bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep balita
TRANSCRIPT
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Balita
2.1.1 Definisi Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun
atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun
(Muaris.H, 2006). Anak balita sering menunjukan perilaku yang aktif,
dinamis, antusias, dan hampir seluruh hidupnya disertai oleh rasa ingin
tahu terhadap apa yang di dengar atau dilihatnya (Utami 2014). Usia
anak balita merupakan usia anak yang masih sangat bergantung dengan
orang tuanya. Sifat yang dimiliki oleh anak balita adalah konsumsi
aktif. Konsumsi aktif artinya anak mulai bisa memiliki makanan yang
disukainya, warna yang disukainya (Khalimatus Sa’diya, 2016).
Masa anak balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di
periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan
masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu
sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo. B. dan
Anggraeni. DY, 2010).
Usia anak balita adalah usia emas dimana pada masa ini perkembangan
fisik dan psikologinya sangat pesat maka dari itu harus mempunyai
nutrisi yang baik dan seimbang (Proverawati, 2009). Penyakit yang
sering terjadi pada anak usia balita adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut), panas, pneumonia hingga Diare (Ditjen PPM & PL
2012).
2.1.2 Kebutuhan Dasar Balita
Perkembangan optimal sangat dipengaruhi oleh peranan lingkungan
dan interaksi antara anak dan orang tua atau orang dewasa lainnya.
11
Faktor lingkungan akan memberikan segala macam kebutuhan yang
merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh
dan berkembang (Narendra, 2010).
Menurut Narendra (2010) kebutuhan dasar balita untuk tumbuh dan
berkembang, digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, antara lain :
a. Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Kebutuhan ini menyangkut asupan gizi balita selama dalam
kandungan dan sesudahnya, kebutuhan akan tempat tinggal,
pakaian yang layak dan aman, perawatan kesehatan dini berupa
imunisasi, deteksi dan intervensi dini akan timbulnya penyakit dan
sanitasi lingkungan.
b. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (ASIH)
Kebutuhan ini meliputi pentingnya menimbulkan rasa aman
dengan kontak fisik dan psikis sedini mungkin dengan ibu.
Kebutuhan anak akan kasih sayang, perhatian, dihargai, pujian,
tanggung jawab untuk kemandirian sangatlah penting diberikan,
dengan tidak mengutamakan hukuman dan kemarahan.
c. Kebutuhan akan stimulasi mental dini (ASAH)
Ini merupakan cikal bakal proses pembelajaran, pendidikan, dan
pelatihan yang diberikan sedini mungkin, sehingga akan terwujud
etika, kepribadian yang mantap, arif, dengan kecerdasan,
ketrampilan dan produktivitas yang baik.
2.1.3 Faktor Risiko Kejadian diare Pada Balita
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya diare
yaitu status kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih,
jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah)
dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam keluarga dan
personal hygiene. Sedangkan secara klinis penyebab diare dapat
dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang
meliputi infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi,
keracunan (keracunan bahan-bahan kimia, keracunan oleh racun
yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan, buah-
buahan, sayur-sayuran dan lain-lain), imunisasi, defisiensi dan
12
sebab-sebab lainnya (Kemenkes, 2010).
Faktor perilaku juga mempengaruhi kejadian diare, misalnya
perilaku tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum makan,
tidak memasak air yang akan diminum sampai mendidih, Serta
makanan yang sudah lewat masa pakainya (kadarluarsa) dan
terkontaminasi parasit (Widjaja, 2012).
Nototamodjo (2018) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku (dalam menjaga kesehatan agar terhindar
dari diare) adalah :
a. Faktor predisposisi yaitu faktor pencetus timbulnya perilaku
meliputi pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan,
keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan dengan
individu untuk berperilaku
b. Faktor pendukung yaitu faktor yang mendukung timbulnya
perilaku sehingga motivasi atau pikiran menjadi nyata
meliputi lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di
dalam masyarakat
c. Faktor pendorong yaitu faktor yang merupakan sumber
pembentukkan perilaku yang berasal dari orang lain seperti
dukungan keluarga atau orang tua, guru, atau petugas
kesehatan.
2.1.4 Faktor Resiko Sikap Ibu Dengan Balita Penderita Diare
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi yang bersifat emosional (Notoatmodjo, 2018).
Ibu yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak
mendukung praktik ibu dalam penatalaksanaan diare. Sikap adalah
merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
13
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terhdap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Kemenkes, 2011).
Sikap terdiri dari sikap positif dan negatif. Sikap positif akan
membawa seseorang dalam melakukan perilaku yang baik
khususnya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan sikap
negatif akan membawa seseorang dalam perilaku yang kurang baik
hingga berdampak buruk terhadap kesehatan (Nasikin, 2011).
Seharusnya sikap yang baik mendorong seseorang untuk menjauhi
perilaku yang negatif yaitu masih menggunaan air sungai, ini
berarti sikap yang ada belum sampai pada tahap melakukan
tindakan yang baik pula. Masih besarnya kecenderungan responden
menggunakan air sungai dapat menjadi salah satu penyebab
terjadinya kesakitan atau diare (Widjaja, 2012).
Sikap berpengaruh terhadap perilaku, yaitu bahwa sikap yang di
yakini oleh seseorang menentukan apa yang akan dilakukan
olehnya. Semakin khusus sikap seseorang yang kita ukur dan
semakin khusus pula untuk kita mengidentifikasi perilaku terkait,
maka semakin besar kemungkinan kita dapat memperoleh
hubungan yang signifikan diantara keduanya (Ferry, 2012).
2.1.5 Faktor Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan Balita
Penderita Diare
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan
perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
14
menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Kondisi sehat dapat
dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat
menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di
rumah tangga oleh karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara,
dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta
diperjuangkan oleh semua pihak. Rumah tangga sehat berarti
mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan
setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit
dan lingkungan yang kurang kondusif untuk hidup sehat
(Kemenkes, 2011). Pada balita faktor risiko terjadinya diare
sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu atau pengasuh balita
karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan
sangat tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu balita
atau pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik
maka kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari
(Shintamurniwaty, 2012).
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain
tidak memberikan ASI secara penuh sampai usia 4-6 bulan,
penggunaan botol susu yang tidak steril, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau
menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar
(Kemenkes RI, 2012).
