bab ii kajian pustaka 2.1 delirium 2.1.1 definisi ii.pdf · neurologis primer (misalnya stroke...

30
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi Kata delirium berasal dari istilah latin delirare yang berarti menjadi “gila atau marah”. Istilah ini telah didokumentasikan di dalam literatur medis selama lebih dari 2000 tahun. Pertama kali dilaporkan pada masa Hippocrates yang menggunakan istilah phrenitis (gila) dan lethargus (letargi) untuk mendeskripsikan delirium subtipe hiperaktif dan hipoaktif. Sebagai istilah medis, delirium pertama digunakan oleh Celsus di abad pertama setelah Masehi untuk mendeskripsikan gangguan mental yang berhubungan dengan demam atau trauma kepala ( Mittal dkk., 2011) . Berbagai istilah telah digunakan dalam literatur untuk mendeskripsikan delirium, meliputi acute confusional state, acute brain syndrome, acute cerebral insufficiency, dan toxic-metabolic encephalopathy. Namun, delirium sekarang menjadi istilah yang dipilih dan disarankan untuk menerima istilah acute confusional syndrome sebagai sinonim untuk sindrom ini (Fong., 2009; Mittal dkk., 2011). Delirium merupakan adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu delirium juga mempengaruhi atensi dan pada beberapa pasien ada yang mengalami gangguan depresi (Mittal dkk., 2011). 2.1.2 Epidemiologi Delirium adalah kondisi yang sering terjadi dan bersifat serius, terutama pada lanjut usia yang dirawat di rumah sakit, dan menyerang sekitar 30% diantaranya. 5

Upload: ngothu

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Delirium

2.1.1 Definisi

Kata delirium berasal dari istilah latin delirare yang berarti menjadi “gila atau

marah”. Istilah ini telah didokumentasikan di dalam literatur medis selama lebih dari

2000 tahun. Pertama kali dilaporkan pada masa Hippocrates yang menggunakan

istilah phrenitis (gila) dan lethargus (letargi) untuk mendeskripsikan delirium subtipe

hiperaktif dan hipoaktif. Sebagai istilah medis, delirium pertama digunakan oleh

Celsus di abad pertama setelah Masehi untuk mendeskripsikan gangguan mental

yang berhubungan dengan demam atau trauma kepala ( Mittal dkk., 2011) .

Berbagai istilah telah digunakan dalam literatur untuk mendeskripsikan

delirium, meliputi acute confusional state, acute brain syndrome, acute cerebral

insufficiency, dan toxic-metabolic encephalopathy. Namun, delirium sekarang

menjadi istilah yang dipilih dan disarankan untuk menerima istilah acute confusional

syndrome sebagai sinonim untuk sindrom ini (Fong., 2009; Mittal dkk., 2011).

Delirium merupakan adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks

dengan onset yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan

fungsi kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain

itu delirium juga mempengaruhi atensi dan pada beberapa pasien ada yang

mengalami gangguan depresi (Mittal dkk., 2011).

2.1.2 Epidemiologi

Delirium adalah kondisi yang sering terjadi dan bersifat serius, terutama pada

lanjut usia yang dirawat di rumah sakit, dan menyerang sekitar 30% diantaranya.

5

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

2

Studi terbaru melaporkan prevalensi delirium sebesar 10-31% saat pasien masuk dan

insiden 3-29% selama masa rawat (Boettger, 2014).

Risiko meningkat secara eksponensial di ruang rawat intensif, dengan

prevalensi mencapai 80% dan di unit rawat paliatif dimana prevalensi dilaporkan

sebesar 85%. Angka yang lebih tinggi juga ditemukan di kondisi bedah dengan

insiden dilaporkan 10-70% setelah pembedahan, terutama pada pasien yang

menjalani operasi kardiotoraks, prosedur ortopedi emergensi (perbaikan fraktur

panggul), bedah vaskuler, atau operasi katarak (Munster, 2009). Studi pada lanjut

usia yang datang ke unit gawat darurat melaporkan prevalensi 5-30% (Han, 2009).

Selain sebagai tempat rawat jangka panjang, penghuni panti jompo

merepresentasikan kelompok yang rentan, dan diperkirakan prevalensi delirium

sekitar 3,4-33,3%. Di masyarakat, sesuai perkiraan, prevalensi rendah, berkisar

antara 1-2% (Miller, 2008).

2.1.3 Etiologi

Etiologi delirium biasanya multifaktorial. Namun, penelitian telah berhasil

mengidentifikasi faktor risiko konsisten untuk delirium yang diklasifikasikan

menjadi dua kelompok yakni faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor

predisposisi adalah faktor yang membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap

delirium dan faktor presipitasi terdiri dari faktor akut yang mencetuskan terjadinya

delirium. Kombinasi kedua faktor itu harus ada pada orang lanjut usia yang delirium.

Faktor predisposisi yang paling sering adalah usia lanjut, jenis kelamin pria,

demensia dan depresi yang telah ada sebelumnya, gangguan visual dan pendengaran,

ketergantungan fungsional, frailty, gangguan sensoris, dehidrasi dan malnutrisi,

polifarmasi (terutama obat psikoaktif), penyalahgunaan alkohol dan kondisi medis

berat yang terjadi bersamaan (Cerejeira, 2010; Maldonado, 2013).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

3

Adapun beberapa faktor risiko terkait dengan delirium diantaranya usia yang

lebih dari 65 tahun, adanya riwayat delirium, riwayat trauma/pembedahan, adanya

komorbid demensia, depresi, gagal ginjal, penyakit hati, penurunan fungsi

penglihatan dan pendengaran, serta adanya pengobatan spesifik (antikolinergik,

narkotika, benzodiazepines, hipnotiks, anti inflamasi, beta bloker, diuretiks, dan

antidepresan). Selain itu faktor risiko lain yang memicu delirium yakni adanya

multifarmaka, stimulus lingkungan yang berlebihan, ketergantungan alkohol/obat,

abnormalitas metabolik (elektrolit,kadar gula), infeksi akut (infeksi saluran kemih,

pneumonia), serta ketidakadekuatan kontrol rasa nyeri (Maldonado, 2013). Setelah

bertambah tuanya usia, demensia menjadi faktor risiko paling sering kedua untuk

terjadinya delirium. Menurut Inouye pada tahun 2006, kerentanan yang mendasari

otak pada pasien demensia dapat menjadi predisposisi bagi mereka untuk mengalami

delirium, sebagai akibat gangguan yang berhubungan dengan penyakit medis akut,

obat, serta faktor lingkungan (Inouye, 2006). Menurut Saxena dan Lawley pada

tahun 2009, faktor presipitasi yang paling sering adalah: penyakit yang terjadi

bersamaan (misalnya infeksi), komplikasi iatrogenik, gangguan metabolik, kondisi

neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat (terutama benzodiazepin,

analgetik narkotik, dan obat dengan efek antikolinergik). Nyeri yang tak terkontrol

juga berhubungan dengan terjadinya delirium. Faktor lingkungan seperti masuk

ruang rawat intensif, pasien dalam kondisi terikat, atau kateterisasi kandung kemih

juga berkontribusi pada terjadinya delirium. Dalam konteks ini, Inouye dan

Charpentier pada tahun 1996 menyajikan suatu model untuk memprediksikan

terjadinya delirium pada pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit, dengan

faktor predisposisi yang lebih banyak dan lebih berat (pasien terikat, malnutrisi,

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

4

penggunaan lebih dari tiga obat pada hari sebelumnya, penggunaan kateter kandung

kemih, dan kejadian iatrogenik), berhubungan dengan sejumlah faktor presipitasi

(Cerejeira, 2010).

