bab i,ii,iii
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa pada hakikatnya hal yang tak mungkin dipisahkan dengan
kehidupan manusia. Bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa sejak
bangun tidur hingga tiba saatnya untuk kembali tidur manusia tetap akan akrab
dengan hasil budaya yaitu bahasa. Sejalan dengan hal tersebut, Sapani, dkk.,
(2007) mengemukakan bahwa tujuan utama mempelajari bahasa dengan baik
adalah agar seseorang mampu berkomunikasi dengan baik karena bahasa
merupakan media utama bagi manusia untuk berkomunikasi dengan
sesamanya, baik untuk berbagi rasa, informasi, bertukar pikiran, mencari dan
menyebarkan ilmu, maupun untuk mengembangkan budaya, ilmu, dan
teknologi.
Bahasa memaparkan semua konsep dengan kata atau rangkaian kata.
Bahasa dapat dikuasai jika menguasai sejumlah kata. Meskipun demikian
menguasai kata belum berarti menguasai bahasa. Bila ditelaah lebih lanjut,
pemakaian bahasa untuk berbagi keperluan, berbagai tujuan serta digunakan
dalam berbagai suasana, situasi dan lingkungan itu. Satu hal yang tidak boleh
dilupakan adalah bahasa memegang peranan penting sebagai alat komunikasi,
1
2
yaitu sebagai alat penghubung antara individu dan antara masyarakat
pemakaian bahasa.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar mengacu kepada
kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang menekankan pada
aspek pelatihan keterampilan berbahasa dalam konteks pendekatan terpadu.
Keterampilan berbahasa meliputi aspek keterampilan menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat keterampilan dalam pelaksanaan
pembelajaran bahasa Indonesia dipadukan antara berbicara – membaca – dan
menulis atau menyimak – berbicara – menulis. Penerapan pembelajaran bahasa
Indonesia dilaksanakan secara terpadu dengan menggunakan tema-tema
tertentu.
Salah satu keterampilan berbahasa di atas adalah kemampuan menulis
berupa karangan sangat penting dimiliki setiap siswa sekolah dasar. Hal ini
sesuai pendapat (Abdurrahman, 1999: 223) bahwa:
Banyak orang yang lebih menyukai membaca daripada menulis, karena menulis dirasakan lebih lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Para siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Pendapat tersebut menegaskan pentingnya kemampuan menulis,
karena dalam menulis, seseorang dapat menuangkan ide, perasaan, maupun
2
3
pikirannya dalam bentuk tulisan. Bahkan dengan kemampuan menulis,
seseorang dapat mencatat berbagai pengetahuan yang dianggap penting untuk
dipelajari. Lebih lanjut (Abdurrahman, 1999: 223) menegaskan pentingnya
kemampuan menulis dengan menyatakan:
Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam lambang-lambang tulisan. Kegunaan menulis adalah untuk menyalin, mencatat dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan ketiga jenis tugas tersebut.
Walaupun kemampuan menulis seperti menulis karangan, baik cerita,
sajak, maupun puisi sangat penting dimiliki setiap siswa sekolah dasar sebagai
usia dini dalam pembinaan keterampilan berbahasa di lembaga pendidikan
formal. Akan tetapi dalam kenyataannya masih cukup banyak siswa yang
belum mampu menuangkan ide, pikiran dan perasaannya dalam bentuk tulisan.
Hal ini juga dialami oleh sebagian siswa kelas III SD Negeri 5 Panasakkang,
Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros (survey, September 2009).
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III sekaligus guru pelajaran
bahasa Indonesia, diperoleh informasi bahwa anak walinya menunjukkan
perbedaan kemampuan menulis karangan yang cukup berbeda. Ada siswa yang
lancar sekali dalam berbicara, tetapi sulit menuangkan ide, pikiran dan
perasaannya dalam bentuk tulisan. Namun, kadang ada siswa yang kelihatan
3
4
pendiam, suka menyendiri, akan tetapi apabila dilihat dari kemampuannya
menulis yaitu mengekspresikan ide, pikiran dan perasaannya dalam tulisan,
maka dia memiliki kemampuan yang cukup baik dari aspek keindahan tulisan,
ejaan, maupun tata bahasa. Demikian pula, ada siswa yang memiliki karangan
yang memiliki alur cerita yang baik, namun kurang memperhatikan aspek tata
bahasa khususnya tanda baca ataupun tulisannya kurang indah.
Hasil survei di atas sangat relevan dengan hasil kajian Suparno (1994:
84) bahwa ”kemampuan menulis siswa sekolah dasar sering dinyatakan masih
rendah dan sering dipertanyakan”. Bahkan Badudu Haryadi (1997: 132)
mengemukakan bahwa ”rendahnya mutu kemampuan menulis siswa
disebabkan oleh kenyataan bahwa pengajaran mengarang dianaktirikan”.
Pentingnya kemampuan siswa menulis karangan dalam hal ini
karangan narasi, maka selayaknya guru pelajaran bahasa Indonesia berupaya
meningkatkan kualitas pembelajaran, seperti menggunakan media gambar seri
dalam merangsang daya pikir, imajinasi atau ide siswa dalam bentuk tulisan
dengan mengacu kepada media gambar seri yang diberikan. Melalui
pemanfaatan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang narasi, maka
diharapkan kemampuan siswa dalam mengarang narasi dapat lebih meningkat
sehingga diharapkan kemampuan belajar dalam bahasa Indonesia meningkat
dan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
4
5
Hal ini sesuai dengan pendapat Achsin (1993: 23) “Media
pembelajaran dapat menarik dan memperbesar perhatian anak didik terhadap
materi pengajaran yang disajikan”. Pendapat tersebut menegaskan bahwa
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media akan dapat lebih efektif
meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa, jika dibandingkan guru
melakukan pembelajaran tanpa menggunakan media pembelajaran, dan salah
satu jenis media pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran
bahasa Indonesia adalah media gambar seri dalam meningkatkan kemampuan
mengarang siswa.
Pentingnya kemampuan mengarang bagi setiap siswa karena merupakan
ekspresi ide, pikiran, dan perasaan siswa, maka penulis tertarik untuk
mengkajinya melalui kegiatan eksperimen dengan menggunakan media
gambar seri dalam meningkatkan kemampuan mengarang siswa, dengan
mengangkat judul ”Peningkatan Kemampuan Mengarang Narasi dengan
Menggunakan Media Gambar Seri Siswa Kelas III SD Negeri 5 Panasakkang
Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.”
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan tiga
masalah pokok penelitian ini sebagai berikut:
5
6
1. Bagaimanakah tingkat prestasi belajar siswa dalam pembelajaran
mengarang narasi yang diajar dengan menggunakan media gambar seri
siswa kelas III SD Negeri 5 Panasakkang, Kecamatan Tanralili, Kabupaten
Maros?
2. Bagaimanakah tingkat prestasi belajar siswa dalam pembelajaran
mengarang narasi yang diajar dengan tidak menggunakan media gambar
seri siswa kelas III SD Negeri 5 Panasakkang, Kecamatan Tanralili,
Kabupaten Maros?
