bab ii landasan teori a. penelitian sejenis yang...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sejenis yang Relevan
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk
diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan yang
sangat berguna. Penelitian tentang bentuk imperatif sebelumnya pernah dilakukan
oleh Nur Rosalati Urfa dari Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan
Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Purwokerto, pada tahun 2011 dengan judul “Kesantunan Imperatif Tuturan Siswa
dengan Lingkungan Sekolah pada SMK Kesatrian Purwokerto.”
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang yaitu terletak
pada sumber data penelitian, kajian, dan metode yang digunakan dalam
mengumpulkan data. Data penelitian pada penelitian sebelumnya yaitu tuturan siswa
dengan lingkungan sekolah (siswa, penjaga sekolah, penjaja makanan, penjaga masjid,
tukang kebun, pemilik jasa fotokopi yang berada di lingkungan SMK Kesatrian
Purwokerto), sedangkan metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu
menggunakan metode padan pragmatis. Selain itu kajiannya pun mencakup tiga
bahasan, meliputi : (1) bentuk imperatif berdasarkan jenis kalimat, (2) kesantunan
imperatif berdasarkan jenis maksim dalam prinsip kesantunan, dan (3) kesantunan
pragmatik tuturan imperatif berdasarkan bentuk kalimat . Sedangkan pada penelitian
sekarang, data yang digunakan berupa tindak tutur wacana persuasif yang terdapat
pada papan-papan perintah dan larangan di tempat umum yang ada di wilayah
Purwokerto, meliputi rumah sakit, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU),
7
8
stasiun kereta api Purwokerto, objek wisata, dan terminal bus. Metode analisis data
yang digunakan pada penelitian sekarang adalah metode agih dengan teknik perluas.
Selain itu, kajiannya pun hanya mencakup bentuk imperatif yang digunakan serta
jenis-jenis tindak tutur yang ada dalam wacana persuasif tersebut.
B. Fasilitas Umum
Menurut Depdiknas (2008 : 389), fasilitas adalah sarana untuk melancarkan
fungsi, kemudahan. Sedangkan istilah „umum‟ didefinisikan sebagai sesuatu yang
menyeluruh, tidak menyangkut khusus saja, mengenai seluruhnya atau semuanya,
serta menyangkut orang banyak. Jadi fasilitas umum adalah fasilitas yang disediakan
untuk kepentingan umum, seperti jalan, alat penerangan umum, dan lain sebagainya.
Penulis hanya membatasi fasilitas umum seperti rumah sakit, stasiun pengisian bahan
bakar umum (SPBU), stasiun kereta api, objek wisata, dan terminal bus karena
fasilitas tersebut sering sekali dikunjungi oleh banyak orang, serta banyak ditemukan
wacana persuasif yang mengandung makna imperatif seperti perintah dan larangan.
C. Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Menurut Depdiknas (2008 : 116), bahasa adalah sistem lambang yang arbitrer,
yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004 : 1)
Jadi bahasa adalah sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap manusia,
yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat dan berfungsi
sebagai alat komunikasi dalam bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
9
2. Fungsi Bahasa
Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana
komunikasi vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah satu
ciri pembeda utama kita umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini
(Tarigan, 1993 : 4-5).
Finoccharino (dalam Lubis, 1994 : 4) membagi fungsi bahasa itu atas lima
bagian, yaitu personal, interpersonal, direktif, referensial, dan imajinatif.
a. Fungsi personal adalah kemampuan pembicaraannya, misalnya : cinta,
kesenangan, kekecewaan, kesusahan, kemarahan, kemasgulan, dan
sebagainya.
b. Fungsi interpersonal adalah kemampuan kita untuk membina dan menjalin
hubungan kerja dan hubungan sosial dengan orang lain.
c. Fungsi direktif memungkinkan kita untuk mengajukan permintaan, saran,
membujuk, meyakinkan, dan sebagainya.
d. Fungsi referensial adalah yang berhubungan dengan kemampuan untuk
menulis atau berbicara tentang lingkungan kita yang terdekat.
e. Fungsi imajinatif adalah kemampuan untuk dapat menyusun irama, sajak,
cerita tertulis maupun lisan.
D. Wacana
1. Pengertian Wacana
Alwi dkk. (2003 : 419), mengatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat
yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain
itu membentuk kesatuan. Alinea bukanlah suatu pembagian secara konvensional dari
suatu bab yang terdiri dari kalimat-kalimat, tetapi lebih dalam maknanya dari kesatuan
kalimat saja. Alinea tidak lain dari suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih
tinggi atau lebih luas dari kalimat (Keraf, 2004 : 69).
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan
10
gramatikal tertinggi dan terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau
kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan lainnya
(Chaer, 1994 : 267).
Menurut Desee (dalam Tarigan, 1993 : 25), wacana adalah seperangkat
proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa
kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul
dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak
atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan wacana itu.
