bab ii landasan teori a. pengertian...
Post on 20-Mar-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia. Dalam kelompok
masyarakat ada interaksi yang dihubungkan dengan komunikasi. Salah satu alat yang
digunakan untuk komunikasi adalah bahasa.
Menurut Chaer (2007: 32) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri.
Dengan demikian manusia selalu membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi agar
dapat berhubungan dengan manusia yang lain. Bahasa merupakan alat komunikasi berupa
lambang bunyi dan ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,
2008: 24).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer dan sebagai alat komunikasi yang utama.
B. Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing
6
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Namun sekarang ini bahasa Indonesia
yang kita gunakan sebagai bahasa nasional tidak lagi sama dengan bahasa asalnya, bahasa
Melayu. Bahasa Melayu seperti bahasa Melayu Riau kini sama kedudukannya dengan bahasa-
bahasa daerah lain di Indonesia. Bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang dengan pesat,
bukan lagi hanya sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, tetapi telah tumbuh menjadi bahasa
ilmiah dan teknologi. Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah digunakan untuk menulis buku,
skripsi, berpidato, kuliah, dan sebagainya. Selain itu bahasa Indonesia memperkaya dirinya
dengan mengambil unsur-unsur baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing yang disesuaikan
dengan sistem fonologi, morfologi, dan sintaksisnya. Penyerapan kata-kata asing itu kemudian
diatur dalam buku ”Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan
”Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
Di dalam bahasa Indonesia, muncul bentuk-bentuk baru yang tidak dikenal dalam
bahasa Melayu atau dalam bahasa Indonesia dahulu. Bentuk-bentuk baru tersebut sebagai hasil
swadaya bahasa (Badudu, 1992: 10). Bentuk-bentuk tersebut seperti: diserahterimakan,
dibeberbentangkan, mempertanggungjawabkan, mengesampingkan, ketidakseragaman,
memberangkatkan, memberlakukan, pemersatu.
Masuknya struktur bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia
memberikan pengaruh yang perlahan-lahan melembaga walaupun tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia.
Misalnya: (1) Bangsa ini mau dikemanakan? Di mana kau ketemukan barang yang hilang itu?
Apa Anda yakin ia akan datang hari ini? (2) Kami adalah bangsa Indonesia.
Rumah di mana ia tinggal adalah rumah dinas. Orang dengan siapa dia bercakap-cakap adalah teman kuliahnya (Badudu,
1992: 11).
Dari contoh (1) bentuk dikemanakan, ketemukan dan penggunaan kata apa dalam
kalimat tanya yang tidak menanyakan benda adalah bentuk-bentuk yang dipengaruhi oleh
bahasa daerah. Sedangkan dari contoh (2) kata kerja gabung adalah, kata ganti penghubung di
mana dan dengan siapa benar-benar terjemahan bahasa Belanda atau Inggris.
Dengan demikian struktur asli terdesak pemakaiannya oleh struktur yang dipengaruhi
oleh bahasa asing. Dapat dikatakan bahwa sering dengan tidak sengaja pemakai bahasa yang
menguasai bahasa lain akan memasukkan pengaruh bahasa lain itu ke dalam bahasanya.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara memerlukan pengembangan
kata dan istilah dalam berbagai bidang ilmu. Kekayaan kosakata suatu bahasa dapat menjadi
indikasi kemajuan bangsa pemilik bahasa tersebut. Penggunaan kosakata bahasa asing makin
meluas sejak terjadi perubahan tatanan kehidupan baru (globalisasi) yang telah mengubah pola
pikir dan perilaku masyarakat pada berbagai sendi kehidupan.
Moeliono (Peny.) (2007: 88) menyatakan bahwa bahasa asing adalah bahasa milik
bangsa lain yang dikuasai, biasanya melalui pendidikan formal dan yang secara struktural tidak
dianggap sebagai bahasa sendiri. Dalam penelitian ini lebih menekankan pada bentuk-bentuk
serapan dari bahasa asing di luar bangsa Indonesia yang meliputi: bahasa Sansekerta, Arab,
Inggris, dan Belanda.
C. Interferensi dan Integrasi
1. Interferensi
Menurut Kridalaksana (2008: 95) interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain
oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa. Moeliono (Peny.)
(2007: 438) menyatakan interferensi adalah masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain
yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap.
Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebut
adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa
tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual (Chaer
dan Leonie Agustina, 2004: 120). Interferensi yang dimaksud oleh Weinreich (dalam Chaer
dan Leonie Agustina, 2004: 122) adalah interferensi yang tampak dalam perubahan sistem
suatu bahasa, baik mengenai sistem fonologis, morfologis, maupun sistem lainnya.
Adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan
sistem bahasa lain, yang bagi golongan puris (golongan yang mempertahankan kemurnian
bahasa) dianggap sebagai suatu kesalahan (Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 124). Hockett
dalam Chaer dan Leonie Agustina (2004: 126) mengatakan bahwa interferensi dapat
dikatakan sebagai gejala perubahan terbesar, terpenting, dan paling dominan dalam bahasa.
Dengan demikian di satu sisi interferensi dipandang sebagai pengacauan karena
merusak sistem suatu bahasa, tetapi di sisi lain interferensi dipandang sebagai mekanisme
yang penting dan dominan untuk mengembangkan suatu bahasa. Bahasa-bahasa yang latar
belakang sosial budaya dan pemakaiannya luas (seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab)
akan memberi kontribusi kosakata kepada bahasa-bahasa yang berkembang dan yang
mempunyai kontak dengan bahasa tersebut. Dalam proses ini bahasa yang memberi atau
mempengaruhi itu disebut bahasa sumber (bahasa donor), dan bahasa yang menerima
disebut bahasa penyerap (bahasa resipien), sedangkan unsur yang diberikan disebut unsur
serapan (importasi).
Menurut Soewito dalam Chaer dan Leonie Agustina (2004: 126) interferensi dalam
bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa Nusantara berlaku bolak-balik, artinya unsur bahasa
daerah dapat memasuki bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia banyak memasuki bahasa-
bahasa daerah. Namun dengan bahasa asing, bahasa Indonesia hanya menjadi penerima dan
tidak pernah menjadi pemberi.
2. Integrasi
Telah dikatakan bahwa di satu sisi interferensi dipandang sebagai pengacauan
karena merusak sistem suatu bahasa, tetapi di sisi lain interferensi dipandang sebagai
mekanisme yang penting dan dominan untuk mengembangkan suatu bahasa. Dengan
interferensi kosakata bahasa resipien menjadi diperkaya oleh kosakata bahasa donor, yang
pada mulanya dianggap sebagai unsur pinjaman, tetapi kemudian tidak lagi karena kosakata
itu telah berintegrasi menjadi bagian dari bahasa resipien.