3. Apakah ada pengaruh pemanfaatan media gambar seri terhadap prestasi
belajar dalam pembelajaran mengarang narasi siswa kelas III SD Negeri 5
Panasakkang, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Mengacu kepada rumusan masalah di atas, maka tujuan pelaksanaan
penelitian ini adalah untuk:
a.Mengetahui tingkat prestasi belajar siswa dalam pembelajaran
mengarang narasi yang diajar dengan menggunakan media gambar
seri siswa kelas III SD Negeri 5 Panasakkang Kecamatan Tanralili
Kabupaten Maros.
6
7
b. Mengetahui tingkat prestasi belajar siswa dalam pembelajaran
mengarang narasi yang diajar dengan tidak menggunakan media
gambar seri siswa kelas III SD Negeri 5 Panasakkang Kecamatan
Tanralili Kabupaten Maros.
c.Mengetahui pengaruh pemanfaatan media gambar seri terhadap prestasi
belajar siswa kelas III SD Negeri 5 Panasakkang Kecamatan Tanralili
Kabupaten Maros.
2. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat, baik manfaat teoritis maupun
praktis sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis:
1) Sebagai bahan informasi bagi akademisi untuk peningkatan
kualitas pendidikan, khususnya pembelajaran dengan
menggunakan media.
2) Sebagai bahan perbandingan sekaligus bahan referensi untuk
penelitian yang relevan.
b. Manfaat praktis:
1) Sebagai umpan balik bagi guru tentang pelaksanaan pembelajaran
yang diterapkan sehingga dapat melakukan pembenahan yang
7
8
dianggap efektif guna pemanfaatan media pembelajaran demi
optimalisasi pelaksanaan pembelajaran.
2) Sebagai masukan bagi siswa tentang pentingnya mengikuti
kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dengan bantuan
media pembelajaran.
8
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Media Gambar Seri dalam Pembelajaran Mengarang
a. Konsep media gambar seri
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media
merupakan “perantara atau pengantar terjadinya pesan dari pengirim ke
penerima pesan”. (Sadiman, 1996: 6). Hal ini relevan dengan pendapat
Sardiman (2001: 6) bahwa “media adalah bentuk dan saluran yang digunakan
orang untuk menyalurkan pesan atau informasi”. Sedangkan Djamarah dan
Zain (2002: 137) mengemukakan “media adalah perantara atau pengantar”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diperoleh suatu pengertian tentang
media sebagai suatu bentuk perantara yang digunakan untuk menyampaikan
ide atau gagasan, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima yang
pada akhirnya akan memperluas kemampuan manusia untuk merasakan,
mendengar atau melihat dalam batas-batas jarak, ruang dan waktu yang
hampiri tak terbatas lagi.
9
10
Pada umumnya media dapat diklasifikasikan atas tiga jenis, yaitu; “media
auditif (mengadakan kemampuan suara), media visual (mempunyai unsur
gambar), dan media audio-visual (mempunyai unsur suara dan gambar)”
Djamarah dan Zain (2002: 140). Media yang dimaksud adalah dalam kajian ini
adalah media gambar seri yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang
hanya mempunyai unsur gambar, berupa gambar seri.
Sapari (2001:26) mengemukakan:
Media gambar seri merupakan serangkaian gambar yang terdiri dari 2
hingga 6 gambar yang menceritakan suatu kesatuan cerita yang dapat
dijadikan alur pemikiran siswa dalam mengarang, setiap gambar dapat
dijadikan paragraf.
Berdasarkan pendapat di atas, maka media gambar seri merupakan media
yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran berupa gambar-gambar
yang berseri, di mana setiap gambar memiliki kaitan antara satu dengan yang
lainnya. Dengan kata lain, masing-masing gambar mengandung makna adanya
alur dalam suatu cerita secara bergambar.
Penggunaan media gambar seri dalam pembelajaran memiliki kelebihan,
sebagaimana dikemukakan oleh Sapari (2001: 26) yaitu “sebagai alat bantu
10
11
mengajar yang dapat mempercepat mengalirnya imajinasi siswa dalam
menuangkan suatu ide”.
Kelebihan penggunaan media gambaran seri dalam pembelajaran sangat
dimungkinkan, karena gambar seri sebagai media berupa gambar yang berseri
merupakan bentuk komunikasi yang menyodorkan rangkaian konsep seri
sistematis, sehingga berfungsi dalam mengarahkan siswa untuk dapat berpikir
secara sistematis, da tidak berputar-putar dengan kalimat atau konsep yang itu-
itu saja. Contohnya, cara menulis anak dengan menggunakan kata-kata transisi
yang berlebihan, seperti: setelah itu, lalu kemudian, dan sebagainya.
Penggunaan kata-kata yang demikian akan nyata sekali bahwa pemikiran anak
hanya berkisar pada pengalaman pribadinya. Oleh karena itu, gambaran seri
sangat bermanfaat dalam menggiring siswa untuk memahami konsep dalam
konteks yang lebih luas dan sistematis, sehingga kemampuan mengarang anak
dapat lebih dikembangkan secara sistematis.
b. Fungsi dan manfaat media pembelajaran
Proses pembelajaran yang terjadi pada dasarnya merupakan suatu proses
komunikasi di mana komunikasi baru akan terjadi bila ada sumber yang
memberi pesan, dan penerima pesan. Agar pesan yang disampaikan oleh
sumber pesan atau pemberi pesan tadi bisa tiba pada penerima pesan, maka
11
12
dibutuhkan adanya wadah yang disebut media. Media ini juga biasa disebut
saluran (channel). Biasanya dalam suatu proses komunikasi, walaupun pesan
atau informasi sudah diberikan oleh sumber dan ditujukan kepada penerima
melalui media, akan tetapi bila tidak ada umpan balik, maka proses komunikasi
itu tidak sempurna. Hal ini disebabkan karena bila tidak ada umpan balik,
maka pemberi pesan tidak mengetahui isi pesannya itu diterima atau tidak,
apalagi untuk mengerti dan mengetahui isi pesan tersebut.
Miarso (1984: 50) mengemukakan fungsi media pembelajaran yaitu:
1) Membuat konkrit konsep yang abstrak
2) Membawa obyek yang berbahaya atau sukar di dapat dalam
lingkungan belajar.
3) Menampilkan obyek yang terlalu besar
4) Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati
5) Mengamati gerakan yang terlalu cepat
6) Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan
lingkungan
7) Memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi
pengalaman belajar siswa
8) Membangkitkan motivasi belajar
9) Memberi kesan individual untuk seluruh anggota kelompok
12
13
10)Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak,
mengatasi batasan waktu dan ruang
11)Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa media memiliki fungsi yang
sangat luas dan penting, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan, yaitu
digunakan guru dalam proses pembelajaran, walaupun dalam pengadaan dan
pemanfaatannya senantiasa masih menghadapi berbagai kendala.
Achsin (1993: 23) mengemukakan bahwa keberadaan media sebagai
suatu alat bantu dalam proses pembelajaran dapat bermanfaat karena:
1) Menarik dan memperbesar perhatian anak didik terhadap materi
pengajaran yang disajikan.
2) Media pembelajaran mengurangi, bahkan dapat menghilangkan
adanya verbalisme.
3) Media pembelajaran mengatasi perbedaan pengalaman belajar
berdasarkan latar belakang sosial ekonomi dari anak didik.
4) Media pembelajaran membantu memberikan pengalaman belajar
yang sulit diperoleh dengan cara yang lain.