Dari beberapa paparan tersebut, dapat diambil simpulan bahwa wacana adalah
satuan bahasa terlengkap atau satuan gramatikal yang tertinggi dan terbesar yang
berupa rentetan kalimat yang saling berkaitan untuk menghasilkan kesatuan makna
dan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
2. Ciri-Ciri Wacana
Sudrajat (2009 : 112) menyatakan bahwa ciri-ciri wacana itu adalah sebagai
berikut.
a. Satuan gramatikal;
b. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap;
c. Untaian kalimat-kalimat;
d. Memiliki hubungan proposisi;
e. Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan;
f. Memiliki hubungan koherensi;
g. Memiliki kohesi;
h. Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi;
i. Bisa transaksional juga interaksional;
j. Mediumnya bisa lisan maupun tulisan; dan
k. Sesuai dengan konteks atau kontekstual.
Dalam penelitian ini, wacana yang diteliti menggunakan medium tulisan
karena berupa kesatuan kalimat yang maknanya lebih dalam dan lebih luas dari
11
sebuah kalimat serta dituangkan ke dalam media tulis seperti pengumuman. Wacana
tersebut disajikan dengan sifat persuasif oleh pihak fasilitas umum, agar para pembaca
diminta untuk mencerna dengan cermat maksud dari wacana tersebut yang sebagian
besar berisi mengenai larangan dan perintah melakukan sesuatu oleh pembaca.
3. Jenis-Jenis Wacana
Menurut Marwoto dkk. (1987 : 152), wacana pada umumnya dibedakan
menjadi :
a. Wacana Narasi
b. Wacana Deskripsi
c. Wacana Eksposisi
d. Wacana Argumentasi
e. Wacana Persuasi.
Penulis hanya membatasi permasalahan pada wacana persuasi saja, karena
wacana yang ada dalam papan-papan larangan dan perintah yang terdapat pada
fasilitas umum sebagian besar bermaksud untuk mengajak, menganjurkan, atau
melarang para pembaca melakukan sesuatu sebagaimana yang tertulis dalam papan-
papan larangan dan perintah tersebut. Wacana persuasi adalah wacana yang berisi
paparan berdaya–bujuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan
ketergiuran pembacanya untuk meyakini dan menuruti himbauan implisit maupun
eksplisit yang dilontarkan oleh penulis atau pembuatnya (Marwoto dkk, 1987 :176).
4. Konteks Wacana
Menurut Alwi dkk. (2003 : 421-425), konteks wacana terdiri atas berbagai
unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa,
bentuk amanat, kode, dan sarana. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan,
12
pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya. Kode ialah ragam bahasa yang
dipakai, misalnya bahasa Indonesia baku, bahasa Indonesia logat daerah, atau bahasa
daerah. Sarana ialah wahana komunikasi yang dapat berwujud pembicaraan
bersemuka atau lewat telepon, surat, dan televisi.
Unsur antarwacana atau ko-teks penting pula dalam menentukan penafsiran
makna karena alam wacana pengertian sebuah teks atau bagian-bagiannya sering
ditentukan oleh pengertian yang diberikan oleh teks lain. teks di sini dapat berupa
ujaran, paragraf, ataupun wacana, dan bahkan sebuah rambu lalu lintas.
Pada ujung sebuah jalan terpampang rambu “TERIMAKASIH. SELAMAT
JALAN”. Pengendara yang melihatnya tidak paham mengapa ia mendapat “ucapan
terima kasih”. Akan tetapi, jika pengendara itu mulai dari ujung yang lain, dan
membaca rambu “JALAN PELAN-PELAN. BANYAK ANAK-ANAK”, ia akan
segera maklum mengapa ia menerima ucapan terima kasih itu. Pemahaman itu
disebabkan oleh peranan ko-teks, yaitu rambu “JALAN PELAN-PELAN. BANYAK
ANAK-ANAK” itu.
E. Tindak Tutur
1. Pengertian Tindak Tutur
Menurut Searle (dalam Rohmadi, 2004 : 29), tindak tutur adalah produk atau
hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari
komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah atau
yang lainnya. Menurut Chaer dan Agustina (2004 : 50), tindak tutur (speech act)
adalah gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan
oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
13
Tindak tutur adalah kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang berupa
hasil atau produk dari suatu kalimat yang berupa pernyataan, pertanyaan, perintah atau
yang lain yang ditimbulkan dari gejala individual yang bersifat psikologis, dan
keberlangsungannyapun ditentukan oleh kemmampuan bahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu.
Ibrahim (1993 : 160) menyatakan bahwa percakapan atau teks tertulis terdiri
dari untaian ujaran yang tak beraturan (unordered strings of utterences). Para pelaku
percakapan (conversationalists) seringkali mengacu pada struktur wacana dalam
proses percakapan, dengan mengucapkan kata-kata seperti : oh, ngomong-ngomong,
seperti yang saya katakan, dan lain sebagainya. Penyertaan meta teks (metatext)
semacam itu, dengan menunjuk pada organisasi teks itu sendiri, bisa merupakan hal
yang umum dalam style wacana tertentu, misalnya berceramah, dan ini bisa terjadi
dalam wacana tulisan maupun wacana lisan.