Menurut Kemenkes (2011) Indikator PHBS Tatanan Rumah
Tangga yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita
adalah sebagai berikut:
15
a. Memberi Bayi ASI Ekslusif
Menurut PP Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif. Dalam Bab I pasal 1 ayat 2 PP tersebut,
pengertian ASI Eksklusif yakni ASI yang diberikan kepada
bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain. Pemberian ASI secara mutlak, penting
dilakukan, mengingat manfaat yang akan diperoleh si bayi.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) hal ini untuk
menghindari alergi dan menjamin kesehatan bayi secara
optimal. Karena di usia ini, bayi belum memiliki enzim
pencernaan sempurna untuk mencerna makanan atau minuman
lain. Selain itu, ASI jauh lebih sempurna dibandingkan susu
formula mana pun (Kemenkes, 2011).
b. Menimbang Bayi Setiap Bulan
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau
pertumbuhan balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita
berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju
Sehat (KMS) Bagi Balita, perubahan berat badan merupakan
indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan
anak. Bila kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang
seharusnya, pertumbuhan anak terganggu dan anak berisiko
akan mengalami kekurangan gizi, sebaliknya bila kenaikan
berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan
indikasi risiko kelebihan gizi (Kemenkes, 2011).
c. Menggunakan Air Bersih
Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang
syarat- syarat dan pengawasan kualitas, air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari–hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
16
dimasak. Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum,
memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci
alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan sebagainya haruslah
bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari
penyakit (Kemenkes, 2011).
d. Mencuci Tangan dengan Air Bersih Dan Sabun
Mencuci Tangan adalah kebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman
diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare (Kemenkes, 2011).
Bakteri atau virus penyebab diare paling sering mudah masuk
melalui tangan, umumnya anak-anak tidak menyadari jika
setelah bermain tangannya kotor penuh bakteri, sehingga anak-
anak cenderung mudah terkena penyakit diare. Sebagai orang
tua wajib mengarahkan anak-anak untuk mencuci tangan
dengan sabun terutama sebelum dan sesudah makan, sebelum
dan sesudah buang air, setelah bermain dan setelah beraktivitas
diluar rumah (Sumampouw, 2017).
e. Menggunakan Jamban Sehat
Menggunakan Jamban, pengalaman di beberapa negara
membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai
dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban. Sanitasi
dan kebersihan lingkungan sangat penting untuk mengurangi
resiko penyebaran penyakit diare, gunakanlah selalu jamban
atau toilet yang bersih setiap kali buang air besar maupun
17
kecil, siram atau bersihkan toilet setelah digunakan maupun
rutin setiap beberapa hari sekali (Sumampouw, 2017).
Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke
tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh
dari rumah, jalan setapak dan tempat anak- anak bermain serta
lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar
tanpa alas kaki (Irinato, 2014).
Pada jamban yang konstruksinya landai/miring ke arah lubang
jamban, tinja akan segera tergelontor ke dalam lubang
sehingga memudahkan masuknya tinja langsung ke saluran
pembuangan atau tempat penyimpanan. Hal ini akan mencegah
serangga atau tikus menjamah tinja, kemudian kebersihan
jamban juga harus terpelihara atau tangki penyimpanan serta
tempat duduk/jongkok juga harus bersih untuk mencegah
datangnya vektor penyakit seperti lalat ataupun tikus sehingga
diperlukan adanya alat- alat pembersih serta sarana air bersih
yang cukup. Jamban yang tidak saniter akan mempermudah
terjadinya penularan diare karena kemungkinan adanya mata
rantai penularan penyakit dari tinja yang mudah berkembang
biak ke penjamu yang baru dan dapat mencemari sumber air
(Soebagyo, 2011).
f. Pengelolaan air minum dan makan di rumah tangga
Menggunakan air bersih yang cukup karena sebagian besar
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-
oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya
air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam
panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang
terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih
(Widjaja, 2012).
18
Penyebaran mikroorganisme penyebab diare yang paling
sering melalui air, karena itu penggunaan air bersih dalam
mengolah makanan, mencuci tangan, mencuci peralatan
masak, mencuci pakaian bahkan sebagai air minum dapat
mencegah penyakit diare pada anak. Cucilah botol susu
maupun peralatan makan bayi atau anak dengan cara yang
tepat, usahakan cuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh
peralatan makan bayi, lalu cuci perlatan bayi dengan air bersih
dan rendam dalam air mendidih selam 5 menit agar terbebas
dari menempelnya bakteri penyebab diare (Sumampouw,
2017).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah yang harus diperhatikan oleh keluarga
adalah (Ngastiyah, 2012) :
1) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
2) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari
hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari
10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah,
dan menggali parit aliran di atas sumber untuk
menjauhkan air hujan dari sumber.
3) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah
bersih Dan gunakan gayung bersih bergagang panjang
untuk mengambil air.
4) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.
5) Pengelolaan air limbah rumah tangga.
Sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga dan
industri pada umumnya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan, sehingga zat yang terkandung di dalam air
limbah terlebih dahulu perlu dibersihkan agar tidak
19
menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan,
antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit
terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya
mikroorganisme patogen dan tempat berkembangbiaknya
nyamuk (Kemneks, 2011).
g. Membuang sampah ditempatnya
Membuang Tinja Bayi yang Benar Banyak orang beranggapan
bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih
dan benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan (Ngastiyah,
2012).
Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus
dengan daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di
kakus. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam
wadah yang bersih dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke
dalam kakus dan bilas wadahnya atau anak dapat buang air
besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun
besar dan buang ke dalam kakus (Irianto, 2013).
Kebiasaan yang selalu membuang tinja sembarangan dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan termasuk tanah dan air
juga memungkinkan terjadinya kontaminasi makanan atau
sumber air melalui faktor seperti tikus ataupun lalat. Banyak
kegagalan perbaikan sanitasi dikarenakan jamban yang sudah
dibangun tidak digunakan oleh anak-anak bahkan orang
dewasa. Setiap anggota keluarga harus menggunakan jamban
ketika buang air besar (BAB), oleh karena itu sebaiknya tinja
balita yang belum mampu menggunakan jamban langsung
dibuang ke dalam jamban (Widjaja, 2012).
20
2.2 Konsep Diare
2.2.2 Definisi diare
Diare dapat diartikan suatu kondisi buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi tinja yang
encer dapat diserai darah atau tanpa disertai darah atu lendir akibat
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus (Titik lestari 2016).
