bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep stroke

27
12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke 2.1.1 Definisi Stroke adalah penyakit neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada kecacatan dan kematian akibat dari adanya disfungsi motorik dan sensorik yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak non- traumatik. (Subianto 2012 dalam Dinanti et al., 2015) Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba- tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak. (Wiwit, 2016) Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang mendadak menyebabkan fungsi otak terganggu yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan pada tubuh, tergantung bagian otak yang rusak (Pudiastuti, 2011 dalam Dinanti et al., 2015). Berdasarkan penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa stroke adalah gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak yang mengakibatkan berbagai macam gangguan pada tubuh. Gambar 2.1 Stroke

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke

2.1.1 Definisi

Stroke adalah penyakit neurologis terbanyak yang dapat

mengakibatkan masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada

kecacatan dan kematian akibat dari adanya disfungsi motorik dan

sensorik yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak non-

traumatik. (Subianto 2012 dalam Dinanti et al., 2015)

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-

tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah

ke otak. (Wiwit, 2016)

Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang mendadak

menyebabkan fungsi otak terganggu yang dapat mengakibatkan

berbagai gangguan pada tubuh, tergantung bagian otak yang rusak

(Pudiastuti, 2011 dalam Dinanti et al., 2015).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa stroke adalah

gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke

otak yang mengakibatkan berbagai macam gangguan pada tubuh.

Gambar 2.1 Stroke

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

13

2.1.2 Klasifikasi Stroke

Stroke pada dasarnya terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai

berikut :

2.1.2.1 Stroke iskemik

Stroke jenis ini terjadi jika aliran darah ke otak terhenti karena

aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding

pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat.

Suatu pembuluh darah ke otak sehingga pasokan darah ke otak

terganggu. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%

mengalami stroke jenis ini. (Wiwit, 2016)

Pada dasarnya stroke iskemik disebabkan oleh beberapa hal,

diantaranya sebagai berikut :

a. Ateroma (endapan lemak), yaitu penyumbatan yang bisa

terjadi di sepanjang arteri menuju otak. Penyumbatan bisa

terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang

menuju ke otak, yaitu pada dua arteri karotis interna dan

dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang

dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma bisa terbentuk

di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga

menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini

sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis

dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian

besar otak.

b. Peradangan atau infeksi yang dapat menyebabkan

penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak.

c. Obat-obatan, seperti kokain dan amfetamin, juga bisa

mempersempit pembuluh darah ke otak.

d. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba sehingga

menghambat aliran darah ke otak. Hal ini sering terjadi

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

14

pada orang yang kehilangan darah sangat banyak karena

cedera atau pembedahan.

e. Emboli, yaitu endapan lemak yang terlepas dari dinding

arteri dan terbawa aliran darah lalu menyumbat arteri yang

lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta

percabangannya juga bisa tersumbat karena adanya

pembekuan darah yang berasal dari tempat lain, seperti

dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini

disebut sebagai stroke emboli serebral (emboli =

sumbatan, serebral = pembuluh darah otak).

2.1.2.2 Stroke hemorragik

Jenis stroke hemorragik terjadi jika pembuluh darah pecah

sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah

merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Hampir 70% kasus stroke hemorragik terjadi pada pederita

hipertensi.

(Wiwit, 2016)

Gambar 2.2 Klasifikasi Stroke

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

15

2.1.3 Etiologi

2.1.3.1 Infark otak (80%)

a. Emboli

1) Emboli kardiogenik

2) Fibrilasi atrium dan aritmia lain

3) Thrombus mural dan ventrikel kiri

4) Penyakit katub mitral atau aorta

5) Endokarditis (infeksi dan non infeksi)

b. Emboli paradoksal (foramen ovalepaten)

1) Emboli arkus aorta

2) Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-

besar)

3) Penyakit eksrakanial

4) Arteri karotis interna

5) Arteri vertebralis

c. Penyakit intracranial

1) Arteri karotis interna

2) Arteri serebri interna

3) Arteri basilaris

4) Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)

2.1.3.2 Perdarahan intraserebral (15%)

a. Hipertensi

b. Malformasi arteri-vena

c. Angipati amiloid

2.1.3.3 Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)

a. Trobus sinus dura

b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis

c. Vaskulitis sitem syaraf pusat

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

16

d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang

progresif)

e. Migren

f. Kondisi hiperkoagulasi

g. Penyalahgunaan obat

h. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisistemia atau

leukemia)

i. Miksoma atrium

Faktor risiko:

2.2.2.1 Yang tidak dapat diubah : riwayat keluarga,riwayat TIA atau

stroke, riwayat jantung koroner, usia, jenis kelamin, pria, ras,

fibrilasi atrium & heterozigot atau untuk hemosistinuria.

