abstrak -...

14
IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA MANGROVE SEBAGAI PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING Julianto1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si3 Mahasiswa1, Dosen Pembimbing2 Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan email : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik ekosistem mangrove dan mengetahui potensi sosial masyarakat di Kampung Gisi Desa Tembeling dalam pencadangan kawasan konservasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Juli 2016. Metode yang digunakan ialah metode survei dan obervasi langsung. Berdasarkan hasil analisis potensi ekosistem mangrove sebagai pencadangan kawasan konservasi di Kampung Gisi Desa Tembeling dapat disimpulkan bahwa potensi biofisik ekosistem mangrove di kawasan kampong gisi desa tembeling masih sesuai untuk dijadikan pencadangan kawasan konservasi. Sebagian besar masyarakat Kampung Gisi sudah mengetahui tentang ekosistem mangrove dan sudah mulai sadar akan pentingnya ekosistem mangrove. Selain itu, tingkat partisipasi masyarakat Kampung Gisi Desa Tembeling dalam pencadangan kawasan konservasi tergolong cukup tinggi Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat, Kampong Gisi Abstract This study aims to determine the potential biophysical mangrove ecosystem and determine the potential of social community in Gisi village Tembeling in a conservation area reserve. This study was conducted in December 2015 to July 2016. The method used was a survey and direct observation. Based on the analysis of potential backups mangrove ecosystem as a conservation area in the village of Gisi village Tembeling can be concluded that the biophysical potential of mangrove ecosystems in the village area of the Gisi village Tembeling still suitable to be used as a backup conservation area. Most of the people in Kampung Gisi already know about the mangrove ecosystem and has already started to realize the importance of mangrove ecosystems. In addition, the level of community participation Gisi Desa Kampung Tembeling in a conservation area reserve is quite high. Keywords : Mangrove ecosystems, Conservation, Biophysical Potential, Potential Community Social, Village.

Upload: vothien

Post on 13-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA MANGROVE SEBAGAI

PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI DI KAMPUNG GISI DESA

TEMBELING

Julianto1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si3

Mahasiswa1, Dosen Pembimbing2

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

email : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik ekosistem

mangrove dan mengetahui potensi sosial masyarakat di Kampung Gisi Desa

Tembeling dalam pencadangan kawasan konservasi. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Juli 2016. Metode yang

digunakan ialah metode survei dan obervasi langsung. Berdasarkan hasil analisis

potensi ekosistem mangrove sebagai pencadangan kawasan konservasi di

Kampung Gisi Desa Tembeling dapat disimpulkan bahwa potensi biofisik

ekosistem mangrove di kawasan kampong gisi desa tembeling masih sesuai untuk

dijadikan pencadangan kawasan konservasi. Sebagian besar masyarakat

Kampung Gisi sudah mengetahui tentang ekosistem mangrove dan sudah mulai

sadar akan pentingnya ekosistem mangrove. Selain itu, tingkat partisipasi

masyarakat Kampung Gisi Desa Tembeling dalam pencadangan kawasan

konservasi tergolong cukup tinggi

Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi

Sosial Masyarakat, Kampong Gisi

Abstract

This study aims to determine the potential biophysical mangrove

ecosystem and determine the potential of social community in Gisi village

Tembeling in a conservation area reserve. This study was conducted in December

2015 to July 2016. The method used was a survey and direct observation. Based

on the analysis of potential backups mangrove ecosystem as a conservation area in

the village of Gisi village Tembeling can be concluded that the biophysical

potential of mangrove ecosystems in the village area of the Gisi village Tembeling

still suitable to be used as a backup conservation area. Most of the people in

Kampung Gisi already know about the mangrove ecosystem and has already

started to realize the importance of mangrove ecosystems. In addition, the level of

community participation Gisi Desa Kampung Tembeling in a conservation area

reserve is quite high.

Keywords : Mangrove ecosystems, Conservation, Biophysical Potential,

Potential Community Social, Village.

Page 2: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Kepulauan Riau

merupakan provinsi yang sangat

berpotensi karena wilayahnya yang

berbatasan langsung dengan negara

tetangga diantaranya

Vietnam dan Kamboja di sebelah

utara; Malaysia dan

provinsi Kalimantan Barat di Timur;

provinsi Kepulauan Bangka Belitung

dan Jambi di selatan;

Negara Singapura, Malaysia dan

provinsi Riau di sebelah barat.

Provinsi ini termasuk provinsi

kepulauan di Indonesia (profil

provinsi kepulauan riau).

