kesantunan berbahasa

28
Kesantunan Berbahasa Indonesia sebagai Pembentuk Kepribadian Bangsa Posted on November 23, 2008 by pondokbahasa 1. Pendahuluan Pada hakikatnya, bahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Seandainya ada bahasa yang sudah mampu mengungkapkan sebagian besar pikiran dan perasaan lebih dari bahasa yang lain, bukan karena bahasa itu lebih baik tetapi karena pemilik dan pemakai bahasa sudah mampu menggali potensi bahasa itu lebih dari yang lain. Jadi yang lebih baik bukan bahasanya tetapi kemampuan manusianya. Semua bahasa hakikatnya sama, yaitu sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, ungkapan bahwa bahasa menunjukkan bangsa tidak dimaksudkan untuk menyatakan bahwa bahasa satu lebih baik dari bahasa yang lain. Maksud dari ungkapan itu adalah bahwa ketika seseorang sedang berkomunukasi dengan bahasanya mampu menggali potensi bahasanya dan mampu menggunakannya secara baik, benar, dan santun merpakan cermin dari sifat dan kepribadian pemakainya. Pendapat Sapir dan Worf (dalam Wahab, 1995) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku budaya manusia memang ada benarnya. Orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata, ungkapan yang santun, struktur kalimat yang baik menandakan bahwa kepribadian orang itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya tidak baik, meskipun berusaha berbahasa secara baik, benar, dan santun di hadapan orang lain; pada suatu saat tidak mampu menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga muncul

Upload: dwidui93

Post on 13-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

santun berbahasa

TRANSCRIPT

Page 1: Kesantunan Berbahasa

Kesantunan Berbahasa Indonesia sebagai Pembentuk Kepribadian   Bangsa

Posted on November 23, 2008 by pondokbahasa

1. PendahuluanPada hakikatnya, bahasa yang dimiliki dan digunakan olehmanusia tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Seandainya adabahasa yang sudah mampu mengungkapkan sebagian besar pikiran danperasaan lebih dari bahasa yang lain, bukan karena bahasa itu lebihbaik tetapi karena pemilik dan pemakai bahasa sudah mampu menggalipotensi bahasa itu lebih dari yang lain. Jadi yang lebih baik bukanbahasanya tetapi kemampuan manusianya. Semua bahasa hakikatnyasama, yaitu sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, ungkapan bahwabahasa menunjukkan bangsa tidak dimaksudkan untuk menyatakanbahwa bahasa satu lebih baik dari bahasa yang lain. Maksud dariungkapan itu adalah bahwa ketika seseorang sedang berkomunukasidengan bahasanya mampu menggali potensi bahasanya dan mampumenggunakannya secara baik, benar, dan santun merpakan cermin darisifat dan kepribadian pemakainya.Pendapat Sapir dan Worf (dalam Wahab, 1995) menyatakanbahwa bahasa menentukan perilaku budaya manusia memang adabenarnya. Orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata,ungkapan yang santun, struktur kalimat yang baik menandakan bahwakepribadian orang itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yangsebenarnya kepribadiannya tidak baik, meskipun berusaha berbahasasecara baik, benar, dan santun di hadapan orang lain; pada suatu saattidak mampu menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga munculpilihan kata, ungkapan, atau struktur kalimat yang tidak baik dan tidaksantun.Begitu juga, ada orang yang berpura-pura halus dihadapanorang lain tetapi sesungguhnya memiliki kepribadian buruk, pada suatusaat berusaha tampil dengan bahasa yang halus agar nampak santun.Namun, pada suatu saat orang itu tega “menusuk orang lain daribelakang” dengan kata-kata yang isinya menjelek-jelekkan watak, sifat,dan kepribadian orang lain. Karena sifat dan perilakunya hanyaberpura-pura, pada suatu saat kepribadian yang sesungguhnyaseseorang itu akan muncul melalui bahasanya.Potret sederhana untuk memperlihatkan watak, sifat, dankepribadian seseorang dapat dilihat pada bahasa anak kecil. Orang tuayang mendidik anak di rumah dengan bahasa yang santun, halus, danbaik, ketika mereka berkomunikasi dengan orang lain di luar rumah,mereka juga akan berbahasa santun, halus, dan baik. Perhatikan contohdi bawah ini (Icak adalah anak seorang guru BP tinggal di KalimantanTengah. Usia 6 tahun, sehari-hari memakai bahasa Jawa dan bahasaIndonesia dengan kedua orang tuanya)Icak : Ma…. mama, Icak tadi dolan ke rumah dik Mirna.Mama : Lagi ngapa dik Mirna?Icak : Adik nangis, trus tak kasih roti.Mama : Icak dapat dari mana?Icak : Aku beli pake uang Icak

Page 2: Kesantunan Berbahasa

Mama : Kok pake uang Icak.Icak : iya, jajane Mirna dimaem mbake (maksudnya yangmengasuh).Mama : ya sudah sana, main dulu ya mama baru ada Pak De.Namun, jika orang tua di rumah selalu berbahasa kasar danjorok pada anak, ketika anak harus berbicara dengan orang tuanya(meskipun sedang ada orang lain), anak akan berbicara seperti biasanyaketika orang tuanya berbicara dengan anak. Kata-kata kasar dan jorokakan muncul pada anak kecil itu. Pada saat itulah potret sikap,sifat/watak, dan kepribadian orang tua yang sesungguhnya akannampak pada ungkapan anak-anaknya.

Perhatikan kutipan pembicaraanWahyu dengan Ayahnya (wahyu adalah anak usia 7 tahun, anakseorang guru olah raga di suatu SMA negeri, tinggal di desa daerahKlaten. Keluarga itu berbahasa pertama bahasa Jawa; mereka sedangberkunjung di rumah saya).Wahyu : Pak, aku mbok ditukokke panganan!(Pak, aku belikan jajanan ya!)Bapak : Lha mau rak wis ditukokke ibumu ta?(Tadi kan sudah dibelikan Ibumu, kan?)Wahyu : Lha malah wis digaglag sibu kabeh kok, kae ki rakusje.(Lha justru sudah dimakan sibu semua kon, dia iturakus kok)Bapak : Hus nek omongan ora kaya ngono kuwi?(Hus, jika bicara jangan seperti itu)Wahyu : Lha kowe gek wingi kae ngomong ngono karo sibu kokya oleh.(Lha kamu kemarin bicara seperti itu pada Ibu kok yaboleh)Bapak : Wis kana dolan sik, mengko nek karo mulih tumbas!(Ya sana bermain dulu, nanti kalau pulang kita beli)Wahyu : ya ayo mulih saiki, wong neng kene ya ra disuguh apaapae.(Ya ayo pulang sekarang, di sini juga tidak disuguhapa-apa kan).Lain lagi dengan keluarga yang orang tuanya selalu ketatmenjaga kehormatan tetapi tidak memperhatikan sifat/watak, dankepribadian anak. Dalam kehidupan sehari-hari orang tuanya selaluberlaku halus pada siapapun dan selalu taat beragama. Orang tua itu(ayah) selalu ingin agar anak-anaknya berperilaku halus. Bahkan, anakanaknyatidak boleh bergaul dengan orang yang tidak sepadan karenaayahnya seorang dosen dan tokoh agama. Karena anaknya sudah besar,teman bergaulnya pun juga beraneka macam. Anak itu memiliki temanlaki-laki yang berbeda agama dan sangat sering berkunjung ke rumah.Nampaknya, hubungan anaknya dengan teman laki-lakinya bukansekedar teman tetapi sudah mulai berkembang menjadi pacar. Padasuatu ketika anaknya minta izin ingin pergi jalan-jalan dengan temanlaki-lakinya. Namun, ayahnya melarang. Bahkan, ayahnya minta agar

