efektivitas ekstrak pelepah pisang sebagai antibakteri dan ... · fitokimia yang dapat menghambat...
Post on 23-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS EKSTRAK PELEPAH PISANG SEBAGAI ANTIBAKTERI
DAN IMUNOSTIMULAN PADA IKAN GURAME
YANG DIINFEKSI Aeromonas hydrophila
IKE DEWI NUR FITRIANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Ekstrak
Pelepah Pisang sebagai Antibakteri dan Imunostimulan pada Ikan Gurame yang
Diinfeksi Aeromonas hydrophila adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Ike Dewi Nur Fitrianingrum
NIM C151140656
RINGKASAN
IKE DEWI NUR FITRIANINGRUM. Efektivitas Ekstrak Pelepah Pisang
sebagai Antibakteri dan Imunostimulan pada Ikan Gurame yang Diinfeksi
Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan
WIDANARNI.
Penyakit motile aeromonad septicaemia (MAS) merupakan penyakit
bakterial yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila dan dapat menyebabkan
permasalahan dalam kegiatan budidaya. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan
pemberian sediaan obat dari tanaman atau dikenal dengan istilah fitofarmaka.
Fitofarmaka yang digunakan salah satunya adalah pelepah pisang ambon, karena
bahan ini mudah didapat, termasuk bahan limbah serta mengandung bahan
fitokimia yang dapat menghambat aktivitas bakteri serta dapat berfungsi sebagai
imunostimulan. Tujuan penelitian ini yaitu menguji efektivitas ekstrak pelepah
pisang ambon dalam menghambat aktivitas bakteri A. hydrophila dan peranannya
dalam meningkatkan respons imun ikan gurame Osphronemus goramy, serta
untuk mengevaluasi metode yang efektif dalam menanggulangi infeksi A.
hydrophila.
Ikan uji yang digunakan yaitu ikan gurame dengan bobot 15,7±0,31 g.
Materi uji yang digunakan yaitu pelepah pisang ambon dan A. hydrophila.
Perlakuan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu persiapan uji, uji in
vitro dan uji in vivo. Kegiatan persiapan uji meliputi penyediaan bakteri uji,
persiapan wadah, persiapan ikan uji, ekstraksi pelepah pisang, uji jenis dan
kandungan fitokimia pelepah pisang. Perlakuan uji in vitro meliputi uji zona
hambat ekstrak pelepah pisang terhadap A. hydrophila dan Streptococcus sp.
dengan dosis ekstrak yang digunakan yaitu 0,1, 2, 3 dan 4%. Perlakuan uji in vivo
terdapat 5 perlakuan dan 3 ulangan, masing-masing adalah kontrol negatif (K-),
kontrol positif (K+), pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan pengendalian (PG).
Parameter yang diukur sebelum uji in vivo meliputi jenis fitokimia, kandungan
fitokimia pelepah pisang dan zona hambat. Parameter gambaran darah
(hemoglobin, hematokrit, total eritrosit, total leukosit dan diferensial leukosit),
respiratory burst activity dan aktivitas lisozim diukur pada hari ke 14 prauji
tantang (H-14), hari ke 1 prauji tantang H-1, hari ke 2 pascauji tantang (H+2), hari
ke 5 pascauji tantang (H+5) dan hari ke 7 pascauji tantang (H+7). Kelangsungan
hidup ikan, gejala klinis ikan akibat infeksi A. hydrophila dan prevalensi diukur
pada akhir perlakuan sedangkan untuk parameter jumlah konsumsi pakan dan
jumlah kematian ikan gurame diukur setiap hari saat perlakuan uji. Kualitas air
selama perlakuan berada pada kisaran optimum pemeliharaan ikan gurame yaitu
nilai pH berkisar 6,26-7,80, suhu sekitar 28-32 °C, oksigen terlarut berkisar 7,0-
8,2 ppm dan nilai amonia berkisar 0,009-0,05 ppm.
Pelepah pisang ambon mengandung bahan fitokimia dengan persentase
terbesar adalah flavonoid sebesar 28,10%. Pelepah pisang lebih efektif
menghambat bakteri A. hydrophila dibandingkan Streptococcus sp.. Hal ini dilihat
dari diameter zona hambat A. hydrophila sebesar 1,15 cm sedangkan pada
Streptococcus sp. hanya 0,69 cm. Dosis pelepah pisang yang efektif untuk
menghambat aktivitas A. hydrophila adalah 3%, sehingga dosis tersebut
digunakan sebagai dosis ekstrak pelepah pisang yang dicampur ke dalam pakan.
Pada uji in vivo, pelepah pisang mampu menekan populasi bakteri A. hydrophila
dari 3x108
menjadi 8x106 CFU/g. Selain menghambat aktivitas bakteri, pelepah
pisang mampu meningkatkan respons imun ikan gurame pascainfeksi A.
hydrophila. Efek peningkatan respons imun tersebut dapat diketahui dari data total
leukosit, diferensial leukosit, aktivitas lisozim dan respiratory burst activity pada
perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian. Berdasarkan data yang
didapat, nilai parameter tersebut secara signifikan (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan kontrol positif. Skor infeksi A. hydrophila pada kontrol positif
secara signifikan (P<0,05) paling tinggi yaitu 102 dengan tingkat prevalensi
sebesar 100%. Skor infeksi A. hydrophila yakni 11 (PC), 18 (PO) dan 19 (PG)
serta prevalensinya berturut-turut adalah 14,8% (PC), 20% (PO) dan 6.6% (PG).
Kecilnya skor infeksi serta prevalensi pada tiga perlakuan tersebut karena terjadi
penutupan luka pada akhir perlakuan.
Jumlah konsumsi pakan ikan gurame sebelum uji tantang sebanyak 6 g
pada semua perlakuan, namun konsumsi pakan tersebut turun pascainfeksi dan
naik kembali pada H+2. Konsumsi pakan pada H+3 sampai H+7 untuk semua
perlakuan kecuali kontrol positif relatif sama yakni 6 g. Konsumsi pakan pada
H+3 sampai H+7 untuk perlakuan K+ paling rendah yaitu 2,5 g. Kelangsungan
hidup ikan gurame pada perlakuan PC, PO dan PG masing-masing 92,5%,100%
dan 97,5% secara signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan K+ yang hanya
60%. Kadar hemoglobin, hematokrit dan total eritrosit pada perlakuan K-, PC, PO
dan PG pascainfeksi mengalami peningkatan yang masih berada pada kisaran
normal namun hemoglobin dan hematokrit pada perlakuan kontrol positif
mengalami penurunan dibawah kisaran normal. Kesimpulan dari penelitian ini
yaitu ekstrak pelepah pisang 3% dapat menghambat aktivitas bakteri A.
hydrophila dan dapat menginduksi imunitas ikan gurame sebagai upaya
pencegahan, pengobatan dan pengendalian terhadap infeksi bakteri A. hydrophila
pada ikan gurame.
Kata kunci: A. hydrophila, antibakteri, ekstrak pelepah pisang, ikan gurame,
imunostimulan
SUMMARY
IKE DEWI NUR FITRIANINGRUM. Effectivity of Banana Midrib Extract
as Antibacterial and Immune-stimulant for Giant Gourami Infected with
Aeromonas hydrophila. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and
WIDANARNI.
Motile aeromonad septicaemia (MAS) is an illness of fish caused by A.
hydrophila bacteria which affected problems in aquaculture. This disease could be
treated by herbal drugs. One selected material of herbal drugs is Ambon banana
midrib. The material is chosen because of its abundance especially in tropical
countries and considered as waste material. Banana midrib contains
phytochemical material could inhibit A. hydrophila activity and stimulating
immune response. The study aimed to evaluate efectivity of banana midrib extract
to inhibit activity of A. hydrophila, stimulating immune response of giant gourami
(Osphronemous goramy) by banana midrib and finding an effectively method for
preventing A. hydrophila infection.
Fish maintaining was giant gourami with average weight 15.7 ± 0.31 g.
Materials were Ambon banana midrib and A. hydrophila. Treatments in this
research divided into three steps. First step was experiment preparation, in vitro
test and in vivo test. Preparation experiment involved preparation of bacteria,
preparation of fish, extraction of banana midrib, confirming the composition of
herbal drugs, and testing the percentage herbal drugs contents. In vitro test was
inhibitation test of banana midrib 1%, 2%, 3%, 4% to A. hydrophila and
Streptococcus sp.. In vivo treatments at this study used 5 treatments and 3
replicates. The treatments were negative control, positive control, preventive,
curative and controlling treatments. Parameters testing in this study were
phytochemical composition, quantification of banana midrib phytochemical, clear
zone test, feed consumption total, preparatory of fish blood (hemoglobin,
hematocrit, erythrocyte total, leukocytes total and leukocytes differential),
counting population of A. hydrophila bacteria in gurame fish, prevalence,
respiratory burst activity, lysozyme activity. Water quality during rearing activity
was in optimum condition for gourami: pH (6,26-7,80), temperature (28-32 °C),
dissolved oxygen (7,0-8,2 ppm) and ammonia (0,009-0,05 ppm). Obtained data
was processed using Microsoft Excel 2007, while statistic parameters ANOVA
test. Significance was accepted at the P< 0.05 level, when a significant difference
was identified, differences among means were compared by Tukey’s multiple
range tests. Analyses were carried out on SPSS 18.0.
Ambon banana midrib contains several phytochemical. The high
percentage of phytochemical compound in banana midrib is was flavonoid with
28.10%. Banana midrib 3% effectively detained A. hydrophila than Streptococcus
sp. because, clear zone of A. hydrophila was 1,15 cm and Streptococcus sp. was
0,69 cm. Largest diameter of inhibition zone was found in 3% and 4% dosage of
banana midrib extract resulted 1,15 cm of inhibition zone. The results was
significantly higher (P<0.05) compared with 1% and 2% dosage which only
resulted 0,8 cm and 0,9 cm of inhibition zone respectively. The highest number of
total A. hydrophila in the fish was found in positive control treatment with total
bacteria 3,0x108 CFU/g and the lowest one was found in negative control and
controlling treatment with total bacteria 4,0x106 and 8,0x10
6 CFU/g respectively.
Banana midrib could had increased immune response of giant gourami after
infected by A. hydrophila. Increasing immune response effects were showed by
total data of leukocytes, leukocytes differential, lysozyme activity and respiratory
burst activity at treatments. They were significantly higher (P<0.05) at preventive,
curative and controlling treatments than positive control treatments.
Clinic effects causing by A. hydrophila infection in giant gourami were
significantly (P<0.05) highest at positive control treatments. The score and
prevalence percentage were 102 and 100% respectively. As infection effects of
fish at this treatments were necrosis and fish mortality. At preventive, curative and
controlling treatments, clinic effects of infection A. hydrophila got score disease
with 11, 18,19 respectively and had prevalence percentage with 14.8%, 20% and
6.6% respectively. The low point of infection effect and prevalence percentage
happened as there was smaller necrosis than before at last treatments period.
Feed consumption total of giant gourami before testing was 6 g for all
treatments. It was lower at day infected and higher at 2nd
day later. After infected,
consumption feed total at all treatments were relatively same, excepted at positive
control treatments. It was the lowest than all. Survival rate of giant gourami in
preventive, curative and controlling treatments at last period treatment showed
significantly higher percentage (P<0.05) with positive control treatments. Survival
rate at negative, preventive, curative and controlling treatments were 100%,
92.5%, 97.5% and 60% respectively. The points of the study were banana midrib
extract 3% can reduces bacterial activity of A. hydrophila, and also induces
immunity of giant gourami.
Keywords: A. hydrophila, Antibacterial, banana midrib extract, giant gourami,
Immune-stimulant
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
IKE DEWI NUR FITRIANINGRUM
EFEKTIVITAS EKSTRAK PELEPAH PISANG SEBAGAI ANTIBAKTERI
DAN IMUNOSTIMULAN PADA IKAN GURAME
YANG DIINFEKSI Aeromonas hydrophila
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Odang Carman, MSc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tesis ini dapat terselesaikan
dengan judul Efektivitas Ekstrak Pelepah Pisang sebagai Antibakteri dan
Imunostimulan pada Ikan Gurame yang Diinfeksi Aeromonas hydrophila. Karya
tesis ini bersumber dari data penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember
2014 - April 2015 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Laboratorium
Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta di Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibunda Mastini dan Ayahanda Supardi serta Adik saya M. Ishadul Haque
atas doa, kasih sayang dan dukungannya.
2. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum dan Dr. Widanarni selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan
kepada penulis.
3. Bapak Dr. Odang Carman selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan masukan dalam penulisan tesis.
4. Ibu Dr. Mia Setiawati selaku perwakilan dari Ketua Program Studi Ilmu
Akukultur yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan karya tesis
ini.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan
bantuan beasiswa Fresh Graduate dalam menempuh pendidikan megister
di Institut Pertanian Bogor.
6. Teman-teman yang selalu mendukung dalam menyelesaikan tugas akhir
ini seperti Endang Saefudin, Septi Novia Alfiani, Zaki Abdullatif, Eius
Rachmawati, Shema Mukti Anggraeni serta teman-teman seperjuangan
Fast Tract yaitu Amalia Putri Firdausi dan Kurdianto. Tak lupa penulis
mengucapkan terimakasi kepada teman-teman Budidaya Perairan angkatan
47 dan teman-teman Ilmu Akuakultur 2013 khususnya Erni Susanti, Haezy
dan Shavika Miranti.
7. Para tenaga kerja pembenihan ikan gurame di Kecamatan Ciomas
khususnya kepada Bapak Harahap dan Bapak Ari.
8. Para laboran di Departemen Budidaya Perairan seperti Bapak Ranta, Ibu
Lina, Bapak Abe dan Bapak Jajang. Serta para tenaga administrasi
Departemen Budidaya Perairan seperti Ibu Yuli, Bapak Mar dan Ibu Suri.
9. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) yang telah membatu
peneliti untuk mendapatkan ekstrak pelepah pisang dan membantu dalam
pengujian kandungan bahan fitokimia pelepah pisang.
Semoga karya tesis ini memberikan sumbangsih dalam kemajuan dunia
perikanan.