2. Jenis-Jenis Tindak Tutur
Ada beberapa pakar yang menyebutkan mengenai jenis-jenis tindak tutur.
Menurut Searle (dalam Rohmadi, 2010 : 21), secara pragmatis setidak-tidaknya ada
tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi,,
tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Menurut Wijana dan Rohmadi (2010 : 28-35),
tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak
langsung, serta tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Selain itu dapat
dikembangkan lagi menjadi tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak
literal, tindak tutur tidak langsung literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal.
Pada penelitian ini hanya dibatasi pada tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak
14
langsung saja karena peneliti menganalisis cara penyampaian tuturan, baik itu secara
langsung maupun tidak langsung.
a. Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung.
Menurut Ramlan (2001 : 26) secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat
dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif) dan kalimat
perintah (imperatif).
1) Kalimat Berita (Deklaratif) : Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan
sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian
seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian (Ramlan,
2001 : 27). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu
informasi (Wijana dan Rohmadi, 2010 : 28).
2) Kalimat Tanya (Interogatif) : Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu.
3) Kalimat Perintah (Imperatif) : Ramlan menyebut kalimat perintah dengan
menggunakan kalimat suruh. Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat
suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara
(Ramlan, 2001 : 39). Kalimat perintah digunakan untuk menyatakan perintah, ajakan,
permintaan, atau permohonan (Wijana dan Rohmadi, 2010 : 28).
Tindak tutur langsung adalah tindak tutur dimana penutur secara langsung
mengungkapkan maksud atau isi tuturan sesuai dengan apa yang dituturkan kepada
lawan tutur.
Contoh tindak tutur langsung :
(5) Sidin memiliki lima ekor kucing.
(6) “Di manakah letak pulau Bali?”
(7) “Ambilkan baju saya!”
Selain itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan
kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa diperintah.
15
Bila hal ini yang terjadi, terbentuklah tindak tutur tidak langsung (indirect speech act).
Jadi tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur dimana penutur bukan hanya
menginformasikan mengenai sesuatu, tetapi secara tidak langsung ada maksud lain
yang terkandung di dalamnya agar lawan tutur melakukan sesuatu yang dimaksud
oleh si penutur.
Contoh tindak tutur tidak langsung :
(8) Ada makanan di almari.
(9) Di mana sapunya?
Kalimat (8), bila diucapkan kepada seorang teman yang membutuhkan
makanan, dimaksudkan untuk memerintahkan lawan tuturnya mengambil makanan
yang ada di almari yang dimaksud, bukan sekedar untuk menginformasikan bahwa di
almari ada makanan. Demikian pula tuturan (9) bila diutarakan oleh seorang ibu
kepada anaknya, tidak semata-mata berfungsi untuk menanyakan letak sapu, tetapi
juga secara tidak langsung memerintah sang anak untuk mengambil sapu itu.
b. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal.
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya
sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal
(non literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau
berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
Contoh tindak tutur literal :
(10) Penyanyi itu suaranya bagus.
(11) “Radionya keraskan! Aku ingin mencatat lagu itu.”
Contoh tindak tutur tidak literal :
(12) “Suaranya bagus, (tapi tak usah nyanyi saja).”
(13) “Radionya kurang keras. Tolong keraskan lagi! Aku mau belajar.”
16
F. Kalimat
1. Pengertian Kalimat
Kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang
disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 2001 : 23). Menurut Alwi dkk. (2003 :
311), kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh.
Dari keterangan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kalimat adalah
satuan gramatik atau satuan bahasa terkecil yang berwujud lisan atau tulisan yang
dibatasi oleh adanya jeda panjang disertai nada akhir turun atau naik yang bertujuan
untuk mengungkapkan pikiran yang utuh.
2. Jenis Kalimat
Menurut Alwi dkk. (2003 : 336-365), kalimat dibedakan menjadi (1) kalimat
tunggal, (2) kalimat dilihat dari bentuk sintaksis, (3) kalimat tak lengkap, dan (4)
kalimat inversi. Penulis hanya membatasi pada kalimat dilihat dari bentuk
sintaksisnya saja, karena penulis hanya menemukan data yang berupa kalimat dilihat
dari bentuk sintaksisnya.
Kalimat jika dilihat dari bentuk sintaksis dapat dibagi atas : (1) kalimat
deklaratif, (2) kalimat imperatif, (3) kalimat interogatif, (4) kalimat eksklamatik.
Penulis hanya membatasi pada kalimat deklaratif dan kalimat imperatif saja, karena
data yang peneliti temukan berupa kalimat berita dan kalimat imperatif.
a. Kalimat Deklaratif
Kalimat deklaratif, yang juga dikenal dengan nama kalimat berita dalam buku-
buku tata bahasa Indonesia, secara formal, jika dibandingkan dengan ketiga jenis
17
kalimat yang lainnya, tidak bermarkah khusus. Dalam bentuk lisan, suara berakhir
dengan nada turun.
