hukum laut indonesia
Post on 18-Jan-2016
39 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Hukum laut Indonesia
Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI
Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan
kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah
memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember
1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”.
Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang
terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di
antara pulau-pulau wilayah daratan.
Adapun pertimbangan-pertimbangan yang mendorong pemerintah RI sebagai suatu
negara kepulauan sehingga mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan
Indonesia adalah :
1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri
atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.
2. Demi untuk kesatuan wilayah negara RI, agar semua kepulauan dan perairan
( selat ) yang diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat
dipisahkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya, atau antara pulau
dengan perairannya.
3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagai menurut “Teritoriale Zee en
Mariteme Kringen Ordonampie 1939” yang dimuat dalam Staatsblad 1939 no
442 pasal 1 ayat (1 ) sudah tidak cocok lagi dengan kepentingan Indonesia
setelah merdeka
4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang merdeka,
mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala
sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara
Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis.
Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut batas negara ditentukan.
Telah diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan salah satu
unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan dan kedulatan. Oleh
karena itu adanya wilayah dalam suatu negara ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan begitu pula dengan Indonesia. Dalam UUD 1945 yang asli tidak
tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah
disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah
Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu
pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen
Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut
disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling
sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari
laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini
diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas
perairan netral.
Dinamika Hak Laut Indonesia Pemerintah Indonesia menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesia hal ini
dirasa sangat merugikan bangsa Indonesia sehingga pada tanggal 13 Desember 1957,
saat pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Ir. Djuanda mengeluarkan pengumuman
pemerintah yang dikanal dengan Deklarasi Djuanda yang menyatakan bahwa Negara
Republik Indonesia merupakan negara kepulauan ( Archipelagie State ). Pada dasarnya
konsep deklarasi ini menyatakan bahwa semua laut atau perairan diantara pulau-pulau
Indonesia tidak terpisahkan dari negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) karena
laut antar pulau merupakan laut penghubung dan satu kesatuan dengan pualu-pulau
tersebut.
Adapun pertimbangan-pertimbangan yang mendorong perombakan batasan wilayah
NKRI sebagai berikut :
1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas
13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.
2. Demi untuk kesatuan wilayah NKRI, agar semua kepulauan dan perairan ( selat )
yang ada diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan
antara pulau yang satu dengan yang lainnya atau antar pulau dengan perairannya.
3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagaimana menurut “Teritoriale Zee en
Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di dalam Staatsblad 1939 no 442
pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka.
4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang mrdeka, mempunyai
hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk
keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya.
Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan
Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal
dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan.
Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia
mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut
yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III
tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia
merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah
NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada
pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU.
Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis
pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua
negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil
laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median.
Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa
ketentuan UUD 1945
1. Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2. Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ( Wawasan
Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air
asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala
kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI
Persetujuan Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam penetapan garis
batas Kontinen
Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan tidak
lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur masalah
Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan perundangan
mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan berarti
kemungkinan ketegangan akan timbul, oleh sebab itu disajikan batas-batas wilayah
sehingga garis batas Landas Kontinen antara :
1. Pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan Malaysia
Persetujuan ke dua negara tersebut bagi pemerintahan Indonesia yang telah disahkan
secara konstitusionil diwujudkan dalam bentuk keputusan Presiden yaitu Keputusan
Presiden RI no 89 tahun 1969 menetapkan, mengesahkan persetujuan antara
pemerintah RI dengan pemerintah Indonesia tentang penetapan garis batas landas
kontinen antara ke dua negara yang di tanda tangani para delegasi masing-masing di
Kuala Lumpur pada tanggal 17 Agustus 1969.
2. Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia dan Kerajaan Thauland
Hasil persetujuan delegasi-delegasi RI dengan Malaysia dan Kerajaan Thailand di
tanda tangani di Kuala Lumpur tanggal 21 Desember 1971 dan oleh pemerintah
Indonesia secara Konstitusional di tuangkan dalam bentuk Keputusan Presiden pada
11 Maret 1972, yaitu Keputusan Presiden no 20 tahun 1972 tentang pengesahan
persetujuan antara pemerintah RI, pemerintah Malaysia dan Kerajaan Thailand dalam
penetapan garis-garis batas Kontinen di bagian utara selat Malaka.