Secara geografis, Provinsi

Kepulauan Riau terletak diantara

kordinat 1° 10' Lintang Selatan - 5°

10' Lintang Utara dan 102°50' - 109°

20' Bujur Timur. Provinsi Kepulauan

Riau memiliki batas wilayah di

sebelah Utara dengan Laut Cina

Selatan, di sebelah Timur dengan

Malaysia dan Provinsi Kalimantan

Barat, di sebelah Selatan dengan

Provinsi Sumatera Selatan dan

Provinsi Jambi, dan di Sebelah Barat

dengan negara Singapura, Malaysia,

dan Provinsi Riau (profil provinsi

kepulauan riau). Salah satu

Kabupaten yang terdapat di

Kepulauan Riau yaitu Kabupaten

Bintan. Kabupaten Bintan

mempunyai potensi yang cukup

besar dibidang perikanan salah satu

potensi yang terdapat di bintan yaitu

potensi sumberdaya mangrove.

Moore (1997) menyatakan

bahwa hutan mangrove merupakan

hutan holofil yang menempati bagian

zona intertidal tropika dan

subtropika, berupa rawa atau

hamparan lumpur yang dibatasi oleh

pasang surut. Holofi merupakan

sebutan bagi makhluk yang tidak

dapat hidup dalam lingkungan yang

bebas garam, khususnya yang berupa

tumbuh-tumbuhan disebut halofita.

Salah satu ekosistem

mangrove yang banyak terdapat di

kabupaten Bintan adalah di

Kampung Gisi. Wilayah pesisir

Kampung Gisi merupakan wilayah

yang terletak di Desa Tembeling

Kabupaten Bintan yang memiliki

kawasan hutan mangrove. Hutan

mangrove merupakan komunitas

tumbuhan yang tumbuh di daerah

pasang surut. Hutan mangrove

memiliki fungsi bagi daerah pesisir

seperti penahan gelombang, daerah

asuhan larva-larva hewan laut dan

perangkap sedimen dan juga menjadi

daerah penyambung antara darat dan

laut. Selain memiliki berbagai

fungsi, mangrove juga membentuk

susunan atau distribusi vegetasi

mangrove yang dimulai dari arah laut

hingga kearah daratan yang disebut

dengan zonasi mangrove yang

berfungsi sebagai habitat biota

perairan maupun hewan darat

(Suparianto, 2007).

Dengan potensi demikian,

maka perlu dilakukan perlindungan

terhadap ekosistem mangrove agar

ekosistem mangrove tersebut tidak

punah dan biota yang berasosiasi

disekitar mangrove pun tidak punah.

Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian tentang identifikasi potensi

sumberdaya mangrove sebagai

pencadangan kawasan konservasi Di

Kampung Gisi, Desa Tembeling,

Kabupaten Bintan.

Page 3: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada

bulan Desember 2015 – Juli 2016.

Lokasi penelitian ditetapkan

dikawasan mangrove di Kampung

Gisi, Desa Tembeling, Kabupaten

Bintan, Kepulauan Riau. Alat dan

bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kamera, tali

rapia, alat tulis, GPS, meteran dan

peta.

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini dikelompokan menjadi

dua kelompok jenis data yaitu data

data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan pengumpulan data

secara langsung atau pengamatan

secara langsung sedangkan data

sekunder merupakan ialah data yang

duperoleh dari studi literatur.

Stasiun penelitian ditentukan dengan

metode purposive sampling.

Terdapat 3 stasiun pengamatan.

Stasiun pertama berada dekat dengan

dermaga. Stasiun kedua berada dekat

dengan aktivitas masyarakat. Stasiun

ketiga ditentukan di daerah yang jauh

dari aktivitas manusia.Penentuan

stasiun ditentukan berdasarkan

observasi awal yang telah dilakukan.

Setiap stasiun terdiri atas 10x10

meter dan terdapat 3 transek pada

setiap stasiun.

Pengukuran ketebalan / lebar

mangrove dilakukan secara manual

dengan cara diukur dengan

menggunakan roll meter. Roll meter

ditarik tegak lurus dengan garis

pantai mulai dari hutan mangrove di

bagian darat sampai dengan ujung

mangrove di batas laut.

Prosedur pengamatan dan

pengambilan data mangrove yaitu:

a. Membuat petak contoh (plot)

transek quadran dengan bentuk

bujur sangkar ukuran luas 10 x

10 m, dengan jumlah plot

sebanyak 3 unit.

b. Mengidentifikasi nama jenis-

jenis tumbuhan mangrove yang

belum diketahui dengan cara

mengambil sebagian/potongan

dari ranting, lengkap dengan

bunga dan daunnya.

c. Menghitung jumlah jenis dan

tegakan mangrove, jumlah

anakan, mengukur diameter

batang pohon mengrove, yang

ditempatkan pada setiap stasiun.

d. Kerapatan jenis

Kerapatan jenis dilakukan

dengan cara mengukur diameter

batang dan mencatat jumlah individu

serta tegakan yang ditemukan pada

setiap plot disetiap perairan untuk

rumus mengukur kerapatan

mangrove menggunakan rumus

sebagai berikut:

e. Kerapatan Total

Kerapatan Total adalah jumlah

semua individu mangrove dalam

suatu unit area yang dinyatakan

sebagai berikut:

Keterangan:

ni : Jumlah total individu dari spesies

i

Σn : Jumlah total individu seluruh

spesies

A : Luas area pengambilan contoh

Biota perairan dikumpulkan

dengan menggunakan metode

wawancara kepada masyarakat yang

berhubungan langsung dengan

Kerapatan Spesies = ni / A

Kerapatan Total = Σn / A

Page 4: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

ekosistem mangrove. Lokasi

pengamatan biota ditetapkan pada

tiap stasiun. Data tentang biota di

perairan yang berada di ekosistem

mangrove dilakukan dengan cara

menanyakan langsung kepada

beberapa warga tentang biota apa

saja yang sering dijumpai di

ekosistem mangrove tersebut.

Pengamatan kepiting dan reptil

juga sama yaitu menggunakan

metode wawancara langsung kepada

warga. Setelah didapatkan data

tersebut lalu dilakukan identifikasi

biota. Jenis kepiting atau reptil yang

belum diketahui dilakukan

pengambilan gambar/foto sampel

biota tersebut.

Untuk sampling biota

gastropoda menggunakan transek

1x1 dengan mengunakan jaring atau

gillnet diletakan pada saat pasang

dan di ambil sampling pada saat air

surut.

Pada setiap lokasi pengamatan,

letakan petak-petak contoh (plot)

berbentuk bujur sangkar dengan

ukuran 10 x 10 m untuk tingkat

pohon (diameter batang > 4 cm), 5 x

5 m untuk tingkat pancang (diameter

batang < 4 cm dan tinggi > 1 m), 1 x

1 m untuk semai dan tumbuhan

bawah (tinggi < 1 m). Data yang

diambil pada pengamatan ekosistem

mangrove adalah jenis mangrove

yang berada di dalam stasiun

pengamatan serta jenis perakarannya,

kemudian dilakukan pengukuran

diameter setiap pohon setinggi dada

(1,3 meter) yang berada di dalam

stasiun serta pengamatan visual

biota-biota yang berada di stasiun

tersebut (Bengen, 2001). Pengamatan

burung, monyet, biawak, dan juga

ular dilakukan dengan cara melihat

langsung dan juga melakukan

wawancara kepada masyarakat yang

berada di Kampong Gisi Desa

Tembeling.

Murni dalam Bahar (2004)

menyatakan bahwa penilaian

aksesibilitasi di kelompokan menjadi

4 ketentuan, yaitu: Jalan yang bagus

untuk mencapai lokasi, minimal

apspal, Banyak jalan alternatif untuk

mencapai lokasi, Banyak alat angkut

kelokasi, Terdapat sarana pendukung

(dermaga dan terminal)

Analisis Data

1. Analisis Potensi Biota

Yulianda (2007) menyatakan

bahwa objek biota merupakan

keragaman biota yang ada di

lingkungan vegetasi mangrove

seperti ikan, kepiting, moluska,

monyet, dan burung. Data

dikumpulkan melalui pengamatan

langsung dan juga melakukan

wawancara kepada masyarakat

sekitar guna mendapat informasi

biota yang mungkin tidak ditemukan

atau dilihat pada saat pengamatan

secara langsung. Pengamatan objek

biota untuk melihat ada atau tidaknya

biota yang telah ditetapkan pada

kreteria penilaian objek biota

berdasarkan kreteria penilaian pada

table table analisis kesesuaian

konservasi mangrove.

Murni (2000) dalam Bahar

(2004) untuk penilaian objek biota

dengan menggunakan 4 ketentuan

yaitu: Terdapat lebih dari 4 jenis

biota, Terdapat 4 jenis biota,

Terdapat 2 jenis biota, Terdapat

salah 1 jenis biota.

2. Analisis Potensi Ekosistem

Mangrove

Data yang dikumpulkan

meliputi: data mengenai jenis spesies

mangrove, kerapatan, dan ketebelan

Page 5: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

mangrove. Data-data tersebut

kemudian diolah untuk mengetahui

kesesuaian eksosistem mangrove

untuk dijadikan sebagai pencadangan

kawasan konservasi, untuk lebih

jelasnya diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel.2 Analisis kesesuaian

untuk kawasan konservasi

mangrove

No Kreteria Bobot S4 S3 S2 S1

1 Kerapatan

Mangrove

(100m2)

4 ≥15 10-15 5-10 <5

2 Jumlah kelompok

jenis tumbuhan

5 >7 5-6 3-4 <2

3 Jumlah spesies

vegetasi mangrove

4 >10 6-9 3-4 <2

4 Ketebalan

Mangrove (m)

5 >500 200-500 50-200 <50

5 Obyek Biota

(Jumlah jenis

biota)

