bab ii landasan teori a. penelitian sejenis yang...

29
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan yang sangat berguna. Penelitian tentang bentuk imperatif sebelumnya pernah dilakukan oleh Nur Rosalati Urfa dari Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, pada tahun 2011 dengan judul “Kesantunan Imperatif Tuturan Siswa dengan Lingkungan Sekolah pada SMK Kesatrian Purwokerto.” Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang yaitu terletak pada sumber data penelitian, kajian, dan metode yang digunakan dalam mengumpulkan data. Data penelitian pada penelitian sebelumnya yaitu tuturan siswa dengan lingkungan sekolah (siswa, penjaga sekolah, penjaja makanan, penjaga masjid, tukang kebun, pemilik jasa fotokopi yang berada di lingkungan SMK Kesatrian Purwokerto), sedangkan metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu menggunakan metode padan pragmatis. Selain itu kajiannya pun mencakup tiga bahasan, meliputi : (1) bentuk imperatif berdasarkan jenis kalimat, (2) kesantunan imperatif berdasarkan jenis maksim dalam prinsip kesantunan, dan (3) kesantunan pragmatik tuturan imperatif berdasarkan bentuk kalimat . Sedangkan pada penelitian sekarang, data yang digunakan berupa tindak tutur wacana persuasif yang terdapat pada papan-papan perintah dan larangan di tempat umum yang ada di wilayah Purwokerto, meliputi rumah sakit, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), 7

Upload: letuyen

Post on 05-Jun-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk

diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan yang

sangat berguna. Penelitian tentang bentuk imperatif sebelumnya pernah dilakukan

oleh Nur Rosalati Urfa dari Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Purwokerto, pada tahun 2011 dengan judul “Kesantunan Imperatif Tuturan Siswa

dengan Lingkungan Sekolah pada SMK Kesatrian Purwokerto.”

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang yaitu terletak

pada sumber data penelitian, kajian, dan metode yang digunakan dalam

mengumpulkan data. Data penelitian pada penelitian sebelumnya yaitu tuturan siswa

dengan lingkungan sekolah (siswa, penjaga sekolah, penjaja makanan, penjaga masjid,

tukang kebun, pemilik jasa fotokopi yang berada di lingkungan SMK Kesatrian

Purwokerto), sedangkan metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu

menggunakan metode padan pragmatis. Selain itu kajiannya pun mencakup tiga

bahasan, meliputi : (1) bentuk imperatif berdasarkan jenis kalimat, (2) kesantunan

imperatif berdasarkan jenis maksim dalam prinsip kesantunan, dan (3) kesantunan

pragmatik tuturan imperatif berdasarkan bentuk kalimat . Sedangkan pada penelitian

sekarang, data yang digunakan berupa tindak tutur wacana persuasif yang terdapat

pada papan-papan perintah dan larangan di tempat umum yang ada di wilayah

Purwokerto, meliputi rumah sakit, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU),

7

8

stasiun kereta api Purwokerto, objek wisata, dan terminal bus. Metode analisis data

yang digunakan pada penelitian sekarang adalah metode agih dengan teknik perluas.

Selain itu, kajiannya pun hanya mencakup bentuk imperatif yang digunakan serta

jenis-jenis tindak tutur yang ada dalam wacana persuasif tersebut.

B. Fasilitas Umum

Menurut Depdiknas (2008 : 389), fasilitas adalah sarana untuk melancarkan

fungsi, kemudahan. Sedangkan istilah „umum‟ didefinisikan sebagai sesuatu yang

menyeluruh, tidak menyangkut khusus saja, mengenai seluruhnya atau semuanya,

serta menyangkut orang banyak. Jadi fasilitas umum adalah fasilitas yang disediakan

untuk kepentingan umum, seperti jalan, alat penerangan umum, dan lain sebagainya.

Penulis hanya membatasi fasilitas umum seperti rumah sakit, stasiun pengisian bahan

bakar umum (SPBU), stasiun kereta api, objek wisata, dan terminal bus karena

fasilitas tersebut sering sekali dikunjungi oleh banyak orang, serta banyak ditemukan

wacana persuasif yang mengandung makna imperatif seperti perintah dan larangan.

C. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Menurut Depdiknas (2008 : 116), bahasa adalah sistem lambang yang arbitrer,

yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan

mengidentifikasi diri. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat

berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004 : 1)

Jadi bahasa adalah sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap manusia,

yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat dan berfungsi

sebagai alat komunikasi dalam bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.

9

2. Fungsi Bahasa

Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana

komunikasi vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah satu

ciri pembeda utama kita umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini

(Tarigan, 1993 : 4-5).

Finoccharino (dalam Lubis, 1994 : 4) membagi fungsi bahasa itu atas lima

bagian, yaitu personal, interpersonal, direktif, referensial, dan imajinatif.

a. Fungsi personal adalah kemampuan pembicaraannya, misalnya : cinta,

kesenangan, kekecewaan, kesusahan, kemarahan, kemasgulan, dan

sebagainya.

b. Fungsi interpersonal adalah kemampuan kita untuk membina dan menjalin

hubungan kerja dan hubungan sosial dengan orang lain.

c. Fungsi direktif memungkinkan kita untuk mengajukan permintaan, saran,

membujuk, meyakinkan, dan sebagainya.

d. Fungsi referensial adalah yang berhubungan dengan kemampuan untuk

menulis atau berbicara tentang lingkungan kita yang terdekat.

e. Fungsi imajinatif adalah kemampuan untuk dapat menyusun irama, sajak,

cerita tertulis maupun lisan.