5) Media pembelajaran dapat mengatasi batas-batas ruang dan waktu.
6) Media pembelajaran membantu perkembangan pikiran anak didik
secara teratur tentang hal yang mereka alami.
13
14
7) Media pembelajaran membantu anak didik dalam mengatasi hal-
hal yang sulit tampak dengan mata.
8) Media pembelajaran dapat menumbuhkan kemampuan berusaha
sendiri berdasarkan pengalaman dan kenyataan.
9) Media pembelajaran dapat mengatasi hal/peristiwa atau kejadian
yang sulit diikuti dengan indera mata.
10) Media pembelajaran memungkinkan terjadinya kontak langsung
anak didik dengan guru, dengan masyarakat, maupun dengan
lingungan alam di sekitar kita.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas betapa besar manfaat media
pembelajaran digunakan karena akan sangat membantu demi optimalnya
proses pembelajaran, baik akan memudahkan bagi guru maupun siswa dalam
memahami materi pelajaran yang diajarkan guru.
c. Jenis-jenis media pembelajaran
Berbagai jenis media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran,
baik digunakan secara sendiri-sendiri maupun dipadukan agar kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung lebih optimal dengan tetap mengedepankan
aspek efisiensi penggunaan media dalam proses pembelajaran.
14
15
Pada umumnya media dapat diklasifikasikan atas tiga jenis, yaitu; “media
auditif (mengandalkan kemampuan suara), media visual (mempunyai unsur
suara), dan media audiovisual (mempunyai unsur suara dan gambar)”
(Djamarah dan Ain, 2002: 140).
Media auditif atau media yang mengandalkan kemampuan suara, seperti:
radio dan piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau
mempunyai kelainan dalam pendengaran. Media visual merupakan media yang
hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang
menampilkan gambar diam, foto, gambar atau lukisan, cetakan, dan ada pula
yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu atau
film kartun. Sedangkan media audiovisual merupakan media yang mempunyai
unsur suara dan gambar.
Dari berbagai jenis media dan karakteristik media, maka patut menjadi
perhatian dan pertimbangan bagi guru ketika akan memilih dan
mempergunakan media dalam proses belajar-mengajar. Karakteristik media
yang mana yang dianggap tepat untuk menunjang pencapaian tujuan
pembelajaran, itulah media yang seharusnya digunakan dalam proses belajar-
mengajar sehingga upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran dapat
tercapai.
15
16
d. Prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran
Media menurut batasnya adalah perangkat lunak yang berisikan pesan
atau informasi yang lazimnya disajikan dengan menggunakan peralatan. Ada
beberapa media yang bersifat swasaji, seperti gambar obyek berupa benda-
benda yang sebenarnya maupun benda-benda tiruan.
Ditinjau dari kesiapan pengadaannya, media dikelompokkan dalam dua
jenis, yaitu media jadi karena sudah merupakan komoditi perdagangan yang
terdapat di pasaran luas dan dalam keadaan siap pakai, dan media rancangan
karena perlu dirancangkan atau dipersiapkan secara khusus untuk tujuan
pembelajaran tertentu.
Kriteria pemilihan media harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada, dan mengingat kemampuan
dan sifat-sifatnya khasnya. Pemilihan media pembelajaran seyogyanya tidak
terlepas dari konteksnya bahwasanya media pembelajaran merupakan
komponen dari sistem intruksional secara keseluruhan. Oleh karena itu,
meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor lain juga perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan baik dari segi alokasi waktu dan sumber serta prosedur
penilaiannya.
16
17
Sudirman (Djamarah dan Zain, 2002: 143) mengemukakan prinsip
pemilihan media pembelajaran, yaitu: “1) tujuan pemilihan, 2) karakteristik
media pembelajaran, dan 3) alternatif pemilihan”.
Ketiga prinsip pemilihan media pembelajaran di atas, berikut diuraikan
satu-persatu.
1) Tujuan pemilihan
Dalam memilih media pembelajaran harus didasarkan maksud dan tujuan
pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media pembelajaran itu untuk
siswa, untuk informasi yang lebih luas, atau hanya sekadar hiburan saja
mengisi waktu kosong? Lebih spesifik lagi, apakah untuk pembelajaran
kelompok atau individual, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak SD,
SMP, SMA, tuna rungu, tuna netra, dan sebagainya. Tujuan pemilihan ini
berkaitan dengan kemampuan berbagai media pembelajaran yang
digunakan.
2) Karakteristik media pembelajaran
Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dari segi
keampuhannya, cara pembuatan, maupun cara penggunaannya. Pemahaman
terhadap karakteristik media pembelajaran merupakan kemampuan
mendasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampilan
17
18
pemilihan media pembelajaran. Di samping itu, untuk memberikan
kemungkinan kepada guru untuk menggunakan berbagai jenis media
pembelajaran secara bervariasi, sedangkan apabila kurang memahami
karakteristik media pembelajaran tersebut, maka guru akan dihadapkan
kepada kesulitan dan cenderung bersifat spekulatif dalam pemilihan media
pembelajaran.
3) Alternatif pemilihan
Kegiatan memilih merupakan proses membuat keputusan dari berbagai
altrernatif pilihan penggunaan media pembelajaran. Guru bisa menentukan
pilihan media pembelajaran mana yang akan digunakan jika terdapat
beberapa media pembelajaran yang dapat diperbandingkan. Jika media
pembelajaran itu hanya satu saja, maka guru tidak bisa memilih, tetapi
menggunakan media pembelajaran yang ada apa adanya sehingga hal
tersebut akan dapat mempengaruhi kualitas proses belajar mengajar.
Djamarah dan Zain (2002: 148) mengemukakan kriteria pemilihan media
pembelajaran yaitu:
1) Apakah topik yang akan dibahas dalam media tersebut dapat menarik
minat siswa untuk belajar?
18
19
2) Apakah materi yang terkandung dalam media tersebut penting dan
berguna bagi siswa?
3) Apakah media itu sebagai sumber pengajaran yang pokok isinya
relevan dengan kurikulum yang berlaku?
4) Apakah materi yang disajikan autentik dan aktual, ataukah informasi
yang sudah lama diketahui massa dan atau peristiwa yang telah lama
terjadi?
5) Apakah fakta dan kosnepnya terjamin kecermatannya atau ada suatu
hal yang masih diragukan?
6) Apakah format penyajiannya berdasarkan tata urutan belajar yang
logis?
7) Apakah pandangannya objektif dan tidak mengandung unsur
propaganda atau hasutan terhadap siswa?
8) Apakah narasi, gambar, efek, warna, dan sebagainya memenuhi syarat
standar kualitas teknis?
9) Apakah bobot penggunaan bahasa, simbol-simbol, dan ilustrasinya
sesuai dengan tingkat kematangan berpikir siswa?
10) Apakah sudah diuji kesahihannya (validitas)?
19
20
Jenis media pembelajaran rancangan atau dibuat sendiri oleh guru,
menurut Djamarah dan Zain (2002: 149), pertanyaan yang dijadikan acuan
yaitu:
1) Apakah materi yang akan disampaikan itu untuk tujuan pembelajaran
atau hanya informasi tambahan atau hiburan?
2) Apakah media yang dirancang itu untuk keperluan pembelajaran atau
alat bantu pembelajaran (peraga)?
