analisis daerah resapan air dengan menggunakan …eprints.ums.ac.id/38783/23/naskah...

15
ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat S-I Diajukan oleh: Aditya Rahman Raharjo E100140196 FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

Upload: dangminh

Post on 27-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR

DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Mencapai Derajat S-I

Diajukan oleh:

Aditya Rahman Raharjo

E100140196

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

!*AE##&A*F.EF*g#*qA.HSA*

HALAftfAN PUBT,IKASI

Ail$,tr*K E*g*AH *g.SAP{il *Ie Deilrcd,S{ W,#S"qgMINFOBIT{A"SI GEOGRAS'IS DI KABUPATnN BOYOT"ALT" JAWA TENGATI

&S$EYA,R&!'BI6AM RA}[&R[*,

NIMi Et0Ol'4Of96'

?hl*h dipffh*an *ffi di &ffi T*ln P*gpii #a:' Hari, Tmggal:' Seniru' 5 Olitober'2$ls

*eekbd*egdmffi*;ryras&t

f**Pm&;d*ag; gM?mS@

Pe**enh*rei.;. :.FJw;Y,d*kip,#'be$t -.=--.-*,*-)

Pemtietu@Ji ; Aens A.Sig*t, "S- Si", i* -&"

1

ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR

DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

Aditya Rahman Raharjo1, Yuli Priyana2, Agus Anggoro Sigit3

1Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2,3Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

[email protected]

E100140196

ABSTRAK

Daerah resapan air ialah daerah yang digunakan untuk meloloskan air.

Tujuan daerah resapan air ialah untuk mengetahui apakah bencana kekeringan

atau banjir genangan yang ada di Kabupaten Boyolali terjadi karena resapan air

yang tidak baik. Resapan air yang dimaksud mengacu terhadap proses infiltrasi.

Penelitian ini bertujuan 1)Mengetahui agihan kondisi peresapan air di daerah

penelitian, 2)Menganalisis parameter biofisik dominan yang berpengaruh terhadap

agihan kondisi peresapan air di daerah penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis Sistem

Informasi Geografis yaitu tumpang susun, dimana dilakukan skoring terhadap

parameter pendukung sebelum di tumpang susunkan untuk mendapatkan data

informasi kondisi peresapan air dan analisis terhadap parameter biofisik dominan.

Parameter-parameter biofisik yang digunakan ialah jumlah curah hujan rerata

tahunan, jenis tanah, kemiringan lereng, litologi, dan penggunaan lahan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat enam kondisi peresapan air

di Kabupaten Boyolali. Kondisi tersebut yaitu Baik seluas 35.257,795 Ha atau

32,5%, Mulai kritis 3.524,495 Ha atau 3,2%, Agak kritis 34.721,771 Ha atau

32%, Kritis 9.664,510 Ha atau 8,9%, Sangat Kritis 13.808,427 Ha atau 12,7%,

dan Normal alami 8.913,701 Ha atau 8,2%. Agihan secara umum yaitu kondisi

Baik dan Normal alami tersebar di bagian barat dan utara Kabupaten Boyolali,

kondisi Mulai kritis dan Agak kritis tersebar di bagian tengah Kabupaten

Boyolali, dan kondisi Kritis dan Sangat Kritis tersebar dibagian selatan Kabupaten

Boyolali. Hasil analisis menunjukan bahwa parameter biofisik dominan yang

mempengaruhi kondisi resapan air di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah ialah

parameter penggunaan lahan.

Kata kunci: Sistem Informasi Geografis, Daerah Resapan Air, Skoring, Tumpang

Susun

2

ANALYSIS OF WATER RECHARGE AREAS

BY USING GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM

IN THE DISTRICT BOYOLALI, CENTRAL JAVA

Aditya Rahman Raharjo1, Yuli Priyana2, Agus Anggoro Sigit3

1Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2,3Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

[email protected]

E100140196

ABSTRACT

Water recharge areas is the area that is used to pass the water. The

purpose of water recharge areas is to determine whether drought or flood

inundation in Boyolali occur because of water recharge areas is not good. Water

recharge areas in question refers to the process of infiltration. This study aims to

1) Knowing distribution water infiltration conditions in the study area, 2)

Analyzing the dominant biophysical parameters that influence water infiltration

conditions In the study area.

