aa pai - analisis kritis atas kedudukan dan fungsi hadis.docx

36
ANALISIS KRITIS FUNGSI DAN KEDUDUKAN ḤADIṠ diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Studi Hadiṡ Dosen Pengampu: Dr. Endis Firdaus, M.Ag Oleh : Sigit Bayu Anggoro 1403047 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Upload: sigit-bayu-anggoro

Post on 17-Sep-2015

17 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

16

ANALISIS KRITIS FUNGSI DAN KEDUDUKAN ADIdiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Studi Hadi

Dosen Pengampu: Dr. Endis Firdaus, M.Ag

Oleh :Sigit Bayu Anggoro1403047

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAMPASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya menjadi hamba-hamba Allah yang dimualiakan.Saya sangat bersyukur telah menyelesaikan makalah ini. Dengan menyusun makalah ini, banyak ilmu dan pencerahan yang didapatkan, semoga hal ini juga bisa dirasakan oleh siapapun yang membacanya.Harus saya akui bahwa masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan. Saya juga menyadari bahwa ikhtiar dan usaha untuk menyelesaikan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu.Akhirnya hanya kepada Allah saya berharap kebaikan dan keberkahan dari pembuatan makalah ini.

Bandung, 16 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN1BAB II PEMBAHASAN2A.Pengertian Hadi2B.Kedudukan Hadi4C.Fungsi Hadi7D.Analisis Kritis10BAB III KESIMPULAN14DAFTAR PUSTAKA15

3

BAB IPENDAHULUAN

Manusia diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi ini sebagai pemelihara kelangsungan mahluk hidup dan dunia seisinya. Dalam rangka itulah Allah membuat sebuah undang-undang yang nantinya manusia bisa menjalankan tugasnya dengan baik, manakala ia bisa mematuhi perundang-undangan yang telah dituangkan-Nya dalam kitab suci Al-Quran.Pada kitab suci orang muslim ini, telah dicakup semua aspek kehidupan, hanya saja, berwujud teks yang sangat global sekali, sehingga dibutuhkan penjelas sekaligus penyempurna akan eksistensinya. Maka, Allah mengutus seorang nabi untuk menyampaikannya, sekaligus menyampaikan risalah yang ia emban. Dari sang Nabi inilah yang selanjutnya lahir yang namanya hadits, yang mana kedudukan dan fungsinya amat sangatlah urgen sekali.Terkadang, banyak yang memahami agama setengah setengah, dengan dalih kembali pada ajaran islam yang murni, yang hanya berpegang teguh pada sunnatulloh atau Al-Quran, lebih-lebih mengesampingkan peranan al Hadits, sehingga banyak yang terjerumus pada jalan yang sesat, dan yang lebih parah lagi, mereka tidak hanya sesat melainkan juga menyesatkan yang lain.Oleh karena itu, mau tidak mau peranan penting hadits terhadap Al-Quran dalam melahirkan hukum Syariat Islam tidak bisa di kesampingkan lagi, karena tidak mungkin umat Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya merujuk pada Al-Quran saja, melainkan harus diimbangi dengan Hadits, lebih-lebih dapat disempurnakan lagi dengan adanya sumber hukum Islam yang mayoritas ulama mengakui akan kehujahannya, yakni ijma dan qiyas. Sehingga, seluruh halayak Islam secara umum dapat menerima ajaran Islam seccara utuh dan mempunyai aqidah yang benar, serta dapat dipertangungjawabkan semua praktik peribadatannya kelak.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian HadiSecara bahasa (etimologis), adi memiliki makna sebagai berikut:a. Jadd, lawan qadm: yang baru (jamaknya hidats, hudatsa, dan huduts);b. Qarb, lawan Bad: yang dekat, yang belum lama terjadi;c. Khabar: warta, yakni: sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang yang lain (Hasbi Asshiddiqy, 1980: 20).Adapun pengertian adi secara istilah terminologis menurut Ahli adi yaitu Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi Saw. (Mahmud Thahan, 1978: 155).Definisi di atas menyatakan bahwa yang termasuk dalam kategori adi adalah perkataan nabi (qauliyah), perbuatan nabi (filiyah), dan segala keadaan Nabi (ahwaliyah). Di samping itu, sebagian ahli adi menyatakan bahwa, masuk juga ke dalam keadaannya; segala yang diriwayatkan dalam kitab sejarah (shirah), kelahiran dan keturunannyanya (silsilah) serta tempat dan yang bersangkut paut dengan itu, baik sebelum diangkat menjadi nabi/rasul, maupun sesudahnya.Sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa adi itu melengkapi sabda Nabi, perbuatan beliau dan taqrir beliau. Melengkapi perkataan, perbuatan dan taqrir Sahabat. Sebagaimana melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir Tabiin.Maka sebuah adi yang sampai kepada dinamai marfu, yang sampai kepada Sahabat dinamai mauquf dan yang sampai kepada Tabiin dinamai maqthu. (Asshiddiqy, 1980: 23). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hadi (ditulis hadis) adalah: 1 Sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat-sahabat Nabi (untuk menjelaskan dan menentukan hukum Islam); 2 Sumber ajaran agama Islam yg kedua selain al-Quran (Pusat Bahasa, 2008, hal. 513), jadi hadi adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadi dijadikan sumber hukum Islam selain al-Qur'an, dalam hal ini kedudukan hadi merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an.