3) Apakah dalam pembelajarannya akan menggunakan strategi kognitif,
afektif, atau psikomotorik?
4) Apakah materi pembelajaran yang akan disampaikan itu masih sangat
asing bagi siswa?
5) Apakah perlu rangsangan suara seperti untuk pembelajaran bahasa?
6) Apakah perlu rangsangan gerak seperti untuk pembelajaran seni atau
olah raga?
7) Apakah perlu rangsangan warna?
Setelah ketujuh pertanyaan di atas terjawab, maka guru dapat mengajukan
alternatif media pembelajaran yang akan dirancang. Alternatif tersebut
mungkin jenis media audio, media visual, atau media audiovisual. Kemampuan
guru dalam memutuskan jenis media pembelajaran yang akan digunakan dalam
20
21
proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tuntutan kurikulum atau materi
pelajaran yang diajarkan guru.
e. Pembelajaran mengarang
Pembelajaran adalah suatu proses yang sistematik di mana setiap
komponen harus saling sinergi, seperti: siswa, guru, kurikulum, dan fasilitas
belajar. Dalam proses tersebut, terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan,
di mana kedudukan guru sebagai pengajar dan siswa sebagai sasaran atau
objek yang diajar. Antara guru sebagai pengajar dan siswa sebagai obyek dan
juga sebagai subjek dalam pembelajaran harus saling berinteraksi demi
optimalnya kegiatan pembelajaran, karena antara siswa dengan guru pada
hakikatnya merupakan satu kesatuan dalam kegiatan pembelajaran.
(Hamalik, 2003: 57) mengemukakan:
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi: buku-buku, papan tulis, kapur, audio. Fasilitas dan perlengkapan berupa: ruangan kelas, perlengkapan, dan prosedur meliputi: jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
Sementara Arikunto (1993: 4) mengemukakan “pembelajaran adalah
bantuan pendidikan kepada anak didik agar mencapai kedewasaan di bidang
21
22
pengetahuan, keterampilan dan sikap”. Hal ini berarti pembelajaran terkait
dengan unsur manusia dan berbagai sumber daya lainnya dalam kegiatan
pendidikan kepada subjek didik. Hal yang sama dikemukakan oleh (Rohani
dan Ahmadi, 1995: 64) mengemukakan:
Pembelajaran adalah totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan diakhiri dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan sebagainya.
Mengacu pada pendapat diatas, maka pembelajaran pada hakikatnya
merupakan kegiatan pemaduan komponen-komponen kegiatan pembelajaran
untuk menciptakan kondisi yang memudahkan siswa belajar. Proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan
dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan,
sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen
proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran
ataupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa,
orang lain ataupun penulis buku dan media. Demikian pula kunci pokok
pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan berarti dalam proses
pembelajaran hanya guru yang aktif sedang siswa pasif. Pembelajaran
menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek
pembelajaran. Jadi, jika pembelajaran ditandai oleh keaktifan guru sedangkan
22
23
siswa hanya pasif, maka pada hakikatnya kegiatan itu hanya disebut mengajar.
Demikian pula bila pembelajaran di mana siswa yang aktif tanpa melibatkan
keaktifan guru untuk mengelolanya secara baik dan terarah, maka hanya
disebut belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menuntut keaktifan
guru dan siswa.
Salah satu bentuk kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran menulis di
sekolah adalah pembelajaran mengarang narasi. Mengarang berarti ungkapan
ide, pikiran ataupun perasaan seseorang dalam bentuk tulisan. Dengan tulisan
karangan tersebut, orang lain dapat membaca dan memahami apa yang
diutarakan orang lain melalui tulisan.
Ali (1990: 165) mengartikan mengarang adalah “menyusun, mengubah,
membuat cerita, syair, lagu dan sebagainya.”. Hal senada dikemukakan oleh
The Liang Gie (1998; 105) bahwa “mengarang adalah keseluruhan rangkaian
kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui
bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami”. Lebih lanjut The Liang Gie
(1998: 105) mengemukakan bahwa “karangan adalah sesuatu naskah apa pun
yang merupakan hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang
dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain”.
Dari pengertian di atas, maka mengarang pada hakikatnya merupakan
kebalikan dari membaca. Karena membaca merupakan kegiatan pikiran
23
24
memahami gagasan yang dikemukakan orang lain. Kebalikannya, mengarang
adalah kegiatan pikiran mengungkapkan gagasan secara tertulis untuk
dipahami oleh orang lain, sedangkan membaca berarti kegiatan memahami
sesuatu naskah yang ditulis orang lain atau pengarang. Karangan berpangkal
pada gagasan seseorang yang dituturkannya ke luar dari pikiran dengan bhasa
tulis setelah mengalami tatanan yang baik. Tatanan yang baik mengandung arti
bahwa gagasan itu diatur secara tertib, disusun secara rapi, teratur, dan
disajikan secara jelas. Jadi, suatu karangan hendaknya dapat dipahami oleh
pembaca dan gagasannya dimengerti secara tepat.
Sesuatu karangan bermula pada gagasan dalam pikiran seseorang.
Gagasan itu terungkap ke luar dari pikiran melalui kata jadi, sesuatu kata
merupakan wahana yang menyangkut gagasan dari pikiran seseorang sehingga
gagasan itu dapat dituangkan dan dimengerti orang lain. Tanpa kata-kata
sulitlah bagi setiap orang untuk menangkap dan mengerti berbagai gagasan
yang terdapat dalam pikiran orang lain.
Menurut Akhadiah (1989: 6) dalam menulis karangan, terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) memilih judul yang efektif dan efisien, 2) membuat kerangka karangan,
3) pengembangan karangan berdasarkan kerangka karangan, 4)
sistematika penulisan meliputi pendahuluan, isi, dan penutip, 5)
24
25
kesesuaian isi karangan dengan judul karangan, 6) tata bahasa, dan 7)
menggunakan ejaan yang disempurnakan dalam karangan.
Mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengarang, berikut
diuraikan satu-persatu:
1) Memilih judul yang efektif dan efisien
Dalam menulis karangan, pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan judul, karena dengan melihat judul, seseorang senantiasa sudah
dapat memperkirakan isi cerita dari suatu karangan. Suatu judul karangan
hendaknya singkat namun jelas, singkat namun padat maknanya, dan
mudah dipahami maknanya sehingga orang lain akan merasa tertarik untuk
membaca karangan tersebut walaupun hanya melihat judulnya saja.
2) Membuat kerangka karangan
Sebelum menulis karangan yang lengkap, terlebih dahulu harus dibuatkan
kerangka karangan agar karangan dapat tersusun secara sistematis, mulai
dari pembuka, isi, dan penutup. Kerangka karangan yang dibuat harus
konsisten dengan mengacu kepada judul karangan, atau isi karangan
hendaknya tidak melenceng dari judul karangan sehingga tidak membuat
orang lain yang membaca karangan tersebut menjadi jengkel, karena isi
karangan berbeda dengan makna judul karangan.
25
26
3) Pengembangan karangan berdasarkan kerangka karangan
Semua kerangka karangan haruslah dikembangkan dalam isi karangan.
