bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep pelaksanaan pre dan
Post on 16-Oct-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pelaksanaan Pre dan PostConference
2.1.1 Pengertian Pelaksanaan
Menurut Kamua Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pelaksananaan
adalah proses, cara, perbuatan, melaksanakan (rancangan, keputusan).
Menurut Wahab (2010) pelaksanaan adalah suatu tindakan atau
pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan
sudah dianggap siap.
Menurut Terry (2010) pelaksanaan adalah kegiatan meliputi
menentukan, mengelompokan, mencapai tujuan, penugasan orang-
orang dengan memperhatikan lingkungan fisik, sesuai dengan
kewenangan yang dilimpahkan terhadap setiap individu untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
Menurut Agustino (2012) mengatakan bahwa pelaksanaan atau
implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana
pelaksanaan kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan,
sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai
dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.
2.1.2 Conference
Menurut Manurung (2011) conference adalah diskusi kelompok yang
dilakukan untuk membahas tentang beberapa aspek klinik dan kegiatan
konsultasi.
Dalam modul MPKP (2006) conference merupakan pertemuan tim
yang dilakukan setiap hari. Konferensi dilakukan sebelum dan setelah
10
melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
perawat pelaksana. Conference sebaiknya dilakukan ditempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar.
Menurut Sain dalam Amalia (2015) Konferensi merupakan pertemuan
tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi dilakukan sebelum atau
setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal
dinas perawatan pelaksanaan.
Marelli (dalam Manurung 2011) menjelaskan secara umum tujuan
conference adalah untuk menganalisa masalah-masalah secara kritis
dan menjabarkan alternatif penyelesaian masalah, mendapatkan
gambaran berbagai situasi lapangan yang dapat menjadi masukan untuk
menyusun rencana antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan
diri dalam pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang
efektif untuk menghasilakan perubahan non kognitif. Juga membantu
koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga
tidak terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi bagi
pemberi asuhan.
Menurut Arwani dalam Amalia (2015) pedoman pelaksanaan
conference sebagai berikut:
2.1.2.1 Sebelum dimulai tujuan conference harus dijelaskan.
2.1.2.2 Diskusi harus mencerminkan proses dan dinamika kelompok.
2.1.2.3 Pemimpin mempunyai peran untuk menjaga fokus diskusi tanpa
mendominasi dan memberi umpak balik.
2.1.2.4 Pemimpin harus merencanakan topik yang penting secara
periodik.
2.1.2.5 Ciptakan suasana diskusi yang mendukung peran serta,
keinginan mengambil tanggung jawab dan menerima
pendekatan serta pendapat yang berbeda.
11
2.1.2.6 Ruang diskusi diatur sehingga dapat tatap muka pada saat
diskusi.
2.1.2.7 Pada saat menyimpulkan conference, ringkasan diberikan oleh
pemimpin dan kesesuaiannya dengan situasi lapangan.
Menurut Sitorus (2009) panduan pelaksanaan dalam konferensi bagi
perawat pelaksana adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan
pergantian dinas pagi atau sore sesuai dengan jadwal perawatan
pelaksana.
2.1.2.2 Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan ketua tim dalam
timnya masing – masing.
2.1.2.3 Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan
hasil evaluasi kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan oleh
dinas malam. Meliputi:
a. Utama klien.
b. Keluhan klien.
c. TTV dan kesadaran.
d. Hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostic terbaru.
e. Masalah keperawatan.
f. Rencana keperawatan hari ini.
g. Perubahan keadaan terapi medis.
h. Rencana medis.
2.1.2.4 Perawat pelaksana mendikusikan dan mengarahkan perawat
asosiet tentang masalah yang terkait dengan perawatan klien
yang meliputi:
a. Klien yang terkait dengan pelayanan seperti: keterlambatan,
kesalahan pemberian makan, kebisikan pengunjung lain,
kehadiran dokter yang dikonsulkan.
b. Ketepatan pemberian infuse.
c. Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran cairan.
12
d. Ketepatan pemberian obat / injeksi.
e. Ketepatan pelaksanaan tindakan lain.
f. Ketepatan dokumentasi.
2.1.2.5 Mengiatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan.
2.1.2.6 Mengiatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran
dan kemajuan masing –masing perawat asosiet.
