bab i , ii, iii
Post on 12-Feb-2017
462 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Dalam pengertian persentase etnis, penduduk Singapura relatif stabil
semenjak pertengahan abad ke-19. Perubahan demografik yang mengesankan
terjadi pada awal abad ke-19, ketika penduduk Cina secara perlahan mulai
mengambil alih menjadi penduduk mayoritas yang menonjol dibanding yang
bersuku Melayu. Sejak tahun 1891 jumlah penduduk Cina Singapura adalah
67.1%, Melayu 19.7%, India 8.8% dan yang lain-lain, termasuk Eropa dan
Arab, 4.3%. Sensus yang dilakukanpada tahun 1990 menunjukkan
keseluruhan penduduk Singapura berjumlah 2.7 jutaorang. Komposisi
penduduknya terdiri dari mayoritas Cina dengan 77.7%, Melayu14.1%, India
7.1 % dan warga lainnya 1.1%.
Sementara itukalau jumlah penduduk dilihat dari komposisi
keagamaannya pada sensus yang sama tahun 1990 adalah sebagai berikut:
pengikut Budhha 31.1%; Taoisme 22.4%;Islam 15.3%; Kristen 12.5%; Hindu
3.7% dan agama lain 0.6% (Sharon Siddique,1995:1). Dilihat dari komposisi
keagamaan, etnis Melayu secara mayoritasmerupakan pemeluk agama Islam.
Atau bahkan bisa dikatakan bahwa etnis Melayu berarti Islam.
Islam di Singapura merupakan agama minoritas. Berdasarkan data pada
2008, sekitar 15 persen penduduk Singapura yang jumlahnya 4.839.000
adalah
Muslim. Mayoritas kelompok etnik Melayu di Singapura memeluk Islam.
Selain itu,pemeluk Islam meliputi kelompok etnik India dan Pakistan, juga
sejumlah kecilkelompok etnik Cina, Arab, dan Eurasia. Sekitar 17 persen
muslimin Singapura berasal dari kelompok etnik India. Kaum muslim di
Singapura secara tradisi merupakan muslim Sunni yang mengikuti mazhab
2
Syafi’i. Sebagian muslim Singapura mengikuti mazhab Hanafi. Ada juga
kelompok muslim Syiah di Singapura.
Komposisi penduduk Melayu yang 14.1% adalah sama dengan 380.600
orang. Dilihat Pendidikan Sekolah Menengah Atas 3.5% dan Pendidikan
Tinggi 1.4%. Sedang apabila dilihat dari komposisi pekerjaannya adalah:
Bidang Teknik dan Professional 9.7%; Bidang Administrasi dan Managerial
1.1%; Ulama dan Guru Agama/ProfesiKeagamaan 15.4%; Sales dan Servis
14.0%: Pertanian dan Nelayan 0.3%; Produksidan Relasi 13 57% dan lain-lain
2.5%. Mengenai partisipasi kerja antara laki-lakidan perempuan adalah: laki-
laki pekerja 78.3% dan wanita pekerja 47.3% (SharonSiddique, 1995:4).
Dalam dua puluh tahun, antara tahun 1970 sampai tahun 1990,menurut
Sharon Siddique, telah terjadi perubahan yang dramatis atas Muslim-Melayu
Singapura.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana sejarah masuk dan berkembangnya islam di Singapura?
b. Apa peranan Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS)?
c. Bagaimana kondisi muslim di Singapura?
C. TUJUAN
a. Mahasiswa mengetahui sejarah masuknya islam dan bekembangnya islam
di singapura
b. Mahasiswa mengetahui apa itu MUIS dan peran-peran MUIS di Singapura
c. Mahasiswa mengetahui keadaan dan kondisi muslim di Singapura
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam
Asal usul nama Singapura semula bernama Temasik, Tumasek (Jawa),
Ta-ma-sek (Cina), sebagaimana dijelaskan kitab Tuhfat al-Nafis dimana saat
itu sultan Singapura dipimpin oleh Sultan Husein Syah (1819). Ada versi lain,
nama asal Singapura, ini muncul ketika pangeran dari Sumatera bernama Sang
Nila Utama singgah di pulau ini tahun 1299 dan menemukan seekor binatang
mirip singa, sehingga pulau in disebut lion city (kota singa). Ada versi lain
bahwa nama Singapura itu adalah dari kata Singgah (singgah) dan pura berarti
(kota), karena pada abad ke 14 Singapura merupakan bagian dari karajaan
Majapahit, para pedagang dari penjuru manapun suka singgah disana.