The method used in this research is the analysis of the Geographic

Information System that is overlay, which made scoring to parameters support

before using overlays to obtain water infiltration conditions and analysis of the

dominant biophysical parameters. Biophysical parameters used is the amount of

average annual rainfall, soil type, slope, lithology, and land use.

The results showed that there are five conditions of water infiltration in

Boyolali. The conditions is Good an area of 35.257,795 Ha atau 32,5%, The

critical begin 3.524,495 Ha atau 3,2%, The rather of critical 34.721,771 Ha atau

32%, Critical 9.664,510 Ha atau 8,9%, Very Critical , and Natural normal

8.913,701 Ha atau 8,2%. Distribution in general is a condition of Good and

Natural normal spread in western and northern Boyolali, condition the critical

begin and the rather of critical scattered in the central part of Boyolali, and

Critical and Very Critical condition spread in the southern part Boyolali. Results

of the analysis showed that the dominant biophysical parameters that take effect

of water infiltration in Boyolali, Central Java is the parameter of land use.

Keywords: Geographic Information System, Water Recharge Areas, Scoring,

Overlay

3

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Permasalahan yang dihadapi di

Kabupaten Boyolali ialah

permasalahan ketersediaan air bersih

terutama pada saat musim kemarau.

Kabupaten Boyolali terdapat tujuh

wilayah kecamatan yang termasuk

peta rawan bencana kekeringan

(Maret2015/Joglosemar.co).Perubah

an penggunaan lahan yang tidak

sesuai dengan peruntukannya akan

menyebabkan permukaan lahan

menjadi kedap air sehingga air hujan

yang turun tidak bisa masuk ke

dalam tanah, seperti perubahan

penggunaan lahan kebun menjadi

permukiman. Hal ini akan

menyebabkan air hujan akan

langsung menjadi aliran permukaan

dan menyebabkan potensi banjir atau

genangan di kawasan tersebut

(Asdak, 2010).

Daerah resapan air ialah daerah

yang digunakan untuk meloloskan

air ke dalam tanah. Daerah yang

dimaksud bukanlah daerah yang

dibuat khusus untuk meloloskan air

ke dalam tanah, melainkan

keseluruhan area yang ada di

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Uraian tentang daerah resapan air

diatas mengacu kepada proses

infiltrasi. Proses infiltrasi ialah

proses mengalirnya air yang berasal

dari air hujan masuk ke dalam tanah

(Asdak, 2010). Mengetahui baik

tidaknya infiltrasi dapat melalui

kondisi peresapan air. Kondisi

resapan air nantinya akan

menunjukan keadaan karakteristik

infiltrasi di Kabupaten Boyolali,

Jawa Tengah.

Peran Sistem Informasi

Geografis sangatlah penting dalam

inventarisasi segala informasi yang

dibutuhkan untuk penentuan

kebijakan suatu wilayah. Kondisi

resapan air memberikan informasi

sejauh mana keadaan lahan-lahan

yang ada di Kabupaten Boyolali

untuk meloloskan air ke dalam tanah.

Kondisi resapan air terbentuk karena

adanya faktor-faktor biofisik yang

berpengaruh. Faktor-faktor biofisik

mempunyai karakteristik-

karakteristik terhadapan resapan air

(infiltrasi). Karakteristik yang sama

menghasilkan kondisi resapan yang

sama, begitu pula sebaliknya. Peran

4

resapan air sendiri ialah untuk

mengetahui apakah bencana

kekeringan atau pun genangan

(banjir) yang ada di Kabupaten

Boyolali terjadi karena kondisi

resapan air yang tidak baik, untuk itu

perlu diketahui agihan kondisi

peresapan air di Kabupaten Boyolali

dan faktor-faktor apa yang

berpengaruh terhadap kondisi

peresapan tersebut sebagai penilaian

terhadap karakteristik kondisi

resapan yang ada.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui agihan kondisi

peresapan air di daerah penelitian

2. Menganalisis parameter biofisik

dominan yang berpengaruh

terhadap agihan kondisi

peresapan air di daerah penelitian

2. Metode Penelitian

Analisis yang digunakan ialah

analisis SIG. Analisis SIG

menggunakan metode kuantitatif

berjenjang dengan hasil adanya

tingkatan data yang

direpresentasikan melalui kondisi

resapan air. Analisis SIG

menggunakan overlay / tumpang

susun. Analisis SIG dilakukan

dengan cara menumpangsusunkan

masing-masing parameter. Data yang

telah di tumpangsusunkan, kemudian

dilakukan pengaturan terhadap

atribut data dengan cara melakukan

skoring dan kompilasi data untuk

menghasilkan informasi kondisi

daerah resapan air di daerah

penelitian.