2.1.2.7 Membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalah yang
tidak dapat diselesaikan.
2.1.3 Pre conference
2.1.3.1 Pengertian Preconference
Menurut Keliat et al. (2009) preconference merupakan
komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana setelah selesai
operan mengenai rencana kegiatan pada shift tersebut
yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim.
Jika hanya satu perawat yang dinas pada tim tersebut,
preconference ditiadakan. Isi preconference adalah rencana
tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari
ketua tim atau penanggung jawab tim. Pre conference adalah
diskusi tentang aspek klinik sebelum melaksanakan asuhan
pada pasien.
Menurut Sitorus dalam Sani (2011) preconference merupakan
pertemuan tim yang dilakukan setiap hari dan merupakan
langkah awal kegiatan shift perawat. Preconference dilakukan
diawal jaga setelah melakukan operan dinas, baik dinas pagi,
sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas perawat
pelaksana.
13
2.1.3.2 Tujuan preconference
Manurung (2011) menjelaskan tujuan preconference yaitu:
a. Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah
pasien, merencanakan asuhan keperawatan dan
merencanakan evaluasi hasil.
b. Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui dilapangan.
c. Memberikan kesempatan bagi seluruh tenaga kesehatan
yang bertugas diruangan untuk berdiskusi tentang keadaan
pasien.
2.1.3.3 Syarat pelaksanaan preconference
Manurung (2011) menjelaskan syarat pelaksanaan
preconference yaitu:
a. Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan
keperawatan dan postconference dilakukan sesudah
pemberian asuhan keperawatan.
b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit.
c. Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang
keadaan pasien, perencanaan tindakan rencana dan data-
data yang perlu ditambahkan.
d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan,
ketua tim dan anggota tim.
2.1.4 Postconference
2.1.4.1 Pengertian Postconference
Menurut Keliat et al. (2009) postconference merupakan
komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan dilakukan sebelum operan kepada
shift berikut. Isi postconference adalah hasil asuhan
keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan (tindak
lanjut). Postconference dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab tim. Postconference adalah diskusi tentang
14
aspek klinik sesudah melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien.
2.1.4.2 Tujuan Postconference
Manurung (2011) menjelaskan tujuan postconference yaitu
untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian
masalah, dan membahas masalah yang dijumpai.
2.1.4.2 Syarat Pelaksanaan Postconference
Manurung (2011) menjelaskan syarat pelaksanaan
postconference yaitu:
a. Postconference dilakukan sesudah pemberian asuhan
keperawatan.
b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit.
c. Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang
keadaan pasien, perencanaan tindakan rencana dan data-
data yang perlu ditambahkan.
d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan,
ketua tim dan anggota tim.
2.1.5 Pedoman pelaksanaan pre dan post conference
Menurut Keliat et al. (2009) pedoman pelaksanaan preconference
yaitu:
2.1.5.1 Ketua tim atau penanggung jawab tim membuka acara dengan
salam.
2.1.5.2 Ketua tim atau penanggung jawab tim menanyakan rencana
harian masing-masing perawat pelaksana.
2.1.5.3 Ketua tim atau penanggung jawab tim memberikan masukan
dan tindak lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan pada
saat itu.
2.1.5.4 Ketua tim atau penanggung jawab tim memberikan
reinforcement (penguatan).
15
2.1.5.5 Ketua tim atau penanggung jawab tim menutup acara dengan
ucapan selamat bekerja.
Menurut Keliat et al. (2009) pedoman pelaksanaan postconference
yaitu:
2.1.5.6 Ketua tim atau penanggung jawab tim membuka acara dengan
salam.
2.1.5.7 Ketua tim atau penanggung jawab tim menanyakan hasil
asuhan masing-masing pasien.
2.1.5.8 Ketua tim atau penanggung jawab tim menanyakan kendala
dalam asuhan yang telah diberikan.
2.1.5.9 Ketua tim atau penanggung jawab tim menanyakan tindak
lanjut asuhan pasien yang harus dioperkan kepada perawat
shift berikutnya.
2.1.5.10 Ketua tim atau penanggung jawab tim menutup acara dengan
salam.
