berbicara tentang
produksi karya. Beberapa hal seperti melakukan kegiatan
kesusastraan dalam lingkup mengkaji karya sastra dan diskusi-
diskusi sastra.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan alat atau instrumen dalam penelitian yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan dan mengolah data atau informasi
yang didapatkan. Untuk memenuhi kebutuhan data-data dalam proses penelitin
ini, penulis akan menentukan jenis dan pendekatan penelitian, pemilihan
informan, teknik analisis data, serta teknik pengolahan dan analisis data.
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian
deskriptif, dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Jenis
penelitian deskriptif bertujuan untuk menemukan data yang valid,
akurat, dan signifikan, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
masalah yang diteliti.15 Pendekatan fenomenologi adalah ilmu yang
berorientasi untuk mendapatkan penjelasan tentang realitas yang
tampak. Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang
tidak berdiri sendiri, karena ia memiliki makna yang memerlukan
penafsiran lebih lanjut. Dan fenomenologi sendiri merupakan bagian
dari metodologi kualitatif, namun mengandung nilai sejarah dalam
perkembangannya.16
Menurut Hegel, fenomenologi mengacu pada pengalaman
sebagaimana yang muncul pada kesadaran, ia menjelaskan
fenomenologi adalah ilmu yang menggambarkan apa yang seseorang
15 Cholid Narbuko & Abu Achmadi, “Metode Penelitian”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 41. 16 Agus Salim, “Teori dan Penelitian Paradugma”, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 167.
24
terima, rasakan dan mengetahui apa yang ada di dalam kesadaran
secara langsung dan pengalamannya. Dan apa yang muncul dari
kesadaran itulah yang disebut sebagai fenomena.17
Fenomenologi ingin mengungkapkan apa yang menjadi
realitas dan pengalaman yang dialami individu, mengungkapkan dan
memahami sesuatu yang tidak nampak dari pengalam subjektif
individu. Oleh karena itu, penulis tidak dapat memasukkan dan
mengembangkan asumsi-asumsinya di dalam penelitian ini.18
Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, penulis
melakukan penelitian yang membahas tentang kegiatan diskusi
komunitas Rusabesi dalam perspektif prinsip literasi budaya dan
kewargaan dengan terjun langsung ke lapangan, mendeskripsikan dan
mengkonstruksi realitas yang ada serta melakukan pendekatan
terhadap informan, sehingga diharapkan data yang didapatkan akan
lebih maksimal.
B. Pemilihan Informan
Dalam pemilihan informan, penulis memilih kriteria
informan yang sesuai dengan konteks penelitian yang akan dilakukan
yaitu yang berkaitan dengan literasi budaya dan kewargaan, informan
yang penulis pilih adalah dua orang koordinator dari komunitas
Rusabesi.
17 Clark Moustakas, “Phenomenilogical Research Methods”, (California: SAGE Publications,
1994). h. 26. 18 J.W. Creswell, “Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed”,
diterjemahkan oleh: Achmad Fawaid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 53.
25
Untuk menentukan sampel yang akan diwawancara, penulis
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah
salah satu strategi pengambilan sampel yang paling umum, yaitu
dengan memilih informan yang seusai dengan pertanyaan penelitian
tertentu.19
Dalam menentukan subjek yang akan dijadikan informan
oleh penulis, akan didasari beberapa kriteria dalam pemilihan
informan yaitu, Hafizh Pragitya sebagai koordinator dan termasuk
Hana Divani Zahra sebagai koordinator. Kedua koordinator tersebut
merupakan penanggung jawab dari komunitas Rusabesi yang penulis
tentukan untuk dijadikan informan dalam penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, teknik pengumpulan data adalah hal
yang sangat penting untuk memperoleh data yang akan digunakan
untuk proses analisis data lebih lanjut. Data penelitian ini bersumber
dari dua jenis data, yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder.
1. Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil
wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informasi yang
dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan, untuk
mendapatkan data dapat diperoleh dengan :
19 Sari Wahyuni, “Qualitative Research Method: Theory and Practice”, (Jakarta: Salemba Empat,
2012), h. 33.
26
a. Observasi
Pada tahap observasi bisa melalui pada pencatatan secara
sistematik dari kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang
dilihat, dan hal-hal yang diperlukan dalam mendukung penelitian
yang sedang dilakukan. Penulis juga mengamati subjek yang dapat
dijadikan sebagai informan, termasuk mengamati aktivitas dan
mengamati hal-hal yang berkaitan dengan kondisi informasi di
dalam objek penelitian ini. Objek pada tahap observasi ini adalah
komunitas Rusabesi. Observasi dilakukan dengan cara melihat,
mengumpulkan fakta-fakta, pernyataan-pernyataan yang
merupakan hasil dari kenyataan untuk dibahas dalam penelitian.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kegiatan diskusi dari
komunitas tersebut dilihat dari perspektif prinsip-prinsip literasi
budaya dan kewargaan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.20 Hal ini
dikarenakan sumber data utama dalam penelitian fenomenologi
adalah kata-kata, ide, ataupun komentar dalam proses wawancara.
Lebih dari itu, wawancara dimaksudkan untuk memperoleh
pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami
20 Sugiyono, “Metode Penelitian Pendidikan”, (Bandung: ALFABETA, 2015), h. 317.
27
individu berkenaan dengan topik yang diteliti dengan maksud
mengeksplorasi isu tersebut yang tidak dapat dijangkau dengan
pendekatan lain. Wawancara yang penulis lakukan akan sangat
membantu untuk memperdalam pembahasan mengenai kegiatan
diskusi komunitas Rusabesi dalam perspektif prinsip-prinsip dasar
literasi budaya dan kewargaan.
c. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah suatu penelitian yang datanya didapat dari
berbagai jenis bahan pustaka seperti buku, dokumen, artikel,
laporan, majalah, kliping dan sebagainya.21 Kajian pustaka yang
penulis lakukan adalah dengan mencari informasi melalui media
cetak dengan mengunjungi perpustakaan dan media elektronik,
yaitu mencari data melalui internet.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan data kedua yang diperoleh
melalui perantara atau secara tidak langsung yang digunakan sebagai
pelengkap data pada penelitian. Dan mencari sumber data tertulis yang
dapat dijadikan landasan teori untuk memperkuat proses analisis data.
Penulis melakukan pencarian data menggunakan bahan-bahan pustaka
yang terkait dengan penelitian, baik berupa fisik maupun elektronik.
21 Prasetya Irawan, “Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis
Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula”, (Jakarta: STIA LAN, 2003), h. 6.
28
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan data adalah teknik yang digunakan dalam
mengolah data yang bersumber dari informan mengenai topik tertentu
yang dilakukan dengan wawancara oleh penulis dengan informan ke
dalam tulisan untuk kemudian dianalisis untuk menjadi sebuah data.
Setelah data diperoleh melalui wawancara dengan para informan,
maka hasil dari wawancara tersebut dicatat dan dibuat menjadi sebuah
transkrip untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.
Hasil wawancara yang telah diolah menjadi sebuah data,
kemudian data tersebut dianalisis dengan pendekatan fenomenologi,
yaitu, mencoba menyajikan dan memahami makna di balik data yang
diperoleh ke dalam tema-tema tertentu. Data tersebut akan dianalisis
melalui tiga tahap, yaitu :
1. Bracketing
Bracketing bertujuan untuk membantu penulis memahami
fenomena apa adanya. Proses bracketing berlangsung secara terus
menerus sepanjang proses penelitian. Pada fase awal penelitian,
penulis mengidentifikasi dan menyimpan sementara asumsi,
keyakinan, dan pengetahuan yang telah dimiliki tentang fenomena
yang diteliti agar berkonsentrasi pada setiap aspek fenomena,
merenungkan esensi dari fenomena dan menganalisis serta
mendeskripsikan fenomena. Bracketing tidak hanya dilakukan oleh
penulis, tetapi juga dilakukan oleh informan. Seperti halnya
29
penulis, informan juga harus mengisolasi asumsi, keyakinan, dan
pengetahuannya tentang fenomena pada saat menceritakan
pengalamannya.22
2. Menelaah Fenomena
Menelaah fenomena meliputi proses eksplorasi, analisis, dan
deskripsi fenomena untuk memperoleh gambaran yang utuh dan
mendalam dari fenomena. Terdapat tiga langkah utntuk menalaah
fenomena, meliputi intuiting atau merenungkan, menganalisis, dan
mendeskripsikan fenomena. Melalui intuiting, penulis akan
menyatu dengan data yang dianalisis dan mampu untuk memilih
data yang dapat merepresentasikan fenomena dan berfungsi sebagai
batu loncatan untuk memperoleh pemahaman yang utuh dan
mendalam tentang fenomena. Proses intuiting berjalan bersamaan
dengan proses analisis meliputi proses identifikasi esensi atau
elemen dasar dan pola hubungan antar esensi yang membentuk
struktur esensial fenomena. Dan yang terakhir adalah
mendeskripsikan fenomena yang diteliti sebagai bagian dari
pengalamannya sendiri.
3. Menelaah Esensi Fenomena
Pada tahap ini penulis mencoba untuk memahami struktur
esensial suatu fenomena dan melakukan proses telaah terhadap
esensi dan pola hubungan antar esensi dari fenomena. Pada
22 M. Crotty, “Phenomenology and Nursing Research”, (Melbourne: Churcill Livingston, 1996), h.
47.
30
dasarnya proses menelaah esensi meliputi proses intuiting dan
analisis. Setelah esensi dan pola hubungannya teridentifikasi
maka struktur esensial dari fenomena yang diteliti dapat disusun.
E. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2020,
bertempat di Ciputat dan Jakarta.
Tabel 1. Jadwal Peneltian
No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan
1. Observasi Objek Penelitian Januari 2020
2. Pengajuan Proposal April 2020
3. Bimbingan Skripsi April – Juni 2020
4. Penelitian Lapangan April - Mei 2020
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang sesuai dengan tema literasi budaya
dan kewargaan dengan pendekatan fenomenologi yang penulis usung
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dian Novita Fitriani, 2014, Universitas Airlangga, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan.
Dengan judul “Penjiwaan Profesionalisme Pustakawan : Studi
31
Fenomenologi Tentang Konstruksi Sosial Pustakawan Terhadap
Profesi Pustakawan”. Penelitian ini dilatar belakangi oleh
permasalahan profesi pustakawan yang kurang dianggap penting.
Profesi ini sering dianggap profesi yang kurang menarik bahkan oleh
mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan maupun pustakawan yang
aktif. Tetapi, pada saat ini seorang pustakawan harus multiskilled.
Penelitian ini menggunakan metode fenomemologi dan menghasilkan
tiga topologi pustakwan, yaitu : Administratuve librarianship,
actualization librarianship, and society oriented librarianship.
Persamaan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
fenomenologi sebagai metode penelitian dan fokus utama dalam
mencari informasi. Perbedaan pada penelitian ini adalah mengenai
subjek dan objek penelitian. Penulis menggunakan literasi budaya dan
kewargaan sebagai subjek penelitian dan melakukan penelitian pada
komunitas Rusabesi sebagai objek penelitian.
2. Hamam, 2018, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam. Dengan judul : “Gerakan Literasi Budaya untuk
Penguatan Pendidikan karakter Pada Anak : Studi Komplek
Perumahan Bumi Trimulyo Blok D5 desa Trimulyo, Jetis Bantul
Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini adalah diperlukannya gerakan
literasi melalui penguatan pendidikan karakter pada anak, lalu
melakukan proses gerakan literasi melalui penguatan pendidikan
32
karakter pada anak, serta hasil yang diperoleh dari upaya gerakan
literasi untuk penguatan pendidikan karakter pada anak. Persamaan
dari penelitian ini adalah, penulis melihat perspektif yang sama pada
konteks literasi budaya dan kewargaan, serta memaparkan apa itu
yang dimaksud dengan literasi budaya dan kewargaan. Persamaan
yang berikutnya adalah, menggunakan komunitas sebagai objek dari
penelitian ini.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian serta temuan-
temuan dalam penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan
maupun observasi lapangan. Sebelum penjelasan mengenai hasil penelitian,
penulis akan memaparkan mengenai gambaran umum dari komunitas Rusabesi.
Mulai dari profil, sejarah, basis komunitas, fokus dan tujuan, struktural, bentuk
kegiatan, sistem, dan hasil atau output karya dari komunitas Rusabesi.