3. Data dan Pengolahan Data

Data-data yang dikumpulkan

yaitu data jumlah curah hujan

tahunan, data jenis tanah, data

litologi, data kemiringan lereng, dan

data penggunaan lahan. Data jenis

tanah, data litologi penyusun, dan

data kemiringan lereng diperoleh

melalui Bapeda Kabupaten Boyolali

tahun 2012. Data jumlah curah hujan

pertahun diperoleh melalui

Dipertanbunhut 2005-2009 dan

Stasiun Klimatologi Semarang 2010-

2014. Data penggunaan lahan

diperoleh melalui KemenHut tahun

2011.

3.1 Infiltrasi Alami

Tahap pertama ialah menghasilkan

data kemampuan infiltrasi alami

dengan melakukan skoring serta

overlay terhadap parameter

pendukung kemampuan infiltrasi

alami. adapun parameter yang

5

digunakan untuk mengetahui

infiltrasi alami ialah litologi (lihat

tabel 3.1), jenis tanah (lihat tabel

3.2), kemiringan lereng (lihat tabel

3.3).

Tabel 3.1 Litologi Penyusun

No Sifat Jenis

batuan

Klasifikasi Harkat

1

Terkonsolidasi

Andesit Sangat

lambat 1

2 Breksi

vulkanik Lambat 2

3 Batu pasir

Sedang 3 4

Batu

gamping

5

Tidak

terkonsolidasi

Endapan

piroklastik Agak

cepat 4

Endapan

lahar

Cepat 5

6

7 Endapan

kolovium

8 Endapan

alluvium

Sumber: Gregory wall, 1973 dengan modifikasi

dulbari, dalam Sudarmanto 2013

Tabel 3.2 Jenis Tanah

No Jenis tanah Infiltrasi Harkat

1 Regosol Besar 5

2 Alluvial dan

andosol Agak besar 4

3 Latosol Sedang 3

4 Litosol

mediteran Agak kecil 2

5 Grumusol Kecil 1

Sumber: Dirjen reboisasi dan Rehabilitasi lahan

1998, dalam Adibah 2013

Tabel 3.3 Kemiringan Lereng

No Lereng

(%) Deskripsi Infiltrasi Harkat

1 <8 Datar Besar 5

2 8-15 Landai Agak

besar 4

3 15-25 Bergelombang Sedang 3

4 25-40 Curam Agak

kecil 2

5 >40 Sangat curam Kecil 1

Sumber: Dirjen reboisasi dan Rehabilitasi lahan

1998, dalam Adibah 2013

Ditambah dengan parameter curah

hujan. Parameter curah hujan

dibentuk setelah data curah hujan

terkumpul. Pengkelasan parameter

curah hujan dengan menggunakan

rumus Sturgess dengan jumlah kelas

yang diinginkan ialah lima. Karena

terdapat lima kelas maka

pengharkatan juga menjadi lima

harkat sesuai dengan kelasnya.

Tabel-tabel diatas digunakan untuk

mengisi data atribut dari parameter

penentu infiltrasi, kemudian di

tumpangsusunkan menggunakan

metode analisis tumpang susun

Intersect. Pengkelasan menggunakan

rumus interval Strugess:

Ki = Xt –Xr / k

Keterangan:

Ki = Kelas Interval Xr = Data terendah

Xt = Data Tertinggi k = Jumlah kelas yang diinginkan

Sumber: Hendriana, 2013

Ki = 20-4/5

Ki = 3,2 (3 pembulatan)

Nilai Ki kemudian digunakan untuk

mengetahui rentang nilai

kemampuan infiltrasi dengan cara

penjumlahan yang dimulai terhadap

data terendah sehingga diketahui

hasil pengkelasannya (lihat tabel 3.4)

Tabel 3.4 klasifikasi kemapuan infiltrasi tanah

Kemampuan

infiltrasi

Rentang

Nilai

Notasi

Besar 17-20 a

Agak Besar 14-17 b

Sedang 10-14 c

Agak Kecil 7-10 d

Kecil 4-7 e

Sumber: Anggoro, 2010

3.2 Kondisi Peresapan Air

6

Kondisi peresapan air diperoleh

melalui kompilasi data antara

penggunaan lahan dengan data

kemampuan infiltrasi alami yang

telah dikerjakan. Tabel 3.5

menunjukan hubungan antara

penggunaan lahan dengan

kemampuan infiltrasinya.