Page 3: Kesantunan Berbahasa

dia tidak bergaul dengan pemuda itu lagi. Larangan orang tuanya tidakdapat dibantah oleh anaknya. Akhirnya anaknya menurut keinginanayahnya. Namun, apa yang terjadi. Sejak ayahnya melarang bergaullagi dengan teman laki-lakinya, anak itu menjadi pendiam dan tidakpernah pergi dari rumah. Sikap orang tua itu kaku dan otoriter demimenjaga harkat dan martabat orang tuanya tetapi sebenarnya tidakdisetujuhi oleh anaknya. Karena si anak tidak kuat lagi menghadapisikap orang tuanya, pada suatu ketika protes bawah sadarnya munculdengan bahasa non-verbal. Anak histeris.Meskipun anak tidak berani menolak secara verbal kemauanayahnya. Namun, secara non-verbal anak mengungkapkan protesnyaterhadap ayah. Dengan demikian, bahasa keras, kasar, dan tidak santunternyata tidak hanya diungkapkan dengan bahasa verbal, tetapi jugadapat diungkapkan dengan bahasa non-verbal.

Dari tiga kasus data di atas, semuanya menjadi pembentukkepribadian seseorang. Kasus pertama, hubungan antara penuturdengan mitra tutur (orang tua dengan anak) sangat harmonis. Kata-katayang diucapkan oleh anak sangat santun. Hal itu menunjukkan bahwakedua orang tuanya selalu berkomunikasi dengan bahasa yang santunkepada anak. Jika komunikasi seperti itu dapat terus berlanjut, anakakan tumbuh dengan kepribadian yang baik. Orang tua di samping maumemperhatikan kata-kata yang digunakan ketika berbicara dengananaknya, juga sekaligus menanamkan nilai kemanusiaan positif kepadaanak. Kepedulian anak terhadap temannya diapresiasi oleh orang tuasecara baik.

Namun, kasus kedua dan ketiga tentu bukan kasus pembentukankepribadian yang baik melalui pemakaian bahasa yang santun. Hanyakasus pertama yang diharapkan dapat membentuk kepribadian yangbaik melalui pemakaian bahasa yang santun. Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, permasalahan dalam makalah ini adalah“bagaimanakah membentuk kepribadian yang baik melalui pemakaianbahasa Indonesia yang santun?”.

2. Siapa yang Harus Berbahasa secara Santun?Secara teoretis, semua orang harus berbahasa secara santun.Setiap orang wajib menjaga etika dalam berkomunikasi agar tujuankomunikasi dapat tercapai. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasidan saat menggunakan bahasa juga harus memperhatikankaidah-kaidah berbahasa baik kaidah linguistik maupun kaidahkesantunan agar tujuan berkomunikasi dapat tercapai.Kaidah berbahasa secara linguistik yang dimaksud antara laindigunakannya kaidah bunyi, bentuk kata, struktur kalimat, tata maknasecara benar agar komunikasi berjalan lancar. Setidaknya, jikakomunikasi secara tertib menggunakan kaidah linguistik, mitra tuturakan mudah memahami informasi yang disampaikan oleh penutur.

Begitu juga dengan kaidah kesantunan. Meskipun secara bakubahasa Indonesia belum memiliki kaidah kesantunan secara pasti,

Page 4: Kesantunan Berbahasa

setidaknya rambu-rambu untuk berkomunikasi secara santun sudahdapat diidentifikasi. Grice (1978) mengidentifikasi bahwa komunikasisecara santun harus memperhatikan prinsip kerja sama. Ketikaberkomunikasi, seorang penutur harus memperhatkan prinsip kualitas.Artinya, jika seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain,informasi yang disampaikan harus didukung dengan data. Prinsipkuantitas, artinya kerika berkomunikasi dengan orang lain, yangdikomunikasikan harus sesuai dengan yang diperlukan, tidak lebih dantidak kurang. Prinsip relevansi, artinya ketika berkomunikasi yangdibicarakan harus relevan atau berkaitan dengan yang dsedangdibicarakan dengan mitra tutur. Dan, yang terakhir adalah prinsipcara, artinya ketika berkomunikasi dengan orang lain di samping harusada masalah yang dibicarakan juga harus memperhatikan caramenyampaikan. Kadang-kadang ketika seseorang berkomunikasi,sebenarnya pokok masalah yang dibicarakan sangat bagus dan menarik,namun jika cara menyampaikan justru menyinggung perasaan, terkesanmenggurui, kata-kata yang digunakan terasa kasar, atau cenderungmelecehkan, tujuan komunikasi dapat tidak tercapai.

Kesantunan dalam berkomunikasi ada kaitannya dengan tindaktutur seperti yang dikemukakan oleh Austin (1978). Austin melihatbahwa setiap ujaran dalam tindak komunikasi selalu mengandung tigaunsur yaitu (1) tindak lokusi berupa ujaran yang dihasilkan olehseorang penutur, (2) tindak illokusi berupa maksud yang terkandungdalam ujaran, dan (3) tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkanoleh ujaran. Ujaran “Anda merokok?” tindak lokusinya adalah “kalimattanya”, tindak illokusinya dapat berupa permintaan, larangan,pertanyaan, tawaran; sedangkan perlokusinya berupa tindakanpemberian, penghentian, sekedar jawaban, dan penerimaan ataupenolakan sesuai dengan situasinya.