A. Profil Komunitas Rusabesi
1. Deskripsi Komunitas Rusabesi
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26
ayat 323, menjelaskan bahwa pendidikan non-formal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 26
ayat 424, menjelaskan bahwa satuan pendidikan non-formal terdiri
atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan satuan pedidikan sejenis.
23 UU. No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 24 Ibid
34
Berdasarkan pengertian di atas, Komunitas Rusabesi
merupakan salah satu bentuk pendidikan non-formal yang
memberikan akses pendidikan yang diselenggarakan oleh
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bentuk
komunitas. Komunitas Rusabesi merupakan wadah berkumpulnya
para penggiat sastra, seni, dan kebudayaan. Komunitas ini mencoba
untuk membangun ekosistem di dalam bidang sastra, seni, dan
kebudayaan.
Komunitas Rusabesi adalah komunitas di daerah Ciputat
yang bergerak di bidang sastra, seni, dan budaya. Kegiatan
utamanya adalah diskusi yang diadakan setiap hari Kamis sore,
membahas sastra, film, seni, dan hal-hal lain yang masih berada
dalam ruang lingkup seni dan budaya. Komunitas ini juga bisa
ditemukan diberbagai jejaring sosial seperti Instagram, Twitter, dan
Youtube dengan memasukkan pencarian @rusabesi. Atau di laman
web Rusabesi.blogspot.co.id dan surel rusabesi@gmail.com.
Rusabesi sendiri tidak ingin melabelkan komunitas ini
sebagai komunitas sastra dan seni, tetapi komunitas yang bergerak
di bidang sastra dan seni. Hal demikian dilakukan oleh Rusabesi
karena ekosistem sastra dan seni perlu terus bergulir, perlu kritik,
perlu apresiasi, dan perlu menelurkan kembali karya-karya lainnya
agar kembali dikritik, diapresiasi dan seterusnya.
35
2. Sejarah Komunitas Rusabesi
Rusabesi terbentuk dari minimnya tempat belajar
mengenai kajian sastra. Ruang kelas dirasa kurang cukup untuk
memperdalam materi sastra itu sendiri. Sehingga komunitas
Rusabesi memutuskan membuat wadah untuk menampung karya
sastra teman-teman khususnya di lingkungan Sastra Inggris UIN
Syarif Hidyatullah Jakarta, dan membuat kajian rutin untuk
membahas sastra secara umum dari mulai karya, tokoh, teori,
fenomena dan yang lainnya.
Keterbatasan waktu belajar di kelas sangat terbatas,
sementara sastra begitu luas cakupannya. Dan melihat kepenatan
akan atmosfir kampus yang begitu kental dengan politik kampus.
Sebuah bentuk kebutuhan untuk menyediakan ruang bagi para
mahasiswa atau para penggiat yang ingin mengirimkan karya sastra
ke dalam blog yang dibuat oleh Rusabesi, dan blog tersebut
menandai awal eksistensi dari komunitas Rusabesi.
Komunitas Rusabesi awalnya terbentuk atas kegelisahan
sekaligus respon dari beberapa mahasiswa di lingkungan UIN
Syarif Hidyatullah Jakarta atas kebutuhan akan sebuah ruang untuk
mengkaji sastra. Awal mulanya komunitas ini hanya berbentuk
blog untuk menaungi karya-karya mahasiswa Sastra Inggris yang
biasa menulis puisi, cerpen, dan esai. Lalu berkembang dengan
36
diadakannya diskusi, pembuatan jurnal bulanan, perform di
beberapa acara dan apresiasi karya hingga saat ini.
Di samping itu, fenomena partisan, yang hampir ada
dalam setiap kegiatan mahasiswa, membuat komunitas ini memilih
jalan untuk berdiri secara mandiri dan terlepas secara struktural
dengan organisasi manapun yang ada di dalam lingkungan kampus.
Dengan cara tersebut komunitas Rusabesi dapat hidup dan
menentukan arah kegiatan dengan bebas dan leluasa. Tidak ada
campur tangan manapun yang dapat melakukan intevensi
komunitas ini; mandiri dalam bergerak dan berpikir.
Seiring dengan proses belajar dan dorongan untuk
menjelajah lebih dalam, fokus kajian, apresiasi, dan kreasi di
komunitas Rusabesi kemudian diperluas. Sastra tidak menjadi satu-
satunya fokus dalam komunitas ini. Tema kajian, apresiasi, dan
kreasi kemudian menyentuh ruang-ruang lain dalam kajian
kebudayaan, mulai dari film, seni rupa, seni pertunjukan, seni
visual, musik, dan berbagai wacana lain yang ada dalam ranah
kebudayaan. Ini semua dilakukan atas dasar motivasi yang tinggi
dari setiap individu dalam komunitas untuk melakukan
penjelajahan dalam dunia kebudayaan.
Komunitas Rusabesi terbentuk atas dasar kebutuhan ruang
diskusi sastra dan kebudayaan di lingkungan kampus. Komunitas
ini diinisiasi oleh Zaki Ari Setiawan, Rahmat Edi Sutanto, dan M.
37
Adhi Kurnia yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa
Sastra Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kelahiran Rusabesi sekaligus menegaskan kembali
pentingya ruang diskusi akademis yang terbebas dari segala
intervensi politik praktis apapun. Atas dasar melihat kenyataan
kondisi politik, terutama politik kampus, acap kali mengeruhkan
setiap kegiatan yang berbasis akademis-kebudayaan. Alhasil, tidak
sedikit komunitas kebudayaan di kampus yang mati dan tenggelam
justru karena membawa misi politik, bukan pada pengembangan
kebudayaan itu sendiri.
Meski terlahir dari Rahim Jurusan Sastra Inggris UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, para anggota Rusabesi memiliki latar
belakang yang beragam, mulai dari siswa sekolah menengah,
pekerja kreatif serta swasta, jurnalis, dosen dan tentu mahasiwa.
Mereka semua datang dengan tujuan yang sama, yakni belajar
sastra dan kebudayaan bersama-sama tanpa intervensi politik
praktis yang ada di kampus atau ranah-ranah lain.
Guna merealisasikan dasar pikir tersebut, Rusabesi secara
rutin melakukan kajian sastra, film, dan kebudayaan secara umum;
meliputi kajian teoritis, karya, wacana, dan apresiasi. Kajian
tersebut tidak hanya diisi oleh penggiat Rusabesi, namun seringkali
melakukan kerjasama dengan komunitas epistemik lain.
38
3. Basis dari Komunitas Rusabesi
Komunitas Rusabesi berada di wilayah Ciputat, Tangerang
Selatan. Untuk basis atau rutin melakukan kegiatan diskusi,
komunitas ini berkumpul di sekitaran Kampus UIN Syarif
Hidyatullah Jakarta, tepatnya di selasar Fakultas Adab dan
Humaniora atau bisa juga ditemukan di lobi Fakultas Syariah dan
Hukum.
4. Tujuan dan Fokus Komunitas Rusabesi
Komunitas Rusabesi berharap untuk menjadi ruang
eksplorasi bagi siapapun orang yang ingin terlibat. Komunitas ini
diibaratkan sebagai laboratorium, di mana eksperimen akan selalu
dihadirkan untuk menghasilkan sesuatu. Eksperimen yang
dimaksud adalah mencoba untuk merawat ekosistem sastra, seni,
dan kebudyaaan. Hal tersebut bertujuan agar ekosistem sastra dan
seni perlu terus bergulir, perlu kritik, perlu apresiasi, dan perlu
menelurkan kembali karya-karya lainnya agar kembali dikritik,
diapresiasi dan seterusnya.
Terbentuknya komunitas ini, karena adanya ketertarikan
antara mahasiswa Sastra Inggris UIN Jakarta untuk membuka
suatu ruang dialog yang memang tidak ada campur tangan dari
pihak mana pun. Dan murni untuk mempelajari pengetahuan serta
perkembangan yg ada di bidang sastra.
39
Dan komunitas Rusabesi memilih berfokus pada bidang
sastra dan seni, karena memang awalnya masih di dalam ruang
lingkup sastra saja, dan para penggiat yang ikut serta dalam
kegiatan diskusi semakin banyak, zaman juga semakin maju,
tentu saja bertambah ide-ide kajian dan akhirnya melebar ke seni
dan budaya juga. Terlebih, karena orang-orang yang ikut andil di
dalamnya ‘suka’ ngobrol ini-itu perihal sastra, seni, dan budaya,
karena itu komunitas ini memilih untuk berfokus pada bidang
sastra, seni, dan budaya.
40
5. Struktural Komunitas Rusabesi
Gambar 1. Struktural Komunitas Rusabesi
Koordinator
Sekretaris
Bendahara
Koordinator
Anggota
Koordinator
Anggota
Koordinator
Anggota
Koordinator
Anggota
Koordinator
Anggota
Koordinator
Anggota
STRUKTUR
KEPENGURUSAN RUSABESI
TAHUN 2020
Badan
Pengurus
Harian Kamar Kajian Kamar Apresiasi
Kamar Dokumentasi Kamar Publikasi dan Media sosial
Kamar Hubungan Masyarakat Kamar Dokumentasi
41
Berikut adalah nama-nama kepengurusan komunitas Rusabesi ;
1. Badan Pengurus Harian
Koordinator : Hafizh Pragitya
Sekretaris : Munawar Aidi
Bendahara : Hana Divani Zahra
2. Kamar Kajian
Koordinator : Albi Bil Awal
Anggota :
- Ricky Firdaus
- Dhimas Pramudya
- Muhammad Fachrurozi
3. Kamar Apresiasi
Koordinator : Zaki Ari Setiawan
Anggota :
- Andhika Pielaat
- Vinny Oktharina
- Fayadh Ghifari
4. Kamar Publikasi dan Media Sosial
Koordinator : Shafira Kautsar Mahdi
Anggota :
- Anggita Rizkiarachma Ansyahputri
- Chitra
- Fena Basafiana
42
- D. Ayuningtyas
- Asa Hikmatul
- Farhan Ramadhan
5. Kamar Dokumentasi
Koordinator : Aldy Julio Tahir
Anggota :
- Rafikar Ramsi
- Muhamad Ramadhan Saputra
- Agung Mubarok
- Raditya Arrivansyah
6. Kamar Dana Usaha
Koordinator : Fauzan Mar‘i
Anggota :
- Luthfi
- Previani N.
- Muhammad Taufik
7. Kamar Hubungan Masyarakat
Koordinator : Ananda Rizki Syuhada
Anggota :
- Nizam Rahman
- Pradityo Akbar
- Khairunnisa Azkhashaffana
43
6. Sistem dari Komunitas Rusabesi
Secara struktural di komunitas Rusabesi, dalam beberapa
tahun terakhir seringkali merubah sistemnya. Mulai dari
menggunakan satu ketua dan dibantu bendahara, sekretaris. Lalu
kemudian berubah ke bentuk tanpa ketua, namun tiap-tiap kamar
seperti Kamar Kajian, Kamar apresiasi, Kamar Jurnal dipimpin
oleh ketua dan sekretaris. Dan baru-baru ini dengan model ketua,
sekretaris, bendahara serta kepala kamar dan sekretaris. Antara
masing-masing pihak di komunitas ini tidak ada jalur hirarkis
seperti pada struktural organisasi lainnya, maksudnya adalah tidak
ada yang mengetuai lainnya, dan saling bekerjasama dan
berkoordinasi
Rusabesi menganut sistem kekeluargaan tanpa
mencampuri urusan personal. Kekeluargaan di sini maksudnya,
Rusabesi sangat terbuka dan peduli terhadap sesama penggiat.
Rusabesi sangat menghindari adanya kelompok yang
diistimewakan dalam kegiatannya. Tidak dimasukinya ranah
personal juga membuat siapapun bisa merasa nyaman.
Sistem sukarela yang dianut Rusabesi, sangat membantu
sekali bertahannya komunitas ini. Siapapun bisa datang dan pergi
sesukanya. Jadi, lama-kelamaan penggiat yang hadir pun
kebanyakan penggiat yang benar-benar tertarik pada diskusi sastra,
seni, dan budaya. Ketertarikan ini tentu meningkatkan kesadaran
44
dan keinginan untuk terus menjaga Rusabesi, walaupun memang
hanya beberapa penggiat yang terlibat.
7. Hasil atau Output Karya dari Komunitas Rusabesi
Komunitas Rusabesi sudah menciptakan dan memiliki
beberapa karya di ranah sastra, seni, dan budaya. Di antaranya
menerbitkan beberapa jurnal bulanan. Jurnal yang sudah diterbitkan
ini dapat diakses dan diunduh secara gratis di laman blog yang
sudah disediakan bagi para penggiat sastra, dan jurnal tersebut
dikemas secara ciamik oleh para anggota dari komunitas Rusabesi.
