bab ii
Post on 09-Apr-2016
215 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lanjut Usia
2.1.1. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan dalam daur
kehidupan manusia. Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas.5 Sementara Durmin menyatakan bahwa lansia adalah mereka
yang telah berusia 65 tahun ke atas.6
2.1.2. Klasifikasi Lanjut Usia
World Health Organization (WHO) selanjutnya membagi usia lanjut
menjadi empat kriteria berikut:
Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun
Lanjut usia (elderly): 60-74 tahun
Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
Usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun5
Maryam, dkk. dalam bukunya “Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”,
menyebutkan lima klasifikasi lansia:
Pralansia (prasenilis): seseorang yang berusia 45-59 tahun
Lansia: seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
Lansia risiko tinggi: seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
Lansia Potensial: lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
Lansia tidak potensial: lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya begantung pada bantuan orang lain.6
2.2. Proses Menua
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang saat mereka mencapai usia tahap
kronologis tertentu yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.
Menua didefinisikan sebagai proses menghilangnya secara perlahan-lahan
(gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta
mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera,
termasuk adanya infeksi.5 Menua juga didefinisikan sebagai proses yang
mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail (lemah, rentan)
dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara
eksponensial. Proses penuaan sebenarnya berlangsung sejak maturitas dan
berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut umumnya
menjadi lebih terlihat setelah usia 40 tahun.7
Terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologis ketika
membicarakan proses menua:
1. Aging (pertambahan umur): menunjukkan efek waktu; suatu proses
perubahan, biasanya bertahap dan spontan
2.Senescence (menjadi tua): hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan
berkembang (dan seiring waktu akan menyebabkan kematian)
3. Homeostenosis: penyempitan/berkurangnya cadangan homeostasis yang
terjadi selama penuaan pada setiap sistem organ7
Membicarakan fisiologi proses penuaan tidak dapat dilepaskan dengan
pengenalan konsep homeostenosis. Seiring bertambahnya usia jumlah cadangan
fisiologis untuk menghadapi berbagai perubahan yang mengganggu homeostasis
(challange) berkurang. Setiap challenge terhadap homeostasis merupakan
pergerakan menjauhi keadaan dasar (baseline) dan semakin besar challenge yang
terjadi maka akan semakin besar cadangan fisiologis yang diperlukan untuk
kembali homeostasis. Di sisi lain dengan semakin berkurangnya cadangan
fisiologis, maka seorang lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu ambang,
precipe, yang berupa keadaan sakit atau kematian akibat challenge tersebut.
2.3. Perubahan Akibat Proses Menua
Perubahan akibat akibat proses menua terjadi pada berbagai aspek fisik,
mental, dan sosial. Perubahan fisik yang dapat diamati pada seseorang adalah
rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering, dan longgar, mata berkurang
penglihatan oleh kelainan refraksi ataupun katarak, daya penciuman menurun,
daya pengecap kurang peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran berkurang,
persendian kaku dan sakit, lepas BAK/BAB (inkontinensia). Perubahan mental
yang dialami karena perasaan kehilangan terutama pasangan hidup maupun sanak-
keluarga atau teman dekat (bereavement), sering menyendiri, perasaan
ketersendirian sampai menjadi lupa (demensia). Perubahan sosial yang paling
menonjol dengan meningkatnya keusialanjutan adalah ketidakmampuan merawat
diri sendiri dalam hal kegiatan hidup sehari-hari (ADL/IADL) misalnya: mandi,
BAB/BAK, berpakaian, menyisir rambut, makan sehingga lambat laun orang
tersebut harus dibantu oleh seorang pengasuh baik informal maupun formal.
Sedangkan untuk kegiatan hidup instrumental misalnya menghitung uang,
menggunakan telepon ataupun komputer, menggunakan mesin cuci dan lain
sebagainya akan semakin berkurang kemampuannya seiring kapasitas hidup yang
menurun.8
Gambar 1. Skema homeostenosis7
Akibat proses menua yang terjadi dapat terlihat pada berbagai sistem organ
yang terangkum pada tabel berikut:
2.4. Pedoman Hidup Sehat untuk Lanjut Usia7
Menua sukses/sehat diyakini dapat dicapai, walaupun definisi dan faktor-
faktor yang berperan di dalamnya belum sepenuhnya disepakati. Sebenarnya,
konsep menua sukses tidak hanya terpaku pada kesehatan (baik fisik maupun
mental) saja, namun juga faktor intelektual, emosional, sosial, dan kultural juga
penting dan terbukti berpengaruh pada terciptanya menua yang sukses. Suatu
penelitian besar, Mac Arthur Longitudinal Study on Succesful Aging,
menyimpulkan bahwa menua yang sukses terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Rendahnya risiko untuk mengalami sakit dan disabilitas akibat penyakit
2. Kapasitas kognitif dan fisik yang tinggi
3. Kehidupan yang selalu aktif, terdiri atas hubungan interpersonal yang
baik serta aktivitas yang produktif
Diperlukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untu mencapai menua
sukses yang terangkum dalam pedoman hidup sehat bagi lanjut usia. Pedoman
hidup sehat adalah suatu acuan yang berisi upaya-upaya untuk memberdayakan
seseorang agar sadar, mau, serta mampu melakukan perilaku hidup sehat.