Sejalan dengan pendapat Austin di atas adalah pendapat Searle(1979). Searle menyatakan bahwa dalam satu tindak tutur sekaligusterkandung tiga macam tindakan yaitu (1) pengujaran (utterance act)berupa kata atau kalimat, (2) tindak proposisional (proposisional act)berupa acuan dan prediksi, dan (3) tindak ilokusi (illocutionary act)dapat berupa pernyataan, pertanyaan, janji, perintah, dan sebagainya.Efek komunikatif (perlokusi atau tindak proposisional) itulah yangkadang-kadang memiliki dampak terhadap perilaku masyarakat. Halhalyang bersifat perlokutif inilah yang biasanya muncul dari maksudyang berada di balik tuturan (implikatur).Untuk melengkapi teori Grice, Leech (1983) dalam bukunyaPrinciples of Pragmatics mengajukan 7 (tujuh) maksim kesantunan,yaitu (a) maksim kebijaksanaan “tact maxim” (berilah keuntungan bagimitra tutur), (b) maksim kedermawanan “generosity maxim”(maksimalkan kerugian pada diri sendiri), (c) maksim pujian “praisemaxim” (maksimalkan pujian kepada mitra tutur), (d) maksimkerendahan hati (minimalkan pujian kepada diri sendiri), (e) maksimkesetujuan (maksimalkan kesetujuan dengan mitra tutur), (f) maksimsimpati “sympathy maxim” (maksimalkan ungkapan simpati kepada

Page 5: Kesantunan Berbahasa

mitra tutur), dan (g) maksim pertimbangan “consideration maxim”(minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur’ dan maksimalkan rasasenang pada mitra tutur).

Leech memandang prinsip kesantunan sebagai “piranti” untukmenjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung(indirect) dalam mengungkapkan maksudnya. Motivasi penggunaantindak tutur tidak langsung dimaksudkan agar ujaran terdengar santun.Penutur biasanya menggunakan implikatur. Implikatur adalah apa yangtersirat dalam suatu ujaran. Jika kita bedakan “apa yang dikatakan”(what is said) dan “apa yang dikomunikasikan” (what iscommunicated), implikatur termasuk apa yang dikomunikasikan.Prinsip kesantunan Leech ini oleh beberapa ahli pragmatikdipandang sebagai usaha “menyelamatkan muka Grice, karena prinsipkesantunan Grice sering tidak dipatuhi daripada diikuti dalam praktikpenggunaan bahasa yang sebenarnya” (Thomas, 1995: 15).Suatu tuturan dikatakan santun bila dapat meminimalkanpengungkapan pendapat yang tidak santun (Leech, 1983: 81). Grice(2000: 362) merumuskan kembali anggapan tersebut menjadi pilihlahungkapan yang tidak meremehkan status mitra tulur. Artinya, dalambertutur kita perlu, demi kesantunan, memilih ungkapan yang palingkecil kemungkinannya menyebabkan mitra tutur kehilangan muka.

Oleh karena itu, demi kesantunan, penutur harus dapat memperlakukanmitra tutur sebagai berikut (Grice, 2000: 362):(1) jangan perlakukan mitra tutur sebagai orang yang tunduk kepadapenutur. Jangan sampai mitra tutur mengeluarkan “biaya” (biayasosial, fisik, psikologis, dsb) atau agar kebebasannya menjaditerbatas,(2) jangan mengatakan hal-hal yang kurang baik mengenai diri mitratutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur,(3) jangan mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur,(4) jangan menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehinggamitra tutur merasa jatuh harga dirinya,(5) jangan memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik ataukelebihan diri sendiri.Selain itu, pemakaian bahasa agar santun dapat juga dinyatakanmenggunakan bentuk ironi (Arsim, 2005). Penerapan bentuk ironi,penutur bertutur dengan santun, tetapi yang dituturkan itu tidak benar,dan karena itu daya ilokusinya (maksudnya) adalah yang sebaliknya.Jadi dengan menerapkan prinsip ini, penutur mengungkapkan dayailokusi yang tidak santun secana santun. Misalnya: “Terimakasih Andasangat perhatian dengan keluarga saya, bahkan sempat antar-jemputistri saya!” padahal yang dimaksudkan penutur adalah bahwapendengar telah terlalu jauh mencampuri urusan keluarganya yangseharusnya tidak pantas dilakukan oleh pendengar.

3. Fakta Pemakaian BI yang SantunJika masyarakat Indonesia selalu memperhatikan kesantunandalam pemakaian BI, niscaya kepribadian bangsa pun juga akan

Page 6: Kesantunan Berbahasa

tumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itulah, kitahendaknya tidak bosan-bosan menyuarakan agar setiap orang Indonesiamau ber-BI secara santun. Namun, agar dalam menyuarakan pemakaianbahasa secara santun berdampak positif, perlu dipahampkan pulapenanda dan kaidah bahasa yang santun. Fakta pemakaian BI yangsantun dapat diidentifikasi sebagai berikut.a. Penutur berbicara wajar dengan akal sehatBertutur secara santun tidak perlu dibuat-buat tetapi sejauhpenutur berbicara secara wajar dengan akal sehat, tuturan akan terasasantun. Perhatikan contoh di bawah ini!1) Asumsi yang ada di APBNP kita sudah ada yang melampaui target.Semua skenario dibuat, mana yang cocok mana yang tidak.Pemerintah sedang mengkaji opsi apa yang sebaiknya diambil(Syahrial Luthan, KR, hal 28, 02/05/08).2) Saya minta sekali lagi, jangan ada dusta di antara kita. Pemerintahkurang bagus, saya akan bikin bagus. All-out, segala tenaga.Harapan saya, tema dunia usaha juga begitu, melakukan langkahyang sama (SBY, Jawa Pos, 1/4/2008:1)3) Selama masih ada korupsi, selama itu pula kesejahteraan belumtercapai (Kholiq Arif, Suara Merdeka, 02/05/08).4) Orang mestinya tidak pasrah begitu saja terhadap kemiskinan, tapiharus berusaha mengubah diri mejadi orang yang tidak miskin,”Ustad Samsul Arifin (halaman M, Suara Merdeka, 03/03/08).Data di atas menandakan bahwa penutur berbicara secara wajar,tidak perlu berbunga-bunga, tidak dilebih-lebihkan tetapi dapatditerima oleh akal sehat. Tuturan (1) “penutur menyatakan bahwapemerintah telah membuat banyak skenario dan mengkaji berbagai opsimengenai APBNP”, (2) “penutur ingin agar semua pihak jujur padakeadaan yang sebenarnya”, (3) “kesejahteraan akan sulit dicapai selamamasih ada korupsi”, dan (4) “setiap orang harus berusaha mengubahdiri agar tidak miskin”. Tuturan seperti itu cukup sederhana, pilihankata hanya biasa, struktur kalimat hanya biasa, gaya bahasa jugasederhana. Namun, rasanya sudah cukup santun bagi orang lain yangmembaca atau mendengarnya.b. Penutur mengedepankan pokok masalah yang diungkapkanSetiap bertutur, penutur hendaknya selalu mengedepankanpokok masalah yang diungkapkan, kalimat tidak perlu berputar-putaragar pokok masalah tidak kabur. Perhatikan contoh di bawah ini.5) Kalau masalah korupsi, asal atasannya tegas, tentu yang bawahantidak ikut-ikutan (Bambang Sadono, Suara Merdeka, 02/05/08).6) Saya sangat berterima kasih kepada negeri ini. Tidak ada lagiambisi saya secara ekonomi dan politik. Sebagi non-pri, jabatanpolitik saya saat itu sudah yang tertinggi sebagai anggota DPR.Nggak mungkin naik lagi. Demikian pula dengan ambisi ekonomi,sudah cukuplah yang saya punya (Sofjan Wanadi, Ketua UmumApindo, 2008-2013; Jawa Pos, 30/3/2008:14).7) Tak ada masalah, silakan saja. Kita tidak asal menangkap, tapisudah didasarkan pada bukti awal yang cukup kalau tersangkamembantah, itu haknya (Johan Budi, Juru Bicara KPK, KR, hal 28,02/05/08).