Tabel 3.5 Hubungan antara Penggunaan Lahan dengan

kemampuan Infiltrasi

No Deskripsi besar

Infiltrasi/Resapan

Tipe Penggunaan

Lahan Notasi

1 Kecil Permukiman,

Sawah E

2 Agak Kecil Hortikultura

(Landai) D

3 Sedang Belukar, Lahan

Terbuka C

4 Agak Besar Kebun/Perkebunan B

5 Besar Hutan Lebat A

Sumber: Dirjen Reboisssi dalam Sudarmato, 2013

7

Proses overlay/tumpang susun hasil

kemampuan infiltrasi alami terhadap

data penggunaan lahan menggunakan

model pengkajian daerah resapan

direktorat jendral reboisasi dan

rehabilitasi lahan, tahun 1998 (lihat

Gambar Tabel 3).

Adapun keterangan dari

klasifikasi kondisi peresapan air

ialah sebagai berikut:

1. Baik, yaitu : jika nilai infiltrasi

penggunaan lahan lebih besar

dibanding nilai kemampuan

infiltrasinya; misalnya (eA) dan

(dB).

2. Normal Alami, yaitu : jika nilai

infiltrasi penggunaan lahan sama

dengan nilai kemampuan

infiltrasinya; misalnya (bB) dan

(dD).

3. Mulai Kritis, yaitu : jika nilai

infiltrasi penggunaan lahan turun

satu tingkat dari nilai

kemampuan infilltrasinya;

misalnya (aB) dan (cD)

4. Agak Kritis, yaitu : jika nilai

infiltrasi penggunaan lahan turun

dua tingkat dari nilai kemampuan

infiltrasinya; misalnya (aC) dan

(bD).

5. Kritis, yaitu : jika nilai infiltrasi

penggunaan lahan turun tiga

tingkat dari nilai kemampuan

infiltrasinya; misalnya (aD) dan

(bE).

6. Sangat Kritis, yaitu : jika nilai

infiltrasi penggunaan lahan

berubah dari sangat besar

menjadi sangat kecil dari nilai

kemampuan infiltrasinya; (aE).

3.3 Parameter Biofisik Dominan

Analisis parameter dominan

dilakukan terhadap infiltrasi alami

dan penggunaan lahan. Parameter

penggunaan lahan dianggap dominan

apabila lebih banyak nilai infiltrasi

penggunaan lahan yang lebih besar

dari pada kemampuan infiltrasi

alaminya. Apabila banyak dijumpai

nilai infiltrasi penggunaan lahan

yang lebih kecil dari pada

kemampuan infiltrasi alaminya,

maka parameter dominan lebih

condong ke infiltrasi alami.

Parameter dominan dari infiltrasi

alami diketahui dengan cara melihat

persebaran nilai skoring yang

dilakukan dari harkat masing-masing

parameter. Persebaran nilai harkat

dengan skor yang paling tinggi akan

8

dianggap sebagai parameter

dominan.

4. Hasil dan Analisis Penelitian

4.1 Parameter Biofisik Dominan

Parameter biofisik dominan ialah

parameter yang memiliki andil besar

terhadap hasil yang diperoleh. Hasil

kondisi peresapan air merupakan

kompilasi data infiltrasi alami

dengan penggunaan lahan yang ada.

Nilai harkat empat parameter

(litologi, kemiringan lereng, jenis

tanah, dan curah hujan) kemudian

dijumlahkan dan dikelaskan sesuai

dengan tabel 3.5 (tabel klasifikasi

kemampuan infiltrasi tanah). Hasil

kelasifikasi tersebut yang akan

digunakan sebagai data infiltrasi

alami. Tabel 4.1 menampilkan hasil

klasifikasi keempat parameter yang

digunakan untuk pembuatan data

infiltrasi alami.