Negara Singapura adalah negara kota, berdiri pada taggal 9 Agustus 1965
atau keluar dari negara federasi Malaysia. Negara ini menganut paham
“sekuler-modern”, dimana pemerintah bersikap netral terhadap semua agama
dan ras. Etnis Melayu muslim berlatar belakang dari pesisir Malaysia, Jawa,
Bugis, Bawean. Selain ada juga dari muslim India, Cina, Pakistan dan Arab.
Diantara keluarga besar keturunan Arab yang besar dan kaya adalah Al-
Sagoff, Al-Kaff, dan Al-Juneid. Penduduk mayoritas adalah Cina 77%,
Melayu 15%, (kurang lebih 376.000 jiwa) dari 4 juta lebih ; India 6% dan
lain-lain. Melayu muslim kebanyakan hidup dengan standar ekonomi lebih
rendah dibanding dengan non-Melayu, termasuk tertinggal di bidang
pendidikan sosial ekonomi dan politik. Tahun 1980-an hanya terdapat 679
orang yang lulus Sarjana (Muslim In Singapore, 1985). Singapura adalah
sebuah negara Republik dengan sistem pemerintahan parlementer. Dalam
UUD negara ini terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Presiden adalah
sebagai kepala negara, tetapi tidak memiliki kekuatan politik. Sedangkan
4
Perdana Menteri adalah pemimpin kabinet dan administrasi pemerintahan
hingga otomatis kekuatan politik dipegang penuh oleh Perdana Menteri.1
Islam di Singapura disyiarkan oleh para ulama dari berbagai belahan Asia
Tenggara dan benua kecil India, seperti Syaikh Hatib al-Minangkabaui;
Syaikh Tuanku Mudo Aceh; Syaikh Ahmad Aminudin; Syaikh Syed Usman
bin Yahya bin Akil (mufti Betawi); Syaikh Habib Ali Habsi (Kwitang,
Jakarta); Syaikh Anwar Sribandung (Palembang); Syaikh Muhammad Jamil
Jaho (Padang Panjang), dan lain-lain.
Sejarah kehadiran agama Islam di Singapura tidak dapat dipisahkan
dengan
sejarah kedatangan Islam di Asia Tenggara pada umumnya, begitu pula
sejarah
perkembangan dari masa kemasa yang selalu berkaitan dengan perkembangan
agama Islam diwilayah lainya. Pada sebagian ahli sejarah sudah hampir
sepakat
bahwa agama Islam sudah sampai ke Asia Tenggara pada abad pertama
Hijriah atau pada akhir abad ke-7 Masehi, karena pada abad itu pedagang-
pedagang Arab atau pedagang Muslim India sudah mengadakan perdagangan
sampai keselat Malaka dan ke Cina, sebagian ada yang singgah di Sumatera
dan Jawa. Kemudian jalur perdagangan itu menjadi rute tetap pada pedagang
Arab dan India yang menjulur dari laut Tengah melalui Persia dan India ke
Asia Tenggara dan terus ke Tiongkok.
Namun untuk menentukan dengan pasti kapan sesungguhnya awal
kehadiran agama Islam, dimana dimulai, kemana penyebarannya, siapa
penyebarnya, dan bagaimana metode pengajarannya adalah suatu pekerjaan
yang tidak mudah, karena sulit menentukan bukti yang dapat dipercaya
kebenarannya.
1 Asy ‘ari, Pengantar Studi Islam., (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2004) hal. 200
5
Sejak abad ke-15, pedagang Muslim menjadi unsur penting dalam
perniagaan wilayah Timur, tidak terkecuali Singapura. Beberapa diantara para
pedagang ada yang menetap, dan menjalin hubungan perkawinan dengan
penduduk setempat. Lama-kelamaan mereka membentuk suatu komunitas
tersendiri. Para pedagang tersebut tidak jarang menjadi guru agama dan imam.
