afri utami 8 binder3

Upload: daverly

Post on 14-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK SEBAGAI PESTISIDA NABATI

    DENGAN IKAN MAS

    SKRIPSI

    Oleh: AFRI UTAMI

    NPM. 04320093

    IKIP PGRI SEMARANG FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

    SEMARANG AGUSTUS 2008

  • UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK SEBAGAI PESTISIDA NABATI

    DENGAN IKAN MAS

    Skripsi Diajukan kepada IKIP PGRI Semarang

    untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Biologi

    Oleh: AFRI UTAMI

    NPM. 04320093

    IKIP PGRI SEMARANG FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

    SEMARANG AGUSTUS 2008

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    Kami selaku Pembimbing I dan Pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI

    Semarang:

    Nama : Afri Utami

    NPM : 04320093

    Jurusan : Pendidikan Biologi

    Judul Skripsi : Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati

    Dengan Ikan mas

    Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang dibuat oleh mahasiswa tersebut di

    atas telah selesai dan siap diujikan.

    Semarang, Agustus 2008

    Pembimbing I Pembimbing II

    Endah Rita S. D, S.Si, M.Si. Drs. Harsoyo Purnomo, M.S. NIP. 937 001 100 NIP. 131 098 519

  • LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

    Skripsi berjudul

    UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK SEBAGAI PESTISIDA NABATI

    DENGAN IKAN MAS

    yang disusun oleh:

    AFRI UTAMI NPM. 04320093

    telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Dewan Penguji Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    IKIP PGRI Semarang pada hari Jumat tanggal 22 Agustus 2008

    dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

    Panitia Dewan Penguji

    Ketua Sekretaris Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si. Endah Rita S. D, S.Si, M.Si.

    NIP. 132 989 694 NIP. 937 001 100

    Anggota Dewan Penguji

    1. Endah Rita S. D, S.Si, M.Si. (.............................................) NIP. 937 001 100

    2. Drs. Harsoyo Purnomo, M.S. (.............................................)

    NIP. 131 098 519 3. Dra. Eny Hartadiyati WH, M.Si.Med (..............................................) NIP. 936 801 102

  • ABSTRAK

    Utami, A. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati Dengan Ikan mas. Skripsi. Pembimbing I Endah Rita S. D, S.Si, M.Si., Pembimbing II Drs. Harsoyo Purnomo, M.S. Penelitian ini didasarkan pada permasalahan: Berapakah dosis ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) yang digunakan untuk pestisida nabati dapat mematikan 50% populasi hewan uji (LD50) Ikan mas (Carassius auratus). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai 96-h LD50 95% CI ekstrak daun Sirsak (Annona muricata L) pada Ikan mas (Carassius auratus) dan menentukan batas aman bagi organisme yang hidup di dalam air.

    Penelitian ini dilakukan dengan menguji toksisitas ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati. Ekstrak dibuat dari daun sirsak segar sebanyak 20 gram diblender halus kemudian dilarutkan dalam 1 liter air dicampur dengan 3 gram sabun colek, diendapkan semalam. Selanjutnya larutan diencerkan dengan air sesuai dosis yang diinginkan. Uji eksplorasi dilakukan dengan cara: 50 ekor hewan uji dibagi 5 kelompok, masing-masing 10 ekor ditempatkan dalam bejana uji dengan volume air 4 l. Selanjutnya masing-masing diberi ekstrak daun sirsak dengan dosis 0 ppm (sebagai kontrol); 12500 ppm; 13250 ppm; 14000 ppm dan 14750 ppm. Observasi dilakukan dengan mencatat pola gerak subletal, dan jumlah yang mati. Dosis dimana mortalitas 50% (LD50) selama 48 jam terjadi, ditetapkan sebagai dosis uji sesungguhnya. Dari uji eksplorasi didapat kisaran dosis sebesar 13750 ppm; 14000 ppm; 14250 ppm; 14500 ppm dan 14750 ppm. Selanjutnya dilakukan uji seperti prosedur uji eksplorasi selama 96 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dosis 13750 ppm terjadi mortalitas sebesar 50%; dosis 14000 ppm mortalits 50%; dosis 14250 ppm mortalitas 60%, dosis 14500 mortalitas 70% dan pada dosis 14750 ppm mortalitas 80%. Sedangkan untuk kontrol mortalitas 0%. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan analisa regresi linier sederhana. Dari analisis menunjukkan bahwa pengaruh mortalitas terhadap dosis, sangat signifikan pada level probabilitas 0,9%. Interpolasi log LD50 adalah 4,142; jika dikonversi (anti log) akan diperoleh 96-h LD50 95% CI = 13868 ppm, dengan batas aman 10% x 13868 = 1387 ppm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkana bahwa ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati memiliki 96-h LD50 95% CI = 13868 ppm, dengan batas aman sebesar 1387 ppm.

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas karunia-Nya telah melimpahkan

    rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

    baik.

    Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, untuk

    itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

    1. Ibu Endah Rita S. D, S.Si, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah

    memberikan petunjuk, arahan, waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh

    tanggung jawab hingga tersusunnyan skripsi ini.

    2. Bapak Drs. Harsoyo Purnomo, M.S., selaku Pembimbing II yang telah

    memberikan petunjuk, arahan, waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh

    tanggung jawab hingga tersusunnyan skripsi ini.

    3. Bapak Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si., selaku Dekan FPMIPA IKIP PGRI

    Semarang.

    Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

    penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

    Semarang, Agustus 2008

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK ...................................................................................................... v

    KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

    BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

    B. Perumusan Permasalahan ........................................................ 3

    C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3

    D. Manfaat Penelitian .................................................................. 3

    E. Definisi Istilah ......................................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5

    A. Hama ....................................................................................... 5

    B. Pestisida .................................................................................. 10

    C. Penggunaan Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati ... 16

    D. Uji Toksisitas .......................................................................... 22

    BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 29

    A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ............................ 29

    B. Subyek Penelitian .................................................................... 29

  • C. Alat Dan Bahan ....................................................................... 29

    D. Prosedur .................................................................................. 30

    E. Analisis Dan Interpretasi Data ................................................ 31

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL ............................. 35

    A. Uji Eksplorasi .......................................................................... 35

    B. Uji Sesungguhnya ................................................................... 36

    C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun sirsak Terhadap Mortalitas Ikan mas .................................................................................. 37

    BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 41

    A. Uji Eksplorasi .......................................................................... 41

    B. Uji Sesungguhnya ................................................................... 42

    C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun sirsak Terhadap Mortalitas Ikan mas .................................................................................. 47

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51

    A. Kesimpulan ............................................................................. 51

    B. Saran ....................................................................................... 51

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 55

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Contoh Toksisitas Akut Atas Dasar Dosis Dan Portal Entri ............................................................................ 26

    Tabel 2. Transformasi Probit / log .............................................................. 32

    Tabel 3. Analisis Varians Regresi Linear ................................................... 33

    Tabel 4. Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda Selama 48 jam ............................................................................... 35

    Tabel 5. Data Pengukuran Suhu, pH dan DO air yang Akan Digunakan untuk Uji Toksisitas ...................................................................... 36

    Tabel 6. Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda Selama 96 jam ............................................................................... 36

    Tabel 7. Transformasi Probit / log Dosis-Respons Ekstrak Daun Sirsak ... 37

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Tanaman Sirsak (Anona muricata L) ........................................... 17

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1 Tabel Nilai X dan Y ................................................................ 55

    Lampiran 2 Analisis Regresi Linier Sederhana Dosis-Respon (Dosis Ekstrak Daun Sirsak-Mortalitas Hewan Uji) Dengan Transformasi Probit/Logit Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda ................................................................ 56

    Lampiran 3 Data Koefisien ........................................................................ 57

    Lampiran 4 Diagram ................................................................................... 58

    a. Histogram ........................................................................... 58

    b. Normal P-P Plot ................................................................. 58

    Lampiran 5 Diagram Pencar (Scatterplot) .................................................. 59

    a. Regression Standardized Predicted Value ......................... 59

    b. Regression Studentized Residual ....................................... 59

    Lampiran 6 Regression Standardized Predicted Value .............................. 60

    Lampiran 7 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 61

    Gambar 1. Alat Uji Toksisitas ............................................... 61

    Gambar 2. Ikan mas, daun sirsak dan deterjen ...................... 61

    Lampiran 8 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 62

    Gambar 3. Aklimasi Hewan Uji ............................................. 62

    Gambar 4. Hewan Uji pada Bejana ........................................ 62

    Lampiran 9 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 63

    Gambar 5. Uji Eksplorasi ....................................................... 63

    Gambar 6. Mortalitas Hewan Uji pada Uji Eksplorasi .......... 63

  • Lampiran 10 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 64

    Gambar 7. Uji Sesungguhnya ................................................ 64

    Gambar 8. Mortalitas Hewan Uji pada Uji Sesungguhnya ..... 64

    Lampiran 11 Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak ................................. 65

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Menurut Oka (2005), masalah hama tanaman dipandang sebagai fenomena yang

    berdiri sendiri yang dapat diatasi dengan mengaplikasikan pestisida saja. Makin

    sering dilakukan aplikasi pestisida tanaman akan makin sering terhindar dari

    kerusakan yang disebabkan hama.

    Mengingat kebutuhan dan kegunaan pestisida maka telah banyak produk

    pestisida yang beredar di masyarakat, di mana masing-masing jenis pestisida

    tersebut memiliki fungsi dan daya racun yang berbeda-beda. Di samping dapat

    membantu manusia dalam usaha mengatasi gangguan hama dan penyakit, ternyata

    penerapan pestisida memberi pengaruh besar terhadap organisme atau lingkungan

    lain yang bukan sasaran. Hal ini dapat terjadi apabila residu pestisida masuk ke

    lingkungan baik disengaja maupun tidak (Murty, 1986 dikutip oleh Lasut, 2001).

    Penggunaan pestisida sintetis perlu dipertimbangkan terutama dampak

    residu terhadap lingkungan, kesehatan manusia dan terhadap mahluk hidup

    lainnya serta satwa-satwa liar. Pestisida yang masuk ke dalam kolam atau sawah

    dalam jumlah kecil tidak membahayakan, tetapi akan terakumulasi oleh plankton

    dan dapat berakibat fatal terhadap organisme tingkat tinggi yang memakan

    plankton yaitu tidak secara langsung menghambat pertumbuhan ikan (Connel dan

    Miller, 1995 dikutip oleh Suryana, 1999).

  • Oleh karena itu harus dicari cara alternatif yang lebih aman dalam

    pengendalian hama agar tidak berpengaruh buruk pada organisme bukan sasaran.

