proposal. aa

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup masyarakat di setiap negara. Permasalah kesehatan juga merupakan suatu problema yang keberadaannya sangat komplek, seperti masalah kesehatan balita, ibu hamil, anak-anak sampai masalah kesehatan orang tua. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu upaya serta dukungan dari semua pihak dalam proses penanggulangannya, termasuk dari pihak pemerintah yang diharapkan dapat membangun sarana dan prasarana yang berhubungan dengan peningkatan dalam bidang kesehatan maupun dari pihak masyarakat itu sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu : Negara Indonesia bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia 1

Upload: tuhfatuljanah

Post on 17-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

proposal aa buat tugas akhir yang diminta oleh dosen

TRANSCRIPT

17

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKesehatan merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup masyarakat di setiap negara. Permasalah kesehatan juga merupakan suatu problema yang keberadaannya sangat komplek, seperti masalah kesehatan balita, ibu hamil, anak-anak sampai masalah kesehatan orang tua. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu upayaserta dukungan dari semua pihak dalam proses penanggulangannya, termasuk dari pihak pemerintah yang diharapkan dapat membangun sarana dan prasarana yang berhubungan dengan peningkatan dalam bidang kesehatan maupun dari pihak masyarakat itu sendiri.Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu : Negara Indonesia bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Merupakan cita-cita negara yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Ini membuktikan bahwa peran pemerintah begitu penting dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang berakibat pada perkembangan kemanjuan bangsa di segala aspek kehidupan kebangsaan. Kesehatan memiliki peran penting yang mutlak dibutuhkan demi tercapainya suatu kreatifitas dan kredibilitas manusia. Karena bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan tinggi. Dengan adanya dokter dan tenaga kesehatan sebagai salahsatu komponen dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang juga diharapkan atas keberadaannya mampu mewujudkan pencapaian peningkatan dari segi kesehatan tersebut, yaitu dapat meningkatkan kesehatan masyarakat. Akan tetapi upaya di bidang kesehatan tersebut sangat riskan bila dilakukan oleh tenaga medis khususnya dokter yang kurang memiliki kehati-hatian atau kompetensi. Sebagai suatu profesi yang luhur dokter dituntut memiliki etika, moral dan keahlian, dalam melaksanakan praktek kedokteran yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Bentuk konkret dari tuntutan tersebut dapat terlihat dalam kewajiban dokter yang tercantum dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran yaitu: (1) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; (2) merujuk pasien kedokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; (3) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; (4) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; (5) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Dunia kedokteran yang dahulu seakan tak terjangkau oleh hukum, dengan berkembangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya tentang perlindungan hukum menjadikan dunia pengobatan bukan saja sebagai hubungan keperdataan, bahkan sering berkembang menjadi persoalan pidana. Banyak persoalan-persoalan malpraktek yang kita jumpai, atas kesadaran hukum pasien maka diangkat menjadi masalah pidana. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu pemikiran dan langkah-langkah yang bijaksana sehingga masing-masing pihak baik dokter maupun pasien memperoleh perlindungan hukum yang seadil adilnya. Membiarkan persoalan ini berlarut-larut akan berdampak negatif terhadap pelayanan medis yang pada akhirnya akan dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Memang disadari oleh semua pihak, bahwa dokter hanyalah manusia yang suatu saat bisa salah dan lalai sehingga pelanggaran kode etik bisa terjadi, bahkan tidak menutup kemungkinan sampai pelanggaran norma-norma hukum. Sekalipun pasien atau keluarganya mengetahui bahwa kualitas pelayanan yang diterimanya kurang memadai, seringkali pasien atau keluarganya lebih memilih diam karena kalau mereka menyatakan ketidak puasannya kepada dokter, mereka khawatir kalau dokter akan menolak menolong dirinya yang pada akhirnya bisa menghambat kesembuhan sang pasien. Walapun demikian tidak semua pasien memilih diam apabila pelayanan dokter tidak memuaskan dirinya ataupun keluarganya terutama bila salah satu anggota keluarganya ada yang mengalami cacat atau kematian setelah prosedur pengobatan dilakukan oleh dokter. Berubahnya fenomena tersebut terjadi karena perubahan sudut pandang terhadap dokter dengan pasiennya.Sejujurnya bahwa menjadi seorang dokter merupakan suatu profesi yang penuh dengan resiko dan kadang-kadang dalam mengobati penderita atau pasien dapat terjadi kematian sebagai akibat dari tindakan dokter. Resiko ini kadangkala diartikan oleh pihak luar profesi kedokteran sebagai malpraktek medik. Dalam kenyataannya setiap kali dokter menangani pasien akan selalu berhadapan dengan kemungkinan dan ketidakpastian karena tubuh manusia bersifat kompleks dan tidak dapat dimengerti sepenuhnya. Belum diperhitungkan variasi yang terdapat pada setiap pasien: usia, tingkat penyakit, sifat penyakit, komplikasi, dan hal-hal lain yang bisa mempengaruhi hasil yang bisa diberikan oleh dokter[footnoteRef:2]. Oleh karena itu tidak jarang tindakan yang dilakukan dokter tersebut malah terjerat dengan aturan hukum, sebegaimana yang terjadi pada kasus dr. Ayu dan kedua rekannya yang melakukan operasi cito sescio sesaria (melahirkan dengan irisan dinding perut) yang mengakibatkan kematian pasiennya. Oleh karena sifat kemungkinan dan ketidakpastian dari pengobatan itulah maka dokter yang kurang berhati-hati bisa menjadi berbahaya bagi kondisi pasien. Demi melindungi masyarakat dari praktek pengobatan yang kurang bermutu inilah diperlukan adanya hukum kedokteran. [2: J. Guwandi, Pengantar Ilmu Hukum dan Bio-etika, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 2009, hlm 3.]