Dalam komunitas Muslim ini juga sudah terdapat sistem pendidikan agama
yang bersifat tradisional. Pada umumnya mereka belajar agama dirumah-
rumah, yang kemudian dilanjutkan di surau-surau dan mesjid.
Pada tahun 1800 di kampong Glam dan kawasan Rocor menjadi pusat
pendidikan tradisional. Dalam hal ini, guru-guru dan imam sangat penting
peranannya dalam memupuk penghayatan keagamaan pada masyarakat
Muslim Singapura. Sama dengan Muslim di kawasan Asia Tenggara lainnya,
Muslim di Singapura pada masa awal menganut mazhab Syafi'I dan berpaham
teologi Asy'ariyah.
Sebagai negara yang berdiri setelah perang dunia II singapura merupakan
negara paling maju di kawasan Asia Tenggara. Singapura memiliki ekonomi
atau perekonomian pasar yang sangat maju, yang secara historis berputar di
sekitar perdagangan Interpot bersama Hong Kong, Korea Selatan dan Taiwan,
Singapura adalah satu dari Macan Asia . Ekonominya sangat bergantung pada
ekspor dan pengolahan barang impor, khususnya di bidang manufaktur yang
mewakili 26% PDB Singapura tahun 2005 dan meliputi sektor elektronik,
pengolahan minyak Bumi, bahan kimia, teknik mekanik dan ilmu biomedis.
Tahun 2006, Singapura memproduksi sekitar 10% keluaran wafer-wafer
dunia. Singapura memiliki salah satu dari pelabuhan tersibuk di dunia dan
merupakan pusat pertukaran mata uang asing terbesar keempat di dunia
setelah London, New York dan Tokyo.
Bank dunia,menempatkan Singapura pada peringkat hubungan logistik
teratas dunia. Namun demikian ditengah kemajuan Singapura sebagai sebuah
negara yang menjadi sentral perdaganagan Asia Tenggara dan memiliki
6
perjalanan panjang mengenai perjumpaan dengan Islam. Singapura
merupakan neagara yang memiliki penduduk muslim yang minoritas. Dengan
jumlah penduduk sekitar 4,99 juta jiwa hanya sekitar 14.9 % saja yang
memeluk agama islam. Dan menjadi agama kedua terbesar setelah Buddha
42,9% di ikuti oleh Ateis 14.8 %, Kristen 14.6%, Taouisme 8% dan Hinddu
4% serta agama lainnya 0.6% jika di urut melalui sejarahnya, keberadaan
islam di Singapura tak
lepas dari keberdaan Etnis Melayu yang mendiami pulau tersebut. Ditambah
dengan golongan lain yang dikatagorikan sebagai Migran Muslim. Mereka
inilah, terutama migran Arab, sebagai penyandang dana utama dalam
pembangunan masjid-masjid, lembaga lembaga pendidikan dan organisasi-
organisasi Islam.
Sejak pertengahan abad ke-19, ketika Belanda melakukan tindakan
represif dan pembatasan atas calon haji Indonesia, Singapura menjadi
alternatif mereka sebagai tempat pemberangkatan. Broker-broker perjalan
ibadah haji ini adalah kalangan migran Arab. Berbeda dengan Muslim
imigran, masyarakat Melayu merupakan mayoritas. Mengikuti pembagian
Sharon Siddique, mungkin karena mayoritas migran yang berasal dari dalam
wilayah (Jawa, Sumatera, Riau dan Sulawesi), cenderung membawa isteri dan
anak mereka. Dengan demikian rasio seks (khususnya pada komponen
mayoritas yang berbahasa Melayu) lebih seimbang dibanding komunitas-
komunitas lain. Kenyataan yang demikian berakibat pada kelambatan
terjadinya asimilasi kemelayuan. Kelompok migran biasanya mendiami
kampong-kampung yang ditata berdasarkan tempat asal. Dan ini berakibat
pada menguatnya bahasa-bahasa etnis dan adat istiadat. Dengan demikian,
karena heteroginitas penduduk muslim Singapura, orang bukan mendapatkan
“suatu” komunitas muslim, namum sejumlah komunitas muslim. Hal ini
diperkuat dari dalam dengan pelestarian batas-batas linguistik, tempat tinggal
7
yang berorientasi tempat asal, spesialisasi pekerjaan, status ekonomi dan
berbagai tingkat pendidikan.