Adapun definisi hadit menurut ahli ushul lebih sempit dibanding dengan pengertian hadit menurut ahli hadit. Menurut ahli ushul hadit adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketantuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa di katakan hadit (Suparta, 2003, hal. 4).

B. Kedudukan HadiKedudukan adi dari segi statusnya sebagai dalil dan sumber ajaran Islam, menurut jumhur ulama adalah menempati posisi kedua setelah Alquran 45 (Ajjaj al Khathib, Ushul a adi. hal 45). Hal tersebut terutama ditinjau dari segi wurud atau tsubutnya adalah bersifat qathi, sedangkan adi kecuali yang berstatus mutawatir sifatnya adalah zhanni al-wurud. Oleh karenanya yang bersifat qathi (pasti) didahulukan daripada yang zhanni (relatif).adi Nabi Saw merupakan penafsiran dalam praktik-praktik penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal, dan umat Islam diwajibkan mengikuti adi sebagaimana diwajibkan mengikuti Alquran.Untuk mengetahui sejauhmana kedudukan adi sebagai sumber hukum Islam dapat dilihat dari dalil naqli maupun dalil aqli.

a. Dalil Alquran Banyak ayat Alquran yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup, Di antara ayat-ayat dimaksud adalah: Firman Allah dalam Q.S. al-Hasyr: 7 ...Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya

Allah berfirman dalam Q.S. Ali Imran: 31. Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Bentuk-bentuk ayat di atas menunjukan betapa pentingnya kedudukan penetapan kewajiban taat terhadap semua yang disampaikan oleh Rasul Saw.Al-Quran sebagai pokok hukum merupakan dasar pertama dan hadi sebagai dasar kedua. Dengan kata lain, ada rubah atau urutan derajat, al-Quran lebih tinggi rubah derajatnya dari hadi (Ash Shidieqy, 1999, hal. 171-175). Al-Quran itu menjadi sumber hukum yang pertama dan Al-Hadi menjadi asas perundang-undangan setelah al-Quran sebagaimana yang dijelaskan Qardhawi bahwa Hadi adalah sumber hukum syara setelah al-Quran (Qardhawi, 2007, hal. 82). Kedudukan hadi sebagai sumber hukum sesudah al-Quran merupakan hukum yang berdiri sendiri (Hanafi, 1989, hal. 58-59). Keberlakuan hadi sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-Qur`an hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadi sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima. Diantara ayat-ayat yang menjadi bukti bahwa Hadi merupakan sumber hukum dalam Islam adalah firman Allah dalam al-Quran: ()Artinya: Barangsiapa yang mentaati Rasul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah (QS. al-Nisa [4]: 80) (Departemen Agama RI, 2008).