2.2.2.2 Yang dapat diubah : Hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok,

penyalahgunaan obat & alkohol, kontrasepsi oral, hematokrit

meningkat, bruit karotis, asimtomatis, hiperurisemia dan

dislipidemia.

(Rendy & Margareth, 2012)

2.1.4 Manifestasi Klinis

Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah

timbulnya deficit neurologist secara mendadak/subakut, didahului

gejala prodormal, terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan

biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar,

biasanya terjadi pada usia >50 tahun.

Menurut WHO dalam International Statistical Dessification Of Disease

And Releated Health Problem 10th revitoan, stroke hemoragik dibagi

atas :

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

17

2.1.4.1 Perdarahan Intraserebral (PIS)

Stroke akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali

nyeri kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang

hari, saat aktivitas atau emosi, sifat nyeri kepalanya hebat

sekali, mual dan muntah sering terdapat pada pemulaan

serangan. Hemiparesis/hemiplegia biasa terjadi pada

permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat

masuk koma (60% terjadi kurang dari setengah jam, 23%

antara setengah jam s.d 2 jam dan 12% trejadi setelah 2 jam,

sampai 19 hari).

2.1.4.2 Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Pada pasien PSA gejala prodormal berupa nyeri kepala hebat

dan akut, kesadaran sering terganggu & sangat bervariasi,

ada gejala atau tanda rangsangan maningeal, oedema pupil

dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya aneurisma

pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa :

2.1.3.1 Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya

hemiparesis yang timbul mendadak)

2.1.3.2 Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan

(gangguan hemiparesik)

2.1.3.3 Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium,

letargi, stupor atau koma)

2.1.3.4 Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan

memahami ucapan)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

18

2.1.5 Patofisiologi

2.1.5.1 Stroke non hemoragik disebabkan oleh adanya thrombus atau

emboli yang kemudian mengganggu peredaran darah otak,

sehingga menyebabkan suplai darah ke jaringan tidak adekuat

kemudian terjadi iskemik atau infark jaringan sehingga

terjadinya defisit neurologi reversible atau irreversible.

2.1.5.2 Stroke hemorragik disebabkan oleh peningkatan tekanan

sistemik (sistole/diastole) kemudian menyebabkan ruptur

pembuluh darah serebral/aneurisma/APM yang menyebabkan

perdarahan subarakoid/ventrikel otak dan menyebabkan

hematom serebral yang menyebabkan herniasi otak/PTIK dan

menyebabkan kesadaran seseorang menjadi menurun sehingga

terjadinya vasospasme arteri serebral saraf sentral yang

menyebabkan iskemik /infark jaringan otak, sehingga

beberapa orang mengeluhkan nyeri tekan dan menyebabkan

defisit neurologi reversible atau irreversible.

(Rendy & Margareth, 2012)

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

19

2.1.6 Pathway

2.1.6.1 Stroke Non Hemoragik

2.1.6.2 Stroke Hemoragik

(Rendy & Margareth, 2012)

Thrombus/Emboli

Peredaran darah otak terganggu

Suplai darah ke jaringan tidak adekuat

Iskemik infark jaringan

Defisit neurologi reversible/irreversible

Peningkatan tekanan sistemik (sistole/diastole)

Ruptur pembuluh darah serebral/aneurisma/APM

Pendarahan subaraknoid/ventrikel otak

Hematom serebral

Herniasi otak/PTIK

Kesadaran menurun

Vasospasme arteri serebral saraf sentral

Iskemik/infark jaringan otak, keluhan nyeri tekan

Defisit neurologi reversibel/irreversible

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

20

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

2.1.7.1 Pemeriksaan radiologi sistem saraf

a. Miografi

b. CT Scan

c. Angiografi

d. MRI

e. EEG

f. EMG

2.1.7.2 Laboratorium

a. Darah

b. Urine

c. Cairan serebrospinal

(Rendy & Margareth, 2012)

2.1.8 Penatalaksanaan

2.1.8.1 Demam

Demam dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus

diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau

kompres dingin, jika diperlukan. Penyebab demam tersering

adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan urine

kemudian berikan antibiotik intravena secara empiris (sul

bensilin, sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur.