Oleh karena itu, kerangka karangan yang disusun secara sistematis harus
dikembangkan sehingga mulai dari awal karangan sampai akhir karangan
tersusun suatu makna yang mendalam dan mudah dipahami dalam alur
cerita karangan, dan bukannya karangan tersebut terbolak-balik, kadang isi
cerita harus diakhir, namun ditempatkan di awal cerita, dan sebagainya.
4) Sistematika penulisan meliputi pendahuluan, isi, dan penutup
Seperti lazimnya dalam suatu tulisan, maka hendaknya terstruktur di mana
untuk karangan harus dimulai dari pendahulua, isi, dan kemudian kata
penutup. Agar orang lain tidak bosan membaca karangan yang dibuat, maka
karangan tersebut hendaknya singkat dan jelas maknanya serta mempunyai
kata-kata penulis yang memungkinkan orang lain dapat menyimpulkan isi
cerita karangan yang ditulis.
5) Kesesuaian isi karangan dengan judul karangan
Isi karangan yang dibuat haruslah sesuai dengan judul karangan atau tidak
melenceng dari judul, karena isi karangan akan menjelaskan apa makna
dari judul karangan tersebut. Oleh karena itu, seorang pengarang haruslah
mampu memahami makna secara mendalam makna judul karangan yang
26
27
dibuat sehingga memungkinkan baginya membuat karangan yang betul-
betul dapat menggambarkan judul karangan.
6) Tata bahasa
Dalam menulis karangan, hendaknya memperhatikan tata bahasa yaitu
sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Penulisan karangan aruslah
ditulis indah namun mudah dibaca oleh setiap orang, penggunaan tanda
baca, penggunaan huruf, dan sebagainya. Kesalahan dalam penggunaan
tanda baca akan dapat menimbulkan makna yang sebenarnya dari maksud
penulis. Oleh karena itu, aspek penulisan tanda baca harus benar-benar
diperhatikan agar karangan yang ditulis dapat dipahami dengan baik oleh
orang lain.
7) Menggunakan ejaan yang disempurkan dalam karangan
Penggunaan huruf-huruf dalam karangan di samping harus jelas dibaca juga
harus benar dalam penulisannya. Huruf-huruf yang salah akan dapat
membuat orang lain jenuh dalam membaca karangan, bahkan dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda. Demikian pula dengan urutan kata
harus sesuai dengan ejaan yang disempurnakan sehingga kata-kata yang
ditulis dapat melahirkan suatu kalimat yang baik, enak dibaca, mudah
dipahami, dan dapat melahirkan suatu kesimpulan tentang isi karangan
yang relevan dengan judul karangan.
27
28
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian belajar
Belajar merupakan suatu perubaan yang terjadi dalam diri setiap manusia
sebagai hasil dari aktivitas tertentu. Misalnya perubahan yang terjadi dari tidak
tahu menjadi tahu, atau dari tidak mengerti menjadi mengerti yang terjadi pada
anak-anak sekolah maupun bukan anak sekolah.
Slameto (1995: 2) mengemukakan belajar adalah “aktivitas yang
dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa
yang telah dipelajari dan sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan
sekitarnya”. Pendapat yang sama dikemukakan oleh (Sardiman, 2001: 53)
bahwa:
Belajar adalah upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan, seperti membaca, mendengar, mengamati, meniru dan sebagainya. Atau belajar sebagai kegiatan psikofisik untuk menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Oleh karena dalam belajar perlu ada proses internalisasi, sehingga akan menyangkut mitra kognitif, afektif dan psikomotorik.
Djamarah (2002: 13) mengemukakan:
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Berdasarkan pendapat di atas, maka belajar merupakan usaha menguasai
hal-hal yang baru atau peningkatan kemampuan seseorang dalam memahami
28
29
sesuatu sehingga ada perubahan dalam diri seseorang yang mengarah kepada
perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Proses belajar adalah proses
yang berbeda dengan proses kematangan yang dicapai oleh seseorang dari
proses pertumbuhan psikologisnya. Perubahan yang juga tidak termasuk dalam
kategori belajar adalah refleks. Kegiatan belajar disini adalah peristiwa belajar
di mana seseorang menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu dan menyadari
perubahan itu melalui belajar.
Ciri-ciri perubahan dalam belajar seperti dikemukakan Djamarah (2002:
15) yaitu:
1) Perubahan yang terjadi secara sadar
2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4) Perubahan dalam belajar bukan merupakan bersifat sementara
5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Ciri-ciri perubahan dalam belajar di atas, berikut diuraikan satu-persatu:
1) Perubahan itu terjadi secara sadar
29
30
Seseorang yang melakukan aktivitas belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi
adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjdi dalam diri individu
berlangsung terus-menerus dan tidak statis. Satu perubaan yang terjadi akan
menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan
ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya, seorang anak belajar menulis,
maka ia akan mengalami perubahan dan tidak menulis menjadi tahu
menulis. Perubahan ini terus hingga kecakapan menulisnya menjadi baik
dan sempurna.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam kegiatan belajar, perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju
untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian, semakin banyak usaha belajar dilakukan, maka akan makin
banyak dan makin baik perubahan yang bersifat aktif, artinya perubaan itu
tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu itu sendiri.
4) Perubahan dalam belajar bukan merupakan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja seperti; keluar air mata, berkeringat, bersin, menangis,
30
31
dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti
belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau
permanen.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perbuatan belajar terarah kepada perbuatan tingkah laku yang benar-benar
terjadi dan disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik,
sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan
belajar mengetik atau tingkat kecakapan apa yang akan dicapainya. Dengan
demikian, perbuatan belajar yang dilakukan senatiasa terarah kepada
tingkah laku yang telah ditetapkan.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu dan sebagai
hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh
dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Dari pendapat dan uraian di atas, maka jelas bahwa tidak semua
perubahan dapat digolongkan dalam arti belajar. Begitu pula perubahan yang
terjadi dalam diri seseorang harus ada indikator yang mendorongnya atau
31
32
memberikan semangat apabila menginginkan hasil yang maksimal. Begitu pula
dengan belajar, dengan adanya dorongan atau motivasi yang muncul dari
dalam diri individu, apakah itu karena ada stimulus atau kesadaran yang timbul
dari dalam diri seseorang untuk mengadakan aktivitas belajar.
Di dalam kegiatan belajar memerlukan aktivitas atau perbuatan guna
memperoleh sesuatu yang diinginkan. Hal ini menurut Sardiman (2001: 93),
disebabkan “karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk
mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak
ada aktivitas. Oleh karena itu, aktivitas merupakan prinsip dasar dalam
kegiatan belajar”. Hal ini berarti bahwa dalam kegiatan belajar diperlukan
aktivitas dalam rangka memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Suatu ilustrasi dikemukakan oleh Frobel (Sardiman, 2001) tentang
manusia sebagai pencipta yang kedua setelah Tuhan. Secara alami setiap anak
memang ada dorongan untuk menciptakan dan bekerja atau berbuat. Dalam
dinamika kehidupan manusia, maka berpikir dan berbuat merupakan suatu
kesatuan. Seseorang yang telah berhenti berpikir dan berbuat perlu diragukan
eksistensi kemanusiaannya. Ilustrasi yang lain dikemukakan Rosseau
(Sardiman, 2001) yang memberikan penjelasan tentang pengetahuan itu
diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas
yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis.