Tanggung jawab hukum (liability) merupakan proses tanggung jawab atas sikap tindak hukum. Dalam ranah medis, maka tanggung jawab dokter tersebut terkait erat dengan profesi kedokteran[footnoteRef:3]. Oleh karena itu maka dokter pun dapat memiliki pertanggungjawaban pidana apabila telah terjadi tindak pidana yaitu peristiwa tersebut mengandung salah satu dari tiga unsur: (1) perilaku atau sikap tindak yang melanggar norma hukum pidana tertulis; (2) perilaku tersebut melanggar hukum; (3) perilaku tersebut didasarkan pada kesalahan[footnoteRef:4]. [3: Soerjono Soekanto, Aspek Hukum Kesehatan, Ind-Hill-Co, Jakarta: 1989, hlm 124.] [4: Ibid, hlm 132.]

Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut di atas, maka penulis mengadakan penelitian dalam penulisan skripsi ini dengan judul : TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER TERHADAP KASUS MALPRAKTEK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATANB. Identifikasi MasalahBerdasarkan pemaparan dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat di rumuskan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana apabila dokter melakukan malpraktek?2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi penegak hukum dalam penerapan sanksi pidana malpraktek?

C. Tujuan PenelitianSebagai suatu korelasi dari identifikasi masalah tersebut, tentunya dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk :a. Mengetahui tanggungjawab hukum bagi dokter yang melakukan tindakan malpraktek.b. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi para penegak hukum dalam penerapan sanksi pidana malpraktek.

D. Kegunaan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian mempunyai manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara teoritis maupun praktis yang dapat mengubah pola pikir dan cara pandang seseorang terhadap suatu bidang ilmu,baik itu dalam ilmu hukum maupun bidang ilmu-ilmu lainnya, alasannya sederhana, karena masih banyak peraturan yang bertentangan dengan peraturan lainnya atau suatu peraturan yang justeru bertentangan dengan kenyataan soasial yang ada dalam masyarakat, sehingga mengakibatkan tidak efektifnya suatu peraturan, oleh karena itu perlu dicari jalan keluarnya agar menjadi selaras antara satu peraturan dengan peraturan lainnya juga dengan kenyataan sosial.Untuk menyikapi hal tersebut, maka penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat, antara lain :

1. Kegunaan Teoritis :a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan pemikiran yang lebih spesifik tentang suatu tindakan malpraktek yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya.b. Untuk melengkapi tugas akhir dalam memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wiralodra Indramayu.