Tabel 4.1 Skor Total Infiltrasi Alami di Kabupaten

Boyolali, Jawa Tengah

No Nilai Skoring notasi Keterangan

1 7 d Agak Kecil

2 8 d Agak Kecil

3 9 d Agak Kecil

4 10 d Agak Kecil

5 11 c Sedang

6 12 c Sedang

7 13 c Sedang

8 14 c Sedang

9 15 b Agak Besar

10 16 b Agak Besar

11 17 b Agak Besar

12 18 a Besar

13 19 a Besar

Sumber: Analisis peneliti

Data yang diperoleh menunjukan

bahwa terdapat delapan jenis

penggunaan lahan yang ada di

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah

(lihat tabel 4.2).

Tabel 4.2 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten

Boyolali, Jawa Tengah

No Penggunaan Lahan Infiltrasi Notasi

1 Belukar Sedang C

2 Hutan Campuran Besar A

3 Hutan Lahan Kering Besar A

4 Lahan Terbuka Sedang C

5 Perkebunan Agak Besar B

6 Perkebunan Campuran Agak Besar B

7 Permukiman Kecil E

8 Sawah Irigasi Kecil E

Sumber: Analisis peneliti

Data infiltrasi alami dan data

penggunaan lahan yang telah diolah

selanjutnya akan dikompilasi

menjadi satu data (lihat tabel 4.3)

Tabel 4.3 Hasil Kompilasi Data Infiltrasi di Kabupaten

Boyolali, Jawa Tengah

No Kompilasi Keterangan

1 aA Normal Alami

2 aB Mulai Kritis

3 aC Agak Kritis

4 aE Sangat Kritis

5 bA Baik

9

6 bB Normal Alami

7 bC Mulai Kritis

8 bE Kritis

9 cA Baik

10 cB Baik

11 cC Normal Alami

12 cE Agak Kritis

13 dA Baik

14 dB Baik

15 dC Baik

16 dE Mulai Kritis

Sumber: Analisis peneliti

Secara garis besar, kemampuan

infiltrasi tanah di Kabupaten

Boyolali secara alami dapat

dikatakan baik. Akan tetapi,

kemampuan tersebut berubah ketika

data yang ada di kompilasikan

dengan data penggunaan lahan.

Potensi infiltrasi besar pada

kemampuan infiltrasi alami berubah

menjadi sangat kritis. Hal ini

disebabkan karena penggunaan lahan

yang ada berupa sawah dan

permukiman yang membuat infiltrasi

menjadi kecil. Perubahan potensi

infiltrasi besar tersebut menjadi

infiltrasi kecil yang disebut sebagai

kondisi “sangat kritis”. Sawah dan

permukiman masih dapat meloloskan

air kedalam tanah, akan tetapi

kemampuannya jauh lebih kecil di

bandingkan dengan penggunaan

lahan lainnya semisal perkebunan,

tegalan, atau pun hutan. Penjelasan

tersebut menjelaskan bahwa

parameter penggunaan lahan ialah

parameter biofisik dominan yang

berpengaruh terhadap kondisi

resapan air di Kabupaten Boyolali,

Jawa Tengah.

4.2 Agihan Kondisi Peresapan

Hasil kondisi peresapan air di

Kabupaten Boyolali, terdapat enam

kriteria kondisi peresapan air yang

terliput. Enam kondisi peresapan air

tersebut ialah Baik, Normal alami,

Mulai kritis, Agak kritis, Kritis, dan

Sangat Kritis. Kondisi peresapan

baik tersebar dibagian utara dan barat

dari Kabupaten Boyolali. Kondisi

resapan normal alami tersebar di

bagian barat dari Kabupaten

Boyolali. Kondisi resapan mulai

kritis dan agak kritis tersebar di

bagian tengah dari Kabupaten

Boyolali. Kondisi peresapan air kritis

dan sangat kritis di Kabupaten

Boyolali tersebar pada bagian selatan

hingga barat dari Kabupaten

Boyolali. Satuan luasan yang dipilih

untuk menggambarkan luas masing-

masing kondisi peresapan ialah

10

hektar, dapat dilihat melalui tabel 4.4

berikut:

Tabel 4.4 Tabel Luasan Kondisi Peresapan Air

No Kondisi Resapan Luas (Ha)