Page 7: Kesantunan Berbahasa

Data di atas mencermikan bahwa setiap bertutur ada masalahpokok yang dikemukakan. Tuturan (5) mengemukakan “jika atasantegas, bawahan tidak akan korupsi”, (6) penutur mengemukakan bahwa“dirinya tidak ada ambisi lagi, secara politik maupun ekonomi”, (7)“penangkapan seseorang selalu didasarkan bukti, tidak asal tangkap”.Rasanya tuturan di atas pokok masalahanya diungkapkan secara jelas,meskipun sering tidak enak dirasakan, kadar kesantunannya masih tetapterjaga.c. Penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tuturKomunikasi akan selalu berkadar santun jika penutur selaluberprasangka baik kepada mitra tutur. Hal ini dapat dilihat pada tuturandi bawah ini.1) Voting juga merupakan bentuk demokrasi. Jadi kalau tidak adakata mufakat dalam musyawarah, maka voting bisa juga” (JusufKalla, Wakil Presiden RI; Kedaulatan Rakyat, 3 Maret 2008).2) Saya merasa sedih, kecewa atas peristiwa itu karena nila setitikrusak susu sebelanga (Hendarwan, Jaksa Agung; KedaulatanRakyat, 4 Maret 2008).3) Kalau seumur hidup ya janganlah. Nanti makin tua makin kurangbaik. Sebab, orang yang semakin tua itu kan fisiknya jugamengalami kemunduran. Jadi pola pikirnya juga semakinnmundur. Akhirnya nanti rakyat juga dirugikan. Tidak perluseperti itu (Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur DIY;Kedaulatan Rakyat, 6 Maret 2008).

Komunikasi akan santun jika antara penutur dengan mitra tuturdalam berbicara selalu berprasangka baik satu sama lain. Tuturan (8)”Yusuf Kalla berprasangka baik bahwa bentuk demokrasi tidak harusdiwujudkan dalam musyawarah untuk mufakat, tetapi votingpun jugawujud demokrasi”, (9) penutur sangat kecewa karena ”adanya jaksayang melakukan korupsi sehingga menodai nama baik kejaksaan”, (10)”Sri Sultan tidak ingin menjabat Gubernur seumur hidup, tetapikeistimewaan DIY harus dihormati”. Komunikasi dengan tuturanseperti itu cukup menggambarkan kesantunan karena penutur selaluberprasangka baik kepada orang lain yang menjadi mitra tuturnya.d. Penutur terbuka dan menyampaikan kritik secara umumKomunikasi akan terasa santun jika penutur berbicara secaraterbuka dan seandainya menyampaikan kritik disampaikan secaraumum, tidak ditujukan secara khusus kepada person tertentu. Hal inidapat dilihat pada data di bawah ini.1) Kalau saya baca, delapan rekomendasi kadin itu bagus. Hanya,analisisnya kok seperti menyatakan bahwa apa yang dilakukanpemerintah salah semua. Seperti zaman kegelapan (SBY,Presiden RI; Jawa Pos, 1/4/2008:1

Data di atas menunjukkan bahwa penutur menyampaikan kritiksecara terbuka dan mau menerima kritik secara terbuka pula. Namunpenutur juga berusaha mendudukkan permasalahan kritik secaraproporsional dengan mengatakan (11) “…analisisnya kok sepertimenyatakan bahwa yang dilakukan oleh pemerintah salah semua…”.

Page 8: Kesantunan Berbahasa

Meskipun berisi kritik secara terbuka dan relatif keras, masih dapatdikatakan berkadar santun karena tidak ada person yang “ditohok”secara langsung (kiritik umum). Dengan demikian, komunikasi yangsantun tidak harus menghindari penyampaian kritik. Sejauh kritik itudisampaikan secara terbuka, dan bersifat umum, kritik tidak ditujukankepada seseorang secara langsung, tuturan tetap dapat dirasakansebagai tuturan yang santun.e. Penutur menggunakan bentuk lugas, atau bentuk pembelaandiri secara lugas sambil menyindirKomunikasi dapat dinyatakan secara santun jika penuturmenggunakan bentuk tuturan yang lugas, tidak perlu ditutup-tutupi. Haldemikian dapat dilihat pada data di bawah ini.2) Kalau saya baca, delapan rekomendasi kadin itu bagus. Hanya,analisisnya kok seperti menyatakan bahwa apa yang dilakukanpemerintah salah semua. Seperti zaman kegelapan (SBY, PresidenRI; Jawa Pos, 1/4/2008:1)3) Saya sangat berterima kasih kepada negeri ini. Tidak ada lagiambisi saya secara ekonomi dan politik. Sebagi non-pri, jabatanpolitik saya saat itu sudah yang tertinggi sebagai anggota DPR.Nggak mungkin naik lagi. Demikian pula dengan ambisi ekonomi,sudah cukuplah yang saya punya ini (Sofjan Wanadi, Ketua UmumApindo (2008-2013); Jawa Pos, 30/3/2008:14).4) Saya dituduh pernah memeras bupati di jatim. Buktikan saja,panggil semua bupati se- Jatim (Marwan Efendy, Mantan KepalaKejaksaan Tinggi Jatim; Jawa Pos, 31/3/2008:1)Berdasarkan data di atas, tuturan (12) merupakan sindiransambil bercanda kepada mitra tutur, tuturan (13) merupakan bentukpembelaan diri secara lugas, dan tuturan (14) merupakan pembelaandiri. Meskipun terasa keras, namun ketiga bentuk tuturan tersebutmasih dapat dikategorikan sebagai tuturan yang santun.f. Penutur mampu membedakan situasi bercanda dengan situasiseriusKomunikasi masih akan terasa santun jika penutur mampumembedakan tuturan sesuai dengan situasinya. Meskipun masalahanyang dibicarakan bersifat serius tetapi jika penutur mampumenyampaikan tuturan itu dengan nada bercanda, komunikasi masihdapat dikategorikan bersifat santun. Perhatikan data di bawah ini.5) Kita memang tidak sedang memilih malaikat. Karena itupatokannya harus hukum (Mahfudz Siddiq, Ketua Fraksi PKS;Jawa Pos, 31/3/2008:2).6) Saya minta sekali lagi, jangan ada dusta di antara kita. Pemerintahkurang bagus, saya akan bikin bagus. All-out, segala tenaga.Harapan saya, tema dunia usaha juga begitu, melakukan langkahyang sama (SBY, Presiden RI; Jawa Pos, 1/4/2008:1).7) Untungnya selera saya ini termasuk selera kampung. Sukanya belimakan pecel lele di kaki lima (Abdullah Hamahua., anggota KPK;Jawa Pos, 1/4/2008:15).

