2. dasar teori 2.1 kecelakaan kerja 2.1.1 definisi

14
4 Universitas Kristen Petra 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998 menjelaskan bahwa yang dimaksud kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Selain itu, kecelakaan kerja juga dapat diartikan sebagai suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka, kerusakan harta benda maupun kerugian waktu. Hal sama juga yang dikatakan Sugandi bahwa kecelakaan kerja ( accident ) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003:171). Selain itu menurut Suma’mur (2009), kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kegiatan pada perusahaan, yang berarti bahwa kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan pada waktu melakukan pekerjaan serta kecelakaan yang terjadi pada saat perjalanan ke dan dari tempat kerja. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, datang secara langsung dan tidak terduga, yang dapat menyebabkan kerugian pada manusia, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja di perusahaan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 362). 2.1.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja Pada pelaksanaanya kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori utama: a. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali. b. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja (Sugeng, 2005).

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

4 Universitas Kristen Petra

2. DASAR TEORI

2.1 Kecelakaan Kerja

2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998

menjelaskan bahwa yang dimaksud kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang

tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa

dan harta benda. Selain itu, kecelakaan kerja juga dapat diartikan sebagai suatu

kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka,

kerusakan harta benda maupun kerugian waktu. Hal sama juga yang dikatakan

Sugandi bahwa kecelakaan kerja ( accident ) adalah suatu kejadian atau peristiwa

yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda

atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003:171). Selain itu menurut

Suma’mur (2009), kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan

kegiatan pada perusahaan, yang berarti bahwa kecelakaan yang terjadi

dikarenakan oleh pekerjaan pada waktu melakukan pekerjaan serta kecelakaan

yang terjadi pada saat perjalanan ke dan dari tempat kerja. Kecelakaan adalah

suatu kejadian yang tidak diinginkan, datang secara langsung dan tidak terduga,

yang dapat menyebabkan kerugian pada manusia, perusahaan, masyarakat dan

lingkungan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan

hubungan kerja di perusahaan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 362).

2.1.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Pada pelaksanaanya kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi 2

(dua) kategori utama:

a. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di

tempat kerja karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali.

b. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang

terjadi diluar tempat kerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja (Sugeng,

2005).

Page 2: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

5 Universitas Kristen Petra

ILO menjelaskan bahwa kecelakaan akibat kerja dapat diklasifikasikan

menjadi empat macam penggolongan yaitu:

• Klasifikasi menurut jenis kecelakaan yaitu seperti terjatuh, tertimpa benda,

tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit benda, gerakan-gerakan melebihi

kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, kontak dengan bahan-

bahan yang berbahaya serta terpapar radiasi.

• Klasifikasi menurut penyebab yaitu seperti terkena mesin, misalnya mesin

pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu, alat angkut, alat angkut

darat, udara dan alat angkut air, peralatan lain dan sebagainya.

• Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan yaitu seperti patah tulang, dislokasi

(keseleo), regang otot (urat), memar dan luka dalam yang lain, amputasi, luka di

permukaan, gegar dan remuk, luka bakar, keracunan-keracunan mendadak,

pengaruh radiasi dan lain-lain.

• Klasifikasi menurut letak kelainan yaitu seperti di kepala, leher, badan, anggota

atas, anggota bawah dan banyak tempat.

2.1.3 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Secara umum menurut (Anizar, 2009) faktor penyebab kecelakaan kerja

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.) Sebab dasar atau asal muka, meliputi faktor komitmen atau partisipasi dari

pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di

perusahaannya maupun dari kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan

kerja.

2.) Sebab utama terjadinya kecelakaan kerja yaitu adanya faktor dan persyaratan

K3 yang belum dilaksanakan secara benar, meliputi:

• Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (unsafe

Actions) yaitu tindakan berbahaya oleh tenaga kerja yang dilatar belakangi oleh

berbagai sebab seperti kurangnya pengetahuan dan keterampilan pekerja

ketidakmampuan untuk bekerja secara normal, posisi tubuh yang menyebabkan

mudah lelah, kepekaan panca indra terhadap sesuatu, ketidak fungsian tubuh

karena cacat yang tidak nampak kelelahan dan kejenuhan (fatigue and boredom).

