bab 2 tinjauan pustaka 2. 1 konsep stroke 2.1.1 definisi
TRANSCRIPT
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Konsep Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke adalah perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah ke bagian orak. Dua jenis stroke yang utama adalah Iskemik dan
Hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat
gumpalan aliran darah baik itu sumbaran akibat thrombosis (penggumpalan darah
yang menyebabkan sumbatan du pembuluh darah) atau embolik (pecahan
gumpalan darah / udara / benda asing yang berada dalam pembuluh darah
sehingga dapat menyumbat pembuluh darah di otak) (Black & Hawks, 2014).
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau
global, yang muncul secara mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah ke otak non trauma.
11
Gangguan syaraf tersebut dapat menimbulkan gejala seperti : kelumpuhan wajah atau
anggota badan, bicara tidak jelas atau pelo, bicara tidak lancar, perubahan kesadaran,
gangguan penglihatan dan lainnya (Riskesdas, 2013).
2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko Stroke
Menurut Black & Hawks (2014)
1) Thrombus
Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis edoteliat dari
pembuluh darah. Aterosklerosis menyebabkan zat lemak bertumbuk dan membentuk
plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini akan terus membesar dan menyebabkan
penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis ini yang menghambat aliran darah yang
biasanya lancar pada arteri.
2) Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan stroke
embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir
melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan
menyumbat arteri.
3) Perdarahan
Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya rupture
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan
ke jaringan otak. Stroke yang di sebabkan dari perdarahan sering kali menyebabkan
12
spasme pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral karena darah yang berada
diluar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan.
4) Penyebab Lain
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan aliran darah ke otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang menyempit. Spasme yang berdurasi pendek,
tidak selamanya menyebabkan kerusaka otak yang permanen.
2.1.2 Jenis stroke
Menurut Mulyasih & Ahmad (2010) stroke terdapat dua jenis, yaitu :
1) Stroke iskemik
Stroke iskemik disebabkan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah di otak.
Sumbatan ini dapat terjadi akibat dua hal. Pertama terjadi akibat atherosclerosis yaitu
penebalan pada dinding pembuluh darah dan bekuan darah yang bercampur lemak
menempel pada dinding pembuluh darah atau yang biasa dikenal dengan thrombus.
Dan kedua akibat tersumbatnya pembuluh darah di otak akibat emboli (bekuan darah
dijantung) hal ini biasa terjadi pada pasien yang dipasang katup jantung buatan,
setelah serangan miokard infark akut atau pasien dengan gangguan irama jantung
berupa fibrilasi atrial, yaitu irama yang tidak teratur yang berasal dari ventrikel
jantung.
13
2) Stroke hemoragik
Sekitar 70% stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah ke otak
karena tekanan yang tinggi atau hipertensi. Sisanya biasanya terjadi akibat rupture
atau pecahnya anurisme yaitu pembuluh darah yang bertekstur tipis dan mengembang
atau bisa juga karena rupture pada Atero Veno Malformation (AVM), yaitu bentuk
yang tidak sempurna dari pembuluh darah arteri dan vena.
2.1.3 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pasien stroke beragam tergantung dari daerah yang terkena dan
luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi yang umumnya terjadi yaitu kelemahan
alat gerak, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit
kepala, dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara
mendadak, fokal, dan mengenai satu sisi (LeMone, 2015).
Tanda dan gejala umum mencakup kebas atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki
(terutama pada satu sisi tubuh); kebingungan/konfusi atau perubahan status mental; sulit
berbicara atau memahami pembicaraan; gangguan visual; kehilangan keseimbangn ,
pening, kesulitan berjalan; atau sakit kepala berat secara mendadak (Brunner &
Suddarth, 2013).
14
2.1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2011)
adalah :
1) Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia, pemberian terapi
trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian antiplatelet dan lain-lain tergantung
kondisi klinis pasien
2) Pemberian cairan pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parental
maupun enteral). Cairan parenteral yang diberikan adalah isotonis seperti 0,9% salin.
3) Pemberian nutrisi, nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik. Bila terdapat
gangguan menelan atau kesadaran menurun nutrisi diberikan menggunakan NGT
4) Pencegahan dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian dini untuk
mencegah komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia. Thrombosis vena dalam,
emboli paru, kontraktur) perlu dilakukan.
5) Rehabilitasi, direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi dini setelah kondisi
medis stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi ditingkatkan sesuaikan dengan
kondisi klinis pasien. Setelah keluar dari rumah sakit direkomendasikan untuk
melanjutkan rehabilitasi dengan berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke.
6) Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah lakukan terapi
psikologi, analgesic, terapi muntah dan pemberian H2 anatagonis sesuai indikasi,
mobilisasi bertahap bila keadaan pasien stabil, control buang air besar dan kecil,
pemeriksaan penunjang lain, edukasi keluarga dan discharge planning.
15
2.1.5 Perawatan pasien pasca stroke
1) Rehabillitasi fase awal
Biasa pada fase ini dokter menyarankan untuk dilakukan proper bed positioning.
Latihan luas gerak sendi, dan stimulasi elektrikal latihan ini sengaja dilakukan sedini
mungkin ketika kondisi pasien memungkinkan untuk melewati tahapan rehabilitasi
stroke. Tujuannya tentu agar tidak terjadi komplikasi sekunder serta melindungi
fungsi yang masih tersisa ataupun normal.
2) Rehabilitas fase lanjutan
Fase lanjut ini hanya dilakukan ketika kondisi pasien telah stabil. Hal ini bisa
dikerjakan 2 hingga 3hari setelah stroke menyerang. Itupun hanya dilakukan pada
pasien penderita stroke trombolik dan embolik. Sedangkan bagi para penderita stroke
perdarahan dilakukan setelah 10 hingga 15 hari setelah stroke menyerang. Fase ini
ditujukan agar pasien mampu melakukan kemandirian fungsional serta aktivitas
sehari-hari sendiri tanpa bantuan orang lain.
2. 2 Konsep Latihan Fisioterapi
Terapi latihan adalah salah satu cara untuk mempercepat pemulihan pasien dari cedera
dan penyakit yang dalam penatalaksanaannya menggunakan gerakan aktif maupun pasif.
Gerak pasif adalah gerakan yang digerakkan oleh orang lain dan gerak akif adalah gerak
yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri. Terapi aktif yang dapat digunakan (Taufik,
2014), yaitu :
16
1) Latihan Rentang Gerak (ROM)
Fleksibilitas sendi atau rentang gerak tubuh pada pasien pasca stroke sering
berkurang setelah serangan stroke sehingga menyebabkan rasa sakit dan kehilangan
fungsi. Ada dua macam latihan rentang gerak ROM yang meliputi latihan aktif yang
membuat pasien harus menggerakkan anggota tubuhnya sendiri. Dan latihan pasif,
dimana pasien menggerakkan anggota tubuhnya dengan bantuan terapis akibat tidak
dapat menggerakkan anggota tubuhnya. (Taufik, 2014).
2) Latihan Fisik
Para fisioterapis sering merekomendasikan latihan fisik yang mampu menunjukkan
mafaat yang signifikan bagi penderita ketidakmampuan ringan atau sedang setekah
terkena serangan stroke. Latihan fisik yang disarankan meliputi latihan berjalan,
latihan melangkah, latihan naik-turun tangga (Taufik, 2014).
3) Latihan kordinasi
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan tubuh pasien pasca stroke
dan meningkatkan fungsi sehari-hari seperti berjalan, duduk atau membungkuk.
Latihan koordinatif untuk pasien pasca stroke ini mengutamakan pada aktivitas yang
melibatkan lebih dari satu sendi maupun otot (Taufik, 2014).
17
2.2.1 Rentang gerak (ROM)
2.2.1.1 Definisi
Range of Motion (ROM), merupakan istilah baku untuk menyatakan batas/besarnya
gerakan sendi normal. ROM juga di gunakan sebagai dasar untuk menetapkan adanya
kelainan batas gerakan sendi abnormal (Helmi, 2012)
Menurut Suratun, dkk (2008) ROM adalah gerakan yang dalam keadaan normal
dapat dilakukan oleh sendi tubuh. Sedangkan menurun Potter (2010) ROM adalah
jumlah pergerakan maksimum yang dapat dilakukan pada sendi di salah satu dari tiga
bidang yaitu: sagital, frontal, atau transversal.
2.2.1.2 Klasifikasi
Menurut (Suratun, dkk, 2008) ROM di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. ROM aktif yaitu latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan
perawat dari setiap gerakan yang dilakukan. Indikasi ROM aktif adalah semua
pasien yang dirawat dan mampu melakukan ROM sendi dan kooperatif
b. ROM pasif adalah latihan yang diberikan kepada klien yang mengalami
kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi
dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan
bantuan perawat atau keluarga.
18
2.2.1.3 Tujuan
Latihan ROM mememiki beberapa tujuan menurut Suratun, dkk (2008) yaitu:
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,
merangsang sirkulasi darah, dan mencegah kelainan bentuk.