Gambar 1.

Model Multifaktorial dari Delirium (Maldonado, 2013)

2.1.4 Patogenesis Delirium

Walaupun prevalensi dan angka morbiditasnya yang tinggi, mekanisme

patogenesis dari delirium masih belum jelas sampai saat ini. Selama beberapa tahun

ini, proses metabolik telah diperkirakan sebagai penyebab dari delirium. Sekitar lima

puluh tahun lalu, Engel dan Romano mengatakan bahwa terganggunya fungsi

metabolik mendasari terjadinya delirium dan hal ini digambarkan dengan terjadinya

gangguan pada berbagai fungsi kognisi. Oleh karena itu, delirium merupakan

sindrom neurobehavioral yang disebabkan oleh disregulasi aktivitas sel saraf akibat

gangguan sistemik (Maldonado, 2013).

Dalam beberapa tahun ini, beberapa teori telah dikemukan telah mencoba

menjelaskan proses yang menyebabkan terjadinya delirium. Setiap teori yang

diusulkan telah dipusatkan pada sebuah mekanisme atau proses patologi yang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

5

spesifik. Beberapa teori telah diusulkan sebagai penyebab dari delirium, diantaranya

adalah teori neuroinflamatory, neuronal aging, stres oksidatif, defisiensi

neurotransmiter, neuroendokrin, disregulasi diurnal dan network conectivity. Sampai

saat ini belum ada mekanisme patofisiologi tunggal yang telah didentifikasi sebagai

penyebab delirium. Hampir semua teori-teori ini saling melengkapi bukan saling

bersaing dalam menjelaskan terjadinya delirium. Oleh karena itu, teori-teori ini

tampaknya tidak ada yang mampu menjelaskan secara sendiri-sendiri penyebab

ataupun gejala delirium. Tetapi dua atau lebih teori-teori ini bersama-sama

menyebabkan gangguan biokimiawi yang kemudian menyebabkan terjadinya

delirium (Maldonado, 2013).

Gambar 2.

Gambaran skematik yang menunjukkan interrelationship dari teori-teori ini

dalam patofisologi terjadinya delirium (Maldonado, 2013).

2.1.5 Gambaran Klinis

Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang mulainya

sangat cepat (biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi,

Faktor presipitasi delirium (infeksi, trauma, obat – obat anestesi,

pembedahan, hipoksia, hipoglikemia, gangguan metabolik)

Neuroinflamasi Stress oksidatif

Gangguan tidur / disregulasi melatonin

Penuaan Kelainan neuroendokrin

Disregulasi neurotransmiter

Network Disconnectivity

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

6

dengan perubahan tingkat kesadaran, ketidakmampuan berfokus, perhatian yang

bertahan atau teralih, dan perubahan kognitif (seperti gangguan memori, disorientasi,

gangguan bahasa) atau terjadinya gangguan perseptual hanya dapat dijelaskan oleh

demensia. Lebih lanjut, terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau

temuan laboratoris bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh konsekuensi fisiologis

langsung dari suatu kondisi medis umum, atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau

karena berbagai penyebab (Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012).

Awal perjalanan yang tiba-tiba dan akut adalah gambaran sentral delirium.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memastikan tingkat fungsi kognitif dasar

pasien serta perjalanan perubahan kognitifnya. Kesadaran sebagai fungsi otak

memungkinkan kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta kewaspadaan terhadap

lingkungannya dan dicirikan oleh dua aspek utama: tingkat dan isi kesadaran.

Tingkat kesadaran mencerminkan bangkitan kewaspadaan: bangun, tidur, atau koma.

Isi kesadaran, atau bagiannya, dialami oleh subyek sebagai kewaspadaan terhadap

dirinya sendiri serta lingkungannya saat subyek bangun dan sadar baik. Isi kesadaran

dan kognitif hanya dapat diperiksa jika subyek minimal memiliki tingkat kesadaran

tertentu (Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012).

Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi paling awal,

yang sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat stimulasi lingkungan berada

pada titik terendah. Tingkat kesadaran dapat berflukutasi pada yang paling ekstrim

untuk pasien yang sama, atau dapat muncul dengan tanda yang lebih ringan seperti

mengantuk atau gangguan tingkat perhatian. Faktanya, pasien dapat tampak benar-

benar mengantuk, letargi, atau bahkan semi-koma pada kasus yang lebih berat.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

7

Ektrim yang berlawanan, sangat waspada, juga dapat terjadi, terutama pada kasus

withdrawal alkohol atau obat sedatif (lebih jarang pada lanjut usia).

Perhatian adalah proses yang memungkinkan kita untuk memilih stimulus

yang relevan dari lingkungan, berfokus dan mempertahankan respon perilaku

terhadap stimulus tersebut, dan mengubah aktivitas mental menuju stimulus yang

lebih baru, mengorientasi ulang perilaku seseorang, berdasarkan relevansi stimulus.

Perhatian merupakan fungsi yang berbeda dari kesadaran, namun tetap bersifat

dependen. Oleh karena itu, berbagai derajat perhatian masih mungkin ditemukan

pada subyek yang sadar baik, namun perhatian dan konsentrasi penuh tidak mungkin

ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat menurun secara

patologis pada kondisi organik, biasanya dengan penurunan kesadaran tertentu

(Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012).

Pada delirium, terjadi penurunan perhatian dan juga dikatakan sebagai salah

satu dari gambaran kardinal yang penting. Biasanya pasien tersebut mudah dialihkan

perhatiannya oleh stimulus yang irelevant, atau memiliki kesulitan mengingat apa

yang dikatakan pada anamnesis. Lebih lanjut, pertanyaan sebagian besar harus

diulang karena perhatian subyek menyimpang. Biasanya terjadi defisit global atau

multipel dalam hal kognitif, meliputi gangguan memori dan disorientasi. Faktanya,

karena penurunan perhatian, registrasi informasi baru dapat terganggu sehingga

mempengaruhi memori dan fungsi orientasi tertentu (Browne, 2010; Popeo, 2011;

Martins dan Fernandes, 2012).

Memori jangka pendek adalah yang paling sering terkena, namun kembalinya

informasi yang telah tersimpan juga dapat terganggu. Misalnya pasien mungkin tidak

mampu mengingat peristiwa di rumah sakit atau kesulitan mengingat instruksi.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

8

Disorientasi biasanya sering terjadi, yang pertama terhadap waktu, berikutnya

terhadap tempat. Namun, disorientasi dikatakan abnormal pada pasien rawat inap

dengan sakit berat yang lama, tanpa acuan hari atau bulan. Fungsi pikir dan bicara

menjadi tumpang tindih dan keduanya dapat terganggu pada kondisi delirium

tertentu (Martins dan Fernandes, 2012).

Kesulitan bahasa dan gangguannya pada pasien delirium mungkin lebih

berhubungan dengan gangguan bangun dan tingkat perhatian, bukan penyebab

spesifik, atau tetap masih tetap dapat menunjukkan terjadinya perubahan proses.

Pada kasus gangguan global yang berat, konfabulasi dapat mendominasi, sehingga

hanya ada sedikit kemungkinan untuk menilai bahasa, memori, dan isi pikiran.

