bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Teori Resiko Perilaku Kekerasan 1. Pengertian Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Dermawan dan Rusdi, 2013). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Muhith, 2015:178). Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah tindakan dimana seseorang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Tindakannya dapat berupa verbal seperti marah marah, berteriak, mengancam. Dan non verbal seperti merusak, memecahkan atau membanting benda benda yang ada disekitar. 2. Faktor Prediposisi Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah : a. Teori Biologis 1) Neurologic Faktor Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan - pesan - - www.lib.umtas.ac.id Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya - -

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Resiko Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah

tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat

perasaan – perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan

marah (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi

ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada

diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi

dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau

riwayat perilaku kekerasan (Muhith, 2015:178).

Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku

kekerasan adalah tindakan dimana seseorang dapat membahayakan diri

sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Tindakannya dapat berupa

verbal seperti marah – marah, berteriak, mengancam. Dan non verbal

seperti merusak, memecahkan atau membanting benda – benda yang ada

disekitar.

2. Faktor Prediposisi

Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku

kekerasan adalah :

a. Teori Biologis

1) Neurologic Faktor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,

neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran

memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan - pesan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat

dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon

agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah

antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang

merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara rasional

dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat menyebabkan

tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah, 2012: 29).

2) Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi

potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)

dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang

tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut

penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki

oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang

tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti,

2012: hal 100).

3) Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut

penelitian pada jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan

menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan

menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah

Damaiyanti, 2012: hal 100). Faktor Biokimia

4) Faktor biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak

contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat

berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan

dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap

mengancam atau membahayakan akan dihantarkan melalui impuls

neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta

penurunan serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid)

pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi

terjadinya perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

5) Brain Area Disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom

otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi

ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak

kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

b. Teori Psikologis

1) Teori Psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat

tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya

ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak

mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang

cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan

setelah dewasa sebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada

lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat

mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep

diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan

merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa

ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak

kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101).

2) Imitation, modelling and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam

lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan

perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar

memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu

penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan

pemukulan pada boneka dengan reward positif (semakin keras

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang

sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut

dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah

anak – anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak

berperilaku sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya

(Mukripah Damaiyanti,2012: hal 101).

3) Learning Theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap

lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat

menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat

marah (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).

3. Faktor Presipitasi

Yosep & Sutini (2014) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan

Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas

seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,

perkelahian massal dan sebagainya.

a. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi.

b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

c. Seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan

menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

4. Penilaian Stressor

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala

perilaku kekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot atau pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Bicara ketus dan membentak

f. Wajah memerah dan tegang

g. Postur tubuh kaku

h. Pandangan tajam

i. Jalan mondar mandiri

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika

Sari, 2015: 138) :

a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam Klien

mengungkapkan perasaan tidak berguna

b. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

c. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdeba

debar, rasa tercekik dan bingung

d. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri

sendiri, orang lain dan lingkungan

e. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

5. Sumber Koping

Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai

menjadi 4, yaitu sebagai berikut :

a. Personal Ability meliputi : kemampuan untuk mencari informasi

terkait masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan

alternatif, kemampuan mengungkapkan / konfrontasi perasaan marah,

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

tidak semangat untuk menyelesaikan masalah, kemampuan

mempertahankan hubungan interpersonal, mempunyai pegetahuan

dalam pemecahan masalah secara asertif, intelegensi kurang dalam

menghadapi stressor, identitas ego tidak adekuat.

b. Sosial Support meliputi : dukungan dari keluarga dan masyarakat,

keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai

budaya.

c. Material Assets meliputi : penghasilan yang layak, tidak ada benda

atau barang yang biasa dijadikan aset, tidak mempunyai tabungan

untuk mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan

kesehatan.

d. Positive Belief meliputi : distress spirituaL, adanya motivasi, penilaian

terhadap pelayanan kesehatan.

6. Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk

melindungi diri antara lain:

a. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongan yang megalami hambatan

penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah

melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas

adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk

mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,

2012: hal 103).

b. Proyeksi

Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang

tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya

(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

c. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahaya akan masuk

kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang

tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan

yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan

hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci

itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah

Damaiyanti, 2012: hal 103).

d. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan

dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan

menggunakan sebagai rintangan misalnya seseorangan yang tertarik

pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan

kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

e. Deplacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada

objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang

membangkitkan emosi itu, misalnya: timmy berusia 4 tahun marah

karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena

menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan

dengan temannya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).

7. Rentang Respon

Rentang respon

Adaptif Maladaptif

2.1 Tabel Rentang Respon Marah

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK

Klien mampu

mengungkap

kan rasa

marah tanpa

menyalahkan

orang lain

dan

memberikan

kelegaan.