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses
tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari
3 kali dalam 24 jam. Anak bila penderita diare berlangsung kurang dari
2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2
minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat dengan
atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual,
muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda
dehidrasi (Amin, 2015). Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu
kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja,
atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari (Ramaiah,2012).
Diare adalah suatu keadaan yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari yang disertai dengan
perubahan konsistensi tinja menjadi lebih cair, dengan atau tanpa darah
dan dengan tanpa lendir (Rosari & Rini, 2013).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari
(Herlina Yusuf 2019). Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air
tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200g atau 200 ml/24 jam
(Ibnu Sina 2017).
Diare adalah frekuensi buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari
buang air besar encer tersebut dapat/tanpa diserai lendir dan darah
bahkan dapat berupa air saja (Ibnu Sina 2017). Bagian ilmu kesehatan
anak FKUI RSCM mengartikan diare sebagai buang air besar yang
21
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih
banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang
air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih
dari satu bulan dan anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Deslidel
dkk 2011).
Diare adalah peradangan pada lambung usus kecil dan usus besar
dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan
manifestasi diare dengan atau tanpa disertai muntah serta
ketidaknyamanan abdomen (Muttaqin, 2011). Gastroenteritis virus
adalah penyakit dapat berlangsung self limited berubah diare berair
biasanya kurang dari 7 hari disertai dengan gejala nausea, muntah,
anoreksia, malaise, demam hingga dehidrasi berat bahkan dapat
berakibat fatal (Widagdo, 2012).
Diare bisa menyebabkan dehidrasi yang dapat menyebabkan kematian
pada penderita apabila tidak mendapatkan penanganan dengan cepat,
apabila diare berlangsung kurang dari 2 minggu disebut dengan diare
akut dan apabila diare berlangsung melebihi 2 minggu disebut dengan
diare kronik. Di Feses dapat disertai darah, tanpa darah atau lendir,
Diare dapat terjadi karena adanya infeksi yang disebabkam oleh
bakteri, virus atau invasi parasit dan sebab-sebab yang lainnya.
2.2.2 Etiologi diare
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan
parasit) alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah
kategori besar penyebab diare. Pada anak, penyebab diare terbanyak
adalah infeksi virus terutama Rotavirus (Permatasari, 2012). Ada
beberapa Faktor yang menjadi penyebab munculnya diare. Berikut
beberapa diantaranya: Infeksi internal Menurut Ardiansyah (2012)
infeksi internal ini disebabkan oleh bakteri, antara lain: Stigella,
Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter, Yersinia enterecolitik,
Infeksi oleh virus dan lain sebagainya.
22
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya diare. Berikut
beberapa diantaranya: Infeksi internal Menurut Ardiansyah (2012)
infeksi internal ini disebabkan oleh bakteri, antara lain: Stigella,
Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter, Yersinia enterecolitik,
Infeksi oleh virus dll. Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh
infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna
antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan
sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,
gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria
serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan
malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat
pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara klinis penyebab
diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi
(disebakan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorbsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya (DEPKES
RI, 2018).
2.2.3 Patofisiologi Diare Dapat Disebabkan Oleh Satu Atau Lebih
1. Diare sekretorik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi
air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada
diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja
yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan puasa makan/minum (IDAI, 2011).
2. Diare osmotik Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan
osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-
obat/zat kimia yang hiperosmotik malabsorpsi umum dan defek
dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,
malabsorpsi glukosa/galaktosa (IDAI , 2011).
3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak Diare tipe ini didapatkan pada
gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati (IDAI , 2011).
23
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport
aktif Na+ K + ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang
abnormal (IDAI , 2011)
5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal Diare tipe ini
disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya
antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (IDAI ,
2011).
6. Gangguan permeabilitas usus Diare tipe ini disebabkan
permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan
morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (IDAI , 2011).
Diare inflamasi Proses inflamasi di usus halus dan kolon
menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel
epitel dan kerusakan tight junction, Tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini
berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik (Juffrie, 2010). Diare infeksi Infeksi oleh bakteri
merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus,
diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak
mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang
disekresikan oleh bakteri tersebut (IDAI 2011). Pada dasarnya diare
terjadi ketika terdapat gangguan transportasi air dan elektrolit dalam
lumen usus. Mekanisme patofisiologi dari diare dapat berupa
osmosis, sekretori, inflamasi, dan perubahan motilitas (Sweetser,
2012).
24
2.2.4 Pathway
(Suriadi Dan Yuliani, 2012).
Faktor Infeksi, Malabsorbsi, Makanan Dan Psikologis
Makanan Yang
Tidak Dapat Di
Serap
Hiperparistalti
k atau
hipoperistaltik
Adanya Toksik / Zat
Tertentu Pada
Dinding Usus
Peningkatan sekresi
air dan elektrolit
kedalam rongga usus
Tekanan
osmotif rongga
usus meningkat
Usus tidak
mampu
menyerap
makanan
DIARE
Merangsang
Usus untuk
mengeluarkan
Peningkatan isi
rongga usus
Air dan
elektrolit dalam
usus meningkat
Tinja cair,
berlendir, berulang Penyerapan sari
makanan
menurun
Anak gelisah
rewel
Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan
Kelemahan
Intoleransi
aktifitas
Output cairan
meningkat
Cairan
Kurang Dari
Kebutuhan
Anus Lecet
Cemas Pada
Orang Tua
Nyeri
Gangguan
Integritas Kulit
25
2.2.5 Klasifikasi Diare
Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan persisten.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak-anak melebihi
3 kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi
cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang
dari satu minggu, sedangkan diare kronis sering kali dianggap suatu
21 kondisi yang sama namun dengan waktu yang lebih lama yaitu
diare melebihi satu minggu, sebagian besar disebabkan diare akut
berkepanjangan akibat infeksi, diare persisten adalah diare yang
berlangsung 15-30 hari,merupakan diare berkelanjutan dari diare
akut atau peralihan antara diare akut dan kronik biasanya ditandai
dengan penurunan berat badan dan sukar untuk naik kembali
(Amabel,2011). Klasifikasi Diare menurut (Octa, dkk, 2014) ada dua
yaitu berdasarkan lamanya dan berdasarkan mekanisme
patofisiologik.