2.2.1.4 Prinsip dasar ROM
Prinsip dasar latihan ROM menurut Suratun, dkk (2008) yaitu:
a. ROM harus diulangi sekitar 8 kali dan di kerjakan minimal 2 kali sehari
b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien
c. Dalam merencanakan program latihan ROM, harus memperhatikan umur,
diagnose, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
d. ROM sering di programkan oleh dokter dan di kerjakan oleh ahli fisioterapi
e. Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan, siku,
bahu, tumit, atau pergelangan kaki.
f. ROM dapat dilakukan pada semua persendian yang dicurigai mengurangi proses
penyakit.
g. Melakukan ROM harus sesuai waktu.
19
2.2.2 Latihan Fisik (Latihan Aerobik)
2.2.2.1 Definisi
Latihan fisik adalah proses perkembangan kemampuan aktivitas gerak jasmani yang
dilakukan secara sistematik dan ditingkatkan secara progresif untuk mempertahankan
atau meningkatkan derajat kebugaran jasmani agar tercapai kemampuan kerja fisik
yang optimal. Melalui latihan fisik kebugaran jasmani pasien dapat dipertahankan
atau ditingkatkan, baik yang berhubungan dengan keterampilan maupun dengan
kesehatan secara umum (Yudiana, 2012).
2.2.2.2 Jenis
Menurut pudjiastuti (2003) jenis latihan fisik ini terdiri dari; berdiri dengan
mengangkat 1 kaki, berdiri dengan mengangkat 1 tungkai ke samping, berdiri dari
posisi duduk ke posisi ke posisi duduk kembali, gerakan mengayun lengan, gerakan
leher dan gerakan berjalan
2.2.2.3 Tujuan
Tujuan latihan fisik antara lain yaitu membantu meningkatkan penggunaan anggota
gerak tubuh ,memperkuat otot yang lemah pasca stroke, mendapatkan kembali fungsi
tubuh yang lumpuh, mampu mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,
meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah depresi (Setiawan,2017)
20
2.2.2.4 Prinsip dasar
Prinsip dasar yang dilakukan saat latihan fisik menurut Setiawan (2017) yaitu:
a. Latihan ini akan meningkatkan adaptasi otot skelet, otot jantung dan keseluruhan
kualitas kardiorespirasi sehingga dapat meningkatkan ketahanan seseorang.
b. Intensitas latihan didasarkan pada targer nadi latihan dan frekuensi maksimal
denyut nadi.
c. Durasi latihan aerobic dengan intensitas yang sesuai dilakukan selama 20 sampai
30 menit dan di akhiri
d. dengan pemanan dan pendingan selama 10 sampai 15 menit.
e. Frekuensi latihan dilakukan 3 sampai 5 kali dalam satu minggu
f. Jenis latihan aerobic di sesuaikan dengan tujuan spesifik.
g. Latihan perlu disesuaikan dengan toleransi fisik.
2.2.3 Latihan Koordinasi
2.2.3.1 Definisi
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk
melaksanakan tugas tertentu yang telah di tetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemelihaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung
pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009)
21
2.2.3.2 Karakteristik
Aktivitas dalam okupasi terapi adalah segala macam aktivitas yang dapat
menyibukkan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan
berkembang, sekaligus sebagai kepuasaan emosional maupun fisik. Oleh karena itu
setiap aktivitas yang digunakan dalam okupasi terapi harus mempunyai karakteristik
sebagai berikut (Riyadi dan Purwanto, 2009):
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien.
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut dan kegunaannya
d. Haru dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal
2.2.3.3 Tujuan
Tujuan okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009) yiatu:
a. Mengembalikan fungsi mental
b. Mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot dan kordinasi gerak
lainnya
c. Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, buang air
kecil, buang air besar, dan sebagainya
d. Membantu pasien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah dan member
saran penyederhanaan
22
e. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang
dimiliki
f. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama
masa rawat dengan berguna
2.2.3.4 Indikasi
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) indikasi terapi okupasi sebagai berikut :
a. Pasien dengan kelainan tingkah laku, seperti pasien harga diri rendah yang disertai
kesulitan komunikais
b. Ketidakmampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap
rangsangan tidak wajar
c. Pasien mengalami kemunduran
d. Pasien dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian.
2. 3 Konsep Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS)
2.3.1 Definisi
Aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin
sehari-hari. Aktifitas kehidupan sehari-hari merupakan aktifitas pokok bagi perawatan
diri. Aktivitas kehidupan sehari-hari ini meliputi berbagai aktivitas antara lain : ke toilet,
makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat (Hardywinito &
Setiabudi, 2014).
23
Aktivitas kehidupan sehari-hari adalah keterampilan dasar dan tugas okupasional yang
harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang di kerjakan
seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya
sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Fitria, 2016).