1 Agak Kritis 34.721,771

2 Baik 35.257,795

3 Kritis 9.664,510

4 Mulai Kritis 3.524,495

5 Normal Alami 8.913,701

6 Sangat Kritis 13.808,427

7 Waduk 2.570,904

Sumber: Analisis Peneliti

Kondisi baik menunjukan bahwa

kondisi resapan penggunaan lahan

lebih besar dibandingkan dengan

kemampuan infiltrasinya, sehingga

resapan yang ada sangat baik untuk

meloloskan air ke dalam tanah. Agak

kritis hingga kritis, maka nilai

kondisi resapan dari penggunaan

lahan selalu menurun dibandingkan

dengan kemampuan infiltrasinya,

efeknya ialah kondisi resapan air

akan semakin berkurang

kemampuannya dalam meloloskan

air ke dalam tanah. Normal alami

menunjukan kondisi resapan

penggunaan lahan sama dengan

kemampuan infiltrasinya. Artinya

kondisi resapan air normal alami

ialah kondisi resapan air yang wajar,

misalkan pada hasil penelitian

kondisi normal alami berada pada

penggunaan lahan hutan maka

resapan penggunaan lahan nya ialah

besar, normal jika kondisi infiltrasi

alaminya juga besar. Kondisi resapan

air sangat kritis ialah kondisi dimana

terjadi perubahan besar dari

kemampuan infiltrasi alami yang

besar berubah menjadi kecil karena

penggunaan lahannya, perubahan ini

yang membuat kondisi resapan air

dinilai sangat kritis dari kemampuan

infiltrasinya. Hasil yang menunjukan

bahwa kondisi peresapan air di

Kabupaten Boyolali didominasi oleh

“Baik” menandakan bahwa dari sisi

kemampuan tanah untuk meloloskan

air, di Kabupaten Boyolali sebagian

besar memiliki kemampuan yang

baik dalam meloloskan air ke dalam

tanah.

Hasil kondisi peresapan air di

Kabupaten Boyolali Jawa Tengah

dapat dilihat melalui gambar 4

11

Gambar 4.1 Peta Kondisi Resapan Air di Kabupaten Jawa Tengah Tahun 2015

12

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

1. Hasil kondisi peresapan air di

Kabupaten Boyolali, terdapat enam

kriteria kondisi peresapan air yang

terliput. Enam kondisi peresapan air

tersebut ialah Baik, Normal alami,

Mulai kritis, Agak kritis, Kritis, dan

Sangat Kritis. Agihan kondisi

peresapan baik tersebar dibagian

utara dan barat dari Kabupaten

Boyolali. Kondisi resapan normal

alami tersebar di bagian barat dari

Kabupaten Boyolali. Kondisi

resapan mulai kritis dan agak kritis

tersebar di bagian tengah dari

Kabupaten Boyolali. Kondisi

peresapan air kritis dan sangat kritis

di Kabupaten Boyolali tersebar pada

bagian selatan hingga barat dari

Kabupaten Boyolali.

2. Parameter biofisik penggunaan

lahan merupakan parameter

dominan yang berpengaruh terhadap

kondisi resapan air di Kabupaten

Boyolali, Jawa Tengah. Alasannya

ialah parameter penggunaan lahan

banyak mengubah potensi infiltrasi

alami yang besar menjadi potensi

infiltrasi kecil. Misalkan dari segi

batuan, curah hujan, jenis tanah, dan

kemiringan lereng potensi infiltrasi

yang dihasilkan ialah “agak besar”,

tetapi ketika bertemu dengan

penggunaan lahan berupa

permukiman maka hasilnya ialah

kondisi resapan air yang “kritis”.

Perubahan yang cukup besar ini

terjadi di beberapa lokasi di

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah

yang membuat penilaian terhadap

parameter penggunaan lahan sebagai

parameter biofisik dominan

dilakukan.

5.2 Saran

1. Koordinasi dari semua sektor dan

instansi terkait perlu dilakukan,

seperti Dinas Pemerintah Daerah,

Dinas PU, Badan Perencanaan

Daerah serta peran serta masyarakat

dalam menjaga dan mengelola

daerah resapan air, hal ini perlu

dilakukan guna menjaga resapan

baik dan memaksimalkan resapan

air pada daerah yang kritis.

2. Guna penelitian selanjutnya agar

lebih baik, pada penggunaan data,

terutama data penggunaan lahan

dengan tingkat kedetailan yang

tinggi dapat memaksimalkan tingkat

analisis daerah resapan air, sehingga

hasil yang diperoleh menjadi lebih

spesifik dan detail terhadap daerah

kajian.

