bab i dan ii referat talasemia.docx
Post on 11-Feb-2016
219 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek yaitu (kurang dari 100 per hari). Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin
ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan
structural pembentukan hemoglobin dan gangguan jumlah rantai globin.
Gen Talasemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi
daerah – daerah perbatasan laut medeterania, sebagian besar Afrika Timur
Tengah, sub benua India dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang
Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5 dari kulit hitam Amerika
membawa Gen untuk Talesemia. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak
40 % dari populasi mempunyai satu atau lebih gen talasemia.(2)
Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh
karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis,
migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang
dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga
memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu
(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat.
Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia
tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan
Flores.
1
1.2 Tujuan penulisan
1 Dapat menetapkan penyebab utama manifestasi klinis thalasemia yang
disebabkan oleh adanya kelainan produksi hemoglobin.
2 Mampu melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding pada
penderita thalasemia.
3 Mampu memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan pada
penderita thalasemia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Talasemia
Talasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita talasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang.
Talasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros,
Yunani, dr Vasili Berdoukas, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
kerusakan DNA dan penyakit turunan. Penyakit ini muncul karena darah
kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu
memproduksi sel darah merah secara normal.
2.2 Etiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer
adalah berkurangnya sintetis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel – sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah
karena defesiensi asam folat bertambahnya volume plasma intravaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan distribusi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial
dalam limpa dan hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai Alfa atau Beta dari hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berkurang ,
peningkatan absorbis besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif,
anemia kronis, serta proses hemolisis. (3).
3
2.3 Klasifikasi
Secara molekuler talesemia dibedakan atas talasemia Alfa dan Beta
sedangkan secara klinis dibedakan mayor dan minor (3)
Talesemia secara moskuler
Tabel 2.1 Talasemia secara molekuler
ABNORMALITAS GENETIK Sindroma Klinis
Talasemia alpha
Penghapusan 4 - gen hidropsfetalis
Penghapusan 3 – gen–penyakit Hb H
Penghapusan 2 gen ( Trait Talasemia alphao)
Penghapusan 1 gen (Trait Talasemia alpha+ )
Talasemia beta
Homozigot – talasemia mayor
Heterozigot – trait talasemia
Talasemia Intermedia
Sindroma klinis yang disebabkan sejenis lesi genetik.
Kematian In utero
Anemia hemolitik
Sediaan darah mikrositik hipoKrom
tetapi biasanya tanpa anemia.
Anemia berat memerlukan transfusi
darah
gambaran darah hipokrom dan
mikrositik anemia ringan tidak ada.
Anemia hipokrom mikrositik ( Hb 7-10
gr/dl). Hepatomegali dan splenomegali
deformitas tulang, kelebihan beban besi
(iron overload).
2.4 Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Talasemia memiliki 2 manifestasi klinis yaitu mayor dan minor
4
Tabel 2.2 Manifestasi Klinis Talasemia
Talasemia Mayor Talasemia Minor
- Pucat
- Gangguan tumbuh kembang anak
- Facies cooley (wajah mongoloid )
- Riwayat keluarga
- Hepatosplenomegali
- Anemia berat ( Hb < 6 gr %)
- ( Alfa Thalasemia ) tidak ada gejala
klinis.
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemia gejala awal
pucat mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama
kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah
akhir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik tumbuh kembang masa anak
akan terhambat. Anak tidak nafsu makan , diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat anemia berat dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung (3).
Terdapat hepatosplenomegali ikterus ringan mungkin ada tetapi perubahan
pada tulang yang menetap yaitu terjadinya bentuk muka mongloid/face cooley
akibat sistem eritropoesit yang hiperaktif . Adanya penipisan kortek tulang
panjang tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan
pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan
pendek. Kadang – kadang ditemukan epistaksis pigmentasi kulit , koreng pada
tungkai , dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila
limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia
yang dapat mengakibatkan kematian dapat timbul pansitopenia akibat
hipersplenisme.
5
Hemosideredosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan mentars
dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder) pankreas (diabetes), hati
(serosis) , otot jantung (aritmia, gangguan hantaran gagal jantung) dan
perikardium (perikarditis) (3).