3. Pemerintah RI dengan Pemerintah Thailand.
Hasil persetujuan antara pemerintahan RI dengan pemerintahan kerjaan Thailand
membicarakan batas landas kontinen dua negara dibagian selat Malaka dan di laut
Andaman, untuk memisahkan bagian kedaulatan ke dua negara di bagian wilayah
Kontinennya dan di tanda tangani di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971 dan
oleh pemerintahan RI disahkan dalam bentuk keputusan Presiden yang ditetapkan
pada tanggal 11 Maret 1972, yaitu keputusan presiden no 21 tahun 1972.
4. Pemerintah RI dengan pemerintah Filipina.
Sistem yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas kontinennya adalah sistem
yang sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni Middle Line atau Ekuedistant, baik
Indonesia maupun Filipina kedua nya adalah negara kepulauan. Pada bulan Mei 1979
Filipina mengumumkan ZEE 200 milnya, dengan terjadinya penetapan batas tersebut
oleh masing-masing pihak dan diukur dari garis-garis pangkal darimana diukur laut
teritorial masing-masing yang mengelilingi kepulauannya, maka di baigian selatan
Filipina ( selatan Mindanau ) dan bagian utara Indonesia ( Laut Sulawesi dan Sangir
Talaud ).
5. Pemerintah RI dan pemerintah Vietnam
Vietnam telah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairannya pada tanggal
12 Mie 1977 dan menetapkan UU Maritimnya pada bulan Januari 1980. Dalam UU
tersebut ditetapkan bahwa wilayah maritim Virtnam adalah sejauh 200 mil laut dengan
perincian 12 mil laut Teritorial, 2 mil wilayah menyangga dan selebihnya ZEE. Menurut
Guy Sacerdotti dalam tulisannya tahun 1980 menyebutkan bahwa pihak Indonesia
berpendirian bahwa tidak ada wilayah yang tumpang tindih dengan pihak Vietnam.
6. Pemerintah RI dengan pemerintah Papua Nugini
Kedua negara sudah membicarakan sebelumnya pada bulan Mei 1978 yang
menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian dahulu tetap mempunyai daya laku dan akan
diadakan persetujuan final mengenai penetapan ke dua negara, juga dalam pernyataan
bersana tersebut disebutkan bahwa tindakan-tndakan yang diambil oleh pihak Papua
Nugini untuk menetapkan Zona perikanan 200 mil serta kebijakannya dalam pergolakan
sumber-sumber daya hayati dalam zona tersebut diakui.
Konsepsi Wawasan Nusantara menjelma menjadi pasal-pasal Konvensi Hukum Laut Konsepsi penguasaan lautan oleh negara atau pulau yang didekatnya (dikelilingi)
seperti yang termaktub di dalam ordinasi tersebut pada hakikatnya berasal dari adanya
kecenderungan pengaruh oleh salah satu diantara dua konsepsi dasar tentang lautan
yang berkembang sejak abad XVII.
Adapun dua konsepsi yang dimakhsud adalah :
1. Res Nullius : yang menyatakan bahwa lautan itu tidak ada yang memiliki, karena itu negara atau
bangsa yang berdekatan boleh memilikinya.
2. Res Comunis : yang menyatakan bahwa lautan itu adalah milik bersama, karena itu tidak boleh
dimiliki oleh negara atau bangsa manapun. Dalam hal ini Rezim hukum laut yang
dimakhsudkan ternyata cenderung terpengaruh oleh konsepsi dasar Res Nulius
meskipun terbatas (3 mil laut).
Konsepsi negara kepulauan yang di dalam UNCLOS I dan UNCLOS II tidak
memperoleh dukungan berarti dari negara-negara kepulauan, keduanya berubah ke
dalam dekade-dekade berikutnya. Dengan diterimanya konsepsi negara kepulauan di
dalam konvensi hukum laut 1982 dan mengundangkannya di dalam UU no 4 PRP
tahun 1960.