Klien gagal

mencapai

tujuan

kepuasan saat

marah dan

tidak dapat

menemukan

alternatifnya.

Klien merasa

tidak dapat

mengungkap

kan

perasaannya,

tidak berdaya

dan

menyerah.

Klien

mengekspre

sikan secara

fisik, tapi

masih

terkontrol,

mendorong

orang lain

dengan

ancaman.

Perasaan

marah dan

bermusuhan

yang kuat

dan hilang

kontrol

disertai

amuk,

merusak

lingkungan.

Sumber : (Yosep, 2010)

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial

budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas

normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut, respon adaptif : (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal

96)

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari pengalaman

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain

dan lingkungan.

b. Respon Maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan

kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari

hati.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak

teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan

1. Pengkajian

Menurut Yosep (2010), pada dasarnya pengkajian pada pasien perilaku

kekerasan ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-

spiritual.

a. Identitas pasien meliputi biodata pasien.

b. Keluhan utama

Setelah dilakukan wawancara dan observasi, muncul data subyektif

dan data subyektif dari hasil wawancara dan observasi (Yosep, 2011) :

1) Data Subyektif (DS) :

a) Ungkapan berupa ancaman

b) Ungkapan kata – kata kasar

c) Ungkapan ingin memukul / melukai

2) Data Obyektif (DO) :

a) Wajah memerah atau tegang

b) Pandangan tajam

c) Mengatupkan rahang dengan kuat

d) Mengepalkan tangan

e) Bicara kasar

f) Suara tinggi atau berteriak

g) Melempat atau memukul benda/orang lain

c. Aspek biologis

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Respon biologis timbul karena ada kegiatan system saraf

otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah

meningkat, takikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine

meningkat. Tanda gejala perilaku kekerasan seperti : ketegangan otot,

rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal

ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah

(Yosep, 2010).

d. Aspek Emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak

berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain,

mengamuk, bermusuhan, dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut

(Yosep, 2010).

e. Aspek Intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui

proses intelektual, peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi

dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual

sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,

mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,

diklarifikasi, dan diintergrasi (Dermawan & Rusdi, 2013).

f. Aspek Sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan

ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang

lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik

tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan

mengucapkan kata – kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.

Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri

dari orang lain, menolak mengikuti aturan (Dermawan & Rusdi,

2013).

g. Aspek Spiritual

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan

individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma

yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan

dengan moral dan rasa tidak berdosa (Yosep, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian selanjutnya adalah penegakan diagnosa

keperawatan. Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan

dirumuskan jika klien saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi

pernah melakukan perilaku kekerasan dan belum mampu mengendalikan

perilaku kekerasan tersebut (Sutejo,2017). Masalah keperawatan yang

mungkin muncul untuk masalah perilaku kekerasan adalah : (Dermawan

& Rusdi, 2013)

Resiko Perilaku kekerasan

Dalam SDKI 2017, Risiko perilaku kekerasan adalah kemarahan yang

diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai

dengan mencederai orang lain dan / atau merusak lingkungan. Resiko

perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh ketidakmampuan

mengendalikan kemampuan marah, stimulus lingkungan, konflik

interpersonal, perubahan status mental, putus obat dan penyalahgunaan zat

/ alcohol.

Diagnosa resiko perilaku kekerasan memiliki dua tanda gejala yaitu

mayor dan minor. Untuk tanda gejala mayor antara lain mengancam,

mengumpat, suara keras, bebricara ketus, menyerang orang lain, melukai

diri sendiri, merusak lingkungan, perilaku agresif / amuk. Sedangkan

untuk tanda gejala minor antara lain mata melotot atau pandangan tajam,

tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, postur tubuh kaku.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Berikut adalah rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada

pasien dengan risiko perilaku kekerasan :

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

2.2. Tabel Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil

Intervensi

Resiko Perilaku Kekerasan

Definisi : Kemarahan Yang

Diekspresikan Secara

Berlebihan Dan Tidak

Terkendali Secara Verbal

Sampai Dengan Mencederai

Orang Lain Dan/Atau

Merusak Lingkungan.

Penyebab :

1. Ketidakmampuan

Mengendalikan Dorongan

Marah

2. Stimulus Lingkungan

3. Konflik Intrapersonal

4. Perubahan Status Mental

5. Putus Obat

6. Penyalahgunaan

Zat/Alcohol

Tanda Dan Gejala Mayor:

Subjektif :

- Mengancam

- Mengumpat

- Suara Keras

- Bicara Ketus

Objektif :

- Menyerang Orang Lain

- Melukai Diri Sendiri /

Orang Lain

- Merusak Lingkungan

- Perilaku Agresif / Amuk

Tanda Dan Gejala Minor :

Subjektif : (Tidak Tersedia)