2. Kegunaan Praktis :a. Diharapkan dapat menambah daftar kepustakaan hukum khususnya dalam bidang hukum pidana.b. Diharapkan dapat dijadikan suatu sumbangsih pemikiran dalam pembangunan hukum nasional.

E. Kerangka PemikiranKewajiban dokter dalam suatu tindakan medis sesungguhnya tidak terlepas dari adanya kemungkinan dan ketidakpastian karena tubuh manusia bersifat kompleks dan tidak dapat dipastikan sepenuhnya atas kesembuhan yang telah diusahakan dokter sebagai suatu kewajiban tugas yang diembannya, dokter yang bertugas sebagai leader atas kewajiban melakukan tindakan medis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah malpraktek berasal dari kata Mal yang artinya salah sedangkan praktek yang artinya pelaksanaan atau tindakan. Secara umum malpraktek sendiri belum memiliki batasan yang jelas, pengertiannya pun berbeda-beda. Veronica menyatakan bahwa istilah malpraktek berasal dari kata malpractice yang pada hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dokter[footnoteRef:5]. Sedangkan J. Guwandi menyebutkan bahwa malpraktek adalah istilah yang memiliki konotasi buruk, bersifat stigmatis, dan menyalahkan[footnoteRef:6]. [5: Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta: 1989, hlm 87.] [6: J. Guwandi, Hukum Medik, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004) hlm 9.]

Tindakan dokter dapat dikatakan malpraktek apabila memenuhi beberapa unsur di bawah ini. Unsur-unsur malpraktek medik adalah sebagai berikut ;1. Negligence (Kelalaian = Culpa) 2. Lock Of Skill (Kekurangmampuan) 3. Kelalaian atau kekurangmampuan menyebabkan timbulnya kerugian bagi pasien. 4. Timbulnya tanggungjawab hukum (Liability). Di dalam Undang-undang Kesehatan tidak dicantumkan pengertian tentang Malpraktek, namun didalam Ketentuan Pidana pada Bab XX diatur didalam Pasal 190 yang berbunyi:(1)Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).(2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) bab XXI menyebutkan akibat hukum yang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan :Pasal 359Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.Pasal 360(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.Pasal 361Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.Menurut Bambang Poernomo dalam bukunya asas-asas hukum pidana, menyebutkan : Bahwa seseorang melakukan perbuatan bersifat melawan hukum, atau melakukan sesuatu perbuatan mencocoki dalam rumusan undang-undang pidana sebagai perbuatan pidana, belumlah berarti bahwa dia langsung dipidana. Dia mungkin dipidana, yang tergantung kepada kesalahannya[footnoteRef:7]. [7: Poernomo Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1978, hlm 132.]

Menurut Waluyadi dalam bukunya Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktik Kedokteran :Untuk dapat mempidana seseorang, terlebih dahulu harus ada dua syarat yang menjadi satu keadaan, yaitu perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai sendi perbuatan pidana, dan perbuatan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan sebagai sendi kesalahan. Putusan untuk menjatuhkan pidana harus ditentukan adanya perbuatan pidana dan adanya kesalahan yang terbukti dari alat bukti dengan keyakinan Hakim terhadap tertuduh yang dituntut[footnoteRef:8] [8: Waluyadi, Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm 120.]

Dari pembatasan tersebut dapat dipahami dengan sederhana, bahwa untuk dapat mempidana seseorang harus berdasarkan atas dua hal, yaitu seseorang itu harus melakukan perbuatan yang melawan hukum dan seseorang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Pengetian perbuatan melawan hukum dalam konteks ilmu hukum pidana dalam bingkai legalitas adalah perbuatan pidana itu sendiri. Moeljatno, mengartikan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut[footnoteRef:9]. [9: Poernomo Bambang, Op cit hlm 127. ]

Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut bersifat abstrak. Oleh karena itu memerlukan penjabaran secara lebih konkret dalam bentuk kaidah-kaidah hukum, yang mungkin berisi perintah, larangan atau kebolehan. Kaidah-kaidah hukum ini menjadi pedoman atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian.Konsep penegakan hukum adalah suatu rangkaian usaha pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku baik yang bersifat penindakan maupun pencegahan mencakup seluruh kegiatan baik teknis maupun administratif yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, sehingga dapat melahirkan suasana aman, damai dan tertib demi pemantapan kepastian hukum dan masyarakat[footnoteRef:10]. [10: R. Abdusalam, Penegakan hukum oleh Polri, 1997 hlm 36.]