2.1.6 Keuntungan Pelaksanaan Pre dan Postconference
Asmuji (2011) menjelaskan keuntungan pelaksanaan pre dan
postconference yaitu:
2.1.6.1 Perawat dapat mengetahui rencana kegiatan harian pada shift
dinas.
2.1.6.2 Perawat dapat mengidentifikasi masalah-masalah pasien,
merencanakan asuhan keperawatan dan merencanakan
evaluasi hasil.
2.1.6.3 Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui dilapangan.
2.1.6.4 Perawat dapat berdiskusi tentang keadaan pasien.
2.1.6.5 Perawat dapat mengetahui hasil kegiatan sepanjang shift.
2.1.6.6 Perawat dapat mendiskusikan penyelesaian masalah, dan
membahas masalah yang dijumpai.
16
2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelaksanaan Pre dan
Posconference
Aditama (2008) menjelaskan faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan pre dan postconference yaitu:
2.1.7.1 Masa kerja dan pengalaman kerja dari perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pasien. Keliat (2013)
menyatakan bahwa lama kerja biasanya berkorelasi dengan
pengalaman semakin bertambah.
2.1.7.2 Tingkat pendidikan dari perawat. Nursalam (2013)
menyatakan bahwa latar belakang pendidikan sangat
berpengaruh dalam kinerja perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan karena semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi pula pengetahuannya
dan semakin tinggi tuntutan kinerja dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan di rumah sakit.
2.1.7.3 Supervisi, menurut Keliat (2013) supervisi adalah proses
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan untuk
memastikan apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan
organisasi dan standar yang telah ditetapkan.
2.1.7.4 Rekan kerja, yaitu rekan kerja memiliki kecakapan secara
teknis dan mudah untuk bekerjasama atau mendukung
secara social.
2.1.8 Cara Mengukur Pelaksanaan Pre dan Postconference
Menurut Sitorus (2009) cara mengukur pelaksanaan pre dan
postconference dengan menggunakan standar operasional panduan
dalam melakukan conference adalah sebagai berikut:
2.1.8.1 Preconference
a. Persiapan
1. Masing-masing tim menyiapkan tempat pelaksanaan
pre conference.
17
2. Masing-masing ketua tim sudah menjadwalkan
kegiatan pre conference
b. Pelaksanaan
1. Melakukan konferensi setiap hari segera setelah
dilakukan pergantian dinas pagi atau sore sesuai
dengan jadwal pelaksana.
2. Dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim.
Isi conference:
a) Rencana tiap asuhan (rencana harian).
b) Tambahan rencana dari ketua tim atau penanggung
jawab tim.
3. Konferensi dihadiri oleh ketua tim dan perawat
pelaksana.
4. Menyampaikan perkembangan dan masalah
pasien berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan
kondisi pasien yang dilaporkan oleh dinas malam.
5. Perawat pelaksana menyampaikan hal-hal meliputi:
Keluhan pasien, TTV, kesadaran pasien, hasil
pemeriksaan, laboratorium atau diagnosis terbaru,
masalah keperawatan, rencana keperawatan hari ini,
perubahan keadaan terapi medis, dan rencana medis.
6. Ketua tim mendikusikan dan mengarahkan perawat
pelaksana tentang masalah yang terkait dengan
perawatan pasien yang meliputi :
a) Pasien yang terkait dengan pelayanan seperti :
keterlambatan, kesalahan pemberian makan,
kebisikan pengunjung lain, kehadiran dokter yang
dikonsulkan.
b) Ketepatan pemberian infuse.
c) Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran
cairan.
18
d) Ketepatan pemberian obat / injeksi.
e) Ketepatan pelaksanaan tindakan lain.
f) Ketepatan dokumentasi.
7. Mengingatkan kembali standar prosedur yang
ditetapkan.
8. Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian,
kejujuran dan kemajuan masing–masing perawatan
asosiet.
9. Membantu perawat pelaksana menyelesaikan masalah
yang tidak dapat diselesaikan.
c. Penutup
1. Ketua tim atau penanggung jawab tim menutup acara
dengan ucapan selamat bekerja.
2.1.8.2 Postconference
a. Persiapan
1. Masing-masing tim menyiapkan tempat pelaksanaan
post conference.