32
33
Kedua illustrasi di atas menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar
harus aktif sendiri dan ada aktivitas atau kegiatan, karena jika ada aktivitas
berarti proses belajar tidak dapat terjadi. Aktivitas belajar sebagai kegiatan
yang dilakukan seseorang dalam memperoleh berbagai pengetahuan, sikap dan
keterampilan memerlukan keterlibatan secara aktif dalam memperoleh
pengetahuan, sikap dan keterampilan tersebut dengan berbagai jenis aktivitas
belajar yang dapat dilakukan.
Belajar bukanlah berproses dalam kehampaan, tetapi memerlukan
aktivitas karena dalam belajar memerlukan aktivitas. Apalagi bila aktivitas
belajar itu berhubungan dengan masalah belajar menulis, mencatat,
memandang, membaca, mengingat, berpikir atau praktek, dan sebagainya.
Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu
situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang dilakukan rangkaian
kegiatan belajar, bahkan itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas
belajar apa yang dilakukan kemudian.
Sardiman (2001:99) mengklasifikasikan aktivitas belajar yaitu:
1) Visual activities, termasuk di dalamnya membaca, memperhatikan
gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
33
34
2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
sadaran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
musik, pidato.
3) Listening activities, sebagai contoh: mendengarkan: uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato.
4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.
6) Motor activities, yang termsuk di dalamnya melakukan percobaan,
membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7) Mental activities, sebagai contoh: menanggap, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
8) Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Aktivitas-aktivitas belajar yang dikemukakan Sardiman di atas
memberikan gambaran bahwa aktivitas belajar cukup kompleks dan bervarisi.
Pendapat senada tentang jenis-jenis aktivitas belajar dikemukakan oleh
34
35
Djamarah (2002: 38), antara lain: “1) mendengarkan, 2) memandang, 3)
menulis atau mencatat, 4) membaca, 5) membuat ikhtisar atau ringkasan dan
menggaris bawahi, 6) mengingat, 7) berpikir”.
Lebih jelasnya mengenai aktivitas-aktivitas belajar menurut Djamarah di
atas, berikut diuraikan satu-persatu.
1) Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar
khususnya belajar dari orang lain perlu aktivitas mendengarkan. Ketika
seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa harus
mendengarkan materi yang disampaikan guru. Oleh karena itu, setiap siswa
yang normal (tidak tuna rungu) harus mampu mendengarkan dengan baik
setiap materi pelajaran yang diajarkan guru di sekolah ataupun ajaran-
ajaran yang diberikan oleh orangtua di rumah berkaitan dengan materi
pelajaran yang dipelajari.
Kemampuan mendengarkan siswa sangat penting dalam rangka mengikuti
peljaran. Karena jika siswa kurang mampu dengar, maka hal itu akan
sangat mempengaruhi rendahnya kemampuan siswa dalam memahami
materi pelajaran di sekolah atau bahkan ketika berlangsung diskusi dalam
kelas.
2) Memandang
35
36
Memandang merupakan kegiatan mengarahkan penglihatan ke suatu objek.
Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata, karena dalam
memandang itu matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata
tidak mungkin terjadi aktivitas memandang. Memandang dalam kegiatan
belajar sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku
yang positif. Aktivitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk
perbuatan belajar meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak
adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak
termasuk belajar. Memandang juga terkait dengan aktivitas belajar siswa
jika guru menggunakan media pembelajaran, di mana mata memiliki peran
yang sangat penting dalam melihat media pembelajaran, atau dalam
kegiatan membaca di mana pandangan sangat memegang peranan penting
dalam memahami bacaan.
3) Menulis atau mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari
kegiatan belajar. Dalam mencatat tidak sekadar mencatat, tetapi mencatat
yang dapat menunjang tercapainya tujuan belajar artinya, jika sekadar
mencatat maka hal tersebut akan dapat mendatangkan kesia-siaan dalam
mencatat dan tidak ada kepentingan kemajuan dan kesuksesan studi.
4) Membaca
36
37
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama
belajar dan dalam membaca perlu konsentrasi sehingga apa yang dibaca
dapat diingat dengan baik. Bahkan dapat ditegaskan bahwa sebagian besar
dari aktivitas belajar adalah membaca, baik membaca secara sepintas
sehingga apa yang dibaca hanya dilihat secara sekilas atau membca secara
seksama yaitu menelaah dengan baik bahan yang dibaca.
5) Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi
Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajar karena menggunakan
ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang
dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali dalam buku
untuk masa-masa mendatang. Untuk keperluan belajar yang intensif,
membuat ikhtisar sangat penting, sementara membaca hal-hal yang penting
perlu digarisbawahi untuk memudahkan menemukan kembali secara cepat
dan tepat materi yang dibutuhkan.
6) Mengingat
Mengingat merupakan gejala psikologis. Untuk mengetahui bahwa
seseorang sedang mengingat sesuatu, dapat dilihat dari sikap dan
perbuatannya. Perbuatan mengingat dilakukan bila seseorang sedang
mengingat-ingat kesan yang telah dipunyai. Langkah-langkah dalam
memudahkan mengingat sesuatu yaitu dengan cara menyelidiki,
37
38
menanyakan, membaca, menyatakan, dan menguji. Dengan langkah-
langkah tersebut, seseorang akan dapat mengingat kembali apa yang telah
dibaca karena adanya proses dalam kegiatan belajar.
7) Berpikir
Berpikir termasuk aktivitas belajar, di mana dalam berpikir orang akan
memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu
hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada
taraf tertentu.
b. Pengertian prestasi belajar
Belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan dalam arti
seseorang yang menyangkut perubahan efektif, kognitif dan psikomotor.
Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari belajar.
Poerwadarminta (1996: 108) mengemukakan bahwa “prestasi adalah hasil
yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya, dan sebagainya)”.
Hal senada dikemukakan Djamarah (1991: 19) sebagai “hasil dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun
kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak
melakukan suatu kegiatan”.
38
39
Dari pengertian prestasi yang dikemukakan di atas, jelas bahwa prestasi
merupakan hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Setelah dikemukakan
tentang pengertian prestasi dan belajar, berikut dikemukakan pengertian
prestasi belajar.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2001: 789) diperoleh
pengertian bahwa prestasi belajar adalah “hasil pelajaran yang diperoleh dari
kegiatan belajar di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan
biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian”. Sementara Syah
(2000: 150) mengemukakan “prestasi belajar adalah segenap ranah psikologi
yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa”.
Dari pendapat di atas, prestasi belajar tidak lain adalah hasil yang dicapai
oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil tersebut merupakan
kecakapan nyata yang dapat diukur langsung dengan menggunakan tes atau
evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil belajar.
3. Media Gambar Seri dalam Pembelajaran Mengarang Narasi
Kaitannya dengan Prestasi Belajar
Prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal
dari diri maupun dari luar diri siswa. Prestasi belajar pada hakikatnya
merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. Oleh karena itu,
39
Row input
Environmental input
Learning teaching process Out put
Insvironmental input
40
pengenalan guru terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa penting sekali, di mana media merupakan salah satu faktor yang berasal
dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, seperti halnya
dalam pembelajaran mengarang narasi.