Bogor, November 2015
Ike Dewi Nur Fitrianingrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Masalah ......................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
2 METODE .......................................................................................................... 3
Materi Uji ......................................................................................................... 3
Rancangan Penelitian ....................................................................................... 3
Prosedur Penelitian .......................................................................................... 4
Parameter Uji ................................................................................................... 7
Analisis Data .................................................................................................... 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 10
Hasil ................................................................................................................. 10
Pembahasan ..................................................................................................... 21
4 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 27
Simpulan ......................................................................................................... 27
Saran ............................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
LAMPIRAN ......................................................................................................... 32
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 46
DAFTAR TABEL
1 Skor infeksi A. hydrophila pada ikan teleostei .............................................. 8
2 Data kualitas air selama perlakuan in vivo dan kisaran optimum
kualitas air pada pemeliharaan ikan gurame .................................................. 9
3 Jenis dan kandungan fitokimia pelepah pisang ambon
Musa paradisiaca ........................................................................................... 10
4 Diameter zona hambat ekstrak pelepah pisang 1%, 2%, 3% dan 4%
terhadap bakteri A. hydrophila dan Streptococcus sp. ................................... 10
5 Skor gejala klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada
perlakuan kontrol positif (K+), pencegahan (PC), pengobatan
(PO) dan pengendalian (PG) .......................................................................... 13
6 Total bakteri A. hydrophila pascauji tantang pada ikan gurame untuk
perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ....................................................... 20
DAFTAR GAMBAR
1 Skema waktu pengambilan sampel selama uji in vivo
(gambaran darah/GD meliputi hemoglobin, hematokrit, total eritrosit,
total leukosit dan diferensial leukosit), (aktivitas lisozim/AL),
(respiratory bust activity/RBA), (total bakteri A. hydrophila),
(-)hari sebelum uji tantang, (+) hari setelah uji tantang ................................. 6
2 Skema perlakuan saat uji in vivo , (pakan tanpa ekstrak ),
(pakan ekstrak 3% ), (hari prauji tantang -),
(hari pascauji tantang +) ................................................................................. 7
3 Kelangsungan hidup ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila
pada akhir perlakuan (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif,
PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian) ...................... 11
4 Kondisi klinis ikan gurame pascainjeksi PBS pada perlakuan
kontrol negatif dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5)
dan ke 7 H+7 pascauji tantang ....................................................................... 11
5 Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
kontrol positif dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5)
dan ke 7 H+7 pascauji tantang ....................................................................... 12
6 Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
pencegahan dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5)
dan ke 7 H+7 pascauji tantang ....................................................................... 12
7 Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
pengobatan dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5)
dan ke 7 H+7 pascauji tantang ....................................................................... 12
8 Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
pengendalian dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5)
dan ke 7 H+7 pascauji tantang ....................................................................... 12
9 Persen prevalensi ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada
perlakuan kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ....................................................... 13
10 Jumlah konsumsi pakan (JKP) pada semua perlakuan selama uji in vivo
(H0= JKP sebelum uji tantang, H1- H7= JKP setelah uji tantang,
K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC = pencegahan,
PO = pengobatan dan PG = pengendalian)................................................... 14
11 Respiratory burst activity pada hari ke 14 (H-14) dan
ke 1 (H-1) sebelum uji tantang serta hari ke 2 (H+2),
ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji tantang untuk perlakuan
kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ..................................................... 14
12 Aktivitas lisozim pada hari ke 14 (H-14) dan
ke 1 (H-1) sebelum uji tantang serta hari ke 2 (H+2),
ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji tantang untuk perlakuan
kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ..................................................... 15
13 Kadar hemoglobin pada hari ke 14 (H-14) dan
ke 1 (H-1) sebelum uji tantang serta hari ke 2 (H+2),
ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji tantang untuk perlakuan
kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ..................................................... 16
14 Kadar hematokrit pada hari ke 14 (H-14) dan
ke 1 (H-1) sebelum uji tantang serta hari ke 2 (H+2),
ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji tantang untuk perlakuan
kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ..................................................... 16
15 Total eritrosit pada hari ke 14 (H-14) dan
ke 1 (H-1) sebelum uji tantang serta hari ke 2 (H+2),
ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji tantang untuk perlakuan
kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ..................................................... 17
16 Total leukosit pada hari ke 14 (H-14) dan
ke 1 (H-1) sebelum uji tantang serta hari ke 2 (H+2),
ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji tantang untuk perlakuan
kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG) ..................................................... 18
17 Diferensial leukosit pada hari ke 14 (H-14) prauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif,
PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)..................... 19
18 Diferensial leukosit pada hari ke 1 (H-1) prauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif,
PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)..................... 19
19 Diferensial leukosit pada hari ke 2 (H+2) pascauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif,
PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)..................... 19
20 Diferensial leukosit pada hari ke 5 (H+5) pascauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif,
PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)..................... 19
21 Diferensial leukosit pada hari ke 7 (H+7) pascauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif,
PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian) .................... 20
22 Tingkat kematian harian ikan gurame sebelum uji tantang (H0)
dan setelah uji tantang (H+), (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif,
PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian) .................... 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil karakterisasi sifat biokimia dan fisiologis bakteri A. hydrophila
yang dibandingkan dengan hasil uji dari Austin & Austin (2007)................. 32
2 Perhitungan lethal dosage 50 pada ikan gurame
yang diinfeksi A. hydrophila .......................................................................... 32
3 Sketsa posisi wadah saat penelitian................................................................ 33
4 Prosedur pengujian hematologi ..................................................................... 33
4.1 Menghitung kadar hemoglobin ............................................................. 34
4.2 Menghitung hematokrit ......................................................................... 33
4.3 Menghitung total sel darah merah ......................................................... 33
4.4 Menghitung total sel darah putih .......................................................... 34
4.5 Diferensiasi leukosit .............................................................................. 34
5 Prosedur pengujian respiratory burst activity ................................................ 34
6 Prosedur pengujian aktivitas lisozim ............................................................. 35
7 Analisis statistik zona hambat ekstrak pelepah pisang ambon
dosis 1%, 2%, 3% dan 4% ............................................................................. 35
8 Analisis statistik kelangsungan hidup ikan gurame pada akhir perlakuan .... 36
9 Analisis statistik aktivitas lisozim pada H-14,H-1, H+2, H+5
dan H+7 untuk semua perlakuan .................................................................... 36
10 Analisis statistik aktivitas respiratory burst pada H-14,H-1, H+2, H+5
dan H+7 untuk semua perlakuan .................................................................... 37
11 Analisis statistik profil darah ikan gurame pada
H-14, H-1, H+2, H+5 dan H+7 untuk semua perlakuan ................................ 39
11.1 Analisis statistik hemoglobin darah ikan gurame pada H-14, H-1,
H+2, H+5 dan H+7 ............................................................................. 40
11.2 Analisis statistik hematokrit darah ikan gurame pada H-14, H-1,
H+2, H+5 dan H+7 ............................................................................. 41
11.3 Analisis statistik total eritrosit darah ikan gurame pada H-14, H-1,
H+2, H+5 dan H+7 .............................................................................. 42
11.4 Analisis statistik total leukosit darah ikan gurame pada H-14, H-1,
H+2, H+5 dan H+7 ............................................................................. 43
12 Analisis statistik kelimpahan bakteri A. hydrophila pada ikan gurame ........ 44
1 PENDAHULUAN
Ikan gurame merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi serta jumlah produksi yang selalu meningkat. Hal tersebut
didukung dengan data statistik produksi ikan gurame pada tahun 2009 sebesar
46.254 ton dan tahun 2013 sebesar 94.602 ton yang menunjukkan adanya
peningkatan produksi (DITJEN PB 2013). Salah satu cara untuk meningkatkan
produksi yaitu dengan intensifikasi melalui peningkatan padat tebar. Namun
peningkatan padat tebar akan berdampak negatif terhadap organisme budidaya.
Menurut Ashley (2006) peningkatan padat tebar dalam budidaya akan berdampak
pada perubahan fisiologis dari ikan. Respons fisiologis yang muncul dari
peningkatan padat tebar yaitu meningkatnya hormon kortisol di dalam tubuh yang
memicu ikan stres. Stres pada ikan akan berdampak pada tingkat imunitas yang
rendah atau immunosuppresor sehingga ikan akan mudah terserang penyakit.
Penyakit dibedakan menjadi dua yaitu penyakit infeksi dan penyakit bukan
infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh agen penginfeksi seperti virus, bakteri,
fungi dan parasit yang dapat menyebabkan permasalahan dalam kegiatan
budidaya. Permasalahan yang disebabkan oleh agen penginfeksi seperti kematian
ikan mencapai 80-90% dari populasi awal. Tingginya tingkat mortalitas tersebut
disebabkan oleh tingginya tingkat virulensi dari agen penginfeksi. Salah satu agen
penginfeksi yang sering menyerang ikan air tawar khususnya ikan gurame adalah
bakteri dari golongan Aeromonas hydrophila (Minaka 2012).
Bakteri A. hydrophila bersifat oportunistik serta dapat bersifat toksik ketika
kondisi lingkungan buruk. Tipe infeksi dari serangan A. hydrophila bersifat akut,
kronis hingga laten dengan membentuk infeksi septisemia atau lebih dikenal
dengan nama penyakit hemorrhagic septicaemia atau motile aeromonad
septicaemia (MAS) (Ismail et al. 2010). Kondisi klinis pada tipe infeksi akut yaitu
terjadi peradangan yang sistemik dan dapat mengakibatkan kematian ikan dalam
jangka waktu 24 sampai 48 jam. Tipe infeksi kronis ditandai dengan kerusakan
pada bagian sirip, lesi pada kulit dan gerakan renang lemah (Ibrahem et al. 2008).
Permasalahan penyakit bakterial dapat ditanggulangi dengan manajemen
kesehatan ikan melalui pengendalian penyebaran infeksi. Pengendalian
penyebaran infeksi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pencegahan dan
pengobatan. Kegiatan pencegahan dilakukan dengan memberi tindakan untuk
menghindari efek infeksi dari penyakit. Kegiatan pengobatan merupakan langkah
responsif setelah terjadi infeksi untuk mengurangi ataupun menghilangkan efek
infeksi dari agen infeksius (Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan 2009).
Tindakan pencegahan salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian
vaksin. Vaksinasi merupakan cara yang efektif untuk mengontrol penyakit pada
ikan. Namun pemberian vaksin kurang efektif jika digunakan untuk mengobati
penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila, karena tingginya
heterogenitas pada bakteri tersebut. Heterogenitas tersebut dapat ditinjau dari sifat
biokimia, genetik dan serologi dari A. hydrophila (Gopalakannan et al. 2006).
Selain itu, harga vaksin komersial relatif mahal dan spesifik pada agen patogen
tertentu (Christybapita et al. 2007). Sedangkan untuk tindakan pengobatan
umumnya menggunakan antibiotik. Akan tetapi, penggunaan antibiotik dapat
menimbulkan efek samping yaitu timbulnya resistensi patogen terhadap antibiotik
2
(Kahuripan et al. 2009). Selain itu antibiotik dapat mempengaruhi sensitivitas dan
dapat menyebabkan bioakumulasi di dalam tubuh ikan (Citarusu 2010).
Alternatif penanggulangan infeksi A. hydrophila yang aman serta efektif
dengan menggunakan imunostimulan. Imunostimulan merupakan komponen
biologi yang dapat meningkatkan sistem imun non-spesifik seluler dan humoral
inang saat terjadi paparan patogen. Contoh dari imunostimulan adalah levamisole,
ß-glucan, peptidoglikan, kitin, kitosan, kapang, kombinasi vitamin dan yang
sangat umum adalah produk turunan dari tumbuhan atau dikenal dengan istilah
fitofarmaka, fitofarmaka secara efektif digunakan untuk mengendalikan infeksi
penyakit (Gopalakannan et al. 2006). Fitofarmaka berdasarkan peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 adalah tumbuhan untuk obat yang
bahan bakunya terdiri dari simplisia dan sediaan galenik yang telah terbukti
keamanan dan khasiatnya. Perkembangan penggunaan fitofarmaka di masyarakat
dunia semakin meningkat karena sifat fitofarmaka yang biodegradable (Maggon
2009). Peningkatan konsumsi fitofarmaka dari US $550 pada tahun 2004 menjadi
US $900 pada tahun 2008 menunjukkan adanya efek positif dari fitofarmaka
seperti antibakteri, antistres, antioksidan, imunostimulan, aman dan dapat
meningkatkan pertumbuhan (Citarusu 2010).
Fitofarmaka yang dapat digunakan salah satunya adalah pelepah pisang
karena ketersediaannya yang melimpah khususnya di negara tropis seperti
Indonesia dan merupakan bahan limbah (Alawi et al. 2013). Pelepah pisang
mengandung bahan fitokimia. Bahan fitokimia yang terdapat di dalam pelepah
pisang meliputi asam askorbat, ß karoten, likopen, flavonoid, tanin, saponin dan
alkaloid (Apriasari et al. 2013). Kandungan fitokimia pelepah pisang dapat
menghambat aktivitas bakteri serta dapat meningkatkan imunitas (Citarusu 2010).
Efektivitas pelepah pisang telah diujikan pada bakteri A. hydrophila yang
diinjeksikan ke dalam tubuh ikan gurame dengan metode perendaman dan
didapatkan hasil bahwa pelepah pisang efektif mengendalikan infeksi bakteri
tersebut (Fitrianingrum 2014). Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut
mengenai efektivitas ekstrak pelepah pisang dalam menghambat aktivitas A.
hydrophila dan kemampuan pelepah pisang dalam meningkatkan imunitas ikan
gurame pascainfeksi A. hydrophila yang diberikan lewat pakan.
Perumusan Masalah
Wabah penyakit pada ikan dapat melibatkan berbagai faktor yaitu faktor
lingkungan, patogen serta inang. Patogen infeksius seperti bakteri sering dianggap
sebagai penyebab utama terjangkitnya penyakit ikan air tawar khusnya ikan
gurame dengan agen penginfeksinya yaitu A. hydrophila. Bakteri A. hydrophila
dapat menyebabkan penyakit MAS yang akan berakibat pada kematian ikan.
Penanggulangan infeksi bakteri A. hydrophila dilakukan melalui tindakan
pencegahan, pengobatan dan pengendalian dengan menggunakan produk turunan
dari tumbuhan atau yang disebut dengan istilah fitofarmaka.
Salah satu fitofarmaka yang digunakan adalah pelepah pisang. Penggunaan
pelepah pisang karena kandungan fitokimia yang diduga dapat menghambat
aktivitas bakteri serta dapat menginduksi respons imun ikan sehingga dapat
meningkatkan kelangsungan hidup ikan.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak pelepah pisang
ambon Musa paradisiaca dalam menghambat aktivitas A. hydrophila dan
menginduksi respons imunitas ikan gurame.
2 METODE
Materi Uji
Materi uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan gurame
Osphronemus goramy dengan bobot (15,7±0,31 g) yang diperoleh dari
pembudidaya ikan gurame di Kecamatan Ciomas, Bogor. Bakteri penginfeksi
benih ikan gurame adalah A.hydrophila yang merupakan koleksi bakteri dari
Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian
Bogor. Fitofarmaka berupa pelepah pisang ambon Musa paradisiaca yang
diperoleh di sekitar kampus Dramaga, Bogor.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian terdiri atas dua bagian yaitu rancangan penelitian in
in vitro dan in vivo. Rancangan penelitian in vitro untuk perlakuan zona hambat
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan masing-
masing tiga kali ulangan yaitu ekstrak pelepah pisang dosis 0%, 1%, 2%, 3% dan
4%. Sedangkan untuk rancangan penelitian in vivo menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan meliputi:
A. Kontrol negatif : Pemberian pakan tanpa ekstrak, selanjutnya diinjeksi
dengan Phosphat Buffer Saline (PBS) dan setelah injeksi
PBS pemberian pakan tanpa ekstrak kembali.
B. Kontrol positif : Pemberian pakan tanpa ekstrak, selanjutnya diuji tantang
dengan A. hydrophila dan setelah uji tantang pemberian
pakan tanpa ekstrak kembali.
C. Pencegahan : Pemberian pakan ekstrak 3%, selanjutnya uji tantang
dengan A. hydrophila dan setelah uji tantang pemberian
pakan tanpa ekstrak.
D. Pengobatan : Pemberian pakan tanpa ekstrak, selanjutnya uji tantang
dengan A. hydrophila dan setelah uji tantang pemberian
pakan dengan ekstrak 3%.
E. Pengendalian : Pemberian pakan ekstrak 3%, selanjutnya diuji tantang
dengan A. hydrophila dan setelah uji tantang pemberian
pakan ekstrak 3% kembali.