Setelah Dilakukan

Intervensi Selama 30

Menit, Maka [Kontrol

Diri] [Meningkat],

dengan Kriteria Hasil :

- Verbalisasi ancaman

kepada orang lain

menurun

- Verbalisasi umpatan

menurun

- Verbalisasi

menyerang menurun

- Perilaku melukai

diri sendiri/orang

Lain menurun

- Perilaku merusak

lingkungan menurun

- Perilaku agresif/

ngamuk menurun

- Suara keras

menurun

- Bicara keras

menurun

Manajemen

Pengendalian Marah

Observasi

- Identifikasi

penyebab/pemicu

marah

- Identifikasi

harapan perilaku

terhadap ekspresi

kemarahan

- Monitor potensi

agresif tidak

konstruktif dan

lakukan tindakan

sebelum agresif

Terapeutik

- Gunakan

pendekatan yang

tenang dan

meyakinkan

- Fasilitasi

mengekspresikan

marah secara

adaptif

- Cegah kerusakan

fisik akibat marah

- Cegah aktifitas

pemicu agresi

- Dukung

menerapkan

strategi

pengendalian

marah dan ekspresi

amarah adaptif

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Objektif :

- Mata Melotot

- Tangan Mengepal

- Rahang Mengatup

- Wajah Memerah

- Postur Tubuh Kaku

Kondisi Klinis Terkait :

- Attention deficit /

hyperactive disorder

(ADHD)

- Gangguan perilaku

- Oppositional defiant

disorder

- Gangguan Tourette

- Delirium

- Demensia

- Gangguan amnestic

Edukasi

- Jelaskan makna,

fungsi marah,

frustasi dan respon

marah

- Anjurkan meminta

bantuan perawat

atau keluarga

selama ketegangan

meningkat

- Ajarkan strategi

mencegah ekspresi

marah maladaptif

- Ajarkan metode

untuk memodulasi

pengalaman emosi

yang kuat (mis.

teknik relaksasi :

Berikan terapi

musik klasik)

Kolaborasi

- Kolaborasi

pemberian obat,

jika perlu

Sumber : (SIKI, 2018) & (SLKI,2019)

4. Implementasi Keperawatan

Setelah dibuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan

kepada pasien dengan resiko perilaku kekerasan, selanjutnya adalah

menerapkan rencana tersebut kepada pasien dan dilakukan evaluasi setiap

selesai pemberian implementasi (Sutejo,2017).

Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana intervensi yang

telah disusun untuk mengontrol marah pada pasien dengan resiko perilaku

kekerasan berdasarkan SIKI menurut PPNI (2018).

5. Evaluasi Keperawatan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Evaluasi merupakan tahapan terakhir dalam proses asuhan

keperawatan. Evaluasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan di

dokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subjectif, Objectif, Assessment,

Planning) yang mengacu pada luaran berdaarkan SLKI (2019) yaitu :

2.3 Tabel Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1 Resiko Perilaku Kekerasan Subjektif (S)

a. Pasien mengatakan merasa

lebih tenang

b. Pasien mengatakan marah /

jengkel berkurang

Objektif (O)

a. Perilaku melukai diri

sendiri/orang Lain menurun

b. Perilaku merusak lingkungan

menurun

c. Perilaku agresif/ ngamuk

menurun

d. Suara keras menurun

e. Bicara keras menurun

Assessment (A)

a. Tujuan tercapai apabila respon

pasien sesuai dengan tujuan

dan kriteria hasil

b. Tujuan belum tercapai apabila

respon pasien tidak sesuai

dengan tujuan dan kriteria hasil

yang telah ditentukan

Planning (P)

a. Pertahankan kondisi pasien

apabila tujuan tercapai

b. Lanjutkan intervensi apabila

terdapat tujuan yang belum

tercapai oleh pasien

Sumber : PPNI (2017)

2.3 Konsep Teori Musik Klasik

1. Definisi

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat

diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi,

harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel, 2007 dalam

Pratiwi 2014). Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi

yang bertujuan untuk mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, sebagai

pendidikan moral, mengendalikan emosi, pengembangan spritual dan

menyembuhkan gangguan psikologis (Aprini et al., 2018).

2. Manfaat Terapi Musik

Manfaat terapi musik antara lain (Djohan, 2006 dalam Solehati &

Cecep, 2015) :

a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan

b. Mempengaruhi pernafasan

c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia

d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia

e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera

f. Bisa mempengaruhi rasa sakit.

Terapi musik dapat menyembuhkan warga frankfur yang menderita

penyakit keturunan yang menyakitkan dan sampai saat ini belum ada

obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga menggangu organ dalam

lainnya termasuk jantung. Sudah tiga kali mengalami serangan jantung

ringan, pada mulanya musik dari handphone selama 15 menit untuk

membebaskan dari keadaan stress, berdasarkan perantauan aktivitas

ototnya. Setelah tiga minggu dirawat dengan terapi musik, cuman 5 menit

mendengarkan musik sudah bisa tenang (Faradisi, 2012).