Nasution (Djamarah, 2002:141) mengemukakan:
Belajar itu yang menghasilkan prestasi belajar bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri, melainkan ada unsur-unsur lain yang ikut terlibat langsung di dalamnya, yaitu: raw input, learning teaching process, output, invironmental input, dan instrumental input.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa
digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Djamarah (2002: 142)
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa masukan mentah (raw
input) terhadap siswa merupakan bahan pengalaman belajar tertentu dalam
40
41
proses belajar mengajar (learning teaching process) dengan harapan melalui
proses pembelajaran akan dapat terjadi perubahan keluaran (out put), baik
bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor. Di dalam pembelajaran itu, akan
ikut berpartisipasi sejumlah faktor lingkungan yang merupakan masukan dari
lingkungan (environmental input) dan sejumlah faktor instrumental
(instrumental input) yang dengan sengaja dirancang guna menunjang
tercapainya keluaran atau kemampuan belajar siswa di sekolah. Hal ini relevan
dengan pendapat Roestiyah (1986: 151) tentang faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar yaitu dari luar diri siswa yang bersumber dari sekolah berupa:
“interaksi guru dengan siswa, cara penyajian, hubungan antar siswa, standar
pelajaran di atas ukuran, media pendidikan, kurikulum, keadaan gedung, waktu
sekolah, pelaksanaan disiplin, dan tugas rumah”.
Kesuksesan kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada sejauhmana
semua komponen pembelajaran berperan, seperti halnya media pembelajaran
berupa media gambar seri pada mata pelajaran bahasa Indonesia berupa
pembelajaran mengarang narasi. Oleh karena itu, guru mata pelajaran bahasa
Indonesia harus mampu menggunakan media pembelajaran sesuai dengan
tuntutan kurikulum sekaligus kelengkapan media pembelajaran harus
diupayakan agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung optimal.
Penggunaan media pembelajaran seperti media gambar seri dalam
41
42
pembelajaran mengarang narasi sangat berperan dalam optimalisasi kegiatan
pembelajaran yang akan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan
belajar siswa dalam pembelajaran mengarang narasi.
Slameto (1995: 65) mengemukakan “alat pelajaran erat hubungan dengan
cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu
mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan guru”.
Hal senada dikemukakan oleh Djamarah (2002: 150) bahwa “alat peraga
(media) membuka peluang bagi guru untuk lebih kreatif mengajar. Alat peraga
membantu guru menjelaskan suatu proses atau cara kerja suatu materi yang
diberikan kepada siswa”.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa keberadaan media
pembelajaran seperti media gambar seri dalam pembelajaran mengarang narasi
sangat penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran mengarang narasi
pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun
demikian, dalam pemanfaatan media pembelajaran media gambar seri dalam
pembelajaran mengarang narasi harus disertai dengan kemampuan guru dalam
pemanfaatannya, kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran dengan
menggunakan media gambar seri dan berbagai pertimbangan lainnya demi
afektifnya pemanfaatan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang
narasi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar
42
43
siswa, khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang materinya
terhadap pembelajaran mengarang narasi.
B. Kerangka Pikir
Media pembelajaran merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap
yang digunakan oleh guru dalam rangka berkomunikasi dengan siswa. Artinya,
proses komunikasi yang menggunakan media pembelajaran harus mendasarkan
diri pada tujuan pembelajaran, seperti halnya dalam pembelajaran mengarang
narasi yang menuntut pemanfaatan media berupa media gambar seri.
Media pembelajaran berupa media gambar seri dalam pembelajaran
mengarang narasi memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan
pembelajaran. Melalui pemanfaatan media gambar seri dalam pembelajaran
mengarang narasi, siswa dapat mengerti alur cerita sehingga dapat mengarang
dengan sistematis, siswa tidak cepat bosan sehingga perhatiannya selalu
terfokus pada kesan yang dilihat dan pada akhirnya akan meningkatkan
kemampuan mengarang siswa.
Kerangka pikir penelitian ini tentang pemanfaatan media gambar seri
dalam pembelajaran mengarang narasi terhadap prestasi belajar siswa,
digambarkan sebagai berikut:
43
44
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini ada dua, yaitu :
Ha : Ada pengaruh penggunaan media gambar seri terhadap
kemampuan mengarang cerita narasi siswa kelas III SDN. 5
Panasakkang.
Ho : Tidak ada pengaruh penggunaan media gambar seri terhadap
kemampuan mengarang cerita narasi siswa kelas III SDN. 5
Panasakkang.
44
Mata pelajaran Bahasa Indonesia
Pelajaran Mengarang
Tidak Memanfaatkan Media Gambar Seri
Memanfaatkan media gambar seri
Kemampuan Mengarang
45
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bersifat komparatif yaitu
membandingkan prestasi belajar siswa antara yang diajar dengan
menggunakan media gambar seri dengan yang diajar tidak menggunakan
media gambar seri, atau mengkaji pengaruh pemanfaatan media gambar seri
dalam pembelajaran mengarang narasi terhaap prestasi siswa.
-Dalam penelitian ini ditetapkan dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen yang diajar dengan menggunakan media gambar seri dan
kelompok kontrol atau kelompok yang diajar dengan tidak menggunakan
media gambar seri. Model desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Model desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Di mana:
X1 = Siswa yang diajar menggunakan media gambar seri (kelompok
eksperimen)
X2 = Siswa yang diajar tidak menggunakan media gambar seri (kelompok
kontrol)
45
X1 Y X2
46
Y = Prestasi belajar
Langkah-langkah yang ditempuh dalam keseluruhan proses penelitian
adalah observasi dan pengurusan izin penelitian, kegiatan pembelajaran dan
diakhir pembelajaran dilakukan tes berupa kemampuan mengarang.
1. Penentuan kelompok
Pertimbangan bahwa penelitian ini adalah penelitian eksperimen, maka
secara otomatis harus dilakukan pembagian kelompok, yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dengan sasaran penelitian adalah siswa
kelas III yang terdiri atas 2 kelas yaitu kelas III-A dan III-B. Penentuan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara undian, dan
hasil undian menunjukkan bahwa kelas III-A sebagai kelompok eksperimen
dan kelas III-B sebagai kelas kontrol.
2. Pemberian perlakuan
Pemberian perlakuan berupa kegiatan pembelajaran dilakukan terhadap
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dilaksanakan oleh guru
bidang studi bahasa Indonesia. Bagi kelompok eksperimen, kegiatan
pembelajaran mengarang narasi dilakukan dengan menggunakan bantuan
media gambar seri sementara kelompok kontrol diajar dengan tidak
menggunakan media gambar seri atau hanya menggunakan metode ceramah
46
47
dan tanya jawab. Pemberian perlakuan pada masing-masing kelompok
dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan, dan setiap pertemuan berlangsung
selama 2 x 35 menit (70 menit), dan setiap akhir pertemuan, siswa diberikan
tugas mengarang.
a. Kelompok eksperimen
Kegiatan pembelajaran untuk kelompok eksperimen (kelas III-A)
dilaksanakan pada setiap hari Senin 3 kali pertemuan. Kegiatan
pembelajaran mengarang narasi dilaksanakan dengan menggunakan media
gambar seri.
b. Kelompok kontrol
Kegiatan pembelajaran untuk kelompok eksperimen (kelas III-B)
dilaksanakan pada setiap hari Kamis sebanyak 3 kali pertemuan. Kegiatan
pembelajaran mengarang narasi dilaksanakan dengan tidak menggunakan
media gambar seri.