D. Wacana

1. Pengertian Wacana

Alwi dkk. (2003 : 419), mengatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat

yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain

itu membentuk kesatuan. Alinea bukanlah suatu pembagian secara konvensional dari

suatu bab yang terdiri dari kalimat-kalimat, tetapi lebih dalam maknanya dari kesatuan

kalimat saja. Alinea tidak lain dari suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih

tinggi atau lebih luas dari kalimat (Keraf, 2004 : 69).

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki

gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan

10

gramatikal tertinggi dan terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau

kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan lainnya

(Chaer, 1994 : 267).

Menurut Desee (dalam Tarigan, 1993 : 25), wacana adalah seperangkat

proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa

kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul

dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak

atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan wacana itu.

Dari beberapa paparan tersebut, dapat diambil simpulan bahwa wacana adalah

satuan bahasa terlengkap atau satuan gramatikal yang tertinggi dan terbesar yang

berupa rentetan kalimat yang saling berkaitan untuk menghasilkan kesatuan makna

dan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.

2. Ciri-Ciri Wacana

Sudrajat (2009 : 112) menyatakan bahwa ciri-ciri wacana itu adalah sebagai

berikut.

a. Satuan gramatikal;

b. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap;

c. Untaian kalimat-kalimat;

d. Memiliki hubungan proposisi;

e. Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan;

f. Memiliki hubungan koherensi;

g. Memiliki kohesi;

h. Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi;

i. Bisa transaksional juga interaksional;

j. Mediumnya bisa lisan maupun tulisan; dan

k. Sesuai dengan konteks atau kontekstual.

Dalam penelitian ini, wacana yang diteliti menggunakan medium tulisan

karena berupa kesatuan kalimat yang maknanya lebih dalam dan lebih luas dari

11

sebuah kalimat serta dituangkan ke dalam media tulis seperti pengumuman. Wacana

tersebut disajikan dengan sifat persuasif oleh pihak fasilitas umum, agar para pembaca

diminta untuk mencerna dengan cermat maksud dari wacana tersebut yang sebagian

besar berisi mengenai larangan dan perintah melakukan sesuatu oleh pembaca.

3. Jenis-Jenis Wacana

Menurut Marwoto dkk. (1987 : 152), wacana pada umumnya dibedakan

menjadi :

a. Wacana Narasi

b. Wacana Deskripsi

c. Wacana Eksposisi

d. Wacana Argumentasi

e. Wacana Persuasi.

Penulis hanya membatasi permasalahan pada wacana persuasi saja, karena

wacana yang ada dalam papan-papan larangan dan perintah yang terdapat pada

fasilitas umum sebagian besar bermaksud untuk mengajak, menganjurkan, atau

melarang para pembaca melakukan sesuatu sebagaimana yang tertulis dalam papan-

papan larangan dan perintah tersebut. Wacana persuasi adalah wacana yang berisi

paparan berdaya–bujuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan

ketergiuran pembacanya untuk meyakini dan menuruti himbauan implisit maupun

eksplisit yang dilontarkan oleh penulis atau pembuatnya (Marwoto dkk, 1987 :176).

4. Konteks Wacana

Menurut Alwi dkk. (2003 : 421-425), konteks wacana terdiri atas berbagai

unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa,

bentuk amanat, kode, dan sarana. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan,

12

pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya. Kode ialah ragam bahasa yang

dipakai, misalnya bahasa Indonesia baku, bahasa Indonesia logat daerah, atau bahasa

daerah. Sarana ialah wahana komunikasi yang dapat berwujud pembicaraan

bersemuka atau lewat telepon, surat, dan televisi.

Unsur antarwacana atau ko-teks penting pula dalam menentukan penafsiran

makna karena alam wacana pengertian sebuah teks atau bagian-bagiannya sering

ditentukan oleh pengertian yang diberikan oleh teks lain. teks di sini dapat berupa

ujaran, paragraf, ataupun wacana, dan bahkan sebuah rambu lalu lintas.

Pada ujung sebuah jalan terpampang rambu “TERIMAKASIH. SELAMAT

JALAN”. Pengendara yang melihatnya tidak paham mengapa ia mendapat “ucapan

terima kasih”. Akan tetapi, jika pengendara itu mulai dari ujung yang lain, dan

membaca rambu “JALAN PELAN-PELAN. BANYAK ANAK-ANAK”, ia akan

segera maklum mengapa ia menerima ucapan terima kasih itu. Pemahaman itu

disebabkan oleh peranan ko-teks, yaitu rambu “JALAN PELAN-PELAN. BANYAK

ANAK-ANAK” itu.