Mackey dalam Chaer dan Leonie Agustina (2004: 128) menjelaskan bahwa
integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap
sudah menjadi warga bahasa tersebut dan tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman atau
pungutan.
Penerimaan unsur bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai berstatus integrasi
memerlukan waktu dan tahap yang relatif panjang. Proses penerimaan unsur bahasa asing,
khususnya unsur kosakata, di dalam bahasa (Indonesia) pada awalnya tampak banyak
dilakukan secara audial. Artinya, mula-mula penutur Indonesia mendengar butir-butir
leksikal itu dituturkan oleh penutur aslinya, lalu mencoba menggunakannya. Apa yang
terdengar oleh telinga, itulah yang dianjurkan, lalu dituliskan.
Pada tahap berikutnya, terutama setelah pemerintah mengeluarkan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah dan Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan penerimaan dan
penyerapan kata asing dilakukan secara visual. Artinya, penyerapan itu dilakukan melalui
bentuk tulisan dalam bahasa aslinya, lalu bentuk tulisan itu disesuaikan menurut aturan yang
terdapat dalam kedua dokumen kebahasaan di atas.
Kalau sebuah kata serapan sudah ada pada tingkat integrasi, maka artinya kata
serapan itu sudah disetujui dan ”Converged into the new language” (dipusatkan ke dalam
bahasa baru). Karena itu, proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim juga disebut
konvergensi.
D. Kata Serapan
Menurut Hasanah (2005) kata serapan adalah kata-kata dari bahasa asing yang masuk
ke dalam bahasa Indonesia dan diperlukan untuk memperkaya bahasa Indonesia, serta dalam
perkembangannya menjadi milik tetap bahasa Indonesia.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2005: 55) menyebutkan bahwa jika
dalam bahasa Indonesia atau bahasa serumpun tidak ditemukan istilah yang tepat, maka bahasa
asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah baru dapat dibentuk dengan jalan
menerjemahkan, menyerap, dan menyerap sekaligus menerjemahkan.
1. Penerjemahan
Departemen Pendidikan Nasional (2008: 4-6) menyebutkan proses penerjemahan
ada dua yaitu:
a. Penerjemahan Langsung
Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan kesesuaian
makna, tetapi bentuknya tidak sepadan.
Misalnya:
supermarket pasar swalayan merger gabung usaha
Penerjemahan dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian bentuk dan makna.
Misalnya:
bonded zone kawasan berikat skyscraper pencakar langit
Departemen Pendidikan Nasional (2008: 5) menyatakan bahwa dalam
pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.
1) Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata. 2) Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia
bentuk positif, begitu pula sebaliknya. 3) Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan
pada istilah terjemahan. 4) Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah
kejamakannya ditanggalkan pada istilah Indonesia.
b. Penerjemahan dengan Perekaan
Ada kalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan menciptakan
istilah baru. Istilah factoring, misalnya sulit diterjemahkan atau diserap secara utuh. Dalam
khazanah kosakata bahasa Indonesia atau Melayu terdapat bentuk anjak dan piutang yang
menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak piutang sebagai
padanan istilah factoring. Begitu pula pemadanan catering menjadi jasa boga dan
invention menjadi rekacipta diperoleh lewat perekaan.
2. Penyerapan
a. Penyerapan Istilah Asing
Badudu (1992: 38) menyebutkan beberapa syarat harus dipertimbangkan dalam
menyerap istilah asing yaitu:
1) Istilah asing yang dipilih lebih tepat karena konotasinya. Yang dimaksud dengan konotasi ialah makna sampingan yang terkandung di dalam kata itu. Kata contact (Belanda) sukar rasanya diterjemahkan ke bahasa Indonesia secara tepat. Kalau kita terjemahkan dengan ’hubungan’, maka arti kata hubungan itu terlalu luas. Hubungan yang baik antara dua keluarga, tidak sama benar artinya dengan ’kontak yang baik’.
2) Ketika kami berjabat tangan, seolah-olah ada kontak, tidak sama benar artinya dengan ’seolah-olah ada hubungan’. Oleh karena itu, kata contact kita pungut saja dengan menyesuaikan ejaannya dengan ejaan bahasa Indonesia menjadi kontak.
3) Istilah asing yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Kata optimistis misalnya, tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, demikian juga dalam bahasa serumpun. Kalau diterjemahkan, terlampau panjang. Orang yang optimistis ’orang yang selalu memandang masa depan dengan penuh harapan’. Karena itu, kata itu kita terima saja.
4) Istilah asing memudahkan pengalihan antarbahasa. 5) Istilah asing yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika
istilah Indonesia terlampau banyak sinonimnya. Misalnya, kata bank tidak kita jadikan bang karena kata bang dalam bahasa Indonesia banyak artinya: (1) abang; (2) ebang, yaitu warna merah di ufuk barat bila matahari akan terbenam. Lagipula kata bank bersifat internasional. Di negara-negara lain pun kata itu dituliskan (dengan huruf latin) seperti itu.
Proses penyerapan itu dapat dilakukan dengan atau tanpa perubahan yang berupa
penyesuaian ejaan dan lafal. Departemen Pendidikan Nasional (2008: 6-8) menyebutkan
proses penyerapan istilah asing dengan mengutamakan bentuk visualnya, dilakukan dengan
cara berikut: penyerapan dengan penyesuaian ejaan dan lafal; penyerapan dengan
penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal; penyerapan tanpa penyesuaian ejaan, tetapi
dengan penyesuain lafal; dan penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal.
1) Penyerapan dengan Penyesuaian Ejaan dan Lafal
Misalnya:
camera [kaməra] kamera [kamera] microphone [maikrofon] mikrofon [mikrofon] system [sistəm] sistem [sistem]
2) Penyerapan dengan Penyesuaian Ejaan Tanpa Penyesuaian Lafal
Misalnya:
design [disain] desain [desain] file [fail] fail [fail] science [sains] sains [sains] photocopy [fotokopi] fotokopi [fotokopi]
3) Penyerapan Tanpa Penyesuaian Ejaan, tetapi dengan Penyesuaian Lafal
Misalnya:
bias [baiəs] bias [bias] nasal [neǐsəl] nasal [nasal] radar [radio detecting and ranging] radar [radar]
4) Penyerapan Tanpa Penyesuaian Ejaan dan Lafal
Penyerapan istilah asing tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika:
a) Ejaan dan lafal istilah asing itu tidak berubah dalam banyak bahasa modern. Istilah
itu dicetak dengan huruf miring.
Misalnya:
allegro moderato divide et impera aufklärung dulce et utile status quo in vitro
b) Istilah itu dipakai secara luas dalam kosakata umum. Istilah itu tidak ditulis dengan
huruf miring (dicetak dengan huruf tegak).