Selain itu, adanya faktor sikap dan tingkah laku yang tidak aman dari pekerja

Page 3: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

6 Universitas Kristen Petra

seperti penggunaan Alat pelindung diri, mengangkut beban yang berlebihan,

bekerja melebihi jam kerja, kebingungan dan pusing karena prosedur kerja yang

belum dapat dipahami, belum terampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru

(lack of skill), kesulitan berkonsentrasi, sikap masa bodoh, kurang adanya

motivasi kerja, kurang adanya kepuasan kerja dan sikap kecenderungan

mencelakai diri sendiri. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa sebanyak 80-85%

kecelakaan terjadi yang disebabkan oleh unsafe Action.

• Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (unsafe condition)

yaitu kondisi tidak aman yang berasal dari mesin, peralatan, bahan, lingkungan

dan tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan sistem kerja, ada api di tempat

bahaya, terpapar bising, radiasi, pencahayaan dan ventilasi yang kurang, kondisi

suhu yang membahayakan serta sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia

yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan

sesama pekerja serta kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu

konsentrasi.

• Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja. Apabila interaksi antara

keduanya tidak sesuai maka akan menyebabkan terjadinya kesalahan yang

mengarah pada kecelakaan kerja.

2.1.4 Dampak Kecelakaan Kerja

Dampak yang timbul akibat kecelakaan kerja yaitu dampak langsung

maupun tidak langsung. Dampak langsung yang dirasakan pekerja akibat

kecelakaan kerja yaitu meninggal dunia, cacat permanen total, yaitu cacat yang

mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi melakukan pekerjaan

produktif karena kehilangan salah satu bagian tubuh, cacat permanen sebagian

yaitu cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong

atau sama sekali tidak berfungsi serta tidak mampu bekerja sementara ketika

dalam masa pengobatan karena harus beristirahat menunggu kesembuhan.

Dampak kecelakaan kerja secara tidak langsung berupa dampak psikologi dan

psikososial yang dialami oleh pekerja seperti ketakutan dan kegelisahan.

(Buntarto, 2015)

Page 4: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

7 Universitas Kristen Petra

2.2 FMEA

Failure Mode and Effect Analysis atau yang biasa disebut FMEA adalah

suatu prosedur terstruktur merupakan proses yang sistematis yang digunakan

untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang timbul dalam untuk

mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (Firdaus,

2009). FMEA adalah proses dengan tujuan mengeliminasi dan meminimalisasi

risiko kegagalan produksi yang akan timbul. Penggunaan FMEA pertama kali

dilaksanakan pada tahun 1960 oleh industri penerbangan NASA dengan fokus

pada isu keamanan. (Nurkertamanda, 2009).

FMEA pertama kali digunakan pada industri penerbangan pada

pertengahan tahun 1960 dan fokus secara spesifik pada aspek keselamatan atau

safety. Kemudian setelah itu FMEA berkembang menjadi alat atau metode untuk

meningkatkan aspek safety, khususnya pada proses kimia di industri. Tujuan dari

peningkatan safety di industri adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan

(accidents) dan kejadian atau peristiwa (incidents). Pada industri otomotif, FMEA

digunakan sebagai metode untuk meningkatkan kualitas (quality improvement

tool), (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009). Tujuan FMEA untuk alasan

keamanan yang masih bertahan sampai saat ini adalah untuk mencegah

kecelakaan kerja akibat masalah keamanan dan kecelakaan dari insiden yang

terjadi. Tujuan FMEA adalah untuk mencegah terjadinya masalah pada pada

produk dan proses. Dengan menggunakan desain dan proses manufaktur, maka

hal tersebut akan mengurangi biaya dengan cara mengidentifikasi terutama pada

peningkatan produk dan proses yang tidak membutuhkan banyak biaya dan

mudah untuk dilakukan. (McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009)

FMEA Merupakan sebuah metode yang didesain untuk:

Mengidentifikasi dan memahami seluruh moda kegagalan potensial,

penyebabnya dan akibat dari kesalahan pada sistem atau pengguna, untuk

sebuah proses atau produk.

Menilai risiko dengan mengidentifikasi moda kegagalan, penyebab dan akibat,

serta isu prioritas untuk tindakan perbaikan.

Mengidentifikasi dan menyelenggarakan tindakan perbaikan terhadap masalah

paling serius yang dihadapi. (Carlson, 2012)

Page 5: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

8 Universitas Kristen Petra

2.2.1 Proses FMEA

Proses FMEA digunakan untuk menyelesaikan masalah yang

berhubungan dengan produk dan proses manufaktur. Untuk membantu proses

FMEA dapat digunakan lima elemen dari proses yaitu: manusia, material, alat,

metode dan lingkungan. Proses FMEA fokus kepada bagaimana kegagalan dapat

berdampak kepada produk, efisiensi proses atau aspek safety. (McDermott,

Mikulak, & Beauregard, 2009) Identifikasi Elemen-elemen Proses FMEA terdiri

dari:

• Fungsi Proses

Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan

dianalisa.