Bersamaan dengan itu, gejala yang terjadi pada migran luar wilayah
(Arab
dan India) memiliki kecenderungan terbalik. Migrasi yang mereka lakukan
hampir secara eksklusif hanya dilakukan oleh kaum pria. Dengan mengawini
wanita muslim Melayu, berarti mereka membangun keluarga-keluarga baru di
Singapura. Hal ini selanjutnya memberikan definisi komunitas baru Arab dan
Muslim India yang, melalui garis patrilineal memberi identitas pada diri
mereka sendiri, namun menurut garis matrilineal adalah keturunan pribumi.
Proses ini melahirkan suatu komunitas Arab Melayu dan Jawi Peranakan yang
mulai mengidentifikasi diri dengan bahasa Melayu dan dengan adat istiadat
serta kebiasaan lokal.
Seperti disebutkan di atas, Keturunan Arab adalah para pedagang,
pengusaha dan tuan tanah. Meskipun dari sudut jumlah tidak besar, namun
kekayaan dan status tinggi memasukkan mereka dalam elit sosial komunitas
Muslim. Begitu juga dengan Jawi Peranakan, mereka menikmati status tinggi
dalam komunitas yang lebih luas.
Namun juga penting ditekankan, komunitas Jawi Peranakan
mementingkan
pendidikan, tidak hanya dalam bahasa Melayu tetapi juga Inggris. Seperti juga
disebutkan di atas, sejak pertengahan abad ke19, golongan Jawi Peranakan
secara aktif terlibat dalam penerbitan, jurnalisme dan mempromosikan bahasa
Melayu. Dibandingkan dengan dua saudaranya (Arab dan Jawi Peranakan)
kebanyakan orang Melayu hidup dengan standar ekonomi yang lebih rendah.
Kalau distratakan secara sosial dan ekonomi, dan barangkali politik, strata
pertama dan kedua adalah migran Arab dan Jawi Peranakan (migran India),
dan strata ketiga adalah orang Melayu. Terlebih jika dibandingkan dengan
penduduk Singapura lainnya (Cina). Begitu juga di bidang pendidikan. Di
8
bawah sistem pendidikan yang pesat di Singapura, pada tahun 1980, hanya
sekitar 679 orang Melayu yang merupakan lulusan pendidikan tinggi.
Penekanan pada kebijakan sekolah dwibahasa oleh pemerintah Singapura dan
terutama penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa wajib di sekolah-sekolah,
telah menurunkan kualitas sekolah-sekolah dasar Melayu. Seiring dengan
membanjirnya arus urbanisasi ke Singapura dan tidak memadainya kebutuhan
akan papan dalam dua dekade terakhir, pemerintah telah membangun rumah-
rumah rakyat, yang mewajibkan penduduknya, termasuk orang Melayu, untuk
tinggal di perumahan perumahan.
Mereka pun segera pindah dari kampung tradisional yang terdiri dari satu
etnis saja ke sebuah tempat tinggal modern yang terdiri dari campuran
berbagai
etnik. Keadaan yang demikian memberikan pengaruh terhadap kehidupan
orang-orang Melayu, dan tampaknya masih kesulitan untuk beradaptasi.
Memperhatikan adanya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
kepentingan pelaksanaan ajaran di kalangan komunitas umat Islam,
pemerintah Inggris perlu melakukan campur tangan. Pada tahun 1887 suatu
kelompok yang terdiri dari 143 warga Muslim Singapura mengirim sebuah
petisi kepada Gubernur yang meminta diangkatnya seorang kadhi sebagai
pejabat untuk mengurusi masalah perkawinan.
Pada tiga tahun kemudian, tahun 1880, pemerintah Inggris menetapkan
Ordonansi Perkawinan Umat Islam (Mahomedan Marriage Ordinance).
Wewenang legal lembaga ini hanya semata pada soal-soal perkawinan dan
perceraian. Adanya atau ditetapkannya ordonansi ini berarti adanya
pengakuan resmi dari pemerintah kolonial Inggris akan perdata Muslim.