Sejak masa sahabat sampai hari ini para ulama telah bersepakat dalam penetapan hukum didasarkan juga kepada hadi Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional.

Dalam ayat lain Allah berfirman: ()Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (QS. Al-Hasyr [59]: 7) (Departemen Agama RI, 2008).

Dalam Q.S Al-Nisa, Allah berfirman: ()Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembali kanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya) (QS. al-Nisa [4]: 59) (Departemen Agama RI, 2008).

Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak cukup hanya berpedoman pada al-Quran dalam melaksanakan ajaran Islam, tapi juga wajib berpedoman kepada Hadi Rasulullah SAW.Kedudukan Hadi Nabi sebagai sumber otoritatif ajaran Islam yang kedua, telah diterima oleh hampir seluruh ulama dan umat Islam, tidak saja dikalangan Sunni tapi juga dikalangan Syiah dan aliran Islam lainnya. Legitimasi otoritas ini tidak diraih dari pengakuan komunitas muslim terhadap Nabi sebagai orang yang berkuasa tapi diperoleh melaui kehendak Ilahiyah. Oleh karena itu segala perkataan, perbuatan dan takrir beliau dijadikan pedoman dan panutan oleh umat islam dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih-lebih jika diyakini bahwa Nabi selalu mendapat tuntunan wahyu sehingga apa saja yang berkenaan dengan beliau pasti membawa jaminan teologis (Arkoun, 1996, hal. 73). Bila menyimak ayat-ayat al-Quran, setidaknya ditemukan sekitar 50 ayat (Baqi, -, hal. 314-319, 429-430, 463-464) yang secara tegas memerintahkan umat Islam untuk taat kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya.Namun demikian, disisi lain tetap saja ada orang yang menolak hadi sebagi sumber ajaran Islam baik dikalangan orang Islam maupun orientalis. Mereka umumnya memahami bahwa adanya otoritas Nabi sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Quran tersebut menunjuk pada ucapan dan tindak tanduk beliau diluar al-Quran. Bagaimanapun juga dalam al-Quran Nabi selalu disebut bergandengan dengan Allah SWT sebagai Tuhan. Hal demikian, hanya menunjuk pada konteks al-Quran sendiri bahwa otoritas Tuhan dan otoritas Nabi Muhammad sebagi instrumen kemanuisaan bagi wahyu Ilahiah sehingga tidak dapat dibedakan satu sama lain dan hanya ada al-Quran sebagi satu-satunya rujukan. Pada titik ini dapat dimengerti bahwa Muhammad tidak memiliki sunnah ekstra Quranik yang dapat direkam dalam hadi (Rahman, 1979, hal. 5).Pandangan problematic yang menolak hadi ini ternyata ada yang datang dari intern umat Islam itu sendiri, namun memang ada juga yang datang dari lingkungan ekstern umat Islam yang kadangkala diikuti oleh lingkungan intern (Soetari AD., 2000, hal. 98). Hal ini sejalan dengan pendapat Ismail yang menyampaikan bahwa penolakan otoritas hadi Nabi bukan hanya berkembang pada tradisi kesarjanan barat tetapi juga berkembang dalm kesarjanaan Islam. Terdapat sejumlah ulama dan intelaktual islam yang hanya menerima otoritas al-Quran seraya menolak otoritas hadi Nabi sebagi sumber ajaran Islam. Mereka ini lebih dikenal sebagi inkar al-sunnah (Ismail M. S., 1996, hal. 9).Cukup banyak argumen yang mereka kedepankan untuk menolak otoritas hadi. Selain mengajukan argumen aqli dan naqli mereka juga mengemukakan argumen-argmen historis serta argumen lainnya. Argumen yang bersifat naqliyah misalnya mreka mengemukakan al-Quran surat al-Nahl [16]: 89 dan al-Anam [6]: 38: ()Artinya: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS. al-Nahl [16]: 89) (Departemen Agama RI, 2008)