Seringkali bahasa dan bicara, yang mencakup membaca, hanya sedikit terpengaruh

dibanding menulis, terutama pada kondisi ringan atau stadium awal. Sejumlah hal

spesifik pada gangguan bahasa ditemukan dalam perjalanan delirium. Dalam satu

studi, sering ditemukan salah menyebutkan, sama seringnya dengan yang ditemukan

pada pasien demensia, namun berbeda dimana lebih sering terjadi dalam bentuk

gangguan kata dan salah menyebut nama yang tidak terkait. Gangguan kata dapat

dijelaskan oleh perseverasi. Pasien mengulang kata-kata yang sebelumnya diucapkan

(sehingga menjadi perseverasi), bukan kata yang diharapkan yang tidak dapat

ditemukan atau diucapkan oleh subyek. Salah menyebut yang tidak terkait adalah

penggunaan kata yang benar-benar berbeda arti dengan kata yang diharapkan

sehingga tidak berhubungan dengan konteks, tidak seperti parafasia (Maldonado,

2013).

Gambaran klinis lain adalah pikiran yang tidak terorganisir, bermanifes

sebagai bicara inkoheren dan bicara ngawur atau irelevant, atau alur pikir tidak jelas

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

9

atau tidak logis. Pasien mungkin tidak mampu membuat keputusan yang tepat, atau

melakukan tugas sederhana. Penilaian dan pikirannya buruk dan dapat pula timbul

delusi pada sekitar 30% kasus, terutama dengan sifat paranoid atau persekutor

(Popeo, 2011).

Gangguan persepsi juga dapat dideskripsikan pada subyek dengan delirium

yang meliputi ilusi dan misinterpretasi, muncul dari salah kesan terhadap stimulus

yang sebenarnya. Misalnya, pasien menjadi agitasi dan ketakutan, percaya bahwa

bayangan dalam ruangan adalah orang yang akan menyerang. Gangguan persepsi

juga dapat meliputi halusinasi, dimana sebenarnya tidak ada obyek. Halusinasi visual

merupakan yang paling sering terjadi, terutama di malam hari, dan pada sejumlah

kasus dapat terjadi di siang hari segera setelah pasien menutup mata. Isi halusinasi

cenderung sederhana, kadang hanya berupa warna, garis, atau bentuk. Namun, juga

dapat meliputi hewan yang berbahaya atau gambar aneh (Martin dan Fernandes,

2012).

Terdapat gambaran klinis lain yang sering berhubungan dengan delirium

yang tidak dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis. Salah satunya adalah gangguan

siklus tidur-bangun, bercirikan ngantuk berlebihan di siang hari dengan insomnia di

malam hari, fragmentasi, dan kurang tidur atau siklus tidur yang benar-benar

terbalik. Sejumlah studi telah menemukan potensi peran gangguan tersebut, terutama

gangguan irama sirkadian dan fragmentasi tidur sebagai faktor kontributor penting

pada sindrom sundowning. Fenomena ini ditemukan pada pasien delirium yang

bercirikan perburukan perilaku disruptif di sore atau malam hari. Sindrom ini juga

dapat disebabkan oleh kelelahan dan penurunan input sensorik di malam hari

(Mistraletti, 2008).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

10

Gangguan perilaku psikomotor adalah gambaran klinis lain pada delirium,

dengan aktivitas motorik yang meningkat atau menurun. Pada kasus pertama, pasien

dapat mengalami gelisah atau seringnya perubahan posisi yang tiba-tiba. Di sisi lain,

pasien juga dapat menunjukkan kelesuan atau letargi, mendekati kondisi stupor.

Gangguan emosi seperti cemas, ketakutan, iritabilitas, kemarahan, depresi, dan

euforia juga dapat terjadi. Gejala tersebut sering dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti kondisi medis atau bedah, karakteristik personal, gangguan psikiatrik

premorbid, atau peristiwa hidup terbaru (Boettger, 2012).

Delirium seharusnya berada dalam kategori gangguan kesadaran yang lebih

luas. Adapun beberapa penelitian menyarankan penggunan derajat untuk yang paling

berat sampai yang paling ringan: koma, kondisi vegetatif persisten, stupor, mutisme

akinetik, kondisi sadar minimal, delirium/kondisi konfusional. Taksonomi tersebut

akan menjadi satu kesatuan dengan suatu “area abu-abu” atau regio transisi yang

membatasi antara satu derajat dengan derajat lainnya. Pendekatan ini akan

memungkinkan kesatuan beratnya penyakit tersebut terkait delirium itu sendiri, yang

saat ini telah ditinggalkan pada DSM-IV (Boettger, 2013).

2.1.6 Diagnosis

Delirium sering tidak dikenali dan salah terdiagnosis oleh profesional medis.

Sekitar sepertiga sampai dua pertiga kasus delirium tidak terdiagnosis. Studi terbaru

di bagian gawat darurat menyimpulkan bahwa dokter di unit gawat darurat

melewatkan diagnosis delirium pada 76% kasus. Hal ini berhubungan dengan faktor

seperti sifat delirium yang fluktuatif, tumpang tindih dengan demensia dan depresi,

jarangnya pemeriksaan rutin terhadap kognitif secara formal di rumah sakit umum,

kurang apresiasi terhadap konsekuensi klinis, dan gagal memikirkan pentingnya

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

11

diagnosis tersebut. Empat faktor risiko independen untuk tidak dikenalinya delirium

oleh perawat: delirium hipoaktif, usia sangat tua, gangguan penglihatan, dan

demensia (Han, 2010).

Perlu dipikirkan tentang onset akut delirium dan perjalanannya yang

fluktuatif. Penting untuk memastikan tingkat fungsi kognitif dasar pasien serta

perjalanan perubahan kognitifnya. Dengan cara ini, diagnosis lebih mudah dibuat

jika sebelumnya terdapat pemeriksaan kemampuan kognitif. Dalam anamnesis,

penting untuk mencari informasi dari anggota keluarga/caregiver, dan/atau staf

medis dan perawat. Selanjutnya, pasien harus diperiksa lebih dari satu kali sehari di

siang hari unruk mendeteksi kemungkinan fluktuasi gejala ( Mittal dkk., 2011).

Adapun pemeriksaan lengkap yang perlu dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis delirium yakni diantaranya pemeriksaan neurologi,

pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale, serta pemeriksaan

fungsi kognitif dengan alat yang sudah terstandardisasi seperti abbreviated mental

test score (AMTS). Disamping itu perlu dievaluasi adanya kondisi demam dan

ketergantungan alkohol. Adapun pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk

mengevaluasi adanya penyebab dasar, yakni pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,

kalsium, urea darah, test fungsi hati dan tiroid, kadar gula darah, foto polos dada,

elektrokardiografi, kultur darah, serta urinalisis ( Mittal dkk., 2011).

Penurunan perhatian adalah ciri penting lain pada delirium. Pemeriksaan

kognitif harus meliputi alat skrining kognitif global (misalnya: Mini Mental State

Examination,MMSE) serta pemeriksaan perhatian. Terdapat instrumen skrining yang

dapat mendeteksi penurunan perhatian secara cepat dan cukup sering digunakan

yaitu Digit Span Test dan Trail Making Test. Dalam konteks ini, penting pula untuk

mengingat bahwa perubahan gairah dapat mempengaruhi kinerja uji perhatian seperti

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

12

kondisi lainnya, misalnya kelelahan. Bahkan, berdasarkan beratnya delirium, tugas

kognitif dapat dipengaruhi secara proporsional oleh perhatian yang dibutuhkan pada

tugas tersebut (Grover., 2012).