Pada pertengahan abad ke19, ketika pemerintah Hindia Belanda
membatasi dan melakukan represi terhadap calon jemaah haji, banyak di
antara mereka yang menggunakan Singapura sebagai pilihannya. Karena
perlunya pengaturan bagi perjalanan haji, pada tahun 1905 Dewan Legislatif
9
mengeluarkan sebuah ordonansi sebagai landasan pengaturan dan pengawasan
agen perantara perjalanan haji. Dan mengharuskan para agen perjalanan haji
untuk memiliki surat izin. Sejak awal abad ke-20, warga Muslim, khususnya
keturunan Arab dan India, mulai dilibatkan dalam berbagai dewan pekerja
Inggris. Karena banyaknya keluhan yang berkaitan dengan tindakan salah urus
di dalam badan-badan keagamaan, maka pada tahun 1905 ditetapkan
Mahomedan and Hindu Endowment Board (Dewan Penyokong Bagi Pemeluk
Islam dan Hindu), yang dimaksudkan untuk mengatur masalah wakaf. Dewan
ini berjalan sampai tahun 1941 dan diaktifkan kembali tahun 1946. Setelah
tahun 1948 diangkat dua orang dari wakil komunitas Muslim. Pada tahun
1952 Dewan ini diubah namanya menjadi Muslim and Hindu Endowment
Board. Dan berlangsung sampai pembubarannya pada tahun 1968. Tonggak
berikutnya pada tahun 1951 dibentuk Mohamedan Advisory Board (Dewan
Penasehat 20 Urusan Muslim), yang dimaksudkan sebagai badan yang
memberikan nasehat-nasehat kepada pemerintah mengenai persoalan-
persoalan komunitas Muslim.
Setelah Singapura merdeka, tahun 1965, lembaga-lembaga Muslim
bentukan kolonial Inggris diadaptasikan dengan kondisi Singapura merdeka.
Di antara lembagal-embaga baru itu adalah AMLA (The Administration of
Muslim Law Act). Lembaga ini dimasukkan ke parlemen pada tanggal 13
Desember 1965, dan menjadi undang-undang pada tanggal 25 Agustus 1966.
Akta ini memberikan ruang yang fleksibel bagi Dewan Agama Islam,
Pengadilan Agama dan Pencatat Perkawinan Islam dalam menetapkan hukum
Syari’at.
Pada tahun 1966 AMLA menyerukan pembentukan MUIS (Majlis
Ugama
Islam Singapura Islamic Religious Council of Singapore) sebagai suatu badan
hukum untuk menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal berkaitan
dengan agama Islam di Singapura. Pelantikan pertama anggota MUIS
10
dilakukan pada tahun 1968. Bersama dengan Peradilan Syariah dan Pencatat
Perkawinan, MUIS merupakan pusat pengaturan kehidupan komunitas
Muslim di Singapura. Semua lembaga ini secara administratif berada di
bawah Kementerian Pembangunan Masyarakat (the Ministryof Community
Development). Tugas MUIS disini sama seperti MUI di Indonesia, tugas
mereka mengatur kegiatan Islam di Singapura seperti mengeluarkan sertifikasi
halal untuk makan yang menurut ketentuan Islam baik untuk di konsumsi.
Melakukan perhitungan waktu shalat di Singapura, menjadi penyelengara
pernikahan secara Islam.
Menurut Syed Isa bin Muhammad bin Semit, pimpinan MUIS, peraturan
ini ditujukan untuk menjaga keharmonisan agama di Singapura. Seperti yang
dikemukakanMuhammad Rauf, pimpinan Masjid Al Falah yang kakeknya
berasal dari Banjarmasin, pemerintah Singapura kini ingin membaurkan
masyarakatnya agar mereka dapat hidup berdampingan. Dengan menyatukan
keturunan Melayu, Cina, dan India tinggal bersama dalam flat-flat.