• Mode Kegagalan

Adalah suatu kemungkinan kecacatan terhadap setiap proses.

• Efek Potensial dari kegagalan

Adalah suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan.

• Tingkat Keparahan (Severity)

Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan produksi.

• Penyebab Potensial (Potential Cause) (s)

Adalah bagaimana kegagalan bias terjadi. Dideskripsikan sebagai suatu yang

dapat diperbaiki.

• Keterjadian (Occurance) (O)

Adalah apa penyebab kegagalan spesif dari suatu proyek yang terjadi.

• Deteksi (Detection) (D)

Adalah penilaian dari alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial

terjadinya suatu bentuk kegagalan.

• Nomor Prioritas Risiko (Risk Priority Number / RPN)

Adalah angka prioritas risiko yang didapatkan dari perkalian Severity, Occurance,

dan Detection.

RPN= Nilai dampak x Nilai kemungkinan x Nilai deteksi

• Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action)

Sesudah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPN, maka tindakan perbaikan

harus segera dilakukan bentuk kegagalan dengan RPN yang tertinggi.

Page 6: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

9 Universitas Kristen Petra

Penilaian risiko dengan menggunakan metode FMEA dalam hal ini sangat penting

dilakukan. Metode FMEA mementingkan risiko yang prioritas sehingga dapat

dicari tindakan rekomendasi yang tepat. Tindakan rekomendasi dibuat agar setiap

risiko dapat berkurang dan dapat diatasi. Pengambilan keputusan bergantung pada

hasil FMEA. Hasil FMEA akan mempengaruhi pengambilan keputusan dari

perusahaan.

2.2.2 Occurence

Peringkat kejadian (O) adalah frekuensi atau probabilitas terjadinya

kegagalan. (Peldez, 1995) Mengatakan bahwa, kejadian "digolongkan berdasarkan

probabilitas kegagalan, yang mewakili jumlah kegagalan relatif. Skala ini

ditentukan berdasarkan Occurance scale pada Y.M. Wang et all (2009). Tabel 2.1

menunjukan kriteria yang digunakan untuk menentukan peringkat kejadian efek

kegagalan.

Tabel 2.1 Ratings for occurrence of a failure

Rating Probability of occurrence Possible failure

rate

10 Very High: Failure is almost inevitable >1 in 2

9 1 in 3

8 High: Repeated failures 1 in 8

7 1 in 20

6 Moderate: Occasional failures 1 in 80

5 1 in 400

4 1 in 2,000

3 Low: Relatively few failures 1 in 15,000

2 1 in 150,000

1 Remote: Failure is unlikely <1 in 1,500,000

(Wang, 2003), (K.S. Chin A. C., 2008), (K.S. Chin Y. W., 2009), (S.M.

Seyed-Hosseini, 2006), (Y.M. Wang, 2009)

Page 7: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

10 Universitas Kristen Petra

2.2.3 Severity

Rating severity (S) digunakan untuk mewakili efek potensial yang terkait

dengan terjadinya mode kegagalan. "Ini adalah peringkat sesuai dengan

keseriusan efek mode kegagalan pada tahap tingkat tinggi berikutnya, sistem, atau

pengguna (Peldez, 1995). Skala yang digunakan berdasarkan Incident Severity

Scale pada Davidson (2005) Tabel 2.2 menunjukan kriteria yang digunakan untuk

menentukan tingkat keparahan efek kegagalan.

Tabel 2.2 Incident Severity Scale

Severity Ranking Impact Injury

1 DAMPAK MINOR /

JANGKA PENDEK

pada individu) yang

tidak memiliki

pengaruh besar terhadap

partisipasi dalam

aktivitas atau program

Serpihan, gigitan serangga, sengatan

2 Terbakar sinar matahari, goresan,

memar, potongan kecil

3 Lepuhan, keseleo ringan, dislokasi

ringan, tekanan dingin / panas

4

DAMPAK MEDIUM

pada individu yang

mungkin mencegah

partisipasi dalam

aktivitas atau program

selama satu atau dua

hari.