2.1.8.2 Nutrisi

Pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien

sadar penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan

memberikan satu sendok air putih kepada pasien dengan posisi

setengah duduk dan kepala fleksi kedepan sampai dagu

menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak atau batuk dan

apakah suaranya berubah (negatif). Bila tes menelan negatif

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

21

dan pasien dengan keasadran menurun, berikan makanan

enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam

pertama setelah onset stroke.

2.1.8.3 Hidrasi intravena

Hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan

kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5%

dalam air, larutan NaCL 0,45%) dapat memperhebat edema

serebri dan harus dihindari.

2.1.8.4 Glukosa

Hiperglikemia dan hipoglikemia dapat meimbulkan

eksaserbasi iskemia. Walaupun relevansi klinis dari efek ini

pada manusia belum jelas, tetapi para ahli sepakat bahwa

hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl)

harus dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama

3-5 hari sejak onset stroke.

2.1.8.5 Perawat paru

Fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah

atelektasis paru pada pasien yang tidak bergerak.

2.1.8.6 Aktivitas

Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan harus dilakukan

fisioterapi sedini mungkin bila kondisi klinis neurologis dan

hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada pasien yag

belum bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap

2 jam untuk mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi

anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah

kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam

posisi dorsofleksi dan juga dapat mencegah pemendekan

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

22

tendon achilles. Posisi kepala 30 derajat dari bidang horisontal

untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran

balik vena ke jantung, kecuali pada pasien hipotensi (posisi

datar), pasien dengan muntah-muntah (dekubitus lateral kiri),

pasien dengan gagguan jalan napas (posisi kepala ekstensi).

Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus dimobilisasi

aktif ke posisi tegak, duduk dan pindah ke kursi sesuai

toleransi hemodinamik dan neurologis.

2.1.8.7 Neurorestorasi dini

Stimulasi sesorik, kogitif, memori, bahasa, emosi serta otak

yang terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan

diobati sedini mungkin.

2.1.8.8 Profilaksis trombosis vena dalam

Pasien stroke iskemik dengan imobilisasi lama yang tidak

dalam pengobatan heparin itravena harus diobati dengan

heparin 5.000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama

5-10 hari untuk mencegah pembentukan thrombus dalam vena

profunda, karena insidennya sangat tinggi. Tetapi ini juga

dapat diberikan dengan pasien perdarahan intraserebral setelah

72 jam sejak onset.

2.1.8.9 Perawatan vesika

Kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai

hanya ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun,

demensia, afasia global). Pada pasien yang sadar dengan

gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara steril setiap

6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi,

pembentukan batu, dan gangguan sfingter vesika terutama

pada pasien laki-laki yang mengalami retensi urine atau pasien

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

23

wanita dengan inkontinensia atau retensio urine. Latihan

vesika harus dilakukan bila pasien sudah sadar.

(Rendy & Margareth, 2012)

2.2 Konsep Range Of Motion (ROM)

2.2.1 Definisi Range Of Motion (ROM)

Range Of Motion (ROM) adalah gerakan yang dalam keadaan normal

dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun et al., 2008).

Latihan Range of Motion (ROM) merupakan istilah baku untuk

menyatakan batas atau batasan gerakan sendi yang normal dan sebagai

dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan

batas gerakan sendi yang abnormal (Muttaqin, 2008).

2.2.2 Tujuan Range Of Motion (ROM)

Tujuan dari Range Of Motion (ROM) adalah :

2.2.2.1 Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot

2.2.2.2 Memelihara mobilitas persendian

2.2.2.3 Merangsang sirkulasi darah

2.2.2.4 Mencegah kelainan bentuk

(Suratun et al., 2008).

2.2.3 Prinsip dasar latihan Range Of Motion (ROM), yaitu :

2.2.3.1 Range Of Motion (ROM) harus diulangi sekitar 8 kali dan

dikerjakan minimal 1 kali sehari.

2.2.3.2 Range Of Motion (ROM) dilakukan perlahan dan hati-hati

sehigga tidak melelahkan pasien.