Tidak lagi diperkampungan khusus seperti beberapa tahun lalu. Di tempat
yang dulu merupakan daerah nelayan di Singapura yang terletak di dekat
pelabuhan, terdapat Masjid Muhammad Salleh, yang berkapasitas sekitar 300
jamaah. Seperti masjid-masjid lainnya di Singapura, beberapa ruangannya
diberi AC dan ada ruang khusus untuk wanita di bagian atas. Haji Muhammad
Salleh membangun masjid ini pada 1902. Warga kelahiran Betawi ini,
bersebelahan dengan masjid membangun sebuah kubah yang dijadikan
makam, Habib Nuh bin Muhammad Alhabsji. Habib yang wafat 1866 dalam
usia hampir satu abad, merupakan generasi pertama dari warga keturunan
Hadramaut yang berdakwah di Singapura. Banyak umat yang berziarah. Tak
hanya umat Islam di Singapura, tapi juga warga India yang beragama Hindu.
Ada masjid di Orchad Road, Orchad Road yang memanjang sekitar dua km
merupakan pusat perbelanjaan paling terkemuka di Singapura. Berbelok
kearah kiri hanya sekitar 100 meter dari Orchad Road, terletak Masjid
11
AlFalah. Masjid ini secara resmi dibuka oleh Dr Ahmad Mattar, menteri
lingkungan dan masalah Islam Singapura pada 25 Januari 1987. Memasuki
masjid ini, tempat masuk pria dan wanita dipisah. Seperti juga masjid-masjid
lainnya di Singapura, kebersihannya sangat terjaga, termasuk tempat wudhu
dan toilet. Jamaah yang shalat di masjid ini bukan hanya para pegawai
pertokoan dan perkantoran yang Beragama Islam, tapi juga para wisatawan
mancanegara, termasuk wisatawan dari Timur Tengah. ''Kalau Jumat yang
shalat sampai di kiri kanan masjid, yang jumlahnya lebih dari 1000 jamaah,''
kata H Mohamad Syukur, salah seorang pengurusnya. Masjid Ba'alawie,
merupakan salah satu masjid yang dibangun oleh keluarga Alatas di Kampung
Arab, yang penduduknya banyak warga Melayu. Masjid yang dibangun 1952
ini, dapat menampung sekitar 400 jamaah. Dan pada hari shalat Jumat, jamaah
membludak hingga jalanan. Tiap Kamis malam di sina ada pengajian, yang
banyak peminatnya.2
B. Peranan Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS)
Lembaga-lembaga Islam di Singapura diantaranya adalah, Majelis Ugama
Islam Singapura (MUIS), Himpunan Dakwah Islamiyah Singapura
(JAMIYAH) dan Majelis Pendidikan Anak-anak Muslim (MENDAKI).
Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang berada dibawah undang-
undang pemerintahan, dibentuk pada tahun 1968. Majelis Ugama Islam
Singapura (MUIS) merupakan badan yang memiliki peran penting dalam
urusan agama islam.
Fungsi dan tugas Majlis Ugama Islam Singapura sebagai berikut:
a. Memberi saran kepada presiden Singapura dalam masalah-masalah
yang
berkaitan dengan agama Islam di Singapura.
2 Asy’ari, Op, Cit. hal 205
12
b. Mengurusi masalah yang berkaitan dengan agama Islam dan kaum
muslimin di Singapura, termasuk urusan haji dan sertifikasi halal
c. Mengelola wakaf dan dana kaum muslimin berdasarkan undang-
undang dan amanah
d. Mengelola pengumpulan zakat, infak, dan sedekah, untuk mendukung
dan mensyiarkan agama Islam atau untuk kepentingan umat Islam.
e. Mengelola semua masjid dan madrasah di Singapura.3
Dimensi perkembangan Islam itu yang cukup menggembirakan, terutama
dalam hal manajemen profesionalisme dalam hal pengelolaan zakat, infaq,
sedekah, dan wakaf (ZIS wakaf). Di Singapura, sebagaimana dijelaskan oleh
kepala Divisi Pembangunan Agama dan Penelitian, Majlis Ulama Islam
Singapura (MUIS), Zalman Putra Ahmad Ali, pengelolaan ZIS wakaf,
diperuntukkan bagi pemerataan dan kesejahteraan umat Islam. "Pemberdayaan
amanat agama ini tidak akan mencapai target maksimal jika tidak dikelola
secara professional”.