    Alternatif untuk pengendalian hama dengan memanfaatkan senyawa beracun

    yang terdapat pada tumbuhan dikenal dengan pestisida nabati. Beberapa spesies

    tanaman famili Annonaceae ternyata cukup berpotensi untuk dimanfaatkan

    sebagai insektisida nabati. Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah

    daun dan biji. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin,

    bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki

    keistimewaan sebagai anti-feedent (Plantus, 2008). Selain itu daunnya juga

    mengandung saponin, flavanoid dan tanin (Samsuhidayat dan Hutapea, 1991

    dikutip oleh Sulistiowati, 2006).

    Beberapa penelitian menyatakan bahwa daun sirsak dapat digunakan

    sebagai pestisida nabati. Seperti yang dilaporkan oleh Arso pada penelitiannya

    tentang potensi tanaman famili Annonaceae sebagai rapelent terhadap Aedes

    aegypti menyatakan bahwa ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 100%

    mempunyai daya proteksi menolak 53% nyamuk Aedes aegypti (Arso, 2006).

    Sedangkan Simanjuntak menyatakan pada penelitiannya bahwa daun sirsak efektif

    untuk mengendalikan rayap dengan dosis antara 4000 ppm sampai 6000 ppm

    (Simanjuntak, 2007). Meskipun sudah terbukti bahwa daun sirsak memiliki

    senyawa yang cukup efektif digunakan sebagai pestisida, namun kajian mengenai

    dampak pestisida nabati pada lingkungan belum banyak dilakukan. Oleh karena

    itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai daya toksisitas ekstrak daun sirsak

  • terhadap ikan mas sebagai organisme non-sasaran dalam pemanfaatannya sebagai

    pestisida nabati.

    B. Perumusan Permasalahan

    Permasalahan yang akan dicari pemecahannya dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut.

    Berapakah dosis ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) yang digunakan untuk

    pestisida nabati dapat mematikan 50% populasi hewan uji (LD50) Ikan mas

    (Carassius auratus)?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai 96-h LD50 95% CI

    ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) pada Ikan mas (Carassius auratus)

    sebagai organisme non-sasaran dalam pemanfaatannya sebagai pestisida nabati,

    dan menentukan batas aman bagi organisme yang hidup dalam perairan.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi mengenai

    96-h LD50 95% CI dari ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) terhadap hewan

    uji Ikan mas (Carassius auratus) sebagai organisme non-sasaran. Setelah

    mengetahui dosis efektif ekstrak daun sirsak ini, nantinya diharapkan masyarakat

    atau petani pada khususnya dapat menggunakan pestisida nabati ini dengan dosis

    yang aman bagi lingkungan.

  • E. Definisi Istilah

    Untuk menghindari perbedaan pengertian dalam penelitian ini maka diperlukan

    penegasan istilah yang berada dalam judul penelitian ini. Istilah-istilah tersebut

    adalah sebagai berikut.

    1. Uji Toksisitas / Bio assay

    Suatu uji sifat relatif dari toksikan berkaitan dengan potensinya yang

    mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Penelitian menggunakan Ikan

    mas (Carassius auratus) sebagai hewan uji untuk menguji toksisitas bahan

    pestisida nabati berupa ekstrak daun sirsak (Annona muricata L).

    2. Ekstrak Daun Sirsak

    Ekstrak daun sirsak yang digunakan berasal dari daun sirsak (Annona muricata L)

    segar sebanyak 20 gram diblender halus kemudian dilarutkan dalam 1 liter air

    dicampur dengan 3 gram sabun colek, lantas diendapkan semalam (Kardinan,

    2002). Cairan yang diperoleh merupakan larutan sediaan yang dapat diencerkan

    lagi sesuai kebutuhan.

    3. Pestisida Nabati

    Merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang

    dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT).

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Hama

    Istilah hama merupakan istilah yang berorientasi kepada kepentingan manusia,

    bukan istilah ekologik. Tentunya pembatasan pengertian tersebut juga berarti

    bahwa tidak semua herbivora yang ada di agro-ekosistem adalah hama. Oleh

    karena itu dapat diuraikan beberapa hal mengenai hama yaitu sebagai berikut.

    1. Definisi Hama

    Dalam pengertian PHT tidak hanya serangga yang disebut hama, tetapi juga

    spesies-spesies makhluk lainnya yaitu vertebrata (misalnya tikus, babi hutan,

    gajah), tungau (berkaki 8), bakteri, virus dan cacing (nematoda). Hama adalah

    semua organisme atau agensia biotik yang merusak tanaman atau hasil tanaman

    dengan cara-cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia. PHT

    menyebutkan kumpulan spesies-spesies hama, dalam bahasa inggrisnya pests.

    Direktorat Bina Perlindungan Tanaman menyebutnya organisme pengganggu

    tanaman (OPT) (Oka, 2005).

    Beberapa ahli pertanian membuat beberapa versi pengertian (definisi)

    hama tanaman diantaranya, sebagai berikut:

    1. organisme jahat yang mempunyai kemampuan untuk merusak, menggganggu,

    atau merugikan organisme lainnya (inang);

    2. organisme yang memusuhi (merugikan kesejahteraan manusia);

  • 3. setiap spesies organisme yang dalam jumlah besar tidak kita kehendaki

    kehadirannya;

    4. organisme yang merugikan dari segi pandangan manusia;

    5. organisme hidup yang merupakan saingan kita dalam memenuhi kebutuhan

    pangan dan pakaian, atau menyerang kita secara langsung (Rukmana, 1997).

    Oleh karena itu jumlah populasinya harus dikendalikan agar tidak

    dianggap merugikan atau mengganggu (Oka, 2005).

    2. Jenis-jenis Hama

    Berdasarkan kisaran bahaya yang timbul akibat serangan hama pada tanaman budi

    daya, hama dapat dibagi menjadi empat kelompok sebgai berikut.

    a. Hama Utama

    Hama utama sering disebut sebagai hama abadi atau hama kunci, yaitu hama yang

    selalu menyerang setiap musim pada suatu daerah dengan intensitas serangan

    berat sehingga memerlukan pengendalian (Rukmana, 1997).

    b. Hama Minor

    Hama minor atau disebut hama kadang-kadang adalah hama (organisme yang

    sebelumnya dianggap tidak merugikan dan telah lama berada di suatu daerah, tapi

    suatu saat sebagai akibat dari adanya gangguan terhadap faktor lingkungan seperti

    berkurangnnya parasit dan predator, populasinya meningkat dan menimbulkan

    kerusakan terhadap tanaman (Natawigena, 1990).

  • c. Hama Potensial

    Hama potensial adalah hama yang populasinya mampu muncul secara tiba-tiba,

    terutama apabila terjadi perubahan pada mekanisme keseimbangan ekosistemnya

    (Rukmana, 1997).

    d. Hama Migran

    Hama migran merupakan hama yang bukan berasal dari agroekosistem setempat,

    melainkan datang dari luar karena sifatnya berpindah-pindah (Rukmana, 1997).

    3. Pengendalian Hama

    Dalam program PHT, tindakan pengendalian hama baru dilakukan jika jumlah

    populasi hama yang ditemukan di lapangan telah melewati batas toleransi. Cara

    pengendalian populasi hama dalam program PHT sangat beragam dan tidak

    mengandalkan pada satu cara tertentu. Pengendalian hama di antaranya dilakukan

    dengan cara alami, cara biologis, pestisida biologis, memakai pestisida botani,

    atau dengan cara pestisida kimiawi yang dilaksanakan dalam keadaan sangat

    terpaksa (Novizan, 2004).

    Untuk mencapai efektivitas pengendalian hama, ada beberapa jenis yaitu

    sebagai berikut.

    a. Pengendalian Alami

    Pengendalian alami adalah suatu proses di alam yang mampu

    mempertahankan kepadatan populasi suatu organisme bergerak dalam kurun

  • waktu yang lama, sehingga sedikit banyak populasi tetap berada di antara suatu

    batas atas dan bawah yang tertentu. Proses tersebut dipengaruhi oleh kombinasi

    unsur biotik dan abiotik di lingkungan suatu hama (Triharso, 2004).

    b. Pengendalian Biologis

    Pengendalian hayati ialah pengaturan populasi kepadatan organisme oleh musuh-

    musuh alamnya, hingga tingkat kpadatan rata-rata organisme tersebut lebih rendah

    dibandingkan dengan yang tidak diatur oleh musuh alamnya. Musuh-musuh alam

    tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

    1) predator

    2) parasitoid

    3) patogen serangga (jamur, bakteri, virus, nematoda)

    4) vertebrata (mamalia, burung, Amphibia, ikan) (DeBach, 1979 dikutip oleh

    Oka, 2005).

    c. Pengendalian Mekanik

    Pengendalian secara mekanik ialah menggunakan berbagai alat / bahan untuk

    membinasakan hama, termasuk menggunakan tangan kita untuk mengambil /

    menangkap hama sebagai berikut:

    1) membinasakan dengan tangan atau alat,

    2) memagari tanaman dengan pagar,

    3) menangkap dengan alat pengisap,

    4) menggunakan alat perangkap (Oka, 2005).

  • d. Pengendalian Kimiawi

    Pengendalian secara kimiawi ini dilakukan dengan pemberian senyawa kimia

    beracun baik dengan kimia sintetis maupun dengan senyawa kimia yang berasal

    dari tumbuhan (Novizan, 2004).

    e. Pengendalian Hama Terpadu

    PHT adalah pemberantasan hama terpadu (Integrated Pest Control) merupakan

    pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metoda yang sesuai

    dalam cara-cara yang seharmonis-harmonisnya dan mempertahankan populasi

    hama dibawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam keadaan

    lingkungan dan dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. Juga

    dikatakan, bahwa Integrated Pest Control adalah sinonim dengan Integrated Pest

    Management (Smith, 1983 dikutip oleh Oka, 2005).

    PHT berdasarkan falsafah alam yang memandang, bahwa semua makhluk

    hidup, termasuk yang disebut hama tanaman, adalah memang bagian dari alam.

    Jadi istilah hama adalah subjektif, dilihat dari kepentingan manusia itu sendiri.

    Dan manusi cenderung untuk menghabiskan saja makhluk-makhluk yang

    dirasakannya sangat merugikannya dengan racun-racun yang membahayakan

    semua kehidupan. Dari uraian tersebut tujuan PHT adalah sebagai berikut:

    1) memantapkan hasil dalam taraf yang telah dicapai oleh teknologi pertanian

    maju;

    2) mempertahankan kelestarian lingkungan;

    3) melindungi kesehatan produsen dan konsumen;

  • 4) meningkatkan efisiensi masukan dalam berproduksi;

    5) meningkatkan kesejahteraan atau pendapatan petani (Oka, 2005).