4
Prosedur Penelitian
Penyediaan Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan adalah A. hydrophila. Bakteri selanjutnya
digores pada media tripticase soy agar (TSA) cawan sampai mendapatkan koloni
tunggal, kemudian koloni tersebut digores kembali di media TSA miring untuk
memperluas bidang tumbuhnya.
Bakteri yang dikultur pada agar miring selanjutnya dikarakterisasi sifat
gram, biokimia dan fisiologis untuk memastikan bakteri yang dikultur adalah A.
hydrophila (Holt et al. 1994). Uji pewarnaan gram bakteri meliputi sifat gram dan
bentuk sel bakteri, sedangkan uji biokimia dan fisiologis terdiri atas uji
oksidatif/fermentatif, motilitas, oksidase dan katalase. Hasil identifikasi
menunjukkan isolat bakteri adalah gram negatif, bentuk batang dengan warna
koloni putih kekuningan, elevasi cembung (entire) dan tepian halus. Hasil uji
biokimia juga menunjukkan karakteristik yang sama dengan hasil uji biokimia
oleh Austin dan Austin (2007) sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri yang
diuji adalah bakteri A. hydrophila. Hasil uji dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sediaan bakteri yang telah teridentifikasi kemudian ditingkatkan
virulensinya dengan menyuntikkan bakteri pada ikan yang sehat melalui
intramuskular dengan dosis 0,1 mL/ekor. Ikan yang telah disuntik bakteri dan
telah menunjukkan gejala klinis diisolasi untuk mendapatkan bakteri yang
disuntikkan. Isolasi bakteri dari tubuh ikan dilakukan dengan cara menggoreskan
jarum ose pada ginjal, kemudian ose yang mengandung bakteri dari ginjal tersebut
di gores pada media TSA cawan. Bakteri hasil isolasi diuji kembali sifat gram,
biokimia dan fisiologisnya untuk memastikan bahwa bakteri yang terisolasi dari
ginjal tersebut adalah A. hydrophila.
Bakteri yang virulen digunakan untuk uji LD50 (lethal dosage 50) dengan
tujuan menentukan kepadatan bakteri yang dapat mematikan setengah dari
populasi ikan. Pengujian LD50 dilakukan dengan menyuntikkan sediaan bakteri
kepadatan 106, 10
7 dan 10
8 CFU/mL pada ikan dengan dosis penyuntikan 0.1
mL/ekor secara intramuscular. Setiap konsentrasi bakteri yang berbeda terdiri atas
2 kali ulangan dengan setiap ulangan terdapat 5 ekor ikan. Setelah 7 hari
pemeliharaan, jumlah ikan yang mati dihitung menggunakan metode Reed dan
Muench (1938) (Lampiran 2). Kepadatan bakteri yang menyebabkan kematian
ikan sebesar 50% digunakan untuk uji tantang saat perlakuan uji in vivo.
Uji Zona Hambat
Uji zona hambat digunakan untuk menguji efektivitas ekstrak pelepah
pisang dalam menghambat aktivitas A. hydrophila. Uji dilakukan dengan
menggunakan metode Kirby-Bauer (Leela dan Satirapathukul 2011). Prosedur
pada uji ini dilakukan dengan menyebar bakteri pada media TSA (Tripticase Soy
Agar) cawan, selanjutnya kertas cakram berdiameter 0,5 cm dicelupkan kedalam
ekstrak pelepah pisang dosis 0%, 1%, 2%, 3% dan 4% sampai kertas cakram
menyerap semua ekstrak pelepah pisang, kemudian kertas cakram diletakkan di
permukaan media yang telah disebar bakteri lalu diinkubasi pada suhu 27°C.
Masing-masing perlakuan dosis terdapat 5 kali ulangan. Dosis yang menghasilkan
diameter zona bening terpanjang digunakan untuk menentukan dosis ekstrak
pelepah pisang yang akan dicampur ke dalam pakan.
5
Persiapan Wadah Wadah yang digunakan yaitu akuarium dengan dimensi 60x30x30 cm
sebanyak 15 akuarium. Akuarium diisi dengan air setinggi 20 cm, kemudian
didesinfeksi dengan bahan kimia berupa klorin. Klorin dilarutkan ke dalam air
hingga konsentrasi 30 ppm, selanjutnya ditambahkan aerasi selama 24 jam di
dalam media yang telah diklorin, untuk menetralisir klorin digunakan thiosulfat
dengan dosis 15 ppm. Di bagian luar dinding akuarium dilapisi plastik berwarna
hitam untuk mengurangi tingkat stres pada ikan. Heater ditambahkan untuk
mempertahankan nilai kisaran suhu. Skema wadah pemeliharaan disajikan pada
(Lampiran 3).
Persiapan Ikan Uji Masing-masing akuarium diisi ikan gurame sebanyak 10 ekor dan ikan
gurame diadaptasi di dalam akuarium selama tujuh hari sampai ikan menunjukkan
respons makan yang baik. Saat dilakukan proses adaptasi ikan diberi pakan pelet
apung komersial (PF 1000), frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali yang
diberikan pada pagi, siang dan sore dengan Feeding Rate (FR) 3%. Selama proses
adaptasi juga dilakukan pengontrolan kualitas air.
Ekstraksi Pelepah Pisang Ambon Musa paradisiaca
Ekstraksi pelepah pisang diawali dengan pembuatan tepung pelepah
pisang. Cara yang digunakan untuk menepungkan pelepah pisang adalah dengan
memotong pelepah pisang menjadi bagian yang lebih kecil dengan ukuran tiap
potongan yaitu dua cm. Pelepah pisang yang telah dipotong selanjutnya dioven
pada suhu 45°C untuk mengurangi kadar air bahan, kemudian bahan dihaluskan
dengan menggunakan mesin penghalus untuk mendapatkan tepung pelepah pisang.
Tepung pelepah pisang ditimbang sebanyak 25 g lalu dicampur dengan metanol
100 mL dan dihomogenkan dengan mesin pengaduk selama kurang lebih tiga jam
untuk mendapatkan endapan. Endapan dikondensasi selama 24 jam dan akan
didapatkan filtrat serta ampas. Ampas sebanyak 100 mg dicampur dengan
metanol 20 mL dan diaduk selama satu jam untuk mendapatkan filtrat kembali.
Filtrat pelepah pisang yang didapat diuapkan dengan rotavapor untuk
mendapatkan ekstrak pelepah pisang yang kental (Sakunphueak dan
Panichayupakarant 2010).
Pembuatan Pakan Uji
Pakan uji dosis 3% dibuat dengan cara menimbang ekstrak pelepah pisang
dan pelet komersil PF 1000 masing-masing sebesar 3 g dan 100 g. kedua bahan
tersebut dicampur dan didapatkan pakan uji dengan dosis 3%. Untuk merekatkan
ekstrak pelepah pisang dengan pelet, ditambahkan putih telur 2%. Pakan yang
telah dicampur dengan ekstrak selanjutnya dikeringkan selama satu hari pada suhu
ruang.
6
Uji in Vivo
Uji in vivo digunakan untuk mengetahui pengaruh pelepah pisang terhadap
kelangsungan hidup ikan gurame yang telah diinfeksi A. hydrophila. Pengujian
dilakukan selama 21 hari dengan jumlah ikan 10 ekor setiap akuarium. Selama
perlakuan, pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pagi (07.00 WIB), siang (12.00
WIB) dan sore (17.00 WIB) secara restricted dengan FR 3% namun pascauji
tantang metode pemberian pakan secara ad satiation. Pengontrolan kualitas air
juga dilakukan dengan cara pergantian air setiap dua hari sekali sebanyak 30%
serta dilakukan penyifonan setiap hari. Selama pemeliharaan, ikan yang mati
dibedah untuk diamati kondisi organ dalam sebagai indikasi adanya pengaruh
ekstrak pelepah pisang terhadap infeksi A. hydrophila. Pada saat uji in vivo juga
dilakukan pengamatan kelimpahan bakteri A. hydrophila, kondisi klinis ikan
gurame pascauji tantang, pola kematian harian ikan gurame dan pengamatan
status imunitas ikan gurame. Berikut disajikan skema waktu pengambilan sampel
selama pada uji in vivo (Gambar 1) dan juga disajikan skema perlakuan uji saat
uji in vivo (Gambar 2).
Gambar 1. Skema waktu pengambilan sampel selama uji in vivo (gambaran
darah/GD meliputi hemoglobin, hematokrit, total eritrosit, total
leukosit dan diferensial leukosit), (aktivitas lisozim/AL),
(respiratory bust activity/RBA), (total bakteri A. hydrophila/TBA),
(-)hari sebelum uji tantang, (+) hari setelah uji tantang.
7
Gambar 2. Skema perlakuan saat uji in vivo , (pakan tanpa ekstrak ), (pakan
ekstrak 3% ), (hari prauji tantang -), (hari pascauji tantang +)
Parameter Uji
Jenis dan Kandungan Fitokimia Ekstrak Pelepah Pisang Ambon
Jenis fitokimia didalam pelepah pisang diuji dengan metode dari Mikail
(2010) dan kuantifikasi fitokimia pelepah pisang diukur dengan menggunakan
metode dari Venkatesh et al. (2014).
Zona Hambat
Pengukuran zona hambat dilakukan menggunakan penggaris dengan
ketelitian 1 mm. Efektivitas ekstrak pelepah pisang dapat dilihat dari diameter
zona bening yang dihasilkan di sekitar kertas cakram.
Jumlah Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi pakan dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Jumlah konsumsi pakan (g) = jumlah pakan awal (g) - jumlah pakan sisa (g)
Gambaran Darah
Pengamatan gambaran darah dilakukan dengan mengamati sampel darah
yang diambil dari ikan perlakuan, kemudian sampel darah tersebut diukur kadar
hemoglobin menurut metode Sahli (Wedenmeyer dan Yasutake 1977), kadar
hematokrit menurut metode Anderson dan Siwicki (1995), diferensial leukosit
dengan menggunakan metode Zhang et al.(2008), total leukosit dan total eritrosit
berdasarkan metode (Blaxhall dan Daisley 1973) (Lampiran 5).
8
Perhitungan Populasi Bakteri A. hydrophila Penghitungan populasi bakteri A. hydrophila dilakukan pada H+5 (hari ke 5
pascauji tantang). Organ yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri A.
hydrophila adalah ginjal. Ginjal ikan pada setiap perlakuan diambil sebanyak 1 g
kemudian ginjal dihaluskan dan dilarutkan kedalam 9 mL Phosphat Buffer Saline.
Filtrat yang didapat diencerkan secara berseri dari 10-1
sampai 10-9
. Setiap
pengenceran diambil sebanyak 0,05 mL untuk disebar pada media selektif A.
hydrophila yaitu GSP (glutamat starch phenil). Populasi bakteri yang tumbuh
ditentukan dalam colony forming unit (CFU) setelah diinkubasi selama 24 jam
dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kelangsungan Hidup
Pengamatan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari selama
pemeliharaan dan tingkat kelangsungan hidup ikan gurame diakumulasi di akhir
perlakuan dengan formulasi sebagai berikut:
Tingkat Kematian Harian pada Ikan gurame
Tingkat kematian harian ikan gurame dihitung dengan menjumlahkan ikan
yang mati pada semua ulangan untuk masing-masing perlakuan.
Gejala Klinis Infeksi Bakteri A. hydrophila pada Ikan Gurame
Pengamatan gejala klinis dilakukan pascainjeksi A. hydrophila sampai
dengan 7 hari pascainjeksi. Setiap ikan pada masing-masing perlakuan
mempunyai skor gejala klinis. Skor gejala klinis tersebut diakumulasikan diakhir
perlakuan dan pengambilan skor gejala klinis berdasarkan tingkat keparahan efek
infeksi dari bakteri A. hydrophila, sehingga setiap ikan tidak mempunyai skor
klinis ganda. Berikut disajikan skor infeksi A. hydrophila pada ikan teleostei
menurut Angka (2005) (Tabel 1).
Tabel 1. Skor infeksi A. hydrophila pada ikan teleostei
Prevalensi
Perhitungan prevalensi tersebut dilakukan pada akhir perlakuan dengan
formulasi sebagai berikut (Dogiel et al.1970).
Kondisi klinis Skor
Radang 1
Hemoragi 2
Tukak 3
Mati 4
9
Respiratory Burst (Metode NBT-Assay)
Produksi oksigen radikal dari proses fagositosis terhadap benda asing di
dalam tubuh ikan dapat dilihat dengan pewarnaan nitroblue tetrazolium (NBT)
seperti yang dilakukan Anderson dan Siwicki (1995). Analisis produksi oksigen
radikal dengan menggunakan NBT dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm (Lampiran 6).
Aktivitas Lisozim
Lisozim adalah enzim hidrolitik yang terdapat di dalam kelenjar mukus
dan plasma yang dapat menghancurkan bakteri. Pengujian aktivitas lisozim ini
dilakukan berdasarkan metode Ellis (2011) (Lampiran 7). Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui konsentrasi lisozim yang terdapat didalam plasma. Satuan per
unit dari aktivitas lisozim dihitung berdasarkan penurunan hasil pembacaan
absorbansi untuk setiap 0,1/menit/mL plasma. Selanjutnya hasil tersebut
dikonversi dengan menggunakan rumus berikut:
Konsentrasi lisozim (IU/mL/menit) = [(OD5m – OD20m)x 1000] x [1/(txs)]
Keterangan:
1000 = Konversi hasil absorbansi (OD) menjadi IU
t = Waktu (menit)
s = Jumlah sampel plasma (mL)
OD5m = Pembacaaan optikal densitas detik menit ke-5
OD20m = Pembacaaan optikal densitas menit ke-20
Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur yaitu pH, suhu, Dissolve Oxygen (DO)
dan total amonia. Pengukuran pH dan DO dengan menggunakan pH meter (pH-
208) dan DO meter (DO-5510) sedangkan pengukuran total amonia menggunakan
Spektrofotometer (SP-300). Pengukuran parameter kualitas air dilakukan saat
awal, tengah dan akhir pemeliharaan, kecuali parameter suhu dilakukan harian
yaitu saat pagi hari. Hasil pengukuran kualitas air selama perlakuan in vivo (Tabel
2).
Tabel 2. Data kualitas air selama perlakuan in vivo dan kisaran optimum kualitas
air pada pemeliharaan ikan gurame
Perlakuan pH
Suhu
(°C)
DO
(ppm)
Total
amonia
(ppm)
Kontrol negatif 6.47-7.80 29-31 7.1-8.2 0.009-0.09
Kontrol positif 6.80-7.70 31-32 7.8-8.1 0.009-0.05
Pencegahan 6.48-7.50 30-31 7.9-8.0 0.009-0.03
Pengobatan 6.32-7.50 28-31 7.1-8.1 0.009-0.05
Pengendalian 6.26-7.65 28-32 7.0-8.0 0.009-0.05
Standar optimum
(SNI 2011) 6.5-8.5 28-32 ≥3 ≤0,1
10
Analisis Data
Data yang diperoleh diuji statistik ANOVA dan uji jarak berganda Tukey
dengan tingkat kesalahan 5% (α=5%) serta tingkat keyakinan uji sebesar 95%.
Parameter yang dianalisis secara kuantitatif adalah kelangsungan hidup, zona
hambat, skor gejala klinis, respiratory burst, gambaran darah dan aktivitas lisozim
sedangkan parameter yang dianalisis secara deskriptif yaitu jumlah konsumsi
pakan, tingkat kematian harian ikan gurame dan diferensial leukosit.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian jenis fitokimia dan kandungan fitokimia pelepah pisang
disajikan pada Tabel 3. Hasil uji menunjukkan bahwa pelepah pisang
mengandung bahan aktif seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, tanin,
fenolik dan glikosida. Persentase fitokimia paling tinggi yaitu flavonoid sebesar
28,10% dan terendah adalah glikosida sebesar 0,10%.