E. Tindak Tutur

1. Pengertian Tindak Tutur

Menurut Searle (dalam Rohmadi, 2004 : 29), tindak tutur adalah produk atau

hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari

komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah atau

yang lainnya. Menurut Chaer dan Agustina (2004 : 50), tindak tutur (speech act)

adalah gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan

oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

13

Tindak tutur adalah kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang berupa

hasil atau produk dari suatu kalimat yang berupa pernyataan, pertanyaan, perintah atau

yang lain yang ditimbulkan dari gejala individual yang bersifat psikologis, dan

keberlangsungannyapun ditentukan oleh kemmampuan bahasa si penutur dalam

menghadapi situasi tertentu.

Ibrahim (1993 : 160) menyatakan bahwa percakapan atau teks tertulis terdiri

dari untaian ujaran yang tak beraturan (unordered strings of utterences). Para pelaku

percakapan (conversationalists) seringkali mengacu pada struktur wacana dalam

proses percakapan, dengan mengucapkan kata-kata seperti : oh, ngomong-ngomong,

seperti yang saya katakan, dan lain sebagainya. Penyertaan meta teks (metatext)

semacam itu, dengan menunjuk pada organisasi teks itu sendiri, bisa merupakan hal

yang umum dalam style wacana tertentu, misalnya berceramah, dan ini bisa terjadi

dalam wacana tulisan maupun wacana lisan.

2. Jenis-Jenis Tindak Tutur

Ada beberapa pakar yang menyebutkan mengenai jenis-jenis tindak tutur.

Menurut Searle (dalam Rohmadi, 2010 : 21), secara pragmatis setidak-tidaknya ada

tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi,,

tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Menurut Wijana dan Rohmadi (2010 : 28-35),

tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak

langsung, serta tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Selain itu dapat

dikembangkan lagi menjadi tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak

literal, tindak tutur tidak langsung literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal.

Pada penelitian ini hanya dibatasi pada tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak

14

langsung saja karena peneliti menganalisis cara penyampaian tuturan, baik itu secara

langsung maupun tidak langsung.

a. Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung.

Menurut Ramlan (2001 : 26) secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat

dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif) dan kalimat

perintah (imperatif).

1) Kalimat Berita (Deklaratif) : Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan

sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian

seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian (Ramlan,

2001 : 27). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu

informasi (Wijana dan Rohmadi, 2010 : 28).

2) Kalimat Tanya (Interogatif) : Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu.

3) Kalimat Perintah (Imperatif) : Ramlan menyebut kalimat perintah dengan

menggunakan kalimat suruh. Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat

suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara

(Ramlan, 2001 : 39). Kalimat perintah digunakan untuk menyatakan perintah, ajakan,

permintaan, atau permohonan (Wijana dan Rohmadi, 2010 : 28).

Tindak tutur langsung adalah tindak tutur dimana penutur secara langsung

mengungkapkan maksud atau isi tuturan sesuai dengan apa yang dituturkan kepada

lawan tutur.

Contoh tindak tutur langsung :

(5) Sidin memiliki lima ekor kucing.

(6) “Di manakah letak pulau Bali?”

(7) “Ambilkan baju saya!”

Selain itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan

kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa diperintah.

15

Bila hal ini yang terjadi, terbentuklah tindak tutur tidak langsung (indirect speech act).

Jadi tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur dimana penutur bukan hanya

menginformasikan mengenai sesuatu, tetapi secara tidak langsung ada maksud lain

yang terkandung di dalamnya agar lawan tutur melakukan sesuatu yang dimaksud

oleh si penutur.

Contoh tindak tutur tidak langsung :

(8) Ada makanan di almari.

(9) Di mana sapunya?

Kalimat (8), bila diucapkan kepada seorang teman yang membutuhkan

makanan, dimaksudkan untuk memerintahkan lawan tuturnya mengambil makanan

yang ada di almari yang dimaksud, bukan sekedar untuk menginformasikan bahwa di

almari ada makanan. Demikian pula tuturan (9) bila diutarakan oleh seorang ibu

kepada anaknya, tidak semata-mata berfungsi untuk menanyakan letak sapu, tetapi

juga secara tidak langsung memerintah sang anak untuk mengambil sapu itu.

b. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal.

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya

sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal

(non literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau

berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

Contoh tindak tutur literal :

(10) Penyanyi itu suaranya bagus.

(11) “Radionya keraskan! Aku ingin mencatat lagu itu.”

Contoh tindak tutur tidak literal :

(12) “Suaranya bagus, (tapi tak usah nyanyi saja).”

(13) “Radionya kurang keras. Tolong keraskan lagi! Aku mau belajar.”

16

F. Kalimat

1. Pengertian Kalimat

Kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang

disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 2001 : 23). Menurut Alwi dkk. (2003 :

311), kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang

mengungkapkan pikiran yang utuh.

Dari keterangan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kalimat adalah

satuan gramatik atau satuan bahasa terkecil yang berwujud lisan atau tulisan yang

dibatasi oleh adanya jeda panjang disertai nada akhir turun atau naik yang bertujuan

untuk mengungkapkan pikiran yang utuh.

2. Jenis Kalimat

Menurut Alwi dkk. (2003 : 336-365), kalimat dibedakan menjadi (1) kalimat

tunggal, (2) kalimat dilihat dari bentuk sintaksis, (3) kalimat tak lengkap, dan (4)

kalimat inversi. Penulis hanya membatasi pada kalimat dilihat dari bentuk

sintaksisnya saja, karena penulis hanya menemukan data yang berupa kalimat dilihat

dari bentuk sintaksisnya.