Berdasarkan pedoman internasional terbaru (NICE 2010), semua orang tua

yang dirawat di rumah sakit atau tempat perawatan jangka panjang harus diskrining

untuk mencari tahu faktor risiko terjadinya delirium dan gangguan kognitif

menggunakan uji kognitif singkat (misalnya MMSE). Jika teridentifikasi perubahan

baru atau fluktuasi pada fungsi kognitif, persepsi, fungsi fisik, atau perilaku sosial

pada mereka yang berisiko, pemeriksaan klinis harus dilakukan berdasarkan kriteria

DSM-IV atau Confusion Assesment Method (CAM) untuk menegakkan diagnosis.

Evaluasi ini harus dikerjakan oleh profesional medis yang terlatih baik (Grover,

2012).

Confusion Assesment Method merupakan instrumen skrining delirium yang

banyak digunakan berdasarkan kriteria DSM-III-R. CAM dapat digunakan dengan

mudah pada kondisi klinis rutin oleh staf medis nonpsikiatrik atau staf perawat

dengan latihan sebelumnya. Versi singkatnya meliputi algoritme diagnostik,

berdasarkan empat ciri kardinal delirium yakni (1) onset akut dan perjalanan

fluktuatif; (2) penurunan perhatian; (3) pikiran tak terorganisir; dan (4) perubahan

tingkat kesadaran. Diagnosis delirium berdasarkan CAM membutuhkan ciri 1, 2,

disertai 3 atau 4 (Vietarra DW., 2012). Pada ruang rawat kritis (Intensive Care Unit,

ICU) atau ruang pemulihan pasca bedah, terutama pada pasien yang tidak dapat

berkomunikasi secara verbal, CAM-ICU (adaptasi dari CAM) harus digunakan. Studi

review terbaru menguatkan rekomendasi ini untuk mendukung penggunaan CAM

sebagai instrumen diagnostik (Adamis, 2010; Grover, 2012).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

13

Identifikasi penyebab dasar penting untuk diagnosis delirium. Karena itu,

pemeriksaan fisik dan neurologis sangat penting, membantu menyingkirkan penyakit

infeksi, metabolik, endokrin, kardiovaskuler, dan penyakit serebrovaskuler.

Pemeriksaan fisik harus mencakup evaluasi tanda vital dengan saturasi oksigen.

Pemeriksaan umum harus difokuskan pada fungsi jantung dan paru. Di luar itu,

pemeriksaan neurologis harus memasukkan status mental dan temuan fokal.

Pendekatan diagnostik harus mencakup tes berikut seperti darah lengkap, kadar

ureum darah, kreatinin serum, elektrolit, gula darah, C-reactive protein (CRP), fungsi

hati, dan fungsi tiroid. Penting pula untuk mengidentifikasi penggunaan obat dan

senyawa lain misalnya alkohol atau benzodiazepin, yang dapat berkontribusi pada

penyakit ini (Mittal dkk, 2011).

Tidak ada pemeriksaan laboratorium, pencitraan otak atau tes lain yang lebih

akurat dibanding pemeriksaan klinis. Namun, mereka dapat berguna untuk

mengidentifikasi kemungkinan penyebab delirium dan faktor kontributor yang dapat

dikoreksi. Pada sejumlah kondisi, pencitraan otak dan elektroensefalografi (EEG)

bermanfaat, jika terdapat bukti kuat adanya penyebab intrakranial, berdasarkan

pemeriksaan klinis (misalnya perubahan status mental setelah terjadi benturan pada

kepala) atau jika tanda neurologis fokal atau aktivitas kejang terdeteksi saat

dilakukan pemeriksaan fisik (Choi, 2012)

2.2 Peranan Neuroinflamasi pada Delirium

2.2.1 Kondisi Klinis dengan Reaksi Inflamasi Sistemik yang Mencetuskan

terjadinya Delirium

Inflamasi sistemik sering merupakan gambaran yang nyata dari beberapa

kondisi medis dan bedah yang berhubungan dengan delirium, terutama ketika proses

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

14

ini melibatkan kerusakan jaringan dan atau infeksi. Oleh karena itu, delirium

merupakan manifestasi yang paling sering dari disfungsi multiorganik. Misalnya

pada kondisi sepsis, yang merupakan gambaran klinis dari infeksi saluran kemih atau

pneumonia (khususnya pada pasien lansia yang mengalami dementia) (Siami dkk.,

2008) atau merupakan komplikasi dari pembedahan mayor (O’Keeffe, Chonchubair,

1994).

Infeksi perifer mengaktivasi kaskade inflamasi yang diikuti pengenalan

komponen spesifik dari mikroorganisme, misalnya lipopolisakarida (LPS) dari

bakteri gram negatif, oleh fagosit dalam sirkulasi (Sheng dkk., 2003). Banyak sekali

faktor-faktor, misalnya kerusakan jaringan, kehilangan darah, nyeri dan anestesi

dapat mempengaruhi fungsi dari sel imunokompeten dan menghasilkan mediator

inflamasi. Bahkan pada kondisi yang steril, inflamasi dapat dipicu oleh kerusakan

jaringan dengan pelepasan ligan endogen, termasuk heat shock protein, hialuronan,

β-defensin dan kristal asam urat. Sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh makrofag

dan monosit, termasuk tumor necrosis alpha (TNF-α) dan IL-1 akan merangsang

ekspresi dari beberapa mediator yang berfungsi untuk menghasilkan sel inflamasi

lainnya yang akan merusak jaringan. Oleh karena itu, pada awalnya terjadi respon

imun lokal kemudian akan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga respon sistemik

akan meningkatkan kadar sitokin dalam sirkulasi. Pada pembedahan jantung,

cardiopulmonal bypass tampaknya merupakan faktor risiko utama yang

mengaktivasi komplemen dan mensekresikan sitokin proinflamasi yang berkontribusi

terhadap disfungsi multiorgan postoperasi. Peningkatan kadar mediator inflamasi

juga berhubungan dengan disfungsi organ postoperasi pada pembedahan nonkardiak

(Groeneveld dkk.,1997).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

15

Pada banyak kondisi medis dan bedah, dimana delirium paling banyak

terjadi, pelepasan dan produksi mediator proinflamasi ke dalam sirkulasi merupakan

bagian dari proses patofisiologi. Bukti nyata yang secara langsung membuktikan

keterlibatan inflamasi sistemik dalam hal terjadinya delirium berasal dari beberapa

penelitian yang menyatakan bahwa kadar CRP, IL-6, IL-8 dan TNF-α tinggi pada

pasien yang mengalami delirium postoperasi dibandingkan dengan yang tidak

mengalami delirium (Van Munster dkk., 2008).

2.2.2 Efek Inflamasi Sistemik Akut terhadap Otak

2.2.2.1 Dari Proses Inflamasi Sistemik menjadi Neuroinflamasi

Saat ini sudah terbukti bahwa sel SSP bereaksi terhadap adanya sinyal imun

perifer, yang menyebabkan terjadinya produksi dari sitokin dan mediator inflamasi

lainnya di otak, kemudian terjadi proliferasi sel dan aktivasi hypothalamus-pituitary-

adrenal axis melalui interaksi sistem yang kompleks. Respon imun alamiah ini

merupakan mekasime adaptasi yang penting karena mengatur respon sentral untuk

melawan infeksi akut. Beberapa mekanisme yang terlibat dalam respon ini adalah

(Hopkins, 2007):

1. Pengenalan langsung terhadap sinyal patogen atau mediator inflamasi pada

daerah-daerah dimana sawar darah otak terganggu atau tidak ada.