MUIS sendiri sebagai lembaga tertinggi pemerintah untuk Hal Ehwal
Islam (setingkat kementerian agama di Indonesia), memang bertanggung
jawab dan ikut mengelola langsung pengelolaan ZIS wakaf, sehingga dapat
mengetahui secara pasti pelaksanaannya. Sistem manajemen profesioanl yang
diterapkan oleh MUIS ini telah diterapkan lebih dari 10 tahun terakhir. Dalam
pembayaran ZIS misalnya, tidak lagi secara manual, dengan cara pergi ke
tempat penyaluran atau lembaga yang dipercaya, tapi sejak dua tahun terakhir
pembayarannya dapat dilakukan melalui sistem on-line, seperti manajemen
bank.
Dengan cara demikian akan diketahui seluruh dana yang terhimpun saat
itu juga. Sementara untuk wakaf, telah lima tahun lebih dikelola dengan
3 Suhaimi, Sejarah Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru: Unri Press, Cetakan Kedua. 2010). Hal. 252
13
sistem wakaf produktif. Harta benda dari wakaf dikelola dengan azas manfaat,
bukan lagi untuk pembangunan masjid atau kuburan, sebagaimana di
Indonesia. Misalnya, dana wakaf dipakai untuk pembangunan real estate atau
supermarket atau usaha lainnya yang menguntungkan. Keuntungannya
kemudian dipakai lagi untuk pengembangan Islam. Di sini, jangan dikira ada
kesempatan penyelewengan. Sebab, jika terbukti melakukan korupsi, misalnya
terhadap dana ZIS atau wakaf, maka hukuman yang sangat beratlah
imbalannya. Memang di Singapura penegakan hukum cukup bagus, dan
tingkat KKN-nya sangat minim.
Berkaitan dengan ZIS ini, menurut Zalman, rata-rata dana ZIS setiap
tahunnya terkumpul berkisar 18-20 juta dolar Singapura (sekitar 10 dolar AS).
Khusus pegawai di MUIS, digaji dari dana zakat tersebut. Sementara itu, dana
bagi pengembangan masjid dan madrasah, ada kasnya sendiri. Tidak lagi
diambilkan dari dana ZIS wakaf tersebut. Untuk madrasah ada kotak bernama
"Dana Madrasah". Sedangkan dana masjid diperoleh dari sumbangan kaum
muslim, khususnya kotak Jumat. Meski juga terkadang masih dapat bantuan
dari dana ZIS.
C. Kondisi Psikologis Muslim di Singapura
Populasi etnis Muslim yang didominasi orang Melayu di Singapura
sangatlah sedikit dibandingkan dengan etnis Cina. Ada dua faktor yang
memungkinkan terjadinya masayarakat Islam minoritas, Pertama, mereka
terbentuk akibat migrasi ke negara-negara dan kawasan yang telah memiliki
pemerintahan dan sistem nasional yang kokoh. Kedua, terjadi karena
perubahan dan perkembangan geografis dan politik. Pada tahun 1890 migrasi
penduduk Cina mencapai 95.400 jiwa pertahun dan meningkat menjadi
190.000 jiwa pada tahun 1895. Adapun dalam catatan statistik populasi
14
Singapura pada tahun 1970, 1980 dan 1990 presentase komponen etnis
berkisar 77% Cina, 14% Melayu, 7% india, dan 2% etnis lain.4
Pada sensus yang diadakan tahun 1980 menunjukan jumlah penduduk
Singapura 2.414.000 orang, diantaranya 400.000 orang adalah Muslim. Pada
1982, jumlah Muslim dapat diperkirakan 420.000 atau 17% penduduk. Dalam
sensus 1980, dari 400.000 Muslim, sekitar 360.000 adalah Melayu, 34.000
India, 6.000 China dan dari lain-lain asal.5
Umat Muslim di Singapura kurang maju dibandingkan dengan golongan
penduduk lain di semua bidang. Di Bidang Pendidikan, jumlah lulusan
universitas hanya 2,5% dari jumlah seluruh lulusan. Persentase Muslim dalam
profesi dan jabatan tinggi juga sangat rendah dari rata-rata nasional mereka.