3. Daerah resapan air di bagian hulu

perlu dijaga kelestariannya agar

mampu mempertahankan kondisi

resapan baik yang telah terjadi, yaitu

13

dengan cara mempertahankan

penggunaan lahan berupa hutan

lebat di area tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adibah, Niswatul dkk. 2013. Aplikasi penginderaan jauh

dan system informasi geografis untuk analisis

daerah resapan air. Jurnal Geodesi. Volume 2,

Nomor 2, Tahun 2013, (ISSN : 2337-845X)

UNDIP: Semarang.

Anggoro, Agus Sigit. 2010. Pemanfaatan Teknologi

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis untuk Pendugaan Potensi Peresapan

Air DAS Wedi Kabupaten Klaten-Boyolali. Tesis.

Surakarta: Fakultas Geografi, UMS.

Anonim. BPS. 2013. Boyolali Dalam Angka Tahun

2012. Tim Penyusun Buku Bapeda, BPS:

Boyolali.

Aryadhani. 2012. Pengertian Fasies.

http://aryadhani.blogspot.co.id/

2012/07/pengertian-fasies.html. Diakses pada 21

Oktober 2015 pukul 12.01 WIB.

Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press:

Yogyakarta.

Brainly. Pengertian Lingkungan Biofisik.

http://brainly.co.id/tugas/52331. Diakses pada 22

September 2015 pukul 09.17 WIB.

Daldjoeni. 1983. Pokok-pokok Klimatologi. Alumni:

Bandung.

Esri. Intersect. ToolBox-AnalysisTools-Overlay-

Intersect. ArcMap. ArcGis10.

Geosjepara. 2014. Batuan Piroklastik.

http://geosjepara.blogspot.co.id /2014/02/batuan-

piroklastik.html. Diakses pada 21 Oktober pukul

11.55 WIB.

Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta.

Hasan. 2000. Teknik Sampling. Gramedia: Jakarta.

Hastono, Fajar Dwi. 2012. Identifikasi daerah resapan

air dengan system informasi geografis. UNDIP:

Semarang.

Hendriana, Ika. 2013. Sistem Informasi Geografis

Penentuan Wilayah Rawan Banjir di Kabupaten

Buleleng. KARMAPATI vol 2 no 5. Bali:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Joglosemar. Antisipasi Kekeringan, Boyolali Siagakan

Rp 105 Juta untuk Air Bersih.

http://joglosemar.co/2015/03/antisipasi-

kekeringan-boyolali-siagakan-rp105-juta-untuk-

air-bersih.html. Diakses pada 18 Mei 2015 pukul

16.25 WIB.

Kharis, Muh Mahdi. 2011. Pengaruh Faktor-faktor

Kependudukan dalam Pertumbuhan Ekonomi di

Kab Pamalang. Skripsi. Semarang: Fakultas

Ekonomi, UNDIP.

Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem

Informasi Geografi. Penerbit Informatika:

Bandung.

Priyana, Yuli dkk. 2013. Pemanfaatan System Informasi

Geografis untuk Kajian Potensi Sumberdaya Air

di Kabupaten Boyolali. Prosiding Seminar

Nasional Pendayagunaan Informasi Geospasial

untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013 ISBN

978-979-636-152-6. Surakarta.

Riastika, Meyra. 2012. Pengelolaan Air Tanah Berbasis

Konservasi Di Recharge Area Boyolali. Jurnal

Ilmu Lingkungan. Volume 9, Issue 2: 86-97

(2012) Semarang: UNDIP.

Sartohadi, Junun dkk. 2012. Pengantar Geografi Tanah.

Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Setiawan, E. 2008. Perencanaan Struktur Rangka Baja

Kali Tuntang, Gubug dengan Metode Load

Resistence Factor Design. Semarang: UNDIP.

Sudarmanto, Arief dkk. 2013. Analisis kemampuan

infiltrasi lahan berdasarkan kondisi

hidrometeorologis dan karakteristik fisik DAS

pada sub DAS Kreo Jawa. Prosiding Seminar

Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan 2013 ISBN 978-602-17001-1-2 .

Semarang: UNDIP.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Dasar Jilid 1.

Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Sutanto. 1993. Penginderaan Jauh Dasar Jilid 2.

Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Trewartha, Glenn. 1995. Pengantar Iklim. Gadjah Mada

University Press: Yogyakarta.