2.3.2 Klasifikasi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS)
a. AKS dasar yaitu keterampilan yang hanya memerlukan kemampuan tubuh untuk
berfungsi sederhana, misalnya bangun dari tempat tidur, berpakaian, ke kamar
mandi/WC
b. AKS instrumental, yaitu kemampuan yang selain memerlukan kemampuan dasar,
juga memerlukan berbagai koordinasi kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih
rumit, juga kemampuan berbagai organ kognitif lain.
c. Kemampuan mental dan kognitif, hal yang menyangkut fungsi intelek, memori lama
dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi. Pemeriksaan kemampuan mental
& kognitif ini harus dianggap sebagai pemeriksaan tanda vital, terutama untuk
mendiagnosis dan memonitor kemajuan penatalaksanaan terhadap konfusio
(Martono, 2015).
24
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi penurunan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
Menurut Hardywinito(2014), faktor yang mempegaruhi penurunan AKS adalah :
a. Umur dan status perkembangan
Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda dan kemauan dan
kemampuan ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap ketidak mampuan
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Saat perkembangan dari bayi sampai
dewasa, seseorang secara perlahan-lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri
dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
b. Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari, contoh system nervous mengumpulkan,
menghantarkan dan mengolah informasi dari lingkungan. Gangguan pada system ini
misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
c. Fungsi kognitif
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Fungsi kognitif menunjukkan proses menerima, dan
mengorganissikan dan menginterpretasikan sensor stimulus untuk berfikir dan
menyelesaikan masalah. Fungsi kognitif ini dapat mengganggu dalam berfikir logis
dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.
25
d. Fungsi psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal
yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistic. Proses ini
meliputi interaksi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal.
Gangguan intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan
emosi dapat menggangu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan
interpersonal seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi social atau disfungsi
dalam penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
e. Tingkat stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam kebutuhan.
Faktor yang dapat menyebabkan stress, dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau
dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis
seperti injuri atau psikologi seperti kehilangan.
f. Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur lingkungan fisik
disekitarnya dan membantu homeostasis internal (keseimbangan dalam tubuh dan
lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus
24jam. Perbedaan irama sirkardian membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur,
temperature tubuh dan hormon.
g. Status mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan status mental
akan member implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar individu. Seperti yang
26
diungkapkan oleh cahya yang dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat
mempengaruhi ketidakmandirian individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah
keterbatasan mental. Sebagai contoh lansia yang memorinya mulai menurun atau
mnegalami gangguan, lansia yang mengalami apraksia tentunya akan mengalami
gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
2.3.4 Cara pengukuran Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
Cara pengukuran AKS dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa skala, yaitu:
a. Skala Indeks Barthel
Skala ordinal dengan skor 0 (total dependent) - 100 (total independent), aspek
penilaian IB yang di perhitungkan terdiri dari makan, mandi, berhias, berpakaian,
kontrol BAK, kontrol BAB, toileting, transfer kursi atau tempat tidur, mobilitas dan
naik turun tangga (Martono, 2015).
b. Skala Indeks Katz
Indeks katz merupakan instrument sederhana yang digunakan untuk menilai
kemampuan fungsional AKS, dapat juga meramalkan prognosis dari berbagai macam
penyakit pada lansia. Adapun aktivitas yang dinilai adalah mandi, berpakaian,
toileting, transfer posisi, kontinensia, dan makan (Martono, 2015).
27
2. 4 Konsep Kualitas Hidup
2.4.1 Definisi
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam
kehidupan didalam konteks budaya dan system nilai. Dimana mereka hidup dan dalam
kaitannya dengan tujuan, harapan standar, dan perhatian mereka (Nursalam, 2017).
Kualitas hidup adalah suatu konsep global yang menekankan pada dimensi-dimensi
status kesehatan termasuk keuangan, tempat tinggal, dan pekerjaan titik. Konsep
kualitas hidup sebagai pusat promosi kesehatan, kualitas hidup berdasarkan pada tiga
area kehidupan manusia yang merupakan dimensi penting dalam pengalaman manusia
yaitu being, belonging, dan becoming (Dinarsari, 2009).
2.4.2 Dimensi kualitas hidup
Menurut WHOQOL (the World Health Organization Quality of Life) menyebutkan
bahwa kualitas hidup terdiri dari 4 dimensi, yang meliputi:
1) Kesehatan Fisik
Berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan
medis, energy dan kelelahan, mobilitas, tidur, dan istirahat, kapasitas kerja
28
2) Kesehatan psikologis
Berhubungan dengan pengaruh positif dan negative spiritual, pemikiran
pembelajaran, daya ingat dan konsentrasi, gambaran tubuh dan penampilan, serta
penghargaan terhadap diri sendiri.