()Artinya: Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (QS. al-Anam [6]: 38) (Departemen Agama RI, 2008)

b. Dalil al-adi Dalam salah satu pesan Rasulullah Saw berkenaan dengan keharusan menjadikan adi sebagai pedoman hidup, di samping Alquran sebagai pedoman utamanya beliau, bersabda:Aku tinggalkan 2 pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah rasul-NyaDalam adi lain Rasul bersabda:Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunah Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.adi-adi di atas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada adi menjadikan adi sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Alqurn.

c. Kesepakatan (Ijma) Ulama Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima da mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam adi ternyata sejak Rasulullah masih hidup sampai meninggal. Banyak Di antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi berikutnya.

d. Sesuai dengan Petunjuk AkalKerasulan Muhammad Saw telah diakui dan dibenarkan, dan sudah selayaknya segala peraturan dan perundangan ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Di samping itu secara logika, kepercayaan kepada Muhammad sebagai Rasul mengharuskan umatnya menaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.

C. Fungsi HadiSolahudin dan Suyadi menyampaikan bahwa dalam hubungannya dengan al-Quran, hadi berfungsi sebagai penafsir, pensyarah dan penjelas dari ayat-ayat al-Quran tersebut (Solahudin, 2009, hal. 78). Ulama Aar hadismenetapkan 4 macam fungsi adi terhadap Alquran yaitu:a) Bayan at-TaqrirBayan at-Taqrir disebut juga dengan bayan at-Takid dan bayan al-Isbat. Maksudnya ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Alquran. adi riwayat Bukhari dari Abu Hurairah menerangkan: Rasulullah Saw bersabda: Tidak diterima shalat seseorang yang berhadas sebelum ia berwudhu.adi ini mentaqrir ayat Alquran Surat al-Maidah ayat 6 mengenai keharusan berwudhu ketika seseorang akan mendirikan shalat, yang dimaksud berbunyi:Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu kakiku: kedua mata kaki.

b) Bayan At-TafsirBayan at-Tafsir adalah memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Alquran yang masih mujmal memberikan persyaratan ayat-ayat Alquran yang masih mutlak dan memberikan penentuan khusus ayat-ayat Alquran yang masih umum.

c) Bayan At-TasyriBayan at-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Alquran. Bayan ini disebut juga dengan bayan zaid ala al kitab alkarim.

d) Bayan An-NasakhKata an-nasakh secara bahasa bermacam-macam arti, bisa berarti al-ibtal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan) atau at-tahwil (memindahkan) atau at-taqyir (mengubah) menurut pendapat yang dapat dipegang, dari Ulama Mutaqaddimin bahwa yang disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara (yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya kemudian.

D. Perbandingan adi dengan Alquran1) Persamaannyaadi dan Alquran sama-sama sumber ajaran Islam, bahkan pada hakikatnya kedua-duanya sama-sama wahyu dari Allah SWT yang wajib dijalankan sebagai pedoman hidup.2) PerbedaannyaMeskipun adi dengan alquran, tetapi tidaklah sama persis melainkan terdapat perbedaan, yaitu:a. Alquran adalah kalamullah yang diwahyukan Allah lewat Malaikat Jibril secara lengkap berupa lafadh dan sanadnya sedangkan adi berasal dari Rasulullah sendiri.b. Membaca Alquran hukumnya adalah ibadah dan syah membaca ayat-ayatnya di dalam shalat sementara tidak demikian dengan adi.c. Keseluruhan ayat Alquran diriwayatkan oleh Rasulullah secara mutawatir, yaitu periwayatan yang menghasilkan ilmu yang pasti dan yakin keontetikannya pada setiap generasi dan waktu. Maka nash-nash Alquran bersifat pasti wujud atau qothi assubut.d. adi sebagian besar bersifat ahad dan zhanni al wurud yaitu tidak diriwayatkan secara mutawatir kalaupun ada, hanya sedikit sekali yang mutawatir kalaupun ada, hanya sedikit sekali yang mutawatir lafaz dan maknanya sekaligus.e. Alquran menjadi dasar yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak sedangkan adi sebagai ketentuan-ketentuan pelakasanaan (praktisnya).