    B. Pestisida

    Pestisida ialah zat-zat kimia untuk membunuh hama. Jadi pestisida adalah racun.

    Pestisida dapat digolongkan berdasarkan jasad sasaran adalah sebagai berikut.

    1. Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan insekta

    (seranggga).

    2. Fungisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan fungi

    (cendawan atau jamur).

    3. Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan binatang

    pengerat atau tikus.

    4. Nematisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan nematoda.

    5. Mollukisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan molluska

    atau siput.

    6. Akarisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan akarina atau

    tungau.

    7. Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan herba atau

    gulma.

    8. Bakterisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan bakteri

    (Rukmana, 1997).

    Insektisida dapat juga digolongkan atas dasar jenis racunnya yaitu.

  • 1. Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme misalnya

    melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang

    akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan

    bagi hama.

    2. Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat pemberian

    insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena sisa insektisida

    (residu) insektisida beberapa waktu setelah penyemprotan (Tarumingkeng,

    1992).

    Berdasarkan asal bahan yang digunakan, saat ini pestisida dapat digolongkan

    menjadi dua jenis yaitu.

    1. Pestisida Kimia

    Pestisida kimia identiik dengan pestisida sintetis yang dapat dengan cepat

    menurunkan populasi hama dengan pengendalian (residu) yang lebih panjang.

    Pestisida sintetis juga lebih mudah dan praktis dipakai. Di samping itu, pestisida

    sintetis lebih mudah diproduksi secara besar-besaran, mudah diangkut dan

    disimpan, dan penggunannya relatif lebih mudah. Keunggulan ini telah memikat

    hati petani (Novizan, 2004).

    Pemakaian pestisida sering tidak bijaksana, dosis dan konsentrasi yang

    dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan.

    Hal ini yang menyebabkan dampak negatif dari pemakaian pestisida sintetis

    antara lain:

    a. hama sasaran berkembang menjadi tahan (resisten) terhadap pestisida;

  • b. dapat timbul fenomena yang disebut breserjensi hama tersebut, yaitu jumlah

    populasi keturunan-keturunan hama itu menjadi lebih banyak dibandingkan

    bila tiodak diperlakukan dengan pestisida;

    c. makhluk bukan sasaran seperti ikan, belut, katak, ayam, cacing, serangga

    penyerbuk dan sebagainya ikut binasa;

    d. musuh-musuh alamnya serangga hama yaitu predator dan parasitoid juga ikut

    mati;

    e. pestisida dapat menimbulkan ledakan hama sekunder;

    f. pestisida tertentu dapat meninggalkan residu di dalam tanaman dan bagian-

    bagian tanaman;

    g. pestisida mencemari lingkungan yaitu tanah, air dan udara;

    h. pestisida tertentu dapat menimbulakn pembesaran biologik artinya

    konsentrasi pestisida itu dalam rantai makanan berikutnya makin tinggi;

    i. pestisida menimbulkan kecelakaan bagi manusia (keracunan akut / kronik atau

    kematian) (Oka, 2005).

    Pencemaran pestisida yang terjadi akan memberikan pengaruh tidak saja

    terhadap organisme sasaran tetapi juga terhadap organisme-organisme yang bukan

    sasaran. Banyak hewan-hewan vertebrata dan invertebrata yang terkena dampak

    negatif dari penggunaan pestisida yang berlebihan khususnya insektisida. Ikan

    sebagai salah satu organisme yang tinggal di perairan merupakan organisme yang

    paling sensitif terhadap pencemaran insektisida seperti endosulfan, endrin,

    dieldrin, karbofuran, dan azinofos etil (Yunus dan Lim, 1971 dikutip oleh

    Sastroutomo, 1992).

  • 2. Pestisida Nabati

    Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari

    tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu

    tumbuhan (OPT). Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida

    yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan

    kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami

    atau nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di

    alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan

    ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Efektivitas suatu bahan-bahan

    alami yang digunakan sebagai insektisida nabati sangat tergantung dari bahan

    tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari

    daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan

    sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman

    dan jenis dari tumbuhan tersebut (Anonim, 2007).

    Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan

    penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai

    cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu :

    a. merusak perkembangan telur, larva dan pupa;

    b. menghambat pergantian kulit;

    c. mengganggu komunikasi serangga;

    d. menyebabkan serangga menolak makan;

    e. menghambat reproduksi serangga betina;

    f. mengurangi nafsu makan;

  • g. memblokir kemampuan makan serangga;

    h. mengusir serangga; dan

    i. menghambat perkembangan patogen penyakit (Novizan, 2004).

    Menurut Kardinan (2002), di Indonesia terdapat sangat banyak jenis

    tumbuhan penghasil pestisida nabati. Namun, sampai saat ini pemanfaatannya

    belum dilakukan dengan maksimal. Tumbuhan penghasil pestisida nabati tersebut

    dibagi menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.

    a. Kelompok tumbuhan insektisida nabati, adalah kelompok tumbuhan yang

    menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Contoh tumbuhan dari

    kelompok ini adalah: piretrum, aglaia, babadotan, bengkuang, bitung,

    jaringau, saga, serai, sirsak, srikaya.

    b. Kelompok tumbuhan antraktan atau pemikat, adalah tumbuhan yang

    menghasilkan suatu bahan kimia yang menyerupai sex pheromon pada

    serangga betina. Bahan kimia tersebut akan menarik serangga jantan,

    khususnya hama lalat buah dari jenis Bactrocera dorsalis. Contoh tumbuhan

    dari kelompok ini adalah: daun wangi dan selasih.

    c. Kelompok tumbuhan rodentisida nabati, adalah kelompok tumbuhan yang

    menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Tumbuh-tumbuhan ini

    terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran (efek aborsi atau

    kontrasepsi) dan penekan populasi, yaitu meracuninya. Tumbuhan yang

    termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid,

    sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid.

  • Dua jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah

    jenis gadung KB dan gadung racun.

    d. Kelompok tumbuhan moluskisida, adalah kelompok tumbuhan yang

    menghasilkan pestisida pengendali hama moluska. Beberapa tanaman

    menimbulkan pengaruh moluskisida, diantaranya: daun sembung, akar tuba,

    patah tulang dan tefrosia.

    e. Kelompok tumbuhan pestisida serba guna, adalah kelompok tumbuhan yang

    tidak berfungsi hanya satu jenis saja, misalnya insektisida saja, tetapi juga

    berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, moluskisida, nematisida dan lainnya.

    Contoh tumbuhan dari kelompok ini adalah: jambu mete, lada, mimba, mindi,

    tembakau dan cengkih.

    Novizan (2004) menjelaskan bahwa pestisida nabati juga mempunyai

    beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari pestisida nabati adalah:

    a. murah dan mudah dibuat oleh petani;

    b. relatif aman terhadap lingkungan;

    c. tidak menyebabkan keracunan pada tanaman;

    d. sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama;

    e. kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain; dan

    f. menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida

    kimia.

    Selain memiliki kelebihan pestisida nabati juga memiliki kelemahan

    diantaranya adalah:

    a. daya kerjanya relatif lambat;

  • b. tidak membunuh jasad sasaran secara langsung;

    c. tidak tahan terhadap sinar matahari;

    d. kurang praktis;

    e. tidak tahan disimpan; dan

    f. kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.

    Meskipun disebut ramah lingkungan, tidak berarti pestisida alami

    memiliki daya racun (toksisitas) yang rendah. Beberapa jenis pestisida botani

    seperti nikotin, memiliki daya racun yang lebih tingggi dibandingkan dengan

    pestisida sintetis, terutama jika termakan. Dengan demikian, kaidah keselamatan

    kerja pada saat aplikasi pestisida alami tetap diperhatikan (Novizan, 2004).

    C. Penggunaan Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati

    Pestisida nabati tentunya dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian

    serangga. Bahan alami itu memenuhi beberapa kriteria yang diinginkan, yaitu

    aman, murah, mudah diterapkan petani dan efektif membunuh hama serta

    memiliki keuntungan mudah dibuat. Bahan dari nabati ini juga mudah terurai

    (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi

    manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.

    Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki flora yang sangat beragam,

    mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber

    bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Salah satu

    famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati

    adalah Annonaceae. Dan salah satu tanaman yang memiliki senyawa yang dapat

  • digunakan sebagai insektisida nabati yaitu tanaman sirsak. Bagian dari tanaman

    sirsak yang digunakan adalah daun dan biji (Plantus, 2008). Beberapa peneletian

    telah melaporkan bahwa daun sirsak dapat digunakan untuk mengendalikan

    beberapa jenis hama. Penggunaan insektisida nabati yang dimodifikasi dengan

    berbagai jenis umpan dapat digunakan untuk mengendalikan rayap. Pemanfaatan

    daun sirsak dapat digunakan untuk mengendalikan rayap pada area pertanaman

    ataupun area pemukiman karena disamping efektif juga sangat mudah cara

    aplikasinya. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ekstrak daun sirsak

    dengan dicampur umpan rumah rayap dapat mengendalikan rayap dengan tingkat

    mortalitas yang tinggi dengan dosis 4 gr/toples (4000 ppm) (Simanjuntak, 2007).

    Sedangkan penelitian lainnya tentang pemanfaatan ekstrak daun sirsak untuk

    mengendalikan nyamuk Aedes aegypti juga dilakukan oleh Arso. Dari penelitian

    tersebut menyatakan bahwa tumbuhan famili Annonaceae mengandung saponin,

    flavanoid, dan tannin yang berpotensi sebagai repellen. Ekstrak daun sirsak

    dengan konsentrasi 100%, mempunyai daya proteksi menolak dari gigitan

    nyamuk Aedes aegypti sebesar 53% (Arso, 2006). Bagian tanaman lain seperti

    batang, cabang dan daunnya yang dibuat ekstrak dengan etanol juga dapat sebagai

    moluskisida pada B. Glabrata dengan LD50 sebesar 0,9720,26 ppm (Anonim,

    2004).

    1. Klasifikasi

    Klasifikasi Sirsak ( Annona muricata L), yaitu :

    Kingdom : Plantae

  • Divisio : Spermatophyta (tanaman berbiji tertutup)

    Sub divisio : Angiospermae (tanaman berbunga)

    Kelas : Dicotyledoneae (berkeping dua)

    Ordo : Ranales

    Familia : Annonaceae

    Genus : Annona

    Spesies : Annona muricata L

    (Steenis, 2005).