Lacerasi, frost nip, luka bakar

ringan,gegar otak ringan,hipotermia

ringan, sengatan panas ringan

5 keseleo & hiperekstensi,patah

ringan

6 DAMPAK UTAMA

pada individu (s) yang

berarti mereka tidak

dapat melanjutkan

sebagian besar aktivitas

atau program.

Tinggal di Rumah Sakit kurang

dari 12 jam seperti radang dingin,

luka bakar utama, patah tulang,

dislokasi, gegar otak, pembedahan,

kesulitan bernafas, sengatan panas

sedang atau hipotermia

7

Rumah Sakit tinggal lebih dari 12

jam mis. pendarahan arteri,

hipotermia berat atau sengatan

panas, kehilangan kesadaran

8 Efek HIDUP

BERUBAH pada

individu (s) atau

kematian

Cedera utama yang memerlukan

rawat inap seperti kerusakan tulang

belakang, cedera kepala

9 Kematian Tunggal

10 Beberapa kematian

Page 8: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

11 Universitas Kristen Petra

2.2.4 Detection

Tingkat deteksi (D) mewakili probabilitas untuk mendeteksi kegagalan.

"Ini adalah penilaian kemampuan program verifikasi desain yang diusulkan untuk

mengidentifikasi potensi kelemahan sebelum bagian atau perakitan dilepaskan ke

produksi." (Peldez, 1995). Skala ini ditentukan berdasarkan Detection scale pada

Y.M. Wang et all (2009). Tabel 2.3 menunjukan kriteria evaluasi yang digunakan

untuk ranking dan persyaratan linguistik yang terkait.

Tabel 2.3 Ratings for detection of a failure

Detection Likellihood of DETECTION by Design Control Ranking

Absolute

Uncertainty

Design control cannot detect potential

cause/mechanism and subsequent Failure Mode 10

Very Remote Very remote chance the design control will detect

potential cause/mechanism and subsequent Failure

Mode

9

Remote Remote chance the design control will detect

potential cause/mechanism and subsequent Failure

Mode

8

Very Low Very low chance the design control will detect

potential cause/mechanism and subsequent Failure

Mode

7

Low Low chance the design control will detect potential

cause/mechanism and subsequent Failure Mode

6

Moderate Moderate chance the design control will detect

potential cause/mechanism and subsequent Failure

Mode

5

Moderately

High

Moderately High chance the design control will

detect potential cause/mechanism and subsequent

Failure Mode

4

High High chance the design control will detect

potential cause/mechanism and subsequent Failure

Mode

3

Very High Very high chance the design control will detect

potential cause/mechanism and subsequent Failure

Mode

2

Almost Certain Design control will detect potential

cause/mechanism and subsequent Failure Mode 1

(Wang, 2003), (K.S. Chin A. C., 2008), (K.S. Chin Y. W., 2009), (S.M.

Seyed-Hosseini, 2006), (Y.M. Wang, 2009)

Page 9: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

12 Universitas Kristen Petra

2.3 Risiko

Risiko adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian

berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cidera atau gangguan kesehatan

yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (Soehatman Ramli, 2010:

64). Menurut Tarwaka (2014: 269) risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya

kecelakaan dan kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.

Sedangkan tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan

(probability) dan keparahan (consequences atau severity) dari suatu kejadian yang

dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera dan sakit yang mungkin

timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja.

2.3.1 Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk

mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,

terencana dan terstruktur dalam suatu sistem yang baik (Soehatman Ramli, 2010:

39). Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) atau

yang disebut juga manajemen risiko merupakan elemen pokok dalam manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berkaitan langsung sebagai upaya

pencegahan dan pengendalian bahaya (Soehatman Ramli, 2010: 79). Proses dalam

manajemen risiko ada 3, yaitu:

2.3.1.1 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah suatu proses yag dapat dilakukan untuk

mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat

kerja (Tarwaka, 2014: 267). Identifikasi bahaya dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat atau sistem (Shandy Irawan,

dkk, 2015: 16). Idententifikasi potensi bahaya ditempat kerja disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu:

1. Kegagalan komponen

2. Kondisi yang menyimpang

3. Kesalahan manusia dan organisasi

4. Pengaruh kecelakaan di luar

5. Kecelakaan akibat adanya sabotase (Tarwaka, 2014: 17-18).

Page 10: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

13 Universitas Kristen Petra

Untuk mengetahui potensi bahaya di lingkungan kerja dapat menggunakan teknik

identifikasi bahaya yang diklasifikasikan sebagai berikut:

Teknik Pasif

Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika dialami sendiri secara

langsung, cara ini bersifat primitif dan terlambat karena kecelakaan setelah terjadi,

baru dikenal dan diambil langkah pencegahannya. Teknik atau metode ini sangat

rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukan eksistensinya, sehingga

dapat terlihat dengan mudah (Soehatman Ramli, 2010: 88).