1. Berdasarkan lama diare
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
dengan kehilangn berat badan atau berat badan tidak
bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Diare sekresi Diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya
sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Ciri
khas pada diare ini adalah volume tinja yang banyak.
b. Diare osmotik Diare osmotik adalah diare yang disebabkan
karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik seperti (Magnesium Sulfat, Magnesium
Hidroksida), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi
mukosa usus miosal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi
glukosa atau galaktosa.
26
Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan
perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh
agen infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi
saluran nafas atas atau infeksi saluran kemih terapi antibiotik atau
pemberian obat pencahar (laksatif).Diare akut biasanya sembuh
sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 Hari) (Wulandari, 2016).
(Menurut Wulandari 2016) Diare kronis didefinisikan sebagai
keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air dalam
feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari.Kerap kali diare kronis
terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit
inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi
laktosa atau diare non spesifik yang kronis atau sebagai akibat dari
penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
2.2.6 Cara Penularan dan Faktor Resiko
Berbagai agen penyakit umumya menumpang pada media udara, air,
makanan, serangga ataupun manusia melalui kontak langsung.
Berbagai agen penyakit beserta medianya disebut sebagai komponen
lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit (Achmadi,
2011).
Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,
dan pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap
penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya
pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak
dengan diare merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan
terlambat mendapatkan pertolongan sehingga beresiko mengalami
dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
Beberapa faktor risiko lain yang berhubungan dengan cara penularan
penyakit diare antara lain:
a. Tidak tersedianya air bersih yang memenuhi standar kesehatan.
b. Air yang tecemar oleh agen penyebab diare.
27
c. Pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
d. Perilaku yang tidak sehat dan lingkungan yang kurang bersih
e. Pengolahan, penyediaan, dan penyajian makanan yang tidak
memenuhi standar kesehatan. Pencemaran pada makanan dapat
terjadi karena:
1) Kontaminasi oleh mikroorganisme, pada saat penggunaan
peralatan makan yang terkontaminasi oleh orang yang
terinfeksi, penggunaan bahan pangan mentah yang
terkontaminasi, kontaminasi silang, dan akibat penambahan
zat kimia toksik atau penggunaan bahan pangan yang
mengandung toksik dari alam.
2) Bertahan hidunya mikroorganisme, akibat pemanasan atau
proses pengolahan makanan yang tidak memadai.
3) Pertumbuhan mikroorganisme akibat refrigerasi yang tidak
memadai, misalnya pendinginan yang tidak memadai atau
penyimpanan masakan yang panasnya tidak memadai (WHO
2009).
2.2.7 Faktor yang Mempengaruhi Diare
Beberapa faktor yang menyebabkan kejadian diare pada anak yaitu
infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit, adanya gangguan
penyerapan makanan atau malabsorbsi, alergi, keracunan bahan
kimia atau racun yang terkandung dalam makanan, imunodefisiensi
yaitu kekebalan tubuh yang menurun serta penyebab lain seperti
kurangnya pengetahuan ibu terhadap pemberian pendidikan
kesehatan isi piringku (Linda et al., 2018).
Menurut (Gibney, 2019) ada beberapa faktor yang meningkatkan
resiko anak mengalami diare seperti faktor lingkungan yang meliputi
pengolahan sampah, saluran limbah maupun sumberair. Pengolahan
sampah dan saluran limbah yang tidak tepat dapat menyebabkan
terjadinya diare pada anak, hal ini disebabkan karena vektor lalat
yang hinggap disampah atau limbah lalu kemudian hinggap
28
dimakanan. Selain itu, diare dapat terjadi apabila seseorang
menggunakan air yang sudah tercemar baik tercemar dari
sumbernya, selama perjalanan sampai kerumah-rumah, atau
tercemar pada saat disimpan dirumah. Selain itu kebiasaan mencuci
tangan pada saat memasak makanan atau sesudah Buang Air Besar
(BAB) akan akan memunkinkan terkontaminasi langsung.
Terdapat 4 faktor penyebab diare yang salah satu faktornya adalah
dari faktor makanan (non infeksi) yang di antaranya ; makanan basi,
beracun, alergi terhadap makanan, makanan terlalu banyak lemak,
kurang matang dan mentah (sayuran) dan juga faktor makanan
(infeksi) yaitu makanan yang terkontaminasi oleh bakteri atau kuman
sehingga untuk mengurangi kejadian itu diperlukan hygiene
perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan untuk
menjamin keamanan makanan dan mencegah penyebaran penyakit
diare melalui makanan (Nuraeni, 2012).
2.2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari diare yaitu mula– mula anak menjadi
cengeng, gelisah, demam, dan tidak nafsu makan. Tinja akan
menjadi cair dandapat disertai dengan lendir ataupun darah. Warna
tinja dapat berubah menjadi kehijau–hijauan karena tercampur
dengan empedu. Frekeuensi defekasi yang meningkat menyebabkan
anus dan daerah sekitarnya menjadi lecet.Tinja semakin lama
semakin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat ditemukan sebelum atau sesudah diare. Muntah
dapat disebabkan oleh lambung yang meradang atau gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Anak-anak adalah
kelompok usia rentan terhadap diare (Utami & Luthfiana, 2016)
Frekuensi BAB pada bayi lebih dari 3 x/hari, bentuk cair pada BAB
kadang-kadang disertai lendir dan darah, nafsu makan menurun,
29
warnanya lama-kelamaan kehijauan karena bercampur empedu,
muntah, dan rasa haus (Sodikin, 2011).
2.2.9 Pencegahan
2.2.9.1 Menggunakan Air Bersih Yang Cukup Sebagian besar
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan
kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja
misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang
disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar
(Kemenkes RI, 2011). Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat
yang tidak mendapatkan air bersih (Kemenkes RI, 2011).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi
air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah (Kemenkes RI, 2011).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari
hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10
meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan
menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air
hujan dari sumber.
c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih.
Dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk
mengambil air.
d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan
(Kemenkes RI, 2011) .
30
2.2.9.2 Mencuci Tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan.Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Kemenkes RI,
2011).
2.2.9.3 Menggunakan Jamban Pengalaman di beberapa negara
membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai
jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang
air besar di jamban (Kemenkes RI, 2011).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi
baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
b) Bersihkan jamban secara teratur.
c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi
ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar
hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat
anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari
sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
(Kemenkes RI, 2011).