Kalimat jika dilihat dari bentuk sintaksis dapat dibagi atas : (1) kalimat

deklaratif, (2) kalimat imperatif, (3) kalimat interogatif, (4) kalimat eksklamatik.

Penulis hanya membatasi pada kalimat deklaratif dan kalimat imperatif saja, karena

data yang peneliti temukan berupa kalimat berita dan kalimat imperatif.

a. Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif, yang juga dikenal dengan nama kalimat berita dalam buku-

buku tata bahasa Indonesia, secara formal, jika dibandingkan dengan ketiga jenis

17

kalimat yang lainnya, tidak bermarkah khusus. Dalam bentuk lisan, suara berakhir

dengan nada turun.

Contoh :

(14) Tadi pagi ada tabrakan mobil di dekat Monas.

b. Kalimat Imperatif

Menurut Alwi dkk. (2010 : 362), kalimat imperatif memiliki ciri-ciri formal

seperti berikut.

1) Intonasi yang ditandai nada rendah di akhir turunan. Pola intonasinya adalah 2 3 #

atau 2 3 2 # jika diikuti sufiks lah pada P-nya.

Misal :

(15) Pergi!

2 3 #

(16) Pergilah!

2 3 2 #

2) Pemakaian sufiks penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan,

permohonan, dan larangan.

3) Susunan inversi sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-

subjek jika diperlukan,

4) Pelaku tindakan tidak selalu terungkap.

Kalimat imperatif dapat diwujudkan seperti berikut :

1) Kalimat yang terdiri atas predikat verbal dasar atau adjektiva, ataupun frasa

preposisional saja yang sifatnya taktransitif,

2) Kalimat lengkap yang berpredikat verbal taktransitif atau transitif,

3) Kalimat yang dimarkahi oleh berbagai kata tugas modalitas kalimat.

18

Menurut Alwi dkk. (2003 : 353), perintah atau suruhan dan permintaan jika

ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi enam golongan :

1) Perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya

berbuat sesuatu,

2) Perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi

menyuruh mencoba atau mempersilakan lawan bicara sudi berbuat sesuatu,

3) Permohonan jika pembicara, demi kepentingannya, minta lawan bicara

berbuat sesuatu,

4) Ajakan dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara

berbuat sesuatu,

5) Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan

dilakukan sesuatu,

6) Pembiaran jika pembicara minta agar jangan dilarang.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai macam-macam kalimat imperatif :

1) Kalimat Perintah atau Suruhan (Imperatif)

Kalimat imperatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kalimat imperatif tak

transitif dan kalimat imperatif transitif. Kalimat imperatif taktransitif dibentuk dari

kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat berpredikat verba dasar, frasa adjektival,

dan frasa verbal yang berprefiks ber- atau meng- ataupun frasa preposisional.

Contoh :

(17) Kamu berlibur ke tempat nenekmu.

Berliburlah ke tempat nenekmu!

(18) Engkau menyeberang dengan hati-hati.

Menyeberanglah dengan hati-hati!

Kalimat imperatif yang berpredikat verba transitif mirip dengan konstruksi

kalimat deklaratif pasif. Petunjuk bahwa verba kalimat dapat dianggap berbentuk pasif

ialah kenyataan bahwa lawan bicara yang dalam kalimat deklaratif berfungsi sebagai

subjek pelaku menjadi pelengkap pelaku, sedangkan objek sasaran dalam kalimat

deklaratif menjadi subjek sasaran dalam kalimat imperatif.

19

Contoh :

(19) Kontrak ini dikirimkan sekarang!

Pada kalimat tersebut, dapat memiliki padanan Kirimkan kontrak ini

sekarang!, tetapi bentuk pasif dengan di- akan terasa lebih halus karena yang disuruh

seolah-olah tidak merasa secara langsung diperintah untuk melakukan sesuatu. Si

penyuruh hanya menekankan pada kenyataan bahwa kontrak itu harus sampai kepada

yang bersangkutan.

2) Kalimat Imperatif Halus

Dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah kata yang dipakai untuk

memperhalus isi kalimat imperatif seperti kata tolong, coba, silakan, sudilah, dan

kiranya.

Contoh :

(20) “Tolonglah mobil saya dibawa ke bengkel.”

(21) “Tolong bawalah mobil saya ke bengkel.”

(22) “Cobalah panggil Kepala Bagian Umum.”

Pada kalimat (22) sufiks -lah dapat diletakkan pada kata penghalus atau pada

verbanya (21). Pada kalimat dengan verba di-, sufiks –lah hanya dapat ditempelkan

pada kata penghalus saja (20).

3) Kalimat Imperatif Permintaan

Kalimat imperatif juga digunakan untuk mengungkapkan permintaan. Kalimat

seperti itu ditandai oleh kata minta atau mohon. Subjek pelaku kalimat imperatif

permintaan ialah pembicara yang sering tidak dimunculkan.

20

Contoh :

(23) “Minta perhatian, saudara-saudara!”

“Minta ampun!”

“ Minta maaf, Pak!”

(24) “Mohon memperhatikan aturan ini.”

“Mohon surat ini ditandatangani.”

“Mohon diterima dengan baik.”

4) Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan

Di dalam kalimat imperatif, ajakan dan harapan tergolong kalimat yang

biasanya didahului kata ayo (ayolah), mari (marilah), harap, hendaknya.

Contoh :

(25) “Ayolah, masuk!”

“Ayo, cepat!”

(26) “Mari kita makan.”

“Marilah kita bersatu.”

(27) “Harap duduk dengan tenang.”

“Harap membaca dulu.”

5) Kalimat Imperatif Larangan

Kalimat imperatif dapat bersifat larangan dengan adanya kata jangan(lah).

Contoh :

(28) “Jangan berangkat hari ini.”

(29) “Janganlah membaca di tempat gelap.”

6) Kalimat Imperatif Pembiaran

Yang termasuk ke dalam kalimat imperatif yang lainnya adalah pembiaran

yang dinyatakan dengan kata biar(lah) atau biarkan(lah). Sebetulnya dapat diartikan

bahwa kalimat itu menyuruh membiarkan supaya sesuatu terjadi atau berlangsung.

Dalam perkembangannya kemudian pembiaran berarti minta izin agar sesuatu jangan

dihalangi.

21

Contoh :

(30) “Biarlah saya pergi dulu, kau tinggal di sini.”

(31) “Biarlah kita bekerja di kebun sekarang.”

Menurut Rahardi (2000 : 77-83), kalimat imperatif mengandung maksud

memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu sebagaimana diinginkan

si penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan

yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau

santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu

sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Maka, kalimat imperatif dalam

bahasa Indonesia sangat kompleks dan bervariasi. Kalimat imperatif dapat

diklasifikasikan menjadi :

1. Kalimat Imperatif Biasa

Kalimat imperatif biasa lazimnya memiliki ciri-ciri berikut : (1) berintonasi

keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, (3) bersufiks pengeras –lah. Kalimat

imperatif jenis ini dapat berkisar antara imperatif yang sangat halus sampai dengan

imperatif yang sangat kasar.

Contoh :

(32) “Monik, lihat!”

Konteks tuturan :

Dituturkan oleh teman Monik pada saat ia ingin menunjukkan buku yang baru

saja dibelinya dari toko buku kepada Monik. Keduanya adalah teman satu kos.

2. Kalimat Imperatif Permintaan

Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan

sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap penutur

yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu menuturkan

22

kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan pemakaian

penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon, dan beberapa ungkapan lain seperti

sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan

sangat.

Contoh :

(33) “Sudilah kiranya Bapak menanggapi surat kami secepatnya!”

Konteks tuturan :

Disampaikan oleh seorang pelamar pekerjaan dalam sebuah surat lamaran

yang disertai berkas-berkas kelengkapan lamaran.

3. Kalimat Imperatif Pemberian Izin

Kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai dengan

pemakaian penanda kesantunan silakan, biarlah, dan beberapa ungkapan lain yang

bermakna mempersilakan seperti diperkenankan, dipersilakan, dan diizinkan.

Contoh :

(34) “Ian.... Silakan ambil buah duku itu kalau kau mau! Tadi nenek belikan

buah duku untuk cucuku di pasar. Ayo...!

Konteks tuturan :

Dituturkan oleh seorang nenek kepada cucunya yang sedang berkunjung ke

rumahnya. Di meja makan terdapat beberapa buah duku yang sengaja

disiapkan untuk sang cucu yang sudah mengatakan mau datang mengunjungi

sang nenek.

4. Kalimat Imperatif Ajakan

Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo

(yo), biar, coba, mari, harap, hendaknya, hendaklah. Kalimat imperatif ajakan

dimaksudkan jika pembicara mengajak lawan bicara berbuat sesuatu.

23

Contoh :

(35) “Mari kita bersihkan dulu rumput-rumput di depan gedung itu!”

Konteks tuturan :

Dituturkan oleh seorang pimpinan pada saat kerja bakti bersama karyawan-

karyawan menjelang peringatan kemerdekaan.

5. Kalimat Imperatif Suruhan

Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda kesantunan

ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silakan, dan tolong. Kalimat

imperatif suruhan dimaksudkan jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat

sesuatu. Selain itu imperatif suruhan juga dapat ditandai dengan sufiks –kan.

Contoh :

(36) “Nang... coba keraskan sedikit radio itu!

Dalangnya siapa itu?”

Konteks tuturan :

Dituturkan oleh seorang kakek kepada cucunya yang saat itu bersama-sama

sedang mendengarkan siaran wayang kulit dari radio.

G. Wujud Imperatif

Menurut Rahardi (2008 : 88-117), kalimat imperatif dapat berwujud formal

dan berwujud pragmatik.

1. Wujud Formal Imperatif

Secara formal, tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam

perwujudan, yakni imperatif aktif dan imperatif pasif. Imperatif aktif dibentuk dengan

24

penggunaan awalan meN- pada verbanya, dapat juga dengan menghilangkan subjek

yang lazimnya berupa persona kedua, mempertahankan bentuk verba yang dipakai

dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya, serta menambahkan sufiks –lah pada

bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif tersebut. Sedangkan imperatif

pasif digunakan pada kadar suruhan yang di dalamnya cenderung rendah.

a. Imperatif Aktif

Berdasarkan penggolongan verbanya, imperatif aktif dapat dibedakan menjadi

dua macam, yakni imperatif aktif tidak transitif dan imperatif aktif transitif. Imperatif

aktif tidak transitif digunakan dengan tidak menyertakan objek pada tuturannya,

sedangkan imperatif transitif digunakan dengan menyertakan objek pada tuturannya.