Tabel 3. Jenis dan kandungan fitokimia pelepah pisang ambon Musa paradisiaca
Jenis fitokimia Kandungan fitokimia (%)
Flavonoid 28,10
Alkaloid 18,27
Triterpenoid 11,39
Fenolik 8,32
Saponin 8,12
Tanin 6,10
Steroid 0,11
Glikosida 0,10
Ekstrak pelepah pisang ambon 3% dan 4% dapat menghambat aktivitas A.
hydrophila dan menghasilkan diameter zona hambat terbesar yaitu 1,15 cm.
Perlakuan tersebut secara signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan 1% dan 2% yang menghasilkan diameter zona hambat sebesar 0,8 cm
dan 0,9 cm. Efek inhibitor ekstrak pelepah pisang terhadap Streptococcus sp.
tertinggi pada perlakuan 4% dengan diameter zona hambat 0,69 cm dan terendah
pada perlakuan 1% sebesar 0,55 cm (Tabel 4).
Tabel 4. Diameter zona hambat ekstrak pelepah pisang 1%, 2%, 3% dan 4%
terhadap bakteri A. hydrophila dan Streptococcus sp.
Dosis ekstrak
pelepah pisang (%)
Diameter zona hambat
A. hydrophila (cm)
Diameter zona hambat
Streptococcus sp. (cm)
1 0,80±0,08a 0,55±0,03
2 0,93±0,96a 0,62±0,01
3 1,15±0,10b 0,75±0,10
4 1,15±0,18b 0,69±0,01
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05); Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.
11
Persentase kelangsungan hidup ikan gurame perlakuan kontrol negatif,
pengobatan dan pengendalian secara signifikan (P<0,05) paling tinggi
dibandingkan dengan kontrol positif dan pencegahan, namun kelangsungan hidup
ikan gurame pada perlakuan pencegahan secara signifikan (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol positif. Kelangsungan hidup ikan pada perlakuan
kontrol negatif dan pengobatan adalah 100 %, kontrol positif 60%, pencegahan
92.5% dan pengobatan 97.5% (Gambar 3; Lampiran 9).
Keterangan: *Huruf yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P<0,05)
Gambar 3. Kelangsungan hidup ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada
akhir perlakuan (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC =
pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)
Gejala klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
kontrol positif mengindikasikan efek infeksi paling parah dibandingkan dengan
perlakuan yang lain. Efek klinis yang parah pada perlakuan kontrol positif
ditunjukkan dengan terbentuknya borok pada permukaan tubuh ikan yang semakin
memanjang sampai hari ke 7 pascauji tantang (panjang borok H+2 sebesar 0,5 cm
dan pada H+7 menjadi 7 cm) (Gambar 5). Pada perlakuan pencegahan,
pengobatan dan pengendalian borok mulai terbentuk pada H+5 dengan panjang
borok masing-masing sebesar 3,8, 3,5 dan 3,7 cm, namun pada H+7 panjang
borok mengalami penyempitan menjadi 1,2, 1,5 dan 1 cm (Gambar 6, 7 dan 8).
Efek klinis pascainjeksi PBS pada perlakuan kontrol negatif tidak ditemukan
(Gambar 4).
Gambar 4. Kondisi klinis ikan gurame pascainjeksi PBS pada perlakuan kontrol
negatif dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 H+7 pascauji tantang
100,0
60,0
92.5 100,0 97.5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
100
kontrol - kontrol + pencegahan pengobatan pengendalian
Kel
an
gsu
ng
an
hid
up
(%)
Perlakuan
c a b c bc
c a b c c
Pada H+2 panjang borok 0,0 cm
cm
Pada H+5 panjang borok 0,0 cm
cm
Pada H+7 panjang borok 0,0 cm
cm
12
Gambar 5. Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
kontrol positif dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 H+7 pascauji
tantang
Gambar 6. Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
pencegahan dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 H+7 pascauji
tantang
Gambar 7. Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
pengobatan dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 H+7 pascauji
tantang
Gambar 8. Kondisi klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
pengendalian dihari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 H+7 pascauji
tantang
Pada H+2 panjang borok 0,5 cm Pada H+5 panjang borok 4,5 cm Pada H+7 panjang borok 7,0 cm
Pada H+2 panjang borok 0,0 cm Pada H+5 panjang borok 3,8 cm Pada H+7 panjang borok 1,2 cm
Pada H+2 panjang borok 0,0 cm Pada H+5 panjang borok 3,5 cm Pada H+7 panjang borok 1,5 cm
Pada H+2 panjang borok 0,0 cm Pada H+5 panjang borok 3,7 cm Pada H+7 panjang borok 1,0 cm
13
Skor gejala klinis pada perlakuan kontrol positif secara signifikan (P<0,05)
paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain dengan nilai skor gejala klinis
yaitu102. Sedangkan skor gejala klinis untuk perlakuan pencegahan, pengobatan
dan pengendalian masing-masing adalah 11, 18 dan 19. Berikut disajikan skor
gejala kinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan kontrol positif,
pencegahan, pengobatan dan pengendalian (Tabel 5; Lampiran 14).
Tabel 5. Skor gejala klinis ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan
kontrol positif (K+), pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan
pengendalian (PG)
Perlakuan Skor gejala klinis
Total Radang Hemoragi Tukak Mati
K+ 0 0 54 48 102b
PC 0 0 3 8 11a
PO 1 2 15 0 18a
PG 0 6 9 4 19a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata
(P<0,05); Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata.
Prevalensi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui
persentase ikan yang sakit dari total ikan yang diperiksa. Persen prevalensi
tertinggi yaitu pada perlakuan kontrol positif sebesar 100% dan terendah pada
perlakuan pengendalian sebesar 6,7% (Gambar 9).
Gambar 9. Persen prevalensi ikan gurame pascainfeksi A. hydrophila pada
perlakuan kontrol positif (K+), pencegahan (PC), pengobatan (PO)
dan pengendalian (PG)
Jumlah konsumsi pakan sebelum dilakukan uji tantang mempunyai pola
stagnan sebesar 6 g pada semua perlakuan. Setelah uji tantang (H+1) konsumsi
pakan ikan mengalami penurunan secara drastis yakni 3 g pada perlakuan K-, PC,
PO dan PG sedangkan pada K+ 0,5 g. Hari ke 2 pascauji tantang (H+2) terjadi
peningkatan konsumsi pakan sebesar 4,5 g pada perlakuan K-, PC, PO dan PG
sedangkan untuk K+ sebesar 1 g. Pada hari ke 3 pascauji tantang konsumsi pakan
mulai stagnan kembali sampai akhir perlakuan. Pola konsumsi pakan pada
perlakuan K-, PC, PO dan PG paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan K+
yang konsumsi pakannya paling rendah di antara perlakuan yang lain (Gambar 10).
100,0
14,8 20,0 6,7
0
50
100
K+ PC PO PG
Pre
va
len
si
(%)
Perlakuan
14
Gambar 10. Jumlah konsumsi pakan (JKP) pada semua perlakuan selama uji in
vivo, (H0= JKP sebelum uji tantang, H1- H7= JKP setelah uji
tantang, K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC =
pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)
Respiratory burst activity merupakan salah satu metode untuk mengukur
aktivitas fagositasis inang terhadap patogen. Pada awal perlakuan (H-14) tingkat
fagositosis ikan terhadap patogen (P>0,05) sebesar 0,26. Pada H-1 tingkat
fagositosis sama seperti H-14. H+2 tingkat fagositosis meningkat secara
signifikan (P<0,05) pada perlakuan kontrol positif, pencegahan, pengobatan serta
pengendalian sebesar 0,21, 0,34, 0,45, 0,36 dan 0,45. Peningkatan tertinggi
aktivitas fagositosis pada H+5. Pada hari tersebut tingkat fagositosis pada
perlakuan pencegahan (0,63), pengobatan (0,67) dan pengendalian (0,63) secara
signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif (0,26) dan kontrol
positif (0,35). Aktivitas fagositosis H+7 mulai menurun pada perlakuan
pencegahan (0,23), pengobatan(0,25) dan pengendalian (0,25) namun pada
perlakuan kontrol positif aktivitas fagositosis masih meningkat (0,34). Penurunan
aktivitas fagositosis pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian di
H+7 berbeda secara signifikan (P<0,05) dibandingkan perlakuan yang lain
(Gambar 11; Lampiran 11).
Keterangan: *Huruf yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 11. Respiratory burst activity pada hari ke 14 (H-14) dan ke 1 (H-1)
sebelum uji tantang serta hari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7)
pascauji tantang untuk perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif
(K+), pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan pengendalian (PG)
0
2
4
6
8
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
JKP
(g)
Waktu pemeliharaan (hari ke-)
K- K+ PO PC PG
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
H-14 H-1 H+2 H+5 H+7
Res
pir
ato
ry b
urs
t a
ctiv
ity
(OD
63
0 n
m)
Hari pengujian
K-
K+
PC
Po
PG
a a a
a a
a
b bc
b b
a
b
c c c
ab
b
a ab
ab a a a a a
15
Aktivitas lisozim pada H-14 (P>0,05) pada semua perlakuan yaitu sebesar
259.33 IU/mL/menit. Aktivitas lisozim pada H-1 mengalami kenaikan menjadi
314.33 IU/mL/menit pada perlakuan pencegahan dan pengendalian serta secara
signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Pada H+2
aktivitas lisozim pada perlakuan pengobatan dan pengendalian mengalami
peningkatan menjadi 325 dan 355 IU/mL/menit serta signifikan(P<0,05) dengan
perlakuan yang lain, sedangkan pada perlakuan pencegahan aktivitas lisozim
mengalami penurunan menjadi 214 IU/mL/menit. Aktivitas lisozim H+5
mengalami peningkatan yang sangat signifikan (P<0,05) pada perlakuan
pencegahan, pengobatan dan pengendalian yaitu 441, 330 dan 499IU/mL/menit
namun pada perlakuan kontrol positif aktivitas lisozim masih mengalami
penurunan 200 IU/mL/menit. Penurunan aktivitas lisozim secara signifikan
(P<0,05) terjadi di H+7 pada perlakuan pencegahan (258 IU/mL/menit),
pengobatan (250 IU/mL/menit) dan pengendalian (305 IU/mL/menit) sedangkan
pada perlakuan kontrol negatif dan positif aktivitas lisozim relatif stagnan sebesar
180 IU/mL/menit (Gambar 12; Lampiran 10).
Keterangan: *Huruf yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 12. Aktivitas lisozim pada hari ke 14 (H-14) dan ke 1 (H-1) sebelum uji
tantang serta hari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji
tantang untuk perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+),
pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan pengendalian (PG)
Kadar hemoglobin awal (P>0,05) pada semua perlakuan uji yaitu sebesar
7,20 g%. Kadar hemoglobin meningkat (P<0,05) menjadi 8,90 g% pada H-1 di
perlakuan pencegahan dan pengendalian. Kadar hemoglobin mengalami
penurunan pada H+2 disemua perlakuan, namun kadar hemoglobin pada
perlakuan pencegahan (8,03 g%), pengobatan (8,16 g%) dan pengendalian (7,96
g%) secara signifikan (P<0,05) lebih tingi dibandingkan perlakuan kontrol positif
(5,90 g%) dan negatif (7,06 g%). Kadar hemoglobin meningkat pada H+5 kecuali
pada perlakuan kontrol positif yang mengalami penurunan sebesar 5,00 g%. H+7
kadar hemoglobin masih mengalami peningkatan pada perlakuan kontrol negatif
(9,76 g%), pencegahan (8,93 g%), pengobatan (9,43 g%) dan pengendalian (11,00
g%) serta pada perlakuan tersebut kadar hemoglobin secara signifikan (P<0,05)
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif yang stagnan seperti pada (H+5)
yaitu 5 g% (Gambar 13; Lampiran 12.1).
0
100
200
300
400
500
600
H-14 H-1 H+2 H+5 H+7
Akti
vit
as l
iso
zim
(UI/
mL
/men
it)
Hari pengujian
K-
K+
PC
Po
PG
b b a a a
a a a
b c
b a
d
c
e
b a
d c
e a a a a a
16
Keterangan: *Huruf yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 13. Kadar hemoglobin pada hari ke 14 (H-14) dan ke 1 (H-1) sebelum uji
tantang serta hari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji
tantang untuk perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+),
pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan pengendalian (PG)
Persentase hemotokrit pada awal perlakuan yaitu 20,5%. Persentase
hematokrit pada H-1 mengalami peningkatan. Pada perlakuan pencegahan dan
pengendalian persentase hematokrit secara signifikan (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Setelah H+2 pengujian, persentase
hematokrit pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian secara
signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan yang lain. Pada H+5 nilai
persentase hematokrit mulai naik kembali kecuali pada perlakuan kontrol positif
yang masih mengalami penurunan. Pada H+7 persentase hematokit meningkat
secara signifikan (P<0,05) menjadi 32, 32,4, 33,9 dan 36,5% pada perlakuan
kontrol negatif, pencegahan, pengobatan serta pengendalian namun pada kontrol
positif persentase hematokrit (18,16%) tidak menunjukkan kenaikan (Gamar 14;
Lampiran 12.2).
Keterangan: *Huruf yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 14. Kadar hematokrit pada hari ke 14 (H-14) dan ke 1 (H-1) sebelum uji
tantang serta hari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji
tantang untuk perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+),
pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan pengendalian (PG)
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
H-14 H-1 H+2 H+5 H+7
Kad
ar h
emo
glo
bin
(g%
)
Hari pengujian
K-
K+
PC
PO
PG
a a
b
a
b
b
a
c c c b
a
c c c
a
a b b
c
a a a a a
0
5
10
15
20
25
30
35
40
H-14 H-1 H+2 H+5 H+7
Kad
ar h
emat
okri
t (%
)
Hari pengujian
K-
K+
PC
PO
PG
a a a a a a a
b a
b
a a b b b b
a
c d
b
a
b b b c
17
Total eritrosit pada H-14 sebesar 2,90x106 sel/mm
3. Total eritrosit
mengalami penurunan saat H-1 menjadi 2,86 x106 sel/mm
3 pada perlakuan kontrol
negatif, kontrol positif dan pengobatan namun pada perlakuan pencegahan dan
pengendalian total eritrosit meningkat secara signifikan (P<0,05) menjadi 3,10
x106 sel/mm
3. H+2 total eritrosit menurun pada semua perlakuan, kecuali pada
perlakuan pengobatan meningkat menjadi 3,2 x106 sel/mm
3. Total eritrosit pada
H+5 dan H+7 mengalami peningkatan secara signifikan (P<0,05) pada semua
perlakuan, namun total eritrosit pada perlakuan kontrol positif yang mengalami
penurunan menjadi 2,30 x106 sel/mm
3 (Gambar 15; Lampiran 12.3).
Keterangan: *Huruf yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 15. Total eritrosit pada hari ke 14 (H-14) dan ke 1 (H-1) sebelum uji
tantang serta hari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji
tantang untuk perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+),
pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan pengendalian (PG)
Total leukosit ikan gurame pada awal perlakuan sebesar 3,10x105 sel/mm
3.