Pelaksanaan hukum dalam kehidupan sehari-hari mempunyai arti yang sangat penting, karena apa yang menjadi tujuan hukum justru terletak pada pelaksanaan hukum itu sendiri. Ketertiban dan ketenteraman dapat diwujudkan dalam kenyataan jika hukum dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung dalam masyarakat secara normal karena setiap individu menaatinya dengan kesadaran bahwa hukum tersebut sebagai suatu keharusan. Dalam pelaksanaan hukum, jika terjadi pelanggaran maka pelanggaran tersebut harus ditindak dengan melakukan suatu tindakan hukum sebagai wujud penegakan hukum yang dilakukan oleh alat-alat penegak hukum yang diberi kewenangan oleh negara.Soerjono Soekanto mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, antara lain:[footnoteRef:11] [11: Soerjono Soekanto, Hukum Dalam Masyarakat, Grafindo Persada, Jakarta: 1986.]

a. faktor hukumnya sendirib. faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukumc. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukumd. faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkane. faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasanya yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada faktor-faktor itu. Kelima faktor tersebut saling berkaitan, sebagai esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur efektivitas penegakan hukum. Secara konsepsional bahwa penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto intinya terletak pada hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah dalam sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian hidup.Tegaknya hukum dalam arti sempit identik dengan tegaknya undang-undang (penegakan undang-undang). Akan tetapi dalam arti luas, tegaknya hukum itu adalah upaya untuk menjamin tegaknya hukum dan nilai keadilan dalam masyarakat.Fungsi penegakan hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai frame-work yang telah ditetapkan oleh suatu undang-undang atau hukum. Pengerian sistem penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto, adalah :....... kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup.

Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata manusia. Pada hakikatnya, hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin kehidupan sosial masyarakat.F. Metode Penelitian1. Metode Pendekatan Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode pendekatan analisis yuridis normatif yang menitikberatkan penelitian terhadap data kepustakaan, berbagai macam literatur hukum serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan skripsi ini. Secara lebih khusus analisis yuridis akan dilakukan dengan memperbandingkan berbagai peraturan perundang-undangan tentang kesehatan yang kini masih berlaku di Indonesia.2. Sumber DataData yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data skunder, yaitu data yang diperoleh dari :a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan peraturan perundang-undangan.b. Bahan Hukum Skunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tugas dan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medis, meliputi buku-buku, karya ilmiyah, hasil penelitian serta sumber dari internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.3. Metode Pengumpulan DataDalam rangka pengumpulan data atau bahan-bahan, penelitian ini dilakukan dengan teknik studi dokumentasi melalui penelitian kepustakaan (Library Research) untuk memperoleh bahan-bahan hukum baik primer, skunder maupun tersier[footnoteRef:12]. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang berasal dari peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, perjanjian internasional yang relevan. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pengkajian peraturan perundang-undangan mengenai batasan dalam melakukan tindakan medis bagi tenaga kesehatan. [12: Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung: 1994, hlm. 134.]

Bahan hukum skunder yakni terdiri dari doktrin-doktrin, pendapat para ahli yang dapat terlihat dalam buku-buku hukum dan makalah-makalah yang ditulis oleh para ahli, hasil penelitian hukum dan lain-lain yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Disamping itu dikaji pula bahan hukum tersier, yakni berupa pendapat-pendapat atau opini masyarakat yang ada di dalam majalah-majalah dan surat kabar, kamus dan ensiklopedi yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun skunder[footnoteRef:13]. [13: Surjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, UI-Press, Jakarta: 1986, hlm. 170.]

4. Analisis DataSecara umum terdapat 2 (dua) metode analisis data yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode analisis kualitatif, yaitu data-data yang berupa asas, konsepsi, doktrin hukum serta kaidah-kaidah hukum dianalisis secara kualitatif.

1