    Gambar 1: Tanaman Sirsak (Anona muricata L)

    2. Deskripsi

    Tanaman sirsak berasal dari Amerika Selatan, yaitu Meksiko. Tanaman sirsak

    berbentuk perdu atau pohon, tingginya 3--8 m. Daun memanjang, bentuk lanset

    atau bulat telur terbalik, ujung meruncing pendek, seperti kulit, panjang 6--18 cm,

    tepi rata. Bunga berdiri sendiri berhadapan dengan daun, bau tak enak. Daun

    kelopak kecil. Daun mahkota berdaging, 3 yang terluar hijau, kemudian kuning,

  • panjang 3,5--5 cm, 3 yang terdalam bulat telur, kuning muda. Daun kelopak dan

    daun mahkota yang terluar pada kuncup tersusun seperti katup, daun mahkota

    terdalam secara genting. Dasar bunga cekung sekali. Benang sari banyak.

    Penghubung ruang sari di atas ruang sari melebar, menutup ruangnya, putih.

    Bakal buah banyak, bakal biji 1. tangkai putik langsing, berambut. Kepala putik

    silindris. Buah majemuk tidak beraturan, bentuk telur miring atau bengkok, 15--

    35 kali 10--15 cm. Biji hitam dan daging buah putih. Pohon buah dari Hindia

    Barat, banyak ditanam (Steenis, 2005).

    3. Kandungan Kimia

    Beberapa spesies tanaman famili Annonaceae ternyata cukup berpotensi untuk

    dimanfaatkan sebagai insektisida nabati. Salah satu tanaman yang memiliki

    senyawa yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati yaitu daun sirsak. Para

    petani di sekitar Bandung pada tahun 1940-an telah pintar meracik daun sirsak

    untuk mengendalikan hama belalang dan sundep (Novizan, 2004). Hampir semua

    bagian tanaman sirsak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati (kecuali

    buah). Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah daun dan biji. Daun

    sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan

    squamosin (Plantus, 2008). Daun dan batang sirsak mengandung senyawa tanin

    dan alkaloid murisine. Biji buah sirsak mengandung alkaloid, batangnya

    mengandung dua alkaloid yaitu murisine dan murisinin, sedangkan daunnya

    mengandung saponin, flavanoid dan tanin (Samsuhidayat dan Hutapea, 1991

    dikutip oleh Sulistiowati, 2006).

  • Pada tumbuhan tingkat tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian

    vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan jelas

    dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tanpa

    warna tetapi flavonoid menyerap sinar UV, barangkali penting juga dalam

    mengerahkan serangga, pengaturan tumbuhan, antivirus, dan bekerja terhadap

    serangga (Robinson, 1995 dikutip oleh Sulistiowati, 2006).

    Di dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim

    sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya maka

    reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar

    dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyatannya sebagian besar tanaman

    yang bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat

    (Harborne, 1987 dikutip oleh Sulistiowati, 2006). Oleh sebab itu serangga yang

    memakan bagian tubuh tumbuhan dengan kandungan tanin yang tinggi akan

    memperoleh sedikit makanan yang bermanfaat bagi kehidupannya, akibatnya

    terjadi penurunan pertumbuhan.

    Golongan senyawa saponin bersifat polar, mudah larut dengan air

    sehingga cara penarikan dan aplikasinya mudah bagi petani. Selain itu, golongan

    senyawa tersebut mudah mengalami degradasi setelah aplikasi sehingga

    pemakaian bahan alami yang mengandung saponin ini bersifat aman lingkungan

    (Suripto, 2007). Saponin bersama-sama dengan substansi sekunder tumbuhan lain

    berperan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga karena serangga yang

    mengonsumsi saponin akan menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan

    penyerapan makanan.

  • Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin,

    bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki

    keistimewaan sebagai anti-feedent. Dalam hal ini, hama serangga tidak lagi

    bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada

    konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga

    mati. Ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi hama

    belalang dan hama-hama lainnya (Plantus, 2008).

    Acetogenin Annonaceae ini memiliki asam lemak rantai panjang C32 atau

    C34 yang berkombinasi dengan 2-propanol C-2 dari lakton. Senyawa ini hanya

    terdapat pada tanaman famili Annonaceae. Senyawa ini memperlihatkan aktivitas

    sebagai antitomor, immunosuppressive, pestisida, antiprotozoa, antifeedan,

    anthelmintic, dan antimikroba. Bentuk aksi biokomia dari senyawa acetogenin ini

    adalah pada penghambatan I (NADH I: ubiquinone oxidoreductase) pada

    mitokondria (Anonim, 2005 a). Senyawa Acetogenin (seperti squamosin) yang

    terdapat pada daun berperan sebagai insektisida yang aktif mengatasi serangga

    seperti: M. sanborni, L. decemlineata, M. persicae, Blatella germanica.

    Para petani yang memanfaatkan daun sirsak sebagai pestisida nabati

    umumnya diolah dalam bentuk ekstrak daun segar. Daun segar ini melaui metode

    ekstraksi diambil cairan metabolit sekundernya. Namun dalam pengaplikasian

    sehari-hari pengambilan cairan metabolit sekunder dari tanaman dilakukan dengan

    ekstraksi sederhana. Untuk melarutkan cairan metabolit sekunder yang ada pada

    tanaman dapat dilakukan dengan menambahkan minyak atau sabun sebagai

    pengganti pelarut organik dikarenakan lebih ekonomis dan prosesnya lebih

    sederhana.

  • D. Uji Toksisitas

    1. Toksikologi Lingkungan

    Semua zat beracun ataupun metabolitnya tentu akan kembali memasuki

    lingkungan, sehingga kualitas lingkungan akhirnya bertambah buruk dengan

    terdapatnya berbagai racun (Soemirat, 2005). Salah satu penyebab penurunan

    kualitas lingkungan adalah pencemaran air, dimana air yang kita pergunakan

    setiap harinya tidak lepas dari pengaruh pencemaran yang diakibatkan oleh ulah

    manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologik (bakteri,

    virus, parasit), bahan organik (pestisida, deterjen), beberapa bahan inorganik

    (garam, asam, logam) serta bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam

    air yang kita pergunakan (Mason, 1991 dikutip oleh Halang, 2004). Pestisida

    adalah racun yang sengaja dibuat oleh manusia untuk membunuh organisme

    pengganggu tanaman pangan dan insekta penyebar penyakit. Oleh karena itu

    perlu dilakukan penelitian pestisida yang spesifik membunuh organisme target,

    dan tidak mengganggu elemen lingkungan lainnya, termasuk manusia (Soemirat,

    2005).

    Limbah atau toksikan di alam ada yang bersifat tunggal dan ada yang

    campuran. Keberadaannya di lingkungan (terutama perairan) akan berinteraksi

    dengan komponen atau faktor lain. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi

    toksikan adalah sifat fisik kimia toksikan tersebut, sifat fisik kimia biologis

    lingkungan, dan sumber keluaran dan kecepatan masukan toksikan ke lingkungan.

    Biota dapat mengalami efek negatif toksikan tunggal atau campuran berbagai

    toksikan, dalam bentuk perubahan struktural dan fungsional. Efek negatif tersebut

  • dapat bersifat akut atau kronis/subkronis, tergantung pada jangka waktu

    pemaparan zat yang dapat mematikan 50% atau lebih populasi biota yang terpapar

    (Mangkoedihardjo, 1999 dikutip oleh Halang, 2004).

    Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya

    mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh

    beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan,

    durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima.

    Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan

    sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari

    tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul)

    dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat

    menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun

    fungsional, baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut dapat

    bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat

    irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali (Halang, 2004).

    2. Tingkatan Uji Toksisitas

    Uji toksisitass dapat dibagi ke dalam tiga kelompok menjadi tiga kelompok yaitu

    uji akut atau uji tingkat I, uji subkronis atau uji tingkat II dan uji kronis atau uji

    tingkat III.

    a. Uji Tingkat I

    Uji tunggal yang dilakukan atas segala zat kimia yang ada kaitannya dengan

    kepentingan biologi ialah uji toksisitas akut. Uji toksisitas akut terdiri atas

  • pemberian suatu senyawa kepada hewan uji pada satu saat. Maksud uji tersebut

    ialah untuk menentukan suatu gejala sebagai akibat pemberian suatu senyawa dan

    untuk menentukan peringkat letalitas senyawa itu. Rangkaian untuk menentukan

    toksisitas akut suatu senyawa baru terdiri dari eksperimen penemuan kisaran dosis

    kasar, eksperimen lanjutan untuk mempersempit kisaran dosis efektif untuk

    pengukuran letalitas, dan akhirnya eksperimen definitif untuk mendaptkan kurva

    dosis-respons untuk letalitas (Loomis, 1978).

    Sedangkan di perairan metoda uji toksisitas akut yang menyebabkan

    kematian merupakan metoda pengamatan yang sangat mudah sehingga digunakan

    secara luas dalam evaluasi toksisitas suatu senyawa murni atau efluen yang

    kompleks pada tahap awal penelitian. Hasil penelitian ini dinyatakan sebagai

    konsentrasi dengan 50% kematian organisme uji (LD50) dalam waktu eksposur

    relatif pendek satu sampai empat hari (Soemirat, 2005).

    b. Uji Tingkat II

    Uji tingkat II mewakili uji subkronis. Waktu esei biasanya dilakukan selama 30

    hari untuk aplikasi pada kulit, dan 30--90 hari untuk studi inhalasi, dan 90 hari

    untuk uji oral. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai NOEL, atau NOAEL,

    dst. Dalam uji ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan pengganggu, dan

    perlu sangat hati-hati (Soemirat, 2005).

    c. Uji Tingkat III

    Uji tingkat III auat uji kronis, dilakukan dengan jangka panjang, melebihi separuh

    hidup hewan percobaan, bahkan lebih dari satu generasi. Efek suatu zat disebut

  • kronis, apabila dosis yang masuk dalam unit mg/kg BB/h. Efeknya dapat

    bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat / fatal (Soemirat, 2005).

    3. Hitungan dalam Toksikologi

    Telah diusulkan suatu konsep bahwa tidak ada zat kimia yang benar-benar aman,

    demikian pula bahwa tidak ada zat kimia yang seharusnya dianggap sebagai

    benar-benar berbahaya. Bila orang menganggap bahwa efek akhir diwujudkan

    sebagai ada respons menyeluruh atau sama sekali tidak ada respons, seperti halnya

    dengan matinya suatu mekanisme biologi, dan bahwa kadar minimalnya tidak ada

    efek, maka haruslah terdapat suatu kisaran kadar zat kimia itu yang akan

    memberikan efek bertingkat pada suatu tempat diantara dua titik ekstrim tersebut.