Misalnya:
golf golf internet internet lift lift
b. Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah Asing
Dalam penyerapan imbuhan dari bahasa asing perlu adanya penyesuaian meliputi:
penyesuaian ejaan prefiks dan bentuk terikat serta penyesuaian ejaan sufiks.
3. Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan
Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan menyerap
istilah asing sekaligus.
Misalnya:
bound morfem morfem terikat clay colloid kolid lempung subdivision subbagian
Telah disebutkan bahwa proses penyerapan itu dapat dilakukan dengan atau tanpa
perubahan yang berupa penyesuaian ejaan dan lafal. Selain itu juga perlu adanya penyesuaian
huruf gugus konsonan asing.
a) Penyesuaian Ejaan
Pusat Pembinaan dan Pengembangn Bahasa (2005: 73) menyatakan berdasarkan
taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas tiga golongan
besar.
Pertama, unsur-unsur yang sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia yang
tidak perlu lagi diubah ejaannya. Misalnya, sirsak, iklan, otonomi, dongkrak, pikir, paham,
aki.
Kedua, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti shuttle cook, real estate. Unsur-unsur ini dipakai di dalam konteks bahasa
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Ketiga, unsur yang pengucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah
bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar bahasa asing diubah seperlunya sehingga
bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk aslinya.
Kaidah penyesuaian ejaan bagi unsur serapan semacam itu sebagai berikut:
aa (Belanda) menjadi a
paal pal baal bal
c di muka a, u, o dan konsonan menjadi k
vocal vokal cubic kubik
c di muka e, i, oe dan y menjadi s
central sentral cylinder silinder
cc di muka o, u, oe dan konsonan menjadi k
accomodation akomodasi acculturation akulturasi
cc di muka e dan i menjadi ks
accen aksent vaccine vaksin
ch dan cch di muka a, o, i dan konsonan menjadi k
cholera kolera saccharin sakarin
e yang tidak diucapkan, ditanggalkan
phoneme fonem zygote zigot
ie menjadi i jika lafalnya i
politiek politik riem rim
ph menjadi f
phase fase physiology fisiologi
q menjadi k
frequenty frekuensi quantity kuantitas
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
action aksi ratio rasio
th menjadi t
orthography ortografi theocracy teokrasi
uu menjadi u
prematuur prematur vacuum vakum
x pada posisi lain menjadi ks
executive eksekutif taxi taksi
y menjadi i jika lafalnya i
ecology ekologi synonym sinonim
Konsonan kembar menjadi satu huruf konsonan, kecuali jika terdapat pasangan yang
dapat menimbulkan kekeliruan makna.
commission komisi effect efek
dan seterusnya.
b) Penyesuaian Huruf Gugus Konsonan Asing
1) Huruf gugus konsonan di awal atau tengah
dr- : drama menjadi dr- : drama fr- : frequency fr- : frekuensi ps- : psychology ps- : psikologi sch- : schema sk- : skema th- : theology t- : teologi dan seterusnya.
2) Huruf gugus konsonan akhir
-ck : block menjadi -k : blok -ct : contract -k : kontrak -nt : president -n : presiden -pt : concept -p : konsep -rt : introvertt -t : introvet -st : contrast -s : kontras -xt : context -ks : konteks dan seterusnya.
3) Huruf gugus konsonan akhir yang memperoleh a
-ct : fact menjadi -kta : fakta -ns : lens -nsa : lensa -rb : verb -rba : verba -rm : norm -rma : norma -sm : plasm -sma : plasma dan seterusnya.
E. Morfologi
1. Pengertian Morfologi
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari
seluk beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti
kata. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk kata serta
fungsi perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan,
1997: 21).
Menurut Kridalaksana (2008: 159) morfologi adalah bidang linguistik yang
mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari struktur bahasa yang
mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa morfologi
adalah bidang linguistik yang mempelajari seluk beluk kata, bentuk kata, dan morfem serta
pengaruh perubahan-perubahan terhadap bentuk kata tersebut.
2. Morf, Morfem, Alomorf, dan Kata
Satuan-satuan rumah, sepeda, jalan, ber-, meN-, di-, maha-, juang, -lah, dan
sebagainya merupakan satu morfem. Jadi, yang dimaksud morfem ialah satuan gramatik
yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya (Ramlan, 1997: 32).
Morfem meN- mempunyai struktur fonologik mem-, men-, meny-, meng-, menge-,
dan me-, yang masing-masing itu disebut morf yang semuanya itu merupakan alomorf dari
morfem meN-.
Kridalaksana (2008: 158) menyebutkan morfem adalah satuan bahasa terkecil yang
maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih
kecil; misalnya ter-, di-, pensil, dan sebagainya adalah morfem. Sedangkan alomorf adalah
anggota morfem yang telah ditentukan posisinya; misal ber-, be-, dan bel- adalah alomorf
darimorfem ber-.
Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan
alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya (Chaer,
2007: 150).
Selain istilah morf, morfem, dan alomorf terdapat istilah kata. Yang dimaksud kata
ialah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas
merupakan kata (Ramlan, 1997: 33).
Menurut Kridalaksana (2008: 110) kata adalah morfem atau kombinasi morfem
yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk
yang bebas.
3. Proses Morfologis
Yang disebut dengan proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan
menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1985: 190).
Proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 1997: 51).
Menurut Kridalaksana (2008: 180) proses morfologis adalah proses yang mengubah
leksem menjadi kata. Dalam hal ini leksem merupakan input (pemakaian) dan kata
merupakam out put (hasil). Leksem adalah satuan leksikal dasar yang abstrak yang
mendasari pelbagai bentuk inflektif suatu kata; satuan bermakna yang membentuk kata;
satuan terkecil dari leksikon (Kridalaksana, 2008: 141).
Ramlan (1997: 52) menyebutkan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat tiga
proses morfologis yaitu proses pembubuhan afiks, proses pengulangan, dan proses
pemajemukan. Sedangkan menurut Chaer (2007: 177) proses morfologis meliputi afiksasi,
reduplikasi, komposisi, konversi, modifikasi intern, dan pemendekan.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses morfologis
adalah proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem
yang lain sehingga menghasilkan bentuk baru. Proses morfologis meliputi: proses
pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), proses pemajemukan
(komposisi), konversi, modifikasi intern, dan pemendekan.
a. Afiksasi
Sebelum membahas mengenai afiksasi, terlebih dahulu harus mengetahui
pengertian afiks itu sendiri. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat,
yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam pembentukan kata (Chaer, 2007: 177).
Menurut Ramlan (1997: 55) afiks ialah suatu satuan gramatik yang terikat yang di
dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki
kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.
Selanjutnya dijelaskan oleh Ramlan (1997: 54) bahwa proses pembubuhan afiks
ialah pembubuhan afiks pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun
bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Dalam proses pembubuhan afiks, bentuk dasar
merupakan salah satu dari unsur yang bukan afiks. Bentuk dasar di sini adalah bentuk yang
dijadikan landasan untuk tahap pembentukan berikutnya.