2. Masing-masing ketua tim sudah menjadwalkan
kegiatan post conference.
b. Pelaksanaan
1. Acara dimulai dengan pembukaan salam oleh ketua
tim.
2. Ketua tim menanyakan hasil dan hambatan dari
pemberian asuhan pada masing-masing pasien.
3. Ketua tim menanyakan kendala dalam asuhan yang
telah diberikan dan perawat pelaksana menyampaikan
hasil asuhan pada kasus yang ditangani.
4. Ketua tim menanyakan tindak lanjut asuhan pasien
yang harus di operkan kepada perawat shift berikutnya.
5. Ketua tim memberikan reinforcement.
6. Ketua tim menutup acara dengan salam.
19
c. Dokumentasi
1. Ketua tim mendokumentasi hasil dari post conference.
2. Kepala ruangan menilai kemampuan ketua tim dalam
melakukan post conference.
d. Evaluasi
Kepala ruang mengisi format evaluasi post conference
untuk ketua tim.
2.2 Kepuasan Kerja Perawat
2.2.1 Definisi Kepuasan Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2016) kepuasan kerja adalah suatu
perasaan positif tentang pekerjaan, yang dihasilkan dari suatu evaluasi
dari karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang
tinggi memiliki perasaan yang positif mengenai pekerjaannya,
sedangkan seseorang dengan level yang rendah memiliki perasaan
negatif.
Pohan (2009) mendefinisikan kepuasan kerja perawat adalah suatu
tingkat perasaan yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan
keperawatan yang diperoleh setelah membandingkan dengan apa yang
diharapkan. Perawat akan puas jika kinerja pelayanan yang
diperolehnya sama atau melebihi harapannya.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Nursalam (2011) menjelaskan faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja, yaitu:
2.2.2.1 Motivasi
Rowland (dalam Nursalam 2015) menyatakan fungsi manager
meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor
motivasi yang meliputi: keinginan untuk peningkatan percaya
bahwa gaji yang diterima sudah mencukupi, memiliki
20
kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai yang
diperlukan, umpan balik, kesempatan untuk mencoba,
instrumen penampilan untuk promosi, kerjasama dan
peningkat penghasilan. Motivasi merupakan kegiatan yang
mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara prilaku
sesorang. Motivasi adalah subjek yang membingungkan,
karena motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung
tetapi harus disimpulkan dari perilaku sesorang yang tampak.
Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan
kunci dalam suatu motivasi dan kepuasan kerja. Jika
seseorang bekerja, maka kebutuhan pencapaian prestasi
tersebut berubah sebagai dampak dari beberapa faktor dalam
organisasi: program pelatihan, pembagian dan jenis tugas
yang diberikan, tipe supervisi yang dilakukan perubahan pola
motivasi dan faktor lain.
Seseorang memilih suatu perkaryaan didasarkan pada
kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki. Motivasi akan
menjadi masalah apabila kemampuan yang dimiliki tidak
dimanfaatkan dan dikembangkan dalam melaksanakan
tugasnya.
Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberikan
kesempatan untuk mencoba dan mendapat umpan balik dari
hasil yang diberikan. Oleh karena itu , penghargaan psikis
sangat diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan
diperhatikan serta dibimbing bila melakukan suatu kesalahan.
2.2.2.2 Lingkungan
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
mendukung motivasi kerja untuk pencapaian kepuasan kerja
21
yang meliputi: komunikasi, potensial pertumbuhan,
kebijaksanaan individu, upah/gaji, kondisi kerja yang
kondusif.
2.2.2.3 Peran Manajer
Nursalam (2015) menjelaskan peran manajer dapat
memengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Peran manajer
juga mungkin memengaruhi faktor lain, bergantung pada tugas
manajer (bagaimana manajer bekerja dalam satu organisasi).
Secara umum, peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya
dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf. Kepuasan
kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik dan
psikis, dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi
melalui peran manajer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini
perlu ditanamkan kepada manajer agar diciptakan suatu
keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk
melaksanaklan tugas sebaik-baiknya.
Menurut Nursalam (2015) ada dua belas kunci utama dalam
kepuasan kerja, yaitu: input, hubungan manajer dan staf,
disiplin kerja, lingkungan tempat kerja, istirahat dan makan
yang cukup, diskriminasi, kepuasan kerja, penghargaan
penampilan, klarifiksi kebijakan, mendapatkan kesempatan,
pengambil keputusan dan gaya manajer.