Contoh :
(14) Tadi pagi ada tabrakan mobil di dekat Monas.
b. Kalimat Imperatif
Menurut Alwi dkk. (2010 : 362), kalimat imperatif memiliki ciri-ciri formal
seperti berikut.
1) Intonasi yang ditandai nada rendah di akhir turunan. Pola intonasinya adalah 2 3 #
atau 2 3 2 # jika diikuti sufiks lah pada P-nya.
Misal :
(15) Pergi!
2 3 #
(16) Pergilah!
2 3 2 #
2) Pemakaian sufiks penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan,
permohonan, dan larangan.
3) Susunan inversi sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-
subjek jika diperlukan,
4) Pelaku tindakan tidak selalu terungkap.
Kalimat imperatif dapat diwujudkan seperti berikut :
1) Kalimat yang terdiri atas predikat verbal dasar atau adjektiva, ataupun frasa
preposisional saja yang sifatnya taktransitif,
2) Kalimat lengkap yang berpredikat verbal taktransitif atau transitif,
3) Kalimat yang dimarkahi oleh berbagai kata tugas modalitas kalimat.
18
Menurut Alwi dkk. (2003 : 353), perintah atau suruhan dan permintaan jika
ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi enam golongan :
1) Perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya
berbuat sesuatu,
2) Perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi
menyuruh mencoba atau mempersilakan lawan bicara sudi berbuat sesuatu,
3) Permohonan jika pembicara, demi kepentingannya, minta lawan bicara
berbuat sesuatu,
4) Ajakan dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara
berbuat sesuatu,
5) Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan
dilakukan sesuatu,
6) Pembiaran jika pembicara minta agar jangan dilarang.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai macam-macam kalimat imperatif :
1) Kalimat Perintah atau Suruhan (Imperatif)
Kalimat imperatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kalimat imperatif tak
transitif dan kalimat imperatif transitif. Kalimat imperatif taktransitif dibentuk dari
kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat berpredikat verba dasar, frasa adjektival,
dan frasa verbal yang berprefiks ber- atau meng- ataupun frasa preposisional.
Contoh :
(17) Kamu berlibur ke tempat nenekmu.
Berliburlah ke tempat nenekmu!
(18) Engkau menyeberang dengan hati-hati.
Menyeberanglah dengan hati-hati!
Kalimat imperatif yang berpredikat verba transitif mirip dengan konstruksi
kalimat deklaratif pasif. Petunjuk bahwa verba kalimat dapat dianggap berbentuk pasif
ialah kenyataan bahwa lawan bicara yang dalam kalimat deklaratif berfungsi sebagai
subjek pelaku menjadi pelengkap pelaku, sedangkan objek sasaran dalam kalimat
deklaratif menjadi subjek sasaran dalam kalimat imperatif.
19
Contoh :
(19) Kontrak ini dikirimkan sekarang!
Pada kalimat tersebut, dapat memiliki padanan Kirimkan kontrak ini
sekarang!, tetapi bentuk pasif dengan di- akan terasa lebih halus karena yang disuruh
seolah-olah tidak merasa secara langsung diperintah untuk melakukan sesuatu. Si
penyuruh hanya menekankan pada kenyataan bahwa kontrak itu harus sampai kepada
yang bersangkutan.
2) Kalimat Imperatif Halus
Dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah kata yang dipakai untuk
memperhalus isi kalimat imperatif seperti kata tolong, coba, silakan, sudilah, dan
kiranya.
Contoh :
(20) “Tolonglah mobil saya dibawa ke bengkel.”
(21) “Tolong bawalah mobil saya ke bengkel.”
(22) “Cobalah panggil Kepala Bagian Umum.”
Pada kalimat (22) sufiks -lah dapat diletakkan pada kata penghalus atau pada
verbanya (21). Pada kalimat dengan verba di-, sufiks –lah hanya dapat ditempelkan
pada kata penghalus saja (20).
3) Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif juga digunakan untuk mengungkapkan permintaan. Kalimat
seperti itu ditandai oleh kata minta atau mohon. Subjek pelaku kalimat imperatif
permintaan ialah pembicara yang sering tidak dimunculkan.
20
Contoh :
(23) “Minta perhatian, saudara-saudara!”
“Minta ampun!”
“ Minta maaf, Pak!”
(24) “Mohon memperhatikan aturan ini.”
“Mohon surat ini ditandatangani.”
“Mohon diterima dengan baik.”
4) Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan
Di dalam kalimat imperatif, ajakan dan harapan tergolong kalimat yang
biasanya didahului kata ayo (ayolah), mari (marilah), harap, hendaknya.
Contoh :
(25) “Ayolah, masuk!”
“Ayo, cepat!”
(26) “Mari kita makan.”
“Marilah kita bersatu.”
(27) “Harap duduk dengan tenang.”
“Harap membaca dulu.”
5) Kalimat Imperatif Larangan
Kalimat imperatif dapat bersifat larangan dengan adanya kata jangan(lah).
Contoh :
(28) “Jangan berangkat hari ini.”
(29) “Janganlah membaca di tempat gelap.”