Kalau nanti tetap tidak nggak mau mundur, terpaksa ya dipecat.Kok angel men (susah amat-Red) (Gusdur, Ketua Umum DewanSyura DPP PKB; Jawa Pos, 30/3/2008:1).

Page 9: Kesantunan Berbahasa

9) Ibu Mega sempat bertanya, apakah Bibit dan mbak Rustri bisamenang. Beliau bilang, “Awas Tjahjo,kalau sampai kalah, aku‘sembelih’ kamu,” ungkap Puan ketika memberi sambutanmenggantikan Megawati. (Puan Mahaarani, Suara Merdeka,03/03/08).

Data di atas menggambarkan bahwa penutur sebenarnya sedangberbicara serius tetapi disampaikan secara berkelakar/bercanda.Perhatikan contoh tuturan (15) ”…kita tidak sedang memilih malaikat,karena itu patokannya harus hukum”, (16) ”…jangan ada dusta diantarakita”, (17) ”…untungnya selera saya termasuk selera kampung…”, (18)”…kalau nggak mau mundur, terpaksa ya dipecat. Kok angel men”, dan(19) ”… Awas Tjahjo, kalau sampai kalah, aku sembelih kamu”.Tuturan itu sebenarnya sangat serius tetapi disampaikan dengan nadabercanda. Meskipun candanya terasa agak keras dan penuh dengansindiran, komunikasi itu masih dapat dikategorikan sebagai komunikasiyang santun karena mitra tutur menangkap pesan yangdikomunikasikan, bukan kata-kata yang digunakan.

Selain itu, ada pula fakta bahwa pemakaian BI yang santunditandai dengan pemakaian bahasa verbal, seperti (a) perkataan”tolong” pada waktu menyuruh orang lain, (b) ucapan ”terima kasih”setelah orang lain melakukan tindakan seperti yang diinginkan olehpenutur, (c) penyebutan kata ”bapak, Ibu” dari pada kata ”Anda”, (d)penyebutan kata ”beliau” dari pada kita ”dia” untuk orang yang lebihdhormati, (e) pergunakan kata ”minta maaf” untuk ucapan yangdimungkinkan dapat merugikan mitra tutur.

Di samping bentuk-bentuk verbal seperti di atas, perilaku santunjuga dapat didukung dengan bahasa non-verbal, seperti (a)memperlihatkan wajah ceria, (b) selalu tampil dengan tersenyum ketikaberbicara, (c) sikap menunduk ketika berbicara dengan mitra tutur, (d)posisi tangan yang selalu merapat pada tubuh (tidak berkecakpinggang). Pemakaian bahasa non-verbal seperti itu akan dapatmenimbulkan ”aura santun” bagi mitra tutur.

4. Munculnya Pemakaian Bahasa yang tidak SantunMeskipun sebenarnya banyak cara agar dalam berbahasa selalusantun, namun ada pula fakta bahwa komunikasi yang terjadi seringtidak santun. Meskipun belum cukup data untuk menarik kesimpulanbahwa indikator di bawah ini merupakan penyebab ketidaksantunandalam berbahasa, setidaknya sudah dapat dirasakan bahwa tuturan itutidak santun.a. Penutur menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitratutur) dengan kata atau frasa kasar.Komunikasi menjadi tidak santun jika penutur ketika bertuturmenyampaikan kritik secara langsung kepada mitra tutur. Perhatikankutipan di bawah ini10) Pidato-pidato pimpinan dewan selama ini jelas menunjukkanbahwa kaliber pimpinan memang payah (Fahri Hamzah, anggota

Page 10: Kesantunan Berbahasa

Fraksi PKS; Jawa Pos, 1/4/2008:2)11) Mantan Presiden … menilai kegagalan tersebut (proyek padiSuper Toy HL2) karena SBY penakut. Itu kan karena presidennyapenakut (KR, 14 Sept. 2008: 23).Contoh ucapan di atas terasa tidak santun karena penuturmenyatakan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dan dengankata atau frasa kasar, seperti kata “payah” pada frasa “pimpinanmemang payah” dan kata “penakut” dalam frasa “SBY penakut” atau“presidennya penakut”. Komunikasi dengan cara seperti itu dinilaitidak santun karena dapat menyinggung perasaan mitra tutur yangmenjadi sasaran kritik.

b. Penutur didorong rasa emosi ketika bertuturKetika bertutur, penutur didorong rasa emosi yang berlebihanketika bertutur sehingga terkesan marah kepada mitra tutur. Perhatikandata di bawah ini.12) KPK tidak adil. Kalau dirasa perlu, ya jangan hanya DPR yangdigeledah. Pemda, Dinas, dan Departmen yang bersangkutanjuga digeledah (Agung Laksana, KR 02/08/2008: 28).13) Tidak ada apa-apa, KPK kan tukang geledah (MS Kaban, KR03/08/2008:31).Tuturan di atas terkesan dikemukakan secara emosional.Tuturan 22) terkesan bahwa penutur tidak rela jika kantor anakbuahnya digeledah oleh KPK. Tuturan 23) terkesan bahwa penuturmenuduh KPK sebagai tukang geledah.

c. Penutur protektif terhadap pendapatnyaKetika bertutur, seorang penutur kadang-kadang protektifterhadap pendapatnya. Hal demikian dimaksudkan agar tuturan mitratutur tidak dipercaya oleh pihak lain. Perhatikan data di bawah ini.14) …tidak perlu islah. Sudah jelas yang jahat dan yang benar. Ahorang dia ndak punya legitimasi. Biar saja, mau bikin 100 SK yasilakan (GD, KR 04/08/2008)15) Silakan kalau mau banding. Kita nggak masalah. Sebab dariawal Tomy tidak melakukan perbuatan melawan hukum (ElzaSarif, KR 01/03/2008).16) Saya jengkel mas. Saya janjikan setiap kali melayani untukmemuaskan nafsunya saya akan dibayar Rp 300 ribu, tapi sampai10 hari melayani nafsur birahinya hanya janji-janji doang (Gal,KR 02/03/2008).