2.2.3.3 Dalam merencanakan program latihan Range Of Motion

(ROM), perhatikan umur pasien, diagnosis, tanda vital dan

lamanya tirah baring.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

24

2.2.3.4 Range Of Motion (ROM) sering diprogramkan oleh dokter dan

dikerjakan oleh ahli fisioterapi.

2.2.3.5 Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan Range Of

Motion (ROM) adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit,

kaki dan pergelangan kaki.

2.2.3.6 Range Of Motion (ROM) dapat dilakukan pada semua

persendian atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai

mengalami proses penyakit.

2.2.3.7 Melakukan Range Of Motion (ROM) harus sesuai waktunya,

misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.

(Suratun et al., 2008).

2.2.4 Klasifikasi latihan Range Of Motion (ROM), meliputi :

2.2.4.1 Latihan Range Of Motion (ROM) pasif

Adalah latihan Range Of Motion (ROM) yang dilakukan

pasien dengan bantuan perawat setiap gerakan. Indikasi latihan

pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien usia

lanjut dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total atau

pasien dengan paralisis ekstremitas total. Cara melakukan

latihan pasif :

a. Mengkaji pasien dan rencanakan program latihan yang

sesuai untuk pasien.

b. Memberitahu pasien tentang tindakan yang akan

dilakukan, area yang akan digerakkan dan perannya dalam

latihan.

c. Jaga privasi pasien.

d. Mengatur pakaian yang dapat menyebabkan hambatan

pada gerakan.

e. Angkat selimut jika diperlukan.

f. Anjurkan pasien berbaring dalam posisi yang nyaman.

g. Lakukan latihan Range Of Motion (ROM)

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

25

2.2.4.2 Latihan Range Of Motion (ROM) aktif

Adalah latihan Range Of Motion (ROM) yang dilakukan

sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan

yang dilakukan. Indikasi latihan Range Of Motion (ROM)

aktif adalah semua pasien yang dirawat dan mampu

melakukan Range Of Motion (ROM) sendiri dan kooperatif.

Cara melakukan latihan Range Of Motion (ROM) aktif :

a. Jelaskan apa yang akan dilakukan dan tujuan kegiatan

tersebut.

b. Anjurkan pasien bernapas normal selama latihan.

(Suratun et al., 2008).

2.2.5 Jenis Gerakan Range Of Motion (ROM)

Macam-macam gerakan Range of Motion (ROM), yaitu:

2.2.5.1 Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.

2.2.5.2 Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.

2.2.5.3 Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.

2.2.5.4 Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.

2.2.5.5 Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.

2.2.5.6 Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.

2.2.5.7 Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar,

bergerak membentuk sudut persendian.

2.2.5.8 Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam

bergerak membentuk sudut persendian.

2.2.5.9 Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan

tangan bergerak ke bawah.

2.2.5.10 Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan

tangan bergerak ke atas.

2.2.5.11 Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari

tangan pada tangan yang sama.

(Saputra, 2013).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

26

2.2.6 Indikasi dan Sasaran Range of Motion (ROM)

2.2.6.1 Range of Motion (ROM) Aktif :

a. Indikasi :

1) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot

secara aktif dan menggerakkan ruas sendinya baik

dengan bantuan atau tidak.

2) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak

dapat menggerakkan persendian sepenuhnya,

digunakan A-AROM (Active-Assistive ROM, adalah

jenis Range of Motion (ROM) Aktif yang mana

bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah

secara manual atau mekanik, karena otot penggerak

primer memerlukan bantuan untuk menyelesaikan

gerakan).

3) Range of Motion (ROM) Aktif dapat digunakan untuk

program latihan aerobik.

4) Range of Motion (ROM) Aktif digunakan untuk

memelihara mobilisasi ruas diatas dan dibawah daerah

yang tidak dapat bergerak.

b. Sasaran :

1) Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi,

sasaran Range of Motion (ROM) Aktif serupa dengan

Range of Motion (ROM) Pasif.

2) Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan

pembelajaran gerak dari kontrol gerak volunter.

c. Sasarans pesifik :

1) Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis

dari otot yang terlibat

2) Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang

berkontraksi

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

27

3) Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas

jaringan persendian

4) Meningkatkan sirkulasi

5) Mengembangkan koordinasi dan keterampilan

motorik

2.2.6.2 Range of Motion (ROM) Pasif

a. Indikasi :

1) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut

yang apabila dilakukan pergerakan aktif akan

menghambat proses penyembuhan

2) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan

untuk bergerak aktif pada ruas atau seluruh tubuh,

misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest

total

b. Sasaran :

1) Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat

2) Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur

3) Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot

4) Membantu kelancaran sirkulasi

5) Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi

tulang rawan serta difusi persendian

6) Menurunkan atau mencegah rasa nyeri

7) Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan

operasi

8) Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak

dari pasien

(Suratun et al., 2008).

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

28

2.2.7 Kontraindikasi dan Hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan Range

of Motion (ROM)

Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan Range

of Motion (ROM) adalah :

2.2.7.1 Latihan Range of Motion (ROM) tidak boleh diberikan apabila

gerakan dapat mengganggu proses penyembuhan cedera.

2.2.7.2 Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas

gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan

memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan

pemulihan

2.2.7.3 Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan

yang salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan

2.2.7.4 Range of Motion (ROM) tidak boleh dilakukan bila respon

pasien atau kondisinya membahayakan (life threatening)

2.2.7.5 Range of Motion (ROM) pasif dilakukan secara hati-hati pada

sendi-sendi besar, sedangkan AROM Range of Motion (ROM)

aktif pada sendi ankle dan kaki untuk meminimalisasi venous

stasis dan pembentukan trombus

2.2.7.6 Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria,

dan lain-lain, Range of Motion (ROM) aktif pada ekstremitas

atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang ketat

(Suratun et al., 2008).

2.2.8 Keterbatasan dalam Latihan Range Of Motion (ROM)

2.2.8.1 Range of Motion (ROM) Aktif

a. Untuk otot yang sudah kuat tidak akan memelihara atau

meningkatkan kekuatan.

b. Tidak akan mengembangkan keterampilan atau

koordinasi kecuali dengan menggunakan pola gerakan.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

29

2.2.8.2 Range of Motion (ROM) Pasif

Range of Motion (ROM) Pasif tidak dapat :

a. Mencegah atrofi otot

b. Meningkatkan kekuatan dan daya tahan

c. Membantu sirkulasi

(Suratun et al., 2008).

2.2.9 Standar Operasional Prosedur (SOP) Range Of Motion (ROM) Pasif

Tabel 2.1 Standar Operasional Prosedur (SOP) Range Of Motion

(ROM) Pasif

ASPEK YANG DINILAI NILAI KET.

0 1

1. Persiapan :

a. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien dan

keluarga mengenai prosedur yang akan dilakukan

b. Memasang tabir disekeliling tempat tidur

2. Prosedur Kerja : a. Perawat mencuci tangan

b. Membantu pasien dalam posisi tidur telentang

c. Perawat memasang sarung tangan.

d. Perawat mengukur sudut sendi siku pasien

sebelum dilakukan Range Of Motion (ROM).

e. Melatih pergerakan otot dan sendi pada kedua

lengan:

1) Fleksi dan ekstensi siku

a. Posisi tangan kanan pasien lurus sejajar

denga tubuh dengan telapak tangan

menghadap ke atas. Tangan kiri perawat

diletakkan di atas siku pasien dan tangan kanan perawat memegang telapak tangan

pasien.

b. Lakukan gerakan fleksi siku. Perawat

mengangkat lengan bawah ke arah atas,

sehingga posisi lengan bawah pasien tegak

lurus atau vertikal.

c. Kembali ke posisi semula (ekstensikan

tangan pasien).

d. Gerakan diulangi sebanyak 8 kali untuk

masing-masing tangan kanan dan kiri,

tindakan dilakukan saat pagi hari dan dalam 1 hari dilakukan sebanyak 1 kali.

2) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

a. Lengan bawah fleksi, sehingga telapak

tangan dan jari-jari tangan pada posisi

vertikal. Tangan kiri perawat memegang

pergelangan tangan kanan pasien dan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

30

tangan kanan perawat memegang telapak

tangan pasien.

b. Lakukan gerakan fleksi ke depan pada

pergelangan tangan pasien. Perawat

menggerakkan telapak tangan dan jari-jari

tangan pasien ke arah depan, sehingga

telapak tangan dan jari-jari pada posisi

horizontal.

c. Kembalikan tangan pada posisi semula

(ekstensikan tangan pasien).