1) Imperatif Aktif Tidak Transitif

Menurut Rahardi (2008 : 88), imperatif aktif tidak transitif dapat dibentuk dari

tuturan deklaratif, yakni dengan menerapkan ketentuan-ketentuan berikut : (1)

menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua seperti Anda, Saudara,

kamu, kalian, Anda sekalian, Saudara sekalian, dan kalian-kalian. (2)

mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa

adanya. (3) menambahkan sufiks –lah pada bagian tertentu untuk memperhalus

maksud imperatif tersebut.

Contoh :

(37) “Hei... Kamu kemarilah kalau berani!”

(38) “Hei... Kemari kalau berani!”

(39) “Hei... Kemarilah kalau berani!”

Informasi indeksial :

Tuturan-tuturan tersebut disampaikan oleh anak-anak kecil pada saat mereka

saling berdebat karena akan saling berkelahi.

25

2) Imperatif Aktif Transitif

Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, verbanya harus dibuat

tanpa berawalan me-N. Apabila verba kalimat deklaratif yang akan dibentuk menjadi

kalimat aktif transitif itu memiliki dua unsur awalan, seperti misal memper- dan

member-, hanya unsur meN- sajalah yang perlu ditanggalkan. Akhiran yang melekat

pada verba tetap dipertahankan dan tidak perlu dihilangkan di dalam pembentukan

tuturan imperatif aktif transitif.

Contoh :

(40) “Ambil surat keterangan itu sekarang juga!”

b. Imperatif Pasif

Di dalam komunikasi keseharian, maksud tuturan imperatif lazim dinyatakan

dalam tuturan berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang demikian dalam

menyatakan maksud karena pada pemakaian imperatif pasif itu kadar suruhan yang

dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Selain itu, bentuk imperatif pasif

juga dapat mengandung konotasi makna bahwa orang ketigalah yang diminta

melakukan sesuatu, bukannya orang kedua. Kadar permintaan dan kadar suruhan yang

terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu tinggi karena maksud dan tuturan itu tidak

secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan.

Contoh :

(41) “Surat itu diketik dan dikirim secepatnya!”

Informasi indeksial :

Tuturan (41) dituturkan oleh seorang pimpinan kepada seorang sekretaris atau

pembantunya. Tuturan tersebut dituturkan dalam situasi yang lebih santai.

26

2. Wujud Pragmatik Imperatif

Yang dimaksud dengan wujud pragmatik ialah realisasi maksud imperatif

dalam bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang

melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat

ditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik

dan dapat pula bersifat intralinguistik. Menurut Rahardi (2008 : 93), ada tujuh belas

macam bentuk pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Berikut ini penjelasan

masing-masing wujud pragmatik imperatif.

a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Perintah

Di dalam pemakaian bahasa Indonesia keseharian, terdapat beberapa makna

pragmatik perintah yang tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif, melainkan

dapat diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Imperatif yang demikian dapat disebut

dengan imperatif tidak langsung yang hanya dapat diketahui makna pragmatiknya

melalui konteks situasi tutur yang melatarbelakangi dan mewadahinya. Banyak

tuturan di sekitar kita yang sebenarnya mengandung makna pragmatik tertentu, namun

wujud konstruksinya bukan tuturan imperatif. Hanya konteks situasi tuturlah yang

dapat menentukan kapan sebuah tuturan akan ditafsirkan sebagai imperatif perintah

dan kapan pula sebuah tuturan akan dapat ditafsirkan dengan makna pragmatik

imperatif yang lain.

Contoh :

(42) “Diam! Hansip tahu apa. Orang mati kok hidup lagi. Ini bukan lenong.”

Informasi indeksial :

Tuturan seorang polisi dengan seorang Hansip dalam sebuah cerita yang

pada saat itu keduanya sedang terlibat dalam pertengkaran karena

sesuatu hal.

27

b. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Suruhan

Secara struktural, imperatif yang bermakna suruhan dapat ditandai oleh

pemakaian penanda kesantunan coba.

Contoh :

(43) “Coba hidupkan mesin mobil itu!”

Informasi indeksial :

Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang montir kepada pemilik mobil

yang kebetulan sedang rusak di pinggir jalan.

c. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan

Tuturan imperatif yang mengandung makna permintaan lazimnya terdapat

ungkapan penanda kesantunan tolong atau frasa lain yang bermakna minta.

Contoh :

(44) Totok : “Tolong pamitkan, Mbak!”

Narsih : “Iya, Tok. Selamat jalan, ya!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini disampaikan oleh seseorang kepada sahabatnya pada saat ia akan

meninggalkan rumahnya pergi ke kota karena ada keperluan yang tidak dapat

ditinggalkan. Pada saat yang sama, sebenarnya, ia harus menghadiri sebuah

acara rapat karang taruna di desanya.

d. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan

Secara struktural, imperatif yang mengandung makna permohonan, biasanya

ditandai dengan ungkapan penanda kesantunan mohon. Selain ditandai dengan

hadirnya penanda kesantunan itu, sufiks –lah juga lazim digunakan untuk

memperhalus kadar tuturan imperatif permohonan.