E. Analisis Kritis Sebagian besar orang tidak merasa ragu dengan kebenaran dan keabsahan Alquran sebagai kitab suci firman Tuhan yang harus dipatuhi dan dijadikan pedoman hidup. Meski ada sekelompok kecil orang (orientalis) yang meragukannya. Namun tidak demikan dengan hadi Rasulullah, tidak setiap orang menerimanya dan menjadikannya pedoman hidup. Kelompok ini menerima Alquran dan menolak keberadaan hadi sebagai sumber hukum Islam. Kelompok ini selanjutnya dikenal dengan nama Inkarus Sunnah. Kelompok-kelompok ini jika ditelusuri lebih jauh, ternyata sudah ada pada zaman Islam klasik, yaitu masa sahabat Nabi dan semakin jauh dari masa Nabi, maka orang-orang dan kelompok ini semakin bertambah banyak. Jika pada masa klasik penolakan mereka disebabkan karena ketidak tahuan, tetapi pada masa modern, yaitu mulai sekitar abad ke-14, penolakan mereka sudah berupa kelompok terorganisir yang diakibatkan oleh modernisasi dan kolonialisme (Solahudin, 2009, hal. 208-209, 215).Mengenai akan munculnya kelompok inkar sunnah sebenarnya jauh sebelumnya Rasulullah telah mewanti-wanti, bahwa pada suatu saat akan muncul orang-orang yang merasa cukup berpegang kepada al-Quran saja, hal ini terlihat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad Bin Hambal: : .

Yazin bin Harun menceritakan kepada kami..Rasulullah saw. bersabda: ingatlah, al-Quran dan hal yang seperti al-Quran-yaitu hadits- telah diturunkan kepadaku. Waspadalah! Kelak akan muncul orang yang perutnya kentyang, ia bermalsa-malas di atas kursinya. Ia mengatakan; pakai al-Quran saja, apabila di situ ada keterangan yang menghalalkan maka halalkanlah, dan jika mengharamkan maka haramkanlah. (HR: Ahmad)