2.2.3 Dimensi kepuasan
Menurut Smith (dalam Luthans, 2009) terdapat lima dimensi yang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
2.2.3.1 Pekerjaan itu sendiri, yaitu bagaimana memberikan tugas-tugas
yang menarik untuk karyawan, kesempatan untuk belajar, dan
kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
22
2.2.3.2 Rekan kerja, yaitu rekan kerja memiliki kecakapan secara
teknis dan mudah untuk bekerjasama atau mendukung secara
social. Rekan kerja yang bersahabat dan kooperatif akan
memberikan kepuasan kerja kepada karyawan karena merasa
enjoy dalam bekerja.
2.2.3.3 Gaji, yaitu gaji berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
tetapi secara lebih luas juga menggambarkan berbagai dimensi
dari kepuasan.
2.2.3.4 Kesempatan promosi, yaitu kesempatan untuk memperoleh
jabatan yang lebih tinggi atau pengembangan karir.
2.2.3.5 Supervise, yaitu kemampuan atasan dalam memberikan
bimbingan teknis pekerjaan dan sikap.
2.2.4 Komponen Kepuasan Kerja Perawat
Menurut Herzberg (dalam Sutarni, 2008) komponen kepuasan kerja
perawat yaitu:
2.2.4.1 Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah besarnya kepercayaan yang diberikan
disertai kesanggupan pegawai untuk menyelesaikan tindakan
yang dilakukannya. tanggung jawab merupakan komponen
utama dari kepuasan kerja. Menurut Davis dan Newstron
(2002) bahwa tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi akan
memberikan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian
Hamzah (2006) bahwa tanggung jawab berhubungan secara
bermakna dengan kepuasan kerja perawat.
2.2.4.2 Pekerjaan
Suatu pekerjaan yang bervariasi akan menimbulkan kepuasan
kerja yang lebih besar dibandingkan pekerjaan rutin.
Panggabean menjelaskan bahwa kepuasan kerja perawat
dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan yang terdiri dari
23
keanekaragaman ketrampilan, identitas tugas, otonomi dan
umpan balik dari pekerjaan.
2.2.4.3 Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah keberhasilan menyelesaikan tugas,
memecahkan masalah, mempertahankan nama baik, dan
memeriksa hasil kerja. Siagian (2007) mengatakan seseorang
merasa puas dalam pekerjaannya karena menyadari bahwa apa
yang dicapai sudah maksimal, dan ada korelasi positif antara
kepuasan dan prestasi kerja.
2.2.4.4 Penghargaan
Menurut Siagian (2007) seseorang akan merasa puas bila hasil
pekerjaanya dihargai oleh orang lain. Penghargaan dapat
berupa finansial maupun non finansial yang dapat diberikan
kepada perawat sesuai prestasi yang dicapai sehingga dapat
memberikan kepuasan kerja perawat.
2.2.4.5 Supervisi
Supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing,
mengajar, mengobservasi, memperbaiki, dan mengevaluasi
secara terus menerus dengan sabar, adil, serta bijaksana
sehingga setiap perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan dengan baik, trampil, aman, cepat dan tepat secara
menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari
perawat.
2.2.4.6 Hubungan dengan rekan kerja
Kepuasan mempunyai hubungan yang kuat dengan hubungan
interpersonal, yaitu komunikasi antara atasan dan bawahan,
teman sejawat, atau dengan pasien dan keluarga. Perawat
dalam menjalankan tugasnya banyak berkoordinasi dengan
rekan sejawat atau bagian lain yang menunjang, oleh karena itu
kemampuan perawat dalam mengadakan hubungan dengan
24
teman sejawat sangat menentukan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan kepada pasien.
2.2.4.7 Pengembangan diri
Pengembangan diri adalah aktifitas yang membantu perawat
merencanakan karir masa depan mereka dan dapat
mengembangkan diri secara maksimal sehingga mempunyai
peluang untuk mempelajari dan berlatih ketrampilan dan
mendapat pengetahuan baru. Penambahan ilmu perawat
maupun pengembangan kepribadian didapatkan melalui
kesempatan untuk mengikuti pelatihan, pendidikan baik dalam
rumah sakit ataupun diluar rumah sakit.