    Sebagian besar kurva dosis-respons adalah linier dan sepanjang yang ada

    hubungannya dengan bagian kurva ynag linier ini, maka timbulnya kematian

    langsung berkaitan dengan kadar senyawa yang ada. Tidak bisa disangkal bahwa

    berbahya atau amannya senyawa kimia itu tergantung pada dosis yang diberikan

    (Loomis, 1978).

    Toksisitas dapat dinyatakan dalam dosis letal (LD) atau konsentrasi letal

    (LC), LC50 dan LD50, Non Observebable Effect Concentration (NOEC), Inhibition

    Concentration (IC50 atau IC25), dll, yang merupakan hasil akhir dari penelitian

    senyawa toksik yang dilakukan. Uji hewan atau bioassay akhirnya juga

    dimaksudkan untuk ekstrapolasi hasil terhadap manusia untuk mencari dosis aman

    (Soemirat, 2005). LD merupakan Dosis Letal. Nilai LD merupakan jumlah

    bahan yang cenderung menyebabkan kematian 50% hewan. LD50 merupakan

  • salah satu cara untuk mengetahui potensial racun (toksisitas racun) suatu bahan

    dalam waktu yang relatif pendek (Anonim , 2005 b).

    Kurva dosis-respons menggambarkan bagaimana diperoleh suatu dosis

    letal bagi 50% hewan uji. Suatu dosis letal bagi 50% hewan uji dikenal sebagai

    LD50, adalah dosis suatu senyawa yang akan menimbulkan kematian pada 50%

    hewan uji. LD50 merupakan suatu harga sebenarnya yang diperoleh secara

    statistika. Ini merupakan suatu harga perhitungan yang menggambarkan estimasi

    yang paling baik dari dosis yang diperlukan untuk menimbulkan kematian pada

    50% hewan uji, karenanya selalu disertai dengan suatu purata estimasi dari harga

    kesalahannya, seperti probabilitas kisaran nilainya.

    Batas probabilitas kisaran tersebut secra sepihak dipilih oleh penelitinya,

    untuk menunjukkan bahwa akan diperoleh hasil yang serupa dalam 90 atau 95

    dari 100 uji yang dikerjakan dengan suatu cara yang identik dengan apa yang

    dilukiskan. Terdapat beberapa metode untuk melakukan perhitungan seperti itu.

    Metode yang palig lazim dipergunakan ialah metode grafik Litchifield dan

    Wilcoxon (1949), metode kertas grafik probit logaritma Miller dan Tainter (1944),

    dan tata cara menemukan kisaran dari Weil (1952) (Loomis, 1978).

    Karena adanya kenyataan bahwa beberapa zat kimia akan menimbulkan

    kematian dalam dosis mikrogram, maka zat kimia seperti itu biasanya diangggap

    sebagai sangat toksik (atau beracun). Zat kimia yang lain mungkin relatif kurang

    berbahaya setelah diberikan dengan dosis melebihi beberapa gram. Karena

    mungkin terlibat banyak kisaran kadar atau dosis berbagai zat kimia yang

    menghasilkan bahaya, maka telah dirumuskan golongan toksisitas atas dasar

  • jumlah besarnya zat mkimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya. Tabel

    dibawah ini memperlihatkan contoh toksisitas bila zat racun dimasukkan secara

    oral.

    Tabel 1: Contoh Toksisitas Akut Atas Dasar Dosis Dan Portal Entri

    Dosis Interpretasi 1 mg/kg BB atau kurang 1 50 mg/kg BB 50 500 mg/kg BB 0,5 5 g/kg BB 5 15 g/kg BBI

    Toksisitas ekstrim Sangat toksik Toksisitas sedang Toksisitas rendah Praktis tidak toksik

    Sumber: McKinney, 1981

    Pada dasarnya sudah jelas bahwa toksisitas adalah relatif dan harus dilukiskan

    sebagai suatu kekerabatan dosis-efek antar senyawa yang relatif.

    3. Ikan mas sebagai Hewan Uji

    Untuk keperluan penelitian toksikologi diperlukan hewan uji, pemilihan hewan uji

    dalam penelitian toksisitas dilakukan berdasarkan tingkat trofis masing-masing

    hewan uji pada piramida rantai makanan. Sesuai dengan kebutuhannya maka

    penelitian toksisitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan organisme akuatik

    air asin/tawar, organisme terestrial atau organisme laut. Species yang diuji harus

    dipilih atas dasar kesamaan biokemis dan fisiologis dari species dimana hasil

    percobaan digunakan (Price, 1979 dikutip oleh Chahaya, 2003).

    Kriteria organisme yang cocok untuk digunakan sebagai uji hayati

    tergantung dari beberapa faktor :

    a. organisme harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan lingkungan,

  • b. penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak,

    c. mempunyai arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah

    maupun nasional,

    d. mudah dipelihara dalam laboratorium,

    e. mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit,

    f. sesuai untuk kepentingan uji hayati (American Public Health Association,

    1976; Mason, 1980 dikutip oleh Chahaya, 2003).

    Pada tingkat trofis empat di lingkungan akuatik diwakili oleh ikan, jenis

    yang paling sering digunakan adalah Rainbow trout (Salmo gairdneri), Blue gilled

    sunfish (Lepomis macrochirus). Di Indonesia digunakan Ikan mujair (Tilapia

    mozambica), Ikan mas (Carassius auratus), dan Ikan nila (Orechormis niloticus)

    (Shaw, 1998 dikutip oleh Soemirat, 2005). Dalam uji ini dicari LD50. Menurut

    Johnson and Finley (1980) Ikan mas (Carassius auratus ) dan Ikan karper

    (Cyprinus carpio) dapat digunakan untuk bioassay / biological assay uji toksisitas

    akut bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik

    air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas

    konsentrasi tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di

    laboratorium, di mana terjadi perubahan aktivitas pernafasan yang besarnya

    perubahan diukur atas dasar irama membuka dan menutupnya rongga buccal atau

    ofer kulum (Mark, 1981 dikutip oleh Chahaya, 2003). Uji akut dilakukan dalam

    96 jam sedangkan bagi yang kronis dapat sampai 14 hari.

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2008 di rumah

    penulis daerah Pedurungan, Semarang Timur.

    B. Subyek Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan adalah bioassay (Biological assay), yaitu

    pengujian dengan menggunakan organisme sebagai hewan uji. Subyek penelitian

    ini adalah Ikan mas (Carassius auratus) dengan berat badan tidak lebih dari 5 g,

    ukuran panjang badan ikan terkecil dibanding ikan terbesar tidak melampaui 1 :

    1,5 yang diperoleh dari penjual Ikan mas daerah Siliwangi, Semarang.

    C. Alat Dan Bahan

    1. Alat

    Alat-alat yang digunakan antara lain bak penampung untuk aklimasi hewan uji

    dengan volume 20 l, bejana dengan volume 5 l sebanyak 20 buah, blender, gelas

    ukur 10 ml, beker glass 50 ml, pipet, timbangan, DO kit test Hanna, termometer

    dan pH stick Hanna.

    2. Bahan

  • Bahan-bahan yang digunakan adalah daun sirsak (Annona muricata L) segar,

    sabun colek, air sumur dan Ikan mas (Carassius auratus).

    D. Prosedur

    1. Ekstraksi Bahan

    Bahan utama ekstrak berupa daun sirsak (Annona muricata L) segar yang

    diperoleh dari tanaman sirsak yang ditanam di kebun rumah daerah Semarang

    Timur.

    Bahan-bahan ekstrak pestisida nabati terdiri dari 20 gram daun sirsak yang

    diblender halus kemudian dilarutkan dalam 1 liter air dicampur dengan 3 gram

    sabun colek, lantas diendapkan semalam (Kardinan, 2002). Cairan yang diperoleh

    merupakan larutan pestisida nabati sesungguhnya. Selanjutnya larutan stok

    diencerkan dengan air sesuai dosis yang diinginkan yaitu 0 ppm, 12500 ppm,

    13250 ppm, 14000 ppm, dan 14750 ppm.

    2. Aklimasi Hewan Uji

    Hewan-hewan uji ikan mas yang akan digunakan dalam pengujian terlebih dahulu

    dipelihara dalam kondisi laboratorik selama 10 hari, dan 2 hari menjelang

    pengujian, hewan-hewan tersebut tidak diberi makan.

    3. Uji Eksplorasi

    Uji eksplorasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: 50 ekor hewan uji dibagi

    menjadi lima kelompok, masing-masing 10 ekor ditempatkan dalam satu bejana

  • uji dengan volume air 4 l. Dari lima kelompok tersebut, masing-masing diberi

    bahan pencemar pestisida nabati (ekstrak daun sirsak) dengan dosis 0 ppm

    (sebagai kontrol); 12500 ppm; 13250 ppm; 14000 ppm; dan 14750 ppm.

    Observasi dilakukan dengan mencatat pola gerak subletal, dan jumlah

    yang mati. Obseravisi ini dilakukan setelah 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam.

    Konsentrasi atau dosis dimana mortalitas 50% (LD50) selama 48 jam terjadi,

    ditetapkan sebagai dosis uji sebenarnya, dengan interval dosis lebih pendek.

    5. Uji Sesungguhnya

    Lima puluh hewan uji dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing 10 ekor

    ditempatkan dalam satu bejana uji dengan volume 4 l. Ke dalam lima kelompok

    tersebut, dimasukkan bahan pencemar pestisida nabati (ekstrak daun sirsak),

    berdasarkan hasil uji eksplorasi.

    Observasi dilakukan setiap 24 jam sekali, dengan mencatat pola gerak

    subletal, dan jumlah yang mati. Penentuan LD50 dilakukan selama 96 jam dengan

    cara interpolasi atau mengestimasi berdasar pengamatan regresi estimasi.

    E. Analisis dan Interpretasi Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasi dengan

    transformasi probit atau log dan regresi linier sederhana.

    a. Transformasi Probit / log dan Regresi Linear

    Dalam toksikologi, prediksi dengan persamaan regresi estimasi untuk masalah

    dosis respons umumnya kurang valid. Metode interpolasi yang valid didasarkan

  • pada nilai skala probabilitas (probit) dan logaritmik (log). Persentase respons

    (kematian hewan uji) dinyatakan dalam skala probit, dan dosis dinyatakan dalam

    skala log.