Data di atas memperlihatkan bahwa penutur terkesan protektifterhadap apa yang sedang terjadi pada dirinya. Dengan tuturan sepertiitu, penutur ingin meyakinkan kepada publik bahwa apa yang dialakukan benar dan yang dilakukan oleh mitra tutur salah. Namun, justrudengan cara demikian, tuturan menjadi tidak santun.

d. Penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertuturKetika bertutur, penutur sengaja ingin memojokkan mitra tuturdalam bertutur. Dengan demikian, mitra tutur menjadi tidak berdaya.

Page 11: Kesantunan Berbahasa

Perhatikan data di bawah ini.17) Selama ini, pemerintah cenderung bersikap santai saja danmembiarkan hidup masyarakat makin sulit. Setiap harga minyakdunia naik, pemerintah pun menaikkan BBM (Sukardi WakilKetua Kadin DIY, KR 07/05/2008).18) Ini merupakan kegagalan dari pemerintahan SBY-JK. Dulu, saatkenaikan harga BBM tahun 2005 berjanji tidak akan menaikkanharga BBM. Berarti dia mengingkari janjinya sendiri. Presidensudah melakukan kebohongan politik, dan layak di-impeach(Andrianto, KR 08/05/2008:1).19) Mereka sudah buta mata hati nuraninya. Apa mereka tidak sadarkalau BBM naik, harga barang-barang lainnya bakalmembubung. Akibatnya, rakyat semakin tercekik (Dona BudiKharisma, BEM UNS, KR 08/05/2008:1).

Data tuturan di atas terkesan sangat keras dan intinyamemojokkan mitra tutur. Kata-kata keras dan kasar, seperti“pemerintah cenderung bersikap santai”, “Ini merupakan kegagalandari pemerintahan SBY-JK”, “dia mengingkari janjinya sendiri”,“Presiden sudah melakukan kebohongan politik, dan layak diimpeach”.Tuturan dengan kata-kata seperti itu menunjukkan bahwapenutur berbicara dengan nada marah, rasa jengkel, dan memojokkanmitra tutur.

e. Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaanterhadap mitra tuturTuturan menjadi tidak santun jika penutur terkesanmenyampaikan kecurigaan terhadap mitra tutur. Hal ini dapat dilihatpada data tuturan di bawah ini.20) …kawasan hutan lindung dan konservasi biasanya dialihfungsikanmenjadi areal perkebunan, pertambangan, atau hanyadiambil kayunya lalu ditelantarkan (Alfian Efendi, DirekturEksekutif Greenomics Indonesia, Kompas, 07/05/2008).21) Pemerintah ngawur. Mbok ya tahu kondisi orang-orang sepertisaya. Dengan solar Rp 4500 per liter dan tarif Rp 2000,penumpang sudah sepi karena memilih naik motor (Dian, SupirBus Puskopkar Ygk, jalur 15; Kompas, 07/05/2008).22) …KPU selalu menyatakan kesiapannya dalam melaksanakantugas-tugasnya, baik dalam mengelola tahapan pemilu maupunpengaturan calon perorangan. Kenyataannya janji KPU itu tidakpernah terbukti (Jeirry Sumampouw, Kompas, 08/05/2008).Data tuturan di atas berisi tuduhan penutur kepada mitra tuturatas dasar kecurigaan penutur terhadap yang dilakukan oleh mitra tutur,seperti “hanya diambil kayunya lalu ditelantarkan”, “Pemerintahngawur. Mbok ya tahu kondisi orang-orang seperti saya”,“Kenyataannya janji KPU itu tidak pernah terbukti”. Tuturan demikianmenjadi tidak santun karena isi tuturan tidak didukung dengan buktiyang kuat, tetapi hanya atas dasar kecurigaan.

Page 12: Kesantunan Berbahasa

Atas dasar identifikasi di atas, ada beberapa faktor yangmenyebabkan ketidaksantunan pemakaian BI. Pertama, ada orang yangmemang tidak tahu kaidah kesantunan yang harus dipakai ketikaberbicara. Jika faktor ini yang menjadi penyebabnya, terapi yang harusdilakukan adalah memperkenalkan kaidah kesantunan dan mengajarkanpemakaian kaidah tersebut dalam berkomunikasi. Hal ini biasanyaterjadi pada anak kecil yang memang belum cukup pengetahuannyamengenai kesantunan berbahasa Indonesia.Kedua, ada orang yang sulit meninggalkan kebiasaan lama dalambudaya bahasa pertama sehingga masih terbawa dalam kebiasaan baru(berbahasa Indonesia). Jika faktor ini yang menjadi penyebabnya,terapi yang harus dilakukan adalah secara perlahan-lahan meninggalkankebiasaan lama dan menyesuaikan dengan kebiasaan baru.Ketiga, karena sifat bawaan “gawan bayi” yang memang sukaberbicara tidak santun di hadapan publik. Jika faktor ini penyebabnya,terapi yang harus dilakukan adalah mengeliminasi orang tersebut dariperan publik (tidak mendudukan dalam suatu posisi tokoh/pimpinan)agar tidak menyebarkan “virus” ketidaksantunan kepada masyarakat.Sifat-sifat bawaan seperti itu sangat sulit untuk disembuhkan. Jikamereka tetap dipertahankan sifat-sifat jelek yang mereka miliki akanmenjadi “virus” menular pada generasi muda berikutnya.

5. PenutupBerdasarkan uraian di atas, ada beberapa pikiran yang dapatdicatat sebagai penanda santun tidaknya pemakaian BI.a. Ketidaksantunan dalam berbahasa dapat disebabkan oleh (1)ketidaktahuan kaidah kesantunan yang harus dipakai ketikaberbahasa, (2) kesulitan meninggalkan kebiasaan lama dalambudaya bahasa pertama sehingga masih terbawa dalam kebiasaanbaru (berbahasa Indonesia), dan (3) karena sifat bawaan “gawanbayi” yang memang suka berbahasa tidak santun di hadapan mitratutur.b. Pemakaian BI yang santun dapat identifikasi penandanya sebagaiberikut: 1) penutur berbicara wajar dengan akal sehat, (2) penuturmengedepankan pokok masalah yang diungkapkan, 3) penuturselalu berprasangka baik kepada mitra tutur, 4) penutur terbuka danmenyampaikan kritik secara umum, 5) penutur menggunakanbentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri secara lugas sambilmenyindir, dan 6) penutur mampu membedakan situasi bercandadengan situasi serius.c. Di samping itu, bahasa yang santun dapat ditandai denganpemakaian kata-kata tertentu, seperti (a) perkataan ”tolong” padawaktu menyuruh orang lain, (b) ucapan ”terima kasih” setelahorang lain memberi sesuatu atau melakukan tindakan seperti yangdiinginkan oleh penutur, (c) penyebutan kata ”bapak, Ibu” dari padakata ”Anda”, (d) penyebutan kata ”beliau” dari pada kita ”dia”untuk orang yang lebih dhormati, (e) pergunakan kata ”minta maaf”untuk ucapan yang dimungkinkan dapat merugikan mitra tutur.Selain bentuk verbal, pemakaian bahasa santun (dalam bahasalisan) dapat ditambah dengan pemakaian bahasa non-verbal, seperti