Adapun argumen-argumen yang digunakan para ingkarus sunnah antara lain sebagai berikut:1. Ayat al-Quran yang mereka gunakan untuk menafikan hadi diantaranya QS. al-Nahl [16]: 89. Padahal kata tibyan (penjelasan) yang termaktub dalam surat tersebut menurut al-Syafii mencakup beberapa pengertian. Yakni: ayat al-Quran secara tegas menjelaskan adanya: a) berbagai kewajiban misalnya salat, puasa, zakat dan haji; b) berbagai larangan misalnya berbuat zina, minum khamar, makan bangkai dan daging babi, dan c) teknis pelaksanaan ibadah tertentu misalnya tata cara berwudu. Ayat al-Quran menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global seperti dalam kewajiban shalat; dalam hal ini, hadi Nabi-lah yang menjelaskan tekhnis pelaksanaannya. Nabi menetapkan suatu ketentuan hukum yang didalam al-Quran tidak dikemukakan secara tegas. Ketentuan dalam hadi tersebut wajib ditaati sebab Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mentaati Nabi. Allah mewajibkan kepada hambanya untuk melakukan ijtihad. Kewajiban ijtihad sama kedudukannya dengan kewajiban mentaati perintah lainnya yang telah ditetapkan olah Allah (al-Syafii, 1992, hal. 7, 68, 71). Jadi berdasarkan QS. al-Nahl [16]: 89 tersebut hadi Nabi merupakan sumber penjelasan ketentuan agama Islam. Ayat dimaksud sama sekali tidak menolak keberadaan hadi Nabi. Bahkan, ayat itu telah memberikan kedudukan yang sangat penting terhadap hadi. Sebab, ada bagian ketentuan agama termuat penjelasannya dalam hadi dan tidak termuat secara tegas dan rinci dalam al-Quran.2. Memang benar al-Quran tertulis dengan bahasa Arab, susunan katakatanya ada yang berlaku umum dan ada yang berlaku khusus, disamping ada yang berstatus global dan berstatus rinci. Untuk mengetahui bahwa sesuatu ayat berlaku khusus ataupun rinci diperlukan petunjuk al-Quran dan hadi. Jadi orang yang ingin memahami kandungan al-Quran dengan baik, walaupun orang itu memiliki pengetahuan yang dalam tentang bahasa Arab tetap saja memerlukan penjelaan-penjelasan dari Nabi.3. Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemajuan zaman klasik (650-1250 M) puncak kemajuan terjadi sekitar tahun 650-1000 M. Ulama besar yang hidup pada masa ini tidak sedikit jumlahnaya baik di bidang Tafsir, fiqh, hadi, ilmu kalam, filsafat, sejarah, maupun dalam bidang pengetahuan lainnya (Nasution, 1975, hal. 11). Berdasarkan bukti sejarah ini ternyata, periwayatan dan perkembangan pengetahuan hadi berjalan seiring dengan perkembangan pengetahuan yang lainnya. Ajaran hadi telah ikut mendorong kemajuan umat Islam. Karena hadi sebagaimana al-Quran telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menuntut ilmu pengetahuan. Di samping itu banyak hadi Nabi yang memerintahkan umat Islam bersatu dan menjahui perpecahan.4. Umat Islam memberikan perhatian yang besar terhadap hadi Nabi bukan hanya dimulai pada zaman Tabiin dan tabi al-tabiin melainkan sejak zaman Nabi. Kegiatan itu berjalan secara berkesinambungan hingga mencapai puncaknya pada masa tabiin dan tabi al-tabiin. Hal ini menjadi logis sebab para sahabat yang mengajarkan hadi, jumlahnya banyak dan masing-masing memiliki murid yang tidak sedikit (Azami, 1994). Karenanya sangat wajar bila pemerhati hadi pada masa tabiin makin bertambah jumlahnya dibandingkan pada zaman sahabat. Jadi tidak benar sama sekali jika sekarang ada pendapat yang menyatakan bahwa apa yang sekarang dianggap hadi Nabi itu tidak lebih dari dongeng-domgeng semata. Sekiranya hadi yang terhimpun dalam berbagai kitab hadi itu terdapat hadi yang lemah, ataupun palsu, tidaklah berarti bahwa sesluruh hadi yang ada didalamnya juga palsu atau lemah.5. Al-Quran bersifat kongkrit dan pasti serta mengandung segala sesuatu secara lengkap dan membahas segala segi kehidupan dunia dan akhirat secara tuntas. Maka jika ada sumber hukum lain yang menjelaskan atau bahkan membatasi al-Quran, maka al-Quran itu tidak pasti dan mengandung kekurangan. Al-Quran, meskipun kebenarannya sudah diyakini sebagai kalamullah, tidak semua ayat memberikan petunjuk hukum yang pasti, sebab banyak ayat yang pengertiannya masih dhanni (dugaan kuat). Yang dimaksud dengan kebenaran (al-haq) adalah masalah yang sudah tetap dan pasti. sebagaimana