28

Contoh :

(45) “Mohon tanggapi secepatnya surat ini!”

Informasi indeksial:

Tuturan seorang pimpinan kepada pimpinan lain dalam sebuah kampus pada

saat mereka membicarakan surat lamaran pekerjaan dari seorang calon

pegawai.

e. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan

Lazimnya, imperatif dengan makna desakan menggunakan kata ayo atau mari

sebagai pemarkah makna. Selain itu, kadang-kadang digunakan juga kata harap atau

harus untuk memberi penekanan maksud desakan tersebut. Intonasi yang digunakan

untuk menuturkan imperatif jenis ini, lazimnya, cenderung lebih keras dibandingkan

dengan intonasi pada tuturan imperatif yang lainnya.

Contoh :

(46) Bibi kepada Monik : “Ayo, makanlah dulu. Nanti temanmu kemalaman

pulangnya. Ayo! Ayo, makan dulu!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini disampaikan oleh Bibi Monik pada saat Monik bersama

temannya berada di rumah sang Bibi.

f. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan

Imperatif yang bermakna bujukan di dalam bahasa Indonesia biasanya

diungkapkan dengan penanda kesantunan ayo atau mari. Selain itu, dapat juga

imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunan tolong.

29

Contoh :

(47) Ibu kepada anaknya yang masih kecil : “Habiskan susunya dulu, yo!

Nanti terus pergi ke Malioboro Mall.”

Informasi indeksial :

Tuturan ini disampaikan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang masih kecil

dan agak sulit disuruh minum susu. Tuturan itu dimaksudkan untuk membujuk

si anak agar ia mau minum susu.

g. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Himbauan

Imperatif yang mengandung makna himbauan, lazimnya digunakan bersama

sufiks –lah. Selain itu, imperatif jenis ini sering digunakan bersama dengan ungkapan

penanda kesantunan harap dan mohon.

Contoh :

(48) “Jagalah kebersihan lingkungan!”

Informasi indeksial :

Tuturan peringatan di sebuah taman wisata di kota Yogyakarta.

(49) “Mohon, jangan membuang sampah di sembarang tempat!”

Informasi indeksial :

Tuturan peringatan yang terdapat di salah satu sudut kampus ASMI Santa

Maria Yogyakarta.

(50) “Harap hubungi dokter terdekat jika sakit berlanjut!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini merupakan cuplikan percakapan dalam sebuah wacana iklan obat-

obatan di televisi.

30

h. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Persilaan

Imperatif persilaan dalam bahasa Indonesia, lazimnya digunakan dengan

penanda kesantunan silakan. Seringkali digunakan pula bentuk pasif dipersilakan

untuk menyatakan maksud pragmatik imperatif persilaan itu. Bentuk yang kedua

cenderung lebih sering digunakan pada acara-acara formal yang sifatnya protokoler.

Contoh :

(51) Antarpasien tua di rumah sakit : “Silakan, silakan! Nah, marilah kita

sekarang bersama-sama menengok tanaman apa saja yang ada di

pekarangan di dekat kamar mayat sana itu.”

Informasi indeksial :

Tuturan ini terjadi di dalam rumah sakit, antarpasien yang sudah berusia

lanjut, keduanya sudah berhubungan dengan sangat baik.

i. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan

Imperatif dengan makna ajakan, biasanya ditandai dengan pemakaian penanda

kesantunan mari atau ayo. Kedua macam tanda kesantunan itu masing-masing

memiliki makna ajakan.

Contoh :

(52) Monik kepada Tante : “Mari makan, Tante!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini terjadi dalam ruang makan pada sebuah keluarga, orang yang satu

mengajak orang yang lain untuk makan bersama.

j. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Permintaan Izin

Imperatif dengan makna permintaan izin, biasanya ditandai dengan

penggunaan ungkapan penanda kesantunan mari dan boleh.

31

Contoh :

(53) Adik kepada kakak perempuan : “Mbak, mari saya bawakan tasnya!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini disampaikan oleh seorang adik kepada kakak perempuannya yang

bertemperamen keras, segala sesuatunya akan dilakukan sendiri tanpa campur

tangan dan keterlibatan orang lain.

k. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan

Imperatif yang bermakna mengizinkan, lazimnya ditandai dengan pemakaian

penanda kesantunan silakan.

Contoh :

(54) “Silakan membuang sampah di tempat ini!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini ditemukan di lokasi yang disediakan khusus untuk tempat

pembuangan sampah.

l. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan

Imperatif dengan makna larangan dalam bahasa Indonesia, biasanya ditandai

oleh pemakaian kata jangan.

Contoh :

(55) Ishak kepada Satilawati : “Jangan berkata begitu Satilawati, hatiku

bertambah rusak!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini terjadi dalam perbincangan yang bersifat pribadi antara seorang

dengan orang lainnya pada saat mereka bertemu di kantin perguruan tinggi.

32

m. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Harapan

Imperatif yang menyatakan makna harapan, biasanya ditunjukkan dengan

penanda kesantunan harap dan semoga. Kedua macam penanda kesantunan itu di

dalamnya mengandung makna harapan.