    Jika dosis racun skalanya diubah dalam logaritma, ketahanan banyak

    organisme terhadap racun ini mendekati distribusi normal. Peningkatan dosis

    mengakibatkan distribusi noramal kumulatif, sehingga sering disebut kurva dosis

    kematian. Kurva ini merupakan hal yang pokok dalam seluruh bioassay.

    Tabel 2: Transformasi Probit / log

    % Mortalitas (xi)

    Probit xi (xi)

    Dosis (ppm) (yi)

    Log yi (yi)

    (xi)2 Xi yi

    Jumlah Rata-2

    --- --- --- --- --- ---

    --- --- --- --- --- ---

    --- --- --- --- --- ---

    --- --- --- --- --- ---

    --- --- --- --- --- ---

    --- --- --- --- --- ---

    Perhitungan nilai regresi dilakukan dengan persamaan diatas. Interpolasi log

    LD50 di hitung dengan memasukkan nilai 5 (probit 50%). Berikut beberapa nilai

    probit hasil transformasi dari persen.

    b. Analisis Data

    Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0 for Windows, yang

    secara manual dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

    Yi = a + bxi

  • Dimana : Yi = nilai estimasi yang disesuaikan dengan yi pada xi digunakan

    persamaan :

    b = 22i

    ii

    xnx

    xynyx

    xby a = Dimana :

    a = titik potong garis regresi pada aksis y jika x = 0

    b = kemiringan garis ;

    n = jumlah perlakuan

    Tabel 3: Analisis Varians regresi Linear

    Variasi Jumlah kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah (1) (2) (3) (4)

    Regresi

    Residu

    Total

    22121 xnxb selisihDengan

    221 yny

    1 2n 1n

    (2) : (3)

    (2) : (3)

    2n1,F

    gahkudrat tenResidu ngahkuadrat te Regresi

    Jika residu kuadrat tengah pada tabel anava di atas, diganti dengan tanda S2,

    interval kepercayaan (confidence intervals) 95 % untuk nilai a (diberi tanda A,

    tanda untuk nilai yang sesungguhnya pada parameter ini) dapat dihitung dengan

    persamaan :

  • t n-2 = - ( )

    222i

    2i

    2

    Xnxn

    xS

    Aa

    t n-2 diperoleh dari tabel distribusi t pada 0,05 level probabilitas (Purnomo, 2007).

    Hipotesis:

    H0: b = 0; HA: b 0

    Kriteria uji:

    Terima H0 jika t hit < t; atau jika probabilitas / sig. t > 0,05; atau jika b = 0

    Tolak H0 jika t hit > t; atau jika probabilitas / sig. t < 0,05; atau jika b 0

  • BAB IV

    HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

    Dari penelitian Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati

    dengan menggunakan Ikan mas sebagai hewan uji diketahui hasil uji eksplorasi

    LD50 selama 48 jam = 14750 ppm, yang selanjutnya ditetapkan sebagai patokan

    dosis untuk uji sesungguhnya. Dari hasil analisis regresi estimasi diperoleh

    persamaan regresi: Y = a + bX, yang dapat digunakan untuk memprediksi 96-h

    LD50 95% CI. Hasil selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut.

    A. Uji Eksplorasi

    Tabel 4: Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda Selama 48 jam

    Mortalitas Ikan mas jam ke Dosis (ppm) 12 24 36 48

    Mortalitas ( % )

    - - - - - - - - - - - - - 2 - -

    0 12500 13250 14000 14750 3 2 1 -

    0 0 0 20 60

    Pengamatan yang dilakukan selama 48 jam selain mencatat jumlah hewan uji

    yang mati juga mencatat pola gerak subletal. Pengamatan terhadap tingkah laku

    Ikan mas selama percobaan memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh

    ekstrak daun sirsak, di mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas.

    Diawali dengan Ikan mas mulai bergerak kencang tidak teratur saat diberi larutan

    ekstrak daun sirsak, lalu lebih memilih tempat bergerak di bawah permukaan air,

  • lama kelamaan, lalu mulai berenang miring, insang ikan banyak mengeluarkan

    lendir, lemas dan akhirnya mati.

    B. Uji Sesungguhnya

    Pada awal penelitian dilakukan uji kualitas air untuk mengetahui kondisi air sudah

    sesuai standar untuk penelitian dan air dalam kondisi tidak tercemar. Paramater

    yang diuji antara lain sebagai berikut.

    Tabel 5: Data pengukuran suhu, pH dan DO air yang akan digunakan untuk uji toksisitas

    Paramater Nilai

    Suhu 26o C pH 7,1 DO 7,0

    Dari uji eksplorasi didapat kisaran dosis untuk uji sesungguhnya sebesar 13750

    ppm; 14000 ppm; 14250 ppm; 14500 ppm dan 14750 ppm. Kisaran dosis ini

    didapat dengan cara menurunkan dari dosis yang menyebabkan mortalitas 50%

    hewan uji Ikan mas pada uji eksplorasi. Data mortalitas Ikan mas pada uji

    sesungguhnya selama 96 jam adalah sebagai berikut.

    Tabel 6: Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda Selama 96 jam

    Mortalitas Ikan mas jam ke Dosis (ppm) 12 24 36 48 60 72 84 96

    Mortalitas ( % )

    0 - - - - - - - - 0 13750 1 1 - - 1 1 1 - 50 14000 - - - - - 1 1 3 50 14250 2 4 - - - - - - 60 14500 2 2 - 1 1 1 - - 70 14750 4 3 - 1 - - - - 80

  • C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Mortalitas Ikan mas

    Dari data yang didapat pada uji sesungguhnya, data di interpolasi log LD50

    dihitung dengan memasukkan nilai 5 (probit 50%), sebagai berikut.

    Tabel 7: Transformasi Probit / log Dosis-Respons Ekstrak Daun Sirsak

    %

    Mortalitas (xi)

    Probit (xi)

    Dosis (ppm) (yi)

    Log yi (yi)

    (xi)2 xi yi

    50 5,000 13750 4,138 25,000 20,690 50 5,000 14000 4,146 25,000 20,730 60 5,255 14250 4,154 27,615 21,787 70 5,525 14500 4,161 30,526 22,990 80 5,845 14750 4,169 34,164 24,368

    Jumlah 26,625 20,768 142,305 110,565 Mean 5,325 4,154

    Dari tabel koefisien-koefisien diperoleh persamaan regresi estimasi:

    Y = a + bX

    Y = 3,982 + 0,032 X

    bs = 0,005

    t = 6,094

    sig. t = 0,009

    Dari persamaan regesi estimasi di atas dapat diuraikan sebagai berikut.

    1. Konstanta (a = 3,982) merupakan rata-rata pengaruh (mean or average effect)

    dari berbagai variabel yang mempengaruhi Y, tetapi tidak dimasukkan ke

    dalam persamaan regresi; disebut juga dengan istilah intersep, yaitu titik

    potong garis regresi pada sumbu Y, apabila nilai X = 0.

  • 2. Koefisien regresi (b) menunjukkan besarnya kelipatan unit perubahan nilai Y

    apabila X berubah sebnyak satu unit. Dari persamaan di atas, diperoleh nilai

    b = 0,032. Artinya, jika X ditambah satu unit, maka nilai Y akan naik sebesar

    0,032 unit (ppm).

    3. t hitung dan probabilitas t (sig. t) menunjukkan signifikansi pengaruh variabel

    independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Nilai t = 6,094 adalah sangat

    signifikan (sig. t = 0,009).

    4. Koefisien korelasi (R) = 0,962 menunjukkan tingkat keeratan antara variabel

    independen (X) dengan variabel dependen (Y), yang sangat kuat dan positif.

    Ini artinya jika nilai X meningkat, nilai Y juga meningkat.

    5. R square (R2) atau koefisien determinasi = 0,925, artinya pengaruh

    (sumbangan) Xi terhadap naik turunnya nilai Y sebesar 92,5%, sedangkan

    sisanya 7,5% dipengaruhi variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam

    persamaan.

    6. Adjusted R square, atau R2 yang telah dibebaskan dari pengaruh derajat bebas

    (2

    R ) = 0,900; menunjukkan pengaruh yang sesungguhnya dari variabel

    independen (Xi) terhadap variabel dependen (Y) sebesar 90%; sisanya 10%

    dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan

    regresi.

    7. Standar eror estimasi 0,003845 lebih kecil daripada standar deviasi mean

    dosis, yaitu 0,012178. Ini berarti bahwa model regresi estimasi yang

    diperoleh lebih baik dalam bertindak sebagai estimator atau prediktor dosis,

    daripada rata-rata dosis itu sendiri.

  • 8. Dari uji F diperoleh Fhit = 37,131, dengan sig. F 0,009. Jadi H0 ditolak;

    artinya hipotesis yang menyatakan bahwa b = 0, atau X tidak berpengaruh

    terhadap Y adalah tidak benar.

    9. Kurva normal residual (ei) distandarisasi mendekati membentuk kurva normal

    (berdistribusi normal). Ini berarti model regresi estimasi memenuhi salah satu

    kriteria asumsi klasik, atau asumsi model klasik. Jika residual (ei) tidak

    berdistribusi normal maka uji F dan uji t tidak berlaku.

    10. Normal P-Plot. Jika residual didistribusikan secara normal, maka nilali

    pencaran akan terletak di sekitar garis lurus. Plot probabilitas normal tersebut

    menunjukkan persyaratan normalitas terpenuhi.

    11. Diagram Diagram pencar (scatterplot) yang ke-1 menggambarkan hubungan

    antara variabel dependen (Y) dengan nilai prediktor yang distandarisasi. Jika

    R2 (goodness of fit) mendekati 1, pencaran data pengamatan akan mendekati

    garis lurus / garis regresi (pencaran data akan berada mulai dari kiri bawah

    lurus ke arah kanan atas). Jika R2 = 1, hal ini berarti terdapat kecocokan yang

    sempurna. Berdasarkan diagram pencar tersebut, model regresi layak

    digunakan untuk memprediksi perubahan nilai Y (dalam hal ini R2 = 0,925).

    12. Diagram pencar (scatterplot) yang ke-2 menggambarkan hubungan antara

    variabel dependen (Y) dengan residual yang distandarisasi. Jika model regresi

    memenuhi syarat, maka plot pencaran tidak akan membentuk pola yang

    sistematis. Plot tersebut tidak sistematis, jadi model regresi estimasi yang

    diperoleh memenuhi syarat.