2. Sistem transport sitokin pada sawar darah otak yang bergantung pada energi

(energy-dependent) atau diproduksinya second messenger aktif di dalam sawar

darah otak.

3. Pengenalan aktivasi respon umun perifer oleh sel saraf sensoris yang membawa

informasi ke otak melalui sistem saraf otonom.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

16

2.2.2.2 Kerusakan Sawar Darah Otak

Penelitian-penelitian pada binatang menunjukkan bahwa rangsangan

inflamasi perifer berhubungan dengan perubahan fungsi dan molekuler sawar darah

otak. Peningkatan permeabilitas sawar darah otak dan perubahan ekspresi protein

tight-junctional dilaporkan pada tiga model inflamasi yang berbeda. Injeksi LPS

merangsang kaskade inflamasi pada fase awal yang menyebabkan kerusakan sawar

darah otak, over-expresion dari molekul adhesi di sel endotel, perekrutan dan

infiltrasi dari derivat sel darah putih ke dalam jaringan otak (Nishioku, 2009).

Penelitian postmortem pada jaringan otak manusia juga menunjukkan hubungan

antara inflamsi sistemik dengan aktivasi sel sel endotel dan sel perivaskular.

Walaupun konfirmasi neuropatologi dari kerusakan sawar darah otak pada manusia

sangat sulit untuk dibuktikan, namun peningkatan kadar S100B dapat

dipertimbangkan sebagai bukti terjadinya peningkatan permeabilitas sawar darah

otak (Munster dkk, 2010). Oleh karena itu, beberapa kondisi yang berhubungan

dengan inflamasi sistemik akut (misalnya syok sepsis dan pembedahan jantung)

mungkin berhubungan dengan disfungsi sawar darah otak. Demikian juga, kerusakan

sawar darah otak selama episode delirium dapat disimpulkan dari penelitian yang

menunjukkan peningkatan kadar S100B serum pada pasien lansia yang menderita

penyakit medis. Begitu pula delirium yang terjadi pada fase awal syok sepsis,

berhubungan dengan leucoencephalopathy pada otak. Hal inilah yang diperkirakan

sebagai penyebab terjadinya kerusakan sawar darah otak. Sebagai tambahan, faktor

lain yang mempengaruhi struktur dan fungsi dari sawar darah otak adalah hipoksia,

iskemik dan nyeri (Gambar 3) (Sharshar dkk., 2007).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

17

2.2.2.3 Respon Sistem Saraf Pusat yang Diperantarai oleh Molekul-molekul dalam

Sirkulasi Sistemik

Pada SSP, bermacam-macam molekul, seperti LPS dapat berinteraksi secara

langsung dengan reseptor yang terdapat dalam sel endotel dan sel parenkim otak. Sel

mikroglia merupakan sel yaang paling bisa mendeteksi perubahan pada lingkungan

SSP melalui banyak resptor inti dan reseptor permukaan. Oleh karena itu, pada SSP

tikus, sel yang terletak pada pembuluh darah besar dan mikroglia mengekspersikan

Toll-like Recptor 4 (TLR4; reseptor dari LPS). Aktivasi TLR4 merupakan kunci

utama dalam respon inflamasi SSP terhadap LPS perifer. Ada juga bukti yang

menyatakan bahwa mediator lainya juga berpengaruh terhadap komunikasi antara sel

perifer dengan otak, termasuk TNF-α dan protein chemoattractant monosit. Sekali

teraktivasi, mikroglia mengalami perubahan morfologi dan bersamaan dengan itu,

mikroglia mengekspresikan beberapa molekul seperti MHC klas I, CD45, CD4,

ICAM-1, VLA-4, LFA-4 dan Fas. Setelah terstimulasi, beberapa mikroglia

mengekspersikan MHC klas II dan molekul B7. Perubahan ini bergabung dengan

produksi dari sitokin proinflamasi oleh mikroglia (TGF-B1, IL-1B, TNFa, IGF-1),

spesies oksigen reaktif (Reactive Oksigen Species, ROS) dan ekspansi dari populasi

mikroglia melalui proliferasi dari sel dan perekrutan dari sekitarnya atau melalui

darah (Block dkk., 2007).

Pengenalan awal rangsangan inflamasi di sawar darah otak diikuti oleh

aktivasi kaskade inflamasi yang mengakibatkan pergerakan sel-sel berdekatan dan

unit struktural neurovaskular. Sel endotel, astrosit, mikroglia, sel periset dan lamina

basal berinterkasi melalui perantaraan mediator inflamasi, termasuk sitokin, kemokin

dan metaloproteinase. Astrosit merupakan sel yang paling penting dalam

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

18

mengantarkan sinyal di dalam unit neurovaskular kepada bagian otak lainnya dengan

menggunakan kontrol multimodal dari transmisi sinaptik, eksitabilitas sel saraf dan

aliran darah otak (Block dkk., 2007).

Gambar 3. Pengenalan dan propagasi dari rangsangan imun perifer pada SSP.

Interakasi awal dari mediator inflamasi (sitokin proinflamasi dan LPS) dengan

unit neurovaskular terjadi melalui beberapa reseptor dan berkaitan dengan

peningkatan permeabilitas sawar darah otak (Cerejeira dkk, 2010).

2.2.2.4 Inflamasi Sistemik Akut dan Disfungsi Neurokognisi

Hasil akhir dari inflamasi sistemik tidak hanya berhubungan dengan delirium

tetapi juga dengan banyak gejala neuropsikiatri. Pada manusia yang sehat, studi

eksperimental dengan menggunakan endotoksin bakteri ternyata berefek terhadap

fungsi kognisi, status emosional dan pola tidur. Sitokin dalam sirkulasi mengalami

peningkatan setelah pemberian dosis sangat rendah dari LPS (0.2 ng/KgBB) dan

perubahan ini mempunyai pengaruh negatif terhadap memori (Qin., 2007). Yang

terbaru adalah sebuah penelitian menggunakan magneting resonance imaging (MRI)

yang mendokumentasikan tentang injeksi LPS pada manusia sehat ternyata

menyebabkan reaksi inflamasi sistemik yang menetap dan retardasi psikomotor. Hal

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

19

ini berhubungan dengan peningkatan aktivitas substansia nigra (SN) kiri (Brydon,

2008).

Perubahan fungsi kognitif yang terjadi setalah inflamasi sistemik yang akut

diperkirakan sebagai akibat dari interaksi selular dan molekular yang sinergis pada

bagian-bagian otak yang berbeda dan terutama pada hipokampus. Sitokin

proinflamatory IL-1 telah lama dikenal sebagai perusak hipokampus dan mempunyai

peranan penting pada proses neurofisiologis dari konsolidasi memori, dan modulasi

plastisitas sinaptik. IL-6 juga mempengaruhi disfungsi hipokampus. Sebaliknya, IL-

10 tampaknya mengimbangi efek IL-1 dan IL-6, dengan cara menghambat pengaruh

inflamasi sistemik terhadap perubahan kognisi dan perilaku. Demikian juga,

penurunan ekspresi hipokampal brain-derived growth factor (BDNF) dan

peningkatan stres oksidatif karena disfungsi mitokondria juga berpengaruh pada

defisit kemampuan belajar dan memori yang berhubungan dengan neuroinflamasi.