2.4.1. Kesehatan Fisik7,10
Walaupun dianjurkan dilakukan sejak muda, latihan fisik teratur yang
dilakukan saat usia tuapun tetap memberikan banyak manfaat. Dalam melakukan
latihan fisik seyognyanya disertai dengan kontak yang erat dan sehat dengan
lingkungan. Keuntungan dari melakukan aktivitas fisik teratur adalah
meningkatkan kebugaran jasmani, menyehatkan jantung, otot, dan tulang,
membuat lansia lebih mandiri dan percaya diri, meningkatkan mood dan
mencegah depresi, meningkatkan kualitas tidur, serta menjaga berat badan agar
tetap ideal.
Jenis latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia sebaiknya tetap
memenuhi kriteria FITT (frequency, intensity, time, dan type). Frekunsi adalah
seberapa sering aktivitas dilakukan. Intensitas adalah seberapa keras suatu
aktivitas dilakukan biasanya diklasifikasikn menjadi intensitas ringan, sedang, dan
berat. Waktu mengacu pada durasi yakni seberapa lama aktivitas tersebut
dilakukan dalam satu pertemuan.
Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 30
menit dengan intensitas sedang hampir setiap hari (paling tidak 5 hari) dalam
seminggu. Namun sebaiknya olahraga dilakukan secara bertahap, dimulai dengan
intensitas rendah (40-50% denyut nadi istirahat) selama 10-20 menit, kemudian
ditingkatkan sesuai dengan kemampuan adaptasi indvidu. Jenis-jenis aktivitas
fisik pada lansia meliputi latihan aerobik (meingkatkan kerja jantung dan paru
untuk memenuhi kebutuhan oksigen), penguatan otot, fleksibilitas dan latihan
keseimbangan. Latihan aerobik untuk usia lebih dari 65 tahun disarankan
melakukan olah raga yang tidak terlalu membebani tulang seperti berjalan, sepeda
statis, latihan dalam air (berenang).
Untuk latihan penguatan otot bertujuan agar otot dapat membentuk
kekuatan untuk menggerakkan atau menahan beban, misalnya aktivitas yang
melawan gravitasi seperti gerakan berdiri di atas kursi kemudian ditahan beberapa
detik, berulang-ulang 10-15 repetisi. Dapat juga melakukan aktivitas dengan
tahanan berupa tali elastik.
Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu mempertahankan
kisaran gerak sendi, yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dan tugas sehari-
hari secara teratur. Latihan ini disarankan 2-3 hari perminggu dengan melibatkan
peregangan otot dan sendi dan memperhatikan rasa tidak nyaman atau nyeri.
Latihan dilakukan sebanyak 3-4kali dengan masing-masing tarikan dipertahankan
10-30 detik, dimulai dari otot-otot kecil kemudia ke otot-otot besar. Latihan ini
ddapat berupa yoga.
Latihan keseimbangan dilakukan untuk membantu mencegah lansia jatuh.
Latihan keseimbangan setidaknya dilakukan 3 hari dalam seminggu yang
dilakukan pada intensitas rendah. Kegiatan berjalan, Tai Chi dan penguatan otot
dapat memperlihatkan perbaikan keseimbangan pada lansia. Olahraga dilakukan
dengan cara menyenangkan disertai dengan modifikasi, termasuk denga
mengombinasikan beberapa aktivitas sekaligus, misalnya berupa berjalan yang
bersifat rekreasi atau kombinasi latihan fisik dengan musik atau menari bisa
dilakukan.
Olahraga pada lansia dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan,
masalah kesehatan, dan kelemahan yang mungkin ada. Masalah kesehatan
tersebut diantaranya:
Osteoartritis: olahraga yang direkomendasikan adalah yang bersifat tidak
membebani tubuh, misalnya bersepeda dan latihan dalam air. Latihan
fleksibilitas dilakukan dengan melibatkan sendi yang terkena atritis namun
dengan batasan ROM yang bebas nyeri. Kontraindikasinya yaitu latihan
berat, berulang-ulang pada sendi yang tidak stabil, serta melatih sendi saat
tanda-tanda radang masih aktif.