Dan baru tahun kemarin menerbitkan buku antologi karya
dari para penggiat di Rusabesi yang berisi puisi, cerpen, esai,
fotografi, juga karya visual. Buku ini, selain ruang artikulasi secara
kolektif, juga dapat dilihat sebagai usaha bersama untuk tetap
merawat nalar agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk
melihat dan merespon segala gejala dalam ranah kebudayaan.
Beberapa dari anggota komunitas pun juga sudah
menciptakan karya tulis baik secara individual maupun kelompok.
Karya-karya tersebut sudah tersebar di berbagai media nasional,
ada yang sudah menerbitkan buku, dan ada juga yang sudah
membuat film dokumenter pendek.
Youtube juga dijadikan suatu medium bagi komunitas
Rusabesi untuk menayangkan dan menampilkan dokumentasi dari
hasil pertunjukan diberbagai acara yang sudah dilakukan oleh para
45
penggiatnya. Hasil pertunjukan semacam performance art, teatrikal
puisi, dan musikalisasi puisi merupakan salah satu cara komunitas
Rusabesi untuk mengapresiasi karya-karya sastra yang dikemas
dalam karya seni pertunjukan. Hasil dokumentasi tersebut dapat
dinikmati di kanal Youtube dengan memasukkan kata kunci
Rusabesi.
Selain itu, suatu kebanggaan tersendiri bagi Rusabesi
ketika beberapa karya ada yang sudah memenangkan penghargaan,
walaupun masih dalam cakupan nasional. Komunitas Rusabesi
sendiri pernah mendapatkan penghargaan dalam kategori
“Komunitas Pemerhati Sastra Terbaik dalam Festival Literasi
Tangsel 2018.”
Semua karya-karya yang sudah dihasilkan oleh komunitas
Rusabesi merupakan salah satu cara untuk tetap bisa merawat
ekosistem yang sehat di dalam bidang sastra, seni, dan budaya.
Karena, semua bentuk karya yang dihasilkan merupakan satu hal
apresiatif untuk membangun sebuah kerja nalar dan menumbuhkan
sebuah daya kritis serta kreativitas.
46
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diperoleh melalui serangkaian metode
penelitian, di antaranya observasi dan wawancara. Wawancara
dilakukan dengan informan yang menurut penulis dapat
memberikan informasi sesuai dengan apa yang sedang penulis
teliti. Berikut ini penulis paparkan hasil penelitian mengenai
seluruh bentuk kegiatan yang ada di komunitas Rusabesi.
1. Kegiatan Di Komunitas Rusabesi
a. Bentuk Kegiatan Di Komunitas Rusabesi
Komunitas Rusabesi memiliki banyak kegiatan, mulai dari
kegiatan mingguan, bulanan, sampai perayaan tahunan. Dan semua
kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Rusabesi masih dalam
lingkup sastra, seni, dan budaya.
Kegiatan tesebut adalah diskusi atau kajian yang rutin
dilakukan tiap satu minggu, selain itu ada kegiatan workshop
penulisan makalah atau materi, pembuatan video apresiasi terhadap
karya sastra dan pembuatan jurnal, lalu yang terakhir dan dilakukan
tiap satu tahun adalah perayaan ulang tahun dari komunitas
Rusabesi. Selain itu, komunitas ini sedang melakukan perombakan
dan mengaktifkan kembali Blog yang sudah sempat dibuat oleh
para penggiat di Rusabesi sebagai wadah untuk menampung karya
sastra dan seni.
47
1. Diskusi atau Kajian
Kegiatan diskusi atau kajian yang rutin dilakukan satu kali
dalam satu minggu, dan kegiatan ini biasa dilakukan pada hari
Kamis mulai dari pukul 16.00 – 21.00, terlebih sampai larut jika
memang masih banyak pembahasan yang sangat menarik.
Secara teknis, kegiatan diskusi ini terbagi menjadi empat
ruang kajian sebagai mekanisme kegiatan diskusi agar tiap
pemateri yang bertanggung jawab untuk mengisi kegiatan diskusi
ini lebih terfokus. Ruang kajian tersebut adalah kajian tokoh, kajian
apresiasi karya sastra, kajian fenomena sastra, serta kajian teoritis
dan aplikatif.
“Walaupun dalam pemilihan pemateri sedikit memaksa (kita bilangnya sistem
fitnah, jadi yang sudah lama berkecimpung di Rusabesi kemungkinan besar
namanya ada jadi list pemateri tanpa ada persetujuan mereka dulu),
semuanya masih berjalan lancar. Setiap tahun juga ada evaluasi. Rusabesi
sempat beberapa kali mengganti sistem kajian demi menyesuaikan kebutuhan
dan tuntutan yang dihadapi.”25
a. Kajian Tokoh
Ruang lingkup diskusi di kajian ini membahas
permasalahan status sosial, ideologi, latar belakang sosial budaya,
posisi sosial pengarang dalam masyarakat, masyarakat pembaca
yang dituju, mata pencaharian (dasar ekonomi produksi sastra),
25 Wawancara dengan DZ, Koordinator Komunitas Rusabesi. Pada Hari Sabtu Tanggal 09 Mei
2020.
48
buku yang dibaca, dan profesionalisme. Melalui kajian ini dapat
mempelajari kehidupan para pelaku sastra dengan lebih dekat dan
memahami pendekatan mereka dalam membuat sebuah karya dari
persepektif sosiologi.
b. Kajian Apresiasi Karya Sastra
Ruang lingkup diskusi di bidang apresiasi karya sastra
antara lain pembahasan karya sastra baik itu berupa novel, cerita
pendek, esai, atau puisi. Karya sastra yang menjadi bahan
pembahasan boleh dari bahasa asing, bahasa Indonesia, ataupun,
terjemahan. Pendekatan yang digunakan untuk mengapresiasi
tergantung minat pemateri, bisa dari strukturalisme, post-
strukturalisme, sosiologi sastra, intertekstual, dsb.
“Untungnya aku ikut Rusabesi sebelum masuk semester-semester akhir yang
banyak membicarakan teori dan membedah karya. Jadi, sedikit mengetahui
perihal ilmu inti itu. Senior yang tergabung pun juga tidak pelit padahal aku
bodoh banget tapi tidak diketawain kalo aku tidak tahu dan bertanya soal hal
yang aku tidak tahu itu. Jadi, untuk pendidikan formal aku di sasing kebantu
banget khususnya lewat diskusi Rusabesi yang diadakan tiap Kamis.”26
Lewat kajian ini dapat mendiskusikan dan menemukan
informasi-informasi penting dan mungkin belum dijelaskan oleh
para penggiat sastra lain dari karya sastra seluruh dunia.
c. Kajian Fenomena Sastra
26 Wawancara dengan DZ, Koordinator - Bendahara Komunitas Rusabesi. Pada Hari Sabtu
Tanggal 09 Mei 2020.
49
Ruang lingkup diskusi di bidang kajian ini adalah segala
hal yang terkait dengan pergerakan, fenomena, tren, perdebatan,
polemik, aliran, atau lembaga sastra. Kajian ini ditujukan untuk
memperluas horizon pengetahuan, khususnya pengetahuan
kesusasteraan dari seluruh dunia, serta merangsang munculnya
gagasan-gagasan baru seputar kesusasteraan.
d. Kajian Teoritis dan Aplikatif
Ruang diskusi di bidang kajian ini antara lain, sejarah teori
sastra dan perkembangannya baik secara kronologis, diskursif,
maupun dialektis atau bedah proposal penelitian, jurnal, skripsi,
thesis, disertasi sastra baik dari struktur penulisan, gagasan yang
dibawa, gagasan yang ditentang, dll. Lewat kajian teoritis dan
aplikatif ini dapat memahami dinamika sastra melalui perspektif
akademis dan ilmiah lewat penelitian-penelitian sastra.
Dari keempat ruang kajian tersebut secara penulisan
materi atau makalah bisa mencari referensi melalui buku, majalah
sastra, artikel ilmiah, atau jurnal ilmiah dari seluruh dunia sebagai
bahan diskusi. Dan para peserta diskusi berhak mengajukan
pertanyaan, keresahan, keberatan, gugatan, ketidaksepakatan, atau
contoh kasus berdasarkan referensinya masing-masing selama
berlangsungnya diskusi.
Peran moderator dalam kegiatan diskusi ini adalah untuk
membuka diskusi, mengarahkan jalannya diskusi agar tertib tapi
50
tetap santai, menggaris bawahi gagasan-gagasan fakta, atau temuan
yang penting, mengajak peserta diskusi untuk terlibat aktif dalam
kegiatan diskusi, menyampaikan informasi-informasi di luar
makalah yang penting untuk disimak dan diperhatikan pemateri dan
peserta, serta menutup diskusi.
Moderator berhak mengajukan pertanyaan, keresahan,
keberatan, gugatan, ketidaksepakatan, atau contoh kasus
berdasarkan referensinya masing-masing selama berlangsungnya
diskusi untuk memancing setiap pernyataan atau petanyaan yang
muncul selama diskusi berlangsung.
2. Pembuatan Video Apresiasi dan Mengaktifkan Kembali Blog
Rusabesi
Selain itu, komunitas Rusabesi memiliki Kamar Apresiasi
untuk membuat semacam video untuk di platform Instagram
Rusabesi yang akan membicarakan hal seputar sastra, seni, budaya,
atau hal-hal yang kiranya trending atau disukai saja. Dan
rencananya akan dilakukan tiap bulan, tetapi untuk sekarang ini
agak tersendat karena satu dan lain hal, kemungkinan akan dimulai
di semester depan.
“Kalau ditanya kenapa memilih sastra dan seni, mungkin awalnya masih di
ruang lingkup sastra saja, tapi karena orang-orang yang ikut diskusi semakin
banyak, zaman juga makin maju, bertambah lah ide-ide kajian dan akhirnya
melebar ke seni dan budaya juga. Mungkin karena orang-orang yang ikut
51
andil di dalamnya ‘suka’ ngobrol ini-itu perihal sastra, seni, dan budaya, jadi
di sana lah awal-mula bagaimana ketertarikan itu muncul.”27
“Kalau untuk blog ruang lingkupnya masih fokus ke sastra dulu sepertinya,
semacam puisi, cerpen, dan esai, tapi masih belum ada bayangan juga
kelanjutannya seperti apa, dan mudah-mudahan bisa terlaksana.”28
Ada juga dari Kamar Medsos dan Publikasi untuk
merencanakan perombakan blog Rusabesi yang masih terpakai
namun terbilang tak lagi produktif, Kalau untuk blog ini ruang
lingkupnya masih fokus ke dalam lingkup sastra seperti puisi,
cerpen, dan esai.
3. Penerbitan Jurnal
Penerbitan jurnal komunitas Rusabesi dilakukan dalam
kurun waktu satu bulan. Jurnal yang diterbitkan oleh komunitas
Rusabesi ini adalah bentuk kreatif dan apresiatif terhadap karya
sastra dan seni. Proses pembuatan jurnal tersebut dimulai pada
tahun 2015 dengan membentuk tim redaktur. Tim redaktur ini
terdiri dari redaktur puisi, redaktur cerpen, redaktur esai, redaktur
informasi, redaktur grafis, finansial, sekretaris, dan penasihat.
Di dalam jurnal ini terdapat beberapa rubrik seperti
editorial, informasi, puisi, cerpen, esai, dan karya-karya visual.
Penerbitan awal jurnal Rusabesi dimulai pada tahun 2015 untuk
edisi yang pertama, dan saat ini sudah mencapai pada edisi ke-18.
Siapapun bisa mengakses jurnal tersebut pada laman
27 Wawancara dengan HP, Koordinator Komunitas Rusabesi. Pada Hari Sabtu Tanggal 09 Mei
2020. 28 Wawancara dengan HP, Koordinator Komunitas Rusabesi. Pada Hari Sabtu Tanggal 09 Mei
2020.
52
bit.ly/jurnalrusa. Dan siapapun bisa mengirimkan karya berupa
karya sastra dan seni ke alamat surel rusabesi@gmail.com.
4. Workshop
Untuk kegiatan workshop ini merupakan bagian dari
mekanisme diskusi untuk pemateri dalam tata cara menulis materi
atau makalah. Di dalam kegiatan workshop ini akan diadakan
kembali kegiatan brainstorming untuk membuat materi yang baik.