6) Kalimat Imperatif Pembiaran
Yang termasuk ke dalam kalimat imperatif yang lainnya adalah pembiaran
yang dinyatakan dengan kata biar(lah) atau biarkan(lah). Sebetulnya dapat diartikan
bahwa kalimat itu menyuruh membiarkan supaya sesuatu terjadi atau berlangsung.
Dalam perkembangannya kemudian pembiaran berarti minta izin agar sesuatu jangan
dihalangi.
21
Contoh :
(30) “Biarlah saya pergi dulu, kau tinggal di sini.”
(31) “Biarlah kita bekerja di kebun sekarang.”
Menurut Rahardi (2000 : 77-83), kalimat imperatif mengandung maksud
memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu sebagaimana diinginkan
si penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan
yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau
santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu
sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Maka, kalimat imperatif dalam
bahasa Indonesia sangat kompleks dan bervariasi. Kalimat imperatif dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Kalimat Imperatif Biasa
Kalimat imperatif biasa lazimnya memiliki ciri-ciri berikut : (1) berintonasi
keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, (3) bersufiks pengeras –lah. Kalimat
imperatif jenis ini dapat berkisar antara imperatif yang sangat halus sampai dengan
imperatif yang sangat kasar.
Contoh :
(32) “Monik, lihat!”
Konteks tuturan :
Dituturkan oleh teman Monik pada saat ia ingin menunjukkan buku yang baru
saja dibelinya dari toko buku kepada Monik. Keduanya adalah teman satu kos.
2. Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan
sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap penutur
yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu menuturkan
22
kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan pemakaian
penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon, dan beberapa ungkapan lain seperti
sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan
sangat.
Contoh :
(33) “Sudilah kiranya Bapak menanggapi surat kami secepatnya!”
Konteks tuturan :
Disampaikan oleh seorang pelamar pekerjaan dalam sebuah surat lamaran
yang disertai berkas-berkas kelengkapan lamaran.
3. Kalimat Imperatif Pemberian Izin
Kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai dengan
pemakaian penanda kesantunan silakan, biarlah, dan beberapa ungkapan lain yang
bermakna mempersilakan seperti diperkenankan, dipersilakan, dan diizinkan.
Contoh :
(34) “Ian.... Silakan ambil buah duku itu kalau kau mau! Tadi nenek belikan
buah duku untuk cucuku di pasar. Ayo...!
Konteks tuturan :
Dituturkan oleh seorang nenek kepada cucunya yang sedang berkunjung ke
rumahnya. Di meja makan terdapat beberapa buah duku yang sengaja
disiapkan untuk sang cucu yang sudah mengatakan mau datang mengunjungi
sang nenek.
4. Kalimat Imperatif Ajakan
Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo
(yo), biar, coba, mari, harap, hendaknya, hendaklah. Kalimat imperatif ajakan
dimaksudkan jika pembicara mengajak lawan bicara berbuat sesuatu.
23
Contoh :
(35) “Mari kita bersihkan dulu rumput-rumput di depan gedung itu!”
Konteks tuturan :
Dituturkan oleh seorang pimpinan pada saat kerja bakti bersama karyawan-
karyawan menjelang peringatan kemerdekaan.
5. Kalimat Imperatif Suruhan
Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda kesantunan
ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silakan, dan tolong. Kalimat
imperatif suruhan dimaksudkan jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat
sesuatu. Selain itu imperatif suruhan juga dapat ditandai dengan sufiks –kan.
Contoh :
(36) “Nang... coba keraskan sedikit radio itu!
Dalangnya siapa itu?”
Konteks tuturan :
Dituturkan oleh seorang kakek kepada cucunya yang saat itu bersama-sama
sedang mendengarkan siaran wayang kulit dari radio.
G. Wujud Imperatif
Menurut Rahardi (2008 : 88-117), kalimat imperatif dapat berwujud formal
dan berwujud pragmatik.
1. Wujud Formal Imperatif
Secara formal, tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam
perwujudan, yakni imperatif aktif dan imperatif pasif. Imperatif aktif dibentuk dengan
24
penggunaan awalan meN- pada verbanya, dapat juga dengan menghilangkan subjek
yang lazimnya berupa persona kedua, mempertahankan bentuk verba yang dipakai
dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya, serta menambahkan sufiks –lah pada
bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif tersebut. Sedangkan imperatif
pasif digunakan pada kadar suruhan yang di dalamnya cenderung rendah.
a. Imperatif Aktif
Berdasarkan penggolongan verbanya, imperatif aktif dapat dibedakan menjadi
dua macam, yakni imperatif aktif tidak transitif dan imperatif aktif transitif. Imperatif
aktif tidak transitif digunakan dengan tidak menyertakan objek pada tuturannya,
sedangkan imperatif transitif digunakan dengan menyertakan objek pada tuturannya.
1) Imperatif Aktif Tidak Transitif
Menurut Rahardi (2008 : 88), imperatif aktif tidak transitif dapat dibentuk dari
tuturan deklaratif, yakni dengan menerapkan ketentuan-ketentuan berikut : (1)
menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua seperti Anda, Saudara,
kamu, kalian, Anda sekalian, Saudara sekalian, dan kalian-kalian. (2)
mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa
adanya. (3) menambahkan sufiks –lah pada bagian tertentu untuk memperhalus
maksud imperatif tersebut.