Kanada menyatakan bahwa setelah konvensi baru ini diterima bulan April, Konsepsi
negara kepulauan ini merupakan kemajuan yang penting yang telah dicapai oleh
UNCLOS II. Fiji menyatakan bahwa mereka telah membakukan konsepsi ini di dalam
perundang-undangan mereka. Filipina menyatakan bahwa fakta, Konvensi mengakui
kedaulatan dari negara kepulauan atas perairan kepulauannya dan udara diatas
landasan tanah di bawah, merupakan pertimbangan yang sangat menentukan untuk
Konvensi ini.
Indonesia telah meratafisir Konvensi hukum laut 1982 dengan UU no 17 tahun 1985
tentang pengesahan United Nation Convention On the Law of The Sea yang
diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985.
Penjelasan UU no 17 tahun 1985 antara lain memuat sebagai berikut : Bagi bangsa dan
negara RI, Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya
asas negara kepulauan yang selama 25 tahun secara terus menerus diperjuangkan
oleh Indonesia telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat Internasional.
Pengakuan resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka
mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan deklarasi Djuanda 13 Desember
1957, dan Wawasan Nusantara sebagaimana termakhtub dalam ketetapan MPR
tentang GBHN yang menjadi dasar bagi perwujudan kepulauan Indonesia sebagai satu
kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan
Konsepsi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan wilayah
nusantara serta memberikan kesejahteraan bangsa, maka pemerintah Indonesia pada
tanggal 21 Maret 1980, mengumumkan Deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE I ).
Yang dimakhsud Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut di luar laut wilayah Indonesia
sejauh 200 mil laut dari garis pangkal atau garis dasar. Pengumuman deklarasi ZEE I
berdasarkan Perpu no 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia.
Konsepsi ZEE Indonesia didasarkan oleh faktor-faktor :
1. Semakin terbatasnya persediaan ikan
Bertambahnya jumlah penduduk akn meningkatkan permintaan ikan untuk baha makan.
Sedangkan hasil perikanan dunia akan berada di bawah tingkat permintaan. Sehingga
melalui ZEE ini, Indonesia dapat melindungi sumber-sumber daya hayati yang ada di
laut.
2. Pembangunan nasional Indonesia.
Dalam usaha pembangunan nasional Indonesia, sumber daya alam yang terdapat di
laut sampai ke batas 200 mil dari garis-garis pangkal, dapat dimanfaatkan bagi
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Sumber daya Alam Ini
merupakan modal dasar pembangunan guna mencapai kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia di semua bidang kehidupan sesuai dengan UUD 1945.
3. Zona Ekonomi Eksklusif sebagai Rezim hukum Internasional
Di sini berarti bahwa ZEE I telah menjadi bagian dari hukum internasional kebiasaan.
Setelah Indonesia merdeka tetapi sebelum terjadinya pembaharuan hukum atas laut
wilayah negara RI masih mendasarkan diri kepada TZMKO 1939, yang menetapkan
bahwa perairan daerah jajahan Hindia-Belanda wilayah lautnya meliputi sejauh 3 mil
laut yang diukur dari garis dasar, dan ditentukan pada waktu air surut dari masing-
masing pulau, selain itu didasarkan pada aturan peralihan pasal 2 UUD 1945, pasal 192
Konstitusi RIS dan pasal 1942 UUDS.
Tetapi kemudian aturan menurut TZMKO 1939 dirubah oleh UU no PRP tahun 1960
dengan menetapkan batas wilayah laut adalah sejauh 12 mil yang ditentukan dari pulau
yang palig luar ke pulau yang terluar lainnya, maka UU tersebut berati
mengimplementasikan beberapa ketetntuan UUD, yaitu :
a. Alinea ke 4 pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :
. . . . . . .Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. . . . . . dan seterunya
b. Pasal 1 ayat ( 1 ) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik
Dengan demikian maka negara kepulauan Indonesia merupakan negara kesatuan baik
dilihat dari segi Yuridis maupun dari segi kenyataan dengan laut (Perairan) berfungsi
sebagai sarana penghubung untuk pulau yang satu dengan lainnya (bukan sebagai
sarana pemisah).