Walaupun brainstorming ini juga sifatnya opsional. Selain untuk
meningkatkan kualitas tulisan, langkah ini juga dilakukan untuk
mempermudah pengarsipan dan mengantisipasi apabila ingin
dibukukan, sehingga tidak perlu ada proses editing yang panjang,
karena semua tulisan layak dipublikasikan.
“Lalu, masalah teknis diskusi ya mencakup berapa pemateri per pertemuan
sampai tata cara menulis paper. Rencananya nanti akan diadakan kembali
kegiatan brainstorming untuk membuat materi yang baik, atau semacam
workshop.”29
Teknis kegiatan workshop ini dilakukan oleh tim Kamar
Kajian untuk peningkatan kualitas materi atau makalah, yang
adalah brainstorming setiap hari Selasa sebelum diskusi
berlangsung. Brainstorming ini menjelaskan bagaimana penulisan
materi mulai dari bentuk materi yang biasanya berupa esai
argumentatif. Pemateri tidak disarankan untuk mengutip dari
29 Wawancara dengan DZ, Koordinator Komunitas Rusabesi. Pada Hari Sabtu Tanggal 09 Mei
2020.
53
sumber tanpa penulis yang jelas dan sumber tanpa penulis yang
tidak mencantumkan pustaka acuannya.
Dan hal yang perlu diperhatikan ketika menulis materi
adalah mencantumkan nama pemateri, judul makalah yang relevan,
titimangsa (tempat dan tanggal ditulisnya materi), nomor halaman,
daftar pustaka atau referensi, jenis font, ukuran font untuk konten
maksimal 12 dan untuk judul maksimal 14, dan memuat gambar
yang dibutuhkan dalam materi.
Setelah itu pemateri wajib mengunggah makalah dalam
format PDF ke grup Whatsapp Rusabesi 1 hari sebelum diskusi
berlangsung. Dan memberitahukan salah seorang anggota Kamar
Kajian jika tidak berkenan untuk mencetak makalah untuk
dibagikan pada saat diskusi.
5. Perayaan Ulang Tahun dan Pembuatan Antologi
Pada perayaan ulang tahun yang ke-4 Rusabesi membuat
sebuah antologi kumpulan karya dari para anggota Rusabesi. Buku
antologi ini merupakan bentuk konkret dari proses belajar panjang
selama empat tahun di komunitas Rusabesi. Dengan ditopang oleh
pengamatan, pengalaman, dan perjalanan membaca yang intens,
buku antologi ini berusaha untuk memproyeksikan setiap kesan dan
gagasan yang pernah terlintas di kepala para kreator karya. Karya
yang terdapat di dalam buku antologi ini adalah puisi, cerita
pendek, esai, dan karya visual.
54
C. Pembahasan
Pada tahap ini penulis akan membahas hasil penelitian
yang sudah dipaparkan di atas. Berikut pembahasan mengenai
kegiatan diskusi komunitas Rusabesi berdasarkan perspektif
prinsip-prinsip dasar dari literasi budaya dan kewargaan.
1. Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi Berdasarkan Perspektif
Prinsip-Prinsip Dasar Literasi Budaya dan Kewargaan
Prinsip-prinsip dasar literasi budaya dan kewargaan
menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat enam
prinsip dasar yang adalah budaya sebagai alam pikir melalui bahasa
dan perilaku; kesenian sebagai produk budaya; kewargaan
multikultural dan partisipatif; nasionalisme; inklusivitas;
pengalaman langsung.30 Dari keenam prinsip tersebut, akan penulis
paparkan hasil penelitian yang telah didapatkan pada konteks
kegiatan diskusi komunitas Rusabesi berdasarkan perspektif dari
enam prinsip dasar dari literasi budaya dan kewargaan.
Selama komunitas Rusabesi menjalankan kegiatan diskusi,
selama itu juga Rusabesi mencoba untuk membangun semangat
literasi dan merawat ekosistem literasi. Karena komunitas ini masih
berada dalam tatanan literasi, penulis mencoba untuk menafsirkan
apa yang menjadi dasar bahwasanya kegiatan diskusi di komunitas
30 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, “Materi Pendukung Literasi Budaya dan
Kewargaan: Gerakan Literasi Nasional” (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2017), h. 3.
55
Rusabesi dapat menggambarkan perspektif prinsip dasar literasi
budaya dan kewargaan.
Berdasarkan hasil wawancara dan hasil penelitian di atas,
penulis mendapati poin dimana kegiatan diskusi di komunitas
Rusabesi yang sesuai dengan perspektif prinsip-prinsip dasar
literasi budaya dan kewargaan sebagai berikut :
a. Budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku
Usaha Rusabesi dalam mengembangkan semangat literasi
termanifestasi dalam bentuk kajian rutin mingguan. Semua
berangkat dari sastra sebagai ilmu. Kemudian ia diekstrak ke dalam
bahan diskusi dalam usaha untuk merawat diskursus sastra dan
ilmu lain yang saling berkelindan, juga usaha untuk melihat satu
fenomena yang direkam dalam sebuah karya dan atau teori apakah
masih relevan dalam kehidupan saat ini.
Pada level ini, penulis menemukan bahwasanya kegiatan
diskusi di komunitas Rusabesi selaras dengan prinsip yang pertama
ini, budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku dapat
digambarkan dalam bentuk workshop dan peran moderator.
Kegiatan workshop ini termasuk ke dalam bagian kegiatan
diskusi. Karena anggota dari Kamar Kajian akan melakukan
brainstorming sebelum pemateri melakukan kajian, tujuannya
untuk menjelaskan dan mendiskusikan teknis penulisan materi atau
makalah yang sesuai dengan tema kajian berdasarkan silabus.
56
Dari brainstorming ini akan dijelaskan bagaimana
penulisan materi mulai dari bentuk materi yang biasanya berupa
esai argumentatif. Pemateri tidak disarankan untuk mengutip dari
sumber tanpa penulis yang jelas dan sumber tanpa penulis yang
tidak mencantumkan pustaka acuannya.
Dan yang terpenting adalah ketika pemateri menulis
materi atau makalah harus mencantumkan nama pemateri, judul
makalah yang relevan, titimangsa (tempat dan tanggal ditulisnya
materi), nomor halaman, daftar pustaka atau referensi, jenis font,
ukuran font untuk konten maksimal 12, dan untuk judul maksimal
14, serta memuat gambar yang dibutuhkan dalam materi.
Setelah itu pemateri wajib mengunggah makalah dalam
format PDF ke dalam grup Whatsapp Rusabesi atau bisa juga
mengirimkan via surel di alamat serigalaalpha@gmail.com, dan
dikirimkan satu hari sebelum kegiatan diskusi atau kajian dimulai.
Tidak lupa juga berkoordinasi dengan anggota Kamar Kajian untuk
mencetak makalah atau materi yang sudah ditulis, agar bisa
dibagikan pada saat diskusi atau kajian.
Semua teknis ini dilakukan oleh para anggota dari Kamar
Kajian di komunitas Rusabesi, untuk peningkatan kualitas materi
atau makalah. Selain untuk meningkatkan kualitas tulisan, teknis
workshop ini dilakukan untuk mempermudah pengarsipan dan
mengantisipasi apabila ingin dibukukan, sehingga tidak perlu ada
57
proses editing yang panjang, karena semua tulisan layak untuk
dipublikasikan.
Kegiatan workshop yang dilakukan oleh anggota Kamar
Kajian menggambarkan bahwasanya budaya sebagai alam pikir
melalui bahasa dan perilaku dapat membangun daya kreativitas dan
kritis dalam melakukan penulisan materi atau makalah. Walaupun
terdengar remeh, tetapi para penggiat dan anggota komunitas
Rusabesi sangat detail memperhatikan hal-hal kecil, terlebih itu
adalah budaya yang sudah dibangun sejak dahulu oleh komunitas
Rusabesi.
Selanjutnya adalah peran moderator dalam kegiatan
diskusi. Moderator secara subjektif memiliki peran yang cukup
krusial dalam berjalannya diskusi atau kajian. Selain sebagai
pembuka dan mengarahkan jalannya diskusi, moderator mencoba
membangun komunikasi antara pemateri dengan peserta, agar
terciptanya suasana diskusi yang aktif dan kondusif.
Selain itu, peran moderator juga diterapkan dalam
berjalannya kegiatan diskusi atau kajian di komunitas Rusabesi
untuk mengarahkan jalannya diskusi agar tertib tapi tetap santai,
menggaris bawahi gagasan-gagasan fakta, atau temuan yang
penting, mengajak peserta diskusi untuk terlibat aktif dalam
kegiatan diskusi, menyampaikan informasi-informasi di luar
58
makalah yang penting untuk disimak dan diperhatikan antara
pemateri dengan peserta.
Secara objektif, moderator menggambarkan budaya
sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku. Dapat dikatakan
moderator ini selaras dengan prinsip budaya sebagai alam pikir dan
perilaku, karena dapat membangun dialektika antara pemateri
dengan peserta diskusi.
Kegiatan workshop dan peran moderator tersebut
dilakukan oleh komunitas Rusabesi sebagai salah satu cara
mencoba membangun budaya untuk selalu berpikir secara kritis,
kreatif, dan terbuka namun tetap bertanggungjawab. Segala bentuk
pemikiran dan perilaku diperbolehkan dengan pemenuhan nilainilai
di atas, lengkap dengan konsekuensinya.
Dengan cara itu, komunitas Rusabesi mencoba untuk
membangun semangat literasi budaya sebagai alam pikir melalui
bahasa dan perilaku. Karena itu, komunitas Rusabesi memiliki
keberadaan sebagai bagian penting dalam proses mengembangkan
dan membangun semangat literasi dalam level budaya sebagai alam
pikir melalui bahasa dan perilaku.
b. Kewargaan Multikultural dan Partisipatif
Komunitas Rusabesi memliki perspektif dan cukup
pragmatis dalam memaknai ragam suku bangsa, bahasa, kebiasaan,
adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial. Keberagaman
59
menjadi penting karena dari sana, komunitas Rusabesi dapat
melihat banyak warna. Hal ini dapat dilihat sebagai komponen
dasar manusia sebagai landasan berpikir. Setiap orang mutlak
berbeda, sehingga dari perbedaan itu dapat dilihat sebagai bahan
bakar dimana satu diskursus dapat lahir lewat berbagai macam
perbedaan pola pikir, perilaku, dan ragam kesenian yang
dihadirkan.
Kegiatan diskusi atau kajian adalah usaha paling dekat.
Bahkan di lingkungan kampus, rasanya sastra bukan hal yang
terlalu populer. Sehingga Rusabesi berusaha mengemasnya ke
dalam bentuk diskusi untuk kajian mendalam. Sangat sering dalam
kegiatan diskusi membahas karya-karya sastra Indonesia ataupun
luar dari berbagai macam latar belakang dan daerah, dan dengan
keberagaman ini ilmu dan wawasan akan terus berkembang.
Prihatin akan kondisi keberagaman yang sering kali
termakan oleh pergerakan zaman yang begitu masif, dan akhirnya
hilang dari permukaan bahkan terlupakan. Mengingatnya,
membicarakannya, mendiskusikannya, dan mengapresiasinya
adalah beberapa cara merawat keberagaman tersebut.
Cara untuk merawat keberagaman tersebut, Rusabesi
menghadirkan empat ruang kajian sebagai mekanisme kegiatan
diskusi, yang adalah kajian tokoh, kajian apresiasi karya sastra,
kajian fenomena sastra, kajian teori dan aplikatif.
60
Pertama, kajian tokoh. Ruang kajian ini menjelaskan
bagaimana status sosial, ideologi, latar belakang sosial budaya,
posisi sosial pengarang dalam masyarakat, masyarakat pembaca
yang dituju, mata pencaharian (dasar ekonomi produksi sastra),
buku yang dibaca, dan profesionalisme.
Penulis mengamini bahwa ruang kajian ini
menggambarkan bentuk prinsip kewargaan multikultural dan
partisipatif, karena melalui kajian ini, dapat mempelajari
kehidupaan para pelaku sastra dengan lebih dekat dan memahami
pendekatan mereka dalam membuat sebuah karya melalui
perspektif sosiologi.
Yang kedua adalah ruang kajian apresiasi karya sastra
Ruang kajian ini membahas karya sastra baik itu berupa novel,
cerita pendek, esai, atau puisi. Karya sastra yang menjadi bahan
pembahasan bisa dari bahasa asing, bahasa Indonesia, ataupun
terjemahan. Pendekatan yang digunakan untuk mengapresiasi
tergantung minat pemateri, bisa dari strukturalisme, post-
struktruralisme, sosiologi sastra, intertekstual, dsb.