dimaksud QS. Yunus [10]: 36 selengkapnya adalah bahwa dhanni tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap dengan pasti, sedangkan dalam hal menerima hadi, masalahnya tidak demikian (Solahudin, 2009, hal. 222). Adapun mengenai al-Quran yang mengandung kekurangan, berdasarkan teks al-Quran sendiri bahwa Rasulullah SAW sajalah yang diberi tugas untuk menjelaskan isi kandungan al-Quran, sedangkan kita diwajibkan untuk menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau. Semua itu bersumber dari al-Quran dan tidak ada satupun unsur lain yang ditambahkan atau dimasukan kedalam al-Quran (Solahudin, 2009, hal. 225). Adapun argumen-argumen bantahan Imam Syafii dapat dibagi kepada dua bagian, pertama bantahan al-Syafii terhadap aargumen yang inkar kepada seluruh sunnah, dan kedua adalah bantahann al-Syafii terhadap argument mereka yang yang inkar kepada hadits ahad.[30] Bantahan terhadap argument secara umum adalah:1. Banyak ayat al-Quran yang memerintahkan agar umat Islam selalu patuh dan taat kepada Rsulullah. Di antara ayat-ayat tersebut adalah surat an-Nisaa: 65 dan 80, suarat al-Hasyr: 7. Dari ayat di atas dapat disimpulkan mafhum mukhalafahnya siapa yang tidak taat kepada Rasul berarti tidak taat kepada Allah.2. Bagi mereka yang tidak bertemu langsung dnegn Rasulullah atau hidup setelah Rasulullah wafat, mereka harus menerima keterangan tentang ajaran yang disampaikan oleh beliau melalui periwayatan, dan riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah itu adalah hadits, oleh karena itu setiap umat Islam harus menerima, memahami, dan mengamalkan hadits Rasulullah, dalam upaya mengamalkan ayat-ayat yang mmerintahkan untuk selalu patuh dan taat kepada Rsulullah. Bantahan al-Syafii terhadap argument yang inkar kepada hadits ahad:1. Untuk menunjukkan kekeliruan pandangan kelompok inkar al-sunnah bahwa hadits ahad itu zany, dan yang zany itu tidak patut dijadikan hujjah, al-SyafiI mengemukakan berbagai argumentasi yang dapat dirangkum sebagai berikut:a) Para pengingkar sunnah tidak konsisten dengan argumennya, dari satu sisi mereka tidak menerima kehujjahan hadits ahad dengan alasan nilainya zanny, di sisi lain mereka menrima dan berhujjah dengan keterangan saksi yang nilainya juga zanny. Bahkan tingkat kebenarannya dapat dikatakan di bawah hadits ahad (yang maqbul) karena persyaratan yang dituntut terhadap para periwayat hadits jauh lebih ketat dari persyaratan yang dituntut terhadap seorang untuk dapat diterima kesaksiannya.b) Dasar-dasar kehujjahan hadits ahad dapat ditemukan dalam banyak ayat al-Quran. Di antara ayat yang dikutip al-Syafii adalah: (QS. Nuh: 1) (QS. Al-Araaf: 85) ayat di atas menjelaskan bahwa Allah mengutus Rsulnya sendiri kepada kaum dan umatnya, dan Allah menetapkan risalah yang disampaikan para rasulnya itu menjadi hujjah yang wajib ditaati oleh kaumnya. Jika risalah (khabar) dari para rsul wajib diterima karena dipercaya dan diyakini kebenarannya, maka hadits ahad yang diriwaytkan oleh periwayat yang dipercaya serta memenuhi persyaratan lainnya yang berfungsi menyaring kemungkinan terjadinya kesalahan dalm periwayatan, juga pantas diterima dan dijadikan hujjah.c) Rasulullah sering mengirim utusannya ke berbagai daerah dengan tugas menyampaikan pesan-pesan agama, menyeru orang-orang agar masuk Islam. Kebanyakan dari utusan Rasulullah itu pergi seorang diri, hal ini menunjukkan bahwa pesan-pesan agam yang mereka merupakan khabar ahad, dan dengan begitu khabar ahad dapat dijadikan hujjah.d) Para sahabat dan ulama selanjutnya senantiasa berpegang dengan hadits ahad dalam menyelsaikan masalah-masalah yang mereka hadapi dan meninggalkan hasil ijtihad mereka jika ternyata tidak sejalan dengan hadits yang sampai kepada mereka sekalipun melalui jalur ahad.Seperti riwayat tentang Umar yang menyatakan bahwa isteri tidak berhak atas diyat suaminya, hingga dia diberitahu oleh al-Dahhak ibn Abi Sofyan bahwa Rasulullah pernah menyurati dan memerintahkannya agar isteri Azam al-Dhibabiy diberi warisan dari diyat suaminya yang meninggal terbunuh. Setelah itu, Umar meninggalkan ijtihadnya dan berpegang dengan hadits Rasulullah yang disampaikan al-Dhahhak, sekalipun dia seorang diri menyampaikannya.