2.3. Pendidikan kesehatan
2.3.1 Pengertian
Menurut Green 1980 (dalam Notoatmodjo 2012), pendidikan
kesehatan merupakan suatu proses yang terencana untuk mencapai
tujuan kesehatan dengan mengkombinasikan berbagai macam cara
pelajaran (Ira Nurmala, 2020), Pendidikan kesehatan adalah proses
perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan
31
sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain
dan bukan pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut
terjadi karena adanya kesadaran dari dalam individu, kelompok, atau
masyarakat itu sendiri (Wahid Iqbal M & Nurul Chayatin 2009) dalam
Rina K.Mulyadi,2018).
Menurut WHO dalam Depkes 2006, mendefinikan pendidikan
kesehatan adalah proses pemberdayaan individu dan masyarakat
untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan determinan-
determinan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan
mereka(subaris,2016)
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu proses
pembelajaran yang di sampaikan oleh seseorang kepada orang lain
yang berupa materi atau teori tentang kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan mereka.
2.3.2 Tujuan
Menurut WHO (dalam Notoatmodjo 2003) tujuan umum pendidikan
kesehatan adalah membuat perubahan perilaku pada tingkat individu
hingga masyarakat pada aspek kesehatan. Adapun tujuan lain nya
adalah sebagai berikut (Ira Nurmala, 2020) :
a. Merubah pola pikir masyarakat bahwa kesehatan merupakan
sesuatu yang bernilai bagi keberlangsungan hidup.
b. Memampukan masyarakat, kelompok atau individu agar dapat
secara mandiri mengaplikasikan perilau hidup sehat dari berbagai
kegiatan.
c. Mendukung pembengunan dan pemanfaatan sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan secara cepat.
32
2.3.3 Sasaran pendidikan kesehatan
Sasaran pada pendidikan kesehatan yaitu perorangan atau keluarga,
masyarakat, lembaga 12 pemerintah / lintas sektor / politisi / swasta
dan petugas / pelaksana program(Machfoedz & Suryani, 2013)
Dimensi sasaran pendidikan terdiri dari tiga dimensi yaitu pendidikan
kesehatan individu dengan sasaran individu, pendidikan kelompok
dengan sasaran kelompok, pendidikan kesehatan masyarakat dengan
sasaran masyarakat luas. Sedangkan, sasaran pendidikan kesehatan itu
sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu :
(Sari,2013)
a. sasaran primer (Primary Target) Yaitu sasaran langsung pada
masyarakat berupa segala upaya pendidikan/promosi kesehatan.
b. Sasaran sekunder (Secondary Target) Lebih ditujukan pada tokoh
masyarakat dengan harapan dapat memberikan pendidikan
kesehatan pada masyarakatnya secara lebih luas.
c. Sasaran tersier (Tersiery Target) Sasaran ditujukan pada pembuat
keputusan/penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah dengan tujuan keputusan yang diambil dari kelompok ini
akan berdampak kepada perilaku kelompok sasaran sekunder yang
kemudian pada kelompok primer.
2.3.4 Metode atau teknik pendidikan kesehatan
Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara
cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan
dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Menurut Notoatmodjo
(2010) dalam (Subaris, 2016).
Metode dan teknik pendidikan kesehatan berdasarkan sasarannya
dibagi 3 yaitu:
2.3.4.1 Metode pendidikan kesehatan individual
Metode ini adalah metode dengan teknik saling diaglog
dimana promotor kesehatan dan sasaran atau kliennya dapat
berkomunikasi langsung, baik bertatap muka maupun melalui
33
sarana komunikasi lainnya misalnya telepon. Cara ini paling
efektif karena antara petugas kesehatan dengan klien dapat
saling merespon dalam waktu bersamaan. Metode dan teknik
pendidikan kesehatan individual ini yang terkenal adalah
councelling.
2.3.4.2 Metode pendidikan kesehatan kelompok
Pada metode kelompok ini dibagi menjadi dua, yaitu
kelompok kecil yang terdiri dari 6 sampai 15 orang dan
kelompok besar terdiri antara 15 sampai dengan 50 orang.
- Pada kelompok kecil metode dan teknik yang digunakan
misalnya diskusi kelompok, metode curah pendapat,
bermain peran, metode permainan simulasi dan sebagainya.
- Metode dan teknik pendidikan kesehatan untuk kelompok
besar, misalnya metode ceramah yang diikuti atau tanpa
diikuti dengan tanya jawab, seminar loka karya dan
sebagainya. Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu
dengan alat bantu misalnya overhead projector,
soundsystem dan film
2.3.5 Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan adalah suatu sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan informasi yang ingin di sampaikan oleh
komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang
akhirnya diharapkan dan berubah perilakunya ke arah positif terhadap
kesehatan (Notoatmodjo 2010, dalam Martina Pakpahan, dkk 2021).
2.3.5.1 Media cetak
- Booklet : berbentuk buku yang berisikan tulisan maupun
gambar yang digunakan untuk menyampaikan pesan.
- Leaflet : selembar kertas yang dilipat yang berisi tulisan
atau gambar, bisa juga gambar dan tulisan.
34
- Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-
pesan atau informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di
tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di
kendaraan-kendaraan umum
Dari ketiga contoh di atas yang biasanya banyak digunakan
adalah leaflet. Karena leaflet berbentuk selembar kertas yang
dilipat dan mudah dibawa kemana saja.
2.3.5.2 Media elektronik
a. Televisi : dapat dalam bentuk sinetron,forum diskusi/Tanya
jawab, pidato/ ceramah, kuis
b. Radio : bisa dalam bentuk obrolan/Tanya jawab dan
ceramah
c. Video : penyampain informasi atau pesan kesehatan dapat
melalui video.
d. Slide : juga dapat digunakan menyampaikan pesan-pesan
kesehatan.
e. Leptop : sebagai media penyampai video, slide, maupun
gambar-gambar dari pesan kesehatan
f. Proyektor : alat yang digunakan untuk menghubungkan dari
leptop untuk diperbesar seperti layar besar
2.4 Program isi piringku
Kementerian Kesehatan pada tahun 2019 merekomendasi program "isi
Piringku", yang menggumturkan poni makan yang dikonsumsi dalam satu
piring terdiri dari sore buah dan suyur, dan 50 % sisanya terdiri dari
kurtolidrat dan protein (lihat gambar 4.1), selain juga menekankan untuk
membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak harian. Pedornun "4 Selat 5
Sempuna" berubah menjadi pedoman gizi seimbang yang dikelompokkan
menjadi empat pesan pokok yakni pola makan gizi seimbang, minum air
putih yang cukup, aktivitas fisik minimal 30 menit per hari, dan mengikut
tinggi dan berat badan. Kementerian Kesehatan. (2019).