Nilai total leukosit pada H-1 secara signifikan (P<0,05) meningkat untuk
perlakuan pencegahan dan pengobatan. Nilai total leukosit terus meningkat
sampai H+2 dan H+5. Pada (H+5) nilai total leukosit mencapai puncaknya pada
perlakuan pencegahan, pengendalian dan pengobatan masing-masing dengan nilai
leukositnya sebesar 4,75, 4,68 dan 4,3x105 sel/mm
3. Ketiga perlakuan tersebut
nilai total leukositnya secara signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan kontrol negatif dan positif. Total leukosit mulai menurun secara
signifikan (P<0,05) pada H+7 pada perlakuan pencegahan, pengobatan serta
pengendalian. Total leukosit pada perlakuan kontrol positif masih meningkat
sampai akhir perlakuan (H+7) sebesar 3,67 sel/mm3 (Gambar 16; Lampiran 12.4).
0
1
2
3
4
5
H-14 H-1 H+2 H+5 H+7
To
tal
erit
rosi
t
(1
06 s
el/m
m3)
Hari pengujian
K-
K+
PC
Po
PG
a a a a a a a b
a b
ab a ab
c bc b
a
bc c bc bc
a
b c c
18
Keterangan: *Huruf yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 16. Total leukosit pada hari ke 14 (H-14) dan ke 1 (H-1) sebelum uji
tantang serta hari ke 2 (H+2), ke 5 (H+5) dan ke 7 (H+7) pascauji
tantang untuk perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+),
pencegahan (PC), pengobatan (PO) dan pengendalian (PG)
Diferensial leukosit digunakan untuk menghitung jumlah limfosit, neutrofil
dan monosit di dalam darah ikan gurame sebelum dan sesudah uji tantang. H-14
persentase limfosit mendominasi di dalam darah ikan yaitu 88% dan sisanya
neutrofil sebesar 12% (Gambar17). Persentase neutrofil pada H-1 meningkat
untuk perlakuan pencegahan dan pengendalian sebesar 23% dan limfosit sebesar
77%, sedangkan untuk perlakuan yang lain persentase masing-masing sel leukosit
seperti pada awal perlakuan (H-14) (Gambar 18). Monosit ditemukan pada H+2
dengan persentase 15% (K+), 15% (PC), 20% (PO) dan 12% (PG), selain monosit
juga ditemukan neutrofil dengan persentase yang lebih tinggi yaitu 15% (K-),
25% (K+), 25% (PC), 30% (PO) dan 27% (PG) serta ditemukan limfosit dengan
persentasenya 85% (K-), 60% (K+), 60% (PC), 50% (PO) dan 61% (PG) (Gambar
19). Monosit masih ditemukan pada H+5 dengan persentase 10% (K-), 20% (K+),
5% (PC), 10% (PO) dan 9% (PG), selain monosit ditemukan juga neutrofil yang
persentasenya menurun menjadi 20% (PC), 18% (PO) dan 17% (PG) sedangkan
persentase neutrofil meningkat pada kontrol negatif dan kontrol positif menjadi
30% dan 49% serta ditemukan limfosit dengan persentase yaitu 60% (K-), 31%
(K+), 75% (PC), 72% (PO) dan 74% (PG) (Gambar 20). Monosit tidak ditemukan
pada H+7 diperlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian, namun monosit
masih ditemukan pada perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif sebesar 8%
dan 15%, neutrofil juga ditemukan pada semua perlakuan dengan persentasenya
adalah 27% (K-), 37% (K+), 14% (PC), 19% (PO) dan 17% (PG), limfosit
ditemukan dalam persentase yang besar yakni 65% (K-), 48% (K+) 86% (PC),
81% (PO) dan 83% (PG) (Gambar 21).
0
2
4
6
H-14 H-1 H+2 H+5 H+7
To
tal
leuko
sit
(10
5 s
el/m
m3)
Hari pengujian
K-
K+
PC
Po
PG
a a a a a a a b
a b
a a
c b
c
a a
b b b
ab b a
ab a
19
Gambar 17. Diferensial leukosit pada hari ke 14 (H-14) prauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC =
pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)
Gambar 18. Diferensial leukosit pada hari ke 1 (H-1) prauji tantang pada semua
perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC =
pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)
Gambar 19. Diferensial leukosit pada hari ke 2 (H+2) pascauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC =
pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)
Gambar 20. Diferensial leukosit pada hari ke 5 (H+5) pascauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC =
pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)
0%
50%
100%
K - K+ PC PO PG D
ifer
ensi
al
leuko
sit
(%)
Perlakuan
Limfosit
Neutrofil
0%
50%
100%
K - K+ PC PO PG
Dif
eren
sial
leuko
sit
(%)
Perlakuan
Limfosit
0%
20%
40%
60%
80%
100%
K - K+ PC PO PG
Dif
eren
sial
leuko
sit
(%)
Perlakuan
Limfosit
Monosit
Neutrofil
0%
50%
100%
K - K+ PC PO PG
Dif
eren
sial
leu
ko
sit
(%
)
Perlakuan
Limfosit
Monosit
Neutrofil
20
Gambar 21. Diferensial leukosit pada hari ke 7 (H+7) pascauji tantang pada
semua perlakuan, (K- = kontrol negatif, K+ = kontrol positif, PC =
pencegahan, PO = pengobatan dan PG = pengendalian)
Jumlah bakteri A. hydrophila pada ikan gurame sebelum uji tantang yaitu
8,0x106 CFU/g. Jumlah bakteri tersebut meningkat setelah dilakukan uji tantang
dengan A. hydrophila menjadi 3,1x108, 1,5x10
7, 1,1x10
7 dan 8,0x10
6 CFU/g pada
perlakuan kontrol positif, pencegahan, pengobatan dan pengendalian. Sedangkan
untuk kontrol negatif yang diinjeksi dengan Phosphate Buffer Saline jumlah total
bakteri A. hydrophila yaitu 4,0 x106 CFU/g. Jumlah bakteri A. hydrophila secara
signifikan (P<0,05) paling tinggi pada perlakuan kontrol positif dibandingkan
dengan perlakuan yang lain. Berikut disajikan tabel total bakteri A. hydrophila
pada ikan gurame (Tabel 6; Lampiran 13).
Tabel 6. Total bakteri A. hydrophila pascauji tantang pada ikan gurame untuk
perlakuan kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), pencegahan (PC),
pengobatan (PO) dan pengendalian (PG)
Perlakuan Colony Forming Unit (CFU) /g
K- 4,0 x106 a
K+ 3.1x108 b
PC 1.5x107 a
PO 8.0x106 a
PG 1.1x107 a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata
(P<0,05); Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata.
Tingkat kematian harian pada ikan gurame dihitung dengan
mengakumulasikan jumlah kematian ikan pada setiap perlakuan. Awal kematian
ikan terjadi pada H+2 untuk perlakuan kontrol positif sebesar 10% dan
pencegahan sebesar 3% sedangkan untuk perlakuan lain belum ditemukan
kematian. Tingkat kematian ikan terbesar pada H+5 sebesar 20% untuk perlakuan
kontrol positif dan 3% untuk pengobatan serta pencegahan. Kematian ikan pada
perlakuan kontrol positif masih ditemukan pada H+7 sebesar 3%. Berikut
disajikan pola kematian harian pada ikan gurame untuk semua perlakuan (Gambar
22).
0%
50%
100%
K - K+ PC PO PG
Dif
eren
sial
leuko
sit
(%
)
Perlakuan
Limfosit
Monosit
Neutrofil
21
Gambar 22. Tingkat kematian harian (TKH) ikan gurame sebelum uji tantang
(H0) dan setelah uji tantang (H+), (K- = kontrol negatif, K+ =
kontrol positif, PC = pencegahan, PO = pengobatan dan PG =
pengendalian)
Pembahasan
Uji zona hambat merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan suatu bahan dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Hasil uji zona hambat ekstrak pelepah pisang terhadap bakteri A. hydrophila
menunjukkan bahwa ekstrak pelepah pisang mampu menghambat aktivitas bakteri
tersebut. Zona hambat yang dihasilkan pada perlakuan dosis 3% dan 4%
memberikan nilai yang tidak berbeda nyata sehingga untuk efisiensi bahan
digunakan dosis terendah yaitu 3% (Lampiran 6). Zona hambat tersebut dihasilkan
karena kandungan fitokimia pelepah pisang ambon seperti flavonoid, alkaloid,
triterpenoid, fenolik, saponin dan tanin yang berfungsi sebagai antibakteri
(Citarusu 2010). Mekanisme antibakteri dari flavonoid yaitu membentuk ikatan
kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan efek hidrofobik dengan
pembentukan ikatan kovalen, sehingga terjadi penghambatan sintesis DNA dan
penghambatan sintesis makromolekuler pada bakteri (Agati et al.2012). Alkaloid
bersifat antibakterial dengan mekanisme aksinya yaitu merusak ion-ion pada
bakteri dan merusak protein bakteri (Queiroz et al.2013). Triterponoid terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu tetra siklik dan penta siklik. Kemampuan inhibitor
bakteri lebih besar pada kelompok penta siklik karena pada penta siklik terdapat
komponen α amyric, betulinic dan betulynaldehyde. Mekanisme inhibitor bakteri
pada penta siklik triterpenoid yaitu dengan menghambat sintesis dinding sel
bakteri, menghambat sintesis DNA dan sintesis makromolekul pada bakteri
(Chung et al. 2011). Fenolik adalah bioaktif sederhana yang terdiri atas cincin
fenolik tunggal. Mekanisme kerja fenolik dalam menghambat pertumbuhan
bakteri yaitu dengan sekresi enzim inhibitor, oksidasi patogen dan sekresikan
minyak esensial yang berfungsi sebagai bakteriostatik (Santangelo et al.2007).
Efek saponin dalam menghambat aktivitas bakteri yaitu dengan melubangi
dinding sel bakteri sehingga keseimbangan intraseluer pada bakteri terganggu.
(Francic et al. 2002). Tanin adalah bagian dari kelompok polimerik fenol. Tanin
terbagi menjadi dua kelompok yaitu hidrolisis tanin dan kondensasi tanin.
40
50
60
70
80
90
100
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
TK
H (
%)
Waktu pemeliharaan (Hari ke-)
K-
K+
PC
PO
PG
22
Mekanisme penghambatan mikroba pada hidrolisis tanin yaitu inaktivasi enzim
pada bakteri (Makkar 2003).
Persentase fitokimia ekstrak pelepah pisang ambon terbesar adalah
flavonoid yaitu 28,10%. Tingginya persentase flavonoid di dalam ekstrak pelepah
pisang sesuai dengan pendapat dari Kumar dan Pandey (2013) yang menyatakan
bahwa bahan obat dari tumbuhan yang kaya akan kandungan flavonoid salah
satunya adalah pohon pisang Musa sp. Persentase flavonoid yang besar tersebut
menyebabkan efek farmakologi yang ditimbulkan juga besar meskipun dalam
kerjanya keterkaitan antara masing-masing komponen fitokimia sagat
mempengaruhi. Efek farmakologi tersebut seperti antibakteri, anti-inflamasi dan
antioksidan (Zhou et al. 2015).
Efek inhibitor ekstrak pelepah pisang ambon lebih tinggi pada bakteri
gram negatif (A. hydrophila) dari pada gram positif (Streptococcus sp.). Hal
tersebut diasumsikan bahwa jenis flavonoid yang ada pada ekstrak pelepah pisang
dari kelas flavone. Flavone mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi pada lemak
(Kumar dan Pandey 2013). A. hydrophila mempunyai dinding yang sebagian
besar tersusun atas lemak atau lipopolisakarida (LPS). Oleh karena itu flavone
lebih mudah masuk ke dalam bakteri dan mempunyai efek destruksi yang lebih
besar terhadap bakteri patogen gram negatif dibandingkan dengan bakteri gram
positif, karena bakteri gram positif tersusun atas peptidoglikan sehingga flavone
lebih susah masuk dan menyebabkan efek destruksi yang rendah.
Pemberian pakan yang dicampur dengan ekstrak pelepah pisang 3% dapat
menurunkan jumlah bakteri A. hydrophila pada ikan gurame yang dapat dilihat
pada (Gambar 22). Pemberian ekstrak pelepah pisang pada perlakuan pengobatan
dan pencegahan mampu menghambat bakteri A. hydrophila sepersepuluh (1/10)
dari kontrol positif sedangkan pada perlakuan pengendalian efek inhibitor pelepah
pisang bisa sampai seperseratus (1/100) dari kontrol positif. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Immanuel et al. (2004) bahwa artemia
yang diperkaya dengan bahan herbal dapat menurunkan jumlah bakteri Vibro
parahaemolyticus dari 3.86 x 105 CFU g
-1 menjadi 1.36 x 10
5 CFU g
-1 pada udang.
Pemberian pakan pelepah pisang yang mengandung flavonoid 28,10% dapat
inaktivasi penempelan mikroba pada inang dan menurunkan fluiditas membran
inang bagian luar dan dalam sehingga bakteri patogen tidak bisa masuk, selain itu
flavonoid dapat meningkatkan aktivitas ROS (reactive oxygen spesies) dari
makrofag dan meningkatkan proliferasi sel leukosit dengan mengaktifkan gen
PKC (protein kinase C) dan MAPK (mitogen activated protein kinase) (Mansuri
et al. 2014). Imunitas ikan yang diberi perlakuan pelepah pisang menjadi
meningkat sehingga patogen yang masuk lebih cepat difagosit serta lebih cepat
dieliminasi dari dalam tubuh ikan yang berakibat pada penurunan jumlah bakteri
patogen tersebut. Selain flavonoid juga terdapat triterpenoid, alkaloid, tanin serta
saponin yang dapat berfungsi sebagai imunostimulan. Mekanisme saponin sebagai
imunostimulan yaitu dengan menstimulasi CMI (cell mediated immunity). CMI
dapat meningkatkan produksi antibodi inang serta berfungsi juga sebagai adjuvan,
antioksidan, inhibitor sel kangker dan anti-inflamasi (Francis et al. 2002). Tanin
yang berfungsi sebagai imunostimulan berasal dari kelompok hidrolisis tanin.
Hidrolisis tanin dapat menstimulasi sel fagosit saat terjadi paparan patogen
(Makkar 2003). Triterpenoid dari golongan tetrasiklik juga dapat meningkatkan
proliferasi sel leukosit, induksi apoptosis dan anti-inflamasi. Mekanisme
23
triterpenoid dalam meningkatkan imunitas yaitu dengan menghambat enzim 5-
lipoxygenase, nitrit oksidase dan cyclooxygenase-2 (Zhang et al. 2013).
Mekanisme alkaloid dalam meningkatkan sistem imun pada ikan yaitu dengan
menghambat produksi nitrite oxide (NO) dan mengaktifkan makrofag (Ryu dan
Chung 2010).