Melalui kajian ini dapat mendiskusikan dan menemukan
informasi-informasi penting dan mungkin belum dijelaskan oleh
para penggiat sastra lain dari karya sastra di seluruh dunia. Dari
ruang kajian ini, penulis menyadari bahwasanya pencapaian
tertinggi setelah proses produksi suatu karya adalah apresiatif.
61
Melalui kajian ini apresiasi terhadap ragam suku bangsa, bahasa,
tradisi, adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial terus bergulir
Yang ketiga adalah kajian fenomena sastra, tujuannya
untuk melihat segala hal yang terkait dengan pergerakan,
fenomena, tren, perdebatan, polemik, aliran, atau lembaga sastra.
Kajian ini ditujukan untuk memperluas horizon pengetahuan,
khususnya pengetahuan kesusasteraan dari seluruh dunia serta
merangsang munculnya gagasan-gagasan baru seputar
kesusasteraan.
Yang keempat adalah ruang kajian teoritis dan aplikatif ini
dapat memahami dinamika sastra melalui perspektif akademis dan
ilmiah melalui penelitian-penelitian sastra. Di dalam kajian ini akan
membahas sejarah teori, sastra dan perkembangannya baik secara
kronologis, diskursif, maupun dialektis atau membedah proposal
penelitian, jurnal, skripsi, thesis, disertasi sastra baik dari struktur
penulisan, gagasan yang dibawa, gagasan yang ditentang, dll.
Pada level ini, penulis melihat bahwasanya ketika
bermunculan budaya baru, komunitas Rusabesi mencoba
membicarakan dan mendiskusikannya melalui kajian teoritis dan
aplikatif. Karena, melalui kajian ini bisa dlihat dari konteks sejarah
dan perkembangannya baik secara kronologis, diskursif, maupun
dialektis atau membedahnya. Melalui kajian ini dapat memahami
62
budaya baru yang bermunculan dari perspektif akademis dan
ilmiah.
Dan tak bisa dipungkiri, banyak pula yang bisa dipelajari
darinya. Ini menarik untuk direspon, dikaji, dan dipahami. Ini
adalah bahan bakar lahirnya bentuk kesenian baru, kajian fenomena
baru. Dengan itu, maka dapat terciptalah kesenian-kesenian baru.
Bisa jadi dengan mencampurkannya. Dan kebaharuan tersebut
adalah bahan bakar laboratorium bagi komunitas Rusabesi.
c. Pengalaman Langsung
Di komunitas Rusabesi, kajian dan proses penulisan itu
sering dilakukan. Peran Rusabesi dalam mendorong dinamika
kehidupan sastra di Indonesia begitu terasa. Komunitas Rusabesi
mendorong proses apresiasi sastra dan penciptaan karya sastra yang
melibatkan sastrawan, akademisi, mahasiswa, pelajar, pemerhati
dan penggiat sastra serta masyarakat umum.
Peran komunitas Rusabesi mampu menentukan wujud
tanggung jawab karya sastra menjadi hidup dalam keberadaannya
sebagai diri sastra sendiri, sekaligus sebagai bagian dari masyarakat
peradaban. Akibatnya, komunitas ini sangat mengenal bagaimana
corak standar berkarya kreatif antar masing-masing komunitas lain
menjadi sangat berbeda-beda. Dengan tidak berhenti adalah
menjaga.
63
Komunitas Rusabesi telah memulainya beberapa tahun
silam. Masih banyak jalan yang terjal di depan. Rusabesi
beradaptasi dengan keadaan yang sekarang. Dan Rusabesi pun akan
terus membumikan sastra lewat diskusi, pertenjukkan dan karya-
karya yang lain. Juga tidak menutup kemungkinan akan ada hal
baru di tahun-tahun berikutnya. Dengan banyaknya budaya baru
yang muncul, fenomena dan isu baru, tentunya hal tersebut akan
menarik jika dapat dieksplorasi lebih lanjut
Peran komunitas Rusabesi memang sangat penting dalam
membentuk paradigma pelaku sastra terhadap tanggung jawab
berikut alasannya dalam kegaiatan sastra bahwa bagaimana pun
kegiatan sastra merupakan bagian integral kegiatan manusia yang
wajib dipertanggungjawabkan, lalu ada dampak pengaruh karya
sastra bagi kehidupan manusia, serta kenyataan semakin pendeknya
jarak waktu antara karya sastra dalam penulisan dan sosialisasimya
dalam berbagai media.
Kesusastraan dan kesenian sebagai bagian dari humaniora,
pada hakikatnya mengembangkan asumsi tentang hakikat manusia
sebagai animal symbolicum, tidak hanya puas dengan pemenuhan
kebutuhan materi, makhluk yang mencari dan memberi makna
yang dinyatakan dalam simbol. Tindakan manusia adalah tindakan
yang keluar dari kebebasannya, tidak dideterminasi oleh institusi
64
sosial dan kultural, namun tetap apa yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam level pengalaman langsung, komunitas Rusabesi
bersinergi dengan komunitas, organisasi, atau kelompok
masyarakat. Sebagai contoh atau bentuk nyata komunitas Rusabesi
bersinergi dengan komunitas lain adalah berkolaborasi dengan
Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), sebuah forum lokal di daerah
Ciputat. Dan diundang untuk dalam acara Festival Literasi Tangsel
2018 untuk menerima penghargaan sebagai komunitas pemerhati
sastra. Dan diundang sebagai pembicara diskusi panel dalam
rangkaian acara International Literary Festival 2019.
Dan dengan cara tersebut, komunitas Rusabesi mencoba
untuk merawat dan membangun eksosistem literasi yang baik. Dan
kesadaran masyarakat dalam merespon kondisi literasi di Indonesia
yang terbilang rendah. Pada tahap ini masyarakat adalah subjek
sekaligus objek dalam gerakan yang sering kali disebut penggerak
literasi. Ini adalah tugas yang sangat mulia sekaligus berat untuk
dijalankan.
Dengan pemaparan narasi di atas, penulis melihat
bahwasanya bentuk kegiatan diskusi di komunitas Rusabesi yang
menggambarkan dan dilihat dari perspektif prinsip-prinsip dasar
65
literasi budaya dan kewargaan, terdapat tiga prinsip yang sesuai
dengan konteks atau tujuan penelitian yang sudah penulis lakukan.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan pada bab IV, maka penulis mengambil kesimpulan
tentang kegiatan diskusi komunitas Rusabesi berdasarkan
perspektif prinsip-prinsip dasar literasi budaya dan kewargaan
sebagai berikut :
1. Dari kegiatan diskusi komunitas Rusabesi, terdapat tiga prinsip
berdasarkan perspektif prinsip-prinsip dasar dari literasi budaya
dan kewargaan, di antaranya adalah :
a. Budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku. Prinsip ini
berdasarkan kegiatan workshop dan peran moderator. Kegiatan
workshop dan peran moderator tersebut dilakukan oleh komunitas
Rusabesi sebagai salah satu cara mencoba membangun budaya
untuk selalu berpikir secara kritis, kreatif, dan terbuka namun tetap
bertanggungjawab. Segala bentuk pemikiran dan perilaku
diperbolehkan dengan pemenuhan nilainilai di atas, lengkap dengan
konsekuensinya.
67
b. Kewargaan Multikultural dan Partisipatif. Prinsip ini berdasarkan
empat ruang kajian di komunitas Rusabesi, yaitu : Kajian Tokoh;
Kajian Apresiasi Karya Sastra; Kajian Fenomena Sastra; Kajian
Teori dan Aplikatif. Cara untuk merawat keberagaman tersebut,
Rusabesi menghadirkan empat ruang kajian sebagai mekanisme
kegiatan diskusi.
c. Pengalaman Langsung. Prinsip ini berdasarkan sinergitas antara
Rusabesi dengan komunitas lain cukup signifikan, karena memang
pada dasarnya komunitas Rusabesi menyediakan wadah diskusi
dan berkreasi yang terbuka bagi segala kalangan. Dalam level
pengalaman langsung, komunitas Rusabesi bersinergi dengan
komunitas, organisasi, atau kelompok masyarakat. Sebagai contoh
atau bentuk nyata komunitas Rusabesi bersinergi dengan komunitas
lain adalah berkolaborasi dengan sebuah forum lokal di daerah
Ciputat, yaitu Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci). Dan diundang
untuk dalam acara Festival Literasi Tangsel 2018 untuk menerima
penghargaan sebagai komunitas pemerhati sastra. Dan diundang
sebagai pembicara diskusi panel dalam rangkaian acara
International Literary Festival 2019.
68
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis akan
menyampaikan beberapa saran dan masukan yang kiranya dapat
dijadikan pertimbangan bagi komunitas Rusabesi. Adapun saran-
saran dari penulis sebagai berikut :
1. Tetap menjaga kerja nalar sebagai salah satu cara merawat
ekosistem literasi di Indonesia melalui kegiatan diskusi atau kajian,
dan terus mengembangkan diskursus ilmu sastra dalam ranah
komunitas. Apresiatif terhadap karya sastra dan seni merupakan
level tertinggi dalam merawat kesusasteraan dan kesenian di
Indonesia agar terus bergulir.
2. Dalam prinsip-prinsip dasar literasi budaya dan kewargaan,
terdapat tiga prinsip dasar dari literasi budaya dan kewargaan yang
sesuai dengan kegiatan diskusi komunitas Rusabesi. Hal tersebut
dilakukan oleh komunitas Rusabesi dalam rangka merawat
ekosistem literasi di Indonesia agar terus bergulir. Walaupun
memberikan akses pendidikan atau literasi dalam level non-formal,
Rusabesi tetap menjaga semangat untuk merawat literasi di
Indonesia dalam ranah diskusi atau kajian diskursus ilmu
kesusasteraan dan kebudayaan. Karena, semua bentuk literasi dan
informasi tidak berhenti sampai di ruang kelas yang formal. Hal
tersebut merupakan tugas yang sangat mulia sekaligus berat untuk
dijalankan.
69
DAFTAR PUSTAKA
B.N. Putu, Agus. 2011. Peran Komunitas Musik Etnis dalam Kebangkitan Budaya
Bangsa. Yogyakarta : Komunita Suling Bambu Nusantara.
Carpenter, D.M., Streubert, H.J. 1999. Qualitative Research in Nursing:
Advancing The Humanistic Imperative. Philadelphia : Lippincott.
Corbin, J., Strauss, A. 1998. Basic Qualitative Research: Techniques and
Procedures for Developing Grounded Theory. California : SAGE
Publication.
Creswell, J.W. 2014. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Diterjemahkan oleh: Achmad Fawaid. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Crotty, M. 1996. Phenomenology and Nursing Research. Melbourne : Churcill
Livingston.
Hadiansyah, F. dkk. 2017. Materi Pendukung Literasi Budaya dan Kewargaan.
Jakarta : Kemendikbud.
Ibrahim, G.A. dkk. 2017. Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional. Jakarta :
Kemendikbud.
Irawan, Prasetya. 2003. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan
Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti
Pemula. Jakarta : STIA LAN.
Kemendikbud. 2016. Gerakan Literasi Untuk Tumbuhkan Budaya Literasi. Dalam
Majalah Jendela Pendidikan dan Kebudayaan, Oktober, VI. Jakarta :
Kemendikbud.
Lee, Alice. dkk. 2013. Conceptual Relationship of Information Literacy and
Media Literacy in Knowledge Societies. Paris : UNESCO.
Manen, Van M. 1990. Researching Lived Experience: Human Scinece For An
Action Sensitive Pedagogy. New York : State University of New York
Press.
More, Janice. 1993. Critical Issues in Qualitative Research Methods. California :
SAGE Publications.
Narbuko, Cholid & Achmad, Abu. 2009. Metode Penelitian. Jakarta : Bumi
Aksara.
70
Rahayu, Triwarti. 2017. Penumbuhan Budi Pekerti Melalui Gerakan Literasi
Sekolah. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan.
Ratna Kutha, Nyoman. 2010. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Salim, Agus. 2006. Teori dan Penelitian Paradigma. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Spiegelberg, Herbert. 1994. The Phenomenological Movement: A Historical
Introduction. Dordrecht : Kluwer Academic Publishers.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Sulistyana Teguh, Ambar. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta : Penerbit Gava Media.
Wahyuni, Sari. 2012. Qualitative Research Methods: Theory and Practice.
Jakarta : Salemba Empat.