Namun, pemerintah biasanya mempunyai satu utusan seorang Muslim dalam
kabinet. Sebagian Muslim mempunyai kedudukan tinggi di bidang hukum dan
universitas. Adapun secara ekonomi, Muslim Singapura berada di antara yang
paling miskin. Pemuda-pemuda Muslim menghadapi banyak kesulitan dalam
mencari pekerjaan. Hanya sebagian kecil diantara mereka yag dipanggil untuk
dinas militer nasional.
Islam di Singapura yang masih merupakan etnis minoritas dengan sejarah
dan perjuangannya, mampu membangkitkan semangat keislaman mereka
dengan berbagai organisasi dan gerakan-gerakan yang mereka dirikan. Jumlah
jamaah haji pertahun meningkat, populasi umat bertambah, sarana dan
prasarana dibangun, sekolah-sekolah Islam atau madrasah ditingkatkan dan
banyak lagi yang lainnya. Semua ditujukan untuk kemajuan dan semangat
umat Muslim di tengah-tengah keminoritasan dalam berwarga negara,
meskipun masih kurang dalam berbagai aspek dan diplat sebagai masyarakat
4 Iik Arifin Mansurnoor dan Drs. Dadi Damadi, Minoritas Islam dalam Ensklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002) hlm:458
5 Iik Arifin, Op.cit., hlm: 457
15
kelas dua. Semangat, kemauan, kegigihan dan perjuangan mereka sebagai
yang minoritas patut kita contoh dan kita ambil hikmahnya.6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULANNegara Singapura adalah negara kota, berdiri pada taggal 9 Agustus 1965
atau keluar dari negara federasi Malaysia. Negara ini menganut paham
“sekuler-modern”, dimana pemerintah bersikap netral terhadap semua agama
dan ras. Etnis Melayu muslim berlatar belakang dari pesisir Malaysia, Jawa,
Bugis, Bawean. Selain ada juga dari muslim India, Cina, Pakistan dan Arab.
Diantara keluarga besar keturunan Arab yang besar dan kaya adalah Al-
Sagoff, Al-Kaff, dan Al-Juneid. Penduduk mayoritas adalah Cina 77%,
Melayu 15%, (kurang lebih 376.000 jiwa) dari 4 juta lebih ; India 6% dan
lain-lain. Melayu muslim kebanyakan hidup dengan standar ekonomi lebih
rendah dibanding dengan non-Melayu, termasuk tertinggal di bidang
pendidikan sosial ekonomi dan politik. Islam di Singapura disyiarkan oleh
para ulama dari berbagai belahan Asia Tenggara dan benua kecil India, seperti
Syaikh Hatib al-Minangkabaui; Syaikh Tuanku Mudo Aceh; Syaikh Ahmad
6 Iik Arifin, Op.cit., hlm: 459
16
Aminudin; Syaikh Syed Usman bin Yahya bin Akil (mufti Betawi); Syaikh
Habib Ali Habsi (Kwitang, Jakarta); Syaikh Anwar Sribandung (Palembang);
Syaikh Muhammad Jamil Jaho (Padang Panjang). Lembaga-lembaga Islam di
Singapura diantaranya adalah, Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS),
Himpunan Dakwah Islamiyah Singapura (JAMIYAH) dan Majelis Pendidikan
Anak-anak Muslim (MENDAKI). Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS)
yang berada dibawah undang-undang pemerintahan, dibentuk pada tahun
1968
B. SARANPenulis menyadari makalah ini mungkin masih jauh dengan kata
sempurna. Akan tetapi bukan berarti makalah ini tidak berguna. Besar harapan
yang terpendam dalam hati semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangsih pada suatu saat terhadap makalah tema yang sama. Dan dapat
menjadi referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
17
DAFTAR PUSTAKA
Asy ‘ari, dkk. 2004. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Press.
Surabaya
Iik Arifin Mansurnoor dan Drs. Dadi Damadi. 2002. Minoritas Islam dalam
Ensklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara. Ichtiar Baru Van
Hoeve. Jakarta.
Suhaimi. 2010. Sejarah Islam Asia Tenggara. Unri Press. Pekanbaru
top related