Contoh :

(56) “Harap tenang ada ujian negara!”

Informasi indeksial :

Tuturan peringatan pada salah satu tempat di dalam kampus perguruan tinggi.

n. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Umpatan

Imperatif jenis ini relatif banyak ditemukan dalam pemakaian bahasa

Indonesia pada komunikasi keseharian.

Contoh :

(57) Si Gendut kepada sopir : “Kurang ajar kau! Jangan lancang, ya. Jangan

bikin tuan besar menjadi marah. Ayo belok!”

Informasi indeksial :

Tuturan ini terjadi pada saat seorang sopir yang sedang berusaha menipu

penumpangnya bertengkar dengan si penumpang yang kebetulan sangat

pemberani dan tidak mau dikelabui.

o. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Pemberian Ucapan

Selamat

Imperatif jenis ini cukup banyak ditemukan di dalam pemakaian bahasa

Indonesia sehari-hari. Telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia bahwa

dalam peristiwa-peristiwa tertentu, biasanya anggota masyarakat bahasa Indonesia

33

saling menyampaikan ucapan salam atau ucapan selamat kepada anggota masyarakat

yang lain.

Contoh :

(58) Neti kepada Ibu : “Mami! Selamat jalan, dan oleh-olehnya, ya, nanti.”

Informasi indeksial :

Tuturan ini disampaikan pada saat ibu Neti berangkat ke kota lain, sedangkan

Neti harus tinggal di rumah.

p. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Anjuran

Secara struktural, imperatif yang mengandung makna anjuran, biasanya

ditandai dengan penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya.

Contoh :

(59) Orang tua kepada anak : “Sebaiknya uang ini kamu simpan saja di almari.”

Informasi indeksial :

Tuturan ini disampaikan oleh ibu kepada anaknya yang masih kecil. Ia

baru saja mendapatkan uang saku dari saudaranya.

q. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif “ngelulu”

Di dalam bahasa Indonesia terdapat tuturan yang memiliki makna pragmatik

“ngelulu”. Kata “ngelulu” berasal dari bahasa Jawa, yang bermakna seperti menyuruh

mitra tutur melakukan sesuatu namun yang dimaksud sebenarnya adalah melarang

melakukan sesuatu. Makna imperatif melarang, lazimnya diungkapkan dengan

penanda kesantunan jangan. Imperatif yang bermakna “ngelulu” di dalam bahasa

Indonesia lazimnya tidak diungkapkan dengan penanda kesantunan itu melainkan

berbentuk tuturan imperatif biasa.

34

Contoh :

(60) Ibu : “Makan saja semuanya biar ayahmu senang kalau nanti pulang

kerja!”

Anak : “Ah,... Ibu. Nanti benjut kepalaku.”

Informasi indeksial :

Pertuturan antara seorang ibu dengan anaknya yang senang makan banyak.

Kalau makan, ia sering lupa dengan anggota keluarga yang lain. Demikian

pula dengan ayahnya yang biasanya pulang dari tempat kerja pada sore hari.

Dari beberapa teori yang sudah dipaparkan, maka peneliti memilih teori

dari Rahardi untuk digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini. Peneliti

memilih teori tersebut karena data yang peneliti temukan sebagian besar lebih sesuai

dianalisis dengan menggunakan teori Rahardi. Wujud imperatif yang akan peneliti

gunakan adalah wujud pragmatik imperatif bukan wujud formal imperatif, karena

sebagian besar datanya lebih sesuai diteliti dengan wujud pragmatik imperatif.

H. Kerangka Pikir

Wacana persuasif yang terdapat pada fasilitas umum dapat dianalisis melalui

jenis-jenis tindak tutur dan bentuk-bentuk imperatifnya. Dari penjelasan tersebut,

maka kerangka pikir “Bentuk Imperatif Wacana Persuasif pada Fasilitas Umum”

adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Bagan Kerangka Pikir

Bahasa Fungsi

Wacana Jenis Wacana

Tindak Tutur

Jenis-Jenis

1 Tindak Tutur Langsung dan Tidak

Langsung

2 Tindak Tutur Literal dan Tidak

Literal

Kalimat

Jenis-Jenis

Kalimat

Kalimat dilihat dari bentuk

Sintaksis

Kalimat Imperatif

Wujud Pragmatik meliputi :

- Imperatif Perintah

- Imperatif Suruhan

- Imperatif Permintaan

- Imperatif Permohonan

- Imperatif Desakan

- Imperatif Bujukan

- Imperatif Imbauan

- Imperatif Persilaan

- Imperatif Ajakan

- Permintaan Izin

- Imperatif Mengizinkan

- Imperatif Larangan

- Imperatif Harapan

- Imperatif Umpatan

- Imperatif Pemberian

Ucapan Selamat

- Imperatif Anjuran

- Imperatif “ngelulu”

Wujud Formal meliputi :

a. Imperatif Aktif, meliputi :

Imperatif Aktif Tidak

Transitif

Imperatif Aktif Transitif

b. Imperatif Pasif

F

A

S

I

L

I

T

A

S

U

M

U

M

Bentuk

imperatif

tindak

tutur

wacana

persuasif

35