  • 13. Diagram pencar (scatterplot) yang ke-3 menggambarkan hubungan antara nilai

    yang diprediksi dengan studentized deleted residualnya. Jika model regresi

    layak dipakai prediksi (fit), maka data akan berpencar di sekitar angka nol,

    dan tidak membentuk suatu pola atau trend garis tertentu. Berdasarkan

    diagram pencar tersebut, model regresi dapat digunakan sebagai prediktor.

    Hasil prediksi yang menggunakan persamaan regresi estimasi diatas

    diperoleh interpolasi log LD50 (dihitung dengan nilai 5,000probitdalam

    persamaan regresi) adalah 4,142. Jika dikonversi (anti log), akan diperoleh 96-h

    LD50 95% CI sebesar 13868 ppm dan batas aman sebesar 1387 ppm (10% x

    13868).

  • BAB V

    PEMBAHASAN

    Dari data hasil penelitian dan analisis hasil yang dicantumkan pada bab IV, maka

    dapat dibuat pembahasan dari data tersebut antara lain sebagai berikut.

    A. Uji Eksplorasi

    Uji toksisitas akut didahului dengan uji eksplorasi yang dimaksudkan untuk

    menetapkan interval dosis toksikan uji yang didalamnya terdapat interval dosis

    penyebab efek negatif bagi uji sesungguhnya. Hasil dari uji eksplorasi seperti

    terlihat pada Tabel 4. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada dosis 12500 ppm

    sampai dosis 13250 ppm hingga jam ke-48 tidak terjadi mortalitas Ikan mas.

    Sedangkan pada dosis ekstrak daun sirsak sebesar 14000 ppm terjadi

    mortalitas sebesar 20% dan pada dosis ekstrak daun sirsak sebesar 14750 ppm

    terjadi mortalitas sebesar 60%. Mortalitas Ikan mas bertambah seiring dengan

    meningkatnya dosis ekstrak daun sirsak yang diberikan. Dari data tabel terlihat

    bahwa mortalitas Ikan mas mulai terjadi pada 24 jam pertama. Pengamatan yang

    dilakukan selama 48 jam selain mencatat jumlah hewan uji yang mati juga

    mencatat pola gerak subletal. Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama

    percobaan memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh ekstrak daun

    sirsak, di mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas. Diawali dengan

    Ikan mas mulai bergerak kencang tidak teratur, lalu lebih memilih tempat

    bergerak di bawah permukaan air, lama kelamaan berjalan miring, insang ikan

    banyak mengeluarkan lendir, lemas dan akhirnya mati. Pola gerak subletal hewan

  • uji yang diakhiri dengan mortalitas nampak berbeda pada pemberian dosis ekstrak

    yang berbeda. Pada dosis tinggi akan nampak pola gerak subletal yang lebih

    cepat karena hewan uji merasa stress dengan perubahan kondisi lingkungan

    yang ekstrim. Namun akan nampak lambat pada dosis yang lebih rendah.

    Hal utama yang menyebabkan mortalitas hewan uji adalah masuknya

    ekstrak daun sirsak ke dalam tubuh hewan uji yang mengandung beberapa

    senyawa yang beracun bagi hewan uji. Beberapa senyawa tersebut adalah

    flavanoid, tanin, saponin dan acetogenin. Senyawa racun yang terkandung dalam

    ekstrak daun sirsak tersebut bekerja sebagai insektisida kontak dan insektisida

    sistemik pada ikan. Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon

    penyaringan masuknya zat racun ke dalam tubuh. Lendir yang terlalu banyak

    dapat menghambat masuknya oksigen ke dalam tubuh yang akhirnya dapat

    menyebabkan kematian. Racun masuk ke dalam tubuh hewan uji dan

    terakumulasi di dalam ginjal, karena keterbatasan ginjal untuk menganulir bahan

    pencemar dapat menyebabkan kematian hewan uji. Faktor lingkungan yang

    cukup berpengaruh terhadap mortalitas hewan uji adalah perubahan suhu, pH dan

    DO air yang ekstrim akibat pemberian ekstrak daun sirsak.

    B. Uji Sesungguhnya

    Dari Tabel 5 yang memperlihatkan mengenai kondisi awal air yang akan

    digunakan untuk penelitian dimana air yang akan digunakan memiliki suhu 26o C;

    pH 7,1 dan DO air 7. Dari data tersebut diketahui bahwa kondisi air sudah sesuai

    standar untuk penelitian dan sesuai untuk pemeliharaan ikan yaitu pH perairan

  • berkisar antara 7--8 dan suhu optimum 20--25 oC. Selama proses penelitian

    berlangsung dimungkinkan terjadi penurunan DO air karena adanya penggunaan

    oksigen untuk proses respirasi ikan. Untuk kontrol penurunan DO dikarenakan

    penggunaan oksigen untuk proses respirasi ikan namun udara dari luar masih

    dapat masuk kedalam air dengan bebas. Sedangkan pada bejana yang diberi

    larutan ekstrak daun sirsak penurunan DO selain untuk respirasi ikan juga karena

    adanya ekstrak daun sirsak sebagai bahan pencemar air yang dapat menurunkan

    DO air tersebut. Namun, penyebab utama kematian ikan uji bukan berkurangnya

    oksigen akibat respirasi ikan, melainkan adanya ekstrak daun sirsak dalam bejana.

    Hal ini diperjelas bahwa bahan buangan organik dapat bereaksi dengan oksigen

    terlarut mengikuti reaksi oksidasi biasa; semakin banyak bahan buangan organik

    di air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut (Wardhana, 1995 dikutip

    oleh Halang, 2004). Sehingga semakin tinggi konsentrasi larutan pestisida nabati

    maka semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut. Dimungkinkan ada

    perubahan pH setelah pemberian ekstrak daun sirsak namun perubahnnya sangat

    kecil, sehingga dianggap pengaruhnya terhadap hewan uji sangat kecil.

    Kisaran konsentrasi yang akan digunakan pada uji sesungguhnya

    ditentukan dari uji eksplorasi. Dari uji eksplorasi didapat kisaran dosis sebesar

    13750 ppm; 14000 ppm; 14250 ppm; 14500 ppm dan 14750 ppm. Kisaran dosis

    ini didapat dengan cara menurunkan dari dosis yang menyebabkan mortalitas 50%

    hewan uji Ikan mas pada uji eksplorasi. Data mortalitas Ikan mas pada uji

    sesungguhnya selama 96 jam dapat dilihat pada Tabel 6 yang memperlihatkan

    perubahan mortalitas Ikan mas dari waktu ke waktu secara signifikan. Dari tabel

  • juga terlihat bahwa mortalitas Ikan mas meningkat seiring dengan peningkatan

    konsentrasi ekstrak daun sirsak dan waktu yang ditentukan. Pada dosis 13750

    ppm terjadi mortalitas sebesar 50%; dosis 14000 ppm terjadi mortalitas sebesar

    50%; pada dosis 14250 ppm terjadi mortalitas sebesar 60%; pada dosis 14500

    ppm terjadi mortalitas sebesar 70% dan pada dosis 14750 ppm terjadi mortalitas

    sebesar 80%. Hewan uji Ikan mas mulai bereaksi terhadap ekstrak daun sirsak

    setelah toksikan masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang banyak. Kematian

    hewan uji disebabkan karena zat toksikan (ekstrak daun sirsak ) yang terjerap ke

    dalam tubuh ikan berinteraksi dengan membran sel dan enzim. Hal ini sejalan

    dengan pernyataan bahwa zat toksikan atau polutan dapat menghambat kerja

    enzim di dalam tubuh Ikan mas (Halang, 2004).

    Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama percobaan

    memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh ekstrak daun sirsak, di

    mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas. Diawali dengan Ikan mas

    mulai bergerak kencang tidak teratur saat diberi larutan ekstrak daun sirsak, lalu

    berenang lebih memilih tempat bergerak di bawah permukaan air, lama kelamaan

    berjalan miring, insang ikan banyak mengeluarkan lendir lemas dan akhirnya

    mati. Perubahan lingkungan yang sangat ekstrim karena masuknya bahan

    pencemar pestisida nabati dari ekstrak daun sirsak menyebabkan ikan mengalami

    stress. Stress mengakibatkan sistem keseimbangan tubuh terganggu dan

    meningkatnya volume plasma yang selanjutnya menyebabkan tingkah laku ikan

    yang tidak wajar seperti diatas.

  • Pada ikan, insang merupakan jalan masuk yang penting. Sehingga dengan

    masuknya ekstrak daun sirsak ke dalam insang dapat menyebabkan keracunan,

    karena bereaksinya ekstrak daun sirsak tersebut dengan fraksi tertentu dari lendir

    insang. Lendir yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak

    sehingga terjadi penumpukan lendir. Insang akan menyaring bahan pencemar

    masuk ke dalam tubuh, selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aliran

    darah dan akhirnya terakumulasi di ginjal ikan. Peningkatan kandungan racun di

    ginjal terjadi karena intensitas masuknya racun ke dalam tubuh ikan yang terus

    menerus, sehingga ginjal mempunyai keterbatasan dalam menganulir bahan

    pencemar yang terus masuk ke dalam tubuh. Lama kelamaan akan bisa

    menyebabkan kematian ikan karena keterbatasan organ tubuh untuk

    mengeliminasi bahan pencemar sangat kecil dibandingkan dengan intensitas atau

    banyaknya bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh ikan tersebut.

    Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon penyaringan

    masuknya zat racun ke dalam tubuh. Hal ini menunjukkan aktifitas kerja dari

    beberapa kandungan kimia daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati.

    Karena pada penelitian ini untuk pembuatan ekstrak daun sirsak tidak dilakukan

    pemisahan kandungan metabolit sekunder pada tanaman, sehingga beberapa

    senyawa yang ada dalam daun sirsak memiliki peranan penting pada mortalitas

    Ikan mas. Senyawa racun yang terkandung dalam daun sirsak bekerja sebagai

    insektisida kontak dan sistemik pada ikan. Digunakan sebagai insektisida kontak

    karena racun yang terlarut dalam air langsung terkena bagian kulit tubuh ikan.

    Sedangkan perananya sebagai insektisida sistemik karena racun masuk ke dalam

  • tubuh bersamaan dengan masuknya air melalui insang. Sebagai insektisida nabati,

    senyawa flavonoid masuk kedalam tubuh hewan uji melalui sistem pernapasan

    yang selanjutnya dapat menimbulkan kelayuan pada saraf dan kerusakan pada

    insang ikan sehingga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Peranan senyawa

    tanin disini dapat menghambat sistem pencernaan yaitu protein lebih sukar dicapai

    oleh cairan pencernaan hewan sehingga hewan uji memperoleh sedikit makanan

    yang bermanfaat bagi kehidupan akibatnya terjadi penurunan pertumbuhan.