Teknik SemiProaktif

Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain, karena tidak

perlu dialami sendiri. Teknik in lebih baik, tidak perlu mengalami sendiri setelah

itu baru mengetahui adanya bahya, namun teknik ini kurang efektif karena tidak

semua bahaya pernah menimbulkan dampak kejadian kecelakaan. Tidak semua

kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk diambil sebagai

pelajaran. Kecelakaan kerja telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian,

walaupun menimpa pihak lain (Soehatman Ramli, 2010: 88).

Metode Proaktif

Metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau

mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang

merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan, antara lain (Soehatman Ramli,

2010: 89):

Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan

kecelakaan atau cidera.

Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan

mengenal bahaya dapat dilakukan upaya perbaikan.

Meningkatkan awarness setiap pekerja setelah mengetahui dan mengenal

adanya bahaya di sekitar tempat kerjanya.

Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena dengan adanya bahaya

dapat menimbulkan kerugian.

Menurut Soehatman Ramli, (2010: 89) terdapat berbagai teknik identifikasi

bahaya yang bersifat proaktif, antara lain:

Page 11: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

14 Universitas Kristen Petra

1. Data kejadian

2. Daftar periksa

3. Brainstroming

4. What If Analysis

5. Hazops (Hazards and Operability Study)

6. Analisa Moda Kegagalan dan Efek (Failure Mode and Effect Analysis)

7. Task Analysis

8. Event Tree Analysis

9. Analisa Pohon Kegagalan (Fault Tree Analysis)

10. Analisa Keselamatan Pekerjaan (Job Safety Analysis).

2.3.1.2 Penilaian Risiko ( Risk Assesment)

Menurut B. Boedi Rijanto (2011, 263) penilaian risiko atau risk assessment adalah

proses analisa untuk menilai risiko dan mengidentifikasi tindakan-tindakan

kontrol yang diperlukan untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang ada,

agar masih dalam batas ditoleransi. Sedangkan, menurut Ridley (2003) dalam

Fran dan Darminto (2014) penilaian risiko adalah cara-cara yang digunakan untuk

mengelola risiko dalam pekerjaan yang dilakukan dan memastikan kesehatan dan

keselamatan para pekerja terhindar dari risiko pada saat bekerja. Penilaian risiko

digunakan sebagai langkah saringan untuk menentukan tingkat risiko yang

ditinjau dari kemungkinan kejadian (likellihood) dan keparahan yang dapat

ditimbulkan (severity) (Soehatman Ramli, 2010: 97). Setiap potensi Bahaya yang

ditemukan pada tahap identifikasi bahaya akan dilakukan penilaian risiko untuk

menentukan tingkat risiko (risk rating) dari bahaya-bahaya tersebut (Shandy

Irawan, dkk, 2015: 16). Penilaian Risiko (Risk Assessment) terdiri dari 2 tahapan

proses, yaitu:

Analisa Risiko

Analisa risiko merupakan suatu tahapan proses untuk menentukan

besarnya suatu risiko yang merupakan kombinasi antara kemungkinan terjadinya

(likellihood) dan keparahan bila risiko tersebut terjadi (severity atau

consequences) (Soehatman Ramli, 2010: 82). Sedangkan menurut Samaneh

Zolfagharian dan Aziruddin Ressang (2011: 154) risiko dapat dinilai dan disajikan

menggunakan matriks dengan memperkirakan probabilitas dan konsekuensi

Page 12: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

15 Universitas Kristen Petra

secara kualitatif atau dengan nilai-nilai kuantitatif. Teknik yang dapat digunakan

untuk melakukan analisa risiko, yaitu teknik semi kuantitatif, yang dalam analisa

risiko lebih baik dalam mengungkapkan tingkat risiko dibandingkan dengan

teknik kualitatif. Teknik ini juga dapat menggambarkan tingkat risiko yang lebih

konkrit dibandingkan dengan teknik kualitatif. (Soehatman Rami, 2010; 86).