Wawancara dengan informan :
1. Hafizh Pragitya, Koordinator – Ketua Komunitas Rusabesi, 09 Mei 2020.
2. Hana Divani Zahra, Koordinator – Bendahara Komunitas Rusabesi, 09
Mei 2020.
Website :
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gerakan,https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/liter
asi, diakses pada tanggal 02 Maret, 2020, pukul 10.23 WIB.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Lampiran Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi
2. Lampiran Jurnal Terbitan Komunitas Rusabesi
3. Lampiran Kegiatan Live Performance Art
4. Lampiran Wawancara dengan Hafizh Pragitya, Koordinator
– Ketua Komunitas Rusabesi
5. Lampiran Wawancara dengan Divani Zahra, Koordinator –
Bendahara Komunitas Rusabesi
Hasil Wawancara (Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi dalam Perspektif Literasi
Budaya dan Kewargaan)
Nama : Hafizh Pragitya
Jabatan : Koordinator
Waktu Wawancara : Sabtu, 9 Mei 2020
1. Apa itu komunitas Rusabesi?
Komunitas Rusabesi adalah komunitas di daerah Ciputat yang bergerak di bidang
sastra, seni, dan budaya. Kegiatan utamanya adalah diskusi yang diadakan setiap
hari Kamis sore, membahas sastra, film, seni, dan hal-hal lain yang masih berada
dalam ruang lingkup seni dan budaya. Ketika diundang ke beberapa acara, Rusabesi
biasanya juga menampilkan penampilan seputar apresiasi kepada karya sastra atau
bentuk seni lainnya.
2. Dari sekian banyak bidang yang ada, mengapa komunitas ini memilih bergerak di
bidang sastra dan kesenian? Apa yang dijadikan dasar bahwa komunitas Rusabesi
sebagai komunitas sastra dan seni? Maksudnya kenapa lebih tertarik untuk memilih di
bidang sastra dan seni?
Pada awalnya, komunitas ini diusung oleh tiga mahasiswa Sastra Inggris UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014, yang ingin belajar lebih perihal sastra di luar
kelas, juga untuk mengadakan kegiatan diskusi yang murni tanpa ada kaitannya
dengan politik kampus.
Sebenarnya kami tidak ingin melabelkan komunitas kami sebagai komunitas sastra
dan seni, tapi komunitas yang bergerak di bidang sastra dan seni. Hal demikian
dilakukan karena ekosistem sastra dan seni perlu terus bergulir, perlu kritik, perlu
apresiasi, dan perlu menelurkan kembali karya-karya lainnya agar kembali dikritik,
diapresiasi dan seterusnya.
Kalau ditanya kenapa memilih sastra dan seni, mungkin awalnya masih di ruang
lingkup sastra saja, tapi karena orang-orang yang ikut diskusi semakin banyak,
zaman juga makin maju, bertambah lah ide-ide kajian dan akhirnya melebar ke seni
dan budaya juga. Mungkin karena orang-orang yang ikut andil di dalamnya ‘suka’
ngobrol ini-itu perihal sastra, seni, dan budaya, jadi di sana lah awal-mula
bagaimana ketertarikan itu muncul.
3. Dimulai dari tahun 2014 tersebut, apakah itu menandai bahwasanya komunitas
Rusabesi mulai aktif dalam memulai beberapa kegiatan?
Ya, benar. Kalau tidak salah, awal mulanya hanya berbentuk blog untuk menaungi
karya-karya mahasiswa Sastra Inggris yang biasa menulis puisi, cerpen, dan esai.
Lalu berkembang dengan diadakannya diskusi, pembuatan jurnal bulanan, perform di
beberapa acara dan apresiasi karya hingga saat ini.
4. Dan pada tahun tersebut, siapa saja yang berperan atau turut andil dalam terbentuknya
komunitas Rusabesi?
Ada tiga mahasiswa yang mengusung terbentuknya komunitas Rusabesi, yaitu Rahmat
Edi Susanto, Zaki Ari Setiawan, dan Muhammad Adhi Kurnia.
5. Dengan adanya blog tersebut, apakah menjadi pemicu bahwasanya komunitas ini
mulai dilirik para mahasiswa Sastra Inggris UIN Jakarta, bahkan dari berbagai
kalangan sehingga berkembang dengan adanya kegiatan seperti diskusi, pembuatan
jurnal bulanan, performance, dan apresiasi karya?
Sepertinya yang membuat komunitas ini semakin besar adalah kegiatan diskusi
Kamisannya, performance saat diundang oleh berbagai macam acara, dan tentu oleh
orang-orang di dalamnya yang terus konsisten mengadakan kegiatan di dalam ruang
lingkup komunitas dan biasa mengajak teman-teman dari fakultas lain, bahkan dari
luar kampus untuk ikut diskusi.
6. Oke, untuk anggota yang tergabung di komunitas ini ada berapa? Dan apakah ada
strukturnya?
Untuk anggota komunitas, menyesuaikan dengan yang tergabung di grup Whatsapp,
ada sekitar 100 orang. Dan untuk struktur, baru dibentuk setelah Rembuk Rusabesi
(Mubes) yang diadakan tanggal 25 Januari 2020.
Struktur saat ini terdiri dari koordinator, sekretaris, bendahara, dan kamar-kamar di
dalamnya: Kamar Kajian, Kamar Apresiasi, Kamar Dokumentasi, Kamar Medsos dan
Publikasi, Kamar Dana Usaha, dan Kamar Humas. Dan yang perlu diketahui adalah,
antara masing-masing pihak di komunitas ini tidak ada jalur hirarkis seperti pada
struktural organisasi lainnya, maksudnya adalah tidak ada yang mengetuai lainnya,
dan saling bekerjasama dan berkoordinasi.
7. Sebelumnya tadi sudah bertanya sedikit dengan Divani, perihal rencana yang mau
digarap oleh Rusabesi, salah satunya adalah project pembuatan film pendek. Kira-kira,
ada project apa lagi selain film pendek tersebut?
Rencananya, di Kamar Apresiasi akan mebuat semacam video untuk Instagram
Rusabesi yang akan membicarakan hal seputar sastra, seni, budaya, atau hal-hal
yang kiranya trending atau disukai saja, durasinya pendek, kalau tidak salah
direncanakan lima menit paling lama. Dan rencananya akan dilakukan tiap bulan,
tapi agak tersendat saat ini karena satu dan lain hal, mungkin akan dimulai di
semester depan.
Ada juga dari Kamar Medsos dan Publikasi merencanakan perombakan blog
Rusabesi yang masih terpakai namun terbilang tak lagi produktif.
Kalau untuk blog ruang lingkupnya masih fokus ke sastra dulu sepertinya, semacam
puisi, cerpen, dan esai, tapi masih belum ada bayangan juga kelanjutannya seperti
apa, dan mudah-mudahan bisa terlaksana.
8. Selanjutnya, kira-kira karya sastra atau seni apa lagi yang sedang digarap oleh
Rusabesi?
Belum ada lagi ya sepertinya. Paling baru hanya beberapa rencana saja.
9. Kalau untuk berbicara tentang karya, apa saja karya yang sudah diciptakan dari
komunitas Rusabesi?
Kalau dari anggota komunitas, beberapa karya tulis teman-teman komunitas sudah
tersebar di berbagai media nasional, dan beberapa juga sudah menerbitkan buku.
Ada juga yang sudah membuat film dokumenter pendek. Kalau dari komunitas, kami
sudah menerbitkan beberapa jurnal bulanan, dan baru tahun kemarin menerbitkan
antologi karya dari para penggiat di Rusabesi yang berisi puisi, cerpen, esai,
fotografi, juga karya visual.
10. Jadi, dari sekian banyak karya-karya yang diciptakan para anggota Rusabesi, apakah
ada yang pernah mendapat apresiasi atau penghargaan? Entah itu nasional maupun
internasional.
Ya, beberapa karya ada yang sudah memenangkan penghargaan, tapi kalau tidak
salah masih dalam cakupan nasional.
11. Kalau boleh tau penghargaan dari mana dan penghargaan atas kategori apa?
Tepatnya kami tidak mendokumentasikan semua penghargaan anggota komunitas
karena masing-masing anggota yang memenangkan penghargaan secara individu.
Tapi kalau secara kategori biasanya kalau tidak cerpen, puisi, atau film. Tapi kalau
dari Rusabesi sendiri pernah mendapatkan penghargaan Komunitas Pemerhati Sastra
Terbaik dari Festival Literasi Tangsel 2018.
12. Jadi, dari sekian banya karya-karya yang sudah diciptakan dari para anggota Rusabesi,
merupakan salah satu cara untuk merawat ekosistem dari literasi. Karena, berbicara
tentang literasi tidak melulu tentang membaca dan menulis. Ada yang namanya literasi
budaya dan kewargaan, yang merupakan bagian dari literasi. Apakah pernah
mendengar apa itu ‘literasi budaya dan kewargaan’?.
Sebenarnya kalau spesifik ke Kewargaan baru mendengar kali ini.
13. Jadi, apa yang membedakan komunitas Rusabesi dengan komunitas lain?
Saya kira hingga saat ini kami belum benar-benar menunjukkan perbedaan yang
spesifik dengan komunitas lain yang bergerak di bidang sastra, seni, dan budaya,
kami pun masih belajar, masih ingin terus mengembangkan komunitas dengan ide-ide
kami, tapi juga terkadang kami mengolah ulang ide yang sudah pernah dipakai, lalu
memperbaruinya.
Saya belum sempat survei secara intensif, cuma, dalam diskusi kami akan selalu
mencoba membangun lingkungan akademis karena lingkungan kami pun masih dalam
lingkup kampus. Yang kami pelajari dari kelas juga akan kami pakai, kami praktikkan
dan kembangkan. Maksudnya survei ke komunitas lain.
14. Oke, kalau berbicara masalah ruang kelas, kita tahu bahwa ruang kelas termasuk salah
satu lingkungan akademis untuk mendapatkan sebuah akses pendidikan ataupun
literasi. Dan berbicara masalah komunitas pun juga sama. Menurut anda, apa yang
membedakan ketika mendapatkan akses pendidikan atau literasi di dalam kelas dengan
di dalam komunitas?
Perbedaannya mungkin di ruang yang lebih santai, praktik yang lebih leluasa, dan
juga kreativitas tanpa batas yang muncul di antara teman-teman, dan hal-hal tersebut
yang jarang didapat di dalam kelas.
15. Lalu, apakah komunitas Rusabesi bersinergi dengan komunitas lain atau kelompok
masyarakat?
Beberapa tahun belakangan, waktu liburan, beberapa kali kami berkolaborasi dengan
komunitas Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) untuk melakukan diskusi bersama.
Namun kalau membicarakan sinergi langsung kepada masyarakat sepertinya tidak
banyak, paling kami hanya menyediakan wadah diskusi dan berkreasi yang terbuka
bagi segala kalangan.
16. Lalu, bagaimana interaksi yang dibangun ketika berkolaborasi dan ketika
menyediakan sebuah wadah diskusi untuk berbagai kalangan?
Ya, intinya berada di komunikasi yang baik dan penerimaan yang terbuka antara
komunitas dan pihak lain.
Pertanyaan-Pertanyaan Di Bawah Ini Berdasarkan Prinsip-Prinsip Dasar Literasi
Budaya dan Kewargaan, yang Mengacu Pada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
1. Budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku.
− Bagaimana bentuk budaya dan perilaku yang dibangun oleh komunitas Rusabesi?
(Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh
komunitas Rusabesi seperti diskusi, perayaan ulang tahun, performance, dan project
yang sudah terlaksana atau belum terlaksana.)
Rusabesi selalu mencoba menjadikan lingkungan komunitas sebagai ruang
kreativitas dan akademis yang nyaman, lewat diskusi sastra dan budaya,
performance, apresiasi sastra, dan projek-projek lainnya yang sedang kami
rencanakan.
2. Kesenian sebagai produk budaya.
− Apa dan bagaimana sikap, perilaku, dan upaya komunitas Rusabesi untuk
mengenalkan berbagai macam bentuk karya sastra dan seni kepada masyarakat?
Komunitas tidak akan jauh-jauh kembali kepada kegiatan yang kami kira nyaman
untuk kami lakukan, karena memperkenalkan berbagai macam karya sastra dan seni
kepada masyarakat bukan berarti memaksa mereka untuk membaca apa yang kami
baca atau untuk menikmati yang kami nikmati. Rusabesi sekadar wadah, dengan
diskusi terbuka, apresiasi sastra, ngobrol-ngobrol santai, dan kegiatan lainnya ini
lah kami memperkenalkan sastra dan seni.