Menurut Chaer (2007: 177) pengertian afiksasi adalah proses pembubuhan afiks
pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (a) dasar atau
bentuk dasar, (b) afiks, dan (c) makna gramatikal yang dihasilkan.
Dijelaskan oleh Soegijo (1989: 19) afiksasi adalah proses morfologis dalam
rangka pembentukan kata-kata kompleks. Afiksasi tersebut digolongkan menjadi empat
macam yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.
Menurut Chaer (2007: 178) dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar,
afiksasi meliputi prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa afiksasi adalah proses
pembubuhan afiks pada bentuk dasar baik bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk
membentuk kata.
Soegijo (1989: 22) menyatakan bahwa suatu bentuk dapat digolongkan afiks
apabila mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1) afiks berupa bentuk terikat, 2) makna afiks secara relatif tidak tetap, 3) afiks tidak mempunyai makna leksikal, 4) afiks tidak pernah bertindak sebagai bentuk dasar, 5) hubungan afiks dengan bentuk dasarnya secara gramatikal terikat, 6) fungsi afiks membentuk kata kompleks, 7) mempunyai kesanggupan yang besar untuk berkombinasi dengan bentuk-
bentuk dasar yang lain, 8) biasanya bentuk singkat, terdiri atas satu silabe.
Afiksasi tersebut meliputi: prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
1) Prefiks
Prefiks adalah afiks yang ditambahkan pada bagian depan pangkal
(Kridalaksana, 2008: 199). Contoh: me-, di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, se-.
Menurut Chaer (2007: 178) prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka
bentuk dasar. Jadi, prefiks adalah afiks yang ditambahkan atau diimbuhkan di depan atau
di muka bentuk dasar atau pangkal.
Departemen Pendidikan Nasional (2008: 8-14) menyebutkan bahwa prefiks
asing yang bersumber dari bahasa Indo-Eropa dapat dipertimbangkan pemakaiannya di
dalam peristilahan Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Prefiks asing yang disebutkan
di bawah ini disesuaikan dengan data penelitian, yaitu:
a-, ab-, abs- (dari, menyimpang dari, menjauhkan dari) tetap a-, ab-, abs-
amoral amoral abnormal abnormal abstract abstrak
anti-, ant- (bertentangan dengan) tetap anti-, ant-
anticatalyst antikatalis antacid antasid
bi- (pada kedua sisi, dua) tetap bi-
biconvex bikonveks bisexual biseksual
contra- (menentang, berlawanan) menjadi kontra-
contradiction kontradiksi contraindication kontraindikasi
de- (memindahkan, mengurangi) tetap de-
dehydration dehidrasi devaluation devaluasi
dis- (ketiadaan, tidak) tetap dis-
disequilibrium disekuilibrium disharmony disharmoni
eco- (lingkungan) menjadi eco-
ecology ekologi ecospecies ekospesies
ex- (sebelah luar) menjadi eks-
ecology ekologi ecospecies ekospesies
im-, in-, il- (tidak, di dalam, ke dalam) tetap im-, in-, il-
immigration imigrasi induction induksi illegal ilegal
inter- (antara, saling) tetap inter-
interference interferensi international internasional
pre- (sebelum, sebelumnya, di muka) tetap pre-
preference preferensi premature prematur
re- (lagi, kembali) tetap re-
reflection refleksi regeneration regenerasi
super-, sur- (lebih dari, berada di atas) tetap super-, sur-
supersonic supersonik surrealism surealisme
dan seterusnya.
2) Infiks
Infiks adalah afiks yang diselipkan di dalam dasar (Kridalaksana, 2008: 93).
Menurut Chaer (2007: 178) infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.
Contoh: -el-, -er-, -um-. Jadi, infiks adalah afiks yang diselipkan atau diimbuhkan di
dalam atau di tengah bentuk dasar.
3) Sufiks
Sufiks adalah afiks yang ditambahkan pada bagian belakang pangkal; misalnya
–an pada ajaran (Kridalaksana, 2008: 230). Contoh: -an, -kan, -i. Menurut Chaer (2007:
178) sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Jadi, sufiks
adalah afiks yang ditambahkan atau diimbuhkan pada bagian belakang atau akhir pangkal
atau bentuk dasar.
Departemen Pendidikan Nasioanal (2008: 14) menyebutkan bahwa sufiks asing
dalam bahasa Indonesia dianggap sebagai bagian dari kata berafiks yang utuh. Kata
seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata
standar, implemen, dan objek. Sufiks asing yang disebutkan di bawah ini disesuaikan
dengan data penelitian, yaitu:
-aat (Belanda) menjadi –at
advocaat advokat
-able, -ble (Inggris) menjadi –bel
variable variabel
-ary (Inggris), -air (Belanda) menjadi –er
primair, primary primer
-al (Inggris) menjadi –al
minimal minimal
-ance, -ence (Inggris) menjadi –ans, -ens
ambulance ambulans
-ancy, -ency (Inggris) menjadi –ansi, -ensi
efficiency efisiensi relevancy relevansi
-archy (Inggris), -archie (Belanda) menjadi -arki
anarchy, anarchie anarki
-ate (Inggris) menjadi –at
private privat
-(a)tion (Inggris), -(a)tie (Belanda) menjadi –(a)si
action, actie aksi
-cy (Inggris) menjadi –asi, -si
accountancy akuntansi
-al (Inggris), -eel, -aal (Belanda) menjadi –al
formal, formeel formal ideal, ideaal ideal
-et, -ette (Inggris) menjadi –et
cassette kaset
-or (Inggris), -eur (Belanda) menjadi –ur
director, directeur direktur
-fication (Inggris), -ficatie (Belanda) menjadi –fikasi
specification, specificatie spesifikasi
-ic, -ique (Inggris), -iek (Belanda) menjadi –ik
numeric, numeriek numerik unique, uniek unik
-icle (Inggris) menjadi –ikel
article artikel
-ic, -ical (Inggris), -isch (Belanda) menjadi –ik,
optimistic, optimistisch optimistis symbolical, symbolisch simbolis
-ics (Inggris), -ica (Belanda) menjadi –is
mechanica, mechanics mekanik
-ive (Inggris), -ief (Belanda) menjadi –if
descriptive, descriptief deskriptif
-ite (Inggris), -iet (Belanda) menjadi –it
favorite, favoriet favorit
-ization (Inggris), -isatie (Belanda) menjadi –isasi
socialization, socialisatie sosialisasi
-ism (Inggris), -isme (Belanda) menjadi –isme
modernism, modernisme modernisme
-ist (Belanda, Inggris) menjadi -is
receptionist resepsionis
-ty (Inggris), -teit (Belanda) menjadi -tas
quality, qualiteit kwalitas
-logy (Inggris), -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie teknologi
-logue (Inggris), -loog (Belanda) menjadi -log
dialogue, dialoog dialog
-lysis (Inggris), -lyse (Belanda) menjadi -lisis
analysis, analyse analisis
-or (Inggris) tetap -or
corrector korektor
-ure (Inggris), -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, structuur struktur
-y (Inggris) menjadi -i
philosophy filosofi
dan seterusnya.