Osteoporosis: latihan jasmani yang dipilih bersifat melawan gravitasi
(weight bearing), misalnya berjalan
Penyakit kardiovaskular: latihan aerobik 30-60 menit perhari untuk
menurunkan tekanan darah dengan latihan penguatan yang dilakukan
denga tahanan lebih rendah namun lebih banyak repetisi.
Diabetes: latihan fisik mempertimbangkan efek insulin dam kadar gula
darah. Insulin disuntikkan 1 jam sebelum latihan. Monitor gula darah
dilakukan sebelum, selama, dan sesudah latihan untuk menentukan
perlunya penyesuaian dosis insulin.
2.4.2. Kesehatan mental7
Dengan bermain dan bercengkrama dengan cucu-cucu, selain bermanfaat
secara fisik, hubungan sosial dan kondisi mentalpun akan tetap terjaga bahkan
meningkat sampai tahap optimal. nikmati berbagai aktivitas yang menjaga
ketajaman pikiran, seperti: membaca, menulis, mengisi teka-teki silang, atau
terlibat dalam pembicaraan atau diskusi yang santai namun serius. Tidur yang
cukup sangat dibutuhkan tubuh untuk tetap sehat fisik maupun psikis. PAPDI
mennganjurkan paling tidak tidur selama 6 jam setiap hari.
2.4.3. Kebutuhan Nutrisi7,10
Walaupun status nutrisi yang buruk lebih mudah didapatkan pada mereka
yang berusia lanjut, namun bukan hal yang tidak mungkin mereka mampu
mendapatkan nutrisi yang cukup dan seimbang untuk mempertahankan kesehatan
dan kebugaran fisik. Pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak semata-mata terbatas
pada jenis dan jumlah makanan, tetapi yang tidak kalah penting adalah aktivitas
makan yang tentu melibatkan hubungan sosial dan rekreasi yang manfaatnya juga
akan sangat dirasakan.
Kebutuhan nutrisi sehat untuk lansia yaitu:
o Kebutuhan kalori untuk lansia akan berkurang dibandingkan
dewasa karena penurunan kecepatan basal metabolik dan aktivitas
fisik seiring bertambahnya usia. Menurut Angka Kecukupan Gizi
Indonesia, laki-laki lansia membutuhkan 2200 Kkal/hari dan
perempuan lansia sekitar 1850 Kkal/hari
o Kebutuhan kalori tersebut dipenuhi dari sumber energi
karbohidrat 45-65%, lemak 20-35% dengnan lemak jenuh tidak
lebih dari 10% dan kolesterol tidak lebih dari 200mg/dl, serta
protein sisanya dan dipengaruhi oleh fungsi ginjal
o Porsi makan kecil dan sering, dianjurkan makan besar 3 kali dan
selingan 2 kali sehari, sayuran dipotong lebih kecil, bila perlu
dimasak sampai empuk, daging dicincang dan buah dapat
dijus/diblender
o Untuk memenuhi kebutuhan cairan minum 6-8 gelas air putih
setiap hari
o Menggunakan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang
putih, jahe, kunyit, lada, gula, untuk meningkatkan cita rasa
makanan. Namun tidak menggunakan bumbu yang merangsang
seperti pedas atau asam karena mengganggu kesehatan lambung
dan alat pencernaan
o Mengurangi pemakaian garam dapur yakni tidak lebih dari 4
gram (satu sendok teh) perhari untuk mengurangi risiko darah
tinggi
o Mengurangi santan, daging yang berlemak dan minyak agar
kolesterol darah tidak tinggi. Menggunakan sedikit minyak untuk
menumis dan kurangi makanan yang digoreng. Memperbanyak
makanan yang diolah dengan direbus karena makanan lebih
mudah dicerna
o Memperbanyak makanan yang berkalsium tinggi seperti susu dan
ikan. Pada lanjut usia khususnya ibu-ibu yang menopause sangat
perlu mengonsumsi kalsium untuk mengurangi risiko keropos
tulang. Bila perlu dengan suplementasi kalsium hingga memenuhi
kebutuhan kalsium >1200mg/ hari bagi yang berusia di atas 51
tahun. Dapat juga dengan berjemur di bawah matahari selama 15
menit setiap pagi hari untuk meningkatkan aktivasi vitamin D
dalam tubuh.