2.2.4.8 Keamanan kerja
Perlindungan hukum dan tata tertib yang dibutuhkan oleh
perawat dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
standar. Menurut Maslow, perlunya suatu perlindungan dan
kebebasan dari rasa takut serta kebutuhan berkaitan dengan
keselamatan kerja dirumah sakit. Setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup.
2.2.4.9 Kondisi kerja
Kondisi kerja adalah lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
maupun fasilitas kreativitas kerja, beberapa studi menyatakan
bahwa mereka lebih menyukai lingkungan fisik yang nikmat
(temperatur, cahaya, suara dan faktor-faktor lingkungan lain.
Kondisi kerja juga meliputi kondisi fisik pekerjaan, jumlah
pekerjaan, fasilitas yang tersedia, ventilasi, dan peralatan.
Robbin (2016) mengungkapkan ada 3 komponen yang tercakup dalam
kepuasan kerja yaitu nilai, sikap dan persepsi.
2.2.4.10 Nilai adalah keyakinan –keyakinan dasar bahwa pola perilaku
khusus atau bentuk akhir dari keberadaan secara pribadi atau
25
sosial lebih disukai dari pada pola perilaku atau bentuk akhir
keberadaan yang berlawanan. Nilai penting untuk dipelajari
karena menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi
dan juga mempengaruhi persepsi seseorang dan nilai sangat
mempengaruhi sikap seseorang.
2.2.4.11 Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang
diinginkan maupun yang tidak diinginkan mengenai obyek,
atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaiamana seseorang
merasakan sesuatu. Oleh karena itu pengetahuan atas sistem
nilai individu dapat memberikan petunjuk tentang sikap
individu tersebut.
2.2.4.12 Persepsi, kepuasan didasarkan pada persepsi individu
terhadap situasi dan nilai-nilai individu. Ketika individu tidak
mempersepsi individu harus melihat bahwa situasi yang
sebenarnya untuk dipahami sebagai reaksi pribadi.
2.2.5 Pengukur Kepuasan Kerja
Greenberg dan Baron (dalam Wibowo 2009) menjelaskan cara untuk
melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu:
2.2.5.1 Rating Scales dan Kuesioner
Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan
pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan
menggunakan kuesioner dimana rating scales secara khusus
disiapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang menjawab
pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi
mereka pada pekerjaan mereka.
2.2.5.2 Critical incidents
Disini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan
pekerjaan mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan
atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk
mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya
26
apabila banyak pekerja menyebutkan situasi di pekerjaan
dimana mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila
pekerja memuji supervisor atas sensitifitas yang ditunjukkan
pada masa yang sulit, gaya pengawasan memainkan peranan
penting dalam kepuasan kerja mereka.
2.2.5.3 Interviews
Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja
dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja.
Dengan menanyakan secara langsung tentang sikap mereka,
sering mungkin mengembangkan lebih mendalam dengan
menggunakan kuesioner yang sangat terstruktur. Dengan
mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan
mencatat jawabannya secara sistematis, hubungan pekerjaan
dengan sikap dapat dipelajari.
Menurut Robbins (2016) terdapat dua pendekatan yang
paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan yaitu:
2.2.5.4 Angka nilai global tunggal (single global rating).
Angka nilai global tunggal adalah metode pengukuran
kepuasan dengan cara meminta individu-individu untuk
menjawab suatu pertanyaan, dengan rating score 1 – 4
(Tidak puas – sangat puas).
2.2.5.5 Penjumlahan fase pekerjaan (summation score)
Metode ini lebih canggih dari angka nilai global tunggal.
Metode ini menilai unsur-unsur utama dalam suatu
pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan
mengenal setiap unsur. Faktor-faktor lazim yang akan
dicakup adalah sifat dasar pekerjaan, penyeliaan, upah
sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan
rekan sekerja. Faktor-faktor ini dinilai pada skala baku dan
27
kemudian dijumlahkan untuk menciptakan skor kepuasan
kerja keseluruhan.