d. Lakukan gerakan fleksi ke belakang pada

pergelangan tangan pasien. Perawat menggerakkan telapak tangan da jari-jari

tangan pasien ke arah belakang, sehingga

telapak tangan dan jari-jari tangan pada

posisi horizontal.

e. Ulangi gerakan fleksi ke depan, ekstensi

dan fleksi ke belakang secara berurutan

sebanyak 8 kali untuk masing-masing

tangan kanan dan kiri, tindakan dilakukan

saat pagi hari dan dalam 1 hari dilakukan

sebanyak 1 kali.

d. Perawat melepas sarung tangan. e. Perawat mengukur sudut sendi siku pasien

setelah dilakukan Range Of Motion (ROM).

f. Merapikan pasien dan lingkungan.

g. Perawat mencuci tangan.

h. Dokumentasikan hasil pengukuran dalam buku

catatan keperawatan.

3. Sikap :

a. Melakukan tindakan dengan sistematis

b. Komunikatif dengan klien

c. Percaya diri

4. Hasil :

a. Pasien merasa aman dan nyaman b. Tujuan bisa dicapai

(Rosyidi & Wulansari, 2013)

(Suratun et al., 2008)

Keterangan :

0 : Tidak dilakukan

1 : Dilakukan dengan benar

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

31

2.3 Konsep Peningkatan Sudut Sendi Siku

2.3.1 Pengertian

Sudut sendi adalah sudut yang terletak diantara dua tulang. Sendi siku

merupakan persendian yang memungkinkan gerakan satu arah, sendi

siku terdiri dari rentang sendi gerak fleksi dan rentang sendi gerak

ekstensi. Rentang sendi gerak fleksi adalah berkurangnya sudut

persendian, dilakukan dengan menggerakkan siku sehingga lengan

bahu bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu. Rentang

sendi gerak ekstensi adalah bertambahnya sudut persendian, dilakukan

dengan meluruskan siku dengan meluruskan tangan. (Suratun et al.,

2008).

2.3.2 Macam-macam gerakan sendi siku

Macam -macam gerakan sendi adalah sebagai berikut :

2.3.2.1 Fleksi yaitu gerakan membengkok yang mengurangi sudut

persendian pada bidang anterior-posterior.

Contoh membengkokan siku, lutut dan kepala.

2.3.2.2 Ekstensi, yaitu gerakan lurus (kebalikan fleksi) yang

meningkatkan sudut persendian.

Contoh : pelurusan pada siku atau lutut dari posisi fleksi.

(Suratun et al., 2008).

2.3.3 Peningkatan sudut sendi siku

Peningkatan sendi siku dapat mengaktifkan gerak volunter yaitu gerak

volunter terjadi adanya transfer impuls elektrik dan virus presentalis ke

korda spinalis melalui neurotransmitter yang mencapai otot sehingga

menyebabkan pergerakan (Perry & Potter, 2005 dalam Dinanti, 2015).

Untuk menimbulkan gerakan disadari kearah normal, tahapan pertama

kali yang dilakukan adalah memperbaiki tonus otot maupun reflex

tendon kearah normal yaitu dengan cara memberikan stimulus terhadap

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

32

otot maupun proprioceptor dipersendian yaitu melalui approksimasi.

(Murtaqib, 2013).

Ekstremitas atas merupakan salah satu bagian dari tubuh yang penting

untuk dilakukan ROM, terutama sendi siku. Hal ini dikarenakan

ekstremitas atas fungsinya sangat penting dalam melakukan aktivitas

sehari-hari dan merupakan bagian yang paling aktif, maka lesi bagian

otak yang mengakibatkan kelemahan ekstremitas atas akan sangat

menghambat dan mengganggu kemampuan dan aktivitas sehari-hari

seseorang. Gerak pada tangan dapat di stimulasi dengan melakukan

latihan gerak sendi agar sirkulasi darah lancar (Irfan, 2010 dalam

Dinanti et al., 2015).

ROM pasif yang dilakukan pada pasien bertujuan meningkatkan

rentang sendi, dimana reaksi kontraksi dan relaksasi selama gerakkan

ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke terjadi penguluran

serabut otot dan peningkatan aliran darah pada daerah sendi siku

sehingga terjadi peningkatan penambahan rentang sendi fleksi-ekstensi

pada sendi siku. (Bakara & Warsito, 2016).