3) Hubungan social
Terdiri dari hubungan personal, aktivitas seksual, dan hubungan social.
4) Lingkungan
Terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik, lingkungan fisik, sumber penghasilan,
kesempatan memperoleh informasi, keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan
untuk rekreasi atau aktivitas pada waktu luang.
2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
Menurut Nofitri (2009) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
seperti:
1) Jenis kelamin
Gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Menemukan
adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, namun
kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.
2) Usia
Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang
dilakukan (Wagner dkk,2004) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan
usia dalam aspek kehidupan yang penting bagi individu.
29
3) Pendidikan
Tingkat pendidikan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
subjektif. Kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat
pendidikan yang didapatkan oleh individu.
4) Pekerjaan
Terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,
pekerja, tidak bekerja dan tidak mampu bekerja.
5) Status pernikahan
Terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, bercerai
ataupun janda, dan yang menikah. Individu yang menikah memiliki kualitas hidup
yang lebih tinggi dibanding individu yang tidak menikah atau bercerai.
6) Penghasilan
Pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang
dihayati secara subjektif.
7) Hubungan dengan orang lain
Saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui
hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan , manusia
akan memiliki kualitas hidup yang baik secara fisik maupun emosional.
8) Harapan hidup
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh harapan yang digunakan seseorang seperti
harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara individu dengan orang lain.
30
9) Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat alamiah penyakit merupakan perjalanan penyakit yang alami dan tanpa
pengobatan apapun, yang terjadi mulai dari keadaan sehar hingga timbul penyakit.
2. 5 Penelitian Terkait
Penelitian yang terkait dengan kemampuan latihan fisioterapi yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Cahyo Pramono (2012) “Efektivitas latihan ROM terhadap peningkatan
kemandirian ADL”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa latihan ROM efektif
terhadap peningkatan kemandirian ADL pada lansia stroke. Selannjutnya penelitian
Setiyowati (2016) “Intervensi lattihan ROM aktif pada ekstremitas atas terhadap
perubahan emosional pada pasien pasca stroke di poli syaraf RS Islam Surabaya”. Dari
hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa latihan ROM aktif efektif terhadap
perubahan emosional pada pasien pasca stroke. Kemudian penelitian Dinanti, et al
(2015) “Pengaruh ROM pasif terhadap peningkatan sudut rentang gerak ekremitas atas
pasien stroke di RSUD Tugurejo Semarang”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
terdapat pengaruh antara pemberian ROM pasif dengan peningkatan sudut rentang gerak
ekstremitas atas pasien stroke.
Sedangkan penelitian yang terkait aktivitas kehidupan sehari-hari yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Fadlulloh (2014) “hubungan tingkat ketergantungan dalam pemenuhan
aktivitas kehidupan sehari-hari dengan harga diri penderita stroke di poliklinik syaraf
RSUD Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto”. Dari hasil ini menunjukkan ada
31
hubungan yang bermakna antara tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas
kehidupan sehari-hari dengan harga diri penderita stroke. Selanjutnya penelitian dari
Pratami, et al (2016) “Kemampuan Basic Activity Daily Living (BADL) dengan
keputusasaan pada pasien stroke di RSUD Ulin Banjarmasin”. Hasil ini menunjukkan
semakin rendah nilai BADL, semakin tinggi keputusasaan yang dialami pasien stroke.
Kemudian penelitian Bariroh, et al (2016) “Kualitas hidup berdasarkan karakteristik
pasien pasca stroke”. Pada hasil ini peneliti menjelaskan perbandingan kualitas hidup
pada pasien pasca stroke pada setiap karakteristik. Selanjutnya penelitian Dinarsari dan
Dyah (2009) “Analisis kualitas hidup penderita dan keluarga pasca serangan stroke
(dengan gejala sisa)”. Dari hasil ini menunjukkan adanya perubahan aktivitas sehari-
hari.
32
2. 6 Kerangka Teori
Brunner & Suddarth (2013), Purwanti (2008), Hardywinoto & Setiabudi (2014),
Martono (2015), Dinarsari (2009
Pasien Pasca Stroke
Kemampuan tubuh
untuk berfungsi
sederhana
- Berpakaian
- Toileting
- Mandi
- Makan
- Dll
Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
Rehabilitasi :
- Rehabilitasi Akut
- Rehabilitasi Subakut
- Rehabilitasi Kronik
Fisioterapi Pasca Stroke
Kualitas Hidup Pasca Stroke