3 ≥4

4 ketentuan

3

3 ketentuan

2

2 ketentuan

1

1 Ketentuan

6 Aksesibilitasi 3 4 ketentuan 3 ketentuan 2 ketentuan 1 ketentuan

Sumber: Yulianda (2007) dalam modifikasi Rozalina (2014)

Rumus yang digunakan untuk kesesuaian konservasi ialah

Keterangan

IKW = indeks kesesuaian ekosistem untuk konservasi mangrove

Ni = nilai parameter ke-i ( bobot x skor )

Nmaks = nilai maksimum dari kategori konservasi mangrove adapun klasifikasi

penilaian yaitu :

SS = sangat sesuai ( total bobot x skor = 96 )

S = sesuai ( total bobot x skor = 72 )

SB = sesuai bersyarat ( total bobot x skor = 48 )

TS = tidak sesuai ( total bobot x skor = 24 )

Rumus penentuan interval batas kesesuaian konservasi mangrove menurut bahar

(2004), yaitu: Nilai tengah kelas = nilai batas atas + nilai batas kelas bawah.

2

interval kelas = nilai tengah kelas sampai nilai tertinggi kelas

a. SB (Sangat Sesuai) lebar kelas = 96+72 = 84-96

2

b. S (Sesuai) lebar kelas = 72+48 = 60-83

2

IKW

Page 6: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

c. SB (Sesuai Bersyarat) lebar kelas = 48+24 = 46-59

2

d. TS (Tidak Sesuai) lebar kelas = 24-35

3. Analisis Sosial Masyaraat

Wawancara dilakukan

terhadap warga yang berhubungan

langsung dengan ekosistem

mangrove dengan cara wawancara

langsung dengan informan kunci

yang di susun berdasarkan

kepentingan penelitian Perhitungan

untuk mengetahui jumlah responden

dilakukan dengan menggunakan

jumlah populasi yang diketahui,

rumus yang dapat digunakan adalah

Yamane (1967).

(

)

Keterangan

N = jumlah populasi

n = jumlah responden

d = error ( maksimal 10% atau

20 % )

Jumlah penduduk masyarakat

di Kampung Gisi Desa Tembeling

sebanyak 45 KK untuk melakukan

pendataan kuisioner maka diambil

sampel sebanyak 31 KK dengan

menggunakan titik eror 10% maka

didapatkan hasil jumlah sampel yang

harus diambil 31 KK dari 45 KK.

HASIL DAN

PEMBAHASAN

A. Potensi Biofisik Ekosistem

Mangrove

1. Ketebalan Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan di kawasan

ekosistem mangrove di Kampung

Gisi Desa Tembeling didapatkan

hasil pengukuran lebar atau

ketebalanekosistem mangrove pada

setiap stasiun. lebih jelasnya

diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5 .Ketebalan Hutan Mangrove di Kampung Gisi

106

108

110

112

114

116

stasiun1 stasiun 2 stasiun 3

ket

ebala

n m

an

gro

ve

(m)

Stasiun Pengamatan

Page 7: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

Gambar 5 memperlihatkan

bahwa ketebalan ekosistem

mangrove di Kampung gisi

ditemukan ketebalan tertinggi

terletak pada stasiun 3 yaitu sebesar

115 m, dan ketebalan terendah

terlihat pada stasiun I sebesar 110 m.

Tingkat ketebalan mangrove pada

stasiun 1 tergolong rendah hal ini

dipengaruhi karena adanya

penebangan mangrove sehingga

mempengaruhi tingkat ketebalan

mangrove. Pada stasiun 2 juga

terlihat ketebalan masih tergolong

rendah. Hal ini jelas dipengaruhi

oleh aktivitas manusia yang

memanfaatkan mangrove sehingga

ketebalan mangrove pada stasiun 2

berkurang Sedangkan pada stasiun 3

tampak jelas bahwa ketebalan

mangrove pada stasiun ini tergolong

tebal hal ini jelas karena pada

stsasiun 3 jauh dari aktivitas

manusia, dengan jauhnya aktifitas

masyarakat setempat dengan

keberadaan ekosistem mangrove,

masyarakat tidak memanfaatkan

ekosistem mangrove tersebut.

Sehingga keberadaan ekosistem

mangrove yang berada pada stasiun 3

masih terjaga dan tergolong tebal.