Selain menyerap kosakata dari bahasa asing, untuk memperkaya bentuk
gramatikalnya bahasa Indonesia juga menyerap sejumlah imbuhan asing dari bahasa
Arab, Sansekerta, dan bahasa barat (bahasa Inggris dan bahasa Belanda). Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2005: 110) menyebutkan imbuhan tersebut
antara lain:
a) Dari bahasa Arab: -i, -iah, -wi, sebagai pembentuk atau penanda kata sifat, dengan
makna ’berhubungan dengan, mengenai, bersifat, memenuhi syarat’.
Contoh: alami, rohaniah, manusiawi.
b) Dari bahasa Sansekerta: -man, -wan, -wati sebagai pembentuk atau penanda kata
benda.
Contoh: wartawan, budiman, seniwati.
c) Dari bahasa Barat: -is, -if, -al untuk membentuk kata sifat dengan makna ‘mempunyai
ciri atau sifat seperti kata dasar’.
Contoh: egois, deskriptif, formal.
Untuk membentuk kata benda diserap imbuhan –tas, -or, -is, -isme yang
berturut-turut mengandung makna ’hal, pelaku, ahli, paham’. Contoh: aktivitas,
proklamator, liberalisme, pianis.
a) Akhiran dari Bahasa Sansekerta
Berdasarkan bentuk kata-kata yang sudah lama digunakan dalam bahasa
Indonesia, dapat dilihat bahwa bentuk –wan muncul apabila morfem dasar yang
dilekatinya berakhir dengan vokal /a/; misalnya, hartawan, bangsawan, rupawan,
sedangkan bentuk –man muncul bila morfem dasar yang dilekatinya berakhir dengan
vokal /i/; misalnya, budiman (Badudu, 1992: 85).
Melihat kenyataan bahwa akhiran –man tidak produktif, kita gunakan saja
akhiran –wan walaupun bentuk dasarnya berakhir vokal /i/ (Badudu, 1992: 87).
Contohnya: ilmuwan bukan ilmiawan, rohaniwan bukan rohaniawan, geologiwan
bukan geologiawan.
Selain akhiran –wan dan –man, ada pula akhiran –wati sebagai lawan akhiran
–wan atau –man. Akhiran –wan dan –man menunjuk pada pria sedangkan akhiran –
wati menunjuk pada wanita.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2005: 110), menyatakan ketiga
imbuhan tersebut memiliki makna berikut:
(1) Menyatakan orang yang ahli Contoh: ilmuwan, negarawan
(2) Menyatakan orang yang memiliki pekerjaan Contoh: usahawan, wartawan
(3) Menyatakan orang yang memiliki sifat Contoh: rupawan, budiman
b) Akhiran dari Bahasa Arab
Badudu (1992: 88-92) menyebutkan akhiran dari bahasa Arab meliputi:
akhiran –i, –wi, –in, –at, dan –ah.
(1) Akhiran –i dan –wi
Akhiran –i dari bahasa Arab mempunyai alomorf –wi. Alomorf –wi muncul
bila bentuk dasar berakhir dengan vokal /a/; misalnya, duniawi dari duniawiyyun,
samawi dari samawiyyun; artinya ’bersifat dunia’ dan ’bersifat langit’.
(2) Akhiran –in dan –at
Akhiran –in dan –at dipungut dari kata bentukannya secara utuh dari bahasa
Arab; misalnya pada kata muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat. Akhiran
–in dalam bahasa Arab merujuk kepada bentuk jamak perempuan.
Di samping contoh tersebut dalam bahasa Indonesia digunakan bentuk
hadirin, tetapi bentuk hadirat tidak dipungut. Kata hadirin dalam bahasa Indonesia
mengalami perubahan arti. Jika dalam bahasa Arab artinya terbatas pada laki-laki
saja, dalam bahasa Indonesia berarti ’semua yang hadir’ baik laki-laki atau
perempuan.
(3) Akhiran -ah
Seperti akhiran –in dan –at, akhiran –ah sangat terbatas pemakaiannya.
Contoh: almarhum menunjukkan kepada ’yang telah meninggal laki-laki’, sedangkan
almarhumah berarti ’yang telah meninggal perempuan’; qari artinya ’pembaca laki-
laki’ dan qariah ’pembaca perempuan’.
c) Akhiran dari Bahasa Inggris dan Belanda
Menurut Badudu (1992: 92-102) imbuhan yang berasal dari bahasa Inggris
atau Belanda yang terdapat pada kata-kata bahasa Indonesia meliputi: -is, -isme, -isasi,
-ir, -ur, -if, -al, -logi, dan –oir atau –oire.
(1) Akhiran –is
Dalam bahasa Indonesia mengenal kata-kata ekonomis, praktis, logis yang
dipungut dari bahasa Belanda economisch, praktisch, logisch. Dalam bahasa Inggris
bentuknya economical, practical, logical. Jika dipungut ke dalam bahasa Indonesia
menjadi ekonomikal, praktikal, logikal. Akan tetapi bentuk tersebut tidak ditemukan
dalam bahasa Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bentuk yang dipakai dalam
bahasa Indonesia adalah bentuk bahasa Belanda.
Akhiran Belanda –isch dalam bahasa Indonesia menjadi –is. Kata-kata
dengan akhiran –isch dalam bahasa Belanda dan –is dalam bahasa Indonesia serta –
ical dalam bahasa Inggris merupakan kata sifat.
Dalam perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, akhiran –is mulai
dipakai pada bentuk-bentuk dasar lain. Contohnya dalam bahasa Indonesia dijumpai
kata Pancasilais ’orang yang menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam tingkah lakunya
sehari-hari’, Maois ’pengikut Mao (Tse Tung)’, dan sebagainya. Jika terdapat banyak
kata dalam bahasa Indonesia yang diberi akhiran –is, maka akhiran –is dapat
dimasukkan dalam sufiks bahasa Indonesia dan diakui sebagai akhiran bahasa
Indonesia.
Selain itu di dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata publisis, idealis,
egois. Dalam bahasa Belandanya publisist, idealist, egoist. Kata-kata tersebut
dipungut dari bahasa Belanda secara utuh kemudian disesuaikan ejaannya dengan
ejaan bahasa Indonesia. Akhiran –is yang kedua ini berasal dari akhiran –ist dalam
bahasa Belanda yang merupakan kata benda bukan kata sifat.