    Defisiensi protein pada ikan menyebabkan otot rangka rusak sehingga produksi

    antibody dan pembentukan kolagen berkurang. Penurunan antibody yang

    bersamaan dengan masuknya racun kedalam tubuh ikan menyebabkan ikan lama-

    kelamaan mati. Aktivitas insektisida dari saponin berkaitan dengan kemampuan

    saponin tersebut dalam mempengaruhi membran sel, yang menyebabkan berbagai

    reaksi hewan uji akibat kontak ataupun akibat mengkonsumsi senyawa saponin.

    Reaksi hewan uji terhadap aksi insektisida saponin adalah diawali dengan

    mengeluarkan lendir yang bermaksud untuk mngurangi kontak lebih lanjut pada

    permukaan tubuhnya dengan bahan insektisida. Namun demikian, pembentukan

    lendir dalam jumlah yang berlebihan ini dapat menghambat proses pernapasannya

    di mana difusi oksigen melalui insang terhalangi oleh lendir tersebut. Senyawa

    lain yang sangat berperan disini adalah senyawa acetogenin yang merupakan

    senyawa aktif dari famili Annonaceae yang terdapat pada tanaman sirsak. Pada

    serangga hal ini menyebabkan hama serangga tidak lagi bergairah untuk melahap

    bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat

    racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga mati (Plantus, 2008). Pada

  • hewan uji senyawa ini berperan sebagai racun kontak yang masuk melalui insang.

    Bentuk aksi biokomia dari senyawa acetogenin ini adalah pada penghambatan I

    (NADH I: ubiquinone oxidoreductase) di mitokondria, yang cara kerjanya analog

    dengan insektisida rotenon.

    Dengan bertambahnya dosis ekstrak daun sirsak yang dimasukkan dalam

    air, maka tingkat pencemaran dalam airpun meningkat oleh karena itu produksi

    lendir pada insang ikan juga semakin bertambah. Meningkatnya produksi lendir

    pada insang akan memperlambat ekskresi pada insang dan terjadi peningkatan

    racun di ginjal yang akhirnya menyebabkan mortalitas pada ikan.

    C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Mortalitas Ikan mas

    Dilihat dari data pada tabel 6 diketahui bahwa mortalitas Ikan mas pada perlakuan

    ekstrak daun sirsak pada uji toksisitas selama 96 jam dapat diketahui bahwa

    terdapat hubungan antara konsentrasi ekstrak daun sirsak terhadap mortalitas Ikan

    mas. Besarnya hubungan tersebut dapat diketahui dengan menganalisis data

    dengan uji korelasi.

    Berdasarkan analisis regresi linier sederhana didapat persamaan regresi

    estimasi didapat koefisien korelasi (R) adalah 0,962 hal ini menunjukan bahwa

    ada keeratan hubungan antara mortalitas Ikan mas (X) dengan konsentrasi ekstrak

    daun sirsak (Y) yang sangat kuat dan positif. Hal ini berarti bahwa jika nilai X

    meningkat, maka nilai Y juga akan meningkat. Nilai R square (R2) atau koefisien

    determinasi adalah sebesar 0,925 hal ini berarti bahwa pengaruh (sumbangan) Xi

    terhadap naik turunnya nilai terhadap naik turunnya nilai Y sebesar 92,5%;

  • sedangkan sisanya 7,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke

    dalam persamaan. Dimana kemungkinan besar variabel lain yang berpengaruh

    adalah perubahan suhu, pH dan DO air akibat pemberian ekstrak daun sirsak

    dengan berbagai konsentrasi. Adjusted R square, atau R2 yang telah dibebasskan

    dari pengaruh derajat bebas (2

    R ) adalah 0,9000 hal ini menunjukkan bahwa

    pengaruh yang sesungguhnya dari mortalitas Ikan mas (Xi) terhadap besarnya

    dosis ekstrak daun sirsak (Y) adalah sebesar 90% sedangkan sisanya adalah 10%

    dipengaruhi oleh faktor lain yang ada di lingkungan yang tidak dimasukkan dalam

    persamaan regresi. Faktor lingkungan yang cukup berpengaruh kemungkinan

    besarnya adalah perubahan suhu, pH dan DO air akibat pemberian ekstrak daun

    sirsak dengan berbagai konsentrasi. Suhu mempengaruhi aktifitas ikan, seperti

    pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu air sangat berkaitan erat dengan

    konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air. Toksisitas

    suatu senyawa kimia dipengaruhi oleh derajat keasaman suatu media. Nilai pH

    penting untuk menentukan nilai guna suatu perairan. Batas toleransi organisme

    air terhadap pH adalah bervariasi tergantung suhu, kadar oksigen terlarut, adanya

    ion dan kation, serta siklus hidup organisme tersebut. Namun hal tersebut

    memiliki persentase yang kecil dalam penelitian ini karena hal utama yang

    menyebabkan kematian ikan adalah besarnya konsentrasi ekstrak daun sirsak yang

    dimasukkan dalam air.

    Dari hasil analisis sidik ragam (ANOVA) model regresi diperoleh Fhit =

    37,131, dengan sig. F 0,009. Hal ini menyatakan bahwa H0 ditolak yang berarti

    hipotesis yang menyatakan bahwa b = 0 atau mortalitas (X) tidak berpengaruh

  • terhadap konsentrasi ekstrak (Y) adalah tidak benar; yang benar adalah bahwa

    mortalitas hewan uji Ikan mas (X) berpengaruh terhadap konsentrasi ekstrak daun

    sirsak (Y) yang sangat signifikan pada level probabilitas 0,9%. Setelah diketahui

    bahwa mortalitas Ikan mas berpengaruh terhadap konsentrasi ekstrak daun sirsak

    maka dianalisis pula hubungan peningkatan konsentrasi ekstrak daun sirsak

    dengan peningkatan mortalitas Ikan mas dengan uji normalitas yang dianalisis

    dengan analisis regresi linier sederhana. Analisis dilakukan dengan menggunakan

    program SPSS 13.0 for Windows sehingga diperoleh data seperti telihat pada

    lampiran ke-4 gambar 1.

    Agar persamaan regresi estimassi dapat digunakan untuk memprediksi

    perubahan nilai mortalitas hewan uji harus memenuhi kriteria bahwa estimator

    atau prediktor yang diperoleh dengan dengan menggunakan metode OLS harus

    BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau estimator liniear tidak bisa terbalik.

    Kondisi ini akan terjadi apabila asumsi model klasik dipenuhi, yaitu.

    1. Tidak Terjadi Autokorelasi

    Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian

    Durbin-Watson dengan ketentuan 1,65 < DW < 2,35. Jika nilai DW terletak

    diantara 1,65 dan 2,35 maka tidak ada korelasi. Pada persamaan regresi nilai DW

    sebesar 1,634 sehingga ada autokorelasi.

    2. Tidak Terjadi Heterokedastisitas

    Ada tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai

    prediksi variabel terkait dengan residunya. Jika tidak ada pola yang jelas, serta

  • titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

    terjadi heterokedastisitas. Dan jika dari grafik plot dalam persamaan regresi titik-

    titik tersebut menyebar disekitar sumbu Y dan membentuk pola tertentu yang

    teratur (gelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengidentifikasikan

    terjadi heterokedastisitas. Dari output regresi linier sederhana, grafik plot

    menggambarkan titik-titik menyebar disekitar sumbu Y dan tidak ada pola yang

    jelas sehingga tidak terjadi heterokedastisitas.

    Ini berarti model regresi estimasi memenuhi salah satu kriteria asumsi

    klasik, atau asumsi model klasik.

    Dari model regresi estimasi dosis-respons (ekstrak daun sirsak-mortalitas

    hewan uji) dapat digunakan sebagai prediktor terhadap variasi naik turunnya nilai

    Y (dosis atau konsentrasi ekstrak daun sirsak). Interpolasi log LD50 (dihitung

    dengan nilai 5,000probitdalam persamaan regresi) adalah 4,142. Jika

    dikonversi (anti log), akan diperoleh 96-h LD50 95% CI sebesar 13868 ppm yaitu

    apabila ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati masuk dalam

    perairan dengan konsentrasi 13868 ppm dimungkinkan dapat mematikan hewan

    air sebesar 50%.

    Ekstrak daun sirsak tersebut memiliki batas aman sebesar 1387 ppm (10%

    x 13868), yaitu apabila ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida

    nabati masuk ke dalam perairan dengan konsentrasi sebesar 1387 ppm adalah

    aman bagi organisme dalam perairan tersebut.

  • BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

    B. Kesimpulan

    Dari data hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarrik beberapa

    kesimpulan yaitu.

    1. Besarnya konsentrasi ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida

    nabati mempunyai pengaruh terhadap mortalitas hewan uji Ikan mas.

    2. Dengan analisis regresi estimasi, maka pada penelitian ini didapat konsentrasi

    yang menyebabkan kematian 50% hewan uji (LD50) adalah 13868 ppm.

    Dengan batas aman penggunaan ekstrak daun sirsak adalah 1387 ppm (10% x

    13868).

    C. Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Uji Toksisisitas Ekstrak Daun

    Sirsak Sebagai Pestisida Nabati pada lingkungan sesungguhnya agar didapatkan

    dosis yang benar-benar aman pada lingkungan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2001. Keputusan rektor IKIP PGRI Semarang, Nomor 005 A/SK/IKIP PGRI/III/2001 tentang pedoman penyusunan skripsi mahasiswa program strata satu (S1) IKIP PGRI Semarang. Semarang: IKIP PGRI Semarang

    ------. 2004. Graviola (Annona muricata). (online). Raintree Nutrition, Inc.

    Carson City. < http://www.rain-tree.com/Graviola-Monograph.pdf>. (Diakses 14 Mei 2008).

    ------. 2005 a. Graviola. (online). American Journal.

    < http://www.rain-tree.com/plants.htm>. (Diakses 3 Mei 2008). ------. 2005 b. What is an LD50 and LC50. (online). Canadas National

    Occupational Health and Safety Resource. . (Diakses 14 Mei 2008).

    ------. 2007. Pestisida nabati. (online). < http://www.biovermint.com/>.

    (Diakses 3 Mei 2008). Arso, P., Septo, Sraswati, Lintang, Hestiningsih, dan Retno. 2006. Famili

    Annonaceae sebagai rapellen terhadap nyamuk Aedes aegypti. Semarang: Lembaga Penelitian UNDIP. (online). . (Diakses 23 Mei 2008).