Wanita memiliki rentang gerak sendi yang lebih besar daripada pria

karena wanita memiliki ligamen yang lebih lentur dan masa otot yang

lebih kecil jika dibandingkan dengan pria. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Philips, Kurchner dan Glines (Bloomfield, 1994)

mengatakan bahwa pada usia yang sama, wanita lebih fleksibel

daripada pria. Hal ini akan menyebabkan perbedaan peningkatan

rentang gerak sendi siku antara wanita dengan pria. (Murtaqib, 2013).

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

33

2.3.4 Sudut sendi siku

Kemampuan rentang gerak sendi siku sebelum dilakukan latihan Range

of Motion pasif didapatkan rata-rata kemampuan sudut rentang gerak

fleksi sendi siku sebelum dilakukan latihan ROM pasif sebesar 117,00

derajat. Hasil rata-rata kemampuan rentang gerak ekstensi sendi siku

sebelum dilakukan latihan ROM pasif sebesar 24,80 derajat. (Murtaqib,

2013).

Secara normal rentang gerak sendi siku pada usia 20-54 tahun untuk

gerakan fleksi 141°±5° dan ekstensi 0°±3° serta rentang gerak sendi

siku pada usia 60-84 tahun adalah fleksi 144°±10° dan ekstensi -4°±4°

(Reese, 2009 dalam Murtaqib, 2013).

2.3.5 Implikasi peningkatan sudut sendi siku

2.3.5.1 Pasien

Dengan dilakukannya Range Of Motion (ROM) diharapkan

terjadinya peningkatan sudut sendi siku sehingga pasien tidak

mengalami atrofi otot, kontraktur yang akan mengakibatkan

kecacatan permanen dan terjadinya pergerakan karena

aktifnya gerak volunter.

2.3.5.2 Keperawatan

Menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan tentang

pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap peningkatan

sudut sendi siku pasien stroke sehingga dapat diterapkan

dalam bidang keperawatan dan mencegah terjadinya kecacatan

pada pasien.

(Tarwoto, 2013)

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

34

2.3.6 Alat pengukur sudut sendi siku

2.3.6.1 Alat yang diguakan utuk mengukur sudut sendi siku adalah

menggunakan goniometer. Goniometer adalah alat yang

digunakan untuk mengetahui rentang gerak sendi yang

dinyatakan dalam satuan derajat, setelah dilakukan Range Of

Motion (ROM) pasif diharapkan terjadinya perubahan sudut

sendi siku baik rentang gerak fleksi maupun rentang gerak

ekstensi. (Murtaqib, 2013)

Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani

yaitu gonia yang berarti sudut dan metron yang berarti ukur.

Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan

pengukuransudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi

melalui tulang-tulang ditubuh manusia.Ketika menggunakan

universal goniometer, fisioterapis dapat mengukur

denganmenempatkan bagian dari instrument pengukuran

sepanjang tulang bagian proksimal dandistal dari sendi yang

dievaluasi. Goniometri dapat digunakan untuk menentukan

posisi sendiyang tepat dan jumlah total dari gerakan yang

dapat terjadi pada suatu sendi (Suratun et al., 2008).

2.3.6.2 Standar Operasional Prosedur (SOP) Goniometer

a. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan meminta

persetujuan pasien secara lisan.

b. Menjelaskan prosedur & kegunaan hasil pengukuran

LGS kepada pasien.

c. Memposisikan pasien pada posisi tubuh yang benar

(anatomis), kecuali gerak rotasi (Bahu dan Lengan

bawah).

d. Sendi yang diukur diupayakan terbebas dari pakaian

yang menghambat gerakan.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

35

e. Menjelaskan dan memperagakan gerakan yang hendak

dilakukan pengukuran kepada pasien.

f. Melakukan gerakan pasif 2 atau 3 kali pada sendi yang

diukur, untuk mengantisipasi gerakan kompensasi.

g. Memberikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal

sendi yang diukur, bilamana diperlukan.

h. Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.

i. Meletakkan goniometer :

1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.

2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis

longitudinal segmen tubuh yang statik.

3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis

longitudinal

j. Membaca besaran LGS pada posisi awal pengukuran

dan mendokumentasikannya dengan notasi ISOM.

k. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai

LGS maksimal yang ada. Memposisikan goniometer

pada LGS maksimal sebagai berikut:

1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.

2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis

longitudinal segmen tubuh yang statik.