2. Komposisi Jenis Mangrove

Komposisi Jenis Mangrove

di kampung gisi

Stasiun Spesies Nama

Lokal

%Komposisi Jenis

Pohon Anakan Semai

1

Rhizophora

apiculata

Bakau 69% 53% 43%

Rhizopora

mucronata

Bakau 25% 39% 57%

Sonneratia alba Pedada 5% 0 0

Xylocarpus

granatum

Nyirih 1% 8% 0

TOTAL 100% 100% 100%

2

Rhizophora

apiculata

Bakau 77% 67% 5%

Rhizopora

mucronata

Bakau 17% 11% 10%

Sonneratia alba Pedada 1% 22% 10%

Xylocarpus

granatum

Nyirih 5% 0 21%

TOTAL 100% 100% 100%

3

Rhizophora

apiculata

Bakau 60% 60% 53%

Rhizopora

mucronata

Bakau 30% 40 47%

Sonneratia alba Pedada 10% 0 0

TOTAL 100% 100% 100%

Dari ketiga stasiun dapat

tampak bahwa tegakan yang paling

banyak ditemukan untuk kategori

Page 8: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

pohon yaitu pada stasiun III dengan

nilai sebesar 115 tegakan, Hal ini

jelas karena pada stasiun ini

diletakan jauh dari aktivitas

masyarakat sehingga komposisi jenis

mangrove masih banyak dijumpai.

sedangkan untuk kategori anakan

yang paling banyak ditemukan

berada pada stasiun I yang berjumlah

16 (dekat dermaga) dan untuk

kategori semai yang paling banyak

dijumpai yaitu pada stasiun I

berjumlah 15 (dekat dermaga).

3. Kerapatan Jenis Mangrove

a. Kerapatan Mangrove

Kategori Pohon Pada

Setiap Stasiun.

Tabel Kerapatan Mangrove

Kategori Pohon Pada Setiap

Stasiun

Berdasarkan kepmen LH NO

201 tahun 2004 kerapatan mangrove

pada stasiun I tergolong rusak karena

jumlah kerapatan kategori pohon

pada stsiun ini hanya berjumlah

sebesar 945 ind/ha. Kerusakan

mangrove pada stsiun I disebabkan

karena adanya penebangan ekosistem

mangrove oleh masyarakat setempat.

Pada stasiun 2 tingkat

kerapatan mangrove tergolong

rendah hanya terdapat 798 ind/ha

dari keseluruh total kerapatan.

Dengan begitu maka kerapatan

mangrove pada stasiun 2 tergolong

rusak. Kerusakan ekosistem

mangrove pada stasiun 2 terjadi

karena pada stasiun 2 terletak dekat

dengan aktivitas masyarakat,

sehingga mengganggu pertumbuhan

ekosistem mangrove dan

menyebabkan rendahnya kerapatan

mangrove pada stasiun 2. Sedangkan

pada stasiun 3 terlihat 3 jenis

mangrove yang ditemukan yaitu

jenis jenis Rhizhopora apiculata,

Rhizhopora mucronata, dan jenis

sonneratia alba. dari ketiga jenis

mangrove tersebut didapat jumlah

total 1322 ind/ha. Dengan jumlah

total kerapatan sebesar 1322 ind/ha

maka eksoistem mangrove pada

stasiun 3 tergolong sedang kepmen

LH No. 201 tahun 2004 menyatakan

bahwa kategori baik ≥1500

tegakan/ha, sedang ≥1000 - ≤ 1500

tegakan/ha, dan rusak ≤ 1000

tegakan/ha. Tingginya kerapatan

mangrove pada stasiun 3, karena

pada stasiun ini terletak jauh dari

aktivitas manusia sehingga

pertumbuhan ekosistem pada stasiun

3 tergolong sedang dibanding pada

stasiun 1 dan stasiun 2.