Contoh :
(37) “Hei... Kamu kemarilah kalau berani!”
(38) “Hei... Kemari kalau berani!”
(39) “Hei... Kemarilah kalau berani!”
Informasi indeksial :
Tuturan-tuturan tersebut disampaikan oleh anak-anak kecil pada saat mereka
saling berdebat karena akan saling berkelahi.
25
2) Imperatif Aktif Transitif
Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, verbanya harus dibuat
tanpa berawalan me-N. Apabila verba kalimat deklaratif yang akan dibentuk menjadi
kalimat aktif transitif itu memiliki dua unsur awalan, seperti misal memper- dan
member-, hanya unsur meN- sajalah yang perlu ditanggalkan. Akhiran yang melekat
pada verba tetap dipertahankan dan tidak perlu dihilangkan di dalam pembentukan
tuturan imperatif aktif transitif.
Contoh :
(40) “Ambil surat keterangan itu sekarang juga!”
b. Imperatif Pasif
Di dalam komunikasi keseharian, maksud tuturan imperatif lazim dinyatakan
dalam tuturan berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang demikian dalam
menyatakan maksud karena pada pemakaian imperatif pasif itu kadar suruhan yang
dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Selain itu, bentuk imperatif pasif
juga dapat mengandung konotasi makna bahwa orang ketigalah yang diminta
melakukan sesuatu, bukannya orang kedua. Kadar permintaan dan kadar suruhan yang
terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu tinggi karena maksud dan tuturan itu tidak
secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan.
Contoh :
(41) “Surat itu diketik dan dikirim secepatnya!”
Informasi indeksial :
Tuturan (41) dituturkan oleh seorang pimpinan kepada seorang sekretaris atau
pembantunya. Tuturan tersebut dituturkan dalam situasi yang lebih santai.
26
2. Wujud Pragmatik Imperatif
Yang dimaksud dengan wujud pragmatik ialah realisasi maksud imperatif
dalam bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang
melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat
ditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik
dan dapat pula bersifat intralinguistik. Menurut Rahardi (2008 : 93), ada tujuh belas
macam bentuk pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Berikut ini penjelasan
masing-masing wujud pragmatik imperatif.
a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Perintah
Di dalam pemakaian bahasa Indonesia keseharian, terdapat beberapa makna
pragmatik perintah yang tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif, melainkan
dapat diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Imperatif yang demikian dapat disebut
dengan imperatif tidak langsung yang hanya dapat diketahui makna pragmatiknya
melalui konteks situasi tutur yang melatarbelakangi dan mewadahinya. Banyak
tuturan di sekitar kita yang sebenarnya mengandung makna pragmatik tertentu, namun
wujud konstruksinya bukan tuturan imperatif. Hanya konteks situasi tuturlah yang
dapat menentukan kapan sebuah tuturan akan ditafsirkan sebagai imperatif perintah
dan kapan pula sebuah tuturan akan dapat ditafsirkan dengan makna pragmatik
imperatif yang lain.
Contoh :
(42) “Diam! Hansip tahu apa. Orang mati kok hidup lagi. Ini bukan lenong.”
Informasi indeksial :
Tuturan seorang polisi dengan seorang Hansip dalam sebuah cerita yang
pada saat itu keduanya sedang terlibat dalam pertengkaran karena
sesuatu hal.
27
b. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Suruhan
Secara struktural, imperatif yang bermakna suruhan dapat ditandai oleh
pemakaian penanda kesantunan coba.
Contoh :
(43) “Coba hidupkan mesin mobil itu!”
Informasi indeksial :
Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang montir kepada pemilik mobil
yang kebetulan sedang rusak di pinggir jalan.
c. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan
Tuturan imperatif yang mengandung makna permintaan lazimnya terdapat
ungkapan penanda kesantunan tolong atau frasa lain yang bermakna minta.
Contoh :
(44) Totok : “Tolong pamitkan, Mbak!”
Narsih : “Iya, Tok. Selamat jalan, ya!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini disampaikan oleh seseorang kepada sahabatnya pada saat ia akan
meninggalkan rumahnya pergi ke kota karena ada keperluan yang tidak dapat
ditinggalkan. Pada saat yang sama, sebenarnya, ia harus menghadiri sebuah
acara rapat karang taruna di desanya.
d. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan
Secara struktural, imperatif yang mengandung makna permohonan, biasanya
ditandai dengan ungkapan penanda kesantunan mohon. Selain ditandai dengan
hadirnya penanda kesantunan itu, sufiks –lah juga lazim digunakan untuk
memperhalus kadar tuturan imperatif permohonan.
28
Contoh :
(45) “Mohon tanggapi secepatnya surat ini!”