(2) Akhiran –isme
Dalam bahasa Indonesia ditemukan kata-kata kolonialisme, modernisme,
komunisme, dan lain-lain. Dalam bahasa Belandanya kolonialisme, modernisme,
communisme. Sedangkan dalam bahasa Inggrisnya colonialism, modernism,
communism. Melihat bentuk bahasa Indonesianya bentuk-bentuk tersebut diambil dari
bahasa Belanda bukan dari bahasa Inggris karena bentuk bahasa Belanda lebih dekat
dengan bentuk bahasa Indonesia.
Ramlan (1997: 57) menyatakan bahwa –isme bukan merupakan afiks,
melainkan termasuk golongan klitik karena morfem tersebut mempunyai arti leksikal,
sedangkan afiks tidak. –Isme mengandung makna ’ajaran, paham, aliran’.
Dalam bahasa Indonesia dewasa ini dijumpai pemakaian akhiran –isme pada
bentuk-bentuk dasar yang bukan kata-kata bahasa Belanda atau bahasa Inggris.
Pemakaian tersebut seperti pada kata wadamisme, bapakisme, Durnoisme.
(3) Akhiran –isasi
Akhiran –isasi dijumpai pada kata bentukan seperti: spesialisasi, netralisasi,
modernisasi, liberalisasi. Bentuk dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggrisnya
adalah specialisatie/ specialization, neutralisatie/ neutralization, modernisatie/
modernization. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bentuk bahasa Belandalah
yang masuk ke dalam bahasa Indonesia sebab bentuk dan lafalnya sangat dekat
dengan bentuk dan lafal bahasa Belanda. Selain itu dijumpai akhiran –isasi pada kata-
kata yang bentuk dasarnya bahasa Indonesia seperti turinisasi, pompanisasi,
Indonesianisasi.
Akhiran –isasi tidak sama dengan akhiran –asi atau –si seperti pada bentuk
publikasi, aksi, produksi, proklamasi. Dalam bahasa asingnya sebagai berikut
Inggris : publication, action, production, proclamation Belanda : publicatie, actie, productie, proclamatie Indonesia : publikasi, aksi, produksi, proklamasi
Dari contoh tersebut, bentuk -(a)tie dari bahasa Belanda dan -(a)tion dari
bahasa Inggris, menjadi –asi atau –si dalam bahasa Indonesia. Selain itu huruf c
dalam ejaan asing yang dilafalkan /k/, dalam bahasa Indonesia ditulis dengan k.
(4) Akhiran –ir
Dalam bahasa Indonesia dijumpai bentu-bentuk bersaing seperti:
dipublisir → dipublikasikan diprodusir → diproduksikan direalisir → direalisasikan
Bentuk dipublisir diambil dari bentuk bahasa Belanda gepubliceerd;
sedangkan diprodusir diambil dari geproduceerd. Publiceren dan produceren dalam
bahasa Belanda adalah bentuk kata kerja, sedangkan publicatie dan productie adalah
bentuk kata benda.
Jika mengambil bentuk dipublisir, maka diambil bentuk kata kerja publisir
sebagai bentuk dasarnya, lalu dibentuk sekali lagi menjadi kata kerja dalam bahasa
Indonesia dengan awalan di-. Sedangkan jika mengambil bentuk kata bendanya
publikasi, kita membentuknya menjadi kata kerja dengan memberinya awalan di- atau
me- dengan atau tanpa akhiran –kan sebagai imbuhan pembentuk kata kerja dalam
bahasa Indonesia.
publikasi (kata benda) → dipublikasi atau dipublikasikan (kata kerja) produksi (kata benda) → diproduksi
atau diproduksikan (kata kerja) Dengan cara itu, hanya diambil satu bentuk dari bahasa asing yaitu bentuk
kata bendanya, kemudian dibentuk menjadi kata kerja dengan awalan di-, me- atau
dengan di-kan, me-kan.
(5) Akhiran –ur
Dalam bahasa Indonesia dijumpai pemakaian kata-kata seperti: direktur,
inspektur, kondektur. Kata-kata itu berasal dari bahasa Belanda: directeur, inspecteur,
conducteur, yang kemudian disesuaikan dengan ejaan dan lafal bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Inggrisnya: director, inspector, conductor. Jadi, jelas bahwa bentuk
bahasa Indonesia dipengaruhi oleh bentuk bahasa Belanda; bunyi –eur dijadikan –ur.
Jika kata-kata itu dipungut dari bahasa Inggris, akhirannya bukan –ur melainkan
menjadi –or.
Dalam pengindonesiaan kata-kata asing ternyata terjadi penyimpangan.
Misalnya kata dalam bahasa Belanda importeur, exporteur, amateur, dalam bahasa
Indonesia tidak dijadikan importur, eksportur, amatur, melainkan importir, eksportir,
amatir.
Dalam bahasa Indonesia juga dijumpai kata-kata seperti: struktur, faktur,
miniatur yang diambil dari bahasa Belanda: structuur, factuur, miniatuur. Bahasa
Inggrisnya: structure, miniature. Jadi bentuk –ur (yang kedua) dalam bahasa
Indonesia berdasar dari bentuk –uur dalam bahasa Belanda.
(6) Akhiran –if
Seperti yang tertera di buku ”Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan”
descriptive, descriptief → deskriptif demonstrative, demonstratief → demonstratif
Jadi, kata dari bahasa Inggris yang berakhir –ive yang sejalan atau semakna
dengan bahasa Belanda yang berakhir –ief, dalam bahasa Indonesia menjadi kata
dengan bentuk –if. V dan f yang dilafalkan /f/ itu ditulis dalam bahasa Indonesia
dengan huruf f.
(7) Akhiran -al
Dalam bahasa Indonesia dijumpai kata-kata yang berasal dari bahasa asing.
Contohnya: strukturil → struktural formil → formal rasionil → rasional
Sebelum ejaan yang disempurnakan, kata-kata itu dibentuk dari bahasa
Belanda: structureel, formeel, rationaal. Bunyi akhir –eel (-aal) yang cenderung ke
bunyi –il itu kita jadikan –il sehingga bentuk kata yang sudah diindonesiakan
ejaannya menjadi: strukturil, formil, rasionil.
Dalam buku Pedoman EYD, ditetapkan bahwa untuk bentuk ini mengacu
pada bahasa Inggris. Kata-kata itu dalam bahasa Inggris: structural, formal, rational.
Karena akhir kata-kata itu berbunyi –al dan agar mendekati ejaan bahasa asalnya,
kata-kata itu dalam bahasa Indonesia menjadi: struktural, formal, rasional.