Severity and Likellihood Evaluation Criteria

Untuk setiap bahaya yang teridentifikasi, tim Health and Safety harus

menilai risikonya dan menentukan tindakan pengendalian yang tepat. Dengan

mempertimbangkan langkah-langkah pengendalian yang ada, perkirakan tingkat

keparahan kejadian dan kemungkinan terjadinya setiap insiden. Kriteria Severity

dan Likellihood didapatkan dari format kriteria PT. XYZ , Kriteria tersebut dapat

dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4: Severity and Likellihood Evaluation Criteria (sourced from PT. XYZ)

Rating Severity Rating Likellihood Rating

5

Catastrophic: Third party or

one employee death

Almost certain: Event will

occur more than once a year

4

Major: Serious injury to

multiple employees

Likely: Event will occur once

in the next year

3

Moderate: Hospitalization of

multiple employees

Possible: Event should occur

within the next 5 years

2

Minor: Serious injury to one

employee

Unlikely: Event could occur

one or more times in 10 years

1

Trivial: First aid assistance to

multiple employees

Rare: Event may occur only

in exceptional circumstances

(one time in 30 years)

Perhitungan Tingkat Risiko didapati dari Keparahan akibatnya dikali

dengan kemungkinan terjadinya. Penilaian risiko membantu memprioritaskan

pelaksanaan tindakan pengendalian. Semakin tinggi tingkat risikonya, semakin

besar risikonya, semakin mendesak pula tindakan yang harus dilakukan.

Page 13: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

16 Universitas Kristen Petra

Setelah hasil dari analisa sudah diperoleh, selanjutnya dikembangkan

dengan matriks atau peringkat risiko yang mengkombinasikan antara

kemungkinan dan keparahannya. Peringkat risiko sebaiknya dikembangkan oleh

masing-masing perusahaan atau organisasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

masing-masing. Matriks risiko atau risk matrix merupakan tabel yang mencakup 2

kategori, yaitu kategori frekuensi atau likellihood pada bagian kolom dan kategori

keparahan atau dampak pada bagian baris (Samaneh Zolfagharian dan Aziruddin

Ressang, 2011:154).

Tabel 2.5 : 5x5 Risk Matrix (sourced from PT. XYZ)

Likellihood 1 -

Rare 2 - Unlikely 3 - Possible

4 -

Likely

5 -

Almost

certain Severity

5 - Catastrophic 5 10 15 20 25

4 - Major 4 8 12 16 20

3 - Moderate 3 6 9 12 15

2 - Minor 2 4 6 8 10

1 - Insignificant 1 2 3 4 5

Keterangan :

1 to 4 (Low) : PROCEED.

• Activity may proceed

• No additional controls are required

• Lowest priority

5 to 9 (Medium) : HOLD.

• Activity can proceed only with additional controls in place agreed by Health and

Safety Officer

• Controls should be implemented within a defined time period

• Where the severity

10 to 25 (High) : STOP!

• Activity must NOT proceed until the risk has been reduced

• All high risk categories must be reported to Group Health and Safety Specialist

• Require urgent Action

• Implement further controls

Page 14: 2. DASAR TEORI 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi

17 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan internal PT. XYZ pertimbangkan tindakan pengendalian

yang dilakukan didasari tingkat risiko. Tingkat risiko tidak boleh berada di zona

merah ("Risiko tinggi") sebelum pekerjaan dimulai. Kontrol tambahan harus

diimplementasikan sampai kontrol untuk bahaya di zona kuning ("Risiko sedang")

sudah serendah mungkin OR dan tingkat risiko berada di zona hijau ("Risiko

rendah").

Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko merupakan suatu tahapan proses untuk menilai apakah

risiko tersebut dapat diterima atau tidak, dengan membandingkan terhadap

standard yang berlaku atau kemampuan organisasi (perusahaan) dalam

menghadapi risiko tersebut (Soehatman Ramli, 2010: 82). Evaluasi risiko

dilakukan setelah melakukan analisa risiko, sehingga dapat diketahui apakah suatu

risiko tersebut dapat diterima atau tidak.

2.3.1.3 Pengendalian Risiko (Risk Control)

Menurut Soehatman Ramli (2010: 102) pengendalian risiko merupakan

langkah yang menentukan dalam keselurahan manajemen risiko. Berkaitan

dengan risiko K3, strategi dalam pengendalian risiko dilakukan dengan beberapa

cara, yaitu: menekan likellihood, menekan konsekuensi dan pengalihan risiko.

Gambar 2.4. Hirarki Pengendalian Risiko

(Sumber: Soehatman Ramli, 2010: 103)