BAB IIIKESIMPULAN

Mayoritas ulama telah sepakat bahwa hadi merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Ia menempati kedudukan kedua setelah al-Qur`an. Namun derajat hadis tersebut haruslah maqbul (diterima) tidak dhaif, maudhu mungkar. Keharusan mengikuti hadi bagi umat Islam baik yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban mengikuti al-Qur`an. Hal ini karena, hadi merupakan mubayyin bagi Al-Qur`an, yang karenanya siapapun tidak bisa memahami al-Qur`an tanpa dengan memahami dan menguasai hadi. Begitu pula halnya menggunakan Hadit tanpa Al-Qur`an. Karena Al-Qur`an merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya berisi garis besar syari`at.Adapun beberapa fungsi hadi diantaranya adala: bayan taqrir; bayan tafsir; bayan tadhil (nasakh); bayan tafshil; bayan bashi (tasbi atau tawil); bayan tasyri; bayan takhshish; bayan tayin; bayan nasakh; bayan takid (taqrir); bayan takhshish dan taqyid.Ada beberapa kelompok yang berusaha untuk mengingkari dan menolak menolak hadi sebagai sumber ajaran Islam. Mereka selanjutnya lebih dikenal dengan ingkarus sunnah. Namun argumen yang mereka ajukan ternyata lemah, tidak memiliki basis akademis yang kuat dan mudah untuk dibantah. Inkar al-sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau paham kelompok, bukan gerakan dan aliran, yang menolak eksistensi sunnah sebagai sumber hukum Islam atau hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan umat Islam. Inkar al-sunnah muncul dilatarbelakangi oleh keraguan orang atau kelompok tertentu tentang metodologi kodifikasi sunnah yang menyangkut kemungkinan bahwa para perawi melakukan kesalahan atau kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan pembohong. Latar belakang lain ialah ketidak fahaman mereka terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan ilmu hadits. Faktor ini tidak hanya terlihat pada mereka yang berfaham inkar sunnah pada masa imam Syafii saja, melainkan juga pada masa berikutnya.Kemunculan kelompok pengingkar sunnah ditanggapi keras oleh para ulama waktu itu, khususnya ulama hadits sebagai seorang yang harus segera bertaubat dan kembali kepada ajaran-ajaran islam yang kaffah. Di antara mereka adalah imam Syafii, sehingga beliau disebut dengan Nasr al-Sunnah atau sang penyelamat sunnah.

15

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Hanbal, Musnad ahmad, Kitab Musnad al syaamiyyin, no.hadits 16546Azami, M. (1994). Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa Yaqub. Jakarta: Pustaka Firdaus.al-Syafii, M. b. (1992). al-Risalah, terj. Nurcholis Madjid. Jakarta: Pustaka Firdaus.Arkoun, M. (1996). Rethingking Islam Comon Question Uncomon Answers, terj. Yudian Asmin dan Latiful Huluq dengan judul Rethingkin Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Ash Shidieqy, T. M. (1999). Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.Ash-Shidieqy, T. M. (1980). Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.Ash-Siba'i, M. (1993). Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam:Sebuah Pembelaan Kaum Sunni. Jakarta: Pustaka Firdaus.Baqi, M. F. (-). al-MuJam al-Mufahras Li Alfaz al-Quran al-Karim. Bandung: Maktabah Dahlan.Departemen Agama RI. (2008). Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI.Hanafi, A. (1989). Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.Husnan, A. (1980). Gerakan Ingkar Sunnah dan Jawabannya. Jakarta: Media Dakwah.Ismail, M. S. (1996). Hadis Nabi: Antara Pengingkar dan Pembelanya. Jakarta: Bulan Bintang.Na'im, N. (2009). Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Teras.Nasution, H. (1975). Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.Pusat Bahasa, T. P. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Qardhawi, Y. (2007). Pengantar Studi Hadits. Bandung: Pustaka Setia.Rahman, F. (1979). Islam. Chicago: University of Chocago Pres.Ranuwijaya, U. (1996). Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama.Soetari AD, E. (2008). Ilmu Hadis: Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: CV. Mimbar Pustaka.Soetari AD., E. (2000). Ilmu Hadis: Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Amal Bakti.Solahudin, .. A. (2009). Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka Setia.Suparta, M. (2003). Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.