35
Program ini memberi arahan kepada kita bahwa makan makanan harus
berimbang, karena piring harus berisi 1/3 karbohidrat, 1/3 lauk-pauk, dan
buah dan 1/3 sayur (serat), Jika pola makan dapat dipertahankan seperti
program ini, maka tidak akan ada lagi dari kita yang salah dalam
mengonsumsi makanan, seperti terlalu banyak karbohidrat yang dimakan,
bahkan sering makan tanpa sayur/buah (sumber serat). Dulu kita akan lebih
banyak makan nasi (karbohidrat) jika dibandingkan dengan sumber
makanan yang lain. Padahal kita ketahui karbohidrat yang kita konsumsi
jika berlebih akan diubah menjadi lemak dan disimpan sebagai cadangan
energi. (Martina Pakpahan Deborah Siregar, 2020).
Isi Piringku adalah satu piring makan yang terdiri dari 50 persen buah dan
sayur, dan 50 persen sisanya terdiri dari karbohidrat dan protein. Dengan
demikian, masyarakat diharapkan dapat membatasi konsumsi karbohidrat
serta lebih banyak mengonsumsi serat dan vitamin, sehingga risiko masalah
kesehatan, seperti diabetes dan obesitas pun bisa cepat berkurang (Zulfa
Khusniyah, 2020).
Selain membatasi porsi makanan, Isi Piringku juga menekankan pentingnya
membatasi gula, garam, dan lemak dalam konsumsi sehari-hari. Jumlah
takaran gula paling banyak yang bisa dikonsumsi seseorang balita dalam
sehari adalah empat sendok makan, garam satu sendok teh, dan lemak atau
penggunaan minyak goreng maksimal lima sendok makan ( Ineke patrisia,
2020).
Dalam perkembangan ilmu gizi yang baru, pedoman "4 Sehat 5 Sempurna"
juga berubah menjadi pedoman gizi seimbang yang terdiri dari 10 pesan
tentang menjaga gizi Dari 10 pesan tersebut, dikelompokkan lagi menjadi
empat pesan pokok, yaitu untuk menjaga pola makan gizi seimbang, minum
air putih yang cukup, berikan balita beraktivitas fisik minimal selama 30
menit per hari, serta mengukur tinggi dan berat badan balita yang sesuai
untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuh (Lia Kartika, 2020)
Menurut (Zulfa Khusniyah 2020), anak usia 2 sampai 3 tahun atau balita
butuh 1125 kilo kalori. Bagi kebutuhan kalori tersebut menjadi 5 kali makan
36
dengan pembagian 2 kali snack (rata-rata 100-150 kilo kalori setiap makan
snack) dan 3 kali makan besar Anak usia 2-3 tahun setiap makan besar
harus menghabiskan sekitar 300 kilo kalori dan 100 kilo kalori camilan.
Berikut ini contoh menu yang bisa diberikan untuk anak 2-3 tahun dalam 1
porsi makan besar dan snacknya : Karbohidrat, bisa berupa nasi 5 sampai 6
sendok makan atau roti tawar 1 lembar, Protein berupa setengah potong
ayam ukuran sedang atau daging sapi giling 2 sampai 5 sendok makan.
Untuk sayur, berikan brokoli 2 sampai 3 sendok makan atau jagung manis 2
sendok makan, untuk buah berikan apel setengah ukuran sedang atau pisang
I ukuran sedang. Untuk susu atau produk turunannya, berikan susu 1 gelas
atau yogurt 1 gelas kecil Sedangkan untuk snack berikan biskuit 3 keping
sedang atau cokelat 2 sampai 4 potong.
2.4.1 Aturan pembagian makanan isi piringku
Menurut kementerian Kesehatan pada tahun 2019, ada pun pembagian
makanan isi piringku kepada balita sebagai berikut :
1. Setengah porsi piring makan, terdiri dari sayur dan buah-buahan
dengan beragam jenis dan warna.
2. Seperempat piring makan diisi dengan protein. Bisa diisi ikan,
ayam atau kacang kacangan. Batasi konsumsi daging merah
ataupun daging olahan.
3. Seperempat piring makan dipenuhi dengan karbohidrat dari biji-
bijian utuh, nasi merah, gandum utuh, atau pasta. Hati-hati dalam
pemilihan sumber karbo, misalnya roti atau beras putih karena
kandungan gulanya tergolong tinggi.
4. Lengkapi dengan sedikit minyak sehat, seperti minyak zaitun,
minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak kanola. Sebaiknya
hindari minyak yang mengandung lemak jenuh atau kolesterol
tinggi.
5. Konsumsi air putih yang cukup, namun batasi susu serta produk
turunannya. Batasi konsumsi susu hingga 2 gelas per hari, jus
37
sekitar satu gelas per hari, dan hindari minuman dengan kandungan
gula tinggi.
6. Meski panduan Isi piringku' ini dapat diterapkan pada hampir
semua kalangan, namun tidak untuk anak anak di bawah usia 2
tahun karena mereka membutuhkan asupan nutrisi berbeda.
Demikian juga untuk orang yang perlu menjalani pola makan
khusus karena memiliki kondisi medis tertentu.
2.4.2 Komposisi yang ada pada Program Isi Piringku
2.4.2.1 karbohidrat (makanan pokok)
karbohidrat merupakan sumber yang paling penting bagi tubuh
untuk membentuk enegi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada
karbohidrat terdapat kadar glukosa yang membuat tubuh kita
berenergi. Contoh karbohidrat yaitu beras, jagung, singkong,
kentang, ubi, talas, dan olahan seperti roti, pasta, dan mie.
Porsi pada isi sekali makan (2/3 dari ½ piring) yaitu:
a. 150 gram nasi sama dengan 3 centong nasi
b. 300 gram kentang sama dengan 3 buah sedang kentang
c. 75 gram mie kering sama dengan 1 ¼ gelas mie kering
2.4.2.2 Protein (lauk-pauk)
Ada dibagi dua yaitu protein nabati dan protein hewani.
Protein nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan.