A. hydrophila merupakan bakteri fakultatif yang dapat menginfeksi ikan
pada saat ikan mengalami stres. Mekanisme infeksi A. hydrophila terdiri atas tiga
tahap yaitu menemukan inang, menempel dan menginfeksi inang. Saat menempel
pada inang, A. hydrophila mempunyai faktor virulensi seperti mukus reseptor,
bahan perekat aglutinasi dan adanya pili sehingga mempermudah bakteri A.
hydrophila untuk menempel pada inang (Cipriano 2001). Proses infeksi terhadap
inang oleh bakteri A. hydrophila dilakukan dengan memproduksi toksin
ekstraseluler atau ECP (extracelluler product) dan endotoksin. Toksin
ekstraseluler mempunyai tingkat patogenisitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan endotoksin. Toksin ekstraseluler ini selanjutnya akan menghasilkan enzim
seperti protease, gelatinase, kaseinase, elastase, lipase, hemolisin, sitotoksin,
enterotoksin, asetilkolinesterase dan hemaglutin yang digunakan untuk masuk ke
dalam tubuh inang. Enzim protease berfungsi untuk mendegradasi protein inang
yang selanjutnya akan dikonsumsi oleh bakteri untuk berkembang biak. Selain
protease terdapat enzim hemolisin yang dapat melisiskan sel darah merah
sehingga ikan mengalami radang, hemoragi, tukak dan kematian pada ikan.
Tingkat virulensi ECP yang paling tinggi adalah hemolisin. Endotoksin
merupakan toksin yang diproduksi setelah bakteri mati. Toksin tesebut terdapat
pada permukaan membran bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). LPS dari bakteri
A. hydrophila tersusun atas rantai polisakarida O dari panjang rantai homogenous.
Antigen O ini tidak diaglutinasi dan resisten terhadap bakterisidal inang.
Endotoksin menyebabkan peradangan pada inang (Angka 2005). Efek infeksi A.
hydrophila pada ikan gurame dapat dilihat pada (Gambar 3) yang ditunjukkan
dengan terbentuknya borok pada permukaan tubuh ikan gurame. Terbentuknya
borok pada pada ikan gurame disebabkan adanya sekresi toksin dari A. hydrophila.
Proses penyembuhan luka pada ikan akibat infeksi A. hydrophila
melibatkan tiga fase yaitu fase inflamatori, neokapiler (pembentukan kapiler baru)
dan re-epitalisasi (pembentukan epitel) (Fembram et al. 2010). Fase inflamatori
merupakan proses penyembuhan luka yang melibatkan sel leukosit seperti
neutrofil, makrofag dan limfosit (Fembram et al. 2010). Pelepah pisang
merupakan fitofarmaka yang mengandung flavonoid, triterpenoid, alkaloid,
saponin dan tanin sehingga dapat meningkatkan proliferasi sel leukosit
pascainfeksi A. hydrophila dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif yang
tingkat proliferasi sel leukositnya lebih rendah. Tingkat proliferasi leukosit yang
tinggi menyebabkan infeksi bakteri pada inang terkendali sehingga pemulihan
yang cepat akibat infeksi. Efek pemulihan tersebut dapat diketahui dari
penyembuhan luka akibat infeksi A. hydrophila (Gambar 13). Berdasarkan
Christypabita et al. (2007) yang menyatakan bahwa suplementasi bahan herbal
dapat meningkatkan respons imun adaptif seluler sehingga proliferasi sel leukosit
meningkat. Tingginya sel leukosit tersebut berkorelasi dengan keberadaan sel
neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel makrofag yang berfungsi sebagai faktor
tumbuh, sehingga sel-sel akan teregenerasi yang selanjutnya akan terbentuk
jaringan granulasi yang lebih cepat untuk penyembuhan luka (Forlenza et al.
24
2011). Ekstrak pelepah pisang mengandung flavonoid. Flavonoid pelepah pisang
berfungsi sebagai faktor kemotaktik yang dapat menarik sel inflamasi dari
sirkulasi darah menuju ke daerah infeksi sehingga dapat membantu
mengendalikan infeksi, mengeliminasi bahan asing, membersihkan jaringan
nekrotik dan mengurangi proses hipersensitivitas (Priosoeryanto 2008). Flavonoid
juga dapat mengaktifkan gen MAPK pada kelas ERK yang berfungsi sebagai
faktor tumbuh sehingga pemulihan luka pascainfeksi lebih cepat (Mansuri et al.
2014).
Flavonoid dapat memicu produksi protein adhesi, sehingga sel dan
jaringan lebih permeabel terhadap sel neutrofil dan sel neutrofil lebih mudah
masuk ke daerah luka (Sahu et al. 2007). Neutrofil merupakan sel yang berfungsi
sebagai fagositosis antigen dan mikrosidal. Cara kerja neutrofil yaitu dengan
mensekresikan enzim lisosom, proteolitik, ribonuklease dan fosfolipase untuk
menghancurkan dinding bakteri (Waller et al. 2011). Pasca infeksi (H+2)
presentase neutrofil meningkat pada perlakuan kontrol positif, pencegahan,
pengobatan dan pengendalian. Hal tersebut sesuai dengan Katzenback dan
Beloseviv (2009) yang menyatakan bahwa neutrofil merupakan sel fagosit
pertama yang bersifat kemotaksis dan menginfiltrasi radang dengan cepat.
Persentase neutrofil pada penelitian ini mulai meningkat setelah diberi ekstrak
pelepah pisang (H-1) (Gambar 15.2). Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan
adanya flavonoid di dalam pelepah pisang yang berfungsi sebagai ligan melalui
jalur PKC yang dapat menstimulasi proliferasi dari neutrofil. Persentase neutrofil
mulai menurun pada hari ke 5 dan ke 7 pascauji tantang pada perlakuan
pencegahan, pengobatan dan pengendalian. Penurunan persentase neutrofil karena
patogen sudah tereliminasi dari inang dan adanya mediator peradangan yang
dikeluarkan oleh neutrofil seperti histamin, enzim lisosom dan faktor pengaktivasi
platelet (Fembram et al 2010). Namun pada perlakuan kontrol positif persentase
neutrofil meningkat sampai akhir perlakuan. Hal ini disebabkan karena tidak
adanya tambahan bahan aktif pelepah pisang pada campuran pakan sehingga
masih dimungkinkan adanya antigen dan kerusakan jaringan yang harus difagosit
oleh neutrofil (Fembram et al. 2010).
Sel monosit adalah salah satu sel fagosit, jika sel ini berada di dalam
jaringan dinamakan makrofag. Kemampuan fagosit sel monosit lebih besar yaitu
100 antigen dibandingkan sel neutrofil yang memfagosit antigen sebesar 5-20
antigen (Whyte 2007). Makrofag juga berfungsi mensekresikan material yang
digunakan untuk proses perbaikan luka seperti plasma protein, platelet aktivating
factor (PAF), faktor kemotaktik, sitokin dan faktor pertumbuhan. Monosit baru
ditemukan pada H+2 untuk semua perlakuan kecuali kontrol negatif. Persentase
monosit mencapai puncak pada H+5 dan menurun pada H+7 dengan persentase
0% untuk perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian, namun monosit
masih ditemukan pada perlakuan kontrol negatif dan positif diakhir perlakuan.
Keberadaan monosit pada H+2 karena induksi patogen saat uji tantang yang
belum terfagosit oleh neutrofil. Sel monosit berfungsi sebagai sel fagosit kedua
atau dalam arti lain sel monosit berfungsi sebagai fagositosis antigen yang tidak
terfagosit oleh neutrofil (Whyte 2007). Menurunnya persentase monosit karena
antigen yang masuk telah tereliminasi. Persentase monosit pada perlakuan kontrol
positif masih cukup tinggi yaitu 15% sampai akhir perlakuan. Peningkatan
monosit yang masih tinggi pada H+5 menyebabkan kematian ikan yang cukup
25
tinggi (Gambar 22), karena paparan patogen yang tinggi sehingga sel fagosit
dalam yang berada di dalam darah jumlahnya masih banyak. Hal tersebut
diakibatkan karena tidak adanya pelepah pisang yang ditambahkan untuk
membantu proses eliminasi antigen sehingga tingkat inflamasi semakin parah dan
akan terbentuk luka yang semakin memanjang yang berujung pada kematian ikan.
Pada kontrol negatif pascainjeksi PBS juga ditemukan sel neutrofil sampai akhir
perlakuan. Hal ini disebabkan karena sifat dari bakteri A. hydophila sebagai
normal flora dan akan bersifat patogen jika ikan pada kondisi stres (Patil et al.
2011) sehingga adanya pola pertahanan tubuh ikan gurame yang menyebabkan
ditemukannya sel neutrofil dan monosit. Namun kondisi tersebut masih ditoleransi
oleh ikan gurame, karena pada perlakuan ini ikan gurame tidak ditemukan gejala
klinis serta tidak ditemukan kematian.
Persentase limfosit mendominasi pada awal perlakuan yaitu 88% namun
setelah uji tantang persentase limfosit semakin menurun. Perlakuan pencegahan,
pengobatan dan pengendalian persentase limfosit mendominasi di akhir perlakuan
yakni 86%, 81% dan 83%. Dominasi limsosit diakhir pemeliharaan pada
perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian mengindikasikan bahwa
respons imun spesifik yang terbentuk lebih besar dibandingkan kontrol positif
sehingga jika terjadi paparan patogen yang sama akan lebih cepat dikenali dan
proses destruksi antigen lebih cepat. Limfosit berfungsi sebagai sistem imun
spesifik dan terdapat tiga tipe yaitu limfosit B yang terbentuk di sumsum tulang,
limfosit T yang terbentuk di organ timus dan limfosit null. Limfosit B dengan
persentase di dalam darah sebesar 10-12%. Limfosit B berfungsi untuk
membentuk antibodi yang digunakan untuk kekebalan spesifik humoral. Limfosit
T mempunyai persentase yang dominan di dalam darah yaitu 70-75%. Limfosit T
berfungsi sebagai cell mediated immunity (CMI) dalam sistem imun spesifik
seluler (Mariuzza et al. 2010). Limfosit mempunyai masa hidup yang lebih lama
dibandingkan dengan neutrofil dan makrofag yaitu bisa mencapai tahunan
(Litman et al. 2010).
Jumlah konsumsi pakan stagnan pada awal perlakuan sampai H-1.
Penurunan konsumsi pakan secara drastis terjadi setelah uji tantang kemudian
meningkat kembali pada H+3 sampai akhir perlakuan. Menurut Harper dan Wolf
(2009) ikan yang stres setelah penyuntikan akan mengalami penurunan nafsu
makan sehingga berdampak pada penurunan jumlah konsumsi pakan, kemudian
nafsu makan akan kembali meningkat setelah respons stres hilang. Konsumsi
pakan pada perlakuan kontrol negatif, pencegahan, pengobatan dan pengedalian
paling tinggi dibandingkan kontrol positif. Hal tersebut disebabkan adanya
tambahan ekstrak pelepah pisang yang dapat berfungsi sebagai antibakteri dan
imunostimulan sehingga ketika terdapat stresor dari patogen, pemulihan akibat
infeksi bisa berjalan dengan cepat sehingga konsumsi pakan menjadi normal
seperti kontrol negatif yang tidak diuji tantang dengan patogen (Kumar dan
Pandey 2013).
Respiratory burst activity (RB) adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan sel fagosit dalam mereduksi mikroba dengan
memproduksi oksigen radikal (Lelpo et al. 2000). Pengaruh flavonoid sebagai
antioksidan yaitu dapat menginduksi oksigen radikal. Aktivitas antioksidan
flavonoid didasarkan pada struktur intinya. Kelompok hidroksil pada flavonoid
akan mempengaruhi mekanisme kerjanya dalam menguraikan radikal dan
26
kemampuan mengkelat ion. Flavonoid sebagai donor hidrogen dan elektron dapat
menstabilkan radikal sehingga akan meningkatkan pembentukan oksigen radikal
dan menghambat sekresi enzim mikrosomal monooksigenase yang dapat memicu
radikal bebas (Kumar dan Pandey 2013). Sebelum dilakukan uji tantang nilai RB
sebesar 0,26 namun nilai tersebut meningkat pascainfeksi A. hydrophila. Nilai RB
tertinggi pada H+5 dengan tingkat kematian ikan yang tinggi dan nilai RB
menurun pada H+7 pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian
yang mengindikasikan adanya pemulihan pascainfeksi. Peningkatan nilai RB
diindikasikan bahwa adanya paparan patogen yang jumlahnya banyak sehingga
aktivitas sel fagosit dalam mereduksi mikroba juga tinggi. sedangkan jika terjadi
penurunan nilai RB bahwa mikroba mulai tereliminasi dari inang (Logambal et al.
2000). Namun pada perlakuan kontrol positif nilai RB masih meningkat sampai
akhir perlakuan. Peningkatan nilai RB pada kontrol positif sampai akhir perlakuan
diasumsikan bahwa aktivasi respons imun ikan yang lama terhadap paparan
patogen sehingga tingkat kematian ikan pada perlakuan tersebut sangat tinggi
yaitu 40%.
Lisozim adalah kationik enzim yang dapat memutuskan ikatan ß-1, 4
glycosidic dengan asam N-acetylmuramic dan N-acetyl glucosamine pada dinding
peptidoglikan bakteri sehingga bakteri akan lisis. Selain itu lisozim juga berfungsi
sebagai fagositosis, aktivasi komplemen serta opsonin (Callewaerat & Michiels
2010). Aktivitas lisozim meningkat setelah diberikan pakan yang dicampur
dengan ekstrak pelepah pisang ambon tepatnya H-1. Aktivitas lisozim pada
perlakuan pencegahan pascauji tantang mengalami penurunan. Menurut Barman
et al. (2013) imunostimulan dari bahan herbal dapat menginduksi respons imun
non spesifik seperti lisozim serta induksi respons imun tersebut dipengaruhi oleh
jumlah bahan herbal yang dikonsumsi. Dari pendapat tersebut dapat diasumsikan
bahwa pascainfeksi A. hydrophila pada perlakuan pencegahan tidak diberi pakan
dengan campuran ekstrak pelepah pisang sehingga konsumsi akan obat
mengalami penurunan. Hal tersebut berdampak pada penurunan aktivitas lisozim.
Selain karena tidak adanya konsumsi bahan obat pascainfeksi juga disebabkan
stres pada ikan pascainfeksi A. hydrophila karena stres pada ikan dapat berakibat
pada penurunan imunitas non spesifik seperti lisozim (Harper dan Wolf 2009).
Penurunan aktivitas lisozim pada H+2 juga terjadi pada perlakuan kontrol positif
dan negatif. Penurunan aktivitas lisozim pada kontrol positif dan negatif
disebabkan karena kondisi fisiologis ikan yang terganggu akibat infeksi patogen
yang menyebabkan ikan stres. Menurut Callewaerat & Michiels (2010) lisozim
merupakan suatu pertahanan non spesifik yang berfungsi sebagai fagositosis yang
dipengaruhi oleh jumlah paparan mikroba, tingkat pengenalan mikroba, kondisi
fisiologis ikan dan aktivasi enzim. Nilai aktivitas lisozim tertinggi pada H+5
dengan tingkat kematian ikan yang tinggi (Gambar 22) dan nilai RB menurun
pada H+7 pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian yang
mengindikasikan adanya pemulihan pascainfeksi. Tinggi rendahnya aktivitas
lisozim berkorelasi dengan proteksi tubuh untuk melawan patogen, semakin
banyak antigen yang masuk maka kadar lisozim akan meningkat dan sebaliknya
(Gopalakannan dan Arul 2006). Penambahan ekstrak pelapah pisang dalam pakan
dapat meningkatkan proliferasi sel leukosit dan sel leukosit ini dapat
mensekresikan lisozim sehingga kadar lisozim meningkat (Nayak 2010).