o Memperbanyak makanan serat, sayuran dan buah-buahan paling
tidak 5porsi sehari agar pencernaan lancar dan tidak sembelit
o Menggurangi mengonsumsi gula dan makanan yang mengandung
karbohidrat tinggi agar gula darah normal khususnya bagi
penderita kencing manis agar tidak terjadi komplikasi lain
o Makan bersama teman agar lebih meningkatkan selera makan dan
hubungan sosial dengan teman
2.4.4. Pemeriksaan Kesehatan dan Manajemen Penyakit7,10
Semenjak usia 40 tahun, setiap orang sangat dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala, terutama jika memiliki faktor risiko
penyakit tertentu dari keluarga. Upaya ini dapat diakukan untuk mencegah,
menunda, atau menemukan dan mengenali secara dini berbagai penyakit atau
gangguan kesehatan, serta mengatasi penyakit yang muncul untuk mencegah
komplikasi. Penyakit yang paling sering dialami kaum lanjut usia diantaranya
adalah: penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, diabetes melitus,
pernyakit kanker, dan penyakit sendi dan tulang. Deteksi dini diperlukan agar
dapat menatalaksana penyakit sedini mungkin pula. Hal ini dapat berupa:
o Kanker: pemeriksaan pap smear setiap 1-3 tahun, pemeriksaan
payudara sendiri (sadari), setiap bulan setelah selesai menstruasi,
dan pemeriksaan payudara oleh dokter setiap tahun setelah usia
40 tahun, mamografi setiap tahun setelah usia 40 tahun.
Pemeriksaan rektal (colok dubur) setiap tahun pada orang dewasa
setelah usia 40 tahun. Endoskopi pada semua usia lanjut setelah
usia 50 tahun, setiap 5 tahun. Pemeriksaan pemeriksaan PSA
setiap tahun antara 50 sampai dengan 70 tahun
o Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun
o Pemeriksaan rutin kimia darah, darah perifer lengkap, dan
pemeriksaan urin lengkap
o Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun
dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun bila. Bila pasien telah
menderita darah tinggi, sangat dianjurkan untuk mengevaluasi
tekanan darah 2-4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah
adanya perubahan terapi. Target tekanan darah bagi lansia diatas
60 tahun tanpa penyakit penyerta (gagal ginjal kronis dan
diabetes): sistole: <150 mmHg dan diastole <90 mmHg. Bila
lansia dengan penyerta target sistole adalah <140 mmHg.
o Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG): berikan 1 kopi hasil EKG
tersebut kepada pasien. Manakala pasien mengalami masalah
jantung (nyeri dada), hasil EKG tersebut dapat diberikan ke
dokter yang melayaninya untuk digunakan oleh sang dokter
dalam membuat penilaian klinis
o Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan penapisan glaukona
setiap 1-3 tahun setelah usia 50 tahun.
o Evaluasi fungsi pendengaran setiap 3 tahun setelah berusia 50
tahun
o Pemeriksaan dan perawatan gigi-geligi paling tidak enam bulan
sekali. Bila perlu menggunakan gigi palsu
o Pengkajian fungsi fisik dan mental
Apabila pasien terbukti mengidap penyakit atau gangguan kesehatan,
maka pengelolaan penyakit secara seksama harus dilakukan. Diperlukan
kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar
penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan
terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam
mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau
penyulit.
Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan
kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di
dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan
bisa seumur hidup. Tidak jarang pasien merasa bosan dan akhirnya menghentikan
pengobatannya sehingga penyakit menjadi tidak terkendali dan kemudian timbul
berbagai komplikasi yang tidak jarang sampai mengancam nyawa.
2.4.5. Penghindaran Faktor Risiko yang Dapat Menggangu Kesehatan7
Hal ini dapat berupa penghindaran stres (meningkatkan rasa percaya diri,
selalu berfikir positif, mengatur waktu dengan baik, mengetahui dan menerima
keterbatasan diri, hilangkan ketegangan, dan berbuat sesuatu yang positif),
penghindaran diri dari kecelakaan (tidak bepergian seorang diri terutama bagi
yang sudah memiliki gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dan
pendengaran), mengurangi dan berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol.
2.4.6. Hubungan sosial7
Sahabat-sahabat sejati serta anggota keluarga yang mendukung tentu
merupakan obat yang mujarab, terutama pada masa akhir-akhir kehidupan.