Hal ini memberi kesan bahwa reaksi kombinasi otak untuk menghasilkan ROS,

sitokin proinflamasi, metaloproteinase, Nitrit Oksida (NO) dan kemokin

menyebabkan perubahan fungsional pada sel saraf, kemudian mempengaruhi

beberapa proses misalnya: plastisitas sinaptik, potensiasi jangka panjang, dan dapat

mengganggu memori dan proses belajar.

Ada bukti bahwa aktivasi mikroglia dan astrosit oleh sistem imun perifer

dapat mengakibatkan ketidak seimbangan Bax/Bcl-2 dan mempengaruhi sel

intraparenkim otak. Pada kasus yang fatal, misalnya syok sepsis, Sharsat dkk

melaporkan bahwa terjadi apoptosis sel glial dan sel saraf dalam pusat otonomik di

otak manusia. Lee dkk menduga bahwa aktivasi amyloidegenesis berhubungan

dengan neuroinflamasi, dimana hal ini merupakan mekanisme utama yang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

20

mengakibatkan apoptosis dan kematian sel saraf serta disfungsi neurokognisi.

Rangkaian proses ini terjadi dalam sistem saraf pusat setelah adanya stimulasi

sistem imun perifer. Oleh karena itu, sekali terjadi paparan LPS atau TNF-α dapat

menimbulkan kehilangan saraf dopaminergik yang signifikan dalam SN, sekitar 27%

dalam tujuh bulan pertama dan bertambah berat (47%) dalam sepuluh bulan setelah

paparan pertama.

Secara keseluruhan, data-data ini menunjukkan bahwa paparan akut terhadap

inflamasi sistemik menyebabkan sindrom klinis neurokognisi yang dapat disamakan

dengan delirium. Hal ini disebabkan oleh reaksi neuroinflamasi yang mempengaruhi

fungsi sel saraf dan sinaptik. Sintesis asetilkolin sangat sensitif terhadap perubahan

homeostasis otak, dimana proses neuroinflamasi menimbulkan defisit kolinergik

yang berkaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmiter lainnya, misalnya

dopamin, serotonin dan norephineprin. Ilmu pengetahuan saat ini tidak dapat

menjelaskan secara lengkap mekanisme yang pasti tentang apakah perubahan

struktural, fungsional dan neurokimiawi menimbulkan gejala kognisi, perilaku dan

emosional. Data dari bagian anestesi menggambarkan bahwa beberapa gejala utama

delirium melibatkan perubahan aspek dinamik dari aktivitas sel saraf, kemudian

mempengaruhi kemampuan otak untuk mengintegrasikan informasi melalui

diskoneksi fungsional dari struktur-struktur anatomi yang berbeda. Demikian juga,

perbedaan gambaran klinis mungkin timbul karena gangguan pada bagian otak yang

berbeda, yang dikenal sebagai pusat kesadaran, perhatian dan kewaspadaan.

Kemudian, mekanisme neuroinflamasi ini juga mungkin terlibat dalam beberapa

gejala spesifik delirium (Qin dkk., 2007).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

21

2.3 Peranan Proses Penuaan pada Delirium

Proses penuaan yang disertai perubahan fisiologis pada penuaan merupakan

faktor risiko terjadinya delirium. Proses penuaan berhubungan perubahan pada otak

misalnya pengaturaran neurotransmiter yang berkaitan dengan stress metabolik,

penurunan aliran darah otak , penurunan densitas vaskuler, kehilangan sel saraf

(terutama pada locus cereleus dan substantia nigra) dan penurunan transduksi

intraseluler. Proses-proses ini yang menjelaskan mengapa proses penuaan berkaitan

dengan beberapa gangguan defisist kognitif dan peningkatan risiko dementia.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan resiprokal antara delirium dan

penurunan fungsi kognitif. Dementia merupakan faktor risiko utama delirium pada

pasien-pasien usia lanjut dan kelanjutan proses delirium itu sendiri tampaknya

meningkatkan risiko penurunan fungsi kognisi, termasuk dementia.

Penuaan itu sendiri menunjukkan peningkatan jumlah mediator inflamasi di

dalam sirkulasi yang menunjukkan bahwa proses neurodegenerasi kronik yang

disebakan oleh respon inflamasi mengaktivasi sel mikroglia SSP. Sel mikroglia ini

menghasilkan respon inflamasi yang berlebihan terhadap perubahan imunologi.

Perubahan pada sistem imun yang berkaitan dengan penuaan (immunosenescence)

menyebabkan peningkatan sekresi sitokin oleh jaringan adiposit. Hal ini merupakan

penyebab utama inflamasi kronik, yang lebih dikenal sebagai “inflammaging”.

Proses inflamasi ini mungkin berkontribusi terhadap progresifitas penyakit melalui

produksi mediator inflamasi. Proses penuaan berhubungan dengan peningkatan nilai

baseline dua sampai empat kali mediator inflamasi termasuk sitokin dan protein fase

akut. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap delirium pada pasien usia lanjut

adalah lower cognitive reserves, kapasitas metabolik yang rendah, peningkatan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

22

sensitivitas terhadap obat-obatan dan rendahnya threshold terhadap efek obat-obat

antikoloinergik.

Beberapa mekanisme utama yang berhubungan dengan peningkatan risiko

terjadinya delirium pada usai lanjut:

1. Kehilanagn sel saraf terutama pada lokus coereleus dan substantia nigra.

2. Perubahan pada berbagai sistem neurotransmitter.

3. Penurunan intergritas white matter yang berhubungan dengan usia.

4. Penurunan aliran darah otak, terutama pada gyrus cingulate anterior, basal

ganglia bilateral, bagian prefrontal kiri, bagian frontal lateral kiri dan bagian

temporal superior kiri, dan korteks insular.

5. Penurunan metabolisme oksigen pada otak.

6. Berkurangnya suplai oksigen (misalnya hipoksia).

7. Berkurangnya metabolism oksidatif otak.

2.4 Biomarker Delirium

Untuk meningkatkan diagnosis dan perawatan delirium, beberapa

biomarker telah diteliti sebagai alat penunjang untuk stratifikasi, diagnosis,

monitoring dan prognosis delirium. Penelitian-penelitian telah direview dan tidak

ditemukan evidence yang menyokong kegunaan klinis dari biomarker delirium,

walaupun beberapa biomarker seperti S100B, insulin-like growth factor (IGF)-1 dan

beberapa marker inflamasi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk

dievaluasi pada penelitian-penelitian berikutnya. Untuk meningkatkan diagnosis dan

perawatan, para peneliti telah mengidentifikasi beberapa biomarker yang mungkin

membantu dalam diagnosi, severitas, perkembangan terapi terbaru, monitoring

respon terapi dan hasil akhir dari delirium yang telah membaik (Khan dkk., 2011).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

23

Patofisiologi delirium belum bisa dijelaskan dengan pasti dan mungkin

menunjukkan respon otak terhadap stres lokal atau sistemik yang melibatkan

interaksi jalur biologi sentral dan perifer yang menimbulkan gejala klinis delirium.