Ada perkecualian, bentuk yang berbeda (-il dan -al) yang masing-masing
mempunyai makna sendiri-sendiri keduanya tidak perlu dijadikan -al. Misalnya, kata
moril berbeda maknanya dengan kata moral. Kata moril dalam bahasa Indonesia
dipungut dari bahasa Belanda moreel (dalam bahasa Inggris moral atau morally;
morale). Sedangkan moral dalam bahasa Indonesia dipungut dari bahasa Belanda
moraal (dalam bahasa Inggris moral). Bantuan moril tidak dapat diubah menjadi
bantuan moral. Pendidikan moral ’pendidikan akhlak’ tidak dapat diubah menjadi
pendidikan moril. Kata idiil (dari bahasa Belanda ideёel) tidak dapat diubah menjadi
ideal (dari bahasa Belanda ideaal; bahasa Inggrisnya ideal). Seorang suami yang
ideal ’suami yang diidam-idamkan wanita’ tidak dapat dikatakan Seorang suami yang
idiil. Landasan idiil negara kita adalah Pancasila, tidak dapat diubah menjadi
Landasan ideal negara kita adalah Pancasila.
(8) Akhiran –logi
Dalam bahasa Indonesia dijumpai kata-kata yang berakhiran –logi. Dalam
bahasa Belanda –logie dan dalam bahasa Inggris –logy.
Inggris : technology, physiology, analogy Belanda : technologie, physiologie, analogie Indonesia : teknologi, fisiologi, analogi
Dalam bahasa Indonesia, g pada –logi harus dilafalkan sebagai bunyi /g/,
tidak seperti dalam bahasa Belanda bunyi /g/ cenderung pada bunyi /kh/.
(9) Akhiran –oir atau –oire → -oar
Dalam bahasa Indonesia dijumpai beberapa kata yang berakhir dengan
bunyi –oar: dresoar, trotoar, repertoar. Kata-kata itu dipungut dari bahasa Prancis
melalui bahasa Belanda. Ejaan aslinya: dressoir, trottoir, repertoire. Memang ditulis
dengan –oir atau –oire tetapi ucapannya –oar. Dalam bahasa Indonesia kata-kata itu
ditulis dengan –oar karena dalam bahasa Indonesia tidak terdapat huruf i yang dibaca
a.
4) Konfiks
Konfiks adalah afiks tunggal yang terjadi dari dua bagian yang terpisah
(Kridalaksana, 2008: 130). Contoh: ke-an, pe-an, per-an, dan ber-an.
Menurut Chaer (2007: 179), konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi,
yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan yang bagian kedua berposisi
pada akhir bentuk dasar. Jadi, konfiks adalah afiks yang melekat di depan dan di
belakang bentuk dasar.
5) Interfiks
Interfiks yaitu jenis afiks yang muncul di antara dua dasar (Kridalaksana, 2008:
95). Dalam bahasa Indonesia interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya
interfiks –n- dan –o- pada gabungan Indonesianologi; Jawa dan logi menjadi Jawanologi.
Menurut Chaer (2007: 181) interfiks adalah sejenis infiks atau elemen
penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur. Jadi, interfiks
adalah sejenis infiks yang muncul di antara penggabungan dua unsur.
6) Transfiks
Transfiks yaitu jenis afiks yang terbagi yang muncul tersebar dalam dasar;
misalnya Ar. a-a-a, a-i-a, a-u-a ’persona ketiga, jantan, perfektum’; muncul dalam
leksem k-t-b, sy-r-b, h-s-n, menjadi kataba ’ia menulis’, syariba ’ia minum’, hasuna ’ia
bagus’ (Kridalaksana, 2008: 245). Bentuk ini terdapat dalam bahasa-bahasa Afro-
Asiatika, antara lain dalam bahasa Arab; misalnya akar ktb dapat diberi transfiks a-a, i-ā,
ā-i, dan sebagainya menjadi katab ’ia menulis’, kitāb ’buku’, kātib ’penulis’, dan
sebagainya.
b. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat
fonologis atau gramatikal (Kridalaksana, 2008: 208).
Menurut Chaer (2007: 182-183) reduplikasi adalah proses morfemis yang
mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun
dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh,
seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar laki),
dan reduplikasi dengan perubahan bunyi seperti bolak-balik (dari dasar balik).
Menurut Ramlan (1997: 63) proses pengulangan atau reduplikasi ialah
pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi
fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan satuan yang
diulang merupakan bentuk dasar.
Jadi, reduplikasi adalah proses morfemis dan hasil pengulangan suatu kata secara
keseluruhan atau sebagian, baik dengan variasi fonem atau tidak.
Departemen Pendidikan Nasional (2008: 27) menyatakan bahwa istilah bentuk
ulang dapat berupa ulangan bentuk dasar seutuhnya atau sebagian dengan atau tanpa
pengimbuhan dan perubahan bunyi. Pengulangan tersebut meliputi: bentuk ulang utuh,
bentuk ulang suku awal, bentuk ulang berafiks, dan bentuk ulang berubah bunyi.
c. Komposisi
Yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi ialah proses
penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata (Kridalaksana, 2007: 104).
Menurut Chaer (2007: 185) komposisi adalah hasil dan proses penggabungan
morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga
terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.
Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Misalnya, lalu lintas, daya juang, rumah sakit
dalam bahasa Indonesia; akhirulkalam, malaikulmaut, hajarulaswad dalam bahasa Arab;
dan blackboard, bluebird, greenhouse dalam bahasa Inggris.
Dalam bahasa Indonesia kerap kali didapati gabungan dua kata yang
menimbulkan suatu kata baru. Kata yang terjadi dari gabungan dua kata itu lazim disebut
kata majemuk (Ramlan, 1997: 76).
Departemen Pendidikan Nasional (2008: 28-32) menyatakan istilah bentuk
majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan dua bentuk atau lebih, yang
menjadi satuan leksikal baru. Gabungan kata itu berupa (1) gabungan bentuk bebas dengan
bentuk bebas, (2) bentuk bebas dengan bentuk terikat, atau (3) bentuk terikat dengan
bentuk terikat.
1) Gabungan Bentuk Bebas
Istilah majemuk bentuk bebas merupakan penggabungan dua unsur atau lebih
yang unsur-unsurnya dapat berdiri sendiri sebagai bentuk bebas. Gabungan bentuk bebas
tersebut meliputi: gabungan bentuk dasar dengan bentuk dasar, gabungan bentuk dasar
dengan bentuk berafiks, dan gabungan bentuk berafiks dengan bentuk berafiks.
(a) Gabungan bentuk dasar dengan bentuk dasar
Contoh: garis lintang rawat jalan
(b) Gabungan bentuk dasar dengan bentuk berafiks
Contoh: proses berdaur sistem pencemaran
(c) Gabungan bentuk berafiks dengan bentuk berafiks
Contoh: kesehatan lingkungan perawatan kecelakaan
2) Gabungan Bentuk Bebas dan Bentuk Terikat
Istilah majemuk bentuk ini merupakan penggabungan dua bentuk, yang salah
satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri. Ada sejumlah bentuk terikat yang dapat
digunakan dalam pembentukan istilah yang berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Melayu.