Menurut Supranto (2006), terdapat 2 buah variabel yang diwakilkan
oleh hurup X dan Y, dimana X merupakan tingkat kinerja yang akan
memberikan kepuasan. Sedangkan Y merupakan tingkatkepentingan
harapan. Adapun rumus yang digunakan adalah:
Tki= xi
X 100% Yi
Keterangan: Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian
Yi = Skor penilaian harapan perawat
Selanjutnya variabel X akan di isi oleh skor tingkat pelaksanaan,
sedangan variabel Y akan diisi oleh skor tingkat kepentingan/harapan
perawat. Dalam penyederhanaan rumus, maka untuk setiap faktor yang
mempengaruhi kepuasan perawat dengan:
X = Xi
Y =
Yi
n n
Keterangan: X = Skor rata-rata tingkat kinerja
Y = Skor rata-rata harapan
n = Jumlah responden
2.2.6 Metode Pengukuran Kepuasan Perawat
Menurut Kotler dan Keller (dalam Tjiptono, 2016) ada beberapa
metode yang dapat digunakan dalam melakukan pengukuran kepuasan
perawat, diantaranya:
2.2.6.1 Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berpusat pelanggan (customer contered)
memberikan kesempatan yang luas untuk menyampaikan saran
dan keluhan. Informasi-informasi ini dapat memberikan ide
dan memungkinkan untuk bereaksi secara tanggap dan cepat
untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.
28
2.2.6.2 Ghost shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai
kepuasan adalah dengan memperkerjakan beberapa orang
untuk berperan atau bersikap.
2.2.6.3 Lost customer analisys
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti menggunakan atau yang telah pindah agar dapat
memahami mengapa hal itu terjadi.
2.2.6.4 Survei kepuasan perawat
Umumnya penelitian mengenai kepuasan perawat dilakukan
dengan penelitian survei baik melalui pos, telepon atau
wawancara langsung. Sehingga akan memperoleh tanggapan
dan umpan balik secara langsung dari perawat dan juga
memberikan signal positif bahwa rumah sakit memberikan
perhatian terhadap perawatnya.
2.2.7 Konsep Perawat
2.2.7.1 Pengertian Perawat
Dalam Undang Undang Keperawatan (2014) perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan,
baik di dalam maupun di Iuar negeri yang diakui oleh
Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Sedangkan Keperawatan menurut Nursalam (2015) adalah
bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan
dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit
yang mengalamí gangguan fisik, psikis, dan sosial agardapat
mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2.2.7.2 Peran Perawat
29
Ode (2012) menjelaskan Perawat profesional pemula
mempunyai peran sebagai “melaksanakan pelayanan
keperawatan profesional dalam suatu sistem pelayanan
kesehatan sesuai kebijakan umum pemerintah yang
berlandaskan pancasila, khususnya pelayanan atau asuhan
keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
komunitas berdasarkan kaidah-kaidah”.
Peran perawat menurut konsirsium ilmu kesehatan tahun 1989
dalam (Ode, 2012) terdiri dari:
a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberi asuhan pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan. Sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan
dan dilaksanakan dengan tindakan yang tepat sesuai tingkat
kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya.
b. Peran perawat sebagai advokat klien.
Peran ini dilakukan oleh perawat dalam membantu klien
dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain.
Khusus nya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, pasien
mempunyai hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima
ganti rugi akibat kelalaian.
30
c. Peran perawat sebagai edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
d. Peran perawat sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan,
merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan
dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan
kesehatan dapat terarah serta serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
e. Peran perawat sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan
lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar
pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran perawat sebagai konsultan
Peran ini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang
tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
g. Peran perawat sebagai pembaharuan
Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberi pelayanan keperawatan.
2.2.7.3 Fungsi Perawat
Ada beberapa fungsi perawat menurut PK ST. Carolus 1983
(dalam Ode, 2012) yaitu:
31
a. Fungsi pokok
Membantu individu, keluarga dan masyarakat baik sakit
maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang
menunjang kesehatan, penyembuhan, atau menghadapi
kematian dengan tenang sesuai dengan martabat manusia
yang pada hakikatnya dapat mereka laksanakan tanpa
bantuan.
b. Fungsi tambahan
Membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam
melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh
dokter.
c. Fungsi kolaboratif
Sebagai anggota TIM kesehatan,bekerjasama saling
membantu dalam merencanakan dan melaksanakan
program kesehatan secara keseluruhan yang meliputi
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
penyembuhan dan rehabilitasi.