Ada dua hipotesis utama untuk menjelaskan mekanisme terjadinya delirium, yaitu:

teori neurotransmiter dan teori inflamasi. Teori neurotransmiter menggambarkan

kelebihan atau kekurangan beberapa neurotransmiter mengakibatkan timbulnya

gejala yang berhubungan dengan delirium. Seperti yang sudah dikemukan bahwa

delirium merupakan akibat dari interaksi yang kompleks antara berbagai faktor

presiposisi dan faktor presipitasi. Interaksi ini mengakibatkan ketidakseimbangan

neurotransmiter yang mengakibatkan terjadinya delirium, dimana terjadi pelepasan

dopamin yang berlebihan, defisiensi sintesis asetilkolin dan tinggi atau rendahnya

kadar serotonin dan gamma-amino-butiric-acid (GABA) (Cerejeira, 2012).

Teori inflamasi menekankan pada peran dari sitokin sebagai respon terhadap

adanya stressor pada delirium, termasuk diantaranya IL-1, IL-6, interferon danTNF-

α. Teori ini menggambarkan kesamaan gangguan berikut yang disebabkan oleh

pelepasan sitokin dan delirium. Berdasarkan penelitian pada binatang, kedua teori ini

tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling mempengaruhi satu sama lain dalam

menjelaskan terjadinya delirium. Beberapa biomarker telah dihubungkan dengan

risiko terjadinya delirium, menilai aktivitas penyakit dan juga dihubungkan dengan

derajat severitas delirium itu sendiri. Genetik marker seperti Apolipoprotein (Apo)-E,

marker inflamasi (IL-6, IL-8, Kortisol, CRP) dan IGF-1 telah dihubungkan dengan

risiko terjadinya delirium pada pasien usia lanjut. Alel Apo-E merupakan faktor

risiko terjadinya delirium dan durasi delirium yang lebih lama. Tingginya kadar IL-8,

kortisol dan CRP mungkin dapat memprediksi terjdanya delirium bersamaan dengan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

24

rendahnya kadar IGF-1. Dalam hal diagnosis dan penilaian aktivitas penyakit, serum

aktifitas antikolinergik (SAA), mediator inflamasi (IL-6 dan IL-8) dan IGF-1 juga

berkorelasi sangat kuat dengan delirium (Cerejeira dkk, 2012). Sedangkan kadar

S100B dan neuro-specific enolase (NSE) berhubungan dengan derajat severitas

delirium, dimana S100B merupakan faktor yang paling konsisten berhubungan

dengan delirim setelah dilakukan adjustmen terhadap beberapa variabel perancu (Aly

dkk., 2014).

Biomarker memegang peranan penting dalam menjelaskan patofisologi

delirium. Diagnosis, prognosis dan pengaruh jangka panjang dari delirium.

Biomarker dapat sangat berguna untuk perkembangan terapi delirium dan secara

tidak langsung bermanfaat untuk menilai severitas delirium. Secara umum biomarker

dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu biomarker yang berhubungan

dengan risiko terjadinya delirium dan biomarker yang menggambarkan delirium itu

sendiri, dalam hal ini diagnosis, severitas dan lama delirium terjadi (Khan dkk.,

2011).

Keadaan tumpang tindih ditemukan antara marker inflamasi pada delirium

dan sistem kolinergik pasien. Asetilkolin bersifat menghambat pelepasan sitokin

proinflamasi IL-6 sehingga mengontrol inflamasi pada otak. Oleh karena itu, proses-

proses yang menyebabkan sistem kolinergik gagal dengan berkurangnya simpanan

asetilkolin mungkin akan menyebabkan kontrol yang inadekuat terhadap kaskade

inflamasi dan mempengaruhi terjadinya delirium. Delirium juga dapat dilihat sebagai

perilaku penyakit yang diakibatkan oleh sitokin. Sitokin-sitiokin ini menyebabkan

terjadinya demam, kelemahan dan letargi sehingga menyebabkan gangguan

konsentrasi, gangguan tidur dan agitasi. Sitokin ini mengurangi aktiviats kolinergik

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

25

terutama pada usia lanjut dengan penyakit neurodegenratif misalnya penyakit

Alzheimer. Siklus berulang ini terus berlangsung, regulasi yang tidak adekuat dari

inflamasi karena menurunnya aktivitas kolinergik. Regulasi yang tidak adekuat ini

menjelaskan interaksi yang kompleks anatar teori inflamasi dan teori neurtransmiter

(Cerejeira dkk., 2012).

2.4.1 S100 Calcium Binding Protein B (S100B)

S100 merupakan protein dengan berat molekul 20kDa termasuk pada

superfamili S100/calmodulin/troponin C dari protein calcium binding EF-hand. S100

diisolasi dari otak manusia dan diperkirakan sebagai protein spesifik pada sel glia.

Sampai saat ini, ada 20 monomer family S100 yang telah teridentifikasi berdasarkan

kesamaan fungsi dan struktur. Hampir semua protein S100 dalam bentuk dimer dan

diakspresikan oleh sel-sel yag khusus. Dua monomer S100 (S100A1 dan S100B)

terdapat pada sel glia sistem saraf pusat dan pada beberapa sel perifer, misalnya: sel

Schwan, sel melanosit, sel adiposit dan sel kondrosit. Disamping itu, kedua monomer

ini juga ditemukan pada beberapa penyakit keganasan seperti melanoma, glioma,

karsinoma tiroid dan renal cell carcinoma (Macedo dkk., 2014). Pengukuran kadar

S100B pada serum telah menunjukkan kegunaan klinik untuk monitoring terapi dan

prognosis pasien dengan melanoma maligna. Beberapa penelitian juga menyatakan

bahwa kadar S100B serum berguna dalam manajemen pasien dengan cedera kepala,

henti jantung, pembedahan jantung dan stroke (Heizmann, 2002).

S100B merupakan biomarker yang menunjukkan injuri secara langsung pada

sel saraf, misalnya cedera kepala dan penyakit cerebrovascular. S100B menunjukkan

hal yang menjanjikan untuk menilai tingkat keparahan delirium. Astrosit melepaskan

S100B dan kadar S100B yang tinggi mungkin menunjukkan injuri tidak langsung

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

26

pada sel glia. Adanya hubungan yang kuat antara kadar S100B serum dengan

delirium setelah dilakukan adjustment terhadap variabel perancu. Pada ketiga

penelitian ini menunjukkan kadar S100B yang tinggi pada pasien yang mngalami

delirium. Salah satu penelitian melaporkan adanya korelasi antara S100B dengan

sitokin IL-6 dan IL-8 (Aly dkk., 2014).

2.4.2 Interleukin-6

Interleukin-6 merupakan glikoprotein multifungsi yang diproduksi oleh sel

normal dan sel yang mengalami transformasi, misalnya: sel T, monosit/makrofag,

fibroblast, hepatosit, sel endotel vaskular, cardiac mixoma, sel karsinoma kandung

kemih, sel mieloma, astroglioma dan glioblastoma. Produksi IL-6 pada sel-sel

tersebut diatas diatur baik secara positif maupun negatif oleh berbagai sinyal

termasuk mitogen, stimulasi antigen, LPS, IL-1, TNF, dan virus (Scheller dkk.,

2011).

Pada SSP, sel astrosit merupakan sumber utama IL-6. Walaupun IL-6

mempunyai efek yang menguntungkan karena bersifat neurotropik, overekspresi dari

IL-6 pada umumnya bersifat merusak. Hal inilah yang berhubungan dengan

patofisiologi terjadinya gangguan pada SSP. Interleukin-6 sebagai marker inflamasi

mempunyai peranan dalam terjadinya delirium. Pada beberapa penelitian, IL-6

berhubungan dengan risiko terjadinya delirium, aktifitas penyakit dan diagnosis

delirium (Adamis dkk., 2007; Van Munster dkk., 2010).