Informasi indeksial:
Tuturan seorang pimpinan kepada pimpinan lain dalam sebuah kampus pada
saat mereka membicarakan surat lamaran pekerjaan dari seorang calon
pegawai.
e. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan
Lazimnya, imperatif dengan makna desakan menggunakan kata ayo atau mari
sebagai pemarkah makna. Selain itu, kadang-kadang digunakan juga kata harap atau
harus untuk memberi penekanan maksud desakan tersebut. Intonasi yang digunakan
untuk menuturkan imperatif jenis ini, lazimnya, cenderung lebih keras dibandingkan
dengan intonasi pada tuturan imperatif yang lainnya.
Contoh :
(46) Bibi kepada Monik : “Ayo, makanlah dulu. Nanti temanmu kemalaman
pulangnya. Ayo! Ayo, makan dulu!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini disampaikan oleh Bibi Monik pada saat Monik bersama
temannya berada di rumah sang Bibi.
f. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan
Imperatif yang bermakna bujukan di dalam bahasa Indonesia biasanya
diungkapkan dengan penanda kesantunan ayo atau mari. Selain itu, dapat juga
imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunan tolong.
29
Contoh :
(47) Ibu kepada anaknya yang masih kecil : “Habiskan susunya dulu, yo!
Nanti terus pergi ke Malioboro Mall.”
Informasi indeksial :
Tuturan ini disampaikan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang masih kecil
dan agak sulit disuruh minum susu. Tuturan itu dimaksudkan untuk membujuk
si anak agar ia mau minum susu.
g. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Himbauan
Imperatif yang mengandung makna himbauan, lazimnya digunakan bersama
sufiks –lah. Selain itu, imperatif jenis ini sering digunakan bersama dengan ungkapan
penanda kesantunan harap dan mohon.
Contoh :
(48) “Jagalah kebersihan lingkungan!”
Informasi indeksial :
Tuturan peringatan di sebuah taman wisata di kota Yogyakarta.
(49) “Mohon, jangan membuang sampah di sembarang tempat!”
Informasi indeksial :
Tuturan peringatan yang terdapat di salah satu sudut kampus ASMI Santa
Maria Yogyakarta.
(50) “Harap hubungi dokter terdekat jika sakit berlanjut!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini merupakan cuplikan percakapan dalam sebuah wacana iklan obat-
obatan di televisi.
30
h. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Persilaan
Imperatif persilaan dalam bahasa Indonesia, lazimnya digunakan dengan
penanda kesantunan silakan. Seringkali digunakan pula bentuk pasif dipersilakan
untuk menyatakan maksud pragmatik imperatif persilaan itu. Bentuk yang kedua
cenderung lebih sering digunakan pada acara-acara formal yang sifatnya protokoler.
Contoh :
(51) Antarpasien tua di rumah sakit : “Silakan, silakan! Nah, marilah kita
sekarang bersama-sama menengok tanaman apa saja yang ada di
pekarangan di dekat kamar mayat sana itu.”
Informasi indeksial :
Tuturan ini terjadi di dalam rumah sakit, antarpasien yang sudah berusia
lanjut, keduanya sudah berhubungan dengan sangat baik.
i. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan
Imperatif dengan makna ajakan, biasanya ditandai dengan pemakaian penanda
kesantunan mari atau ayo. Kedua macam tanda kesantunan itu masing-masing
memiliki makna ajakan.
Contoh :
(52) Monik kepada Tante : “Mari makan, Tante!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini terjadi dalam ruang makan pada sebuah keluarga, orang yang satu
mengajak orang yang lain untuk makan bersama.
j. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Permintaan Izin
Imperatif dengan makna permintaan izin, biasanya ditandai dengan
penggunaan ungkapan penanda kesantunan mari dan boleh.
31
Contoh :
(53) Adik kepada kakak perempuan : “Mbak, mari saya bawakan tasnya!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini disampaikan oleh seorang adik kepada kakak perempuannya yang
bertemperamen keras, segala sesuatunya akan dilakukan sendiri tanpa campur
tangan dan keterlibatan orang lain.
k. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan
Imperatif yang bermakna mengizinkan, lazimnya ditandai dengan pemakaian
penanda kesantunan silakan.
Contoh :
(54) “Silakan membuang sampah di tempat ini!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini ditemukan di lokasi yang disediakan khusus untuk tempat
pembuangan sampah.
l. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan
Imperatif dengan makna larangan dalam bahasa Indonesia, biasanya ditandai
oleh pemakaian kata jangan.
Contoh :
(55) Ishak kepada Satilawati : “Jangan berkata begitu Satilawati, hatiku
bertambah rusak!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini terjadi dalam perbincangan yang bersifat pribadi antara seorang
dengan orang lainnya pada saat mereka bertemu di kantin perguruan tinggi.
32
m. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Harapan
Imperatif yang menyatakan makna harapan, biasanya ditunjukkan dengan
penanda kesantunan harap dan semoga. Kedua macam penanda kesantunan itu di
dalamnya mengandung makna harapan.
Contoh :
(56) “Harap tenang ada ujian negara!”