Page 13: Kesantunan Berbahasa

(a) memperlihatkan wajah ceria, (b) selalu tampil dengan tersenyumketika berbicara, (c) sikap menunduk ketika berbicara dengan mitratutur, (d) posisi tangan yang selalu merapat pada tubuh (tidakberkecak pinggang). Pemakaian bahasa non-verbal seperti itu akandapat menimbulkan ”aura santun” bagi mitra tutur.d. Meskipun belum didukung dengan data yang cukup valid, beberapapenanda pemakaian bahasa yang tidak santun dapat diidentifikasisebagai berikut 1) penutur menyatakan kritik secara langsung(menohok mitra tutur) dan dengan kata-kata kasar, 2) penuturdidorong rasa emosi ketika bertutur, 3) penutur protektif terhadappendapatnya, 4) penutur sengaja ingin memojokkan mitra tuturdalam bertutur, dan 5) penutur menyampaikan tuduhan atas dasarkecurigaan terhadap mitra tutur.

DAFTAR PUSTAKAAustin, J.L. 1978. How to Do Things with Words. Cambridge :Harvards University Press.Brown, P. dan Levinson, S.C. 1987. Politeness some Universals inLanguage Usage. Cambridge: Cambridge University Press.Grice, H.P. 1975. “Logic and Conversation” dalam Cole; P&J.LMorgan. 1975. Syntax and Semantics Vol 3 : Speech Acts . NewYork: Akademic Press.Gunarwan, Asim. 1992. “Persepsi Kesantunan Direktif di dalamBahasa Indonesia di antara Beberapa Etnik di Jakarta”, dalamKaswanti Purwo (ed.) Bahasa dan Budaya. Jakarta: PELBA 5.Leech, G. 1989. Principle of Pragmatics. London : Longman.Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge : CambridgeUniversity Press.Pranowo, dkk. 2004. “Kesantunan Berbahasa para Politisi di MediaMassa”. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.Searle, J.R. 1987. Speech Acts: An Eassey in the Philoshophy ofLanguage. Cambridge : Cambridge University Press.17Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interaction: An Introduction toPragmatics. London & New York: LongmanWahab, Abdul. 1995. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra.Surabaya : Airlangga University Press.18BIODATA1 . N a m a : Dr. Pranowo, M.Pd.2. Tempat & Tgl. Lahir : Klaten, 25 Desember 19542. Pangkat/golongan ruang : Pembina Tk. I/ IVB3. Jabatan : Lektor Kepala4. Pekerjaan : Dosen Pendidikan Bahasa dan SastraIndonesia, FKIP Universitas SanataDharma Yogyakarta5. Pekerjaan Tambahan : a. Dosen Pascasarjana UniversitasWidya Dharma Klatenb. Asesor Sertifikasi Jabatan GuruRayon XI Yogyakarta

Page 14: Kesantunan Berbahasa

c. Instruktur Diklat Sertifikasi GuruRayon XI Yogyakarta6. Hasil karyaJUDUL DAN JENIS KARYA1. Artikel: Kurikulum Berbasis Kompetensi, ManaPembaruannya?, dimuat dalam Jurnal Ilmiah PendidikanBahasa dan Sastra GATRA, hal. 1-13, No. 26 Th. XVIII/Januari 2003, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, ISSNNo. 0215-904X.2. Artikel: Ungkapan Bahasa Jawa sebagai PendukungPembentukan Kebudayaan Nasional, dimuat dalam JurnalIlmiah Masyarakat Linguistik Indonesia LINGUISTIKINDONESIA, ISSN. 0215-4846, tahun ke 21, No. 2 Agustus2003, hal. 269-286; TERAKREDITASI Dirjen Dikti No.52/DIKTI/Kep.2002.3 Artikel: Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai JembatanMenuju Masa Depan, dimuat dalam Jurnal MAGISTERSCIENTIAE, ISSN 0852-078X, No. 14 Oktober 2003, hal.62-76.4 Artikel: Analisis Kebutuhan Bahasa Indonesia MahasiswaNon-Bahasa Indonesia, dimuat dalam Jurnal IlmiahPendidikan Bahasa dan Sastra GATRA, No. 27 ThXIV/Januari 2004 dan N0. 28 Th XX/Juli 2004, ISSN No.190215-904X .5 Buku: Pranata Cara Populer, Paugeran Kagem PanggilutBasa Jawi, Penerbit Pustaka Pelajar, ISBN 979-3477-38-5.6 Hasil penelitian berjudul: Kebutuhan Materi Kuliah BahasaIndonesia Mahasiswa Non-Bahasa Indonesia, dimuat dalamJurnal Kependidikan Lembaga Peneitian UNY No. I, ThXXXV, Mei 2005, ISSN N0 0125-992X,TERAKREDITASI Dirjen Dikti No 39/DIKTI/KEP/2004.7 Buku Antologi berjudul: Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya,diterbitkan oleh Universitas Sanata Dharma8 Artikel: Semangat Sumpah Pemuda Mencegah DisintegrasiBangsa, dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 28 Oktober20029 Artikel: Menjual Budaya demi Pariwisata, SKHWAWASAN 7 Januari 2003.10 Artikel: Bisnis Parpol Lebih Menguntungkan, dimuat diSKH Kedaulatan Rakyat 8 Januari 2003.11 Pranowo (2003)Artikel: Anggota Legislatif Mewakili Siapa?, SKH Bernas16 Januari 2003.12 Artikel: Otonomi Pendidikan Mau ke Mana?, SKH SuaraPembaruan 17 Januari 2003.13 Artikel: Kualitas Pendidikan dan Penataan Pegawai, dimuatdi SKH Kedaulatan Rakyat 24 Januari 2003.14 Artikel: Kampus bukan Pasar Politik, dimuat di SKHKedaulatan Rakyat 13 Maret 2003.