Kerapatan Mangrove Kategori Pohon

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

No Jenis Ind Kerapatan Ind Kerapatan Ind Kerapatan

1 Rhizophora Apiculata

84 646 75 576 95 731

2 Rhizophora

mucronata

30 230 16 123 47 361

3 Sonnratia alba 6 46 5 38 15 115

4 Xylocarpus granatum 3 23 8 61 - -

Total 123 945 104 798 116 1322

Page 9: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

a. Kerapatan Mangrove

Kategori Anakan Pada

Setiap Stasiun

Tabel . Kerapatan Mangrove

Kategori Anakan pada Setiap

Stasiun

Kerapatan Mangrove Kategori Anakan

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

No Jenis Ind Kerapatan Ind Kerapatan Ind Kerapatan

1 Rhizopora Apiculata

8 246 12 369 9 69

2 Rhizopora

mucronata

6 148 2 61 6 46

3 Sonetaria alba - - 4 123 - -

Total 14 430 18 553 16 115

Kurangnya jumlah spsies

yang yang berada di Kampung Gisi

Desa Tembeling dipengaruhi oleh

faktor lingkungan sperti tidak adanya

genangan air payau yang masuk

keperairan Kampung Gisi. Sehingga

mempengaruhi ekosistem mangrove

jenis nipah atau yang disebut nypa

fruiticans wurmb untuk tumbuh di

Wilayah Kampung Gisi. Sehingga

jenis Rhizopora apiculata dan

Rhizopora mucronata lebih

mendominasi disbanding jenis

mangrove yang lainnya

b. Kerapatan Mangrove

Kategori Semai Pada Setiap

Stasiun

Tabel Kerapatan Mangrove

Kategori Semai pada Setiap

Stasiun

Kerapatan Mangrove Kategori Semai

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

No Jenis Ind Kerapatan Ind Kerapatan Ind Kerapatan

1 Rhizophora Apiculata

6 4615 17 9230 8 6153

2 Rhizophora

mucronata

8 6153 3 2307 7 5384

3 Sonnratia alba - - 3 2307 - -

4 Xylocarpus granatum - - 3 2307

Total 14 10768 26 16151 15 11537

Dari tabel diatas menunjukan

bahwa tingkat kerapatan mangrove

untuk kategori semai dari 3 stasiun

juga didominasi oleh jenis mangrove

Rhizophora apiculata dan di ikuti

jenis mangrove Rhizophora

mucronata. Hal ini terjadi karena

selain jenis Rhizophora apiculata

dan Rhizophora mucronata tahan

terhadap salinitas yang tinggi dan

mudah beradaptasi juga adanya

reboisasi ekosistem mangrove jenis

Rhizophora apiculata dan

Rhizophora mucronata di Kampung

Gisi Desa Tembeling sehingga jenis

mangrove Rhizophora apiculata dan

Page 10: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

Rhizophora mucronata lebih

mendominasi dibanding jenis

mangrove yang lainnya.

4. Jenis Biota

Tabel Jenis Biota Yang

Ditemukan Di Kampung Gisi

No Objek

Biota

Nama Lokal Stasiun

I II III

1

2

3

4

5

6

7

Ikan

Krustasea

Gastropoda

Reptil

Burung

coelenterata

Mamalia

Belanak (Mugil dosumieri)

Ikan sembilang (Polonotus canius)

Kepiting bakau (Scylla serrata)

Siput isap (Potamididae)

Ular bakau (Chrysopelea sp.)

Biawak (Varanus salvator)

Bangau putih ( Bubulcus ibis kuntul)

Elang laut (Haliaeetus leuogaster)

Ubur-ubur (Aurelia sp.)

Monyet ekor panjang (macaca fascicularis)

+

+

-

+

-

+

-

+

-

+

+

+

+

+

+

+

-

-

+

+

+

+

+

+

+

+

+

-

-

+

Tabel diatas menujukan

bahwa jumlah objek biota yang di

temukan tergolong rendah hanya

terdapat beberpa jenis objek biota

seperti Belanak (Mugil dosumieri),

Ikan sembilang (Polonotus canius),

Kepiting bakau (Scylla serrata),

Siput isap (Potamididae), Ular bakau

(Chrysopelea sp.), Biawak (Varanus

salvator), Bangau putih ( Bubulcus

ibis kuntul), Elang laut (Haliaeetus

leuogaster), Ubur-ubur (Aurelia sp.),

Monyet ekor panjang (macaca

fascicularis). Kurangnyan objek

biota yang ditemukan dipengaruhi

oleh faktor lingkungan dan juga di

pengaruh oleh aktivitas manusia.

Menurut Bengen (2001),

komunitas fauna ekosistem

mangrove membentuk percampuran

antara 2 (dua) kelompok yaitu:

1. Kelompok fauna daratan /

terestrial yang umumnya

menempati bagian atas pohon

mangrove, terdiri atas: insekta,

ular, primata dan burung.

Kelompok ini tidak mempunyai

sifat adaptasi khusus untuk hidup

di dalam hutan mangrove, karena

mereka melewatkan sebagian

besar hidupnya diluar jangkauan

air laut pada bagian pohon yang

tinggi, meskipun mereka dapat

mengumpulkan makanannya

berupa hewan laut pada saat air

surut.

2. Kelompok fauna perairan /

akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu

:

a. Hidup di kolom air, terutama

berbagai jenis ikan dan

udang.

b. Menempati substrat baik

keras (akar dan batang

mangrove) maupun lunak

(lumpur) terutama kepiting,

kerang dan berbagai jenis

invertebrata lainnya.

Burung-burung dari daerah

daratan menemukan sumber

makanan dan habitat yang baik untuk

bertengger dan bersarang. Mereka

makan kepiting, ikan dan mollusca

atau hewan lain yang hidup di habitat

mangrove. Setiap spesies biasanya

mempunyai gaya yang khas dan

Page 11: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

memilih makanannya sesuai dengan

kebiasaan dan kesukaanya masing-

masing dari keanekaragaman sumber

yang tersedia di lingkungan tersebut.

Sebagai timbal baliknya, burung–

burung meninggalkan guano sebagai

pupuk bagi pertumbuhan pohon

mangrove Irwanto, (2006).

5. Aksesibilitasi

Aksesibilitasi dinilai dengan

mengadopsi matriks kesesuaian

ekowisata digunakan Murni (2000)

dalam Bahar (2004). Penilaian

dikelompokan menjadi 4 ketentuan

dan dilakukan dengan pengamatan

secara keseluruhan tidak hanya

dilihat dari perstasiun. Hasil

penilaian aksesibilitasi di Kampong

Gisi Desa Tembeling sudah

memenuhi semua ketentuan, seperti

akses jalan menuju lokasi kampong

gisi sudah memadai dan mudah

untuk menuju lokasi kampung Gisi.