Informasi indeksial :
Tuturan peringatan pada salah satu tempat di dalam kampus perguruan tinggi.
n. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Umpatan
Imperatif jenis ini relatif banyak ditemukan dalam pemakaian bahasa
Indonesia pada komunikasi keseharian.
Contoh :
(57) Si Gendut kepada sopir : “Kurang ajar kau! Jangan lancang, ya. Jangan
bikin tuan besar menjadi marah. Ayo belok!”
Informasi indeksial :
Tuturan ini terjadi pada saat seorang sopir yang sedang berusaha menipu
penumpangnya bertengkar dengan si penumpang yang kebetulan sangat
pemberani dan tidak mau dikelabui.
o. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Pemberian Ucapan
Selamat
Imperatif jenis ini cukup banyak ditemukan di dalam pemakaian bahasa
Indonesia sehari-hari. Telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia bahwa
dalam peristiwa-peristiwa tertentu, biasanya anggota masyarakat bahasa Indonesia
33
saling menyampaikan ucapan salam atau ucapan selamat kepada anggota masyarakat
yang lain.
Contoh :
(58) Neti kepada Ibu : “Mami! Selamat jalan, dan oleh-olehnya, ya, nanti.”
Informasi indeksial :
Tuturan ini disampaikan pada saat ibu Neti berangkat ke kota lain, sedangkan
Neti harus tinggal di rumah.
p. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Anjuran
Secara struktural, imperatif yang mengandung makna anjuran, biasanya
ditandai dengan penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya.
Contoh :
(59) Orang tua kepada anak : “Sebaiknya uang ini kamu simpan saja di almari.”
Informasi indeksial :
Tuturan ini disampaikan oleh ibu kepada anaknya yang masih kecil. Ia
baru saja mendapatkan uang saku dari saudaranya.
q. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif “ngelulu”
Di dalam bahasa Indonesia terdapat tuturan yang memiliki makna pragmatik
“ngelulu”. Kata “ngelulu” berasal dari bahasa Jawa, yang bermakna seperti menyuruh
mitra tutur melakukan sesuatu namun yang dimaksud sebenarnya adalah melarang
melakukan sesuatu. Makna imperatif melarang, lazimnya diungkapkan dengan
penanda kesantunan jangan. Imperatif yang bermakna “ngelulu” di dalam bahasa
Indonesia lazimnya tidak diungkapkan dengan penanda kesantunan itu melainkan
berbentuk tuturan imperatif biasa.
34
Contoh :
(60) Ibu : “Makan saja semuanya biar ayahmu senang kalau nanti pulang
kerja!”
Anak : “Ah,... Ibu. Nanti benjut kepalaku.”
Informasi indeksial :
Pertuturan antara seorang ibu dengan anaknya yang senang makan banyak.
Kalau makan, ia sering lupa dengan anggota keluarga yang lain. Demikian
pula dengan ayahnya yang biasanya pulang dari tempat kerja pada sore hari.
Dari beberapa teori yang sudah dipaparkan, maka peneliti memilih teori
dari Rahardi untuk digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini. Peneliti
memilih teori tersebut karena data yang peneliti temukan sebagian besar lebih sesuai
dianalisis dengan menggunakan teori Rahardi. Wujud imperatif yang akan peneliti
gunakan adalah wujud pragmatik imperatif bukan wujud formal imperatif, karena
sebagian besar datanya lebih sesuai diteliti dengan wujud pragmatik imperatif.
H. Kerangka Pikir
Wacana persuasif yang terdapat pada fasilitas umum dapat dianalisis melalui
jenis-jenis tindak tutur dan bentuk-bentuk imperatifnya. Dari penjelasan tersebut,
maka kerangka pikir “Bentuk Imperatif Wacana Persuasif pada Fasilitas Umum”
adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Bagan Kerangka Pikir
Bahasa Fungsi
Wacana Jenis Wacana
Tindak Tutur
Jenis-Jenis
1 Tindak Tutur Langsung dan Tidak
Langsung
2 Tindak Tutur Literal dan Tidak
Literal
Kalimat
Jenis-Jenis
Kalimat
Kalimat dilihat dari bentuk
Sintaksis
Kalimat Imperatif
Wujud Pragmatik meliputi :
- Imperatif Perintah
- Imperatif Suruhan
- Imperatif Permintaan
- Imperatif Permohonan
- Imperatif Desakan
- Imperatif Bujukan
- Imperatif Imbauan
- Imperatif Persilaan
- Imperatif Ajakan
- Permintaan Izin
- Imperatif Mengizinkan
- Imperatif Larangan
- Imperatif Harapan
- Imperatif Umpatan
- Imperatif Pemberian
Ucapan Selamat
- Imperatif Anjuran
- Imperatif “ngelulu”
Wujud Formal meliputi :
a. Imperatif Aktif, meliputi :
Imperatif Aktif Tidak
Transitif
Imperatif Aktif Transitif
b. Imperatif Pasif
F
A
S
I
L
I
T
A
S
U
M
U
M
Bentuk
imperatif
tindak
tutur
wacana
persuasif
35