27
Kadar hemoglobin, hematokit dan jumlah eritrosit meningkat pascainfeksi
pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan pengendalian. Peningkatan kadar
hemoglobin, hematokrit dan total eritrosit berada pada kisaran normal. Hal
tersebut sesuai Minaka (2012) yang menyatakan bahwa kadar hemoglobin sebesar
20-35 g%, hematokit ikan yaitu 1/3 dari hemoglobin dan total eritrosit sebesar 1-4
x 106 sel/mm
3. Berdasarkan Misra (2004) menyatakan bahwa Labeo rohita yang
diinfeksi dengan A. hydrophila dan diberi imunostimulan berupa bawang putih
dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Hal tersebut dikarenakan adanya
stresor dari A. hydrophila sehingga konsumsi oksigen meningkat karena tubuh
membutuhkan oksigen untuk metabolisme dalam menghasilkan energi dan energi
ini yang selanjutnya digunakan untuk pemulihan pascainfeksi. Namun pada
perlakuan kontrol positif kadar hemoglobin dan hematokrit mengalami penurunan
dibawah kondisi normal. Penurunan kadar hematokrit, hemaglobin dan jumlah sel
darah merah pada perlakuan kontrol positif disebabkan karena adanya infeksi A.
hydrophila. Menurut Hardi et al. (2011) toksin ß hemolisin pada A. hydrophila
dapat mempengaruhi kestabilan hemoglobin. Hemolisin dapat menurunkan
tegangan plasma darah sehingga sel darah yang berada pada kondisi tersebut akan
mengalami kehancuran sel yang menyebabkan terganggunya transportasi oksigen
ke dalam tubuh.
Ekstrak pelepah pisang secara nyata (P<0,005) memberikan pengaruh
terhadap kelangsungan hidup ikan gurame pada perlakuan pencegahan,
pengobatan serta pengendalian (Lampiran 7). Pengaruh tersebut disebabkan
adanya flavonoid dan fitokimia lainnya yang terkandung di dalam pelepah pisang
di dalam pakan yang berfungsi sebagai antibakteri dan imunostimulan. Secara
nyata, pengaruh tersebut dapat dilihat dari kelangsungan hidup ikan gurame yang
mencapai 100% pada perlakuan pengobatan. Selain dapat meningkatkan
kelangsungan hidup, aplikasi pelepah pisang untuk mengendalikan infeksi A.
hydrophila sangat ekonomis.
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak pelepah pisang 3% dapat menghambat aktivitas bakteri A.
hydrophila dan dapat menginduksi imunitas ikan gurame sebagai upaya
pencegahan, pengobatan dan pengendalian terhadap infeksi A. hydrophila pada
ikan gurame.
Saran
Penambahan ekstrak pelepah pisang 3% di dalam pakan dapat digunakan
untuk mengendalikan infeksi A. hydrophila pada ikan gurame namun belum
diketahui secara pasti efek inhibitor aktivitas A. hydrophila dari masing-masing
bahan fitokimia sehingga diperlukan uji lebih lanjut mengenai efek tersebut.
28
DAFTAR PUSTAKA
Agati G, Azzarello E, Pollastri S, Tattini M. 2012. Flavonoids as antioxidant in
plant. Plant Science.196:67-76.
Alawi H, Juferi, Mohibah. 2013. A preliminary study of banana stem juice as a
plant-based Coagulant for treatment of spent coolant wastewater. Jornal of
Chemistry.1:1-7
Anderson DP, Siwicki AK.1995. Basic hematology and serology for fish health
programs. Asia Fisheries Society. 1:185-202.
Angka SL. 2005. Kajian penyakit Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) pada
ikan lele dumbo (Clarias sp.): patologi, pencegahan dan pengobatannya
dengan fitofarmaka [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Apriasari LM, Iskandar, Suhartono E. 2013. Bioactive compound and antioxidant
activity of methanol extract mauli bananas (Musa sp) stem. Biochemistry.
4(2):110-115.
Ashley JP. 2006. Fish welfare: Current isue in aquaculture. Animal Behaviour
Science.1: 1-37
Austin B, Austin DA. 2007. Bacterial Fish Pathogens. Edisi 4. England: Ellis
Horwood Limited.
Barman D, Nen P, Mandal SC Kumar V. 2013. Imunostimulants for aquaculture
health management. Marine Science. 3:134.
Blaxhall PC, Deisley KW.1973. Routine haematological methods for use with fish
blood. FisBiol. 5:771-781.
Callewarat L, Michael C. 2010. Lysozymes in the animal kingdom. Biosci.
35:921-926.
Cipriano CR. 2001. Aeromonas hydrophila and motile A. septicemias of fish. Fish
disease leaflet. 68:1-24.
Citarusu T. 2010. Herbal biomedicines: a new opportunity for aquaculture
industry. Springer.18:403-414
Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chren JC. 2002. Estimation of total flavonoid
content in propolish by two complementary colorimetric methods. Food
and Drug Analysis. 3:178-182.
Christybapita D, Divyagnaneswari M, Michael RD. 2007. Oral administration of
Elipta alba leaf for enhance the non spesific immune response and disease
resistence of Orechromis mossambicus. Fish Shellfish Immunology.
23:840-852.
Chung PY, Navaratnam P, Chung LP. 2011. Synergic antimicrobial activity
between pentacyclic triterpenoid againt Staphylococcus aureus.
Microbiology and Antimicrobial. 10:25.
Dogiel VAG, Petrushevski GK, Polyanski I. 1970. Parasitology of Fish.
Hongkong:TFH Publisher.
[DITJEN PB] Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2013. Nilai produksi
perikanan budidaya kolam menurut jenis ikan dan provinsi 2000-2014
[internet]. [diunduh 2015 Agustus 1]. Tersedia dari www.sidatik kkp.go.id
Direktorat kesehatan ikan dan lingkungan. 2009. Penyakit Ikan. Jakarta (ID):
Kementrian Kelautan Perikanan Press.
29
Ellis RP, Parry H, Spicer, Hutchinson TH, Pipe RK, Widdicombe. 2011. Fish &
Shellfish Immunology. Aquaculture. 30:1209-1222.
Febram B, Wientarsih I, Bambang P. Aktivitas sediaan selep ekstrak batang
pisang ambon dalam proses persembuhan luka pada mencit. Farmalogi.
3:121-137.
Fitrianingrum IDW. 2014. Efektivitas pelepah pisang ambon putih Musa
paradisiaca untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
pada ikan gurame [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Francis G, Kerem Z, Makkar S, Harinder P. 2002. The biological action of
saponin in animal system. Nutrition. 88:587-605.
Forlenza M, Fink IR, Wiegertjes GF. 2011. Heterogenity magrophage activation
in fish. Immunology. 2(2):657.
Gopalakannan A, Arul V. 2006. Immunomodulatory effect of dietary intake of
chitin, chitosan and levamisole on the immune system of Cyprinus carpio
and control of A. hydrophila infection in ponds. Aquaculture. 255:179-187.
Hardi EH, Sukenda, Haris E. 2011. Karaktiristik dan patogenisitas Streptococcus
agalactiae tipe α hemolitik dan non hemolitik pada ikan nila.
Veteriner.12(2):152-164.
Harper K, Wolf JC. Morphologic effect of the stress response in fish. Ilar.
50(4):387-396.
Holt JG, Krierg NR, Staley JT.1994. Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology. Edisi ke-9. Batimore (US):Williams & Wilkins.
Ibrahem M, Mustofa M, Arab RMH, Rezk MA.2008. Prevalence of Aeromonas
hydrophila infaction in wild cultured Tilapia Nilotica in Egypt.
Aquaculture.194:253-262.
Immanuel G, Vincy Bai, Palavesam A, Peter MM. 2004. Effect seaweeds on the
survival, growth, and pathogen Vibro parahaemolyticus load on shirmp.
Aquaculture. 236:53-65.
Ismail NDA, Atta NS, Aziz AE. 2010. Oral vaccination of nile tilapia against
MAS. Nature and Science. 1-6.
Kahuripan A, Andrajati R, Syafridani T. 2009. Analisis Pemberian antibiotik
berdasarkan hasil uji sensitivitas. Farmasi.6: 75-87.
Katzenback BA, Belosovic M. 2009. Isolation and functional characterization of
neutrophil-like cells from gold fish. Immunology. 33:601-611.
Kumar S, Pandey AK. 2013. Chemistry and biological activities of flavonoid. The
Science World journal.(1):16.
Leela T, Satirapathkul. 2011. Growth inhibiting of pathogenic bacteria by extract
of quercus infectoria galls. Bioscience. 1:1-6.
Lelpo MTL, Basile A, Miranda R, Moscatiello V, Nappo K. 2000.
Immunopharmacological properties of flavonoids. Fitoterapia. 71:101-109.
Logambal SM Venkatalakshmi, Micheal DR. 2000. Immunostimulatory effect of
leaf extract of Ocimum sanctum in Orechromis mossambicus.
Hydrobiologia. 430:113-120.
Litman GW, Rast JP, Fugmann SD. 2010. The original vertebrate adaptive
immunenity. Immunology. 10:543-553.
Mansuri ML, Parihar P, Solanki I, Parihar MS. 2012. Flavonoid in modulation of
cell survival signalling pathways. Genes Nutr. 9(400):1-9.
30
Mariuzza RA, Velikovsky CA, Deng L, Pancer Z. 2010. Structural insight into the
evolution of the adaptive immune system. Biochemistry.391:753-760.
Maggon K.2009. Best selling medicine 2002-2008. Drug disov Today.11:739-742
Makkar HPS. 2003. Effect and fate of tannins in animals. Phytochem.1:1-8.
[MENKES] Mentri Kesehatan RI no 760. 1992. Fitofarmaka [internet].[diunduh
2015 Agustus ].
Minaka A. 2012. Identifikasi agensia penyebab dan profil darah Ikan gurami
(Osphronemus goramy) yang terserang penyakit bakteri. Aquaculture
Management and Technology. 1:294-263.
Misra CK. 2004. Comparative study on the effect of different imunostimulant on
the immune system of L. rohita. Thesis. CIFE (Inland Aquaculture).India
Mikail HG. 2010. Phytochemical screening, elemental analysis and acute toxicity
of aqueous extract of Allium sativum L. bulbs in experimental rabbits.
Medical Plant. 4:322-326.
Nayak SK. 2010. Yeast glucan induces increase in activity of lysozyme and
complement mediated haemolytic activity in Antaltic salmon blood.
Aquaculture.41:1490-1500.
Queiroz MMF, Marti G, Queiroz EF. 2013. Quantitative determination of
Tetrapterys mucuronata Alkaloids. Phytochem.1:1-12.
Patil RC, Madhav, Upadhye V,Kolatkar VD. 2011. Isolation and identification of
two new strains of Aeromonas from gourami fish and aquarium water. Life
Science. 5(1):1-7.
Priosoeryanto. 2008. Aktivitas Sediaan Gel Ekstrat Batang Pohon Pisang Ambon
dalam Proses Penyembuhan Luka Pada Mencit [Tesis]. Bogor [ID].
Institut Pertanian Bogor.
Reed LJ, Muench H. 1938. A simple method of estimating fifty percent end points.
The American Journal of hygiene. 27:493-497.
Ryu MJ, Chung HS. 2010. Isolation of alkaloid with immune stimulating activity
from Oryza sativa cv. Korean Chemical Society. 54(1):1-6.
Sahu S, Das BK, Mishra BK, Pradhan J. 2007. Effect of Allium sativum on
immunity and survival of Lebeo rohita infected A. hydrophila. Ichthyol.
23:80-86.
Sakunphueak A, panichayupakarant P. 2010. Simultanous determination of three
napohthoqiunones in the leaf of impatients balsamina. phytochem.21:444-
450.
Santangelo K, Vari R, Scazzocchio B, Benedetto R. 2007. Polyphenol,
intracelluler signalling and inflamation. Sanita.43(4):394-405.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. Produksi Benih Ikan Gurame
(Osphronemus goramy, Lac) Kelas Benih Sebar. Badan Standarisasi
Nasional [Internet]. [15 Juli 2014]. Tersedia di www. SNI budidaya.go.id.
Venkatesh, Venkatarangaiah K, Krishnappa P, Kumar S, Rajanna S, Haris M.
2014. Pharmacological properties of corm ethanol extract of Musa
paradisiaca puttabale. Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 3:1362-
1383.
Waller CL, Willian T, Lamb JR. 2011. Mast cell in health and disease.Clin Sci.
120:473-478
31
Wedenmeyer GA, Yasutake WT.1997. Clinical methods for the assessment of
effect on enviromental stress on fish health. Fish and Wildlife
Service.89:1-17.
Whyte SK. 2007. The innate immune response of finfish. Fish Shellfish
immunology. 23:1127-1151.
Zhang J, Zou W, Yan Q.2008. Non-Spesific immune response of bullfog to
intraperitoneal injection of bacterium Aeromonas hydrophila. Chinesse
Journal of Oceanology and Limmology. 26(3):248-255.
Zhou YZ, Xin HL, Rahman K, Wang SJ, Peng K, Zhang H. 2015. Portulaca
oleracea L: review of phytochemistry and pharmacological effects.
BioMed. 1:1-11.
32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil karakterisasi sifat biokimia dan fisiologis bakteri A. hydrophila
yang dibandingkan dengan hasil uji dari Austin & Austin (2007)
Karakterisasi Hasil uji Austin 2007
Pewarnaan gram Negative Negatif
Bentuk sel Batang Batang
O/F F
F
Katalase + +
Oksidase + +
Gelatinase + +
Keterangan: F = Fermentatif
Lampiran 2. Perhitungan lethal dosage 50 pada ikan gurame yang diinfeksi A.
hydrophila
Konsentrasi
bakteri
(cfu/ml)
Jumlah hidup
(ekor)
Jumlah mati
(ekor)
Kumulatif Persentase
mati (%) Hidup Mati
108
5 5 5 11 68,7%
107
6 4 11 6 35,3%
106
8 2 19 2 9,5%
Rumus LD50 berdasarkan Reed Muench (1938) :
LD 50 =
LD 50 = 10 7
33
Lampiran 3. Sketsa posisi wadah saat penelitian
Keterangan gambar
K – (x) = Kontrol negatif ulangan ke-x
K + (x) = Kontrol positif ulangan ke-x
PC (x) = Pencegahan ulangan ke-x
PO (x) = Pengobatan ulangan ke-x
PG (x) = Pengendalian ulangan ke-x
Lampiran 4. Prosedur pengujian hematologi
4.1 Menghitung kadar hemoglobin
Darah yang terdapat pada tabung appendorf dihisap dengan pipet Sahli sampai
skala 20 mm3 atau pada skala 0.2 mL, kemudian bagian ujung pipet dibersihkan dengan
tissue. Darah tersebut dipindahkan ke dalam tabung Hb-meter yang berisi HCl 0.1 N
sampai skala 10 N, kemudian diaduk selama 3-5 menit. Akuades ditambahkan ke dalam
tabung tersebut sampai warnanya sama dengan larutan standar. Permukaan larutan
dicocokan dengan skala tabung Sahli yang dilihat pada jalur gr% (banyaknya jumlah Hb
dalam 100 ml cairan darah).
4.2 Menghitung hematokrit
Salah satu ujung tabung mikrohematokrit dicelupkan ke dalam tabung yang berisi
darah. Setelah darah merambat sampai volume ¾ bagian, ujung tabung ditutup dengan
crytoseal dengan cara ujung tabung tersebut ditancapkan ke dalam crytoseal kira-kira
sedalam 1 mm. Posisi tabung diatur agar seimbang, posisi tabung yang memiliki
volume sama berhadapan dan yang bersumbat ada di sebelah luar, kemudian tabung
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Panjang bagian
endapan serta panjang total endapan dan cairan diukur (dalam %).