3. Kewargaan multikultural dan partisipatif.
− Bagaimana perspektif dan pragmatis dari komunitas Rusabesi memaknai ragam suku
bangsa, bahasa, kebiasaan, adat isitiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial? Serta,
Bagaimana mencoba memaknai hal tersebut berdasarkan karya ataupun kegiatan
yang sudah dilakukan oleh komunitas Rusabesi?
Keberagaman adalah sebuah anugerah, apalagi mengenalnya lewat karya-karya
dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda. Sangat sering dalam diskusi
kami membahas karya-karya Indonesia atau luar dari berbagai macam latar
belakang dan daerah, dan dengan keberagaman ini ilmu dan wawasan kami
bertambah. Namun juga terkadang prihatin dengan kondisi keberagaman ini yang
sering kali termakan oleh pergerakan zaman yang begitu masif, dan akhirnya hilang
dari permukaan bahkan terlupakan. Mengingatnya, membicarakannya,
mendiskusikannya, dan mengapresiasinya adalah beberapa cara merawat
keberagaman tersebut.
4. Nasionalisme.
− Bagaimana cara memaknai nasionalisme berdasarkan perspektif dan pragmatis dari
komunitas Rusabesi? Atau bisa juga bentuk representatif dilihat dari karya ataupun
kegiatan dari komunitas Rusabesi.
Di dalam komunitas Rusabesi, kami selalu menggunakan metode musyawarah untuk
mencapai sebuah mufakat; mendiskusikannya dahulu, memasaknya matang-matang,
baru mengaktualisasikannya, itu cara yang digunakan dalam perumusan setiap
agenda. Dalam praktiknya, entah kritik atau apresiasi atau kegiatan kreatif, konteks
negeri ini tak luput dari bahan perbincangan, dari bumbu-bumbu yang tertolehkan
di dalam karya teman-teman Rusabesi.
5. Inklusivitas.
− Bagaimana perspektif komunitas Rusabesi memaknai dengan banyaknya
kemunculan budaya baru?
Budaya baru adalah sebuah niscaya, begitu pun di masa yang lalu dan yang akan
mendatang. Dalam masyarakat, penerimaan atau perdebatan atau penolakan selalu
terjadi ketika menghadapinya. Tapi kami pikir, duduk bersama membicarakannya
dengan kepala dingin dan penuh canda adalah cara yang asyik untuk
menghadapinya. Dan tak bisa dipungkiri, banyak pula yang bisa dipelajari darinya.
6. Pengalaman langsung.
− Bagaimana cara komunitas Rusabesi merawat ekosistem sastra, seni, dan budaya?
Kami mencoba merawat ekosistem sastra, seni, dan budaya dengan kegiatan-
kegiatan kami. Contohnya di diskusi Kamisan, di sana kami melakukan kritik kepada
karya sastra atau seni tertentu, mendiskusikan apresiasi, teori, tokoh, atau fenomena
dari karya tersebut. Hal ini dilakukan karena, mengambil contoh dari ekosistem
sastra, tulisan tidak hanya berputar dari penulis ke penerbit lalu ke pembaca saja,
namun diperlukan adanya kritik agar ekosistem itu terawat sehat. Contoh lainnya,
kami melakukan apresiasi kepada karya, seperti pembacaan puisi atau cerita
pendek, dan biasanya dipraktikkan di performance. Yang terakhir dengan
menghasilkan karya. Beberapa teman Rusabesi telah menerbitkan buku, menulis
karya di sejumlah media, dan bahkan mendapatkan penghargaan dari karya-karya
yang mereka hasilkan.
Semua jawaban di atas hadir berdasarkan pandangan saya, Hafizh Pragitya, sebagai Ketua
Komunitas Rusabesi. Sebab itu, kemungkinan perbedaan jawaban dengan penggiat
Rusabesi yang lain mungkin terjadi. Meski demikian, apa yang saya utarakan di atas saya
lakukan secara sadar dan tanpa paksaan, juga berdasarkan pengetahuan saya setelah 3
tahun bergabung dengan Komunitas Rusabesi.
Hasil Wawancara (Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi dalam Perspektif Prinsip-
Prinsip Literasi Budaya dan Kewargaan)
Nama : Hana Divani Zahra
Jabatan : Koordinator - Bendahara
Waktu Wawancara : Sabtu, 9 Mei 2020
1. Jadi, komunitas Rusabesi ini sudah terbentuk dari tahun 2014, dan masih eksis atau
berjalan sampai hari ini. Menurut anda sebagai salah satu penanggung jawab, serta
penggiat di komunitas ini, bagaimana caranya bisa mempertahankan eksistensi
sampai hari ini?
Aku gabung di komunitas Rusabesi itu dimulai dari sekitar tahun 2017, dan sudah
sekitar 3 tahun. Yang pertama, sejak awal gabung sampai sekarang, menurut aku,
Rusabesi selalu konsisten dalam membuat silabus kajian setiap tahunnya. Jadi apa
yang diinginkan dan dikejar pun jelas, setidaknya untuk kajian tiap hari Kamis.
Rusabesi juga selalu berusaha menghadiri setiap undangan tampil di berbagai
acara yang membuat Rusabesi tetap dikenal di lingkungannya.
Kedua, sistem sukarela yang dianut Rusabesi, menurut aku, sangat membantu
bertahannya komunitas ini. Siapapun bisa datang dan pergi sesukanya. Jadi, lama-
kelamaan penggiat yang hadir pun kebanyakan penggiat yang benar-benar tertarik
pada diskusi sastra. Ketertarikan ini tentu meningkatkan kesadaran dan keinginan
untuk terus menjaga Rusabesi, walaupun mungkin hanya beberapa penggiat yang
terlibat.
Ketiga, Rusabesi menganut sistem kekeluargaan tanpa mencampuri urusan
personal. Kekeluargaan di sini maksudnya, Rusabesi sangat terbuka dan peduli
terhadap sesama penggiat. Rusabesi sangat menghindari adanya kelompok yang
diistimewakan dalam kegiatannya. Tidak dimasukinya ranah personal juga
membuat siapapun bisa merasa nyaman. Aku pribadi tidak pernah merasa di-
judge apalagi dikucilkan karena latar belakangku khususnya keluarga, karena
ketidakharusanku berbagi masalah personal untuk diterima di Rusabesi.
2. Kalau boleh tahu, untuk poin yang pertama, apakah silabus yang sudah dibuat itu
memenuhi target selama satu tahun tersebut? Semacam evaluasi mungkin ya.
Dan, untuk pertanyaan poin kedua itu menyambung dari poin pertama ya. Jadi, apa
yang dilakukan oleh komunitas Rusabesi untuk membuat orang tertarik hadir di
dalam komunitas tersebut?
Dan yang terakhir, pelajaran dan pengalaman apa yang Divani dapatkan selama
tiga tahun di dalam komunitas Rusabesi?
Selama ini iya. Walaupun dalam pemilihan pemateri sedikit memaksa (kita
bilangnya sistem fitnah, jadi yang sudah lama berkecimpung di Rusabesi
kemungkinan besar namanya ada jadi list pemateri tanpa ada persetujuan mereka
dulu), semuanya masih berjalan lancar. Setiap tahun juga ada evaluasi. Rusabesi
sempat beberapa kali mengganti sistem kajian demi menyesuaikan kebutuhan dan
tuntutan yang dihadapi. Pemilihan pengurus juga salah satu ikhtiar Rusabesi
untuk selalu mencapai target yang diinginkan.
Sampai sekarang Rusabesi belum ada niatan memperluas jangkauannya. Jadi,
usaha yang dilakukan menurut aku juga tidak terlalu masif. Selama ini untuk
mempertahankan eksistensi dan membuat orang luar tertarik, Rusabesi selalu
membuat sebuah flyer perihal kajian maupun kolaborasi dengan pihak lain yang
kemudian di upload di sosial media Rusabesi. Segala kegiatan juga dibuat melalui
musyawarah, dan brainstorming yang matang. Hasilnya pun didokumentasikan,
dan dibagikan kepada siapapun melalui sosial media Rusabesi. Terkadang
Rusabesi juga melakukan Live Streaming di Instagram kalau sedang tampil di
suatu acara. Lalu, usaha lain, karena Rusabesi berawal dari para mahasiswa
Sastra Inggris, Rusabesi juga menerima tawaran dari Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ) Sastra Inggris 2017/2018 untuk menerangkan dan mengajak para
mahasiswa baru (maba) untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan Rusabesi.
Banyak sekali ya. Apalagi sebenarnya aku tidak terlalu suka sastra. Aku masuk
jurusan Sastra Inggris karena memang kebetulan terpilih dan diterima di Jurusana
Sastra Inggris UIN Syahid Jakarta. Niat awalnya karena memang masih bingung,
dan ketika di SMA aku masuk di jurusan Bahasa, dan awalnya memang karena
sangat menyukai bahasa inggris jadi memutuskan untuk mengambil jurusan Sastra
Inggris. Awalnya sempat sedih, ketika diterima di jurusan Sastra Inggris UIN
Jakarta, karena ketika tes melalui jalur mandiri aku diterima di Jurusan Psikologi
UIN Jakarta. Tapi, karena ada beberapa kendala dan akhirnya memutuskan untuk
mengambil di Jurusan Sastra Inggris UIN Jakarta.
Karena setengah hati itu, ketika awal masuk tuh aku kayak santai-santai aja.
Untungnya aku ikut Rusabesi sebelum masuk semester-semester akhir yang banyak
membicarakan teori dan membedah karya. Jadi, sedikit mengetahui perihal ilmu
inti itu. Senior yang tergabung pun juga tidak pelit padahal aku bodoh banget tapi
tidak diketawain kalo aku tidak tahu dan bertanya soal hal yang aku tidak tahu itu.
Jadi, untuk pendidikan formal aku di sasing kebantu banget khususnya lewat
diskusi Rusabesi yang diadakan tiap Kamis.
Lewat pembedahan karya aku juga belajar banyak soal sejarah dan kehidupan.
Aku juga mulai bisa paham soal perbedaan pola pikir hingga latar belakang yang
dimiliki masing-masing penggiat. Ini bikin aku jadi lebih menghormati siapapun
terlebih orang-orang yang mau belajar. Tidak hanya yg indah-indah, kita juga
berbagi soal kesulitan-kesulitan yang ada. Aku sebenernya jauh dari kata aware
sama sekitar apalagi politik. Di Rusabesi, aku dikenalin hal-hal kurang
mengenakkan itu. Mulai dari bagaimana licinnya pemerintah misalnya, sampai
kabar kalau ada yang sampai diculik dan disiksa sama pemerintah yang aku tahu
baik secara langsung ataupun ga langsung dari temen-temen Rusabesi ini. Aku
kalo ada kesulitan apapun mulai dari kesulitan di kampus sampe urusan
administrasi pemerintahan juga nanyanya sama mereka hehehe.
Aku juga ngerasa lebih diasah untuk lebih kreatif, misalnya bermain dengan
simbol. Ilmu ini biasanya aku dapet pas lagi persiapan tampil di suatu acara.
Menurut aku, Rusabesi identik sama penggunaan simbol di setiap penampilannya.
Hal ini bikin aku lebih kritis dan optimal aja kalau mau ngelakuin atau bikin
sesuatu biar lebih menarik tapi tidak menghilangkan maksud dari karya itu sendiri.
3. Menurut Divani, apa yang menjadi kebiasaan dari komunitas Rusabesi? Atau
seperti ciri khas, atau yang sangat identik dari komunitas Rusabesi.
Kegiatan diskusinya sih, Kak.
4. Kira-kira, apa yang membedakan komunitas Rusabesi dengan komunitas lain?
Aku tidak begitu tahu soal komunitas lain sih, jadi sulit buat membedakannya.
Mungkin sistem sukarelanya (tidak ada sistem keanggotaan).
5. Selain kegiatan berdiskusi, apakah ada kegiatan lain dari kegiatan diskusi?
Ada acara tahunan untuk perayaan ulang tahun Rusabesi. Ada beberapa project
juga dari beberapa kamar, seperti pembuatan film pendek, dsb. Tapi ini masih
rencana aja. Belum terealisasikan.
6. Apakah rencana dari project tersebut melibatkan pihak eksternal dari komunitas
Rusabesi?
Ada yang melibatkan pihak lain, ada yang tidak.