Sedang protein hewani seperti daging, unggas (ayam dan
bebek), ikan, telur, dan susu. Porsi pada isi piringku sekali
makan (1/3 dari ½ piring) yaitu :
a. 75 gram ayam sama dengan 2 potong sedang ayam, sama
dengan 1 butir telur ayam ukuran besar, sama dengan 2
potong sedang daging sapi
b. 100 gram tempe sama dengan 2 potong sedang tempe
38
- Sayur-sayuran
Sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat.
Vitamin dan serat terkandung dalam sayuran berperan
sebaga anti oksidan atau penangkal senyawa jahat
dalam tubuh. Macam-macam sayuran seperti bayam
kangkung wortel, sawi, tomat, toge, ketimun, kacang
panjang, dll.
Porsi pada isi piringku sekali makan (2/3 dari ½ piring)
yaitu:
c. Sayuran 150 gram sama dengan 1 mangkuk sedang
- Buah-buahan
Buah memiliki manfaat yang tinggi dengan bernagai
vitamin (vitamin A,B,B1,B6,C) dan juga mengandung
mineral, serat, sebagai anti oksidan. Macam-macam
buah seperti pisang, papaya, mangga, alpukat, nanas,
apel, jambu dan sebagainya.
Porsi pada isi piringku sekali makan (1/3 dari ½ piring)
yaitu:
150 gram papaya sama dengan 2 potong sedang
150 gram jeruk sama dengan 2 buah jeruk sedang
- Air Mineral (Air Putih)
Bagi tubuh, air berfungsi sebagai pengatur proses
biokimia, pengatur suhu pelarut, pembentuk atau
komponen sel dan organ, media trasnportasi zat gizi
dan pembuangan sisa metabolisme, pelumas sendi dan
bantal organ. Pemenuhan kebutuhan air tubuh
dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman.
Sebegaian besar 2/3 air yang dibutuhkan didalam tubuh
melalui minum sekitar 2 liter atau setara dengan 8 gelas
sehari. Dengan begitu diterapkan minum air minimal 8
gelas perhari.
- Menjaga kebersihan (cuci tangan sebelum menyentuh
makanan)
39
Mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun
dengan air bersih dan mengalir adalah agar kebersihan
terjaga dan mencegah kuman dan bakteri berpindah
dari tangan ke makanan yang akan dikonsumsi. Dan
juga terhindar dari penyakit seperti diare. 45% diare
bisa dicegah dengan tahap awal yaitu mencuci tangan
sebelum menyentuh makanan.
- Beraktivitas (olahraga)
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
meningkatkan pengeluaran tenaga/energy dan
pembakaran energy. Aktivitas fisik dikategorikan
cukup bila seseorang melakukan aktivitas atau latihan
fisik (olahraga) selama 30 menit setiap hari atau
minimal 3-5 kali dalam satu minggu. Aktifivitas fisik
antara lain seperti barjalan kaki, berkebun, menyapu,
mencuci, mengepel, naik turun tangga, dan lain-lain.
Aktivtas fisik juga untuk memperlancar system
metabolisme didalam tubuh termasuk metabolisms zat
gizi. Oleh karenanya, aktifitas berperan oenting untuk
menyeimbangkan zat gizi yang keluar dan yang masuk
kedalam tubuh.
2.5 Pengertian Higiene
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan
piring, membuang bagian makanan yang rusak di tempat sampah untuk
melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan, Mencuci Botol Susu
Balita Dengan Sabun dan dengan alat yang khusus, Menjaga kebersihan
lingkugan, Menjaga kebersihan dapur dan mencuci makanan dengan air
menglir. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik
beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi
adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
40
lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi
sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes, 2004).
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena
erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan,
tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih,
maka mencuci tangan tidak sempurna. Higiene dan sanitasi merupakan hal
yang penting dalam menentukan kualitas makanan dimana Escherichia coli
sebagai salah satu indikator terjadinya pencemaran makanan yang dapat
menyebabkan penyakit akibat makanan (food borne diseases). E.coli dalam
makanan dan minuman merupakan indikator terjadinya kontaminasi akibat
penanganan makanan dan minuman yang kurang baik. Minimnya
pengetahuan para penjaja makanan mengenai cara mengelola makanan dan
minuman yang sehat dan aman, menambah besar resiko kontaminasi
makanan dan minuman yang dijajakannya (Ningsih, 2014).
2.5.1 Menggunakan Air Bersih
Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas, air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari–hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air yang
kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi,
berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci
pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena
penyakit atau terhindar dari penyakit (Kemenkes, 2011).
2.5.2 Mencuci Tangan Dengan Air Bersih Dan Sabun
Mencuci Tangan adalah kebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare
adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan
41
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare
(Kemenkes, 2011).
Bakteri atau virus penyebab diare paling sering mudah masuk
melalui tangan, umumnya anak-anak tidak menyadari jika setelah
bermain tangannya kotor penuh bakteri, sehingga anak-anak
cenderung mudah terkena penyakit diare. Sebagai orang tua wajib
mengarahkan anak-anak untuk mencuci tangan dengan sabun
terutama sebelum dan sesudah makan, sebelum dan sesudah buang
air, setelah bermain dan setelah beraktivitas diluar rumah
(Sumampouw, 2017).
2.5.3 Menggunakan Jamban Sehat
Menggunakan Jamban, pengalaman di beberapa negara
membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak
yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,
dan keluarga harus buang air besar di jamban. Sanitasi dan
kebersihan lingkungan sangat penting untuk mengurangi resiko
penyebaran penyakit diare, gunakanlah selalu jamban atau toilet
yang bersih setiap kali buang air besar maupun kecil, siram atau
bersihkan toilet setelah digunakan maupun rutin setiap beberapa hari
sekali (Sumampouw, 2017).
2.5.4 Mencuci Botol Susu Balita
Membersihkan botol susu yaitu langkah membersihkan botol susu
secara tepat dan benar agar terhindar dari kontaminasi bakteri.
Pengukuran variabel tersebut dengan tiga kategori yaitu buruk
(mencuci botol hanya dengan sabun), sedang (merendam kedalam
air mendidih saja selama 10 menit) dan baik (apabila kedua langkah
diatas dilakukan yaitu mencuci botol dengan sabun dan merendam
botol kedalam air mendidih selama 10 menit (Suririnah,2009).
2.6 Pengertian Sikap
42
Sikap adalah pandangan atau persepsi seseorang yang masih belum terbuka
secara tindakan terhadap suatu stimulus atau objek (Rizaldy MR, 2018).
Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting seperti ibu yang memiliki pengetahuan
tentang penyakit diare (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
sebagainya) maka dari pengetahuan tersebut ibu akan berpikir dan berusaha
supaya anaknya tidak terkena penyakit diare. Sehingga ibu mempunyai
sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit diare (Ningsih SS &
Fatmawati TY, 2017).
Meningkatkan kebiasaan higiene rumah tangga berpotensi menjadi satu
diantara sarana yang paling efektif untuk mencegah terjadinya diare pada
balita. Faktor ibu menjadi peran utama terhadap kejadian diare pada balita.
Apabila balita menderita diare maka langkah-langkah dan tindakan yang ibu
lakukan akan menentukan morbiditas pada balita (Notoatmodjo S, 2018).
Pengetahuan tentang penilaian, manajemen dan praktik pencegahan dan
penanggulangan tentang penyakit diare di kalangan ibu secara signifikan
masih belum cukup baik sehingga perlunya ibu yang memiliki pengetahuan
tentang diare menjadi penentu dalam bidang kesehatan tentang bagaimana
mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari
penyakit yang akan mempengaruhi pada penurunan angka mortalitas dan
mordibitas akibat penyakit diare. Kemudian, melaui pengetahuan tersebut
bisa menimbulkan kesadaran yang menjadikan orang berperilaku dan
mengambil sikap sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Humrah,
2018).
2.5.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Factor yang mempengaruhi pengetahuan (wawan dan dewi,2011)
a. Factor internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita
tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
43
kehidupan untuk mencapai kesehatan dan kebahagian. Dan
pendidikan juga bisa mempengaruhi perilaku dan sikap
seseorang.
2) Pekerjaan
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
Bekerja bagi ibu-ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang mendapatkan
upah ataupun menghasilkan uang untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya.Pekerjaan
mempengaruhi pendapatan informasi
3) Umur
Usia yang dihitung dari sejek kita dilahirkan sampai satu tahun
ke tahun berikutnya. Umur berpengaruh karena semakin tinggi
umur seseorang semakin meningkat kematangan pemikiran
seseorang tersebut.
b. Factor ekternal
1) Factor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekeliling
kita, dan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
dan perilaku seseorang.
2) Social budaya
System Social budaya dimana kita saling berinteraksi dan
bertukar pikiran dengan masyarkat atau seseorang yang ada
disekitar kita untuk memberi informasi atau menerima
informasi.
2.7 Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan Program isi piringku
terhadap sikap ibu dengan anak penderita diare
Menurut (Gibney, 2019), menyatakan bahwa ada pengaruh sikap ibu dalam
pemberian pendidikan Kesehatan isi piringku, sikap ibu dalam mencuci
tangan, Pengolahan makananan, penggunaan sumber air bersih, pencucian
bahan makanan, higine penjamah dan sanitasi makanan berpengaruh dengan
44
angka bakteri pada makanan, makanan juga dapat terkontaminasi melalui
vektor, salah satunya lalat. Lalat mencemari makanan dan minuman oleh
bakteri yang terbawanya setelah hinggap ditempat-tempat yang kotor.
Bakteri tersebut dapat menyebabkan diare pada anak.
(Ummushofiyya, 2013) Dalam pengaruh pemberian pendidikan kesehatan
isi piringku, peran dari penjamah sangatlah besar perannya, penjamah
makanan isi piringku yang menangani bahan makanan yang ada di
pengertian isi piringku sering menyebabkan kontaminasi mikrobiologis.
Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh manusia dapat
menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, yang terdapat
pada kulit, hidung, mulut, saluran pencernaan, rambut, kuku dan tangan.
Selain itu, penjamah makanan isi piringku juga dapat bertindak sebagai
pembawa penyakit infeksi seperti, demam typoid, dan Diare.
2.8 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah rangkuman dari penjabaran teoriyang sudah
diuraikan sebelumnya dalam bentuk naratif, untuk memberikan batasan
tentang teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan
(Hidayat, 2014).
Berdasarkan tinjauan teori diatas maka kerangka teori yang dapat digunakan
seperti pada gambar berikut
Konsep Balita
- Definisi Balita
- Kebutuhan Dasar Balita
- Faktor Resiko Kejadian Diare
Pada Balita
- Faktor Resiko Sikap Ibu
Dengan Balita Penderita Diare
- Faktor Perilaku Hidup Bersih
Dan Sehat Dengan Balita
Penderita Diare
Pendidikan Kesehatan
- Pengertian
- Tujuan
- Sasaran Pendidikan
- Metode Atau Tehnik
Pendidikan Kesehatan
- Metode Pendidikan
Kesehatan Kelompok
- Media Pendidikan
Kesehatan
45
2.9 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah uraian tentang hubungan antar variabel terkait dengan
masalah penelitian dan dibuat berdasarkan kerangka teori sebagai pedoman
penelitian. Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan
diteliti, untuk mendeskripsikannya secara jelas dengan variable yang
dipengaruhi (Variable Dependen) dan variable pengaruh (Variable Independen)
(sudibyo supardi, 2013).
Konsep Diare
- Definisi Diare
- Etiologi Diare
- Patofisiologi Diare
- Pathway Diare
- Klasifikasi Diare
- Cara Penularan Dan Faktor
Resiko
- Faktor Yang Mempengaruhi
Diare
- Menifestasi Klinis
- Pencegahan
Pengaruh Pemeberian Pendidikan
Kesehatan Program Isi Piringku Terhadap
Sikap Ibu Dengan Balita Penderita Diare
Program Isi Piringku
- Pengertian
- Komposisi Yang Ada Pada
Program Isi Piringku
Sikap
- Pengertian
- Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Sikap
46
Kerangka Konsep Independen dan Dependen :
Variable Independen
Pendidikan
Kesehatan Program
Isi Piringku
Gambar 2.1 Kerangka Konsep pengaruh pemberian pendidikan kesehatan isi
piringku terhadap sikap ibu dengan balita penderita diare.
2.10 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pertanyaan tentang asumsi tentang hubungan antara
dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan
dalam penelitian (Nursalam, 2016). Hipotesis dalam penelitian ini adalah
“Ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan isi piringku terhadap
sikap ibu dengan balita penderita diare Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekauman Banjarmasin”.
Variable Dependen
Sikap Ibu Dengan Balita
Penderita Diare