3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis

longitudinal segmentubuh yang bergerak.

l. Membaca besaran LGS pada posisi LGS maksimal dan

mendokumentasikannyadengan notasi International

Standard Orthopedic Measurement (ISOM).

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

36

2.3.7 Mekanisme peningkatan sudut siku menurut peneliti

2.3.7.1 Menurut penelitian Randitya Wisnu Prasadhana et al (2014)

yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh Range Of Motion

(ROM) pasif terhadap perubahan sudut sendi siku yaitu

dengan dilakukannya Range Of Motion (ROM) pasif sebanyak

satu kali dalam satu hari. Mekanisme terjadinya perubahan

sudut yaitu Menurut Potter dan Perry (2005), latihan Range of

Motion (ROM) dapat menimbulkan rangsangan sehingga

dapat mengaktifkan proses kimiawi neuromuskular dan

muskuler.

Rangsangan melalui neuromuskular akan meningkatkan

rangsangan pada serat otot ekstremitas terutama saraf

parasimpatis yang merangsang produksi asetilcholin, sehingga

mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus

terutama otot polos ekstremitas akan meningkatkan

metabolisme pada mitokondria untuk menghasilkan ATP

(Adenosin Triphospat) yang dimanfaatkan oleh otot

ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan

tonus otot polos ekstremitas. Oleh sebab itu dengan latihan

ROM secara teratur dengan langkah-langkah yang benar yaitu

dengan menggerakkan sendi-sendi dan juga otot, maka

kekuatan otot akan meningkat (Potter & Perry, 2005 dalam

Prasadhana et al., 2014).

2.3.7.2 Menurut penelitian Darison Marsinova Bakara & Surani

Warsito (2016) mengemukakan bahwa ada perbedaan sebelum

dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada

pasien stroke. Peningkatan rentang gerak sendi dapat

mengaktifkan gerak volunter yaitu gerak volunter terjadi

adanya transferimpuls elektrik dan girus presentralis kekorda

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

37

spinalis melalui nurotransmiter yang mencapai otot dan

menstimulasi otot sehingga menyebabkan pergerakan (Perry&

Potter, 2005).

Untuk menimbulkan gerakan disadari kearah normal, tahapan

pertama kali yang dilakukan adalah memperbaiki tonus otot

maupun refleks tendon kearah normal yaitu dengan cara

memberikan stimulus terhadap otot maupun proprioceptor

dipersendian yaitu melalui approksimasi. dimana reaksi

kontraksi dan relaksasi selama gerakkan ROM pasif yang

dilakukan pada pasien stroke terjadi penguluran serabut otot

dan peningkatan aliran darah pada daerah sendi yang

mengalami paralisis sehingga terjadi peningkatan penambahan

rentang sendi abduksi-adduksi pada ekstremitas atas dan

bawah hanya pada sendi-sendi besar. Sehingga Range of

Motion (ROM) pasif dapat dilakukan sebagai alternatif dalam

meningkatkan rentang sendi pada pasien stroke yang

mengalami paralisis. (Marsinova & Warsito, 2016 dalam

Prasadhana et al., 2014)

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dapat didefinisikan sebagai susunan kostruksi logika yang

dibuat untuk menjelaskan setiap variabel yang akan diteliti. Dengan adanya

kerangka konsep ini membuat fokus penelitian lebih terarah sehingga

memudahkan para peneliti dalam menyusun hipotesis penelitian serta

memudahkan dalam mengidentifikasi fungsi variabel penelitian tersebut.

(Pamungkas & Andi, 2017)

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke

38

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

: Diteliti

: Berpengaruh

2.5 Hipotesis

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban atau dugaan sementara terhadap

rumusan masalah yang berlandaskan pada teori yang masih diuji

kebenarannya. Secara statistik, hipotesis artinya sebagai pernyataan mengenai

keadaan populasi (Parameter) yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis yang

baik adalah hipotesis yang disusun dengan menggunakan kata yang jelas dan

mudah dimengerti. (Pamungkas & Andi, 2017).

Berdasarkan dari kerangka konsep di atas maka hipotesis penelitian adalah :

H0 : Tidak ada pengaruh Range Of Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan

sudut sendi siku pasien stroke

Ha : Ada pengaruh Range Of Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan sudut

sendi siku pasien stroke

Variabel Independen Variabel Dependen

Range Of Motion (ROM)

Pasif

Peningkatan Sudut Sendi

Siku Pasien Stroke