Misalnya:
adi- adikarya masterpiece adikuasa superpower
catur- caturwulan quarter caturlarik quatrain pasca- pascapanen postharvest pascasarjana postgraduate pra- prasejarah prehistory prasangka prejudice swa- swasembada self-reliance swalayan self-service dan lain-lain.
Sementara itu, bentuk terikat yang berasal dari bahasa asing Barat dengan
beberapa perkecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang
mengikutinya. Contoh gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia
adalah sebagai berikut:
globalization globalisasi modernisation modernisasi
Gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat seperti –wan dan –wati dapat dilihat
pada contoh berikut:
ilmuwan scientist seniwati woman artist
3) Gabungan Bentuk Terikat
Istilah majemuk bentuk ini merupakan penggabungan bentuk terikat, dan bentuk
terikat unsur itu ditulis serangkai, tidak diberi tanda hubung. Misalnya:
dasawarsa decade swatantra selfgovernment
d. Konversi, Modifikasi Intern, dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi dan transposisi adalah
proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur
segmental (Chaer, 2007: 188). Contohnya kata cangkul adalah nomina dalam kalimat Ayah
membeli cangkul baru; tetapi dalam kalimat Cangkul dulu tanah itu sampai selesai adalah
sebuah verba.
Modifikasi internal (sering juga disebut penambahan internal atau perubahan
internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya
berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan)
(Chaer, 2007: 189). Contoh dalam bahasa Arab kita:b ’buku’, ka:tib ’penulis’; dalam
bahasa Inggris foot-feet, mouse (singular) –mice (plural); dalam bahasa Indonesia beras,
beres, boros.
Suplesi merupakan jenis modifikasi internal yang lain. Dalam proses suplesi
perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak
lagi (Chaer, 2007: 190). Contoh dalam bahasa Inggris go menjadi went, atau verba be
menjadi was dan were, must menjadi had to.
e. Pemendekan (Abreviasi)
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan
leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan
makna bentuk utuhnya (Chaer, 2007: 191).
Menurut Kridalaksana (2007: 59) abreviasi adalah proses penanggalan satu atau
beberapa bagian leksem atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga
jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untuk abreviasi ialah pemendekan,
sedangkan untuk hasil prosesnya disebut kependekan.
Kridalaksana (2007: 162-163) menjelaskan bahwa jenis-jenis kependekan itu ada
lima yaitu: singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf.
1) Singkatan
Singkatan yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau
gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf maupun yang tidak dieja huruf demi
huruf. Contoh: AC (Air Conditioner), KKN (Kuliah Kerja Nyata), dst (dan seterusnya),
dan lain-lain.
2) Penggalan
Penggalan yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari
leksem. Contoh: Prof (Profesor), Bu (Ibu), Pak (Bapak), dan lain-lain.
3) Akronim
Akronim yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata
atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak
memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia. Contoh: ABRI (Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia), PRAMUKA (Praja Muda Karana), OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah),
dan lain-lain.
4) Kontraksi
Kontraksi yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau
gabungan leksem. Contoh: tak dari tidak, takkan dari tidak akan, sendratari dari seni
drama dan tari, dan lain-lain.
5) Lambang huruf
Lambang huruf yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau
lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur. Contoh: g (gram),
cm (sentimeter), Au (aurum), dan lain-lain.
F. Surat Kabar, Rubrik, dan Opini
Surat kabar berasal dari kata surat dan kabar. Surat menurut Moeliono (Peny.)
(2007: 1108) adalah kertas dan sebagainya yang bertulis (berbagai isi, maksudnya); secarik
kertas dan sebagainya sebagai tanda atau keterangan; kartu. Sedangkan kabar menurut
Moeliono (Peny.) (2007: 484) adalah laporan tentang peristiwa yang biasanya belum lama
terjadi; berita; warta.
Surat kabar menurut Moeliono (Peny.) (2007: 1109) adalah lembaran-lembaran
kertas bertuliskan berita dan sebagainya; koran. Rubrik menurut Moeliono (Peny.) (2007:
965) adalah kepala karangan (ruangan tetap) dalam surat kabar, majalah, dan sebagainya.
Sedangkan pengertian opini menurut Moeliono (Peny.) (2007: 800) adalah pendapat; pikiran;
pendirian.
Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa opini merupakan salah satu
isi dari rubrik yang mempunyai ruangan tersendiri yang ada pada surat kabar (Kompas) yang
terbit setiap hari.
G. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan gambaran dari apa yang menjadi patokan dan teori
dalam penelitian. Kerangka pikir ini dibuat agar terlihat sistematis sesuai dengan penelitian
yang dilakukan.
Penjelasan dari kerangka pikir ini sebagai berikut: bahwa bahasa (bahasa Indonesia)
itu menyerap unsur-unsur dari bahasa asing dan bahasa daerah. Penyerapan bahasa asing ke
dalam bahasa Indonesia melalui penerjemahan, penyerapan, serta gabungan penerjemahan
dan penyerapan. Penerjemahan meliputi penerjemahan langsung dan penerjemahan dengan
perekaan. Penyerapan meliputi penyerapan istilah asing serta penyerapan afiks dan bentuk
terikat istilah asing. Penyerapan istilah asing dilakukan dengan cara penyesuaian ejaan dan
lafal, penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal, tanpa penyesuaian ejaan tetapi dengan
penyesuaian lafal, dan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Sementara penyerapan afiks dan
bentuk terikat istilah asing meliputi penyesuaian ejaan prefiks dan bentuk terikat serta
penyesuaian ejaan sufiks.
Dari proses penerjemahan, penyerapan, dan gabungan penerjemahan dan
penyerapan tersebut menghasilkan bentuk baru yaitu kata serapan. Kata serapan dalam
penelitian ini diambil dari wacana Opini dalam harian Kompas. Kata-kata serapan tersebut
kemudian dicari interferensi dan integrasinya serta dianalisis secara morfologis. Dalam
analisis morfologis yaitu mengenai proses morfologisnya meliputi: afiksasi, reduplikasi,
komposisi, konversi, modifikasi intern, suplesi, dan pemendekan (abreviasi). Afiksasi
meliputi: prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Reduplikasi meliputi: bentuk
ulang utuh, bentuk ulang suku awal, bentuk ulang berafiks, dan bentuk ulang berubah bunyi.
Komposisi meliputi: gabungan bentuk bebas, gabungan bentuk bebas dan terikat, dan
gabungan bentuk terikat. Sedangkan pemendekan meliputi: singkatan, akronim, penggalan,
kontraksi, dan lambang huruf.
top related