3. Memberikan test
Pemberian tes dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengarang selama 35 menit atau
1 jam pelajaran. Kriteria penilaian yaitu:
a. Mengurutkan peristiwa dan gambar sesuai dengan jalan ceritanya.
b. Memberikan judul yang menarik
47
48
c. Kesesuaian judul dan isi karangan.
d. Memperhatikan pilihan kata/diksi
e. Penggunaan ejaan yang benar
B. Variabel dan Definisi Operasional
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dua variabel, yaitu
“pemanfaatan media gambar seri” sebagai variabel bebas dan “kemampuan
mengarang narasi” sebagai variabel terikat.
Kedua variabel penelitian akan dioperasionalkan agar diperoleh batasan-
batasan yang digunakan untuk menghindari perbedaan interprestasi terhadap
variabel yang diteliti dan sekaligus menyamakan persepsi tentang variabel
yang dikaji. Defenisi operasional kedua variabel yaitu:
1. Pemanfaatan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang narasi
merupakan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan bahasan
mengarang dengan menggunakan media gambar seri, sebanyak 3 seri yang
merupakan satu kesatuan dalam alur cerita pembelajaran mengarang narasi.
2. Kemampuan mengarang narasi merupakan nilai hasil tes, yaitu merupakan
nilai tes pada mata pelajaran bahasa Indonesia berdasarkan kemampuan
mengarang siswa setelah selesai proses pembelajaran setiap pertemuan.
C. Populasi dan Sampel
48
49
Dalam suatu penelitian, keberadaan populasi merupakan sesuatu yang
mutlak sebagai subjek penelitian dalam memperoleh informasi berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Demikian pula dengan penelitian tentang
pemanfaatan media gambar seri terhadap kemampuan mengarang narasi siswa
di sekolah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Negeri 5
Panasakkang Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros pada tahun ajaran
2009/2010, dengan jumlah siswa sebanyak 70 orang yang terdiri atas 2 kelas
yaitu kelas III-A dan kelas III-B, masing-masing sebanyak 35 siswa.
Pertimbangan bahwa penelitian ini merupakan penelitian eksperimen,
sehingga dalam memudahkan melakukan perlakuan berupa pembelajaran
dengan media gambar seri, maka ditetapkan untuk melakukan pengelompokan
terhadap kedua kelas, yaitu menetapkan kelas yang menjadi kelompok
eksperimen dan kelas kelompok kontrol. Untuk menetapkan kelas yang
menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan cara
undian, dan berdasarkan undian, ditetapkan kelas III-A sebagai kelompok
esperimen dan kelas III-B sebagai kelompok kontrol, dengan jumlah siswa
masing-masing 35 orang (70 orang).
D. Teknik Pengumpulan Data
49
50
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan observasi
dan tes.
a. Teknik Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
proses pembelajaran mengarang narasi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang disajikan oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan
menggunakan media gambar seri bagi kelompok eksperimen dan tidak
menggunakan media gambar seri pada kelompok kontrol yaitu hanya
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
b. Teknik Tes
Tes merupakan instrumen utama sebagai alat pengumpulan data
penelitian berupa tes kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dalam bentuk tugas mengarang. Kriteria penilaian hasil mengarag siswa, yaitu:
a. Mengurutkan peristiwa dan gabar sesuai dengan jalan ceritanya,
dengan bobot 20.
b. Memberikan judul yang menarik, dengan bobot 10.
c. Kesesuaian judul dan isi karangan, dengan bobot 40.
d. Memperhatikan pilihan kata/diksi, dengan bobot 15.
e. Penggunaan ejaan yang benar, dengan bobot 15
50
51
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil tes
yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial.
a. Analisis statistik deskriptif
Analisis statistik deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
prestasi belajar siswa dalam pembelajaran mengarang narasi antara yang diajar
dengan menggunakan media gambar seri dengan yang diajar tidak
menggunakan media gambar seri pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa
kelas III SD Negeri 5 Panasakkang, dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi dan persentase dengan rumus persentase yaitu:
P = fN
x 100 %(Tiro, 2002:242)
di mana:
P = Persentase
f = Frekuensi yang dicari persentasenya
N = Jumlah subyek (sampel)
Gambaran kemampuan mengarang narasi siswa diklasifikasikan atas 5
kategori, yaitu: “< 50 (gagal), 50 – 59 (kurang), 60 – 69 (cukup baik), 70 – 79
(baik), dan sangat baik (80 – 100)” (Syah, 2000: 153).
51
52
Selanjutnya guna memperoleh gambaran umum mengenai rata-rata
tingkat prestasi belajar siswa dilakukan dengan perhitungan rata-rata dengan
rumus:
M =∑ X
N (Hadi, 2000:37)
di mana:
M = Rata-rata
X = Nilai/harga X
N = Jumlah data
b. Analisis statistik inferensial
Analisis statistik inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis
penelitian mengenai pengaruh pemanfaatan media gambar seri dalam
pembelajaran mengarang narasi terhadap prestasi belajar siswa kelas III SD
Negeri 5 Panasakkang Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros, dengan rumus t-
score yaitu:
t =M x − M y
SDbm (Hadi, 2000: 268)
di mana:
Mx = Mean prestasi belajar siswa yang diajar menggunakan media gambar
seri (kelompok eksperimen)
52
53
My = Mean prestasi belajar siswa yang diajar tidak menggunakan media
gambar seri (kelompok kontrol)
SDbm = Standar kesalahan perbedaan mean
Kriteria pengujian hipotesis adalah ditolak hipotesis nihil (Ho) jika nilai
thitung lebih besar daripada nilai ttabel, atau diterima hipotesis kerja (H1) apabila
nilai thitung lebih besar daripada nilai ttabel pada taraf signifikan 5 persen.
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Abimanyu, S. dan Samad, S. 2003. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Makassar: FIP UNM.
Achsin, A. 1993. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Ujungpandang: IKIP Ujungpandang.
Akhadiah, S., dkk 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Ali, M. 1990 . Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka
Amani.
Arikunto, S. 1993. Manajemen Pembelajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta.
_________ . 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Asy’ari, J.L. 1999. Bahasa Indonesia Bahasaku. Semarang: Aneka Ilmu.
Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah, S.B. 1991. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
_____________. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
54
55
Djamarah, S.B., dan Zain, A. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hadi, S. 2000. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi.
______. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Haryadi. 1996/1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Miarson, Y. 1984. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Poerwadarminta, W.J.S. 1996. Kamus Umum Bahasa Inggris. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rostiyah, N.K. 1986. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.
Rohani, A., dan Ahmadi, A. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sadiman, A.S.. 1996. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sapani, Suardi, dkk. 2007. Teori Pembelajaran Bahasa. Dep. P dan K Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara DIII.
Sapari, A. 2001. Penilaian Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
55
56
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno. 1994. Pendidikan Bahasa Indonesia dalam Konteks Pembangunan dalam Bahasawan Cendekia Seuntai Karangan. Jakarta: PT. Intermassa.
Syah, M. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
The Liang Gie. 1998. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Pusat belajar Ilmu Keguruan.
Tiro, M.A. 2002. Dasar-Dasar Statistika. Makassar: UNM
56