4.3 Menghitung total sel darah merah
Darah pada tabung eppendorf dihisap dengan menggunakan pipet berisi bulir
merah sampai skala 1, lalu larutan Hayem’s dihisap sampai skala 101. Selanjutnya
dilakukan pengadukan dengan ccara mengayunkan tangan membentuk angka 8 selama
3-5 menit. Larutan dalam pipet dibuang dua tetes pertama, kemudian diteteskan pada
haemacytometer tipe Neubauer dengan gelas penutup. Sel darah merah dihitung pada 5
kotak besar, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
SDM= rataan sel terhitung x
x faktor pengenceran
34
4.4 Menghitung total sel darah putih
Darah dihisap dengan menggunakan pipet berisi bulir merah sampai skala 0.5,
kemudian ditambahkan larutan Turk’s sampai skala 11. Selanjutnya dilakukan
pengadukan dengan cara mengayunkan tangan membentuk angka 8 selama 3-5 menit
sampai darah tercampur rata. Dua tetes pertama larutan dalam pipet dibuang, lalu
diteteskan pada haemacytometer tipe Neubauer dengan gelas penutup. Sel darah merah
dihitung pada 10 kotak kecil, adapun rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:
SDP= rataan sel terhitung x
x faktor pengenceran
4.5 Diferensiasi leukosit
Gelas objek dipegang dengan telunjuk dan ibu jari kiri. Darah diteteskan pada
gelas objek bersih (A) pada bagian sebelah kanan. Gelas objek lain (B) diletakkan d
sebelah kiri tetesan darah. Kemudian gelas objek gelas B ditarik ke kanan membentuk
sudut 45°. setelah darah menyebar di sepanjang tepi gelas B, gelas B didorong dengan
cepat ke kiri dengan tetap membentuk sudut 30°. Setelah itu dilakukan pewarnaan
preparat dengan cara darah yang baru diulas dikeringudarakan. Preparat difiksasi dalam
methanol selama 10 menit. Setelah itu, preparat digenangi dengan larutan Giemsa
selama 15 menit dicuci dengan akuades. Preparat kemudian dikeringakan dan ditutup
dengan gelas penutup. Setelah itu, preparat diamati dengan mikroskop.
Lampiran 5. Prosedur pengujian respiratory burst activity
Darah 50 μL dimasukkan kedalam mikroplate, dilakuakan 3x ulangan/sampel
Inkubasi (37°C selama 1 jam)
ulangan/sampel
Bilas PBS (Phosphate Buffer Salin) 100 μL sebanyak 3x
Tambahkan nitroblue tetrazolium (NBT) 0.2% sebanyak 50 μL lalu
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 1 jam
Fiksasi metanol 100% dan 30% masin-masing 100 μL selama 2.5 menit
Tambahkan 60 μL KOH dan 70 μL Dimethyl Sulphoxide
ulangan/sampel Baca dengan ELISA reader dengan panjang gelombang 630 nm
ulangan/sampel
35
Lampiran 6. Prosedur pengujian aktivitas lisozim
Keterangan:
Pembuatan larutan bakteri dibuat dengan mencampurkan 0.02 gram Micrococcus lysodeikticus
dan 0.6 gram NaH2PO4 dalam 100 ml akuades steril pada suhu 25°C.
Lampiran 7. Analisis statistik zona hambat ekstrak pelepah pisang ambon dosis
1%, 2%, 3% dan 4%
1. Uji Homogenisitas
Diameter zona hambat
Level statistik df1 df2 Sig.
.615 3 12 .618
2. Uji lanjut Tukey
Darah 150 μL disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 5
detik
Plasma 10 μL ditambahkan dengan bakteri Micrococcus
lysodeikticus 190 μL
Baca dengan ELISA reader dengan panjang gelombang 630 nm
ulangan/sampel
36
Lampiran 8. Analisis statistik kelangsungan hidup ikan gurame pada akhir
perlakuan
1. Uji Homogenesitas
Kelangsungan hidup
Level statistik df1 df2 Sig.
6.750 4 15 .003
2. Uji lanjut Tukey
Kelangsungan Hidup
Perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
Tukey HSDa
2.00 4 60.0000
3.00 4 92.5000
5.00 4 97.5000 97.5000
1.00 4 100.0000
4.00 4 100.0000
Sig. 1.000 .219 .795
Lampiran 9. Analisis statistik aktivitas lisozim pada H-14,H-1, H+2, H+5
dan H+7 untuk semua perlakuan
2. Uji lanjut Tukey
1. Uji Homogenisitas
Level statistik df1 df2 Sig.
H-1 .000 4 10 1.000 H+2 5.310 4 10 .015 H+5 .216 4 10 .924 H-1 1.226 4 10 .360 H+2 .775 4 10 .566
H-14
perlakuan
N
alpha = 0.05
1
dimension1
1.00 3 259.3333
2.00 3 259.3333
3.00 3 259.3333
4.00 3 259.3333
5.00 3 259.3333
Sig. 1.000
37
H+7
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3 4 5
dimension1
2.00 3 180.0000 1.00 3 222.0000 4.00 3 250.0000 3.00 3 285.0000 5.00 3 305.0000
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Lampiran 10. Analisis statistik respiratory burst activity pada H-14,H-1, H+2, H+5
dan H+7 untuk semua perlakuan
1. Uji Homogenesitas
perlakuan Level
statistik df1 df2 Sig.
H-1 .000 4 10 1.000 H+2 4.358 4 10 .027 H+5 1.269 4 10 .345 H-1 2.280 4 10 .132 H+2 .992 4 10 .455
H+2
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
1.00 3 203.6667 2.00 3 207.0000 3.00 3 214.0000 4.00 3 325.0000 5.00 3 355.0000
Sig. .065 1.000 1.000
H+5
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3 4 5
dimension1
2.00 3 200.0000 1.00 3 220.0000 4.00 3 330.0000 3.00 3 441.3333 5.00 3 499.6667
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
38
2. Uji Tukey
H-14
perlakuan
N
alpha = 0.05
1
dimension1
1.00 3 .2660
2.00 3 .2660
3.00 3 .2660
4.00 3 .2660
5.00 3 .2660
Sig. 1.000
H+2
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
1.00 3 .2110 2.00 3 .3410 4.00 3 .3633 .3633
5.00 3 .4550
3.00 3 .4587
Sig. 1.000 .943 .064
H+5
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
1.00 3 .2580 2.00 3 .3500 5.00 3 .6287
3.00 3 .6367
4.00 3 .6677
Sig. 1.000 1.000 .622
H+7
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
3.00 3 .2353 5.00 3 .2500 .2500
4.00 3 .2533 .2533
1.00 3 .2670 .2670
2.00 3 .3400
Sig. .849 .100
39
Lampiran 11. Analisis statistik profil darah ikan gurame pada H-14, H-1, H+2,
H+5 dan H+7 untuk semua perlakuan
11.1. Analisis statistik hemoglobin darah ikan gurame pada H-14, H-1, H+2, H+5 dan
H+7
1. Uji Homogenisitas
H-14
Level statistik df1 df2 Sig.
.000 4 10 1.000
H-1, H+2, H+5 dan H+7
Level statistik df1 df2 Sig.
H-1 4.710 4 10 .021 H+2 4.355 4 10 .027 H+5 1.191 4 10 .373 H+7 .536 4 10 .713
2. Uji Tukey
H-14
Perlakuan
N
alpha = 0.05
1
Tukey HSDa
dimension1
1.00 3 7.2000
2.00 3 7.2000
3.00 3 7.2000
4.00 3 7.2000
5.00 3 7.2000
Sig. 1.000
H-1
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
2.00 3 7.1000 1.00 3 7.2333 4.00 3 7.2333 5.00 3 8.9333
3.00 3 8.9667
Sig. .974 1.000
H+2
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
2.00 3 5.9000 1.00 3 7.0667 5.00 3 7.9667
3.00 3 8.0333
4.00 3 8.1667
Sig. 1.000 1.000 .865
40
H+5
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
2.00 3 5.0000 1.00 3 7.9000 5.00 3 8.9000
3.00 3 9.0333
4.00 3 9.1333
Sig. 1.000 1.000 .521
H+7
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
2.00 3 5.0000 3.00 3 8.9333 4.00 3 9.4333 1.00 3 9.7667 5.00 3 11.0000
Sig. 1.000 .055 1.000
11.2. Analisis statistik hematokrit darah ikan gurame pada H-14, H-1, H+2, H+5 dan
H+7
Uji Homogenisitas
Level statistik df1 df2 Sig.
H-14 .000 4 10 1.000 H-1 3.793 4 10 .040 H+2 2.433 4 10 .116 H+5 4.161 4 10 .031 H+7 6.239 4 10 .009
1. Uji Tukey H-14
perlakuan
N
alpha = 0.05
1
dimension1
1.00 3 20.5000
2.00 3 20.5000
3.00 3 20.5000
4.00 3 20.5000
5.00 3 20.5000
Sig. 1.000
41
H-14
perlakuan
N
alpha = 0.05
1
dimension1
1.00 3 20.5000
2.00 3 20.5000
3.00 3 20.5000
4.00 3 20.5000
5.00 3 20.5000
Sig. 1.000
H-1
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
1.00 3 20.9100 2.00 3 21.1300 4.00 3 21.5767 3.00 3 25.0667
5.00 3 25.1667
Sig. .409 .999
H+2
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
2.00 3 19.2667 1.00 3 20.0300 4.00 3 22.0667
5.00 3 22.4333
3.00 3 22.7000
Sig. .490 .649
H+5
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3 4
dimension1
2.00 3 17.7667 1.00 3 21.2600 5.00 3 22.4000 3.00 3 24.0000 4.00 3 26.1667
Sig. 1.000 .161 1.000 1.000
H+7
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
2.00 3 18.1667 1.00 3 32.2333 3.00 3 32.4333 4.00 3 33.9800 5.00 3 36.4667
Sig. 1.000 .146 1.000
42
11.3. Analisis statistik total eritrosit darah ikan gurame pada H-14, H-1, H+2, H+5 dan
H+7
1. Uji Homogenisitas
Level statistik df1 df2 Sig.
H-14 .000 4 10 1.000
H-1 .871 4 10 .514
H+2 1.903 4 10 .187
H+5 1.975 4 10 .174
H+7 .924 4 10 .487
2. Uji Tukey H-14
perlakuan
N
alpha = 0.05
1
dimension1
1.00 3 2.9000
2.00 3 2.9000
3.00 3 2.9000
4.00 3 2.9000
5.00 3 2.9000
Sig. 1.000
H+2
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
2.00 3 2.5000 1.00 3 2.7000 2.7000 3.00 3 2.9000 2.9000 2.9000
5.00 3 3.0333 3.0333
4.00 3 3.2000
Sig. .096 .195 .272
H-1
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
1.00 3 2.8600 2.00 3 2.8600 4.00 3 2.8600 3.00 3 3.1000
5.00 3 3.1000
Sig. 1.000 1.000
43
H+5
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
2.00 3 2.3000 3.00 3 3.3000 1.00 3 3.4500 3.4500
4.00 3 3.6667
5.00 3 3.7000
Sig. 1.000 .640 .210
11.4. Analisis statistik total leukosit darah ikan gurame pada H-14, H-1, H+2, H+5 dan
H+7
1. Uji Homogenesitas
Level statistik df1 df2 Sig.
h14 .000 4 10 1.000 h1 .000 4 10 1.000 h2 1.243 4 10 .354 h5 .603 4 10 .669 h7 1.828 4 10 .200
2. Uji Tukey
H-14
perlakuan
N
alpha = 0.05
1
dimension1
1.00 3 3.1000
2.00 3 3.1000
3.00 3 3.1000
4.00 3 3.1000
5.00 3 3.1000
Sig. 1.000
H-1
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
1.00 3 3.1000 2.00 3 3.1000 4.00 3 3.1000 3.00 3 3.8000
5.00 3 3.8000
Sig. 1.000 1.000
44
H+2
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2 3
dimension1
1.00 3 3.0667 2.00 3 3.3000 4.00 3 3.7667 5.00 3 4.2667
3.00 3 4.3333
Sig. .157 1.000 .946
H+5
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
1.00 3 3.2000 2.00 3 3.6000 4.00 3 4.3667
5.00 3 4.7000
3.00 3 4.8333
Sig. .158 .084
H+7
perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
3.00 3 3.0667 5.00 3 3.1667 4.00 3 3.4000 3.4000
1.00 3 3.5333 3.5333
2.00 3 3.6667
Sig. .052 .392
12. Analisis statistik kelimpahan bakteri A. hydrophila pada ikan gurame
1. Uji homogenesitas
Level statistik df1 df2 Sig.
1.866 5 12 .174
2. Uji lanjut Tukey
Perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
Tukey HSDa
dimension1
1.00 3 8.0000E6 2.00 3 8.6667E6 5.00 3 1.1333E7 4.00 3 1.5333E7 6.00 3 1.5333E7 3.00 3 3.1000E8
Sig. .473 1.000
45
13. Analisis statistik skor gejala klinis akibat infeksi A. hydrophila
1. Uji homogenisitas
Level statistik df1 df2 Sig.
1.833 3 8 .219
2. Uji lanjut Tukey
Perlakuan
N
alpha = 0.05
1 2
dimension1
2.00 3 3.6667 3.00 3 6.0000 4.00 3 6.3333 1.00 3 34.0000
Sig. .655 1.000
46
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang tanggal 24 Maret 1992, merupakan putri pertama
dari 2 orang bersaudara dari keluarga Bapak Supardi dan Ibu Mastini. Penulis
menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Pandangan Kulon 1, SMPN 1 Lasem,
SMAN 1 Rembang dan diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB) tahun 2010 pada program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Dasar-dasar Akuakultur (2012), Dasar-dasar Mikrobiologi (2013 dan 2014) dan
Menejemen Kesehatan Organisme Akuatik (2014). Penulis pernah magang di Central
Pertiwi Bahari (CPB) Rembang dan mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat IPB
Goes to Field (IGTF) di Desa Jeruk Sari, Pekalongan. Penulis juga mengikuti kegiatan
praktik lapangan di Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang,
Banten pada bulan Juli-Agustus 2013. Organisasi yang pernah diikuti penulis selama
menjadi mahasiswa yaitu Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) IPB dan
Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB).
Tugas akhir penulis untuk menyelesaikan pendidikan tinggi di Institut Pertanian
Bogor dan untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan berjudul “Efektivitas
Perendaman Benih Ikan Gurame Osphronemus goramy dengan Ekstrak Pelepah Pisang
Ambon Putih Musa paradisiaca untuk Pengendalian Infeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila” di bawah bimbingan Dr. Dinamella Wahjuningrum, S Si M Si. dan Dr Ir
Widanarni M Si. Tahun 2014 penulis mendapatkan kesempatan untuk menumpuh
jenjang pendidikan Megister di Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu
Akuakultur. Program studi ini dapat ditempuh melalui bantuan Beasiswa Fresh
Graduate dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI). Tugas akhir penulis untuk
mendapatkan gelar Megister di Institut Pertanian Bogor berjudul “Efektivitas Pelepah
Pisang sebagai Antibakteri dan Immunostimulan pada Ikan Gurame yang Diinfeksi
Aeromonas hydrophila” tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan bantuan para
pembimbing yaitu Dr. Dinamella Wahjuningrum, S Si M Si. dan Dr Ir Widanarni M Si.
top related