Dan juga tersedianya dermaga

sebagai sarana pendukung untuk

menuju lokasi di Kampung Gisi desa

Tembeling.

6. Potensi Ekositem Mangrove

7. Table 9 Indeks

Kesesuaian Konservasi

No Kreteria Bobot Hasil Skor Jumlah

1 Kerapatan mangrove

(100m2)

4 8 ind/m2 2 8

2 Jenis manrove 5 3 kelompok 2 10

3 Jumlah vegetasi mangrove 4 4 spesies 2 8

4 Ketebalan mangrove 5 113 2 10

5 Objek biota 3 7 kelompok

jenis biota*

4 ketentuan

4 16

6 Aksesbilitas 3 4 ketentuan 4 12

Indek kesesuaian konservasi 64

Suber : data primer

Jenis biota* Ikan, crustasea, gastropoda, reptile, burung, coulenterata, mamalia.

Indeks kesesuaian konservasi

diperoleh melalui penjumlahan nilai

bobot dikali skor di setiap kreteria.

berdasarkan perhitungan diperoleh

indeks kesesuaian konservasi

mangrove di Kampung Gisi Desa

Tembeling diperoleh hasil indeks

sebesar 64. Dengan begitu maka

Kampung Gisi Desa Tembeling

sesuai untuk dijadikan pencadangan

kawasan konservasi. Untuk tetap

menjaga kelestarian ekosistem

mangrove di Kampung Gisi Desa

Tembeling diperlukan penanaman

ulang mangrove atau rehabilitasi dan

juga pemerintah setempat perlu

memberi sosialisasi kepada

masyarakat agar masyarakat bisa

mengetahui akan pentingnya

ekosistem mangrove dan bisa

menjaga bersama kelestarian

ekosistem mangrove yang ada di

Kampung Gisi, Desa Tembeling.

8. Potensi Sosial Masyarakat

Terhadap Kegiatan

Pencadangan Kawasan

Konservasi

Untuk mengetahui potensi sosial

masyarakat Kampung Gisi dilakukan

wawancara langsung kepada

masyarakat setempat dan didapat

hasil sebagian besar masyarakat

Kampung Gisi Desa Tembeling

Page 12: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

bermata pencarian sebagai nelayan.

Adapun penduduk masyarakat

Kampung Gisi, Desa Tembeling,

berjumlah sebanyak 45 KK. Dari 45

KK diambil 31 KK sebagai sempel

penelitian didalam ruang lingkungan

hidup masyarakat dan didapat data

pekerjaan 20 orang sebagai nelayan

dan 11 orang sebagai buruh.

1. Tingkat pengetahuan

masyarakat terhadap

ekosistem mangrove

Sebagian besar masyarakat

kampung gisi sudah mengetahui

akan pentingnya ekosistem

mangrove bagi kehidupan, seperti

fungsi mangrove sebagai penahan

ombak dan juga tempat bermain

ikan.

2. Tingkat kesadaran

masyarakat terhadap

ekosistem mangrove

Tingkat kesadaran

masyarakat kampong Gisi terhadap

ekosistem mangrove juga sudah

mulai menyadari akan pentingnya

ekosistem mangrove meski ada juga

beberapa masyarakat yang belum

menyadari seperti adanya

penebangan pohon atau ekosistem

mangrove di kawasan kampong Gisi.

3. Tingkat parisipasi

masyarakat terhadap

ekosistem mangrove

Tingkat partisipasi

masyarakat kampung Gisi begitu

tinggi sebagian besar masyarakat

selalu mendukung kegiatan

pemerintah dalam melakukan upaya

pelestarian ekosistem mangrove dan

mereka mau ikut serta dalam

kegiatan tersebut seperti melakukan

penanaman ekosistem mangrove

kembali atau reboisasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan di wilayah

kampung Gisi desa tembeling dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Potensi biofisik ekosistem

mangrove di Kampung

Gisi Desa Tembeling

masih sesuai untuk

dijadikan pencadangan

kawasan konservasi.

2. Potensi sosial masyarakat

di kampung gisi desa

tembeling untuk tingkat

pengetahuan ekosistem

mangrove masyarakat

sudah mengetahui tentang

ekosistem mangrove,

untuk tingkat kesadran

juga sudah mulai

menyadari akan

pentingnya manrove meski

ada beberapa masyarakat

yang belum menyadari,

dan untuk tingkat

partisipasi sepenuhnya

masyarakat mendukung

kegiatan pemerintah dalam

upaya pelestarian

mangrove.