Dengan membina hubungan yang positif dengan berbagai pihak, kita akan
semakin sehat, panjang umur, dan makin menikmati hidup. Hubungan sosial dapat
ditingkatkan dengan ikut bergabung dengan kelompok/komunitas khusus bagi
lanjut usia, salah satunya Karang/Panti Wreda. Panti Wreda merupakan wadah
bagi para usia lanjut yang berada di wilayah desa/kelurahan dengan anggota para
usia lanjut di wilayah tersebut. Kegiatan yang dilaksanakan di dalamnya
merupakan disupervisi puskesmas setempat. Di kultur masyarakat kita,
sebenarnya peran sosial orang tua sudah sangat jelas. Sebagai seorang yang
dituakan, umumnya seorang berusia tua selalu diminta nasihat dan pemikiran-
pemikirannya dalam berbagai masalah. Perasaan telah memberikan manfaat bagi
orang lain ternyata sangat membantu baik dari segi mental maupun kesehatan
fisik.
2.4.7. Kesejahteraan Material7
Walaupun kekayaan dan kesejahtraan material bukan merupakan hal
penting dalam kehidupan, kemampuan pemenuhan kebutuhan material baik untuk
diri sendiri maupun keluarga berdampak pada kesehatan fisik, mental, maupun
sosial. Bagi seorang yang akan memasuki usia pensiun, adalah sangat tepat dan
bermanfaat bila dapat merencanakan masa-masa pensiunnya tanpa harus
kekurangan materi.
2.4.8. Vitalitas Spiritual7,10
Kehidupan spiritual yang baik, di masyarakat dan kultur kita, telah
diyakini dapat memberikan makna lebih dalam menjalani kehidupan, terutama
bagi mereka yang menuju usia senja. Hal yang samapun juga terjadi di negara
barat yang selama ini terkesan cenderung memisahkan agama dari kehidupan.
Larry Dorsey, seorang peneliti, dokter, dan penulis buku terkemuka, setelah
mengamati berbagai studi menyimpulkan bahwa paling tidak terdapat 250 studi
yang menunjukkan bahwa mereka yang taat menjalankan ibadahnya lebih sehat
selama kehidupannya dibanding mereka yang tidak, terbukti dari jarangnya sakit,
jarangnya kunjungan ke dokter, dan biaya yang rendah untuk biaya kesehatan
pada mereka yang taat beribadah.
2.4.9 Sikap Positif7
Dalam perjalanan hidup menjadi tua, tentu banyak tantangan dan
kehilangan yang terjadi yang mendera orang tua. Tetapi jangan berkecil hati,
karena berbagai masalah yang selama ini dihadapi tersebut merupakan pelajaran
berharga agar dapat bersikap positif terhadap kehidupan. Seorang yang bersikap
positif umumnya lebih menerima berbagai peristiwa apapun yang terjadi, serta
dapat mengendalikan emosi pada keadaan apapun. Bersikap positif diyakini akan
memberikan manfaat yang lebih dalam kehidupan seorang lanjut yang berkualitas.
Dalam menjalani hidup, seyogyanya keinginan yang berasal dari lubuk hati yang
paling dalam harus diperhatikan; tidak memaksakan kehendak dan jangan
membiarkan apapun menggangu keinginan hati.Nikmati setiap waktu dari
kehidupan anda sambil menerima segala perubahan yang terjadi pada diri kita.
Setiap ada kehilangan, hendaknya selalu berusaha untuk bangkit, dengan mencoba
mencari teman-teman baru atau mengembangkan hobi serta berekreasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaja S. Analisis Penyebab Kematian dan Tantangan yang Dihadapi
Penduduk Lanjut Usia di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar 2007.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2012 Okt;15(4):323-30.
2. Kemenkes RI. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013 Juli:1-17.
3. Nasution, Z. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan Kader
terhadap Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandar Dolok Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Thesis.
Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2013.
H.1-5.
4. Soejono CH. Pengkajian Paripurna pada Pasien Geriatri. Dalam: Sudoyo AW,
Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H.768-70.
5. Astari P. Hubungan Coated Tongue dengan Candida sp. dan Faktor-Faktor
Resiko Lainnya Pada Lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai
Sumatera Utara tahun 2009. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara; 2011. H. 1-5.
6. Sihombing HC. Karakteristik Kasus Menopause Osteoporosis di Makmal
Terpadu Immunoendrokinologi FK UI Tahun 2006-2008. Skripsi. Depok:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;2009. H. 1-10.
7. Setiati S, Harimurti K, Govinda AR. Proses Menua dan Implikasi Klinis.
Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H.757-66.
8. Abikusno N. Kelanjutusiaan Sehat Menuju Masyarakat Sehat untuk Segala
Usia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013 Juli:25-28.
9. Asfriyati. Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut. Thesis.
Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara;2003. H.
2-5.
10. PAPDI. Pencegahan Penyakit dan Kiat Tetap Sehat pada Usia Lanjut.
Available from: http://www.pbpapdi.org/papdi.php?pb=detil_berita =19
[Accessed 03 March 2015].
top related