3. Jenis Terapi Musik

Jenis terapi musik antara lain musik instrumental dan musik klasik.

Musik yang dapat dihindari untuk terapi seperti musik pop, rock and roll.

Musik instrumental bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

menjadi lebih sehat. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang

menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa

gembira dan sedih, menurunkan tingkat kemarahan, dan melepaskan rasa sakit

dan menurunkan stress (Aditia, 2012).

4. Cara Kerja Terapi Musik

Terapi musik dapat membantu memperkuat kesadaran dan

meningkatkan organisasi seseorang jika didengarkan selama 10 – 15

menit. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran disalurkan

kebagian otak, sehingga dapat mempengaruhi gelombang otak yaitu

gelombang alfa dan gelombang theta. Pada gelombang alfa (8 – 13,9 Hz)

ini, terdapat pintu menuju bawah sadar, dimana otak bekerja secara

optimal. Orang sedang rileks, melamun, atau berkhayal, gelombangnya

sedang berada dalam level ini. Dalam kondisi ini, otak memproduksi

hormon serotinin dan endorfin yang menyebabkan seseorang merasa

nyaman, tenang, dan bahagia. Hormon ini membuat pembuluh darah

terbuka lebar, detak jantung stabil dan kapasitas indera kita meningkat.

Gelombang selanjutnya adalah Theta (4 - 9 Hz). Gelombang theta

gelombang otak yang terjadi pada saat seseorang mengalami tidur ringan,

atau sangat mengantuk. Tanda – tandanya napas mulai melambat dan

dalam. Selain orang yang sedang diambang tidur, beberapa orang juga

menghasilkan gelombang otak ini saat diberikan rangsangan suara. Pada

sebagian orang lebih cocok dengan gelombang Theta untuk memasuki

kondisi rileks (Damayanti dkk, 2014)

Menurut Djohan 2006, gambaran mekanisme sensorik terhadap

fisiologi tubuh manusia otak bagian kiri adalah proses analisa kognitif dan

aktifitas, sedangkan bagian kanan sebagai artistic, kreatifitas imajinasi.

Unsur-unsur musik yaitu irama nada dan intensitasnya masuk ke kanalis

iuditorus telinga luar dan disalurkan ke tulang tulang pendengaran, musik

tersebut akan dihantarkan ke thalamus. Musik mampu mengaktifkan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

memori yang tersimpan dilimbik dan mempengaruhi sistem saraf otonom

melalui neurotransmitter yang akan mempengaruhi hipotalamus ke

hipofise. Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofise mampu

memberikan tanggapan terhadap emosional melalui feedback negative

kekelenjar adrenal untuk menekan pengeluaran hormone pineprin,

neoropineprin, dan dopamin yang disebut hormon - hormon stress.

Masalah mental seperti ketegangan stress berkurang (Presla & Agstya,

2018).

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan terapi

musik yaitu :

a. Jangan memberikan suara yang terlalu keras

b. Waktu untuk merileksasikan selama 15-30 menit

c. Beri waktu klien untuk memilih jenis lagu yang disukai sesuai terapi

d. Memeriksa apakah klien benar-benar rileks dan mendengarkan musik

terapi (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

5. Tahapan Pemberian Terapi Musik Klasik

a. Persiapan alat

1) Persiapan alat dan lingkungan :

a) Siapkan headset dan mp3 jenis musik yang digunakan (Musik

klasik mozart)

b) Lingkungan yang tenang, nyaman dan bersih.

2) Persiapan klien :

a) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan, serta meminta

persetujuan klien untuk mengikuti terapi musik;

b) Posisikan tubuh klien secara nyaman dan rileks

c. Langkah Kerja

Langkah – langkah kerja menurut Setyoadi & Kusharyadi (2011) :

1) Memberi kesempatan klien menentukan judul musik klasik yang

tersedia.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

2) Mengaktifkan mp3 menggunakan headset dan mengatur volume

suara sesuai dengan selera klien.

3) Mempersilahkan klien mendengarkan musik selama 30 menit.

4) Saat klien mendengarkan musik arahkan untuk fokus dan rileks

terhadap lagu yang didengar dan melepaskan semua beban yang

ada.

5) Setelah musik berhenti klien dipersilahkan mengungkapkan

perasaan yang muncul saat musik tersebut diputar, serta perubahan

yang terjadi dalam dirinya.

d. Kriteria Evaluasi

Menurut Setyoadi & Kusharyadi (2011) adalah :

1) Mengkaji proses dan hasil terapi musik yang telah dilakukan

setelah 15 menit.

2) Klien tidak mengalami stress

3) Klien merasa lebih tenang.

4) Klien tidak menunjukan gejala perilaku kekerasan.

5) Catat waktu pelaksanaan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--