2.5 Instrumen Diagnosis Delirium

Sebelum adanya revisi Diagnostic and Statistical Manual (DSM) III,

beberapa instrumen diagnsotik delirium masih belum terstandarisasi. Oleh karena itu,

sebelum tahun 1980, ada banyak istilah (gagal otak akut, acute confusional state,

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

27

sindrom organik akut, psikosis postoperasi, insufisiensi serebral, ensefalopati, dll)

yang digunakan dalam literatur untuk mengambarkan delirium. Kemudian dalam

beberapa tahun ini, ada beberapa instrumen yang telah dipakai untuk skrining,

diagnosis dan menilai derajat severitas delirium. Diantara berbagai instrumen

skrining delirium, NEECHAM confusion scale dan Delirium Observation Scale

merupakan yang paling cocok dipakai pada pasien-pasien di bangsal perawatan

bedah dan medik. Secara umum, instrumen-instrumen yang dipakai untuk

mendiagnosis delirium (seperti CAM, CAM-ICU, DRS-R-98, dan MDAS) selalu

mengacu pada kriteria DSM. Instrumen-intrumen tersebut mempunyai nilai

reliabilitas dan validitas yang baik. Diantara bermacam-macam instrumen delirium

ini, CAM merupakan yang paling sering digunakan sebagai instrumen diagnosis

karena akurasi, ringkas, dan mudah digunakan para klinisi (Grover dan Kate, 2012;

Adamis dkk, 2010).

Tabel 1. Beberapa Instrumen Klinis untuk Diagnosis Delirium (Grover dan

Kate, 2012).

Cutoff DRS

≥ 10

DRS-98-R

≥ 12

MDAS

≥ 13

MMSE

< 24

Sensitivitas 95% 80% 68% 96%

Spesifitas 61% 76% 94% 38%

Negatif PA 89% 69% 63% 88%

Positif PA 80% 85% 95% 72%

2.5.1 Confusion Assesment Method (CAM)

Confusion Assesment Method merupakan alat diagnostik utama untuk

delirium yang banyak digunakan berdasarkan kriteria DSM-III-R dan diskusi panel

ahli. Versi singkatnya meliputi algoritme diagnostik, berdasarkan empat ciri kardinal

delirium yakni (1) onset akut dan perjalanan fluktuatif; (2) penurunan perhatian; (3)

pikiran tak terorganisir; dan (4) perubahan tingkat kesadaran. Diagnosis delirium

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

28

berdasarkan CAM membutuhkan ciri 1, 2, disertai 3 atau 4. Kelima butir lainnya

yang tidak tercakup dalam algoritma CAM, dianggap tidak memiliki kontribusi

apappun bagi spesivitas dan sensitivitas diagnostik. Kelima gambaran tersebut,

ketika ditambahkan sendiri atau dalam kombinasi yang bervariasi, tidak

meningkatkan sensitivitas, spesivitas atau rasio probabilitas. Keberadaan gambaran

satu dan dua serta salah satu dari butir tiga atau empat dalam algoritma CAM

memberikan kontribusi terbaik dari seluruh kombinasi yang dinilai. Butir satu dan

dua diidentifikasi sebagai gejala terpenting delirium dalam DSM III-R, sedangkan

gambaran tiga dan empat didukung oleh opini ahli dan praktek klinis dengan

pertimbangan bahwa dalam kondisi kesadaran yang menurun, pikiran yang tidak

tertata seringkali tidak dapat diperkirakan atau diketahui (Vietara, 2012).

Confusion Assesment Method memiliki sensitivitas (antara 77%-100%)

(Hesterman dkk, 2009) (Vresswijk dkk., 2009) dan spesifitas yang baik (antara 84%-

99%) (Laurila dkk., 2002) (Gonzales dkk., 2004). CAM juga memiliki nilai

predictive value yang tinggi (antara 97%-100%) ketika digunakan di unit gawat

darurat (Monette dkk., 2001).

Confusion Assesment Method dapat digunakan dengan mudah pada kondisi

klinis rutin oleh staf medis nonpsikiatrik atau staf perawat dengan latihan

sebelumnya. Pada ruang rawat kritis atau ruang pemulihan pasca bedah, terutama

pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal, CAM-IC (adaptasi dari

CAM) harus digunakan. Studi review terbaru menguatkan rekomendasi ini, mensitasi

bukti untuk mendukung penggunaan CAM sebagai instrumen diagnostik (Vietara,

2012).

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

29

2.5.2 Memorial Delirium Assesment Scale (MDAS)

Memorial Delirium Assesment Scale merupakan instrumen yang dipakai oleh

dokter untuk menilai tingkat keparahan delirium pada pasien-pasien yang menderita

penyakit medis. MDAS terdiri dari sepuluh item, dimana masing-masing item

memiliki nilai nol sampai tiga berdasarkan interaksi dengan pasien atau perilaku

pasien atau kejadian beberapa jam yang lalu. Sepuluh item pada MDAS

menggambarkan kriteria diagnostik delirium pada DSM IV.

Setiap item menilai gangguan kesadaran dan tingkat kesadaran, seperti pada

beberapa area dari fungsi kognisi (memori, perhatian, orientasi, dan gangguan

berpikir) dan aktivitas psikomotor. Item-item ini dihubungkan dengan gambaran

severitas atau intensitas dari gejala, dan telah ditinjau oleh dokter yang

berpengalaman untuk memastikan kemudahan pelaksanaan dan ketepatan penilaian.

MDAS hanya membutuhkan waktu ± 10 menit untuk dilakukan, observasi perilaku

dan tes pengenalan obyek. Ketika salah satu item tidak bisa dikerjakan, skor tetap

bisa dibagi rata dari item-item yaang bisa dikerjakan. MDAS dibuat dengan maksud

bahwa MDAS dapat dikerjakan beberapa kali pada hari yang sama, untuk menilai

secara objektif perubahan severitas delirium sebagai respon terhadap intervensi

klinis. Total skor MDAS secara signifikan dapat membedakan pasien delirium

dengan pasien-pasien yang mengalami gangguan kognisi lainnya atau mereka yang

tidak mengalami gangguan kognisi. MDAS dapat dipakai juga untuk mengdiagnosis

delirium dimana cutoff skornya adalah 13 (Breitbart dkk., 1997).

Validasi MDAS telah dilakukan oleh dua penelitian terpisah , dimana kedua

penelitian ini dikerjakan di Memorial Sloan King-Kettering Cancer Center antara

tahun 1992 sampai dengan tahun 1995. Penelitian yang pertama meneliti tentang

reliabilitass dan validasi diskriman dari MDAS dan penelitian kedua menilai

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Delirium 2.1.1 Definisi II.pdf · neurologis primer (misalnya stroke akut), operasi, obat ... ditemukan pada penurunan kesadaran. Faktanya, perhatian dapat

30

validitas dari MDAS. MDAS memiliki nilai interreliabilitas (0,92) dan konsistensi

internal yang tinggi (koefisien a = 0,91). MDAS juga menunjukkan korelasi yang

kuat dengan DRS (r = 0,88, p < 0,0001), MMSE (r = 0,91, P < 0,0001) dan Clinian’s

Global Ratings of Delirium Severity (r = 0,89, P < 0,0001) (Grover dan Kate, 2012).