Page 15: Kesantunan Berbahasa

15 Artikel: Semangat Sumpah Pemuda dan Nasionalisme,dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 28 Oktober 2003 .16 Artikel: Tunjangan Hari Raya, Mengapa Diperlukan?,dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 17 Nopember 2003.17 Artikel: Sanksi PNS “Menambah” Libur Hari Raya, di muatdi SKH Kedaulatan Rakyat, 22 Nopember 2003.18 Artikel: KBK, Bukan Satu-satunya Pembentuk KepribadianAnak, di muat di SKH Kedaulatan Rakyat, 8 Desember2003 2003.19 Artikel: Menyoal Kegiatan Politik Dosen, di muat di SKHKedaulatan Rakyat, 2 Desember 2003.20 Artikel: Berpolitik bagi Dosen, sebagai Hak Azasi, di muatdi SKH Kedaulatan Rakyat, 16 Desember 2003.21 Artikel: Dunia Pendidikan Kita Hampir Runtuh, di muat diSKH Kedaulatan Rakyat, 28 Januari 2004.2022 Artikel: Pengawasan Anggaran Pendidikan 2004, di muat diSKH Bernas , 4 Februari 2004.23 Pranowo (2004)Artikel: Bahasa kampanye yang Santun, di muat di SKHBernas, 26 Februari 2004.24 Artikel: Aliansi Politik dan Pemilihan Presiden, di muat diSKH Kedaulatan Rakyat, 22 April 2004.25 Artikel: Pengajaran Berbasis Perpustakaan, MungkinkahDikembangkan? di muat di SKH Kedaulatan Rakyat, 14 Mei2004.26 Artikel: Kurikulum dan Stigma Buruk Pendidikan, dimuat diSKH Kedaulatan Rakyat, 18 Okt. 2004.27 Artikel: Konflik Internal Anggota Dewan, dimuat di SKHKedaulatan Rakyat, 9 Nopember 2004.28 Artikel: Kabinet SBY-JK Hasil Strategi Gerilya, dimuat diSKH Bernas, 22 Oktober 2004.29 Artikel: Senyuman Guru Harus Edukatif, SKH KedaulatanRakyat 12 April 2005.30 KTSP, Tantangan bagi Sekolah Swasta, SKH KedaulatanRakyat, 20 Juni 2006.31 Antologi: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)Bahasa Indonesia. Yogyakarta: USD Press.32 Kontribusi Ungkapan Bahasa Jawa terhadap PerilakuMasyarakat Multikultural. Jurnal NASION Vol 2 No. 2Desember 2005. ISSN 1693-9409.33 Bahasa Indonesia, Pembangun dan PengembangKebudayaan (Kajian Etnopragmatik). Jurnal NASION Vol.4 N0 1. Juni 2007. ISSN: 1693-9409.34 Rubrik Portofolio Justru Membebani Guru, Kompas 1Oktober 200735 Berbahasa secara Komunikatif. Makalah Seminar, 28 – 30Okt. 2007 di Universitas Muhammadiyah Purworeja.

Page 16: Kesantunan Berbahasa

Dr. Pranowo, M.Pd.PBSID, FKIP Universitas Sanata Dharma

http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/11/23/kesantunan-berbahasa-indonesia-sebagai-pembentuk-kepribadian-bangsa/

Page 17: Kesantunan Berbahasa

Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Bahkan, bahasa merupakan cerminkepr ibad ian bangsa . Ar t inya , mela lu i bahasa seseorang a tau sua tu bangsa dapa t d ike ta huikepribadiannya. Ungkapan kepribadian seseorang yang perlu dikembangkan adalah ungkapankepribadian yang baik, benar, dan santun sehingga mencerminkan budi halus dan pekerti luhur  s e s e o r a n g .

Fakta Pemakaian Bahasa yang tidak SantunMeskipun belum cukup data untuk menarik kesimpulan secara pasti, data di bawah inisudah dapat dirasakan sebagai tuturan yang tidak santun yaitu (1) penutur menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata atau frasa kasar, (2) penutur didorong rasaemosi ketika bertutur, (3) penutur protektif terhadap pendapatnya, (4) penutur sengaja inginm e n o n j o l k a n m i t r a t u t u r d a l a m b e r t u t u r , ( 5 ) p e n u t u r m e n y a m p a i k a n t u d u h a n a t a s d a s a r   kecurigaan terhadap mitra tutur.

Indikator Kesantunan Menurut PranowoIndikator lain dikemukakan oleh Pranowo (2005) bahwa agar komunikasi dapat terasasantun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut. (1) perhatikan suasana perasaan mitra tutur (angon rasa) , (2 ) per temukan perasaan Anda dengan perasaan mi t ra tu tur (angon rasa) , (3 )  jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur (empan papan), (4) jagalah agar tuturanmemperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur dihadapan mitra tutur (sifat rendah hati), (5)  jagalah agar tuturan memperlihatkan mitra tutur diposisii lebih tinggi 9sikap hormat), dan (6) jagalah agar tuturan selalu memperhatikan apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakanoleh penutur (sikap tepa selira)

  J u d u l B u k u : B e r b a h a s a S e c a r a S a n t u n P e n g a r a n g : P r o f . D r . P r a n o w o , M . P d . P e n e r b i t : P u s t a k a P e l a j a r   T a h u n T e r b i t : 2 0 0 9

Fakta pemakaian BI yangsantun dapat diidentifikasi sebagai berikut.a. Penutur berbicara wajar dengan akal sehatOrang mestinya tidak pasrah begitu saja terhadap kemiskinan, tapiharus berusaha mengubah diri mejadi orang yang tidak miskin,”Ustad Samsul Arifin (halaman M, Suara Merdeka, 03/03/08).

Penutur mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan.Kalau masalah korupsi, asal atasannya tegas, tentu yang bawahantidak ikut-ikutan (Bambang Sadono, Suara Merdeka, 02/05/08).

c. Penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur.Voting juga merupakan bentuk demokrasi. Jadi kalau tidak adakata mufakat dalam musyawarah, maka voting bisa juga” (JusufKalla, Wakil Presiden RI; Kedaulatan Rakyat, 3 Maret 2008).

Page 18: Kesantunan Berbahasa

Penutur terbuka dan menyampaikan kritik secara umumKalau saya baca, delapan rekomendasi kadin itu bagus. Hanya,analisisnya kok seperti menyatakan bahwa apa yang dilakukanpemerintah salah semua. Seperti zaman kegelapan (SBY,Presiden RI; Jawa Pos, 1/4/2008:1

f. Penutur mampu membedakan situasi bercanda dengan situasiseriusKalau nanti tetap tidak nggak mau mundur, terpaksa ya dipecat.Kok angel men (susah amat-Red) (Gusdur, Ketua Umum DewanSyura DPP PKB; Jawa Pos, 30/3/2008:1).