Ode (2012) menjelaskan fungsi perawat secara umum adalah
sebagai berikut:
a. Fungsi Independen
Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan
perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri,
berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh karena itu
perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul
dari tindakan yang diambil. Contoh tindakan perawat
dalam menjalankan fungsi independen adalah:
1. Pengkajian seluruh sejarah kesehatan
pasien/keluarganya dan menguji secara fisik untuk
menentukan status kesehatan.
32
2. Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin
dilakukan untuk memelihara atau memperbaiki
kesehatan.
3. Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-
hari.
4. Mendorong untuk berperilaku secara wajar.
b. Fungsi dependen
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan
pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang
dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti
pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan
suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis
menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat
yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati
hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat.
c. Fungsi interdependen
Tindakan perawat berdasarkan pada kerja sama denga tim
perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika
perawat bersama tenaga kesehatan lainnya berkolaborasi
mengupayakan kesembuhan pasien. Dalam kolaborasi ini,
pasien menjadi fokus upaya pelayanan kesehatan.
Ode (2012) menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan saat
menjalankan fungsi perawat yaitu:
a. Penatalaksanaan kasus adalah dalam menerapkan proses
keperawatan dan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat
pada pekerja dan tempat kerja. Dengan kata lain
penatalaksanaan kasus adalah penerapan standart
pelayanan klinis keperawatan pada tenaga kerja.
33
b. Penatalaksanaan program adalah penerapan fungsi-fungsi
administrasi pada program-program kesehatan dan
keselamatan kerja.
2.2.8 Keterkaitan Pelaksanaan Pre dan Postconference Dengan
Kepuasan Kerja Perawat
Menurut Wahab (2010) Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau
pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan
sudah dianggap siap. Manurung (2011) menjelaskan Conference
adalah diskusi kelompok yang dilakukan untuk membahas tentang
beberapa aspek klinik dan kegiatan konsultasi. Menurut Keliat et al.
(2009) Preconference merupakan komunikasi ketua tim dan perawat
pelaksana setelah selesai operan mengenai rencana kegiatan pada shift
tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim,
sedangkan Postconference merupakan komunikasi ketua tim dan
perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan dilakukan
sebelum operan kepada shift berikut. Dalam pelaksanaan pre dan
postconference perawat perlu memahami terkait dengan standar
operasional prosedur pelaksanaan pre postconference agar tetap
optimal sesuai aturan rumah sakit.
Menurut Robbins dan Judge (2016) kepuasan kerja adalah suatu
perasaan positif tentang pekerjaan, yang dihasilkan dari suatu evaluasi
dari karakteristiknya. Pohan (2009) menjelaskan kepuasan kerja
perawat adalah suatu tingkat perasaan yang timbul sebagai akibat dari
kinerja layanan keperawatan yang diperoleh setelah membandingkan
dengan apa yang diharapkan. Perawat akan puas jika kinerja pelayanan
yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya.
34
Pelaksanaan pre dan postconference berkaitan dengan kepuasan kerja
perawat karena jika dapat melaksanakan dan memahami pelaksaan pre
dan postconference dengan cara melakukannya setiap pergantian shift
dinas maka dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat dan
sebaliknya apabila perawat tidak melaksanakan dan memahami
pelaksaan pre dan postconference maka akan menurunkan kepuasan
kerja. Swanburg (2008) menjelaskan adanya pelaksanaan pre dan
postconference sebelum melakukan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan cara membuat rencana kegiatan harian perawat dan hasil
kegiatan sepanjang shift maka perawat akan puas jika kinerja
pelayanan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya, dengan
demikian kepuasan kerja perawat sangat penting dalam pelaksanaan
pre dan postconference.
2.3 KERANGKA KONSEP
Penyusunan bagan kerangka konseptual pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Variabel independen Variabel Dependen
Pelaksanaan preconference
Kepuasan kerja perawat
Pelaksanaan postconference
2.4 HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka konsep yang dipaparkan diatas maka disusun suatu
hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian,
yaitu sebagai berikut:
top related