B. Saran

1. Perlu adanya pengawan dan

pelestarian ekosistem

mangrove serta perlu

dilakukan penegakan sangsi

kepada masyarakat yang

menebang pohon agar

mangrove tetap terjaga.

2. Perlu dilakukan sosialiasi

untuk meningkatkan tingkat

kesadaran masyarakat,

tentang pentingnya suatu

kawasan ekosistem mangrove

untuk dijadikannya

Page 13: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

3. pencadangan kawasan

konservasi di kampung.

.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A.2003. Hutan Mangrove (Fungsi

dan Peranannya). Kanisius,

Yogyakarta.

Bedgen, D. G 2001 sinopsis ekosistem dan

sumberdaya alam pesisir dan laut.

Pusat kajian Bengkulu utara,

Bengkulu, Jakarta.Bedgen, D. G

1999. Pedoman teknis pengenalan

dan pengelolaan ekosistem

mangrove. PKSPL-IPB BOGOR.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis

Pengenalan dan Pengelolaan

Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan –

Institut Pertanian Bogor. Bogor,

Indonesia.

Bengen, G.D. 2001. Ekosistem Dan

Sumberdaya Pesisir Dan Laut Serta

Pengelolaan Secara Terpadu Dan

Berkelanjutan. Prosiding pelatihan

pengelolaan wilayah pesisir

terpadu. Bogor.

Badan pusat statistic kabupaten bintan.

2014. Teluk Bintan dalam angka

2014.

http://www.bintan.kab.bps.go.id

FAO, 1982. Management and Utilization

of Mangrove in Asia and the

Pasific. FAO Enviromental paper

III. Rome.

http://www.dephut.go.id/uploads/files/81a

92f83bb9e6e50361e4efdca2dbfc8.pdf

(irwanto. 2006.”Keanekaragaman Fauna

Pada Habitat Manrove”,

Yogyakarta)

http://irwanto.info/files/fauna_man

grove.pdf

Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi

Hutan Mangrove dan Hutan Pantai

Pasca Tsunami di NAD dan Nias.

Makalah dalam Lokakarya Hutan

mangrove Pasca sunami, Medan,

April 2005

Kepulauan Riau

http://btklbatam.or.id/kepulauan-riau/

LKBN Antara. 2006. Manusia Penyebab

Utama Degradasi Mangrove

(Online), (http://www.antara.co.id,

diakses 10 Januari 2011).

MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H.

2000. Ekologi Kalimantan.

Prenhallindo. Jakarta.

Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2001.

Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan

Tentang Biota Laut. Djambatan.

Jakarta.

Santoso, N., H.W. Arifin. 1998.

Rehabilitas Hutan Mangrove Pada

Jalur Hijau Di Indonesia. Lembaga

Pengkajian dan Pengembangan

Mangrove (LPP Mangrove).

Jakarta, Indonesia.

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan

Ekosistem Mangrove. Makalah

disampaikan pada Lokakarya

Nasional Pengembangan Sistem

Pengawasan Ekosistem Laut Tahun

2000. Jakarta, Indonesia.

Sassa S, Watabe Y, Yang S, Kuwae T.

2011. Burrowing Criteria and

Burrowing Mode Adjustment in

Bivalves to Varying

Geoenvironmental Conditions in

Page 14: Abstrak - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a...Kata Kunci : Ekositem Mangrove, Konservasi, Potensi Biofisik, Potensi Sosial Masyarakat,

Intertidal Flats and Beaches. PLoS

ONE, 6(9): e25041

Siregar, Parpen. 2009. Konservasi sebagai

Upaya Mencegah Konflik

Manusia-Satwa. Jurnal U r i p S a n

t o s o . h t t p : / /

uripsantoso.wordpress.com.

Supriharyono. Ms. konservasi ekosistem

hayati diwilayah pesisir dan laut

tropis, 2009. Pustaka

pelajar.jogjakarta.

Suparianto, C. 2007. Pendayagunaan

ekosistem mangrove.PT Dahara

prize. Semarang.

Yulianda, F . 2007. Ekowisata bahari

sebagai alternatif pemanfaatan

sumberdaya pesisir berbasis

konsevasi. Disampaikan pada

seminar 21 februari 2007.

Dapertemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, FIKP IPB.

Yulianda, Fredinan,, Hutabara, Armin

Ambrosius,, Faharudin, Ahmad,,

Hareti, Sri,,Kusharjani, 2010,

Pengelolaan Pesisir Dan Laut

Secara Terpadu, PUSDIKLAT

Kehutanan-Departemen Kehutanan

RI SEEM – Korea International

ooperation Agency, Bogor.

Yamane, Taro (1967), Elementary

Sampling Theory, Englewood

Cliffs, Prentice Hall

Wardhani M K. 2011. Analisis

Keberlanjutan Kawasan Potensi

Wisata Pantai di Pesisir Selatan

Kabupaten Bangkalan. [Tesis]

Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.