7. Kira-kira ada project apa lagi yang sedang direncanakan?
Sebenernya masih ada satu project kolaborasi lagi sama komunitas GenderTalk
membahas soal pelecehan seksual di ranah hukum (sebelumnya kita sudah sempat
kerjasama sama komunitas ini dan membahas apa itu pelecehan seksual).
Harusnya diskusi ini sudah terlaksana,tetapi karena adanya pandemi, diskusi kami
tunda sampai waktu yang masih belum ditentukan.
Ada keinginan juga membuat website. Tapi ini masih rencana karena masih harus
memikirkan biaya dll.
Rusabesi juga mulai periode ini mencoba untuk membiayai diri sendiri melalui
kamar dana usaha. Kemungkinan kamar ini akan membuat dan menjual makanan,
baju atau lainnya sebagai pintu pemasukan Rusabesi selain dari uang kas untuk
keperluan inventaris komunitas, dll.
8. Jadi, ada beberapa project yang sedang direncanakan dan terkendala dari segi
waktu, situasi dan kondisi, serta biaya. Dan sebelumnya tadi sudah disebutkan
beberapa project kolaborasi dan project pembuatan film pendek. Berbicara masalah
film pendek, hal tersebut merupakan bentuk dari karya sastra, kira-kira karya sastra
apa lagi yang akan digarap oleh Rusabesi?
Sejauh ini sih baru itu, Kak. Dulu sempet bikin antologi dari kumpulan karya
anggota Rusabesi. Tapi untuk periode sekarang kita lebih fokus ke pengarsipan
juga pembenahan teknis diskusi khususnya pada penulisan paper.
9. Kalau untuk pengarsipan dan pembenahan teknis diskusi itu maksudnya gimana,
Div?
Jadi selama 5 tahun terakhir, arsip-arsip karya Rusabesi, seperti dokumentasi
penampilan di berbagai acara itu tersebar, Kak. Nah, sekarang kita mau
menyatukan semuanya dalam satu harddisk agar kedepannya lebih rapih aja.
Dan untuk dokumentasi yang telah diarsipkan, apakah rencananya akan
dipublikasikan di satu media atau hanya sebagai arsip dari Rusabesi?
Sampai sekarang sih masih untuk internal, Kak.
Lalu, masalah teknis diskusi ya mencakup berapa pemateri per pertemuan sampai
tata cara menulis paper. Rencananya nanti akan diadakan kembali kegiatan
brainstorming untuk membuat materi yang baik. Walaupun brainstorming ini juga
sifatnya opsional. Selain untuk meningkatkan kualitas tulisan, langkah ini juga
dilakukan untuk mempermudah pengarsipan dan mengantisipasi apabila ingin
dibukukan (jadi tidak perlu ada proses editing yang panjang, karena semua tulisan
layak publish). Ini juga sudah terlaksana sih sebetulnya. Tapi tetap disediakan
brainstorming kalau memang ada yg mau.
Semacam membuat kegiatan workshop untuk penulisan paper ya?
Betul
Jadi, untuk rencana pengarsipan dokumentasi dan workshop tersebut, apakah
melibatkan pihak eksternal?
Tidak, kalo dua project ini.
10. Jadi, dari sekian banyak kegiatan yang sudah dilakukan ataupun belum, serta
karya-karya yang sudah diciptakan dari para anggota Rusabesi, merupakan salah
satu cara untuk merawat ekosistem dari literasi. Karena, berbicara tentang literasi
tidak melulu tentang membaca dan menulis. Ada yang namanya literasi budaya dan
kewargaan, yang merupakan bagian dari literasi. Apakah pernah mendengar apa itu
‘literasi budaya dan kewargaan’?.
Iya, pernah, Kak.
11. Jadi, apa yang anda ketahui tentang literasi budaya dan kewargaan?
Setau aku literasi budaya dan kewargaan itu soal kemampuan individu atau
mungkin kelompok dalam hidup bermasyarakat sebagai bagian dari suatu budaya
dan bangsa.
12. Lalu, bagaimana sikap Divani setelah mengetahui apa itu literasi budaya dan
kewargaan?
Menurut aku sih walaupun asing, hal ini bagus dan penting, Kak.
13. Kalau dari perspektif Divani sebagai penggiat di komunitas Rusabesi, seberapa
menarik untuk mengetahui apa itu literasi budaya dan kewargaan?
Persoalan ini pasti menarik untuk diketahui dan dibahas, karena sebenarnya isi
dari karya sastra kan memang seputar itu. Sebagai media penyampai pesan atau
produk imitasi dari kehidupan penulis, saat kita melakukan pembedahan karya
mereka, secara langsung ataupun tidak langsung kita melihat bagaimana sikap
penulis terhadap budaya dan kewargaannya sendiri. Jadi tentu kemampuan
memahami budaya dan kewargaan ini menarik untuk diketahui.
Pertanyaan-Pertanyaan Di Bawah Ini Berdasarkan Prinsip-Prinsip Dasar Literasi
Budaya dan Kewargaan yang Mengacu Pada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
1. Budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku.
− Bagaimana bentuk budaya dan perilaku yang dibangun oleh komunitas Rusabesi?
(Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh
komunitas Rusabesi seperti diskusi, perayaan ulang tahun, performance, dan project
yang sudah terlaksana atau belum terlaksana.)
Rusabesi mencoba membangun budaya untuk selalu berpikir secara kritis, kreatif,
dan terbuka namun tetap bertanggungjawab. Segala bentuk pemikiran dan perilaku
diperbolehkan dengan pemenuhan nilai-nilai di atas, lengkap dengan
konsekuensinya. Rusabesi mengedepankan kepentingan kelompok dan individu
secara berdampingan, dengan berusaha menciptakan ruang untuk siapapun menjadi
dirinya sendiri tanpa saling melukai.
2. Kesenian sebagai produk budaya.
− Apa dan bagaimana sikap, perilaku, dan upaya komunitas Rusabesi untuk
mengenalkan berbagai macam bentuk karya sastra dan seni kepada masyarakat?
Rusabesi melakukan kegiatan diskusi sastra yang sifatnya terbuka satu kali setiap
minggu di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, Ciputat. Undangan menghadiri diskusi
tersebut diunggah ke setiap media sosial Rusabesi guna menjangkau para peminat
sastra di luar Rusabesi untuk bergabung. Setiap penampilan Rusabesi di berbagai
acara juga digaungkan melalui sosial media Rusabesi yang diharapkan mampu
menarik minat orang luar. Beberapa di antaranya juga diunggah di channel
YouTube Rusabesi yang bisa diakses oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.
Rusabesi juga pernah mengadakan pameran seni baik berupa lukisan, tulisan dan
bentuk seni yang lain, serta menerbitkan beberapa jurnal dan antologi berisikan
karya-karya penggiat Rusabesi yang dapat dibeli baik dari pihak internal maupun
eksternal Rusabesi.
3. Kewargaan multikultural dan partisipatif.
− Bagaimana perspektif dan pragmatis dari komunitas Rusabesi memaknai ragam suku
bangsa, bahasa, kebiasaan, adat isitiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial? Serta,
Bagaimana mencoba memaknai hal tersebut berdasarkan karya ataupun kegiatan
yang sudah dilakukan oleh komunitas Rusabesi?
Rusabesi selalu mengamini banyaknya perbedaan pada setiap orang. Rusabesi juga
selalu memandang setiap hal memiliki maknanya masing-masing, yang membuat
para penggiat lebih mampu menghargai orang lain, baik dari segi ideologi, suku
bangsa, bahasa, kebiasaan, adat isitiadat, kepercayaan, hingga lapisan sosial.
Tidak adanya sistem keanggotaan Rusabesi menjadi salah satu implementasi atas
kepercayaan tersebut dengan menerima siapapun dan dengan latar belakang
apapun, karena Rusabesi percaya bahwa semua orang punya hak untuk belajar.
Menjadi salah satu wadah suatu ilmu bernaung, Rusabesi menyadari pentingnya
memberikan hak tersebut kepada setiap orang, yang kemudian mendorong Rusabesi
untuk membuka pintu yang selebar-lebarnya untuk siapapun yang ingin belajar.
Kegiatan diskusi pun juga merupakan suatu bentuk nyata sikap Rusabesi terhadap
perbedaan. Dalam diskusi, para penggiat diperbolehkan menyampaikan
pendapatnya dengan bebas dan bertanggungjawab. Segala perbedaan hasil akhir
juga diterima dengan baik oleh setiap penggiat, atau biasa disebut agree to
disagree.
4. Nasionalisme.
− Bagaimana cara memaknai nasionalisme berdasarkan perspektif dan pragmatis dari
komunitas Rusabesi? Atau bisa juga bentuk representatif dilihat dari karya ataupun
kegiatan dari komunitas Rusabesi.
Rusabesi memaknai nasionalisme dengan peduli terhadap sesamanya. Sebagai
bentuk kontribusi Rusabesi untuk bangsa, Rusabesi memilih untuk terus belajar
sebagai upaya mencerdaskan bangsa. Rusabesi juga sudah melakukan berbagai
kolaborasi untuk mewujudkan niat tersebut. Tidak berhenti di ruang pengetahuan,
Rusabesi juga berusaha membantu secara materil yakni dengan menyisihkan uang
dari kas Rusabesi untuk membantu satu kelompok kenalan dalam pembuatan dan
pembagian handsanitizer secara gratis di sekitar UIN. Rusabesi juga belajar banyak
tentang budaya dan bangsa dari tiap diskusi sastra yang dilakukan. Tak lupa,
Rusabesi mencoba untuk selalu berfikir secara relevan terkait apa yang bisa dan
tidak seharusnya dilakukan dalam hidup bermasyarakat dengan belajar dari sejarah
melalui karya-karya sastra dengan diskusi terbuka tentangnya.
5. Inklusivitas.
− Bagaimana perspektif komunitas Rusabesi memaknai dengan banyaknya
kemunculan budaya baru?
Pada dasarnya, segala bentuk budaya yang membangun adalah kabar baik. Yang
perlu dikhawatirkan adalah budaya yang menuntun kepada kebencian dan
perceraian.
6. Pengalaman langsung.
− Bagaimana cara komunitas Rusabesi merawat ekosistem sastra, seni, dan budaya?
Sama seperti 5 tahun terakhir, Rusabesi mencoba merawat ekosistem sastra, seni,
dan budaya dengan terus belajar tentangnya, melalui pembedahan karya sastra
(biasanya dilakukan melalui 4 aspek yakni apresiasi, tokoh, fenomena dan teori),
dan dengan menghasilkan karya sastra itu sendiri.
Semua jawaban di atas hadir berdasarkan pandangan saya, Hana Divani Zahra, sebagai
penggiat Rusabesi. Sebab itu, kemungkinan perbedaan jawaban dengan penggiat Rusabesi
yang lain mungkin terjadi. Meski demikian, apa yang saya utarakan di atas saya lakukan
secara sadar dan tanpa paksaan, juga berdasarkan pengetahuan saya setelah 3 tahun
bergabung dengan Komunitas Rusabesi.
BIODATA PENULIS
HAFIZ ALFARISI. Lahir di Jakarta, 20 Juni 1995. Anak
dari Ayahanda Ahmad Ulfi dan Ibunda Lisnawati. Penulis
bertempat tinggal di Jl. Dukuh Pinggir 4. No. 4 RT 013 RW
05 Tanah Abang Jakarta Pusat. Penulis menyelesaikan
pendidikan pertama di TK Aisyah (2000), kemudian penulis
melanjutkan pendidikan dasar di SDN 05 Bendungan Hilir
(2001-2007). Setelah lulus kemudian melanjutkan ke
pendidikan menengah di SMP 1 Barunawati Jakarta Barat
(2007-2010). Kemudian penulis melanjutkan kembali ke
pendidkan menengah atas di SMA 1 Barunawati Jakarta
Barat (2010-2013) mengambil jurusan IPS. Setelah lulus SMA pada tahun 2013,
penulis melanjutkan ke pendidikan tinggi S1 dengan mengambil Jurusan Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Rekam jejak penulis selama di perguruan
tinggi, pada tahun 2016 penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Jambe, Kecamatan Jambe, Kabupaten Tangerang.
Dalam proses penggarapan skripsi penulis mengisi waktu dengan melakukan
kegiatan sosial, kreatif, olahraga, dan magang. Hingga akhirnya penulis
menyelesaikan pendidikan tingginya pada tahun 2020 dengan menulis skripsi yang
berjudul “Kegiatan Diskusi Komunitas Rusabesi dalam Perspektif Prinsip-Prinsip
Literasi Budaya dan Kewargaan”.
top related