WILAYAH EXTRATERITORIAL
Wilayah extra territorial adalah wilayah atau tempat2 yang menurut hukum internasional diakui sebagai wilayah kekuasaan suatu Negara, meski wilayah itu sebenernya secara nyata brada di Negara lain.
Menurut hukum internasional yang mengacu pada hasil Reglemen Wina(1815) dan kongres Aachen (1818) “perwakilan diplomatic suatu Negara di Negara lain merupakan daerah ekstrateritorial
Daerah ekstra territorial mencakup :
a. Darat
Daerah diplomatic suatu Negara yang berupa kantor perwakialn suatu Negara/ kantor kedutaan besar/ kedutaan besar suatu Negara
b. Laut
Kapal yang berlayar dilaut bebas, yang berbaendera suatu negara, yang dsebut juga pulau terapung (floatijg island)
Diwilayah tersebuut pengibaran bendera negara yang bersangkutan diperbolehkan. Demikian pula pemungutan suara warga negara yang sedang berada di negara lailn untuk pemilu di negara asalnya.
Perbatasan laut dengan negara tetangga:
Perbatasan Indonesia-Singapura
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Malaysia
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
Perbatasan Indonesia-Filipina
Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.
Perbatasan Indonesia-Australia
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
Perbatasan Indonesia-Papua Nugini
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian.
Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Vietnam
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.
Perbatasan Indonesia-India
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.
Perbatasan Indonesia-Thailand
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
Perbatasan Indonesia-Republik Palau
Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.
Perbatasan Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
Perbatasan darat Indonesia dengan negara tetangga:
Indonesia-Malaysia
Pelanggaran perbatasan nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar
oleh Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara yang masih
terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling sering melakukan pelanggaran
batas wilayah RI. Pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik batas
wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro Tengah, Utara Gunung
Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau, serta Kabupaten Kapuas
Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah perbatasan darat juga dilakukan oleh para pelintas batas
yang tidak memiliki dokumen yang sah. Permasalahan lain antar kedua negara ini adalah
masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat
kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 yang
diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal 5 November 1969/ LN No.54 dengan
nama perjanjian Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the
Government of Malaysia Relating to the Delimitation of the Continental Shelves between the
Two Countries. (Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia
Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara).
Indonesia-Papua Nugini
Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun
demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian.
Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi
perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi
masalah kompleks di kemudian hari.
Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata
uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat
Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua
sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang
menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang
masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi
permasalahan perbatasan di kemudian hari.
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan
baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara
RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
Pulau-pulau terluar yang menjadi perbatasan dengan negara tetangga
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh
dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis,
karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya
mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang
dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah
perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan
Indonesia. Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-
pulau terluar, diantaranya :
Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat
pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang
terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia
ke Malaysia
Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di
pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari
negara lain.
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau
yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya :
Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan
India
Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar,
Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit,
Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia
Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura
Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio,
Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan
dengan Filipina
Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali,
terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa
Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai
Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan
Meatimiarang berbatasan dengan Australia
Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau
Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan
wunga berbatasan dengan samudra Hindia
Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya:
1. Pulau Rondo
Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Disini
terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia
yang berbatasan dengan perairan India.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan
Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena
menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena
merupakan jalur pelayaran internasional.
3. Pulau Nipa
Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara
Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang
Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena
beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar yang ada
di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut
di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau
yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini
sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon
bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas laut antara
Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi
dasar pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik
referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui
DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan
telah melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya
tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi.
4. Pulau Sekatung
Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah utara dan berhadapan
langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik
Dasar dalam pengukuran dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.
5. Pulau Marore
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan
Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 055.
6. Pulau Miangas
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau
Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 056.
7. Pulau Fani
Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,
berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 066.
8. Pulau Fanildo
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,
berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072.
9. Pulau Bras
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,
berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD
072A.
10. Pulau Batek
Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi Timor
Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini belum ada Titik Dasar
11. Pulau Marampit
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau
Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 057.
12. Pulau Dana
Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan langsung dengan
Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 121
top related