Hapusan darah tepi akan mendapatkan gambaran anisositosis hipokrom
poikilositosis sel target ( fragmentosit dan banyak sel normoblast ). Jumlah
retikulosit dalam darah meningkat. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya
ikat serum terhadap besi menjadi rendah dapat mencap nol. Hemoglobin
penderita mengandung kadar HbF lebih dari 30 %. Kadang – kadang ditemukan
pula hemoglobin patologik (1).
Elektoforesi hemoglobin memperlihatkan ketiadaan atau hampir tidak
ada Hb A dengan hampir semua hemoglobin yang beredar HbF. Persen Hb A2 -
normal , rendah atau sedikit meninggi (4).
2.5 Pengobatan
Hingga sekarang talasemia belum ada obat yang bisa menyembuhkanya.
Satu – satunya tindakan yang bisa dilakukan untuk memperpanjang usia penderita
adalah lewat transfusi darah. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah
( < 10 gr % ) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah serta pucat.
Transfusi darah teratur dibutuhkan 2 – 3 unit setiap 4 – 6 minggu untuk
mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi yaitu desferioksamin
secara 1.m atau 1.v . Indikasi desferal untuk diagnosa penimbunan besi yang
patologis dengan dosis awal 0,5 - 1 mg / hari diberikan dalam 1 – 2 inj. i. m atau
i.v. (2)
Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil
(100 – 250 mg ). Pada saat dimulainya pemberian kelasi dan dihentikan pada saat
pemberian kelasi selesai (Vit C dapat meningkatkan efek desferioksami).
6
Diberikan As. Folat 2 : 5 mg / hr untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat
pada pasien talasemia. Khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah .
Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu
besar sehingga membatasi gerak pasien , menimbulkan tekanan intra abnominal
yang menggangu nafas dan beresiko mengalami ruptur. Hipersplenisme dini
ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 ml / kg dalam 1 tahun Terakhir dan
adanya penurunan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya
pansitopenia . Splenekromi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun keatas saat
fungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid
lain. (3 )
2.6 Prognosis
Talasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan
jarang mencapai usia dekade ke – 3. Walaupun digunakan antibiotik untuk
mencegah infeksi dan pemberian Chelating agents untuk mengurangi
hemosiderosis. Apabila dikemudian hari transplantasi sum – sum tulang dapat
diterapkan maka prgnosis akan baik karena diperoleh penyembuhan.
Talasemia mayor pada umumnya prognosa jelek, biasanya orang dengan
talasemia mayor jarang mencapai umur dewasa walaupun ada yang melaporkan
bahwa dengan mempertahankan kadar Hb yang tinggi dapat memperpanjang
umur penderita sampai 20 tahun. (4)
2.7 Pencegahan
2.7.1 Pencegahan Primer
7
Penyuluhan sebelum perkawinan ( marriage counselling ) untuk mencegah
perkawinan diantara penderita talasemia agar tidak mendapat keturunan yang
hemozigot atau varian – varian talasemia dengan mortalitas tinggi.
2.7.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan kelahiran bayi homozigot dari pasangan suami istri dengan
talasemia heterozigot. Salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengna
sperma berasal dari donor yang bebas talasemia . Kelahiran kasus homozigot
terhindar tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carier seperti ibunya
sedangkan 50 % lainnya adalah normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan
DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk
mendiagnosis kasus homozigot intrauterin sehingga dapat dilakukan tindakan
abortus provokatus. (4)
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan Rosepno. Anemia Hemolitik dalam : Hasan Rosepno buku kuliah Ilmu
kesehatan anak . Edisi 4 Jakarta : Balai penerbit FKUI , 1985. H : 444 – 49.
2. George R. Hontig kelainan hemoglobin dalam : Behrman RE, Kliegman RM,
Arvin AM, Ilmu kesehatan anak Nelson, editor edisi Bahasa Indonesia : A. Samik
Wahab. Edisi 15. Vol 2 Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC, 2000. H : 1708 –
12.
3. Mansjoer Arif Talasemia dalam : Mansjoer Arif. Kapita selekta kedokteran
edisi 3 jilid 2 Jakarta : Media besculapius FKUI 2000 . H : 497 – 99.
4. Kosasih E. N sindrom talasemia dalam : Soeparman. Waspadji. S. Ilmu
penyakit dalam jilid 2 Jakarta : Balai penerbit FKUI 1990 H : 417 – 25.
9
top related